Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan, yang

berarti manusia berhak berkembang dan mendapat pendidikan secara nyaman.

Seperti yang tercantum dalam UU No. 22 Tahun 2003 tentang SIKDINAS yakni,

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara”. Pembelajaran merupakan suatu proses yang di

dalamnya terdapat siswa dan guru yang saling melakukan timbal balik yang

berlangsung secara edukatif untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hubugan timbal

balik antara siswa dan guru merupakan syarat utama untuk berlangsung yang

namanya pembelajaran, bukan hanya hubungan begitu saja antara siswa dan guru

akan tetapi merupakan hubungan edukatif. Dalam hal ini bukan hanya

menyampaikan pesan berupa materi pembelajaran, melainkkan penanaman sikap

dan nilai pada diri siswa yang sedang menempuh pendidikan di dalam maupun di

luar kelas.

Kepala Sekolah merupakan seorang tenaga fungsional guru yang diberi

tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar

mengajar atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran

dan murid yang menerima pelajaran. Dengan ini Kepala Sekolah bisa dikatakan

1
sebagai pemimpin di suatu pendidikan yang tugasnya menjalankan menejemen

satuan pendidikan yang dipimpin. Menurut (Fitrah, 2017) Kepala sekolah adalah

guru yang diberikan tanggungjawab yang lebih untuk memimpin sekolah kerena

memiliki kemampuan untuk memimpin dan mengarahkan sumber daya yang ada

disekolah untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ada. Pada tingkat

operasional, Kepala Sekolah adalah orang yang berada di garis terdepan yang

mengkoordinasikan upaya meningkatkan pembelajaran yang bermutu. Kepala

Sekolah diangkat untuk menduduki jabatan yang bertanggung jawab

mengkoordinasikan upaya bersama mencapai tujuan pendidikan pada level

tertinggi sekolah yang dipimpin. Tentu saja Kepala Sekolah bukan satu-satunya

yang bertanggung jawab penuh terhadap suatu sekolah, karena masih banyak faktor

lain yang perlu diperhitungkan seperti guru, peserta didik, dan lingkungan yang

mempengaruhi proses pembelajaran. Namun Kepala Sekolah memiliki peran yang

sangat mempengaruhi jalannya sistem yang ada dalam sekolah. Menurut (Mulyasa

2017; Kompri 2017) mengatakan bahwa peranan kepala sekolah dalam

meningkatkan mutu pendidikan, meliputi perannya sebagai educator, manajer,

administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator. Agar dapat mencapai

tujuannya secara etektif dan efesien, maka kepala sekolah harus melaksanakan

fungsi-fungsi keterampilan seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,

pemberian motivasi, pelaksanaan, pengorganisasian pengendalian, evaluasi dan

inovasi. Kepala Sekolah yang baik diharapkan akan membentuk otpembelajaran

yang dilakukan guru baik. Jika pembelajaran di sekolah baik tentunya akan

menghasilkan prestasi siswa dan gurunya yang baik . Seperti apa yang sudah di

2
bahas di atas bahwa kepala sekolah adalah seseorang yang bertanggungjawab di

suatu sekolah yang di pimpinya, bertanggungjawab dalam arti mampu memberikan

motivasi dan evaluasi kepada guru dan guru yang akan menanamkan nilai-nilai

yang bersifat positif kepada siswa.

Siswa atau anak didik adalah suatu komponen manusia yang menduduki

posisi sentral dalam proses belajar-mengajar, siswa ingin meraih suatu cita-cita

kemudian ingin menggapainya dengan caara yang optimal. Dirinya sendiri yang

akan menjadi faktor penentu, sehingga dapat mempengaruhi segala sesuatu

yang di butuhkannya untuk menggapai cita-cita. Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI

No. 20 Tahun 2013 mengenai sistem pendidikan nasional, mengatakan siswa

adalah anggota masyarakat yang berusha mengembangkan dirinya dengan

mengikuti proses atau jemjang pendidikan tertentu. Berdasarkan pendapat di

atas maka bisa di simpulkan bahwa siswa adalah suatu anggota masyarakat yang

ingin mengembangkan potensinya melalui pendidikan formal. Siswa sekolah

menengah pertama (SMP) berada pada tahap remaja awal dengan rentang umur

12-15 tahun. Di mana pada masa ini siswa berada pada masa pubertas, dimana

akan ada banyak perubahan pada fisik, psikis, maupun secara sosial (Sarwono,

2011). Siswa mulai meninggalkan kelakuan sebagai anak-anak dan berusaha

unntuk tidak lagi berggantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah

penerimaann perubahan fisik serta berupaya mengembangkan potensi dirinya

melalui bergaul dengan seman sebayanya. Perubahan dan perkembangan ini

menjadikan siswa SMP berada pada masa yang banyak menarik perhatian

karena sifat-sifat Khas yang di milikinya. Perkembangan emosi pada siswa usia

3
remaja awal menunjukan sensitif dan kritis, emosinya sering bersifat negatif.

Melalui interaksi sosial timbal balik dengan lingkungan yang kurang baik,

mereka akan sangat cepat tergoda dengan melakukan berbagai kenakalan antara

lain yaitu sering bolos, berkelahi dan lain sebagainya.

Dengan demikian melihat apa yang sudah menjadi peran dan

tanggungjawab kepala sekolah maka akan bertolak belakang dengan fakta yang

ada di lapangan, terkait dengan kenakalan remaja . Masalah kenakalan remaja,

khususnya remaja usia sekolah atau yang sudah duduk di bangku sekolah bukan

saja meresahkan orang tua dan masyarakat semata. namun juga merupakan

masalah bagi sekolah, karena sekolah sebagai lembaga formal dianggap sangat

berpengaruh dan bertanggung jawab terhadap hasil pendidikan termasuk di

dalamnya pendidikan karakter seorang anak (siswa). Oleh karena itu perlu

perhatian dan upayah dari sekolah untuk menanggulangi kenakalan siswa secara

dini.

Sesuai dengan observasi awal di SMP Negeri 1 Telaga terdapat beberapa

kasus dalam tiga tahun terakhir di antranya, pemalakan, bolos, merokok di

lingkungan sekolah, dan tauran antar sekolah. Dalam hal ini sudah di berikan

sanksi oleh pihak sekolah akan tetapi tidak juga menimbulkan efek jera kepada

pelaku. Untuk menanggapi hal sedemikian perlu keterlibatan dari kepala

sekolah dalam menangani kasus seperti ini. Tindakan yang tidak beradap ini

harus segera di tindaklanjuti oleh pihak sekolah atau kepala sekolah yang

bertanggung jawab penuh di dalam lingkungan sekolah, agar supaya tidak

menjadi kebiasaan yang buruk bagi generasi-generasi selanjutnya. Peneliti

4
sangat tertarik untuk mengangkat permasalahan ini, oleh karena itu peneliti

ingin mendalami penelitiaan tentang “Peran Kepala Sekolah dalam Menangani

Kasus Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Telaga”.

5
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa saja bentuk-bentuk kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Telaga ?

2. Bagaimana peran kepala sekolah dalam menyikapi kasus kenakalan siswa

di SMP Negeri 1 Telaga ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapum tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Telaga.

2. Untuk mengetahui peran kepala sekolah dalam menyikapi kasus kenakalan

siswa di SMP Negeri 1 Telaga.

1.4 Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini akan bermanfaat bagi siswa, bagi guru, dan bagi

pembaca yang akan mendeskripsikan sebagai berikut:

1. Bagi Siswa, Penelitian tentang “Peran Kepala Sekolah Dalam Menangani

Kasus Kenakalan Siswa” ini dapat menambah wawasan siswa untuk tidak

melakukan tindakan yang tidak baik di sekolah, karena kenakalan siswa ini

hanya akan merugikan diri sendiri dan kepada orang lain

2. Bagi Pendidik (Guru), penelitian ini sebagai salah satu tawaran untuk

menganalisis Peran Kepala Sekolah Dalam Menangani Kasus Kenakalan

Siswa di sekolah dan semoga bisa menjadi referensi bagi pengajar (guru).

6
3. Bagi Pembaca, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan

informasi dan data secara langsung mengenai Peran Kepala Sekolah Dalam

Menangani Kasus Kenakalan Siswa, sekaligus bisa menjadi referensi untuk

penelitian-penelitian selanjutnya.

7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kepala Sekolah Sebagai Manajer

2.1.1 Pengertian Kepala Sekolah

Kepala Sekolah terdiri atas kata kepala dan sekolah. Kata kepala dapat

diartikan ketua atau pemimpin dalam organisasi atau suatu lembaga. Sedang

sekolah adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima dan memberi

pelajaran. Menurut (Fitrah, 2017) Kepala sekolah adalah guru yang diberikan

tanggungjawab yang lebih untuk memimpin sekolah kerena memiliki kemampuan

untuk memimpin dan mengarahkan sumber daya yang ada disekolah untuk

mencapai tujuan pendidikan yang telah ada.

Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada

kepemimpinan Kepala Sekolah. Berkat kepemimpinan dilembaganya, maka dia

harus mampu membawa lembaganya ke arah tercapainya tujuan yang telah

ditetapkan, dia harus mampu melihat adanya perubahan serta mampu melihat masa

depan dalam kehidupan globalisasi yang lebih baik. Kepala Sekolah harus

bertanggung jawab atas kelancaran dan keberhasilan semua urusan pengaturan dan

pengelolaan sekolah secara formal kepada atasannya atau secara informal kepada

masyarakat yang telah menitipkan anak-anak didiknya.

Kepala Sekolah sebagai penentu kebijakan di sekolah juga harus

memfungsikan perannya secara maksimal dan mampu memimpin sekolah dengan

bijak dan terarah serta mengarah kepada pencapaian tujuan yang maksimal demi

meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di sekolahnya yang tentu saja akan

8
berimbas pada kualitas lulusan anak didik sehingga membanggakan dan

menyiapkan masa depan yang cerah.

Olehnya itu, Kepala Sekolah harus mempunyai wawasan, keahlian

manajerial, mempunyai karisma kepemimpinan dan juga pengetahuan yang luas

tentang tugas dan peran sebagai Kepala Sekolah. Dengan kemampuan yang dimiliki

seperti itu, Kepala Sekolah tentu saja akan mampu mengantarkan dan membimbing

segala komponen yang ada di sekolahnya dengan baik dan efektif menuju ke arah

cita-cita sekolah.

Menurut Wahjosumidjo (dalam Ahmad, 2017: 27-28) kepala sekolah dapat

di definisikan sebagai “seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk

memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau

tempat di mana terjadi iinteraksi antara guru yang mmemberi pelajaran dan murid

yang menerima pelajaran.

Menurut Zazin (dalam Ahmad, 2017: 28-29) mengatakan bahwa kepala

sekolah merupakan suatu kemampuan dan kesiaapan kepala sekolah untuk

mempengaruhi, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan staf sekolah agar

dapat bekerjas secara efektif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan

pengajaran yang telah ditetapkan atau bisa dikatakan bantuan yang diberikan oleh

kepala sekolah terhadap pencapaian tujuan pendidikan.

Dari definisi di atas penulis dapat menyimpilkan bahwa kepala sekolah

adalah guru yang di tambahkan tugas untuk menjadi leader dari sebuah lembaga

pendidikan dalam hal ini yaitu sekolah, agar semua bisa berjalan sesuai dengan

ketentuan, dan terorganisir dengan baik.

9
2.1.2 Fungsi Kepala Sekolah

Menurut Sudarwan Danim dan Khairil dalam buku profesi kependidikan

(2012:79) Jabatan kepala sekolah diduduki oleh orang yang menyandang profesi

guru. Kepala sekolah memiliki fungsi yang berdimensi luas. Kepala sekolah dapat

memerankan banyak fungsi. Di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional (yang

sekarang berganti nama menjadi Kementerian Pendidikan Nasional, Kemendiknas)

telah cukup lama dikembangkan paradigma baru administrasi atau manajemen

pendidikan, di mana kepala sekolah minimal harus mampu berfungsi sebagai

educator, manager, administrator, supervisor, leader, inovator dan motivator.

Kepala sekolah adalah guru yang di berikan jabatan tertinggi. Menurut

Suparlan (2005: 25) status guru mempunyai implikasi terhadap peran dan fungsi

yang menjadi tanggung jawabnya. Guru memiliki satu kesatuan peran dan fungsi

yang tidak dapat dipisahkan, antara kemampuan mendidik, membimbing,

mengajar, dan melatih. Keempat kemampuan tersebut merupakan kemampuan

integrative, antara satu dengan yang lain dan tidak dapat dipisahkan.

Jika merujuk pada peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik

Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang standar Kepala Sekolah/Madrasah, kepala

sekolah juga harus berjiwa wirausaha atau entrepreneur. Atas dasar itu, dalam

kerangka menjalankan fungsinya, kepala sekolah harus memerankan diri dalam

tatanan perilaku yang berjumlah tujuh fungsi tersebut. Dimana tujuh fungsi kepala

sekolah tersebut menurut Zaenal Arifin (2013:55) yaitu:

10
- Educator, yaitu kepala sekolah sebagai pendidik, jabatan kepala sekolah

adalah tugas tambahan yang bersifat sementara yang berfungsi sebagai

pengendali sistem sekolah secara keseluruhan.

- Manager, yaitu kepala sekolah sebagai seorang pengelola semua sumber daya

sekolah untuk dapat berjalan efektif dan efisien mencapai tujuan sekolah.

- Administrator, yaitu kepala sekolah sebagai penggerak seluruh elemen

sekolah untuk bekerja secara individu maupun kelompok dalam rangka

mencapai visi dan misi yang telah ditentukan.

- Supervisior, yaitu kepala sekolah sebagai sosok yang terus memantau dan

mengembangkan potensi setiap unsur organisasi sekolah dengan rencana dan

ukuran yang jelas.

- Leader, yaitu kepala sekolah sebagai seorang pimpinan yang terus

melakukan yang baik sehingga menjadi tauladan yang ditiru bawahannya.

- Inovator, yaitu kepala sekolah sebagai motor yang menggerakkan perubahan dan

melakukan inovasi guna memperbaiki situasi saat ini menjadi situasi yang lebih

baik dimasa mendatang.

- Motivator, yaitu kepala sekolah sebagai sosok yang mampu menggerakkan dan

mendorong setiap bawahan untuk bekerja secara optimal mencapai visi dan misi

yang ditetapkan.

Dari beberapa teori di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa kepala

sekolah adalah guru yang diberi tanggung jawab dalam memimpin suatu

lembaga atau yang biasa disebut sekolah dan mampu menjalankan tugas sebagai

educator, menajer, administrator, supervisior leader, inovator dan motivator.

11
2.1.3 Peran dan Fungsi Kepala Sekolah

Peran kepala sekolah sangat penting dalam menentukan berhasil tidaknya

sekolah dalam menjalankan tugas kekepala sekolahan untuk mencerdaskan

kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya. Kepala sekolah

merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam

meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam pasal 12 ayat 1 Peraturan Pemerintah 28

tahun 1990 dikemukakan bahwa “kepala sekolah bertanggung jawab atas

penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga

kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan

prasarana”. Strategi kepala sekolah merupakan salah satu usaha untuk

meningkatkan kinerja guru dalam proses pembelajaran.

Kepala sekolah berfungsi dan bertugas sebagai Educator, Manager, Administrator,

Supervisor, Leadership, dan Motivator (EMASLIM). Hal ini sesuai dengan

pendapat Murniati (2008:146) bahwa peran kepala sekolah adalah sebagai: “1)

pendidik (educator), 2) supervisor, 3) pemimpin (leader), 4) manajer, 5)

administrator, 6) inovator, dan 7) motivator.” Implementasi tugas pokok dan fungsi

kepala sekolah tidak cukup mengandalkan aksi-aksi praktis dan fragmentaris,

melainkan berbasis pada pengetahuan di bidang manajemen dan kepemimpinan

yang cerdas. Menurut Murniati (2008:123) kepala sekolah sebagai pemimpin

dituntut memiliki berbagai hal, seperti ciri-ciri kepemimpinan, yaitu: “1) iman dan

taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 2) imajinasi yang kuat, 3) emosi yang stabil,

4) mampu hidup dalam mengahadapi kegagalan, 5) berpikir terbuka, 6) rendah hati

(bukan berarti rendah diri), 7) mempunyai pemikiran yang sabar dan tekun, 8)

12
disiplin, 9) memperhitungkan efektivitas dan efisiensi, dan 10) memiliki rasa humor

dan berjiwa seni.” Kompleknya penguasaan keterampilan yang harus dimiliki

seorang pemimpin menunjukkan bahwa pekerjaan memimpin bukanlah pekerjaan

yang mudah.

2.2 Pengertian Peran

Peran berarti laku atau bertindak. Didalam kamus besar bahasa indonesia

kata peran berarti perangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang

berkedudukan di masyarakat. Peran didasarkan pada perspektif (ketentuan) dan

harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam

suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau

harapan orang lain.

Ketika istilah peran digunakan dalam lingkungan pekerjaan, maka

seseorang yang diberi (atau mendapatkan) sesuatu posisi, juga diharapkan

menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan tersebut.

Karena itulah ada yang disebut dengan role expectation. Harapan mengenai peran

seseorang dalam posisinya, dapat dibedakan atas harapan dari si pemberi tugas dan

harapan dari orang yang menerima manfaat dari pekerjaan/posisi tersebut. Adapun

kata “Peranan” sendiri mengandung arti: “Suatu hal yang menjadi pokok atau yang

berpengaruh dalam terjadinya peristiwa.” Peranan merupakan aspek yang dinamis

dari kedudukan (status). Apabila seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya

sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan. Menurut

Soerjono Soekanto ( 2002:243 ) “ peran merupakan aspek di namis kedudukan

13
(status ), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibanya sesuai dengan

kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peran”.

Menurut Poerwadinata (Harun, 2016:34), peran adalah kegiatan-kegiatan

atau tugas-tugas yang harus dilaksanakan seseorang karena kedudukannya atau

status atau posisinya disuatu lingkungan sosial tertentu. Peran (role) yang dapat

diartikan sebagai perilaku yang diharapkan dari seseorang, serta peran secara umum

diartikan sebagai suatu keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya

efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan.

Peran menurut E. Mulyasa (2006:221) dapat di definisikan sebagai suatu

rangkaian perasaan, ucapan, tindakan, sebagai suatu pola hubungan yang unik yang

diajukan oleh individu terhadap individu lain. Dan peran menurut Soekanto (2009:

212-213) adalah proses dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang

melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa peran

adalah tugas atau fungsi seseorang yang telah diamanati oleh pihak tertentu dan memiliki

posisi yang strategis untuk memberikan sumbangsih baik berupa pikiran, tenaga atau

materi, sehingga dapat menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan dari

pekerjaan tersebut.

2.3 Perilaku

2.3.1 Pengertian Perilaku

Dari aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme

atau makhluk hidup yang bersangkutan. Manusia sebagai salah satu makhluk hidup

yang mempunyai bentengan kegiatan yang sangat luas, antara lain: berjalan,

berbicara, menulis, membaca, berfikir dan seterusnya ( Notoatmodjo, 2010:43).

14
Manusia adalah makhluk hidup ciptaan tuhan yang paling sempurna. Hal ini

berarti bahwa manusia mempunyai keistimewaan di banding dengan makhluk

hidup yang lain. Salah satu keistimewaan yang menonjol adalah perilakunya.

Dalam perilaku manusia sangatlah di dorong dengan kehidupan biologis,

seksualitas, pikiran, emosi, dan lingkunngan terutama lingkungan social dan

budayanyam (Terupay, 2014).

Menurut Notoatmodjo (dalam Yuni, 2018: 9) perilaku manusia merupakan

seluruh kegiatan yang dilakukan oleh manusia, baik dilihat secara tidak langsung

maupun langsung oleh pihak luar.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah suatu

tindakan yang dilakukan manusia dan dapat di nilai oleh orang lain seperti berpikir,

berjalan, dan lain sebagainya

2.3.2 Bentuk Perilaku

Pada dasarnya bentuk perilaku dapat diamati, melalui sikap dan tindakan,

namun demikian tidak berarti bahwa bentuk perilaku itu hanya dapat dilihat dari

sikap dan tindakannya saja, perilaku dapat pula bersifat potensial, yakni dalam

bentuk pengetahuan, motivasi dan persepsi.

Bentuk perilaku dibedakan menjadi 3 macam yakni Coqnitive, Affective dan

Psikomotor, Ahli lain menyebut Pengetahuan, Sikap dan Tindakan, Sedangkan Ki

Hajar Dewantara, menyebutnya Cipta, Rasa, Karsa atau Peri akal, Peri rasa, Peri

tindakan.

Bentuk perilaku dilihat dari sudut pandang respon terhadap stimulus, maka

perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

15
1. Perilaku tertutup, Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap

stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon atau reaksi

terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,

pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi belum bisa diamati secara

jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka, Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap

stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap

terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek

(practice).

2.3.3 Proses Pembentukan Perilaku

Proses pembentukan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal

dari dalam diri individu itu sendiri, faktor-faktor tersebut antara lain:

1. Persepsi, Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui

indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan sebagainya.

2. Motivasi, Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak untuk

mencapai sutau tujuan tertentu, hasil dari pada dorongan dan gerakan ini

diwujudkan dalam bentuk perilaku

3. Emosi, Perilaku juga dapat timbul karena emosi, Aspek psikologis yang

mempengaruhi emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani,

sedangkan keadaan jasmani merupakan hasil keturunan (bawaan), Manusia

dalam mencapai kedewasaan semua aspek yang berhubungan dengan

keturunan dan emosi akan berkembang sesuai dengan hukum

16
perkembangan, oleh karena itu perilaku yang timbul karena emosi

merupakan perilaku bawaan.

4. Belajar, Belajar diartikan sebagai suatu pembentukan perilaku dihasilkan

dari praktek-praktek dalam lingkungan kehidupan. Dalyono (2015: 112)

mengatakan bahwa belajar merupakan daya penggerak atau pendorong

untuk melakukan suatu pekerjaan.

Perilaku manusia terjadi melalui suatu proses yang berurutan yaitu:

1. Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari atau mengetahui

stimulus (objek) terlebih dahulu.

2. Interest (tertarik), yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus.

3. Evaluation (menimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya). Hal ini

berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru

5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Perilaku manusia dibentuk karena ada kebutuhan yang harus dipenuhi oleh

manusia tersebut. Dalam Notoatmodjo (2012) teori Mayo yang disempurnakan

oleh Maslow mengatakan bahwa manusia memiliki lima kebutuhan dasar,

yaitu:

17
a) Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhab pokok utama

yaituH0 , H2 O, cairan elektrolik, makanan, dan seks. Apabila kebutuhan ini

tidak terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan fisiologis.

b) Kebutuhan rasa aman, misalnya rasa aman terhindar dari pencurian,

penodongan, perampokan, dan kejahatan lain, rasa aman terhindar dari

konflik, tawuran, kerusuhan, peperangan, dan lain-lain, rasa aman terhindar

dari sakit dan penyakit, rasa aman memperoleh perlindungan hukum.

c) Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya mendambakan kasih

sayang/cinta kasih orang lain baik dari orang tua, saudara, teman, kekasih,

dan lain-lain, ingin dicintai/mencintai orang lain, ingin diterima kelompok

tempat ia berada.

d) Kebutuhan harga diri, misalnya, ingin dihargai dan menghargai orang lain

adanya respek atau perhatian dari orang lain, toleransi atau saling

menghargai dalam hidup berdampinga.

e) Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya, ingin dipuja ata disanjung oleh orang

lain, ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita,ingin menonjol dan

;ebih dari orang lain, baik dalam karier usaha, kekayaan dan lain-lain.

2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Remaja

Faktor-faktor yang memmpenngaruhi perilaku Lawrance Green (1980)

dalam (Notoatmodjo, 2010: 59-60) adalah:

1. Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing Factors), yaitu faktor-faktor

yang mempengaruhi atau mempredisposisi terjadinya perilaku

18
seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, niali-nilai, dan

sebagainya.

2. Faktor-faktor Pemungkin (Enabling Factors), adalah faktor-faktor

yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan.

Yang di maksud dengan fator pemungkin adalah sarana dan prasarana

atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya puskesmas,

posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan air, pempat pembuangan

sampah, tempat olahraga, makanan bergizi, uang dan sebagainya.

3. Faktor-faktor Pendorong atau Penguat (Reinforsing Factors), faktor-

faktor yang mendorong atau memperkut terjadinya perilaku. Misalnya,

sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang

merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Santrock dalam Eb Subakti (2013) menytakan faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku remaja adalah sebagai berikut:

(a) Identiti

Zaman remaja, ada masanya pada tahap di mana remaja mengalami masalah

identiti. Perubahan biologi dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk

integrasi pada keperibadian remaja: satu, terbentuknya perasaan akan

konsistensi dalam kehidupannya dan dua, tercapainya identiti peranan, kurang

lebih dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya

yang dimiliki remaja dengan peranan yang dituntut dari remaja.

(b) Faktor keluarga, Hal ini sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja.

Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap

19
aktiviti anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih

sayang orangtua dapat menjadi pemacu timbulnya perilaku remaja. Pengawasan

orangtua yang tidak memadai terhadap remaja dan penerapan disiplin yang

tidak efektif dan tidak sesuai merupakan faktor keluarga yang penting dalam

menentukan munculnya perilaku remaja

(c) Teman sebaya, hubungan pertemanan juga mempengaruhi tingkat kenakalan

remaja

(d) Kontrol diri, remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang

dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima.

(e) Lingkungan tempat tinggal. Lingkungan dapat berperan dalam memunculkan

perilaku remaja. Lingkungan masyarakat yang lebih luas dengan keragaman

perilaku memungkinkan remaja mengamati berbagai model perilaku tersebut.

2.4 Kenakalan Remaja

Kenakalan anak merupakan fenomena abadi dan mengganggu yang

memerluakan penelitian lebih lanjut dan upaya lebih dari masyarakat luas yang

sepenuhnya harus dipahami dan ditangani. Walaupun anak dapat menentukan

sendiri langkah perbuatannya berdasarkan pikiran, perasaan, dan kehendaknya,

tetapi keadaan sekitarnnya dapat mempengaruhi perilakunya. Berdasarkan yang

dilakukan, faktor penyebab kenakalan anak yang menyebabkan tindakan kriminal

adalah ekonomi, keluarga, pendidikan orang tua, kebiasaan orang tua, lingkungan

masyarakat, lingkungan sekolah, dan media masa. Ylianingsi Laebo (NIM:

27140918).

20
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1996, Kenakalan dengan kata

dasar nakal adalah suka berbuat tidak baik, suka mengganggu, dan suka tidak

menurut. Sedangkan kenakalan adalah perbuatan nakal, perbuatan tidak baik dan

bersifat mengganggu ketenangaan orang lain; tingkah laku yang melanggar norma

kehidupan masyarakat.

Paham kenakalan remaja dalam arti luas meliputi perbuatan-perbuatan

remaja yang bertentangan dengan kaidah-kaidah hokum tertulis, baik yang terdapat

pada KUHP (pidana umum) maupun perundang-undangan diluar KUHP (pidana

khusus). Pada prinsipnya juveline delinquency adalah “Kejahatan Pelanggaran”

pada orang dewasa, akan tetapi menjadi Juvenile delinquency oleh karena

pelakunya adalah anak/kaum remaja, yaitu mereka yang belum mencapai umur

dewasa secara yuridis formal.

Di Indonesia, kriteria remaja mendapat tanggapan beberapa ahli. Seperti

misalnya Yulia D. Gunarsa (Dalam Marlina, 2009:39) mengemukakan pendapatnya

tentang batas-batas usia anak, remaja dan dewasa bertitik tolak pada batass usia

remaja yang dinyatakan sebagai berikut: “Remaja merupakan masa transisi antara

masa anak-anak dan masa dewasa yakni antara 12-21 tahun”.

Menurut (Kartini Kartono 2010:7) Mayoritas Juveline delinquency berusia

di bawah 21 tahun. Angka tertinggi tindak kejahatan ada pada usia 15-19 tahun dan

sesudah umur 22 tahun, kasus kejahatan yang dilakukan oleh geng-geng delinkuen

jadi menurun.

21
Beberapa ahli menegaskan bahwa fase-fase perkembangan kedudukan usia

remaja adalah: membagi fase perkembangan manusia dalam tiga kali 7 tahun yaitu:

a. Aristoteles membagi fase perkembangan manusia dalam 3 kali 7 tahun:

0 – 7 tahun : masa kanak-kanak

7 – 14 tahun : masa anak sekolah

14 – 21 : masa remaja atau puberteit

b. Menurut Stanley Hall masa remaja itu berkisar dari umur 15 tahun sampai

dengan 23 tahun.

c. Sedangkan menurut Dr. Zakiah Daradjat masa remaja itu lebih kurang

antara 13 – 21 tahun (Sofyan Willis, 2011: 23)

Dari beberapa teori di atas penulis sedikit menyimpulkan bahwa kenakalan

remaja berada pada umur 14 – 21 tahun. Pada umur 14 tahun mereka sedang

menduduki sekolah menengah pertama (SMP). Sesuai dengan penelitian yang

sedang di jalankan penulis, yaitu pemalakan di SMP negeri 1 telaga.

2.4.1 Bentuk-Bentuk Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja merupakan produk dari struktur social yang tidak

memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam diri remaja terutama dalam masa

perkembangannya. Kenakalan remaja dilihat dari sisi manapun berdampak negatif

bagi diri sendiri dan masyarakat.

22
Kenakalan yang terjadi ditengah masyarakat umumnya berupa:

1. Ancaman terhadap hak milik orang lain yang berupa benda seperti

pencurian, perampokan dan penggelapan..

2. Ancaman terhaadap keselamatan jiwa orang lain seperti pembunuhan dan

penganiyayaan.

3. Perbuatan-perbuatan ringan lainnya seperti, perkelahian, mabuk-mabukan,

berkeliaran sampai larut malam dan sebagainya. Problema social tersebut

secara esensial bukan sekedar merupakan tanggung jawab para orang

tua/wali atau pengasuh dirumah, pemuka-pemuka masyarakat, dan

pemerintah semata, akan tetapi masalah tersebut menjadi tanggung jawab

para anak remaja sendiri untuk di tanggulangi, jadi di hindari demi

kelangsungan masa depan mereka.

Asmani (dalam Rifana, 2019: 25-26) kenakalan juga dapat dilihat

dari bentuknya dan membagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:

1. Kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, keluyuran, membolos sekolah,

pergi dari rumah tanpa pamit, dan sebagainya.

2. Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan, seperti

mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin, atau

mencuri dan sebagainya.

3. Kenakalan khusus, seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks di luar

nikah, pemerkosaan, dan lain-lain.

23
2.4.2 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kenakalan Remaja

Menurut pandangan kriminologi faktor-faktor kenakalan remaja meliputi:

1. Faktor ketidak harmonisan keluarga

Faktor keluarga merupakan faktor utama terjadinya kenakalan remaja,

keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk

kepribadian seseorang. Adanya kesibukan yang luar biasa yang dialami oleh

orang tua sehingga antara annak dan orang tua jarang bertemu dan

menyebabkan anak mencari kasih saying di luar rumah.

2. Faktor lingkungan

Lingkungan tinggal pun memiliki peran yang sangat penting dan merupakan

pengaruh terbentuknya karakter dan mental dari siapa saja yang berada di

linngkungannya.

3. Adanya rasa solidaritas yang tinggi terhadap sesama teman dan faktor gaya

Adanya rasa solidaritas yang tinggi terhadap sesama teman yang di miliki

oleh kalangan anak muda merupakan satu faktor yang tidak bisa di hindari.

Adanya keganjalan yang terjadi bermula dari rasa asih dan asuh yang artinya

satu tersakiti semuanya merasakan. Naizulfa. 2011. Kenakalan remaja di

pandang dari sisi Kriminologi. Http:// Naizulfa.blogspot.com/2011/12. Di

akses 10 September 2019.

Faktor-faktor kenakalan remaja terjadi karena:

1. Kurangnya sosialisasi dari orang tua ke anak mengenai nilai-nilai moral dan

sosial.

24
2. Contoh perilaku yang di tampilkan orang tua (modeling) di rumah terhadap

perilaku dan nilai-nilai anti-sosial.

3. Kurangnya pengawasan terhadap anak (baik aktivitas, pertemuan di sekolah

ataupun di luar sekolah, dan lainnya).

4. Kurangnya disiplin yang diterapkan orang tua pada anak.

5. Rendahnya kualitas hubungan orang tua-anak.

6. Tingginya konflik dan perilaku agresif yang terjadi dalam lingkungan

keluarga.

7. Kemiskinan dan kekerasan dalam ligkungan keluarga.

8. Anak tinggal jauh dari orang tua dan tidak ada pengawasan dari figure

otoritas lain.

9. Perbedaan budaya tempat tinggal anak, misalnya pindah ke kota lain atau

lingkungan baru.

10. Adanya saudarah kandung atau tiri yang menggunakan obat-obat terlarang

atau melakukan kenakalan remaja. Indra. 2010.

Adapun teori terjadinya kenakalan remaja terdapat tiga yaitu:

a. Teori biologis

Tingkah laku sosiopatik atau delinkuen pada anak-anak dan remaja dapat

muncul karena faktor-faktor fisiologis dan struktur jasmaniah seseorang, juga dapat

cacat jasmaniah yang di bawah sejak lahir, kejadian ini berlangsung:

1. Melalui gen atau plasma pembawah sifat dan keturunan, atau melalui

kombinnasi gen, dan dapat juga di sebabkan oleh tidak adanya gen tertentu,

25
yang semuanya biasa memunculkan penyimpangan tingkah-laku, dan anak-

anak menjadi delinkuen secara potensial.

2. Melalui pewarisan tipe-tipe kecenderungan yang luar biasa (abnormal),

sehingga membuahkan tingkah-laku delinkuen.

3. Melalui pewarisan kelemahan konstitusional jasmaniah tertentu yang

menimbulkan tingkah-laku delinkuen atau sosiopatik. Misalnya cacat

jasmaniah bawaan brachydactylisme (berjari-jari pendek) dan diabetes

ispidius (sejenis penyakit gula) itu yang erat berkorelasi dengan sifat-sifat

kriminal serta penyakit mental.

b. Teori Psikogenis

Teori ini menentukan sebab-sebab tingkah-laku delinkuen anak-

anak dari aspek psikologi. Antara lain inteligensi, ciri, kepribadian,

motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi, internalisasi diri,

konflik batin, emosi yang kontrovesial, kecenderungan psicopotologis dan

lain-lain.

Argumen sentral teori ini ialah sebagai berikut, delinkuen

merupakan bentuk penyelesaian atau kompensasi dari masalah psikologis

dan konflik batin dalam menanggapi stimulus eksternal/sosial daan pola-

pola hidup keluargaa yang patologis. Kurang lebih 90% dari jumlah anak-

anak delinkuen berasal dari keluarga berantakan (broken home). Kondisi

keluarga yang tidak bahagia dan tidak beruntung, jelas membuahkan

masalah psikologis personal dan adjument (penyesuaian diri) yang

terganggu pada diri anak-anak; hingga mereka menacari kompensasi di luar

26
lingkungan keluarga guna memecahkan kesulitan batinnya dalam bentuk

perilaku delinkuen. Ringkasnya, delinkuensi atau kejahatan anak-anak

merupakan reaksi terhadap masalah psikis anak remaja itu sendiri. (Kartini

Kartono, 2014: 26)

c. Teori Sosiogenis

Teori sosiogenis yaitu teori yang mencoba mencari sumber-sumber

penyebab kenakalan remja pada faktor lingkungan keluarga dan

masyarakat. Para sosiolog berpendapat penyebab tingkah-laku delinkuen

pada anak-anak remaja ini adalah murni sosiologis atau sosial psikologis

sifatnya. Misalnya disebabkan oleh pengaruh struktur sosial, tekanan

kelompok, peranan sosial, status sosial, atau internalisasi simbolis yang

keliru, maka faktor-faktor kultural dan sosial itu sngan mempengaruhi,

bahkan mendominasi struktur lembaga-lembaga sosial dan peranan sosial

setiap individu di tengah masyarakat, status individu di tengah

kelompoknya partisipasi sosial, dan pendefinisian diri atau konsep dirinya.

(Kartini Kartono, 2014: 29).

d. Teori Subkultur (pola budaya) Delinkuen

Struktur delinkuen gang remaja itu mengaitkan sistem nilai,

kepercayaan, atau keyakinan, ambisi-ambisi tertentu misalnya ambisi

materil, hidup bersantai, pola criminal, relasi heretoseksual bebas dan lain-

lain yang memotivasi timbulnya kelompok-kelompok remaja berandalan

dan kriminal.

27
2.5 PKn Sebagai Pembentuk Perilaku Warga Negara

Menghubungkan pendidikan kewarganegaraan dengan pembentukan

karakter warga Negara merupakan salah satu misi yang harus diemban. Misi lain

adalah sebagai pendidikan politik/pendidikan demokrasi, pendidikan hukum,

pendidikan HAM, dan bahkan sebagai pendidikan anti korupsi.

PKn sebagai pendidikan karakter dapat dikenali dari konsep, tujuan, fungsi,

tuntutan kualifikasi dan keunikan PKn itu sendiri. PKn (Civic Education) adalah

pembelajaran yang mengunggah rasa ingin tahu dan kepercayaan (trust) terhadap

norma-norma sosial yang mengatur hubungan personal dalam masyarakat. PKn

merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga Negara

yang memahami dan mampu melaksankan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi

warga Negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan

oleh Pancasila dan UUD 1945.

Adapun tujuan PKn bagi siswa adalah agar peserta didik memiliki

kemampuan:

1) Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menaggapi isu kewarganegaraan

2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas

dalam keiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan

karakter masyarakat agar dapat hidup bersama dengan bangsa lainnya

4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara

langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi

28
Sementara fungsi PKn adalah sebagai wahana untuk membentuk warga

Negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan Negara

Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak

sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 (Cholisin, 2011)

Adapun nilai-nilai karakter untuk mata pelajaran PKn meliputi nilai karakter

pokok dan nilai karakter utama. Nilai karakter pokok meliputi; kereligiusan,

kejujuran, kecerdasan, ketangguhan, kedemokrasian, dan kepedulian. Sedangkan

nilai karakter utama meliputi; nasionalis, kepatuhan pada aturan sosial, menghargai

keberagaman, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, bertanggung

jawab, berfikir kritis, kreatif, inovatif, dan kemandirian (Dirjendikmen, 2012).

2.6 Penelitian Relevan

Hasil penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian Peran Kepala

Sekolah dalam Menangani Kasus Kenakalan Remaja di SMP Negeri 1 Telaga

adalah sebagai berikut:

Nama,Judul Tahun Fokus Hasil Penelitian


1. Bagus Hadi Kurniawan, - Perilaku memalak siswa Hasil penelitian menunjukan
perilaku memalak siswa SMA bahwa jenis pemalakan yang ada
dan manajemen layanan - Manajemen layanan khusus di sekolah adalah:
khusus penanggulangannya - Pemalakan secara fisik
penanggulangannya,2017 - Pemalakan secara verbal
- Pemalakan secara isyarat
- Pemalakan secara materi.
2. Faisal Mamonto, Perilaku - Perilaku Bullying yang ada - bentuk-bentuk bullying di
Bullying Teman Sebaya di SMP Cokroaminoto SMP Cokroaminoto:
Pada Siswa Kelas IX SMP Kotamobagu: a. bullying Fisik; memukul,
Cokroaminoto a. Fisikal menendang, mendorong.
Kotamobagu ”, 2018. b. Verbal b. bullying verbal: Mengolok-
c. Sosial. olok, mengejek, mengancam.

29
- Faktor-Faktor yang c. bullying cyber/elektronik
mempengaruhi perilaku mempermalukan
Bullying pada kelompok menggunakan media sosial.
teman sebaya Siswa-Siswi - Faktor penyebab terjadinya
SMP Cokroaminoto bullying:
Kotamobagu: a. Faktor keluarga menjadi
a. Faktor pribadi anak itu penyebab timbulnya perilaku
sendiri. bullying di kalangan peserta
b. Faktor keluarga. didik, karena keluarga yang
c. Faktor pergaulan terhadap kurang harmonis, tidak utuh
teman sebaya. (orang tua meninggal atau
bercerai), proses sosialisasi
tidak sempurna dari
keluarganya, komunikasi
yang tidak lancar antara orang
tua dan anak, serta pola asuh
yang tidak adil. dan anak,
serta pola asuh yang tidak
adil.
b. peserta didik ini terhasut oleh
teman-temannya yang
berorientasi negatif, adanya
faktor Faktor teman sebaya
menjadi penyebab timbulnya
perilaku bullying dikalangan
peserta didik, karena
tingginya intensitas
komunikasi antar teman
sebaya yang memungkinkan
ingin diakui oleh anggota
teman kelompok sebayanya,
menjaga eksistensi
kelompoknya dimata peserta
didik lainnya.
c. Faktor media massa menjadi
penyebab timbulnya perilaku
bullying dikalangan peserta
didik, karena adanya
penyalahgunaan media sosial
sebagai media untuk
melalukan bully.
3. Romi suleman, - Dampak kenakalan remaja Hasil penelitian ini dapat di
“kenakalan remaja dalam di desa pilomonu simpulkan bahwa sebuah
perspektif kriminologi di kenyataan yang harus dihadapi

30
desa pilomonu kecamatan kecamatan mootilango oleh setiap lapisan masyarakat
mootilango kabupaten kabupaten gorontalo: khususnya orang tua di desa
gorontalo, 2017. a. Pencurian pilomonu, terutama keluarga
b. Mabuk-mabukan sebagai awal pembentukan
c. Perkelahian. kepribadian anak untuk
- Faktor-faktor sosial: menganalisa atau mengadakan
a. Kurang perhatian orang diaknosa terhadap kenakalan
tua. yang meningkat saat ini belum
b. Minimnya pemahaman dapat dilakukan karena keadaan
tentang keagamaan. pengetahuan tentang dampak
c. Ekonomi kenakaln remaja, belum dapat di
pahami oleh keluarga, sekolah,
lingkungan tempat tinggal.
(Sumber: Jurnal dan Skripsi Uiversitas Negeri Gorontalo)

31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Latar Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Telaga Sekolah ini dipimpin

oleh Ibu. Oca Polontalo,S.Pd. Alasan peneliti memilih sekolah ini karena sesuai

dengan hasil observasi awal bahwa peneliti ingin mengetahui bagaimana Peran

Kepala Sekolah Dalam Menangani Kasus Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1

Telaga Kabupaten Gorontalo.

3.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini menggunakan pendekatam kualitatif dengan metode

deskriptif, karena peneliti ingin mengetahui dan menggambarkan tentang

bagaimana Peran Kepala Sekolah Dalam Menangani Kasus Kenakalan Siswa di

SMP Negeri 1 Telaga Kabupaten Gorontalo. Bagaimana peran kepala sekolah

dalam menangani kasus kenakalan di SMP Negeri 1 Telaga.

3.3 Fokus Penelitian

Adapun fokus penelitian ini peneliti memfokuskan penelitian pada “peran

kepala sekolah dalam menangani kasus kenakalan siswa di SMP N 1 Telaga”.

1. apa saja yang bentuk-bentuk kenakalan siswa.

2. Peran kepala sekolah dalam menangani kasus kenakalan siswa

3.4 Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti sebagai instrument utama sekaligus pengumpul data di

lokasi penelitian, yang dilakukan SMP Negeri 1 Telaga. Tujuan dari kegiatan

penelitian ini juga diketahui oleh kepala sekolah, guru, siswa dan pihak yang terkait

32
dengan masalah yang sedang dikaji. Kehadiran peneliti sangatlah berperan penting

agar dapat memperoleh informasi secara detail sebelum dipublikasikan.

3.5 Waktu Penelitian

Dalam penelitian Peran Kepala Sekolah Dalam Menangani Kasus

Kenakalan Siswa Di SMP Negeri 1 Telaga dan untuk mendapatkan data yang valid

peniliti membutuhkan waktu empat bulan. Terhitung dari bulan Oktober sampai

dengan Desember 2019.

3.6 Data dan Sumber Data

Dalam penelitian ini data yang terkumpul terdiri atas data primer dan data

sekunder.

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara

langsung antara peneliti dengan sumber data. Seperti Kepala Sekolah dan

Guru..

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan yang terkait dengan

penelitian (Moleong, 2009:161). Dengan demikian yang menjadi data

sekunder dalam penelitian ini adalah sumber tertulis yang berupa buku, sumber

arsip, dan dokumen resmi lainnya serta data perilaku berupa peran dan

profesonal.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang penting dan strategi

dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian ini yaitu mendapatkan data.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga cara yaitu :

33
1. Observasi

Pada dasarnya tehnik observasi ini digunakan untuk melihat atau

mengamati perilaku atau karakter peserat didik secara langsung pada kegiatan-

kegiatan yang sedang dilaksanakan sebagaimana terjadi pada keadaan yang

sebenarnya yang kemudian dilakukan peneliti atas fenomena tersebut. Menurut

Sukmadinata ( dalam Sugiyono, 2008:220) observasi atau pengamatan

merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data dengan jalan mengadakan

pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang

diwawancarai memberikan jawaban atas pertanyaan ( Moleong 2009:135). Dalam

penelitian ini wawancara ditunjukan kepada kepala sekolah SMP Negeri 1 telaga.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah aktivitas atau proses sistematis dalam melakukan

pengumpulan, pencarian, penyelidikan, pemakaian, dan penyediaan dokumen

untuk mendapatkan keterangan, penerangan pengetahuan dan bukti serta

menyebarkannya kepada pengguna.

3.8 Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan

cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,

melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang

34
akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri

sendiri maupun orang lain.

Adapun kegiatan analisis data dilakukan melalui langkah-langkah sebagai

berikut:

1. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan

membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang direduksi akan

memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk

melakukan pengumpulan data selanjutnya.

2. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya yakni Menelaah semua

data-data yang diperoleh melalui tekhnik pengumpulan data yaitu melalui

tekhnik observasi,wawancara dan dokumentasi serta tes.

3. Penarikan Kesimpulan

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatiif adalah menyimpulkan data

yaitu peneliti membuat simpulan dari semua data yang telah disusun atau

diperoleh.

35
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum SMP Negeri 1 Telaga

Peneliti mengambil lokasi penelitian di SMP Negeri 1 Telaga yang berada

tepat di Kelurahan Bulila, Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo. Adapun SK

pendirian pada tanggal 01-02-1956 dengan nomor SK pendirian Sekolah

650/IMB/259/I/2001 dan tanggal SK izin operasional 18-12-1962 berdasarkan

Nomor SK operasional 39/SK/B.III.

Adapun visi dan misi dari SMP Negeri 1 Telaga adalah sebagai berikut:

Visi

Terwujudnya peserta didik yang berprestasi dibidang akademik dan

nonakademik berdasarkan IPTEK dan IMTAQ.

Misi

1. Tewujudnya pengembangan kurikulum yang adaptif dan proaktif

2. Terwujudnya proses pembelajaran yang efektif dan efisien

3. Terwujudnya lulusan yang cerdas dan kompetitif

4. Tewujudnya SDM pendidikan yang memiliki kemampuan dan

kesanggupan kerja yang tinggi.

5. Tewujudnya prasarana dan sarana pendidikan yang relevan dan

mutakhir

6. Tewujudnya manajemen sekolah yang tangguh

7. Tewujudnya penggalangan biaya pendidikan yang memadai

36
8. Tewujudnya standar penilaian prestasi akademik dan non akademik.

Tabel 4.1 Jumlah guru dan staf tata usaha di SMP Negeri 1 Telaga.

NO GURU /TATA LAKI- PEREMPUAN JUMLAH

USAHA LAKI

1. Guru PNS 4 32 36

2. Guru Non PNS 4 2 6

3. Staf Tata Usaha PNS 1 1 2

4 Staf Tata Usaha Non - 3 3

PNS

Total 47

(Sumber: tata usaha SMP Negeri 1 Telaga tahun 2019)

Guru di SMP Negeri 1 Telaga seluruhnya berjumlah 47 orang di antaranya

guru PNS laki-laki berjumlah 4 orang dan perempuan 32 orang, sedangkan guru

non PNS laki-laki berjumlah 4 orang dan guru non PNS perempuan berjumlah 2

orang. Selanjutnya tenaga administrasi sekolah seluruhnya berjumlah 5 orang di

antaranya PNS laki-laki berjumlah 1 orang dan PNS perempuan berjumlah 1

oraang, sedangkan tenaga administrasi non PNS laki-laki tidak ada (-) dan non PNS

perempuan berjumlah 3 orang.

Tabel 4.2 Jumlah peserta didik berdasarkan jenis kelamin di SMP Negeri 1 Telaga.

LAKI-LAKI PEREMPUAN TOTAL

349 424 773

(Sumber: tata usaha SMP Negeri 1 Telaga 2019)

37
Tabel 4.3 Jumlah peserta didik berdasarkan tingkat pendidikan 2019 di SMP Negeri

1 Telaga.

TINGKAT PENDIDIKAN L P TOTAL

Tingkat VII 102 127 229

Tingkat VIII 125 148 273

Tingkat XI 122 149 271

Total 349 424 773

(Sumber: tata usaha SMP Negeri 1 Telaga 2019)

Sedangkan keseluruhan peserta didik di sekolah ini berjumlah 773 orang di

antaranya perempuan 424 dan laki-laki 349. Peserta didik kelas VII berjumlah 229

orang, perempuan 127 dan laki-laki 102. Peserta didik kelas VII berjumlah 273

orang, perempuan 148 dan laki-laki 125. Peserta didik kelas XI berjumlah 271

orang, perempuan 149 dan laki-laki 122.

Di sekolah ini terdapat 25 ruang kelas, kelas VII dibagi menjadi tujuh

ruang, kelas VIII dibagi menjadi delapan ruang, dan kelas XI dibagi menjadi

delapan ruang tetapi satu diantranya adalah ruang kelas terbuka. Setiap ruang kelas

maksimal di tempati dengan peserta didik berjumlah 35 orang, di antranya laki-laki

maksimal 16 orang dan perempuan maksimal 22 orang.

38
Tabel 4.4 Prasarana di SMP Negeri 1 Telaga.

No NAMA BANGUNAN JUMLAH KONDISI

BANGUNAN BANGUNAN

1. Ruang belajar 24 Baik

2. Ruang Kepala Sekolah 1 Baik

3. Ruang Tata Usaha 1 Baik

4. Ruang Kantor Guru 1 Baik

5. Ruang Perpustakaan 1 Baik

6. Ruang Laboratorium 4 Baik

7. Ruang UKS/PMR 1 Baik

8. Ruang Wakil Kepala Sekoah 1 Baik

9. Ruang Osis 1 Baik

10. Ruang Wakil/Keuangan 1 Baik

11. Ruang Rapat 1 Baik

12. Ruang BK 1 Baik

13. Ruang Koperasi 1 Baik

14. Musholah 1 Baik

15 Wc 2 Baik

(Sumber: tata usaha SMP Negeri 1 Telaga 2019)

Adapun prasarana sebagai faktor yang sangat penting dalam lembaga

pendidikan disekolah, apakah sudah memadai atau perlu ditambah dan perbaikan.

Sekolah yang memiliki prasarana yang baik dan lengkap akan menarik perhatian

39
dari masyarakat ataupun orang tua anak didik untuk menyekolahkan anak-anak

mereka disekolah tersebut.

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian

4.2.1 Bentuk-Bentuk Kenakalan Siswa Di SMP Negeri 1 Telaga

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil tiga siswa yang sering melakukan

kenakalan di lingkungan sekolah antara lain sebagai berikut: IM (15 tahun), FT (14

tahun), BS (15 tahun). Sedangkan pengamat terdiri dari Ibu Kepala Sekolah, Guru

BK, Wakasek Kesiswaan, dan Guru PPKn.

Kenakalan siswa merupakan fenomena bergenerasi dan mengganggu, maka

dari itu memerlukan penelitian lebih lanjut kepada kepala sekolah yang memimpin

sekolah tersebut dan upaya lebih dari masyarakat luas yang sepenuhnya harus

dipahami dan ditangani. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui

bahwa Kenakalan Siswa adalah segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh pihak

yang kuat terhadap pihak yang lemah serta dilakukan secara sadar atau pun secara

sengaja. Kenakalan Siswa juga merupakan bentuk tindakan atau perilaku negatif,

agresif seperti mengganggu, menyakiti atau melecehkan yang dilakukan secara

sadar, sengaja dengan cara berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok orang

untuk menyebabkan ketidaksenangan atau menyakiti orang lain secara berulang

kali. Dan Kenakalan Siswa ini sifatnya mengganggu orang lain dan sangat

merugikan pihak sekolah karna dampak dari perilaku negatif yang kini sedang

popular dikalangan masyarakat ini adalah ketidaknyamanan orang lain atau korban

Kenakalan di kalangan pelajar.

40
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah, Wakasek, Wakasek

Kesiswaan, Guru BK, Guru PPKn, dan Siswa (yang sering melakukan kenakalan)

serta observaasi dan dokumentasi di dapatkan data sebagai berikut:

Untuk menguraikan bentuk-bentuk Kenakalan Siswa yang terjadi di SMP

Negeri 1 Telaga, peneliti mengumpulkan data sebanyak mungkin tentang

Kenakalan di sekolah tersebut. Dari data yang didapat, ditemukan bentuk-bentuk

Kenakalan yang terjadi yaitu Kenakalan Secara Fisik, Kenakalan yang

menimbulkan korban materi, Kenakalan yang merugikan diri sendiri, dan

Kenakalan melawan status sebagai pelajar. Berikut ini peneliti jabarkan bentuk-

bentuk Kenakalan Siswa tersebut berdasarkan hasil wawancara.

Hasil wawancara peneliti dengan kepala sekolah Ibu Oca Polontalo S.Pd di

SMP Negeri 1 telaga Kabupaten Gorontalo mengenai bentuk-bentuk kenakalan

siswa. beliau memberikan jawaban sebagai berikut :

“Kenakalan siswa di sekolah ini bermacam-macam yaitu ada yang perna


kedapataan merokok di kantin sekolah, ada juga siswa yang sering bolos,
ada juga siswa yang melakukan pemalakan dan mengatasnamakan
organisasi sekolah, dan bahkan ada juga yang perna di tangkap polisi karena
kedapatan menghirup lem ehabon saat masi berjalannya kegiatan belajar
mengajar di sekolah”
Sementara itu Ibu Tarlina Suleman S.Pd juga menjelaskan bentuk-bentuk

kenalan siswa yang sering terjadi di lingkungan sekolah yaitu sebagai berikut:

“Kenakalan siswa menurut saya adalah perilaku yang sangat tidak baik
karena selalu bersifat negative dan pastinya berdampak kepada orang lain
atau kepada sesama siswa di sekolah ini. Seperti di tahun 2018 lalu sempat
terjadi siswa kelas 9 yang meminta uang secara paksa kepada siswa kelas 7
dan kelas 8 katanya untuk kegiatan Osis di sekolah itu. Tapi pada
kenyataannya uang itu digunakan untuk kebutuhan pribadi, misalnya untuk
membeli aksesoris lipstick dan lain sebagainya pada intinya yaitu untuk

41
hura-hura. Ada juga hal yang sangat parah yaitu mereka membuat
Communitas Penakluk Dunia Malam (CPDM) yang didalamnya sering
melakukakan kegiatan-kegiatan negative, seperti merokok, mencuri secara
kelompok dan terstruktur, seks bebas, menghirup ehabond, dan lain
sebagainya. Akan tetapi ini sudah tergabung dari sekolah lain dan juga
tukang bentor yang sering parkir di lingkungan sekolah. Sama saya ada
dokumentasinya saat mereka saling pelukan dan ciuman akan tetapi saya
tidak bisa memberikan kepada peneliti karena itu sudah menjadi arsip
sekolah.
Selanjutnya Ibu Meylan Hunto Velo S.Pd menjelaskan tentang bentuk-

bentuk kenakalan yang perna terjadi di SMP Negeri 1 Telaga yaitu sebagai berikut:

“Kenakalan siswa menurut saya adalah perilaku yang mengarah ke hal-hal


negative. Memang dalam tiga tahun terakhir ini kenakalan siswa di sekolah
ini yaitu saling mengejek, memalak uang teman dengan ancaman, berkelahi
antar sesama siswa. Bahkan siswa di sekolah ini perna tawuran dengan
Sekolah Menengah Atas (SMA) yang hamper berdampingan dekat dengan
SMP Negeri 1 telaga”.
Dan juga ibu Mirna Simon Mohi S.Pd menjelaskan tentang bentuk-bentuk

kenakalan yang perna terjadi di SMP Negeri 1 Telaga yaitu sebagai berikut:

“ Kenakalan siswa menurut saya adalah suatu tindakan yang mengakibatkan


satu siswa atau sekelompok siswa yang bermasalah dengan siswa lain.
Misalnya ada siswa yang ingin cari masalah dengan siswa lain, seperti
kenakalan yang banyak terjadi adalah perkelahian antara siswa. Semua
bermula dari saling mengejek nama orang tua dan berujung pada
perkelahian”.
Berdasarkan hasil wawancara dan penjelasan dari Kepala Sekolah, Wakasek

Kesiswaan, Guru BK, dan Guru PPKn di atas dapat penulis kutip bahwa kenakalan

siswa adalah perilaku yang menyimpang dan mengarah pada tindakan-tindakan

negative. Sehingga mengakibatkan perkelahian antara siswa dengan siswa,

menindas siswa yang lemah dan meminta uang secara paksa (memalak), dan

kenakalan ini juga sangat berpengaruh ke diri sendri yaitu ketika siswa melakukan

bolos dari mata pelajaran, maka secara langsung siswa itu akan ketinggalan mata

42
pelajaran hal ini akan berdampak pada penilaian mata pelajaran dan penilaian

karakter yang akan di nilai oleh guru. Siswa-siswa yang sering terlibat kenakalan

adalah mereka yang tergabung dalam Communitas Penakluk Dunia Malam

(CPDM) maka faktor yang sangat mempengaruhi siswa berbuat kenakalan yaitu

lingkungannya yang kurang di perhatikan oleh orang tua.

Sementara itu hasil wawancara peneliti dengan pelaku, diketahui bahwa

bentuk-bentuk kenakalan yang sering terjadi disekolah dan di kalangan peserta

didik yaitu sebagai berikut:

IM (Pelaku 15 Tahun) melakukan kenakalan seperti:

“Sering bolos, merokok di kantin sekolah, meneriaki teman yang


menurutnya tidak ia kakuti, memukul, memaki, mengambil uang secara
paksa (memalak)”.
FT (Pelaku 14 Tahun) melakukan kenakalan seperti:

“mengambil uang teman secara paksa (memalak), mengancam, berkelahi,


bolos, menghisap ehabond, merokok didalam kelas, memaki”.
BS (Pelaku 15 Tahun) melakukan kenakalan seperti:

“memukul, memaki, mengambil uang teman secara paksa (memalak),


melemparkan gulungan kertas kepada teman, memalukan teman di depan
umum, berpelukan mesra dengan pacar saat masi ada di lingkungan sekolah
(berbau sex), dan sering bolos”.

Berdasarkan hasil wawancara dan penjelasan dari siswa pelaku kenakalan

di SMP Negeri 1 Telaga di atas, peneliti dapat mengutip bahwa kenakalan yang

dilakukan di bagi menjadi tiga yaitu kenakalan yang menimbulkan korban fisik

kepada orang lain, kenakalan yang menimbulkan korban materi, dan kenakalan

yang melawan status. Kenakalan yang minimbulkan korban fisik kepada orang lain

43
yaitu seperti perkelahian, pemerkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.

Kenakalan yang menimbulkan korban materi yaitu seperti perusakan, pencurian,

pencopotan, pemerasan. Sedangkan kenakalan yang melawan status misalnya

mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari

status orang tua denngan cara meninggalkan rumah atau membantah perintah

orang tua dan sebagainya.

4.2.2 Peran Kepala Sekolah Dalam Menangani Kenakalan Siswa Di SMP

Negeri 1 Telaga

Penelian ini peneliti mengambil tiga orang narasumber tentang peran Kepala

Sekolah dalam menangani kenakalan siswa di lingkungan SMP Negeri 1 Telaga,

dalam hal ini yaitu Kepala Sekolah, Guru BK, dan Kesiswaan.

Kenakalan siswa merupakan tindakan yang dapat merugikan orang lain atau

diri sendiri dalam menjalani kehidupan di dalam suatu lingkungan pendidikan, maka

dari itu peneliti sangat tertarik untuk melihat, mendengar, dan melakukan penelitian

yang lebih dalam agar supaya kita dapat mengetahui bagaimana Kepala Sekolah

mengambil peran sebagai seorang pemimpin (leader) untuk mengatasi kenakalan

siswa dalam memimpin suatu lembaga yang dalam hal ini yaitu SMP Negeri 1

Telaga.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah dan Guru Bk tetang

peran yang di ambil Kepala Sekolah dalam menangani kasus kenakalan siswa, serta

observasi dan dokkumentasi yang didapat yaitu sebagai berikut:

44
Untuk menguraikan peran dari kepala Sekolah dalam menangani kenakalan

siswa di SMP Negeri 1 Telaga, peneliti mengumpulkan data sebanyak mungkin

tentang peran Kepala Sekolah dalam menyikapi kenakalan siswa. Dari data yang di

dapat di temukan peran Kepala Sekolah untuk menangani siswa yang bermasalah,

peran untuk mencegah agar tidak terjadi lagi kenakalan siswa, dan faktor penghambat

dalam menjalankan peran Kepala Sekolah. Berikut ini peneliti menjabarkan peran

dari Kepala Sekolah dalam menyikapi kenalan siswa SMP Negeri 1 Telaga sesuai

hasil wawancara.

Hasil wawancara dengan Ibu Oca Polontalo S.Pd selaku Kepala Sekolah SMP

Negeri 1 Telaga Kabupaten Gorontalo mengenai perannya sebagai Kepala Sekolah

dalam menangani kenakalan siswa. Beliau memberikan jawaban sebagai berikut”

“yah jadi saya sebagai Kepala Sekolah tidak langsung menagambil tidakan
ketika terjadi permasalahan. akan tetapi saya masi mengikuti langkah-
langkahnya dulu, langkah pertama di tangani oleh wali kelas mencari tau
tentang akar permasalahan itu terus wali kelas memberikan pembinaan-
pembinaan tetapi pembinaan itu harus dilihat dulu apakah siswa tersebut
sudah ada perubahan atau belum. nah kalau dia belum ada perubahan, maka
digunakan langkah kedua yaitu siswa tersebut langsung diantarkan ke Guru
BK. Disana mereka memusyawarah dengan guru BK karena guru BK tidak
bisa langsung memfonis tentang permasalahan itu akan tetapi masi
mengundang orang tuanya dan disampaikan tentang permasalahan yang ada,
setelah orang tuanya sudah ada jadi sama-sama dengan wali kelas dan juga
guru BK untuk menyelesaikan masalah dari siswa tersebut. Akan tetapi kalau
saja belum bisa di selesaikan maka saya sebagai Kepala Sekolah langsung
turun tangan mengambil peran saya, lalu saya berikan pembinaan di hadapan
orang tua. Apabila permasalahan itu masi dianggap ringan masi akan
dilakukan langkah-langkah seperti yang di atas, akan tetapi permasalahan itu
sudah melibatkan orang diluar maka saya dengan orang tua siswa akan saling
berkonsultasi dan apabila pihak orang tua dan pihak dari sekolah sudah tidak
bisa lagi menanganinya maka kita meminta bantuan dari pihak hukum dalam
hal ini Kepolisian setempat. Karena kalau sudah menyangkut dengan orang
yang di luar sekolah kita kan pihak sekolah harus meminta kepada pihak-
pihak hukum yang ada.

45
Padahal kalau untuk kegiatan-kegiatan disekolah ini maupun yang di
programkan Kementrian untuk para siswa-siswi tingkat SMP saya selalu
mendukung dan berpartisipasi walaupun jadwal saya sangat padat. Program
Kementrian yaitu seperti o2sn dan fls2n disitu saya langsung melakukan
seleksi kepada anak didik saya untuk mengikuti kegiatan tersebut. Terus
kalau untuk kegiatan rutin sekolah, setiap pagi saya dan juga guru disini selalu
mengadakan ekstrakulikuler dan kulikuler. Ada juga kegiatan yang terus
berjalan yaitu Pramuka dan Osis di sekolah ini.”
Sementara itu hasil wawancara dengan Ibu Meylan Hunto Velo S.Pd selaku

Guru Bimbingan Konseling (BK). Menjelaskan peran Kepala Sekolah dalam

menangani kasus kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Telaga. beliau memberikan

jawaban sebagai berikut:

“Peran ibu Kepala Sekolah selalu mengikuti dengan peraturan yang ada
dalam menghadapi kasus-kasus kenakalan siswa. Terlebih dahulu Kepala
Sekolah menanyakan asal mula permasalahan kepada wali kelas, setelah itu
Kepala Sekolah mengantarkan siswa tersebut menghadap ke saya selaku guru
BK kemudian saya akan mengundang orang tua siswa untuk mendiskusikan
dan menyelesaikan permasalahan tersebut. Tetapi ketika permasalahan itu
belum juga dapat terselesaikan maka Kepala Sekolah yang akan menambil
tindakan selanjutnya, tindakan yang akan diambil Kepala Sekolah dalam hal
ini yaitu memberikan pembinaan-pembinaan kepada siswa tersebut.”
Berdasarkan hasil wawancara dan penjelasan dari Kepala Sekolah dan Guru

Bimbingan Konseling (BK). peneliti dapat mengutip bahwa peran dari Kepala

Sekolah dalam menangani kenalakan siswa di SMP Negeri 1 Telaga sangat penting

karena Kepala Sekolah adalah jabatan tertinggi juga mampu membina siswa yang

bermasalah dan memberikan keputusan-keputusan secara adil. Kepala Sekolah

dalam menangani kasus kenakalan selalu bekerja sama dengan guru-guru yang

bersangkutan seperti Wali Kelas dan Guru BK untuk menyelesaikan suatu

permasalahan yang di lakukan oleh siswa di lingkungan sekolah, akan tetapi jika

permasalahan sudah menyangkut dengan masyarakat luar maka pihak sekolah

46
membutuhkan bantuan kerja sama dari orang tua dan pihak hukum dalam hal ini

yaitu kepolisian setempat.

4.3 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian dari peran Kepala Sekolah dalam

menangani kasus kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Telaga sudah berjalan dengan

baik jika dilihat dari kerja sama tim yang bertanggung jawab antara lain Kepala

Sekolah, Guru Bimbingan Konseling (BK), Wakasek Kesiswaan, dan Guru PPKn.

Kepala sekolah sudah menjalankan tugas dan fungsi sesuai dengan perannya, akan

tetapi siswa-siswi di SMP 1 Telaga masi banyak yang terpengaruhi dengan

lingkungan yang sangat mendukung mereka dalam melakukan hal-hal negative dan

kurangnya pengawasan orang tua dalam pemperhatikan pergaulan anak-anaknya

yang bebas.

4.3.1 Bentuk-Bentuk Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Telaga

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3.

Menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan

dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang berbartabat dalam langkah

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Masa

Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SMP Negeri 1 Telaga

bahwa kenakalan siswa adalah perilaku yang menyimpang dan mengarah pada

47
tindakan-tindakan negative. Sehingga mengakibatkan perkelahian antara siswa

dengan siswa, menindas siswa yang lemah dan meminta uang secara paksa

(memalak), dan kenakalan ini juga sangat berpengaruh ke diri sendri yaitu ketika

siswa melakukan bolos dari mata pelajaran, maka secara langsung siswa itu akan

ketinggalan mata pelajaran hal ini akan berdampak pada penilaian mata pelajaran

dan penilaian karakter yang akan di nilai oleh guru. Siswa-siswa yang sering terlibat

kenakalan adalah mereka yang tergabung dalam Communitas Penakluk Dunia

Malam (CPDM) maka faktor yang sangat mempengaruhi siswa berbuat kenakalan

yaitu lingkungannya yang kurang di perhatikan oleh orang tua.

Asmani (dalam Rifana, 2019: 25-26) kenakalan juga dapat dilihat

dari bentuknya dan membagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:

1. Kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, keluyuran, membolos sekolah,

pergi dari rumah tanpa pamit, dan sebagainya.

2. Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan, seperti

mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin, atau

mencuri dan sebagainya.

3. Kenakalan khusus, seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks di luar

nikah, pemerkosaan, dan lain-lain.

Sesuai dengan hasil penelitian dan uraian di atas bahwa ada beberapa siswa-

siswi di SMP Negeri 1 Telaga sering berlawanan dengan peraturan sistem

pendidikan nasional yang ada, ada dua siswa dan satu siswi yang menjadi subyek

penelitian ini sebagai siswa-siswi yang sering kedapatan melanggar peraturan

48
sekolah maupun melanggar hukum. Itu di karenakan tiga siswa-siswi ini sangat

terpengaruh dengan lingkungan yang meendukung mereka untuk berbuat hal-hal

negativ dan mereka bertiga termasuk di dalam communitas yang menjadi incaran

pihak sekolah, orang tua, dan juga pihak kepolisian setempat. Communitas yang

dimaksud dsini yaitu communitas penakluk dunia malam (CPDM).

4.3.2 Peran Kepala Sekolah dalam Menangani kasus Kenakalan Siswa Di

SMP Negeri 1 Telaga

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 6 Tahun 2018

Tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah Pasal 1 Ayat 1 dan 2. Ayat 1

menyebutkan bahwa, Kepala Sekolah adalah guru yang diberi tugas untuk

memimpin dan mengelola satuan pendidikan yang meliputi taman kanak-kanak

(TK), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar (SD), sekolah dasar

luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah pertama

luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan

(SMK), sekolah menengah atas luar biasa (SMALB), atau Sekolah Indonesia di

Luar Negeri.

Kemudian Ayat 2 menyebutkan bahwa, guru adalah pendidik profesional dengan

tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, serta

menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Berdasarkan hasil penelitian di SMP Negeri 1 Telaga dapat dijelaskan

Kepala Sekolah dan Guru Bimbingan Konseling (BK), bahwa peran dari Kepala

49
Sekolah dalam menangani kenalakan siswa di SMP Negeri 1 Telaga sangat penting

karena Kepala Sekolah adalah jabatan tertinggi juga mampu membina siswa yang

bermasalah dan memberikan keputusan-keputusan secara adil. Kepala Sekolah

dalam menangani kasus kenakalan selalu bekerja sama dengan guru-guru yang

bersangkutan seperti Wali Kelas dan Guru BK untuk menyelesaikan suatu

permasalahan yang di lakukan oleh siswa di lingkungan sekolah, jika permasalahan

sudah menyangkut dengan masyarakat luar maka pihak sekolah membutuhkan

bantuan kerja sama dari orang tua dan pihak hukum dalam hal ini yaitu kepolisian

setempat.

Hasil penelitian di atas, dalam teori ada tujuh fungsi Kepala Sekolah

menurut Zaennal Arifin (2013:55) yaitu educator, manager, administrator,

supervisor, leader, inovator, motivator. Berdasarkan temuan di lapangan Kepala

Sekolah sudah menjalankan perannya dan bekerja sama dengan Guru BK, Wakasek

Kesiswaan, dan Guru PPKn untuk mengawasi peserta didik, memotivasi,

mendukung semua kegiatan positif, selalu memberi arahan dan menyelesaikan

permasalahan dengan cara yang baik.

Dari hasil penelitian dan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peran

Kepala Sekolah dalam menangani kasus kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Telaga

sudah berjalan baik serta sudah sesuai dengan tujuh fungsi Kepala Sekolah yaitu

educator, manajer, admistrator, supervisior, leader, innovator, dan motivator.

50
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil observasi, wawancara, dokumentasi di lapangan dan

temuan khusus maka kesimpulan dari peneliti adalah sebagai berikut:

1. Dari hasil penelitian dapat di uraikan bentuk-bentuk kenakalan siswa di atas

peneliti dapat menyimpulkan bahwa kenakalan adalah bentuk tindakan yang

negativ, agresif, seperti mengganggu, menyakiti, atau melecehkan secara

sadar dan sengaja dengan cara berulang-ulang kepada satu orang atau

kelompok. Kenakalan juga sangat merugikan untuk diri sendiri dan orang

lain.

2. Dari hasil penelitian dapat di uraikan bahwa Peran Kepala Sekolah sangat

penting dalam menentukan berhasil tidaknya sekolah dalam menjalankan

tugas kekepala sekolahan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan peserta didik seutuhnya. Kepala Sekolah merupakan salah

satu komponen yang paling berperan dalam meningkatkan suatu lembaga

yaitu sekolah. Kepala Sekolah harus mampu menjalankan perannya sebagai

educator, meneger, administrator, supervisior, leader, menginovator, dan

memotivasi, agar dapat terciptanya sekolah yang aman dan terarah.

51
5.2 Saran

Dari kesimpulan hasil penelitian diatas, dapat diajukan beberapa saran

sebagai beirkut:

1. Bagi sekolah, hendaknya lebih menambah pengawasan dengan berkeliling

sekolah di jam-jam tertentu dan temppat-tempat tertentu yang berpotensi

terjadinya kenakalan Siswa.

2. Bagi Kepala Sekolah, hendaknya lebih memmantau kegiatan-kegiatan yang

tidak sesuai pada siswa yang ada di lingkungan sekolah.

3. Bagi guru, hendaknya lebih tanggap terhadap perilaku Kenakalan Siswa dalam

bentuk yang kecil ataupun besar agar tidak sampai menimbulkan korban.

4. Bagi guru BK, hendaknya mencatat setiap kasus-kasus Kenakalan Siswa yang

terjadi disekolah sebagai catatan untuk penanganan tindakan yang tepat dalam

menangani kasus-kasus tersebut.

5. Bagi guru PPKn, hendaknya setiap mengajar harus menanamkan sifat-sifat

yang positif, nasionalisme, dan demokratis.

6. Pada umumnyaa untuk masyarakat dan pada khususnya untuk orang tua siswa

hendaknya menjadi panutan yang bersifat positif bagi anak-anak serta

menciptakan hubungan yang baik dan hangat.

52
Daftar Pustaka

A.R, Murniati. 2008. Manajemen Stratejik: Peran kepala Sekolah dalam

Pemberdayaan. Bandung: Ciptapustaka Media Perintis.

Arifin, Zainal. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Cholisin, 2011. Peran Guru PKn Dalam Pendidikan Karakter.

Dalyono. 2015. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

E. Mulyasa. 2006. Kurikulum Yang di Sempurnakan. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

E. Mulyasa. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Kartono Kartini Dr. 2010. Pemimpin dan Kepemimpin. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Perkasa.

Kartono dan Kartini. 2014. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : PT Raja

Grafindo Persada.

Marlina. 2009. Peradilan Pidana anak di Indonesia pengembangan Konsep

Diversi. Bandung: Refika Aditama

Mulyasa. 2006. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Moleong, J Lexy, Prof. Dr. 2009, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

53
Naizulfa. 2011. Kenakalan Remaja di Pandang dari Sisi Kriminologi. Artikel

(Online). (Http//naizulfa.blogspot.com/2011/12/kenakalan remaja dipandang-dari-

sisi-kriminologi)

Diakses 10 September 2019.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Reneka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitiian Kesehatan. Jakarta: Reneka Cipta.

Sarwono. S. W. 2002. Psikologi Sosial: Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial.

Jakarta. PT. Balai Pustaka.

Sarwono. S,W. 2011. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Soekanto Soejono. 2002. Teori Peranan. Jakarta. Bumi Aksara.

Soerjono Soekanto. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Edisi Baru. Rajawali Pers.

Jakarta.

Sudarwan, Danim dan Khairil. 2012. Profesi Kependidikan. Bandung: Alfa Beta.

Surbakti Eb. 2013. Orang Tua Penyebab Kenakalan Remaja.Jakarta

Jakarta: Gramedia.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Sulistyorini, 2001. Hubungan Antara Menejerial Kepala Sekolah dan Iklim

Organisasi Dengan Kinerja Guru, Jurnal Ilmu Pendidikan.

54
Wahjosumidjo (2005). Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teori dan

Pemasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Willis, Sofyan S. 2011. Konseling Individual, Teori dan Praktek. Bandung:

Alfabeta.

55

Anda mungkin juga menyukai