BK Di SD Dan Sekolah Menengah Tugas Masalah Pada Siswa SMP

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 6

MASALAH-MASALAH BELAJAR PADA SISWA SMP

“Bimbingan Konseling di Pendidikan Dasar dan Menengah”

DOSEN PENDIDIK
Drs. Hans F. Pontororing, M.Pd.

Disusun oleh :

Galeam Oktavianus Ewil Purba

17102016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MANADO 2022
Masalah-Maslah pada Siswa/Siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP)

A. Masalah Belajar
1. Siswa yang tidak mampu mencapai tujuan belajar atau hasil belajar.
Sesuai dengan tujuan belajar yang tercantum dalam Kurikulum bahwa
siswa dikatakan lulus atau tuntas dalam suatu pelajaran jika telah memenuhi
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan oleh tiap-tiap
guru bidang studi. KKM dibuat berdasarkan intake (pencapaian) siswa di
dalam kelas. Apabila seorang siswa tidak mencapai kriteria tersebut, maka
yang bersangkutan dikatakan bermasalah dalam pelajaran tersebut.
2. Siswa yang mengalami keterlambatan akademik.
Yakni siswa yang diperkirakan memiliki intelegensi yang cukup tinggi
tetapi tidak menggunakan kemampuannya secara optimal. Belum tentu
semua siswa yang terdapat dalam satu kelas memiliki kemampuan yang
sama, ada beberapa siswa dengan kemampuan intelegensi diatas rata-rata
bahkan super. Kondisi inilah yang menyebabkan siswa cerdas ini harus
menyesuaikan kebutuhan asupan kecerdasannya dengan kemampuan teman-
teman sekelasnya, sehingga siswa yang seharusnya sudah berhak diatas
teman-teman sebayanya dipaksa menerima kondisi sekitarnya.
3. Siswa yang secara nyata tidak dapat mencapai kemampuannya sendiri
(tingkat IQ yang diatas rata-rata).
Maksudnya, yaitu siswa yang memiliki intelegensi diatas rata-rata normal
tetapi tidak mencapai tujuan belajar yang optimal. Misalnya KKM pada Mata
Pelajaran A sebanyak 65, kemudian nilai yang dicapainya 70. Padahal
seharusnya dengan tingkat intelegensi seperti itu, yang bersangkutan bisa
mendapat nilai minimal 80 bahkan lebih.
4. Siswa yang sangat lambat dalam belajar.
Yaitu keadaan siswa yang memilki bakat akademik yang kurang
memadai dan perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan pendidikan atau
pengajaran khusus. Siswa yang mengalami kondisi seperti ini yakni siswa
yang memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata dan sangat sering
bermasalah dalam pembelajaran. Seringkali Guru kehabisan ide untuk
menangani siswa yang seperti ini, bimbingan pelajaran tambahan atau ekstra
menjadi salah satu alternatif penyelesaian masalah semacam ini.

5. Siswa yang kekurangan motivasi dalam belajar.


Yakni keadaan atau kondisi siswa yang kurang bersemangat dalam
belajar seperti jera dan bermalas-malasan. Siswa yang seperti ini biasanya
didukung oleh kondisi atau lingkungan apatis, yang tidak peduli terhadap
perkembangan belajar siswa. Lingkungan keluarga yang apatis, yang tidak
berperan dalam proses belajar anak bisa menyebabkan anak menjadi masa
bodoh, sehingga belajar menjadi kebutuhan yang sekedarnya saja.
Lingkungan masyarakat yang merupakan media sosialisasi turut berperan
penting dalam proses memotivasi siswa itu sendiri.
6. Siswa yang bersikap dan memiliki kebiasaan buruk dalam belajar
Yaitu kondisi siswa yang kegiatannya atau perbuatan belajarnya sehari-
hari antagonistik dengan seharusnya, seperti suka menunda-nunda tugas,
mengulur-ulur waktu, membenci guru, tidak mau bertanya untuk hal-hal yang
tidak diketahui dan sebagainya. Besarnya kesempatan yang diberikan oleh
Guru untuk menyelesaikan tugas menyebabkan siswa mengulur-ulur
pekerjaan yang seharusnya diselesaikan segera setelah diperintahkan, Guru
yang terlalu disiplin dan berwatak tegas juga menjadi faktor berkurangnya
perhatian (attention) yang seharusnya diberikan oleh siswa kepada Guru.
7. Siswa yang sering tidak mengikuti proses belajar mengajar di kelas
Yaitu siswa-siswa yang sering tidak hadir atau menderita sakit dalam
jangka waktu yang cukup lama sehingga kehilanggan sebagian besar kegiatan
belajarnya. Seringkali materi pelajaran yang telah disampaikan oleh Guru
pada pertemuan jauh sebelumnya kemudian siswa dituntut  untuk mengikuti
dan menguasai materi pelajaran dalam waktu yang relatif singkat
menyebabkan si siswa menjadi tertekan dan terbebani oleh materi belajar
yang banyak.
8. Siswa yang mengalami penyimpangan perilaku (kurangnya tata krama)
dalam hubungan intersosial.
Pergaulan antar teman sepermainan yang tidak seumuran dan tidak
mengeyam bangku pendidikan menyebabkan si anak atau siswa terpengaruh
dengan pola perilaku dan pergaulan yang serampangan, seperti berbicara
dengan nada yang tinggi dengan orang yang lebih tua, sering membuat
kegaduhan atau keributan di dalam masyarakat. Kemudian siswa yang
bersangkutan membawa perilaku buruknya tersebut kedalam lingkungan
sekolah yang lambat laun menyebabkan teman-teman lainnya terpengaruh
dengan pola perilakunya, baik dalam berbicara ataupun dalam
memperlakukan orang lain.

B. Masalah Sosial
1. Punya kawan yang perilakunya kurang baik. (berkelakuan buruk)
Terkadang anak berlaku buruk bukan karena kemauan mereka, tetapi
mereka tidak tahu dampaknya kepada dirinya dan orang lain. Oleh karena itu
mereka harus dibuat untuk mengintropeksi dirinya, dengan melihat keadaan
mereka pada saat berperilaku buruk, dengan melihat keadaan dirinya dan
mendapat pelatihan dari orangtuanya.
Dengan cara seperti itu anak akan mudah berubah dengan sangat cepat,
tanpa harus diperintah atau dibentak. Anda akan menjadi orang tua yang
bebas dari stress. Dan anda mengubahnya tanpa harus melakukan upaya yang
begitu besar, karena mereka akan menghipnotis dirinya sendiri.
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk cara ini. Salah satunya dengan
memberikan pemahaman jika berlaku buruk bukan saja akan merugikan
orang lain tapi juga dirinya sendiri. Berikan pemahaman jika berbuat tidak
baik maka justru akan merugikan dirinya sendiri karena akan dijauhi oleh
teman-temannya.

2. Merasa malu berbicara didepan orang banyak.


Berdasarkan pengalaman empris di lapangan diketahui bahwa
kemampuan berbicara siswa dalam proses pembelajaran masih rendah. Hal
ini diketahui pada saat siswa menyampaikan pesan/informasi yang bersumber
dari media dengan bahasa yang runtut, baik, dan benar. Isi pembicaraan yang
disampaikan oleh siswa tersebut kurang jelas. Siswa berbicara tersendat-
sendat sehingga isi pembicaraan menjadi tidak jelas. Ada pula di antara siswa
yang tidak mau berbicara di depan kelas. Selain itu, pada saat guru bertanya
kepada seluruh siswa, umumnya siswa lama sekali untuk menjawab
pertanyaan guru. Beberapa orang siswa ada yang  tidak mau menjawab
pertanyaan guru karena takut jawabannya itu salah. Apalagi untuk berbicara
di depan kelas, para siswa belum menunjukkan keberanian.
Dari latar belakang di atas perlu dicari alternatif lain sebagai upaya untuk
meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Hal ini mengingat pentingnya
pengajaran berbicara sebagai salah satu usaha meningkatkan kemampuan
berbahasa lisan di tingkat sekolah menengah pertama, penulis menggunakan
teknik pengajaran berbicara yaitu teknik cerita berantai. Dipilihnya teknik
cerita berantai ini karena mampu mengajak siswa untuk berbicara. Dengan
teknik ini, siswa termotivasi untuk berbicara di depan kelas. Siswa
dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajinasi. Di
samping itu, diharapkan pula agar siswa mempunyai keberanian dalam
berkomunikasi.
Menurut Tarigan (1990), “Penerapan teknik cerita berantai ini
dimaksudkan untuk membangkitkan keberanian siswa dalam berbicara. Jika
siswa telah menunjukkan keberanian, diharapkan kemampuan berbicaranya
menjadi meningkat.”
Teknik cerita berantai bisa dimulai dari seorang siswa yang menerima
informasi dari guru, kemudian siswa tadi membisikkan informasi itu kepada
teman lain, dan teman yang telah menerima bisikan meneruskannya kepada
teman yang lain lagi. Begitulah seterusnya. Pada akhir kegiatan akan
dievaluasi, yaitu: siswa yang mana yang menerima informasi yang benar atau
salah. Siswa yang salah menerima informasi tentu akan salah pula
menyampaikan informasi kepada orang lain. Sebaliknya, bisa saja terjadi
informasi yang diterima oleh siswa itu benar tetapi mereka keliru
menyampaikannya kepada teman yang lain. Untuk itu, diperlukan
pertimbangan yang cukup bijak dari guru untuk menilai keberhasilan teknik
cerita berantai ini.
3. Merasa lebih senang menyendiri.
Menyendiri adalah gambaran dari kekurang mampuan seorang anak
dalam pergaulannya dengan teman sebaya. Anak-anak ini memisahkan diri
dari lingkungannya dan mempergunakan sebagian besar waktunya untuk diri
sendiri. Pada umumnya anak yang sukar bergaul memiliki kendala yang erat
kaitannya dengan masalah lain, misalnya masalah kesulitan dalam
menyesuaikan diri di sekolah yang pada umumnya anak biasanya kurang
mampu untuk bisa diajak bekerjasama dengan orang lain, kurang mampu
tenggang rasa bila bermain serta bisa juga terjadi pada anak-anak yang
memiliki perilaku agresif. Dan, apabila masalah ini tidak segera diatasi maka
dapat mengembang menjadi perilaku yang menyimpang.
Daftar Pustaka

Monks, dkk. 1994. Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagian. Gadjah


Mada University Press. Yogyakarta.
Siregar, Eveline. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Universitas Negeri Jakarta.
Jakarta.
Suryabrata, S. 1993. Psikologi Pendidikan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Syah,Muhibbin. 2002. Psikologi Belajar. Rajawali Pers. Jakarta.
http://ekplorasialam.blogspot.com/2016/12/masalah-masalah-belajar-dalam-kelas.html?
m=1

http://newandryrotinsulu.blogspot.com/2012/01/masalah-yang-sering-di-alami-
siswa.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai