Anda di halaman 1dari 18

o[ oU s}oµu /y E}u}Œ 3, Desember 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAI KEJAHATAN LUAR BIASA

Ifrani
Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat
Jl. Brigjend H. Hasan Basry Kayutangi Banjarmasin
Email: ifrani99@gmail.com

Abstract
The criminal act of corruption is a part of a special crime in addition to having certain
specifications that are different from common criminal acts. Corruption Law is a rule that has
special characteristic, both concerning Formal Criminal Law (Criminal Justice System) and
Material (Substance). The legal consequences of an act being categorize as criminal act of
corruption, are include: The institution that handles the corruption case, the evidence system in
the corruption act has a reversed system which trait limited or balanced, and in terms of
punishment. The purpose of this paper is to provide a knowledge of how to implicate a criminal
act as a criminal act of corruption. The purpose of this paper is to provide a knowledge of how to
implicate a criminal act as a criminal act of corruption.

Keyword: Criminal Act of Corruption, Extraordinary Crime.

Abstrak
Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari tindak pidana khusus di samping
mempunyai spesifikasi tertentu yang berbeda dengan tindak pidana umum. Undang-Undang
Tindak Pidana Korupsi merupakan aturan yang mempunyai sifat kekhususan, baik menyangkut
Hukum Pidana Formal (Acara) maupun Materil (Substansi). Akibat hukum suatu tindak pidana
menjadi tindak pidana korupsi, antara lain : Lembaga yang menangani tindak pidana korupsi,
sistem pembuktiannya Pembuktian dalam tindak pidana korupsi menerapkan sistem pembuktian
terbalik yang bersifat terbatas atau berimbang, dan dari segi pemidanaannya. Tujuan dari
penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana implikasi penanganan perkara suatu tindak
pidana sebagai tindak pidana korupsi

Kata Kunci : Tindak Pidana Korupsi, Kejahatan Luar Biasa

PENDAHULUAN
Undang-undang Pemberantasan mengingat bahwa korupsi merupakan extra
Tindak Pidana Korupsi secara khusus ordinary crime yang harus didahulukan
mengatur hukum acara sendiri terhadap dibanding tindak pidana lainnya1
penegakan hukum pelaku tindak pidana
korupsi, secara umum dibedakan dengan 1
IGM Nurdjana. Sistem Hukum Pidana dan
penanganan pidana khusus lainya. Hal ini Bahaya Laten Korupsi (Problematik Sistem Hukum
Pidana dan Implikasinya pada Penegakan Hukum

319
o[ oU s}oµu /y E}u}Œ 3, Desember 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Pada dasarnya hukum acara yang Tindak pidana korupsi merupakan


digunakan dalam pemeriksaan pada salah satu bagian dari hukum pidana khusus
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di samping mempunyai spesifikasi tertentu
dilakukan sesuai hukum acara pidana yang yang berbeda dengan hukum pidana umum,
berlaku, tetapi terdapat pengecualian atau seperti adanya penyimpangan hukum acara
kekhususan hukum acara tersebut, antara serta apabila ditinjau dari materi yang diatur.
lain mengatur: Karena itu, tindak pidana korupsi secara
a. Penegasan pembagian tugas dan langsung maupun tidak langsung
kewenangan antara ketua dan wakil dimaksudkan menekan seminimal mungkin
ketua Pengadilan Tindak Pidana terjadinya kebocoran dan penyimpangan
Korupsi; terhadap keuangan dan perekonomian
b. Mengenai komposisi majelis Hakim negara. Dengan diantisipasi sedini dan
dalam pemeriksaan di sidang semaksimal mungkin penyimpangan
pengadilan baik pada tingkat tersebut, diharapkan roda perekonomian dan
pertama, banding maupun kasasi; pembangunan dapat dilaksanakan
c. Jangka waktu penyelesaian sebagaimana semestinya sehingga lambat
pemeriksaan perkara tindak pidana laun akan membawa dampak adanya
korupsi pada setiap tingkatan peningkatan pembangunan dan
pemeriksaan; kesejahteraan masyarakan pada umumnya.2
d. Alat bukti yang diajukan di dalam Tindak pidana korupsi mempunyai
persidangan, termasuk alat bukti hukum acara khusus yang menyimpang dari
yang diperoleh dari hasil penyadapan ketentuan hukum acara pada umumnya.
harus diperoleh secara sah Hukum Acara Pidana yang diterapkan
berdasarkan ketentuan peraturan EHUVLIDW ³lex specialist´ \DLWX DGDQ\D
perundang-undangan; dan penyimpangan-penyimpangan yang
e. Adanya kepaniteraan khusus untuk dimaksudkan untuk mempercepat prosedur
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. dan memperoleh penyidikan penuntutan
serta pemeriksaan disidang dalam

2
Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di
Tindak Pidana Korupsi), Total Media, Yogyakarta, Indonesia (Normatif, Teoritis, Praktik dan
2009, hlm. 156. Masalahnya), PT. Alumni, Bandung, 2007, hlm. 2.

320
o[ oU s}oµu /y E}u}Œ 3, Desember 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

mendapatkan bukti-bukti suatu perkara sehingga banyak peraturan, lembaga dan


pidana korupsi dan penyimpangan tersebut komisi yang di bentuk oleh pemerintah
dilakukan bukan berarti bahwa hak asasi untuk menanggulanginya.
terangka/terdakwa dalam tindak pidana
PEMBAHASAN.
korupsi tidak dijamin atau dilindungi, tetapi
Di dalam undang-undang tindak
diusahakan sedemikian rupa sehingga
pidana khusus terdapat ketentuan-ketentuan
penyimpangan-penyimpangan itu bukan
yang menyimpang dari ketentuan umum
merupakan penghapusan seluruhnya yang
hukum pidana (KUHP). Penyimpangan
terpaksa dilakukan untuk menyelamatkan
ketentuan umum hukum pidana (KUHP)
hak asasi tersebut dari bahaya yang
dalam undang-undang tindak pidana khusus
ditimbulkan korupsi. Sedangkan di pihak
diakui dan diatur dalam hukum positif
ODLQ VHEDJL NHWHQWXDQ XPXQ DWDX ³OH[
(Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
JHQHUDOLV´ GDODP DUWLDQ EDJDLPDQD
tentang KUHAP).
melakukan penyidikan, penuntutan dan
Pasal 284 ayat (2) KUHAP:
pemeriksaan sidang pengadilan dalam
dalam waktu dua tahun setelah undang-
perkara korupsi sepanjang tidak diatur undang ini diundangkan, maka terhadap
semua perkara diberlakukan ketentuan
adanya penyimpangan dalam Undang-
undang-undang ini, dengan pengecualian
Undang No. 31 Tahun 1999, prosesnya untuk sementara mengenai ketentuan khusus
acara pidana sebagaimana tersebut pada
identik dengan perkara pidana umumnya
undang-undang tertentu, sampai ada
yang mengacu KUHAP. perubahan dan /atau dinyatakan tidak
berlaku lagi.
Dengan tolak ukur bahwasanya
tindak pidana korupsi bersifat tindak pidana Penjelasan Pasal 284 ayat (2) hurup b
yang luar biasa (extra ordinary crimes) KUHAP:
karena bersifat sistemik, endemik yang \DQJ GLPDNVXG GHQJDQ ³NHWHQWXDQ NKXVXV
acara pidana sebagaimana tersebut pada
berdampak sangat luas (systematic dan
undang-XQGDQJ WHUWHQWX´ LDODK NHWHQWXDQ
widespread) yang tidak hanya merugikan khusus acara pidana sebagaimana tersebut
antara lain:
keuangan negara tetapi juga melanggar hak
1. Undang-Undang tentang Pengusutan,
sosial dan ekonomi masyarakat luas Penuntutan, dan Peradilan Tindak
Pidana ekonomi (Undang-Undang
sehingga penindakannya perlu upaya
Nomor 7 Drt. Tahun 1955)
comprehensive extra ordinary measures 2. Undang-Undang tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi ( Undang-

321
o[ oU s}oµu /y E}u}Œ 3, Desember 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Undang Nomor 3 Tahun 1971) dengan - Penyidikan, penuntutan dan


catatan bahwa semua ketentuan khusus pemeriksaan di sidang pengadilan
acara pidana sebagaimana tersebut pada dalam perkara Tindak Pidana Korupsi
undang-undang tertentu akan ditinjau didahulukan dari perkara lain guna
kembali, diubah atau dicabut dalam penyelesaiannya secepatnya (Pasal 25
waktu yang sesingkat-singkatnya. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999).
Terhadap aspek ini, apabila terdapat 2
Pengadilan tindak pidana korupsi (dua) atau lebih perkara yang oleh
undang-undang ditentukan untuk
yang dibentuk berdasarkan ketentuan Pasal
didahulukan, mengenai penentuan
53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 proritas perkara tersebut diserahkan
pada tiap lembaga yang berwenang di
tentang Komisi Pemberantasan Tindak
setiap proses peradilan.
Pidana Korupsi, tetapi berdasarkan putusan - Dalam menentukan tindak pidana
korupsi yang sulit pembuktiannya,
Mahkamah Konstitusi dinyatakan
dapat dibentuk tim gabungan di bawah
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar kordinasi Jaksa Agung (Pasal 27
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999).
Negara Republik Indonesia 1945, maka
Apabila dijabarkan, yang dimaksud
dibentuklah Undang-Undang Nomor 46 dengan Tindak Pidana Korupsi yang
sulit pembuktiannya, antara lain
Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak
Tindak Pidana Korupsi di bidang
Pidana Korupsi yang memiliki kewenangan perbankan, perpajakan, pasar modal,
perdagangan, dan industry, komoditi
mengadili perkara tindak pidana korupsi.
berjangka, atau di bidang moneter dan
Melihat sifat demikian, berdasarkan keuangan yang:
1. Bersifat lintas sektoral
ketentuan teoritik dan praktik, hukum acara
2. Dilakukan dengan menggunakan
tindak pidana korupsi bersifat ganda. Karena teknologi canggih, atau
3. Dilakukan oleh tersangka/terdakwa
disamping mengacu kepada ketentuan acara
yang berstatus sebagai
pada Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 penyelenggara Negara sebagaimana
ditentukan dalam Undang-Undang
VHEDJDL ³lex specialist´ MXJD EHURUHQWDVL
No. 28 Tahun 1999 tentang
pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
VHEDJDL ³lex generalist´ $GDSXQ NHWHQWXDQ-
Nepotisme.
NHWHQWXDQ NKXVXV DWDX ³lex specialist´ \DQJ
Pada ketentuan Pasal 26 Undang-
menyimpang dari hukum acara pidana pada
Undang No. 31 Tahun 1999 disebutkan
umumnya sesuai dengan Undang-Undang
bahwa:
No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
Tindak Pidana Korupsi adalah sebagai
sidang pengadilan terhadap tindak pidana
berikut: korupsi, dilakukan berdasarkan hukum

322
o[ oU s}oµu /y E}u}Œ 3, Desember 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

acara pidana yang berlaku, kecuali Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,


ditentukan lain dalam undang-undang ini.
dimaksudkan untuk mempercepat proses
Dari konteks ketentuan Pasal 26 peradilan terhadap kasus kasus korupsi.
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Adapun implikasinya suatu tindak
sebagaimana tersebut di atas dapat pidana sebagai tindak pidana korupsi, antara
disimpulkan bahwa Hukum Acara Pidana lain:
yang belaku guna melakukan penyidikan, A. Proses penyelesaian perkara
penuntutan serta pemeriksaan di sidang pidananya
pengadilan adalah Hukum Acara Pidana Tindak pidana korupsi yang
yang berlaku pada saat itu (Hukum merupakan extra ordinary crime memiliki
Positif/Ius Constitutum) kecuali jika undang- kompleksitas yang lebih rumit dibandingkan
undang menentukan lain. Pada dasarnya dengan tindak pidana konversional atau
jelaslah sudah bahwasanya Undang-Undang bahkan tindak pidana khusus lainnya.
No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang- Khususnya dalam tahap penyelidikan, tindak
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pidana korupsi ini, terdapat beberapa
selaku Hukum Positif (Ius Constitutum/Ius institusi penyidik yang berwenang untuk
Operatum) merupakan Hukum Acara yang menangani proses penyidikan terhadap
dipergunakan secara praktik pada semua pelaku tindak pidana yang terkait dengan
tingkatan peradilan dalam menangani tindak tindak pidana korupsi ini. Termasuk
pidana korupsi. berbagai institusi PPNS jika dikaitkan
Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa dengan berbagai kejahatan yang terkandung
hukum acara pidana yang berlaku terhadap unsur-unsur korupsi sesuai dengan bidang
ketentuan terhadap tindak pidana korupsi tugas masing-masing serta sesuai dengan
adalah UU No. 8 Tahun 1981 tentang peraturan perundang-undangan yang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) tetapi menjadi dasar hukum masing-masing.3
terdapat pengecualian dari KUHAP yang Sebagaimana dirumuskan dalam
digunakan Hukum Acara Pidana Khusus Pasal 27 UU No. 31 Tahun 1999, bahwa:
yang menyimpang dari ketentuan hukum dalam hal ditemukan tindak pidana korupsi
acara pidana umum yaitu menggunakan yang sulit pembuktiannya, maka dapat
Undang-Undang No. 46 Tahun 2009 tentang 3
IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana, Op.
cit., hlm. 164.

323
o[ oU s}oµu /y E}u}Œ 3, Desember 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

dibentuk tim gabungan di bawah koordinasi Penegakan hukum pidana terhadap


Jaksa Agung. Ketentuan ini menunjukkan tindak pidana korupsi khususnya dalam
bahwa dalam rangka penegakan hukum proses penyidikan, tidak hanya dilakukan
terhadap tindak pidana korupsi maka oleh kepolisian, kejaksaan, dan komisi
institusi yang dikedepankan adalah pemberantasan tindak pidana korupsi, akan
Kejaksaan Agung. Dengan demikian selain tetapi dalam hal tindak pidana lain yang
Polri selaku Penyidik yang diberikan secara esensial potensial korupsi akan tetapi
kewenangan berdasarkan Pasal 6 dan 7 diatur dalam perundang-undangan khusus di
KUHAP, maka Kejaksaan pun diberi luar KUHP dan undang-undang
kewenangan untuk melakukan penyidikan pemberantasan tindak pidana korupsi,
terhadap tindak pidana korupsi. diberikan juga kewenangan kepada Penyidik
Selain tugas kepolisian dan Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sesuai dengan
kejaksaan, institusi yang juga mempunyai ketentuan hukum yang menjadi dasar hukum
tugas melakukan penyidikan dalam tindak masing-masing.4
pidana korupsi adalah Komisi
B. Institusi yang berwenang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
menanganinya
(KPK) sebagaimana diatur dalam Pasal 6
Kepolisian Republik Indonesia
sub c UU No. 30 Tahun 2002 bahwa:
sebagai institusi penegak hukum,
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun
Korupsi melakukan penyelidikan,
2002 tentang Kepolisian Negara Republik
penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak
Indonesia dan Undang-Undang Nomor 8
pidana korupsi; bahkan KPK berwenang
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
juga mengambil alih penyidikan atau
atau yang dikenal sebagai KUHAP (Kitab
penuntutan terhadap pelaku tindak pidana
Undang-Undang Hukum Acara Pidana),
korupsi yang sedang dilakukan oleh
memiliki kewenangan melakukan
kepolisian atau kejaksaaan, dalam hal
penyelidikan dan penyidikan dalam perkara
terdapat alasan hukum sebagaimana
pidana termasuk perkara pidana khusus
dijelaskan dalam Pasal 9 UU No. 30 Tahun
korupsi
2002.

4
Ibid, hlm. 164-165.

324
o[ oU s}oµu /y E}u}Œ 3, Desember 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Kewenangan dalam pemberantasan Lembaga lain yang berwenang


tindak pidana korupsi bagi Kepolisian menurut lingkup tupoksi atau tugas dan
Negara Republik Indonesia sebagaimana fungsi Kejaksaan Agung Republik Indonesia
diinstruksikan dalam Instruksi Presiden diatur dalam Undang-Undang Nomor 8
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004
Huruf Kesebelas butir 10 diinstruksikan tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Kewenangan dalam pemberantasan
Indonesia, sebagai berikut: tindak pidana korupsi bagi Kejaksaan Agung
a. Mengoptimalkan upaya-upaya Republik Indonesia, sebagai berikut:
penyidikan terhadap tindak pidana a. Mengoptimalkan upaya-upaya
korupsi untuk menghukum pelaku penyidikan dan penuntutan terhadap
dengan menyelamatkan uang Negara; tindak pidana korupsi untuk
b. Mencegah dan memberikan sanksi menghukum pelaku dan
tegas terhadap penyalahgunaan menyelamatkan uang Negara;
wewenang yang dilakukan oleh b. Mencegah dan memberikan sanksi
anggota Kepolisian Negara Republik tegas terhadap penyalah-gunaan
Indonesia dalam rangka penegakan wewenang yang dilakukan oleh
hokum; Jaksa/Penuntut Umum dalam rangka
c. Meningkatkan kerjasama dengan penegakan hokum;
Kejaksaan Republik Indonesia, c. Meningkatkan kerja sama dengan
Badan Pengawas Keuangan dan Kepolisian Negara Republik
Pembangunan, Pusat Pelaporan dan Indonesia, Badan Pengawas
Analisa Transaksi Keuangan, dan Keuangan dan Pembangunan, Pusat
Institusi Negara yang terkait dengan Pelaporan dan Analisis Transaksi
upaya penegakan hukum dan Keuangan dan Institusi Negara yang
pengembalian kerugian keuangan terkait dengan upaya penegakan
negara akibat tindak pidana korupsi hukum dan pengembalian kerugian
keuangan negara akibat tindak
pidana korupsi.

325
o[ oU s}oµu /y E}u}Œ 3, Desember 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Pada hakikatnya, menurut Undang- memberantas tindak pidana korupsi, diatur


Undang No. 30 Tahun 2002 dibentuk dalam beberapa peraturan perundang-
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana undangan, yaitu:5
Korupsi (KPK), yang merupakan lembaga 1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan
negara yang dalam melaksanakan tugas dan Rakyat Republik Indonesia Nomor
wewenangnya bersifat independen dan bebas VIII/MPR/2001 tentang
dari pengaruh kekuasaan manapun sehingga Rekomendasi Arah Kebijakan
pembentukan komisi ini bertujuan Pemberantasan dan Pencegahan
meningkatkan daya guna dan hasil guna Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
terhadap upaya pemberantasan tindak pidana Pasal 2 angka 6 huruf a yaitu:
korupsi. Arah kebijakan pemberantasan
korupsi, kolusi, dan nepotisme
Penegakan hukum untuk
adalah membentuk undang-undang
memberantas tindak pidana korupsi yang beserta peraturan pelaksanaannya
untuk membantu percepatan dan
dilakukan secara konvensional selama ini
efektivitas pelaksanaan
terbukti mengalami berbagai hambatan. pemberantasan dan pencegahan
korupsi yang muatannya meliputi
Untuk itu diperlukan metode penegakan
Komisi Pemberantasan Tindak
hukum secara luar biasa melalui Pidana Korupsi.
pembentukan suatu badan khusus yang
2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun
mempunyai kewenangan luas, independen
1999 tentang Pemberantasan Tindak
serta bebas dari kekuasaan manapun dalam
Pidana Korupsi. Pasal 43 ayat (1)
upaya pemberantasan tindak pidana korupsi,
³'DODP ZDNWX SDOLQJ ODPEDW GXD
yang pelakasanaannya dilakukan secara
tahun sejak berlakunya Undang-
optimal, intensif, efektif, professional serta
Undanag Nomor 31 Tahun 1999
berkesinambungan, maka melalui amanat
segera dibentuk Komisi
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
Korupsi dibentuklah lembaga Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pembentukan Komisi Pemberantasan 5
Ermansjah Djaja, Meredesain Pengadilan
7LQGDN 3LGDQD .RUXSVL ³LPSOLNDVL 3XWXVDQ
Korupsi sebagai instansi yang berwenang Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PPU-
IV/2006, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 90.

326
o[ oU s}oµu /y E}u}Œ 3, Desember 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Komisi Pemberantasan Korupsi - Melaksanakan dengar


memiliki kewenangan melakukan kordinasi pendapat atau pertemuan
dan supervisi, termasuk melakukan dengan instansi yang
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, berwenang melakukan
sedangkan mengenai pembentukan, susunan pemberantasan tindak pidana
organisasi, tata kerja dan korupsi.; dan
pertangungjawaban, tugas dan wewenang - Meminta laporan instansi
serta keanggotaannya diatur dengan terkait mengenai pencegahan
Undang-Undang. tindak pidana korupsi.
Menurut ketentuan Pasal 6 Undang- Adapun alasan-alasan pengambil-
Undang tersebut, Komisi Pemberantasan alihan penyidikan dan penuntutan yang
Tindak Pidana Korupsi mempunyai tugas, dilakukan oleh Komisi Pemberantasan
wewenang dan kewajiban sebagai berikut:6 Korupsi dengan alasan;7
a. Koordinasi dengan instansi yang a. Laporan masyarakat mengenai tindak
berwenang melakukan pidana korupsi tidak ditindaklanjuti;
pemberantasan tindak pidana korupsi b. Proses penanganan tindak pidana
yang berwenang melakukan: korupsi secara berlarut-larut atau
- Mengkoordinasikan tertunda-tunda tanpa alasan yang
penyelidikan, penyidikan dan dapat dipertanggungjawabkan;
penuntutan tindak pidana c. Penanganan tindak pidana korupsi
korupsi; ditujukan untuk melindungi pelaku
- Menetapkan sistem pelaporan tindak pidana korupsi yang
dalam kegiatan sesungguhnya;
pemberantasan tindak pidana d. Penanganan tindak pidana korupsi
korupsi; mengandung unsur korupsi;
- Meminta informasi tentang e. Hambatan penanganan tindak pidana
kegiatan pemberantasan korupsi karena campur tangan dari
tindak pidana korupsi kepada eksekutif, yudikatif, atau legislatif;
instansi yang terkait; atau
6
Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi« Op.
7
cit., hlm. 58. Ibid, hlm. 59-60.

327
o[ oU s}oµu /y E}u}Œ 3, Desember 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

f. Keadaan lain yang menurut sebagaimana ditentukan dalam


Undang-Undang ini.
pertimbangan kepolisian atau
kejaksaan, penanganan tindak pidana Pasal 39
(1). penyelidikan, penyidikan, dan
korupsi sulit dilaksanakan secara bai
penuntutan terhadap tindak pidana
dan dapat dipertanggungjawabkan; korupsi dilakukan berdasarkan
hukum acara pidana yang berlaku
g. Melibatkan aparat penegak hukum,
dan berdasarkan Undang-Undang
penyelenggara negara, dan orang lain No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana
yang ada kaitannya dengan tindak
Korupsi sebagaimana telah diubah
pidana korupsi yang dilakukan oleh dengan Undang-Undang No. 20
Tahun 2001 tentang Perubahan atas
aparat penegak hukum atau
Undang-Undang No. 31 Tahun
penyelenggara negara; 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, kecuali
h. Medapat perhatian yang meresahkan
ditentukan lain dalam Undang-
masyarakat; dan/atau Undang ini;
(2). penyelidikan, penyidikan, dan
i. Menyangkut kerugian negara paling
penuntutan sebagaimana dimaksud
sedikit Rp. 1000.000.00000 (satu pada ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan perintah dan bertidak
milyar rupiah).
untuk dan atas nama Komisi
Sebagaimana juga ditentukan dalam Pemberantasan Korupsi.
Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 39
Pengadilan Tindak Pidana korupsi
ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 30
merupakan satu-satunya pengadilan yang
Tahun 2002:
berwenang memeriksa, mengadili, dan
Pasal 38
memutus perkara tindak pidana korupsi.
(1). segala kewenangan yang berkaitan
<DQJ GLPDNVXG GHQJDQ ³VDWX-satunya
dengan penyelidikan, penyidikan,
dan penuntutan sebagaimana yang SHQJDGLODQ´ DGDODK SHQJDGLODQ \DQJ
diatur di dalam Undang-Undang
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara
No. 8 Tahun 1981 tentang
HukumAcara Pidana berlaku juga yang penuntutannya diajukan oleh penuntut
bagi penyelidik, penyidik, dan
umum.
penuntut umum pada Komisi
Pemberantasan Korupsi;
(2). ketentuan sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana tidak
berlaku bagi tindak pidana korupsi

328
o[ oU s}oµu /y E}u}Œ 3, Desember 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan


berwenang memeriksa, mengadili, dan Tindak Pidana Korupsi.9
memutus perkara:8 Pada ketentuan Pasal 183 KUHAP
a. Tindak pidana korupsi; yang menentukan bahwa:
b. Tindak pidana pencucian uang yang Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana
kepada seorang, kecuali apabila dengan
tindak pidana asalnya adalah tindak
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah,
pidana korupsi; dan/atau ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
c. Tindak pidana yang secara tegas dalam
terdakwalah yang bersalah melakukannya.
undang-undang lain ditentukan
Menurut Undang-Undang No. 31
sebagai tindak pidana korupsi.
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
C. Sistem Pembuktian menurut UU Pidana Korupsi telah diubah dengan
Korupsi Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang
Sistem pembuktian dalam perkara perubahan Undang-Undang No. 31 Tahun
tindak pidana korupsi selain berdasarkan 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
kepada Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Korupsi. Pada dasarnya, secara normatif
tentang Hukum Acara Pidana juaga bahwa tindak pidana korupsi merupakan
berdasarkan kepada hukum pidan formil kejahatan yang luar biasa (extra ordinary
sebagaimana diatur di dalam Undang- crime). Apabila dikaji dari pandangan
Undang No. 31 Tahun 1999 tentang doktrina, Romli Atmasasmita menekankan,
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa:
sebagimana telah diubah dengan Undang- dengan memperhatikan perkembangan
tindak pidana korupsi, baik dari sisi
Undang No. 20 Tahun 2001 tentang
kuantitas maupun dari sisi kualitas, dan
Perubahan atas Undang-Undang No. 31 setelah mengkajinya secara mendalam,
tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
korupsi di Indonesia bukan merupakan
Pidana Korupsi, dan Undang-Undang No. 30 kejahatan biasa (ordinary crimes)
melainkan sudah merupakan kejahatan
yang sangat luar biasa (extra-ordinary-
crime). Selanjutnya, jika dikaji dari sisi
akibat atau dampak negatif yang sangat
8
Ermansjah Djaja, Meredesain Pengadilan
9
7LQGDN 3LGDQD .RUXSVL ³LPSOLNDVL 3XWXVDQ Ermansjah Djaja, Tipologi Tindak Pidana
Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PPU- Korupsi di Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung,
IV/2006, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 482. 2010, hlm. 100.

329
o[ oU s}oµu /y E}u}Œ 3, Desember 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

merusak tatanan kehidupan bangsa melakukan tindak pidana korupsi,


Indonesia sejak pemerintahan Orde Baru
keterangan tersebut dipergunakan
sampai saat ini, jelas bahwa perbuatan
korupsi merupakan perampasan hak sebagai dasar untuk menyatakan
ekonomi dan hak sosial rakyat
bahwa dakwaan tidak terbukti.
Indonesia.10

Undang-undang Pemberantasan Adapun dalam penjelasan Pasal 37


Tindak Pidana Korupsi menerapkan Undang-Undang ini dijelaskan sebagai
pembuktian terbalik yang bersifat terbatas berikut:
atau berimbang, yakni terdakwa mempunyai Ketentuan ini merupakan suatu
penyimpangan dari ketentuan Kitab Undang-
hak untuk membuktikan bahwa ia tidak
Undang Hukum Acara Pidana yang
melakukan tindak pidana korupsi dan wajib menentukan bahwa jaksa yang wajib
membuktikan dilakukannya tindak pidana,
memberikan keterangan tentang seluruh
bukan terdakwa. Menurut ketentuan ini
harta bendanya dan harta benda istri atau terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak
melakukan tindak pidana korupsi. Apabila
suami, anak, dan harta benda setiap orang
terdakwa dapat membuktikan hal tersebut
atau korporasi yang diduga mempunyai tidak terbukti melakukan korupsi, sebab
penuntut umum masih tetap berkewajiban
hubungan dengan perkara yang
untuk membuktikan dakwaannya. Ketentuan
bersangkutan dan penuntut umum tetap pasal ini merupakan pembuktian terbalik
terbatas, karena jaksa masih wajib
berkewajiban membuktikan dakwaannya.
membuktikan dakwaannya.
Dari aspek sistem pembuktian dalam
Pada dasarnya, ketentuan Pasal 37
delik korupsi undang-undang ini
Undang-Undang No.20 Tahun 2001 menurut
menerapkan pembuktian terbalik yang
penjelasannya merupakan konsekuensi
bersifat terbatas atau berimbang terdapat
berimbang atas penerapan pembuktian
dalam ketentuan Pasal 37 yang berbunyi
terbalik terhadap terdakwa bahwa terdakwa
sebagai berikut:
tetap memerlukan perlindungan hukum yang
(1). terdakwa mempunyai hak untuk
berimbang atas pelanggaran hak-hak
membuktikan bahwa ia tidak
mendasar yang berkaitan dengan asas
melakukan tindak pidana korupsi;
praduga tak bersalah (presumption of
(2). dalam hal terdakwa dapat
innoncence) dan menyalahkan diri sendiri
membuktikan bahwa ia tidak
(non self-incrimination). Konsekuensi logis
10
Romli Atmasasmita, dalam Lilik Mulyadi, dimensi demikian, ketentuan Pasal 37 ayat
7LQGDN 3LGDQD .RUXSVL« 2S cit., hlm. 252.

330
o[ oU s}oµu /y E}u}Œ 3, Desember 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

(2) Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Didalam penjelasan umum Undang-


tidak menganut sistem pembuktian secara Undang Nomor 31 Tahun 1999 disebutkan:
negative menurut undang-undang (negative ... undang-undang ini juga menerapkan
pembuktian terbalik yang bersifat terbatas
wettelijk). Kemudian, pada asasnya
atau berimbang, yakni terdakwa mempunyai
ketentuan Pasal 38 C Undang-Undang No. hak untuk membuktikan bahwa ia tidak
melakukan tindak pidana korupsi dan wajib
20 Tahun 2001 mempunyai dasar pemikiran
memberikan keterangan tentang seluruh
bahwa untuk memenuhi rasa keadilan harta bendanya dan harta benda istri atau
suami, anak dan harta benda setiap orang
masyarakat terhadap pelaku tindak pidana
atau korporasi yang diduga mempunyai
korupsi yang menyembunyikan harta benda hubungan dengan perkara yang
bersangkutan dan penuntut umum tetap
yang diduga atau patut diduga berasal dari
berkewajiban membuktikan dakwaannya.
tindak pidana korupsi. Harta benda tersebut
Konsekuensi logis bahwa tindak
diketahui setelah putusan pengadilan
pidana korupsi merupakan extra ordinary
memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht
crime, diperlukan penanggulangan dari
van gewijsde).
aspek yuridis yang luar biasa (extra ordinary
Dengan titik tolak dimensi tersebut,
enforcement) dan perangkat hukum yang
negara memiliki hak untuk melakukan
luar biasa pula (extra ordinary measures).
gugatan perdata kepada terpidana dan atau
Dari dimensi ini, salah satu langkah
ahli warisnya terhadap harta benda yang
komprehensif yang dapat dilakukan sistem
diperoleh sebelum putusan pengadilan
peradilan pidana Indonesia adalah melalui
memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht
sistem pembuktian yang relatif memadai
van gewijsde). Tegasnya, Undang-Undang
\DLWX GLSHUOXNDQ DGDQ\D ³SHPEXNWLDQ
Pemberantasan Korupsi ini untuk melakukan
WHUEDOLN´ DWDX ³SHPEDOLNDQ EHEDQ
gugatan perdata kepada terpidana dan atau
SHPEXNWLDQ´
ahli warisnya terhadap harta benda yang
diperoleh sebelum putusan pengadilan
D. Sanksi Pidananya Lebih Berat
memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht
Dalam rangka mencapai tujuan yang
van gewijsde) tidaklah berlaku surut (retro
lebih efektif untuk mencegah dan
aktif). 11
memberantas tindak pidana korupsi,
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo
11
Lilik Mulyadi, 7LQGDN 3LGDQD .RUXSVL« Undang-Undang No. 20 Tahun 2001
Op. cit., hlm. 265.

331
o[ oU s}oµu /y E}u}Œ 3, Desember 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

memuat ketentuan yang berbeda dengan Selain sanksi pidana diatas dan
Undang-Undang sebelumnya, yaitu sanksi pidana yang terdapat pada Pasal 10
menentukan ancaman pidana minimum KUHP terdapat juga sebagai pidana
khusus, pidana denda yang lebih tinggi, dan tambahan terhadap terpidana perkara korupsi
ancaman pidana mati yang merupakan selain pidana badan (penjara) dan/atau
pemberatan pidana. denda, juga dijatuhi pidana tambahan antara
Dalam undang-undang No. 31 Tahun lain pembayaran uang pengganti yang
1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 besarnya sebanyak-banyaknya sama dengan
terdapat pasal yang mengatur tentang sanksi harta yang diperoleh dari korupsi.
tindak pidana korupsi yang terkait dengan Yang termuat dalam Pasal 18, yaitu:
kerugian keuangan negara, yaitu: (1). Selain pidana tambahan
sebagaimana dimaksud dalam Kitab
- Pasal 2 ayat (1) terdapat sanksi pidana
Undang-Undang Hukum Pidana,
penjara seumur hidup atau pidana sebagai pidana tambahan adalah :
a. perampasan barang bergerak
penjara paling singkat 4 (empat) tahun
yang berwujud atau yang
dan paling lambat 20 (dua puluh) tahun tidak berwujud atau
barangtidak bergerak yang
dan denda paling sedikit Rp.
digunakan untuk atau yang
200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) diperoleh dari tindak pidana
korupsi, termasuk
dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (
perusahaan milik terpidana
satu miliar rupiah), dan ayat 2 (dua) di mana tindak pidana
korupsi dilakukan, begitu
tindak pidana korupsi yang dilakukan
pula dari barang yang
dalam keadaan tertentu dapat dijatuhkan menggantikan barang-
barang tersebut;
sanksi pidana mati.
b. pembayaran uang pengganti
- Pasal 3 terdapat sanksi pidana penjara yang jumlahnya sebanyak-
banyaknya sama dengan
seumur hidup atau pidana penjara paling
harta benda yang diperoleh
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama dari tindak pidana korupsi;
c. penutupan seluruh atau
20 (dua puluh) tahun dan atau denda
sebagian perusahaan untuk
paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima waktu paling lama 1
(satu)tahun;
puluh juta rupiah) dan paling banyak
d. pencabutan seluruh atau
Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) sebagian hak-hak tertentu
atau penghapusan seluruh
atau sebagian keuntungan

332
o[ oU s}oµu /y E}u}Œ 3, Desember 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

tertentu, yang telah atau kekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat
dapat diberikan oleh
disita oleh jaksa dan dalam hal terpidana
Pemerintah kepada
terpidana. tidak mempunyai harta benda yang
(2). Jika terpidana tidak membayar uang
mencukupi untuk membayar uang pengganti,
pengganti sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf b paling lama dipidana dengan pidana penjara yang
dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah
lamanya tidak melebihi ancaman maksimum
putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, dari pidana pokoknya sesuai dengan
maka harta bendanya dapat disita
ketentuan dalam undang-undang tindak
oleh jaksa dan dilelang untuk
menutupi uang pengganti tersebut. pidana korupsi dan lamanya pidana tersebut
(3). Dalam hal terpidana tidak
ditentukan dalam putusan pengadilan.12
mempunyai harta benda yang
mencukupi untuk membayar uang Pembayaran uang pengganti korupsi
pengganti sebagaimana dimaksud
merupakan pidana tambahan. Tetapi karena
dalam ayat (1) huruf b, maka
dipidana dengan pidana penjara tidak diatur tentang kurungan pengganti jika
yang lamanya tidak melebihi
tidak dibayar uang pengganti yang
ancaman maksimum dari pidana
pokoknya sesuai dengan ketentuan jumlahnya sebesar yang dikorupsi oleh
dalam Undang-undang ini dan
terpidana, maka timbul masalah bagaimana
lamanya pidana tersebut sudah
ditentukan dalam putusan caranya menagih uang pengganti itu. Belum
pengadilan.
ada petunjuk dari yurisprudensi tentang
Selain itu undang-undang ini memuat masalah ini. Yang ada sekarang ialah fatwa
juga pidana penjara bagi pelaku tindak Ketua Mahkamah Agung tentang ini. Dalam
pidana korupsi yang tidak dapat membayar fatwa ini dikatakan bahwa:13
pidana tambahan berupa uang pengganti penyitaan itu hendaknya dikecualikan
terhadap barang-barang yang dipergunakan
kerugian Negara, khususnya terhadap pidana
sebagai penyangga terpidana beserta
WDPEDKDQ EHUXSD ³SHPED\DUDQ XDQJ keluarganya mencari nafkah sehari-hari dan
hendaknya diperhatikan agar tidak sampai
pengganti yang jumlahnya sebanyak-
terjadi perkara berkembang dengan
banyaknya sama dengan harta yang timbulnya kemungkinan perlawanan pihak
ketiga akibat kesalahan penyitaan terhadap
diperoleh darL WLQGDN SLGDQD NRUXSVL´ MLNDODX
barang-barang bukan milik terpidana.
terpidana tidak membayar uang pengganti
paling lama dalam 1 (satu) bulan sesudah 12
Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi«
Op. cit, hlm. 315.
putusan pengadilan yang telah memperoleh 13
Andi Hamzah, Perkembangan Hukum
Pidana Khusus, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm. 13.

333
o[ oU s}oµu /y E}u}Œ 3, Desember 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Dan karena pada hakekatnya pembayaran Lebih lanjut dalam Pasal 38C
uang pengganti adalah merupakan hutang
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
yang harus dilunasi terpidana kepada
Negara, hutang tersebut sewaktu-waktu tentang Perubahan atas Undang-Undang
masih dapat ditagihkan melalui gugatan
Nomor 31 Tahun 1999 tentang
perdata di pengadilan yakni seandainya
dalam pelaksanaan kali ini jumlah barang- Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
barang yang dimiliki terpidana sudah tidak
disebutkan bahwa apabila setalah putusan
PHQFXNXSL ODJL ´
pengadilan telah memperoleh kekuatan
Sebagai tambahan dapat
hukum tetap, diketahui masih terdapat harta
dikemukakan di sini bahwa terhadap putusan
benda milik terpidana yang diduga atau patut
pembayaran uangn pengganti tidak dapat
diduga juga berasal dari Tindak Pidana
ditetapkan hukuman kurungan sebagai
Korupsi yang belum dikenakan perampasan
pengganti apabila uang pengganti tersebut
untuk negara sebagaimana dimaksud dalam
tidak dibayar oleh terpidana. Oleh karena
Pasal 38 B ayat (2), maka negara dapat
apabila hal itu dibenarkan akan bertentangan
melakukan gugatan perdata terhadap
dengan Pasal 30 ayat (6) KUHP, misalnya
terpidana dan atau ahli warisnya. Ketentuan
untuk pidana denda sudah diberikan
tersebut dengan jelas memberikan sebuah
subsidair 6 bulan kurungan kemudian untuk
kemungkinan untu terciptanya keadilan atas
pidana pembayaran uang pengganti
perbuatan-perbuatan tercela yang menurut
diberikan pula subsidari 6 bulan, berarti
perasaan keadilan masyarakat harus dituntut
dalam satu putusan hukuman subsidair itu
dan dipidana.15
berjumlah 1 tahun.14 dimana menurut Pasal
Penjelasan pasal di atas lebih tegas
30 ayat (6) KUHP menyatakan bahwa
menyebutkan bahwa dasar pemikiran
lamanya pidana kurungan itu sekali-kali
ketentuan dalam pasal ini adalah untuk
tidak boleh lebih dari delapan bulan.
memenuhi rasa keadilan masyarakat
Ketentuan di atas secara formal telah
terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang
mendukung usaha pengembalian kerugian
menyembunyikan harta benda yang diduga
yang diderita negara sebagai akibat tindak
atau patut diduga berasal dari tindak pidana
pidana korupsi.
korupsi. Harta benda tersebut diketahui
setelah putusan pengadilan memperoleh
15
Adrian Sutedi, Hukum Keuangan Negara,
14
Ibid. Sinar Grafika, 2010, Jakarta, hlm. 212.

334
o[ oU s}oµu /y E}u}Œ 3, Desember 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

kekuatan hukum yang tetap. Dalam hal dan wewenangnya bersifat


tersebut, negara memiliki hak untuk independen dan bebas dari
melakukan gugatan perdata kepada terpidana pengaruh kekuasaan manapun
dan atau ahli warisnya terhadap harta benda sehingga pembentukan komisi ini
yang diperoleh sebelum putusan pengadilan bertujuan meningkatkan daya
memperoleh kekuatan hukum tetap.16 guna dan hasil guna terhadap
upaya pemberantasan tindak
KESIMPULAN
pidana korupsi.
1. Undang-Undang Tindak Pidana
- Pembuktian dalam tindak pidana
Korupsi merupakan aturan yang
korupsi menerapkan sistem
mempunyai sifat kekhususan, baik
pembuktian terbalik yang bersifat
menyangkut Hukum Pidana Formal
terbatas atau berimbang, yakni
(Acara) maupun Materil (Substansi).
terdakwa mempunyai hak untuk
Tindak Pidana Korupsi merupakan
membuktikan bahwa ia tidak
extraordinary crime atau kejahatan
melakukan tindak pidana korupsi
yang luar biasa sehingga
dan wajib memberikan keterangan
penanganannya juga harus secara
tentang seluruh harta bendanya
luar biasa dan pemberantasan tindak
atau korporasi yang diduga
pidana korupsi harus dengan cara-
mempunyai hubungan dengan
cara yang khusus juga.
perkara yang bersangkutan dan
2. Akibat hukum suatu tindak pidana
penuntut umum tetap
menjadi tindak pidana korupsi, antara
berkewajiban membuktikan
lain:
dakwaannya.
- Lembaga yang berwenang yang
- Terdapat ancaman pidana
menangani Tindak Pidana korupsi
minimum khusus, pidana denda
adalah Komisi Pemberantasan
yang lebih tinggi, dan uang
Tindak Pidana Korupsi (KPK),
pengganti serta ancaman pidana
yang merupakan lembaga negara
mati yang merupakan pemberatan
yang dalam melaksanakan tugas
pidana.

16
Ibid, hlm. 213.

335
o[ oU s}oµu /y E}u}Œ 3, Desember 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Adrian Sutedi, 2010, Hukum Keuangan
Negara, Sinar Grafika, Jakarta.
Andi Hamzah, 1991, Perkembangan Hukum
Pidana Khusus, Rineka Cipta,
Jakarta.
Ermansjah Djaja, 2010, Meredesain
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
³LPSOLNDVL 3XWXVDQ 0DKNDPDK
Konstitusi Nomor 012-016-019/PPU-
IV/2006, Sinar Grafika, Jakarta.
Ermansjah Djaja, 2010, Tipologi Tindak
Pidana Korupsi di Indonesia, CV.
Mandar Maju, Bandung.
IGM Nurdjana, 2009, Sistem Hukum Pidana
dan Bahaya Laten Korupsi
(Problematik Sistem Hukum Pidana
dan Implikasinya pada Penegakan
Hukum Tindak Pidana Korupsi),
Total Media, Yogyakarta.
Lilik Mulyadi, 2007, Tindak Pidana Korupsi
di Indonesia (Normatif, Teoritis,
Praktik dan Masalahnya), PT.
Alumni, Bandung.

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.

336

Anda mungkin juga menyukai