Anda di halaman 1dari 24

BERBAGAI PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

PENDIDIKAN TINGGI
(Pendekatan Topik, Pendekatan Kompetensi, Pendekatan Lapangan)

MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Manajemen Pendidikan Tinggi”
Yang diampu Oleh Bapak Dr. Mohammad Thoha, M. Pd. I

Disusun Oleh:
Kelompok 3
Nama : Ahmad Shafwan
Nim : 19381041156
Kelas : MPI D

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
TAHUN AKADEMIK 2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Bismillahirrahmanirrahim…

Alhamdulillah, kami panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT. yang


telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul: Berbagai Pendekatan Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Tinggi (Pendekatan Topik, Pendekatan Kompetensi,
Pendekatan Lapangan)
Salah satu tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai guna
memenuhi tugas mata kuliah “Manajemen Pendidikan Tinggi”. Kami menyadari
bahwa dalam pembahasan makalah ini, tentunya akan ditemui beberapa hal yang
belum sempurna, maka dari itulah kami mohon kritik dan saran maupun
sumbangan pemikiran yang sifatnya konstruktif untuk dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengembangan makalah berikutnya.
Tidak lupa kami haturkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah
membantu kami dalam penyelesaian makalah ini yaitu :
1. Bapak Dr. Mohammad Thoha, M. Pd. I. selaku pengampu yang telah
memberikan dukungan dan motivasi dalam penulisan makalah ini.
2. Kelompok 3 yang telah berpartisipasi demi kelengkapan isi makalah ini.
3. Teman-teman yang turut mendukung dalam penulisan makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamin
ya robbal alamiin.....

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Pamekasan, 30 September 2021

Ahmad Shafwan

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
A. Latar Belakang............................................................................................3
B. Rumusan Masalah.......................................................................................3
C. Tujuan Penulisan........................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................5
PEMBAHASAN.....................................................................................................5
A. Pengertian Kurikulum Pendidikan Tinggi...............................................5
B. Pendekatan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tingggi................7
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa kurikulum adalah


seperangkat rencana dan pengaturan isi dan lahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiataan belajar mengajar.
Rumusan ini lebih spesifik yang mengandung pokok-pokok pikiran, yang mana
semua itu adalah kurikulum merupakan suatu rencana atau perencanaan serta
kurikulum merupakan pengaturan berarti mempunyai sistematika dan struktur
tertentu.
Pengembangan dan pendekatan kurikulum merupakan inti
penyelenggaraan pendidikan, dan oleh karenanya pengembangan dan
penyelenggaraan harus berdasarkan pada asas-asas pembangunan secara makro.
Dalam pengembangan kurikulum dibutuhkan pendekatan yang digunakan antara
lain pendekatan topik, pendekatan kompetensi, pendekatan lapangan. Dalam
beberapa pendekatan ini kita dapat lebih mengembangkan kurikulum menjadi
lebih maju.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Kurikulum Pendidikan Tinggi ?


2. Bagaimana Pendekatan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi ?
a. Pendekatan Topik
b. Pendekatan Kompetensi
c. Pendekatan Lapangan.

3
C. Tujuan Penulisan

1. Agar Mahasiswa Mengetahui Pengertian Kurikulum Pendidikan Tinggi.


2. Agar Mahasiswa Mengetahui Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Tinggi yang meliputi :
a. Pendekatan Topik
b. Pendekatan Kompetensi
c. Pendekatan Lapangan

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurikulum Pendidikan Tinggi

Secara luas kurikulum dapat dimaknai seluruh pengalaman yang dirancang


oleh lembaga pendidikan yang harus disajikan kepada para peserta didik untuk
mencapai tujuan pendidikan. Namun demikian secara umum kurikulum
dipandang sebagai seperangkat rencana dan pengaturan yang berkenaan dengan
materi pelajaran (Kuliah) atau bahan kajian, metode penyampaian serta penilaian.1
Menurut Perpres No. 08 tahunn 2012, KKNI merupakan perwujudan mutu dan
jati diri Bangsa Indonesia terkait dengan sistem pendidikan dan pelatihan nasional
yang dimiliki Indonesia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa KKNI merupakan
program studi yang mengharuskan sistem pendidikan di Perguruan Tinggi
memperjelas profil lulusannya, sehingga dapat disesuaikan dengan kelayakan
dalam sudut pandang analisa kebutuhan masyarakat.

Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan menjadikan sistem yang dianut


oleh setiap Perguruan Tinggi haruslah berangsur diubah. Seiring dengan
kebutuhan dan tuntutan tersebut, perubahan kurikulum ini menjadi upaya untuk
pengembangan inovasi terhadap suatu tuntutan tersebut. Respon terhadap
perubahan kurikulum ini dapat dilihat dari banyaknya aturan yang memayungi
penerapan kurikulum baru, misalnya  UU No.14 Tahunn 2005 tentang Guru dan
Dosen, UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Peraturan Presiden
No.8  tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 49 tahun 2014 tentang Standar Nasional
Pendidikan Tinggi, Perpres No. 08 tahun 2012 dan Pemendikbud No. 73 tahun
2013 tentang Capaian Pembelajaran Sesuai dengan Level KKNI, UU PT No. 12
tahun 2012 pasal 29 tentang Kompetensi lulusan ditetapkan dengan mengacu pada
KKNI, Permenristek dan Dikti No. 44 tahun 2015 tentang Standar Nasional
Pendidikan Tinggi.

1
Sudiyono, Manajemen Pendidikan Tinggi. (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), hlm. 24.

5
Jadi dapat disimpulkan bahwa kurikulum pendidikan tinggi adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan
pelajaran jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup
program diploma, program sarjana, program magister, program dokter, program
profesi, program spealis yang diselenggarakan di perguruan tinggi.

Berbagai tafsiran tentang kurikulum dapat kita tinjau dari segi lain,
sehingga kita peroleh pengelolaan sebagai berikut:
1. Kurikulum dapat dilibat sebagai produk, yakni sebagai hasil karya para
pengembang kurikulum, biasanya dalam suatu panitia. Hasilnya dituangkan
dalam bentuk buku atau pedoman kurikulum, yang misalnya berisi sejumlah
mata pelajaran yang harus diajarkan.
2. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai program, yakni alat yang dilakukan
sekolah untuk mencapai tujuannya. Ini dapat berupa mengajarkan berbagai
mata pelajaran tetapi dapat juga meliputi segala kegiatan yang dianggap dapat
mempengaruhi perkembangan siswa misalnya perkumpulan sekolah,
pertandingan, pramuka, warung sekolah dan lain-lain.
3. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai hal-hal yang diharapkan akan
dipelajari siswa, yakni pengetahuan, sikap, keterampilan tertentu. Apa yang
diharapkan akan dipelajari tidak selalu sama dengan apa yang benar-benar
dipelajari.
4. Kurikulum sebagai pengalaman siswa. Ketiga pandangan diatas berkenaan
dengan perencanaan kurikulum sedangkan pandangan ini mengenai apa yang
secara actual menjadi kenyataan pada setiap siswa. Ada kemungkinan bahwa
apa yang diwujudkan pada diri anak berbeda dengan apa yang diharapkan
menurut rencana.2
Kurikulum memiliki kedudukan sentral dan penting dalam seluruh proses
pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi
tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Kurikulum juga merupakan suatu rencana
pendidikan, memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, urutan isi,
dan proses pendidikan.3
2
S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), hlm. 8-9.
3
Saiful Arif, Pengembangan Kurikulum, (Pemekasan: STAIN Pamekasan Press, 2009), hlm. 8.

6
Dalam PP 60 Tahun 1999, disebutkan bahwa penyelenggara pendidikan
tinggi dilaksanakan atas dasar kurikulum yang disusun oleh masing-masing
perguruan tinggi sesuai dengan program studi (Pasal 13 Ayat 1). Dalam ayat 2
pasal yang sama dikatakan bahwa program studi menyelenggarakan pendidikan
akademi dan atau profesional yang diselenggarakan atas dasar suatu kurikulum
serta ditujukan agar mahasiswa dapat menguasai pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang sesuai dengan sasaran kurikulum. Pada ayat 3 pada pasal yang sama
disebutkan bahwa kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 berpedoman
pada kurikulum yang berlaku secara nasional. Dalam penjelasannya Pasal 13 Ayat
3 dijelaskan bahwa bilamana belum ada kurikulum yang berlaku secara nasional
untuk prog-ram studi tertentu, perguruan tinggi yang hendak menyelenggarakan
dapat mengusulkan rancangan kurikulum untuk program studi tersebut kepada
departemen.4

D. Pendekatan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tingggi

Sudah sejak lama sekolah-sekolah/sebuah perguruan tinggi menganut


pendekatan mata kuliah bahkan dalam tonggak-tonggak pendidikan kita, ternyata
pendekatan ini masih dirasakan sampai akhir 1965.kurikulum dikembangkan
sedemikian rupa agar agar mahasiswa/peserta didik menguasai sejumlah
pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan. Bukan dikembangkan untuk
memberi kesempatan anak didik mengembangkan kepribadian dan kemampuan
yang dapat digunakan untuk memenuhi berbagai kepentingan hidup (fisik, moral
mental) dan mengembangkan kehidupan bermasyarakat.5
Berdasarkan pasal-pasal sebagaimana disebutkan pada bagian pengertian
kurikulum jelaslah bahwa kurikulum pendidikan dapat dibuat oleh perguruan
tinggi (dalam hal ini program studi). Dengan demikian ada kurikulum yang
berlaku secara nasional, tetapi juga terdapat kurikulum lokal. Kurikulum nasional
sering juga disebut dengan kurikulum inti yang harus diikuti oleh setiap program
studi yang sama. Sedangkan kurikulum lokal merupakan bagian dari kurikulum

4
Sudiyono, Manajemen Pendidikan Tinggi., hlm. 24.
5
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2012), hlm. 119.

7
pendidikan tinggi yang berkaitan dengan potensi dan kebutuhan lingkungan, serta
menjadi ciri dari perguruan tinggi yang bersangkutan.6
Kurikulum dapat dimaknai dengan seluruh pengalaman yang dirancang
oleh lembaga pendidikan yang harus disajikan kepada para peserta didik untuk
mencapai tujuan pendidikan. pengembangan kurikulum pendidikan tinggi dapat
dilakukan melalui pendekataan:7
.
1. Pendekatan Kompetensi
Kompetensi adalah jalinan terpadu yang unik antar pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam pola berpikir dan
pola bertindak. Pendekatan kompetensi menitik beratkan pada semua ranah,
yaitu kognitif, efektif, dan psikomotor.8
Ciri-ciri pokok pendekatan kompetensi adalah berpikir teratur dan
sistemik, sasaran penilaian lebih difokuskan pada tingkat penguasaan, dan
kemampuan memperbaharui diri.
Selanjutnya Warijam dkk mengemukakan langkah-langkah
pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan kompetensi, yaitu
mengidentifikasi kompetensi, merumuskan tujuan pendidikan, menyusun
pengalaman belajar, menetapkan topik dan subtopik, menetapkan waktu,
mengalokasikan waktu, memberi nama mata pelajaran dan menetapkan bobot
SKS.9
Dalam pendekatan ini para perancang (pengembang) kurikulum
menetukan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang tamatan suatu
program studi tertentu. Kompetensi profesional yang telah dirancang oleh
perancang kurikulum dan dalam menentukan materi pengajaran, metode
penyajian, dan valuasinya. Dengan demikian para perancang kurikulum harus
menetukan kompetensi apa saj yang harus dimiliki oleh para tamatan sehingga
secara akumulatif dapat menunjukkan kompetensi tamatan program studi yang
bersangkutan, misalnya untuk suatu program studi menentukan kompetensi

6
Sudiyono. Manajemen Pendidikan Tinggi., hlm. 24-25.
7
Ibid.,hlm. 27.
8
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2012), hlm. 113.
9
Ibid., hlm. 114.

8
para lulusannya dapat mengelola perpustakaan, maka sub kompetensinya
harus dijabarkan. Setelah dijabarkan kompetensinya maka para perancang
mencari materi pelajarannya.10
2. Pendekatan Subjek Akademik
Pada pendekatan subjek akademik menggunakan bidang studi atau mata
pelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum, misalnya matematika, sains,
sejarah, geografi, atau IPA, IPS, dan sebagainya seperti yang lazim didapati dalam
system pendidikan sekarang ini disemua sekolah dan perguruan tinggi.[1]
Hal yang diutamakan dalam pendekatan ini adalah penguasaan bahan dan
proses dalam disiplin ilmu tertentu. Karena setiap ilmu pengetahuan memiliki
sistematisasi tertentu dan berbeda dengan sistematisasi ilmu lainnya.
Pengembagan kurikulum subyek akademik dilakukan dengan cara menetapkan
terlebih dahulu mata pelajaran apa yang harus dipelajari peserta didik, yang
diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu.
Dari pendekatan subjek akademik ini diharapkan agar peserta didik dapat
menguasai semua pengetahuan yang ada di kurikulum tersebut. Karena kurikulum
sangat mengutamakan pengetahuan maka pendidikan lebih bersifat intelektual.
Kurikulum subjek akademik tidak berarti hanya menekankan pada materi yang
disampaikan, dalam perkembangannya secara berangsur-angsur memperhatikan
proses belajar yang dilakukan siswa. Proses belajar yang dipilih sangat
bergantung pada hal apa yang terpenting dalam materi tersebut.
Sekurang-kurang ada tiga pendekatan dalam perkembangan Kurikulum
Subjek Akademis:[2]
Pendekatan pertama, melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan. Murid-murid
belajar bagaimana memperoleh dan menguji fakta-fakta dan bukan sekadar
mengingat-ingatnya.
Pendekatan kedua, adalah studi yang bersifat integrative. Pendekatan ini
merupakan respons terhadap perkembangan masyarakat yang menuntut model-
model pengetahuan yang lebih komprehensif-terpadu. Pelajaran tersusun atas
satuan-satuan pelajaran, dalam satuan-satuan pelajaran tersebut batas-batas ilmu
menjadi hilang. Pengorganisasian tema-tema pengajaran didasarkan atas
fenomena-fenomena alam, proses kerja ilmiah dan problema-problema yang ada.
Pendekatan ketiga, adalah pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah
fundamentalis. Mereka tetap mengajar berdasarkan mata-mata pelajaran dengan
menekankan membaca, menulis, dan memecahkan masalah-masalah matematis.
Pelajaran-pelajaran lain seperti ilmu kealaman, ilmu sosial, dan lain-lain dipelajari
tanpa dihubungkan dengan kebutuhan praktis pemecehan masalah dalam
kehidupan.
Dalam pendekatan pengembangan kurikulum ini mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:[3]
1.      Tujuan

10
Sudiyono. Manajemen Pendidikan Tinggi., hlm. 28.

9
Tujuan kurikulum subjek akademik adalah pemberian pengetahuan yang
solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses “penelitian”. Para
siswa harus belajar mengunakan pemikiran dan dapat mengontrol dorongan-
dorongannya, sehingga diharapkan siswa mempunyai konsep dan cara yang terus
dapat dikembangkan di masyarakat yang lebih luas.
2.      Metode
Metode yang banyak digunakan dalam pendekata subjek akademik adalah
pendekatan metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru kemudian
dielaborasi (dilaksanakan) siswa sampai mereka kuasai.Dalam materi disiplin
ilmu yang diperoleh, dicari berbagai masalah penting, kemudian dirumuskan dan
dicari cara pemecahannya.
3.      Organisasi isi
Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subyek
akademik. Pola-pola organisasi yang terpenting di antaranya:
1. Correlated curriculum, adalah pola organisasi materi atau konsep yang
dipelajari dalam suatu pelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan
pelajaran lainnya.
2. Unified atau Concentrated, adalah pola organisasi bahan pelajaran tersusun
dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai
pelajaran disiplin ilmu.
3. Intregrated curriculum, kalau dalam unified masih tampak warna displin
ilmunya, maka dalam pola yang integrated warna disiplin ilmu tersebut sudah
tidak kelihatan lagi. Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu persoalan, kegiatan
atau segi kehidupan tertentu.
4. Problem Solving curriculum, adalah pola organisasi isi yang beriisi topic
pemecahan masalah social yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan
pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dari berbagai mata pelajaran atau
disiplin ilmu.
5. Evaluasi
Kurikulum subjek akademik menggunakan bentuk evaluasi yang
bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran. Dalam bidang studi
humaniora lebih banyak digunakan bentuk uraian (essay test) dari tes objektif.
Karena bidang studi ini membutuhkan jawaban yang merefleksikan logika,
koherensi, dan integrasi secara menyeluruh.
a.      Konsep Kurikulum Subjek Akademis (Rasionalisasi)
Kurikulum rasionalisasi atau subjek akademik berisi tentang pengetahuan.
Pengetahuan merupakan warisan budaya pada masa lampau dan akan tetap
diwariskan kepada generasi yang akan datang. Pengetahuan tersebut berisi
sejumlah mata pelajaran.
Peserta didik yang berada disekolah harus mempelajari semua mata
pelajaran. Tujuannya adalah agar peserta didik menguasai pengetahuan. Dengan
demikian, pendidikan lebih bersifat pengembang intelektual.
Kurikulum ini lebih menekankan isi (content). Kegiatan belajarnya lebih
banyak diarahkan untuk menguasai isi sebanyak-banyaknya. Isi kurikulum

10
diambil dari disiplin-disiplin ilmu yang telah direorganisasi sesuai dengan tujuan
pendidikan.
Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep kurikulum subjek akademis
memiliki karakteristik tertentu, antara lain :
a.    Tujuan, yaitu mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui
penguasaan disiplin ilmu.
b.    Isi/materi, yaitu mengambil dari berbagai disiplin ilmu yang telah disusun
oleh para ahli, kemudian direorganisasikan sesuai kebutuhan pendidikan.
c.    Metode, yakni menggunakan metode ekspositori, inkuiri-diskoveri dan
pemecahan masalah.
d.   Evaluasi, yaitu menggunakan jenis dan bentuk evaluasi yang bervariasi,
seperti formatif dan sumatif, tes dan nontes.

Konsep kurikulum ini mendapat kritikan tajam dari berbagai aliran


pendidikan lainnya. Kritikan tersebut sekaligus menunjukan kelemahan dari
konsep kurikulum ini, yakni :
a.    Konsep kurikulum ini terlalu menonjolkan domain kognitif akademis
sehingga domain afektif, psikomotorik, social, esosional menjadi terabaikan.
b.    Konsep yang dikembangkan belu m tentu sesuai dengan minat dan kebutuhan
anak.
c.    Tidak semua peserta idik dapat memahami dan menggunakan metode ilmiah
untuk mempelajari disiplin ilmu.
d.   Tidak semua anak akan menjadi ilmuawan profesioal.
e.    Guru tidak atau jarang terlibat dalam penelitian karena tidak menguasai
metode ilmiah (scienitific method).

3. Pendekatan Humanistik
Pada pendekatan humanistik berpusat pada siswa, jadi student centered,
dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai
bagian integral dari proses belajar. Menurut Somantrie dalam Abdullah Idi, bahwa
pada pendekatan humanistik prioritasnya adalah pengalaman belajar yang
diarahkan terhadap tanggapan minat, kebutuhan dan kemampuan anak.[4]
Permasalahan yang perlu disadari adalah bahwa materi bukanlah tujuan.
Dengan demikian, keberhasilan pendidikan tidak semata-mata diukur dengan
lancarnya proses transmisi nilai-nilai (dalam hal ini materi pelajaran yang
terformat dalam kurikulum), melainkan lebih dari sekadar hal itu. Pendidikan
humanistik menganggap materi pendidikan lebih merupakan sarana, yakni sarana
untuk membentuk pematangan humanisasi peserta didik, jasmani dan ruhani
secara gradual.[5]

11
Jadi dari hal tersebut dapatlah kita pahami bahwa pada pendekatan
humanistik tujuan dari pendidikan itu bukan hanya pada nilai-nilai yang dapat
dicapai pesera didik tapi lebih kepada pembentukan perubahan pada peserta didik,
baik secara jasmani maupun ruhani. Selanjutnya siswa hendaknya diturut sertakan
dalam penyelenggaraan kelas dan keputusan instruksional. Dan siswa hendaknya
turut serta dalam pembuatan, pelaksanaan, dan pengawasan peraturan sekolah.
Siswa hendaknya diperbolehkan memilih kegiatan belajar, dan siswa boleh
membuktikan hasil belajarnya melalui berbagai macam karya atau kegiatan.
Pendidikan yang humanistik memandang manusia sebagai manusia, yakni
makhluk hidup ciptaan Allah dengan fitrah-fitrah tertentu. Sebagai makhluk
hidup, ia harus melangsungkan, mempertahankan, dan mengembangkan
hidupnya. Sebagai pribadi, manusia juga sebagai makhluk social yang memilki
hak-hak sosial dan harus menunaikan kewajiban-kewajiban sosialnya.
Dalam kurikulum humanistik, guru diharapkan dapat membangun
hubungan emosional yang baik dengan peserta didiknya, untuk perkembangan
individu peserta didik itu selanjutnya. Oleh karena itu, peran guru yang
diharapkan adalah sebagai berikut:[6]
1.                   Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprehensif
2.                   Menghormati individu peserta didik, dan
3.                   Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat.
Tugas guru dalam kurikulum humanistik adalah menciptakan situasi yang
permisif dan mendorong peserta didik untuk mencari dan mengembangkan
pemecahan sendiri. Dan tujuan pengajaran adalah memperluas kesadaran diri
sendiri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan. Dari sini
jelaslah bahwa pendekatan pengembangan kurikulum humanistik ini
mengaharapkan perkembangan diri siswa sehingga dapat menemukan
kepribadiannya yang hidup ditengah-tengah masyarakat.
Pendekatan pengembangan kurkulum ini mempunyai beberapa ciri-ciri, yakni:
1. Tujuan
Tujuan pendidikannya adalah oroses perkembangan pribadi yang dinamis
yang diarahkan pada pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadiaan, sikap
yang sehat terhadap diri sendiri, orang lain, dan belajar. Semuanya itu merupakan

12
bagian dan cita-cita perkembangan manusia yang teraktualisasi (self actualizing
person). Seseorang yang telah mampu mengaktualisasikan diri adalah orang yang
telah mencapai keseimbangan (harmoni) perkembangan seluruh aspek pribadinya
baik aspek kognitif, estetika, maupun moral.
2. Metode
Pengembangan kurikulum humanistik menuntut hubungan emosional yang
baik antara guru dan siswa. Karenanya, menuntut kemampuan guru untuk
memilih metode pembelajaran yang dapat menciptakan hubungan yang hangat
antara guru dengan murid, antara murid dengan murid, dapat memberikan
dorongan agar saling percaya. Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak boleh
memaksakan sesuatu yang tidak disenangi oleh peserta didik.
3. Organisasi Isi
Kurikulum humanistik harus mampu memberikan pengalaman yang
menyeluruh, bukan pengalaman yang terpenggal-penggal. Karenanya peran guru
yang diharapkan adalah sebagai berikut:[7]
1. Mendengarkan pandangan realitas peserta didik secara komprehensif
2. Menghormati individu peserta didik, dan
3. Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat.
4. Evaluasi
Evaluasi kurikulum humanistik berbeda dengan evaluasi pada umumnya,
yang lebih ditekankan pada hasil akhir atau produk. Sebaliknya, evaluasi
kurikulum humanistik lebih menekankan pada proses yang dilakukan. Kurikulum
ini melihat kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk   peserta didik masa depan.
Kelas yang baik akan menyediakan berbagai pengalaman untuk mambantu peserta
didik menyadari potensi mereka dan orang lain, serta dapat mengembangkannya.
Pada kurikulum ini, guru diharapkan mengetahui respon peserta didik
terhadap kegiatan mengajar. Guru juga diharapkan mengamati apa yang sudah
dilakukannya, untuk melihat umpan balik setelah kegiatan belajar dilakukan.
Sebagai suatu hal yang alamiah, kurikulum humanistik memilki beberapa
kelemahan, seperti:[8]

13
1. Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi
perkembangan individual peserta didik
2. Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu peserta didik, pada
kenyataannya di setiap program terdapat keseragaman peserta didik
3. Kurikulum ini kurang memerhatikan kebutuhan masyarakat secara
keseluruhan, dan
4. Dalam kurikulum ini, prinsip-prinsip psikologis yang ada kurang
terhubungkan.
a.      Konsep Kurikulum Humanistik (Aktualisasi Diri)
Kurikulum ini lebih mengutamakan perkembangan anak sebagai individu
dalam segala aspek kepribadiannya. Anak merupakan satu kesatuan yang utuh.
Tujuan pendidikan adalah untuk membina anak secara utuh, baik fisik, mental,
intelektual, maupun aspek-aspek afektif lainnya, seperti sikap, minat, bakat,
motivasi, emosi, perasaan, dan nilai.
Kurikulum humanistik bersifat child-centered yang menekankan ekspresi
diri secara kreatif, individualitas, dan aktifitas pertumbuhan dari dalam, bebas
paksaan dari luar.
Menurut Mc.Neil ciri-ciri kurikulum humanistic adalah :
a.    Partisipasi, artinya peserta didik terlibat secara aktif merundingkan apa yang
akan dipelajari.
b.    Integrasi, artinya ada interpenetrasi dan integrasi antara pikiran, perasaan dan
tindakan.
c.    Relevansi, artinya terdapat kesesuaian antara materi pelajaran dan kebutuhan
pokok serta kehidupan anak ditinjau daari segi emosional dan intelektual.
d.   Diri anak, merupakan sasaran utama yang harus dipelajari agar anak dapat
mengenal dirinya.
e.    Tujuan, yaitu mengembangkan diri anak sebagai suatu keseluruhan dalam
masyarakat manusiawi.

Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep dasar kurikulum juga


mempunyai ciri tersendiri, antara lain :

14
a.    Tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan pribadi yang utuh dan dinamis
agar memiliki integrasi tinggi dan sikap positif.
b.    Materi, yaitu menyediakan pengalaman yang berharga bagi setiap anak yang
dapat membantu pertumbuahn dan perkembangannya pribadinya secara utuh.
c.    Proses, yaitu terbangunnya hubungan emosional yang kondusif antara guru
dan siswa.
d.   Evaluasi, yaitu lebih mengutamakan proses daripada hasil, karena sifatnya
subjektif baik dari guru maupun siswa.

Kurikulum humanistik memandang aktualisasi diri sebagai suatu kebutuhan


yang mendasar. Tiap anak memiliki self masing-masing yang harus dibangkitkan
dan dikemangkan, sekalipun sering tidak dikenali dan tidak disadari bahkan
cenderung tersembunyi.
4. Pendekatan Teknologis
Salah satu ciri gloalisasi adalah pesatnya arus informasi melalui berbagai
alat teknologi seperti telepon, radio, televisi, teleconference sampai dengan satelit,
dan internet. Kehadiran teknologi perlu di manfaatkan oleh dunia pendidikan
dalam upaya pemerataan kesempatan, peningkatan mutu, relevansi dan efesiensi
pendidikan.
Perspektif teknologi sebagai kurikulum ditekankan pada efektifitas
program metode dan material untuk mencapai suatu manfaat dan keberhasilan.
Teknologi memengaruhi kurikulum dalam dua cara, yaitu aplikasi dan teori.
Aplikasi teknologi merupakan suatu rencana penggunaan beragam alat dan media,
atau tahapan basis instruksi. Sebagai teori, teknologi digunakan dalam
pengembangan dan evaluasi material kurikulum dan instruksional.[9]
Pandangan pertama menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi lebih
diarahkan pada bagaimana mengajarnya, bukan apa yang diajarkan. Sementara
pandangan kedua menyatakan bahwa teknologi diarahkan pada penerapan tahapan
instruksional.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum
adalah dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat
keras (hardware). Penerapan teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal

15
sebagai teknologi alat (tools technology), sedangkan penerapan teknologi
perangkat lunak disebut juga teknologi sistem (system technology).[16]
Teknologi pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih menekankan kepada
penggunaan alat-alat teknologi untuk menunjang efisiensi dan efektifitas
pendidikan. Kurikulumnya berisikan rencana-rencana penggunaan berbagai alat
dan media, juga model-model pengajaran yang banyak melibatkan penggunaan
alat. Contoh-contoh model pengajaran tersebut adalah: pengajaran dengan bantuan
film dan video, pengajaran berprogram, mesin pengajaran, pengajaran modul.
Pengajaran dengan bantuan komputer, dan lain-lain.
Kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan
memiliki beberapa ciri khusus, yaitu:[10]
1. Tujuan
Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam
bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci
menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif atau tujuan instruksional.
Objektif ini menggambarkan perilaku, perbuatan atau kecakapan-ketrampilan
yang dapat diamati.
2. Metode
Metode merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai
proses mereaksi terhadap perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila
terjadi respons yang diharapkan maka respons tersebut diperkuat.
3. Organisasi bahan ajar
Bahan ajar dan isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi
telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu
kompetensi. Bahan ajar atau kompetensi yang luas/besar dirinci menjadi bagian-
bagian atau subkompetensi yang lebih kecil, yang menggambarkan objektif.
Urutan dari objektif-objektif ini pada dasarnya menjadi inti organisasi bahan.
4. Evaluasi
Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, suatu
unit atau semester. Fungsi evaluasi ini bermacam-macam, sebagai umpan balik
bagi siswa dalam penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran (evaluasi
formatif), umpan balik bagi siswa pada akhir suatu program atau semester

16
(evaluasi sumatif). Juga dapat menjadi umpan balik bagi guru dan pengembang
kurikulum untuk penyempurnaan kurikulum. Tes evaluasi yang biasa dilakukan
adalah tes objektif.
a.      Konsep Kurikulum Teknologis
Konsep kurikulum teknologis dapat berbentuk aplikasi teknologi pendidikan
dan dapat juga berbentuk penggunaan perangkat keras dan lunak dalam
pendidikan. Prosedur pembelajaran didasarkan pada psikologi behaviourisme dan
teori stimulus-respon. Artinya, tujuan yang dirumuskan harus berbentuk perilaku
yang dapat diukur dan diamati serta diarahkan untuk menguasai sejumlah
kompetensi.
Perkembangan teknologi pada abad ini sangatlah pesat. Perkembangan
teknologi tersebut mempengaruhi semua bidang, termasuk bidang pendidikan.
Sejak dulu pendidikan telah menggunakan teknologi, seperti papan tulis, kapur,
dan lain-lain. Namun, sekarang seiring dengan kemajuan teknologi banyak alat
(tool) seperti audio,video, overhead projector, film slide, dan motion film, serta
banyak alat-alat lainnya.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum dibagi
dalam dua bentuk, yaitu:
a.    Perangkat lunak (software) atau disebut juga teknologi sistem (system
technology). Pada bentuk ini, lebih menekankan kepada penggunaan alat-alat
teknologis yang menunjang efisiensi dan efektivitas pendidikan.
b.    Perangkat keras (hardware) atau sering disebut juga teknologi alat (tools
technology). Pada bentuk ini, lebih menekankan kepada penyusuna program
pengajaran atau rencana pelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem.

Ciri-ciri kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologis pendidikan


(kurikulum teknologis), yaitu:
a.    Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam
bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci
menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif atau tujuan instruksional.

17
b.    Metode yang digunakan biasanya bersifat individual, kemudian pada saat
tertentu ada tugas-tugas yang harus dikerjakan secara kelompok. Pelaksanaan
pengajaran mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
-       Penegasan tujuan kepada siswa.
-       Pelaksanaan pengajaran
-       Pengetahuan tentang hasil
-       Organisasi bahan ajar
-       Evaluasi

Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada beberapa kriteria,


yaitu:
a.    Prosedur pengembagan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh
pengembang kurikulum yang lain.
b.    Hasil pengembangan terutama yang berbentuk model adalah yang bisa
diuji coba ulang, dan hendaknya memberikan hasil yang sama.

Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada


kompetensi. Pengembangan dan penggunaan alat dan media pengajaran bukan
hanya sebagai alat bantu tetapi bersatu dengan program pengajaran dan ditujukan
pada penguasaan kompetensi. Dalam pengembangan kurikulum teknologis
kerjasama dengan para penyusun program dan penerbit media elektronik serta
media cetak. Pengembangan pengajaran yang betul-betul berstruktur dan bersatu
dengan alat dan media membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ini merupakan
hambatan utama dalam pengembangan kurikulum teknologis.
Sebagaimana konsep kurikulum yang lain, konsep kurikulum teknologis
juga mempunyai kelemahan, antara lain sulit menyampaikan bahan pelajaran yang
bersifat kompleks atau materi pelajaran yang membutuhkan tingkat berfikir tinggi,
sulit mengembangkan domain afektif, sulit melayani kebutuhan siswa secara
perseorangan (bakat, sikap, minat) dan siswa cepat bosan.

5. Pendekatan Rekonstruksionisme

Pendekatan ini disebut Rekonstuksi sosial. Kurikulum rekonstruksi sosial


sangat memperhatikan hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat dan politik

18
perkembangan ekonomi. Banyak prinsip kelompok ini yang konsisten dengan
cita-cita tertinggi, contohnya masalah hak asasi kaum minoritas, keyakinan dalam
intelektual masyarakat umumnya, dan kemampuan menentukan nasib sendiri
sesuai arahan yang mereka inginkan.
Pengajaran kurikulum rekonstruksi sosial banyak dilaksanakan di daerah-
daerah yang tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi.
Pelaksanaan pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan
mereka. Sesuai dengan potensi yang ada dalam masyarakat, sekolah mempelajari
potensi-potensi tersebut, dengan bantuan biaya dari pemerintah sekolah berusaha
mengembangna potensi tersebut. Di daerah pertanian misalnya maka sekolah
harus mengembangkan bidang pertanian, sementara kalau daerah industry maka
yang harus dikembangkan oleh sekolah adalah bidang industri. Sehingga
kurikulum tersebut dapat memenuhi kebutuhan masyarakatdaerah tersebut.
Kurikulum rekonstruksi sosial bertujuan untuk menghadapka peserta didik
pada berbagai permasalahan manusia dan kemanusian. Para pendukung kurikulum
ini yakin, bahwa permasalahan yang muncul tidak harus diperhatikan oleh
“pengetahuan sosial” saja, tetapi oleh setiap disiplin ilmu.
Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial antara lain
melibatkan:[11]
1. Survei kritis terhadap suatu masyarakat
2. Studi yang melibatkan hubungan antara ekonomi lokal dengan ekonomi
nasional atau internasional
3. Studi pengaruh sejarah dan kencenderungan situasi ekonomi lokal
4. Uji coba kaitan praktik politik dengan perekonomian
5. Berbagai pertimbangan perubahan politik, dan
6. Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.
Dari pemikiran diatas, maka penyusunan dan pengembangan kurikulum
harus bertitik tolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat. Pendekatan
kurikulum rekonstrksi sosial ini selain menekan pada isi pembelajaran, sekaligus
juga menekankan pada proses pendidikan dari pengalaman belajar. Ini
dikarenakan, pendekatan rekonstruksi sosial berasumsi bahwa, manusia adalah

19
makhluk sosial yang sepanjang kehidupannya membutuhkan orang lain, selalu
bersama, berinteraksi dan bekerjasama.
Dari pendekatan kurikulum rekonstruksi sosial ini, nantinya diharapkan
peserta didik mempunyai tanggung jawab dalam masyarakatnya guna membantu
pemerintah dalam perbaikan-perbaikan dalam masyarakatnya yang lebih baik lagi
kedepannya.
Adapun pendekatan kurikulum rekonstruksi sosial ini mempunyai ciri-ciri
berkenaan dengan:
1. Tujuan
Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para
peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-
gangguan yang dihadapi manusia. Karena itu, tujuan program pendidikan setiap
tahun berubah. Tantangan-tantangan tersebut merupakan bidang garapan selain
bidang studi agama, juga perlu didekati dari bidang-bidang lain seperti ekonomi,
sosiologi, ilmu pengetahuan alam, estetika, matematika dan lain-lain.
2. Metode
Tugas guru dalam kegiatan pembelajaran dalam kurikulum rekonstruksi
sosial, yaitu: berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan
tujuan peserta didik. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran guru harus
dapat membantu para peserta didik untuk menemukan minat dan kebutuhannya.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan
dalam persoalan-persoalan tersebut di atas dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai metode antara lain: (1) mengadakan survei kritis kepada masyarakat; (2)
mengadakan studi banding ekonomi lokal dan nasional; (3) mengevaluasi semua
rencana dengan criteria, apakah telah memenuhi kepentingan sebagian besar
orang.
3. Organisasi Isi
Pola organisasi isi kurikulum rekonstruksi sosial disusun seperti roda.
Ditengah-tengahnya sebagai poros dipilih sesuatu masalah yang menjadi tema
utama dan dibahas secara pleno. Tema-tema tersebut dijabarkan ke dalam
sejumlah topik yang dibahas dalam diskusi kelompok, latihan-latihan, kunjungan
dan lain-lain. Topik-topik dengan berbagai kelompok ini merupakan jari-jari.

20
Semua kegiatan jari-jari tersebut dirangkum menjadi satu kesatuan sebagai
bingkai atau velk.
4. Evaluasi
Dalam kegiatan evaluasi para peserta didik dilibatkan. Keterlibatan para
peserta didik terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan
diujikan. Soal-soal yang akan diujikan terlebih dahulu diuji untuk menilai
ketepatan maupun keluasan isinya. Selain itu juga untuk menilai keampuhannya
dalam menilai pencapaian tujuan-tujuan pembangunan kehidupan keberagaman
masyarakat yang sifatnya kualitatif.
a.      Konsep Kurikulum Rekontruksi Sosial
Kurikulum ini bersumber dari aliran pendidikan intraksional yang
menekankan interaksi dan kerja sama antara siswa, guru, kepala sekolah, orang
tua dan masyarakat. Menurut pemahaman kurikulum rekontruksi sosial bahwa
kepentingan sosial harus diletakkan diatas kepentingan pribadi atau golongan.
Asumsinya adalah perubahan sosial merupakan tangguang jawab masyarakat dan
masih ada kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat.
Tujuan utama kurikulum ini adalah mengembangkan kemampuan siswa
untuk menghadapi masalah-masalah yang ada dalam masyarakat. Menurut S.
Nasution (1991), konsep kurikulum ini memiliki dua kelompok, yaitu "bersifat
adaptif dan reformatories". Adaptif dimaksudkan agar individu dapat
menyesuaikan diri dalam menghadapi segala macam bentuk perubahan. Ia harus
kuat fisik dan mental dalam mempertahankan dinamika hidupnya, sedangkan
kelompok reformis menginginkan agar individu tidak hanya mampu menghadapi
masalah-masalah yang akan datang, tetapi harus turut aktif dalam mengadakan
perubahan yang diinginkan.

BAB III
PENUTUP

21
A. Kesimpulan
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai capaian
pembelajaran lulusan, bahan kajian, proses, dan penilaian yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan program studi. Sedangkan pendidikan tinggi adalah
jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program
diploma, program sarjana, program magister, program doktor, program profesi,
program spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan
kebudayaan bangsa Indonesia. Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi.
Kurikulum dapat dimaknai dengan seluruh pengalaman yang dirancang
oleh lembaga pendidikan yang harus disajikan kepada para peserta didik untuk
mencapai tujuan pendidikan. pengembangan kurikulum pendidikan tinggi dapat
dilakukan melalui pendekataan:
1. Pendekatan topik
2. Pendekatan kompetensi
3. Pendekatan lapangan.

B. Saran
1. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para
mahasiswa IAIN Madura.
2. Semoga dalam aktivitas pembuatan makalah ini dapat menjadikan bekal
terhadap diri sendiri dan bermanfaat bagi orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

22
Arif, Saiful. 2009, Pengembangan Kurikulum, Pemekasan: STAIN Pamekasan
Press.
Arifin, Zainal. 2012, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Hamalik, Oemar. 2012, Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Nasution, S. 2014, Asas-Asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara.
Sudiyono, 2004, Manajemen Pendidikan Tinggi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang
Standart Nasional Pendidikan.
Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49
Tahun 2014, Tentang Standart Nasional Pendidikan Tinggi.

23

Anda mungkin juga menyukai