Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

APLIKASI EPIDEMIOLOGI DALAM KEPERAWATAN PADA


MASALAH KESEHATAN DENGUE HAEMORAGIC FEVER
(DHF)
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pelayanan Kesehatan Primer
Dosen Pengampu: Oop Ropei, M.Kep., Ns.Sp.Kep.Kom

Disusun Oleh :
KELOMPOK 3
EKI MUSTOFA (211119054)
FATRIKHA PUTRI M (211119051)
NISYA NADIATUL A (211119073)
SHIMA ENDANG N (211119074)
SYIFA AZAHRY (211119058)
DEFITRI MELANI (211119066)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN (D-3)


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2021/2022
A. Pengertian Demam Berdarah
Dengue Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang dapat berakibat
fatal dalam waktu yang relative singkat. Penyakit ini tergolong “susah dibedakan” dari
penyakit demam berdarah yang lain. Penyakit ini dapat menyerang semua umur baik
anak-anak maupun orang dewasa. Penyebab penyakit ini adalah virus dengue, sejenis
virus yang tergolong arbovirus yang masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti betina. Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak
manusia secara langsung, tetapi dapat ditularkan melalui nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti
betina menyimpan virus dengue pada telurnya, selanjutnya akan menularkan virus
tersebut ke manusia melalui gigitan. Sekali menggigit, nyamuk ini akan berulang
menggigit orang lain lagi sehingga dengan mudah darah seseorang yang mengandung
virus dengue dapat lebih cepat dipindahkan ke orang lain, yang paling dekat tentuah
orang yang tinggal di dalam satu rumah. (Hastuti, Oktri, 2008)

B. Riwayat Alamiah Penyakit Demam Berdarah


Proses Penyakit Demam Berdarah Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti
dan Aedes Albopictus sebagai vektor/pembawa ke tubuh manusia melalui gigitan. Infeksi
yang pertama kali dapat menimbulkan gejala demam dengue saja. Apabila orang tersebut
mendapat infeksi berulang oleh tipe virus dengue yang berlainan akan menimbulkan
reaksi yang berbeda atau disebut Demam Berdarah Dengue (DBD). Virus dengue
berkembang di limpa manusia lalu menyebar ke seluruh jaringan tubuh terutama ke
sistem kulit melalui peredaran darah. Akibat virus ini, tubuh membentuk anti bodi untuk
melawan virus dengue dengan cara mengaktifkan anafilatoksin C3a dan C5a, yang
menimbulkan efek meningkatnya daya tahan permeabilitas dinding pembuluh darah. Hal
inilah yang menimbulkan bintik-bintik merah pada kulit.
Menurut WHO(13), 1986, diagnosis DBD dapat ditegakkan apabila :
- Suhu badany ang tiba-tiba meninggi
- Demam yang berlangsung beberapa hari
- Kurva demam menyerupai pelana kuda, saat suhu tubuh mencapai puncaknya (>38˚C)
lalu turun secara perlahan-lahan.
- Nyeri tekan terutama di otot-otot dan persendian
- Adanya bintik-bintik merah pada kulit
- Leukopenia/Sel darah merah yang kurang dari normal.
1. Tahap Prepatogenesis
Pada tahap ini terjadi interaksi antara pejamu (Host) dan agen nyamuk Aedes aegypti
yang telah terinfeksi oleh virus dengue. Jika imunitas pejamu sedang lemah,
mengalami kurang gizi dan keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan maka
virus dengue yang telah menginfeksi nyamuk Aedes aegypti akan melanjutkan
riwayat alamiahnya yakni ke tahap Patogenesis.
2. Tahap Patogenesis
Masa inkubasi virus dengue berkisar selama 4-10 hari (biasanya 4-7 hari), nyamuk
yang terinfeksi mampu menularkan virus selama sisa hidupnya. Manusia yang
terinfeksi adalah pembawa utama dan pengganda virus, melayani sebagai sumber
virus nyamuk yang tidak terinfeksi. Pasien yang sudah terinfeksi dengan virus dengue
dapat menularkan infeksi (selama 4-5 hari; maksimum 12 hari) melalui nyamuk
Aedes setelah gejala pertama mereka muncul.
a. Masa Inkubasi dan Klinis
1) Masa inkubasi penyakit DBD, yaitu sejak virus dengue menginfeksi manusia
hingga menimbulkan gejala klinis antara 3-14 hari, rata-rata antara 4-7
hari(11).Tanda dan gejala amat bervariasi, dari yang ringan, sedang sampai ke
perdarahan, serta kecendrungan terjadi renjatan/koma.
Dengan gejala, sebagai berikut :
− Peningkatan suhu secara tiba-tiba
− Nyeri pada kepala
− Nyeri pada otot dan tulang
− Mual dan kadang muntah
− Batuk ringan
− Pada mata dapat ditemukan pembengkakan
− Timbul bercak kemerahan pada lengan, kaki dan seluruh tubuh pada hari
ke-3 sampai ke-6.
− Lidah kotor
− Kesulitan buang air besar
− Perdarahan pada hari ke 3-5 berupa bintik-bintik merah, berak darah,
muntah darah, mimisan (epistaksis)
− Hati membesar dan terdapat nyeri tekan
− Pucat terutama pada hidung dan ujung-ujung jari
2) Pada Masa klinis, derajat beratnya DBD dapat dibagi menjadi(9) :
⮚ Derajat satu/ringan :
− Demam mendadak selama 2 - 7 hari
− Perdarahan ringan
− Uji turniket / bendungan darah positif
⮚ Derajat dua / sedang :
− Perdarahan pada kulit
− Perdarahan pada tempat yang lain seperti mimisan, gusi
− Trombocyt sudah turun.
⮚ Derajat tiga :
− Ditemukan tanda-tanda shock dini seperti pucat
− Terjadi kegagalan sirkulasi darah.
⮚ Derajat empat :
− Sudah terjadi shock
− Nadi dan tekanan darah tidak terukur
Untuk menegakkan diagnosa Demam Berdarah, perlu pemeriksaan lebih lanjut di
fasilitas pelayanan kesehatan.
b. Masa Laten dan Periode Infeksi
Penyakit DBD tidak ditularkan langsung dari orang ke orang. Penderita menjadi
infektif bagi nyamuuk pada saat viremia, yaitu beberapa saat menjelang timbulnya
demam hingga saat masa demam berakhir, biasanya berlangsung selama 3-5 hari.
Nyamuk aedes aegypti menjadi infektif 8-12 hari sesudah menghisap darah
penderita DBD sebelumnya. Selama periode ini nyamuk aede aegypti yang telah
terinfeksi virus dengue ini akan tetap infektig selama hidupnya dan potensial
menularkan virus dengue kepada manusia yang rentan lainnya.

C. Aplikasi Trias Epidemiologi


1. Agent
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue, sejenis virus yang tergolong
arbovirus yang masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk aedes aegypti
betina. Virus dengue termasuk genus flavivirus dari keluarga flaviviridae. Virus yang
berukurang kecil (50nm) ini mengandung RNA berantai tunggal. Virionnya
mengandung nukleokapsid berbentuk kubus yang terbungkus selubung lipoprotein.
Genome virus dengue berukurang panjang sekitar 11.000 pasang basa dan terdiri dari
tiga gen protein struktural yang mengodekan nukleokapsid atau protein inti (core, C)
satu protein terikat membran (membrane,M) satu protein penyelubung (envelope, E)
dan tujuh gen protein nonstruktural (nonstructural, NS). Selubung glikoprotein
berhubungan dengan hemaglutinasi virus dan aktivitas netralisasi. Virus dengue
membentuk kompleks yang khas didalam genus flavivirus berdasarkan karakteristik
antigenik dan biologisnya. Ada empat serotipe virus yang kemudian dinyatakan
dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Infeksi yang terjadi dengan serotipe
manapun akan memicu imunitas seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Walaupun
secara antigenik serupa, keempat serotipe tersebut cukup bebeda di dalam
menghasilkan perlindungan silang selama beberapa bulan setelah terinfeksi salah
satunya. Virus dengue dari keempat serotipe tersebut juga dihubungkan dengan
kejadian epidemi demam dengue saat bukti yang ditemukan tentang DHF sangat
sedikit atau bahkan tidak ada. Keempat virus serotipe tersebut juga menyebabkan
epidemi DHF yang berkaitan dengan penyakit yang sangat berbahaya dan mematikan.
Dapat menyerang semua umur baik anak anak maupun orang dewasa. Faktor
penyebar (vektor) penyakit DBD adalah Aedes aegypti dan aedes Albopictus.
Penyakit ini termasuk termasuk dalam kelompok anthropod borne disease karena
virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui
nyamuk. Nyamuk aedes aegypti hidup di daratan rendah beiklim tropis-subtropis.
Badan nyamuk relatif lebih kecil dibandingkan nyamuk yang lainnya. tubuh dan
tungkain ditutupi sisik dengan garis garis putih keperakan. Di bagian punggung
(dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal dibagian kiri dan kanan yang
menjadi ciri dari nyamuk spesies ini. Nyamuk ini sangat menyukai tempat yang teduh
dan lembab, suka bersembunyi dibawah kerindangan pohon. Ataupun pada pakaian
yang tergantung dan bewarna gelap. Nyamuk ini bertelur pada genangan air yang
jernih yang ada dalam wadah pada air kotor ataupun air yang langsung bersentuhan
dengan tanah. Hanya nyamuk wanita yang mengigit dan menularkan virus
dengue.nyamuk aedes aegypty bersifat diurnal, yaitu aktif pada pagi dan siang hari.
Umumnya mengigit pada waktu siang hari (09.00-10.00) atau sore hari pukul (15.00-
17.00)(9). Nyamuk ini akan bertelur tiga hari setelah menghisap darah, karena darah
merupakan sarana untuk mematangkan telurnya. Dalam waktu kurang dari delapan
hari telur tersebut sudah menetas dan berubah menjadi jentik-jentik larva dan
akhirnya menjadi nyamuk dewasa yang siap menggigit. Kemampuan terbang nyamuk
mencapai radius 100-200 m.
2. Host
Dalam hal ini manusia lah yang menjadi host atau target penyakit DBD.
Meskipun penyakit DBD dapat menyerang segala usia beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak-anak lebih rentan tertular penyakir yang berpontensi
mematikan ini. Di Indonesia penderita penyakit DBD terbanyak berusia 5-11 tahun.
Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan jenis kelamin penderita tetapi angka
kematian lebih banyak pada anak perempuan dibandingkan laki-laki. Anak-anak lebih
rentan terkena penyakit ini salah satunya disebabkan oleh imunitas yang relatif lebih
rendah di bandingkan orang dewasa. Manusia yang terkena gigitan nyamuk aedes
aegypti tidak selalu dapat mengakibatkan demam berdarah dan virus dengue yang
sudah masuk kedalam tubuh pun tidak selalu dapat menimbulkan infeksi. Jika daya
tahan tubuh cukup maka dengan sendirinya virus tersebut dapat dilawan oleh tubuh.
Sebelum seseorang terkena DBD, didalam tubuhnya telah ada satu jenis serotipe virus
dengue (serangan pertama kali). Biasanya, serangan pertama kali ini menimbulkan
demam dengue. Ia akan kebal seumur hidup terhadap serotipe yang menyerang
pertama kali itu. Namun hanya akan kebal maksimal 6 bulan – 5 tahun terhadap
serotipe virus dengue lain.
3. Environment
Di Indonesia, penyakit DBD menjadi masalah kesehatan masyarakat karena
jumlah penderitanya tinggi dan penyebarannya yang semakin luas, terutama di musim
penghujan. Sejumlah pakar setuju bahwa kondisi ini juga di pengaruhi oleh budaya
masyarakat yang senang menampung air untuk keperluan rumah tangga dan
kebersihan dirinya. Hal ini menjadi faktor eksternal yang memudahkan seseorang
menderita DBD. Nyamuk ini sangat senang berkembang biak di tempat penampungan
air karena tempat itu tidak terkena sinar matahari langsung. Nyamuk ini tidak dapat
hidup dan berkembang biak di daerah yang berhubungan langsung dengan tanah.
Berikut ini tempat perkembangbiakan nyamuk, yaitu:
- Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari, seperti drum, tangki,
tempayan, bak mandi dan ember.
- Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari- hari, seperti tempat
minum burung, vas bunga, perangkap semut, dan barang-barang bekas yang dapat
menampung air. - Tempat penampungan air alamiah, seperti lubang pohon, lubang
batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu.
Penelitaan juga menunjukkan di daerah dengan persediaan air tanpa PAM,
perkembangan nyamuk aedes aegypti lebih tinggi karena penampungan air lebih
banyak dibandingkan di daerah yang sudah tersedia air dengan saluran pipa(8). Di
daerah ini air tidak perlu ditampung lebih dahulu sehingga nyamuk tidak sempat
berkembang biak. Lingkungan memegang peranan yang besar dalam penyebaran
penyakit demam berdarah sehingga menjaga lingkungan sekitar menjadi prioritas
utama agar kasus DBD tidak terjadi lagi.

D. Peran, Fungsi, dan Tugas Perawat Dalam Pencegahan Penyakit


1. Dalam penanggulanan kepadatan jentik pada lingkungan tempat penampungan air
(TPA) di rumah warga masyarakat .
a. Peran kepala UPT Puskesmas berkoordinasi dengan pemegang program untuk
mengajak masyarakat melaksanakan 3M.
b. Peran perawat koordinator DBD Puskesmas ikut serta dalam penanggulangan
kepadatan jentik di masyarakat.
c. Peran Perawat Clinical Instruktur Puskesmas melakukan penyuluhan tentang
3M.
d. Peran Perawat P2M Puskesmas pembagian abatisasi, melakukan penyuluhan
kesehatan tentang penyakit DBD dan bahaya dari penyakit DBD, mengajak
masyarakat bergotong royong jum’at bersih.
e. Peran Petugas sanitasi Puskesmas memotivasi masyarakat, turut memberantas
nyamuk.
f. Peran Petugas kader Juru pemantau jentik (Jumantik) membiasakan 3M,
memberi penyuluhan berantas jentik dan nyamuk ke setiap kepada keluarga.
2. Sikap Petugas Kesehatan apabila dilingkungan TPA warga masyarakat ditemukan
positif jentik Aedes Aegypti.
a. Aktifkan bersih lingkungan warga.
b. Penyuluhan masalah jentik Aedes aegypti dan penyuluhan tentang 3 M.
c. Menyarankan gotong royong secara massal untuk memberantas sarang nyamuk,
melaporkan ke Dinas Kesehatan untuk fogging.
3. Tindakan yang dilakukan dalam mengurangi/menghilangkan kepadatan jentik Aedes
Aegypti pada lingkungan TPA masyarakat.
a. Mengajak masyarakat meaksanakan 3M plus, berikan penyuluhan penggunaan
abate.
b. Penyuluhan menjaga lingkungan tetap bersih, memberikan abate.
c. Penyuluhan PSN pada masyarakat, memberikan bubuk abate.
d. Gotong royong PSN, mengingatkan agar TPA sering di kuras.
4. Bentuk sosialisasi program dalam penanggulangan kepadatan jentik Aedes Aegypti
pada lingkungan TPA.
a. Memberi bubuk abate di TPA, mengajak masyarakat melaksanakan 3M plus.
b. Mengadakan penyuluhan di setiap posyandu.
c. Melakukan penyuluhan baik secara perorangan, keluarga dan masyarakat.
d. Memberi penyuluhan pada masyarakat tentang bahaya jentik nyamuk Aedes
Aegypti.
e. Melakukan kunjungan rumah untuk penyuluhan singkat pencegahan demam
berdarah dengue.
5. Peran petugas kader jumantik dalam melaksanakan program cara kegiatan 3M
(menguras, menutup, dan menimbun) pada lingkungan TPA pada
a. Mengumpulkan masyarakat pada saat posyandu, memberikan penyuluhan
tentang 3M plus, mengajak warga melalui petugas sanitasi, kader dan
perangkat desa melaksanakan 3M .
b. Menjelaskan tentang 3M dan mempraktekkannya secara langsung dalam
kehidupan sehari- hari.
c. Melalui kegiatan jum’at bersih dengan mengajak para masyarakat dan keder
jumantik untuk ikut serta dalam kegiatan jum’at bersih.
d. Mengingatkan masya rakat untuk selalu menguras TPA dirumahnya.
e. Terus mengawasi jentik di TPA warga setiap 1 minggu sekali bersama
warga.

Peran Perawat Komunitas dalam Pencegahan DBD, lainnya :


1. Pencegahan Primer (Primary Prevention)
Sasaran pencegahan primer dapat ditujukan pada faktor penyebab terjadinya
DBD, lingkungan serta faktor pejamu. Pencegahan primer yang dapat dilakukan
oleh seorang perawat komunitas adalah dengan cara memberikan pendidikan
kesehatan kepada keluarga tentang pencegahan penyakit DBD. Tujuan dari
pencegahan primer adalah agar tidak terjadi penyakit DBD di masyarakat.
2. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)
Peran perawat komunitas dalam pencegahan sekunder adalah melakukan
diagnosis dini pada penderita DBD dan memberikan pengobatan yang tepat
kepada penderita DBD agar dapat dicegah meluasnya penyakit atau untuk
mencegah timbulnya wabah DBD dan agar tidak timbul komplikasi pada
penderita yang ditimbulkan oleh penyebab DBD.
3. Pencegahan Tersier (Tertiary Prevention)
Peran perawat komunitas dalam pencegahan tersier adalah mencegah bertambah
parahnya suatu penyakit, dan mencegah penderita DBD mengalami komplikasi
yang dapat menyebabkan kematian. Perawat juga berperan dalam proses
rehabilitasi untuk mencegah terjadinya efek samping dari proses penyembuhan
penyakit DBD.

E. Pencegahan
Nyamuk Aedes Aegypti tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat
umum, maka untuk memberantas penyakit DBD diperlukan peran serta masyarakat
khususnya dalam memberantas nyamuk penularnya, guna mencegah dan membatasi
penyebaran penyakit. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
1. Lingkungan
Adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan menyebabkan manusia menjadi
lebih mudah terpapar baik secara langsung maupun tak langsung dengan nyamuk
Aedes Aegypti. Gaya hidup masyarakat akan menciptakan keadaan lingkungan yang
sesuai dengannya dan akan menimbulkan penyakit yang sesuai pula dengan gaya
hidupnya tadi. Pada penyakit DBD ini air pun mempunyai peranan penting yaitu
sebagai sarang nyamuk penyebar penyakit. angka kejadian kasus penyakit DBD
meningkat mulai bulan november dan mengalami puncak tertinggi pada bulan
februari seiring dengan meningkatnya tinggi curah hujan pada bulan november
sampai dengan bulan april. perbedaan bulan antara peningkatan kasus penyakit DBD
dengan tinggi curah hujan disebabkan karena nyamuk aedes aegypti memerlukan
lingkungan hidup yang ideal untuk berkembang biak. Metode lingkungan untuk
mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk
hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah.
2. Biologis
melaksanakan pengendalian lingkungan yang bertujuan mengurangi atau
menghilangkan vektor antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan
kepala timah, ikan adu/ikan cupang) dan bakteri (Bt. H-14).
3. Kimiawi
Pengendalian ini menggunakan bahan bahan kimia, antara lain dengan cara -
Pengasapan/ Fogging massal, 2 siklus berjarak satu minggu. (dengan menggunakan
malathion dan fenthion ) - Abatisasi, memberikan bubuk abate (temephos) pada
tempat-tempat penampungan air.
4. Pendidikan
Memberikan penyuluhan kesehatan, agar masyarakat benar-benar mengerti apa
penyakit DBD itu, dan menyadari betapa pentingnya pencegahan penyakit DBD.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara diatas yang disebut dengan “3M Plus” yaitu menutup,
menguras dan menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara
ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur,
memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, memasang obat nyamuk, memeriksa
jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat.

F. Transmisi penyakit demam berdarah


Virus dengue ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina
yang infektif karena hanya nyamuk betina yang menghisap darah. Nyamuk aedes aegypti
betina menyimpan virus dengue di dalam telurnya. Menghisap darah untuk memperoleh
asupan protein antara lain prostaglandin, yang diperlukan untuk bertelur. Infeksi virus
dalam tubuh nyamuk dapat menyebabkan perubahan perilaku pada peningkatan
kompetensi vektor, yaitu kemampuan nyamuk menyebarkan virus. Infeksi virus dengue
dapat menyebabkan nyamuk kurang handal dalam menghisap darah, berkali-kali
menusukkan alat penusuk dan penghisap darahnya (proboscis), tetapi tidak berhasil
menghisap darah, sehingga nyamuk tidak berpindah dari satu orang ke orang lain.
Akibatnya resiko penularan penyakit DBD semakin besar.

G. Urgensi penyakit demam berdarah dalam kesehatan masyarakat


Penyakit DBD kini telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di banyak negara
tropis Asia Tenggara dan di wilayah Pasifik Barat, yang menyita perhatian para ahli
kesehatan dunia. Penyakit ini termasuk ke dalam sepuluh penyebab perawatan di rumah
sakit dan kematian pada anak-anak, sedikitnya di delapan negara tropis asia. Peneliti dan
manajer program yang mempelajari penyakit dengue di wilayah Asia Tenggara telah
menunjukkan berbagai wilayah yang memperlihatkan respon yang berbeda terhadap
infeksi dan hal ini memyebabkan pola epidemiologis yang juga berlainan. Epidemiologi
yang kompleks dari DBD semakin diperumit di tingkat lokal akibat sosial ekonomi dan
kebiasaan budaya yang berbeda di berbagai komunitas dalam wilayah tersebut.
Kompleksitas epidemiologis memerlukan solusi yang spesifik untuk pelaksanaan kegiatan
pencegahan dan pengendalian DBD. Di tahun 2004 penyakit ini menjadi berita utama di
hampir semua surat kabar nasional. Semua rumah sakit kebanjiran penderita DBD dan
tidak sedikit kasus yang berakhir dengan kematian. Apalagi kini DBD tidak pandang
bulu. Dahulu penyakit ini lebih banyak menyerang anak-anak dan kalangan
menengah bawah. Kini, orang dewasa hingga manula dan masyarakat kelas atas pun tidak
sedikit yang menderitanya. Oleh karena itu penyakit ini cukup merata dari segi umur dan
strata sosial. Di musin hujan, hampir tidak ada daerah di Indonesia yang terbebas dari
serangan penyakit DBD. Penelitian menunjukkan bahwa DBD telah ditemukan di seluruh
provinsi di Indonesia. Dua ratus kota melaporkan adanya kejadian luar biasa (KLB).
Angka kejadian meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 dan secara
drastis melonjak menjadi 627 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2007 KLB DBD
dinyatakan terjadi di DKI jakarta. Biasanya jumlah penderita semakin meningkat saat
memasuki bulan april. Hal ini terjadi karena korelasi dengan suhu atau curah hujan.
DAFTAR PUSTAKA

http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/32214/187032015.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/1665/6/6.%20BAB%20II.pdf
https://asuransi-harta.co.id
https://repository.unsri.ac.id/24058/1/EPM_JANUARI_2016_.pdf
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1897/1/89404-AHMAD
%20NUR%20HIDAYAH-FKIK.pdf

Anda mungkin juga menyukai