Npm : 1910013411237
M.Kuliah : Budaya Alam Minangkabau 5B
Dalam bahasa Minangkabau terdapat langgam kata atau langgam kato, yaitu semacam
kesantunan berbahasa atau tata krama sehari-hari antara sesama orang Minang sesuai
dengan status sosial masing-masing. Baik dari yang paling muda kepada yang lebih tua,
atau dari orang yang paling dituakan atau kepada orang yang disegani semuanya diatur
dalam tata cara berbicara menurut adat Minangkabau. Ada empat langgam yang dipakai
oleh orang Minang, yaitu kato mandaki (kata mendaki), kato malereang (kata melereng),
kato manurun (kata menurun), dan kato mandata (kata mendatar). Kato mandaki adalah
bahasa yang digunakan untuk lawan bicara yang lebih dewasa atau orang yang dihormati,
seperti orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua, murid kepada guru, dan
bawahan kepada atasan. Pemakaian tata bahasanya lebih rapi, ungkapannya jelas, dan
penggunaan kata ganti orang pertama, kedua, dan ketiga bersifat khusus, ambo untuk
orang pertama, panggilan kehormatan untuk orang yang lebih tua: mamak, inyiak, uda,
tuan, etek, amai, atau uni serta baliau untuk orang ketigaSelanjutnya, kato malereang
merupakan bahasa yang digunakan untuk lawan bicara yang disegani dan dihormati secara
adat dan budaya. Umpamanya orang yang mempunyai hubungan kekerabatan karena
perkawinan, misalnya, ipar, besan, mertua, dan menantu, atau antara orang-orang yang
jabatannya dihormati seperti penghulu, ulama, dan guru. Pemakaian tatabahasanya rapi,
tetapi lebih banyak menggunakan peribahasa, seperti perumpaan, kiasan atau sindiran.
Kata pengganti orang pertama, kedua, dan ketiga juga bersifat khusus. Wak ambo atau
awak ambo untuk orang pertama, gelar dan panggilan kekerabatan yang diberikan
keluarga untuk orang kedua. Baliau untuk orang ketiga.Yang ketiga kato manurun adalah
bahasa yang digunakan untuk lawan bicara yang lebih muda seperti membujuk pada anak
kecil, mamak pada kemenakannya, guru kepada murid, dan atasan kepada bawahan.
Pemakaian tatabahasa rapi, tetapi dengan kalimat yang lebih pendek. Kata ganti orang
pertama, kedua, dan ketiga juga bersifat khusus. Wak den atau awak den atau wak aden
(asalnya dari awak aden) untuk orang pertama. Awak ang atau wak ang untuk orang kedua
laki-laki, awak kau atau wak kau untuk orang kedua perempuan. Wak nyo atau awak nyo
untuk orang ketiga. Kata awak atau wak artinya sama dengan kita. Kata ini dipakai sebagai
pernyataan bahwa setiap orang sama dengan kita atau di antara kita juga. Yang terakhir
kato mandata, yaitu bahasa yang digunakan dalam komunikasi biasa dan dengan lawan
bicara yang seusia dan sederajat. Selain itu, kato mandata ini juga digunakan oleh orang
yang status sosialnya sama dan memiliki hubungan yang akrab. Pemakaian bahasanya yang
lazim adalah bahasa slank. Tatabahasanya lebih cenderung memakai suku kata terakhir
atau kata-katanya tidak lengkap dan kalimatnya pendek-pendek. Kata ganti orang pertama,
kedua, dan ketiga juga bersifat khusus, yaitu aden atau den untuk orang pertama. Ang
untuk orang kedua laki-laki. Kau untuk orang kedua perempuan. Inyo atau anyo untuk
orang ketiga. Tapi fenomena yang kerap terjadi dikalangan anak muda zaman sekarang
yaitu kurangnya sopan santun dalam berbicara, baik itu kepada orang yang lebih muda
hingga kepada orang yang lebih tua. Kerap kita temukan anak-anak yang melawan ucapan
orang tua, melawan kepada guru di sekolah. Ini perlu menjadi perhatian sebab jika terus
dibiarkan maka semakin memudarlah penerus adat langgam kato nan ampek yang sangat
memperhatikan serta menjunjung tinggi sopan santun dalam berbicara.
Di Silungkang tidak ada tanah yang terluang semuanya sudah berpunya dalam adat
dikatakan tanah nan sabingka daun sahalai aie nan satitiak pasie nan sebuah
seluruhnya adat nan punyo
Yang dimaksud harato pusako tinggi ialah segala harta pusaka yang diwarisi secara
turun temurun sesuai dengan pantun sebagai berikut :
Artinya :
Hal ini berarti bahwa harta pusaka tinggi tidak boleh dijual. Oleh karena harta
pusaka tinggi sesungguhnya bukan diwariskan dari mamak kepada kemenakan, tetapi
dari ande atau nenek kita, jadi harta pusako tinggi tidak saja milik kita yang hidup pada
masa sekarang ini tetapi juga milik anak cucu kita, yang akan lahir seratus atau seribu
tahun lagi, kita yang hidup sekarang wajib menjaga dan memelihara dan boleh
memanfaatkannya, untuk kepentingan dan kehidupan kita saat sekarang, seperti
mamang adat : aianyo buliah disauak, buahnya buliah di makan tanah jo buminya
adat nan punyo di Silungkang kita tidak lagi mempunyai wilayat suku, yang ada hanya
wilayat kaum, wilayat kaum ini tidak boleh di perjual belikan, tanah wilayat kaum ini di
kuasai oleh mamak kepala kaum, dan dipakai serta di mamafaatkan oleh dunsanak
nun padusi, apa bilah satu kelompok dari kaum yang memakai tanah itu punah,
tanah itu kembali di mamfaatkan secara bersama oleh seluruh anggota kaum yang
tertera di dalam ranji (silsila) secara adat, kelompok yang punah itu tidak boleh
menjual tanah itu karenah tanah itu bukan hakiki miliknya, tapi hanya hak pakai
selagi keturununnya yang satu ranji masih ada, kalau suda tidak ada pula kaum
yang satu ranji maka pusako berpinnda kepada kaum yang bertali adat kaum yang
bertali adat inilah yang akan mempusokoinya.
Yang disebut dengan harta pusaka rendah adalah segala harta hasil pencarian dari
bapak bersama ibu (orang tua kita) selama ikatan perkawinan, ditambah dengan
pemberian,dan hasil pencaharian ongku bersama nenek kita dan pemberian mamak
kepada kamanakannya dari hasil pencarian mamak dan tungganai itu sendiri. Harta
pencaharian dari orang tua atau bapak bersama ibu ini, setelah diwariskan kepada
anak-anaknya disebut dengan “ harta-susuk”. “harta-susuk” ini mempunyai potensi
besar dimasa mendatang untuk menambah “ harta pusaka tinggi” di Minangkabau, baik
di RanahMinang sendiri, lebih-lebih di rantau. Bila harta pusaka diluar Ranah Minang
dapat dinaikkan statusnya menjadi harta pusaka tinggi yang tidak boleh dijual atau
dipindah tangankan diluar orang “ sasuku”, maka akan bertambah luaslah harta pusaka
tinggi milik orang Silungkang di perantauan.
3. SANGSAKO
Sangsoko ialah gelar kebesaran yang diberikan oleh raja, olek lembaga kerapatan
kepada suatu nagari atau suku atau perorangan oleh karena jasa-jasanya kepada nagari,
suku dll Sifat sangsoko ini tidak turun temurun tapi berpindah- pindah dari pejabat
yang satu kepada pejabat yang lain menurut hasil musyawara dan mufakat oleh P.
Andiko di dalam suku bersangkutan atau hasil musyawara penghulu-penghulu dalam
nagari untuk yang bersifat nagari. Tetapi perpindahan ini selalu menurut ketentuan
adat pula seperti :
Analisis/ Rangkuman
Dari materi yang sudah saya jabarkan diatas, dapat kita simpulkan bahwa di minangkabau
memiliki banyak sekali terdapat budaya dan peninggalan peninggalan nenek moyang yang dapat
kita lihat sekarang ini, seperti rangkiang, dahulu kala rangkiang digunakan untuk menyimpan
padi, agar tidak dimakan oleh tikus. Kemudian Peran Pendidikan dalam mengimplementasikan
ABSSBK. Dinamika kemajuan dan perkembangan zaman dalam kehidupan masyarakat semakin
hari menunjukkan gejala tidak peduli atau apatis terhadap adat, tatakrama dan akhlaqul karimah.
kapan hal ini dibiarkan berlarut-larut, semakin hari tentulah lambat laun akan hilang adat,
tatakrama dan akhlaqul karimah tersebut.
Diminangkabau juga mengajarkan sopan santun yang baik, jika diminangkabau orang
menyebutnya langgam kato. Minangkabau juga membahas tentang peninggalan sejarah, atau
menhir.
Analisis
1. Rangkiang adalah lumbung padi yang digunakan oleh masyarakat Minangkabau untuk
menyimpan hasil panen padi. Bangunan ini pada umumnya dapat ditemukan di halaman rumah
gadang. Bentuknya mengikuti bentuk rumah gadang dengan atap bergonjong dan lantai yang
ditinggikan dari atas tanah
2. Adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (bahasa Indonesia: adat bersendikan syariat,
syariat bersendikan Kitabullah, selanjutnya disingkat ABSSBK) adalah aforisme terkait
pengamalan adat dan Islam dalam masyarakat Minangkabau. ABSSBK dideskripsikan bahwa
adat Minangkabau harus “bersendikan” kepada syariat Islam, yang bertumpu pada Al-Quran dan
Sunnah. Versi lengkap ini memiliki lanjutan syarak mandaki adaik manurun (bahasa Indonesia:
syariat mendaki, adat menurun), yakni fakta historis bahwa Islam tiba di wilayah Minangkabau
melalui pesisir dan bertemu dengan pengaruh adat di dataran tinggi.
3. Dalam bahasa Minangkabau terdapat langgam kata atau langgam kato, yaitu kesantunan
berbahasa atau tata krama sehari-hari antara sesama orang Minang sesuai dengan status sosial
masing-masing.Baik dari yang paling muda kepada yang lebih tua, atau dari orang yang paling
dituakan atau kepada orang yang disegani semuanya diatur dalam tata cara berbicara menurut
adat Minangkabau.
4. Menhir adalah batu tunggal, biasanya berukuran besar, yang ditatah seperlunya sehingga
berbentuk tugu dan biasanya diletakkan berdiri tegak di atas tanah. Istilah menhir diambil dari
bahasa Keltik, dari kata men (batu) dan hir (panjang). Jadi,artinya adalah batu Panjang. Menhir
biasanya didirikan secara tunggal atau berkelompok sejajar di atas tanah, tetapi pada beberapa
tradisi juga ada yang diletakkan terlentang di tanah.
5. Sako dalam tatanan budaya Minang adalah gelar pusaka Tinggi. Sedangkan Pusako adalah
harta pusaka tinggi yang diterima secara turun temurun