Anda di halaman 1dari 2

Nama.

: Melly hendraini

Npm. : 1910013411297

Budaya Alam Minangkabau

Kelas: 5B

Perkawinan Di Minangkabau

Perkawinan di Minangkabau terbagi dari beberapa bagian, antara lain; kawin ideal dan kawin
pantang. Kawin Ideal disebut juga dengan perkawinan awak samo awak atau pulang ka bako.
Menurut alam pikiran orang Minangkabau perkawinan yang paling ideal ialah perkawinan
antara keluarga dekat. seperti perkawinan antara anak kemenakan. Pulang ke Mamak artinya
mengawini anak mamak, sedangkan Pulang ke Bako maksudnya adalah mengawini kemenakan
Ayah. Tingkat perkawinan ideal berikutnya ialah perkawinan ambil mengambil. Artinya kakak
beradik laki-laki dan perempuan A menikah secara bersilang dengan kakak beradik laki-laki dan
perempuan B. Urutan selanjutnya ialah perkawinan orang sekorong sekampung. Senagari.
seluhak. dan akhirnya sesama Minangkabau. Perkawinan dengan orang luar kurang disukai,
meskipun tidak dilarang. Dengan kata lain. perkawinan ideal bagi masyarakat Minangkabau
ialah perkawinan antara "awak samo awak", ltu bukan menggambarkan bahwa mereka
menganut sikap yang eksklusif. Pola perkawinan "awak sarna awak" itu berlatar belakang
sistem komunal dan kolektivisme yang dianutnya. Sedangkan Kawin Pantang ialah kawin yang
dilarang atau tidak boleh dilakukan oleh orang Minangkabau, apabila tetap dilakukan akan
mendapatkan sanksi hukuman. Di samping itu ditemui pula semacam perkawinan sumbang,
yang tidak ada larangan dan pantangannya, akan tetapi lebih baik tidak dilakukan.

Perkawinan yang dilarang ialah perkawinan yang terlarang menurut'hukum perkawinan


yang telah umum seperti mengawini ibu, ayah. anak saudara seibu dan sebapak, saudara ibu
dan bapak, mamak, adik dan kakak, mertua dan menantu. anak tiri dan ibu atau bapak tiri.
saudara kandung istri atau suami, dan anak saudara laki-Iaki ayah. Perkawinan pantang ialah
perkawinan yang akan merusakkan sistem adat mereka, yaitu perkawinan orang yang setali
damh menurut stelsel matrilineal, sekaum, dan juga sesuku meskipun tidak ada hubungan
kekerabatan dan tidak sekampung halaman.

Bentuk-bentuk Perkawinan menurut adat minangkabau


Pernikahan (perkawinan) merupakan salah satu momen yang membahagiakan bagi banyak
orang. Dimana dalam penikahanlah seorang pria dan seorang wanita diikat dalam suatu
hubungan yang resmi,dan sah baik di mata agama maupun hukum. Dalam sebuah suku, pasti
terdapat berbagai macam pandangan dan bentuk-bentuknya tersendiri terhadap perkawinan
seseorang. Hal tersebut juga berlaku pada suku Minangkabau.

Sebenarnya hanya ada satu bentuk perkawinan di Minangkabau, tetapi tidak dapat
dipungkiri juga terdapat bentuk yang lainnya. Berikut merupakan beberapa bentuk-bentuk
perkawinan pada suku Minangkabau, yaitu :

1. Perkawinan dengan Meminang. Merupakan bentuk perkawinan yang umum dilakukan.


Karena suku Minangkabau menganut sistem kekerabatan matrilineal (keturunan
berdasarkan kepada garis keturunan ibu/wanita) maka yang meminang adalah keluarga
seorang perempuan kepada keluarga seorang laki-laki. Pada awalnya, perempuan
ataupun laki-laki yang ditentukan untuk menikah tidak dapat menolak jika sudah
ditetapkan akan dilakukannya meminang dan pernikahan (dijodohkan). Tetapi pada
zaman sekarang yang telah modern, mulailah muncul praktek adat yang baru dimana
meminang dan perkawinan dapat dilakukan dengan jodoh yang telah dipilih sendiri oleh
seseorang. Hal tersebut dilakukan tanpa mengurangi keikutsertaan keluarga
diantaranya.
2. Perkawinan Gulung Tikar. Bentuk perkawinan ini didasarkan kepada jika seorang isteri
telah meninggal, maka suami yang ditinggalkan dapat menikah kembali dengan saudara
perempuan dari istrinya. Hal yang sama juga dapat dilakukan seorang istri dapat
menikahi saudar laki-laki dari suaminya yang telah meninggal. Hal tersebut biasanya
dilakukan untuk mencegah adanya ibu/ayah tiri yang asing dalam membesarkan dan
merawat anak-anak yang ditinggalkan meninggal dari salah satu orang tuanya.
3. Kawin Wakil. Perkawinan ini dijalankan sebagaimana mestinya dengan cara meminang
terlebih dahulu. Tetapi yang membuatnya berbeda adalah pada saat perkawinan, sang
calon suami diwakilkan oleh saudaranya atau salah satu anggota dari pihak ibunya. Hal
tersebut dapat terjadi dengan alasan utama bahwa sang calon suami yang berada di
rantau sehingga tidak dapat pulang ke kampung dan mengikuti upacara perkawinan.
Lalu setelah semua upcara adat dilakukan, maka sang istri akan dikirim kepada
suaminya.

Anda mungkin juga menyukai