Anda di halaman 1dari 23

BAB II

CAIRAN DAN ELEKTROLIT

Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat


berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada
bayi usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia
> 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan seseorang
persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-
laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat badan.
Hal ini terlihat pada tabel berikut1 :

Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, dapat terjadi pada perdarahan,
luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun perioperatif, dapat
menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut tidak dikoreksi
secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka resiko penderita menjadi
lebih besar.2

Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan


kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi menjadi
cairan intravaskular dan intersisial. 1
- Cairan intraselular

Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang
dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular
(sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70
kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan
cairan intraselular.1

- Cairan ekstraselular

Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan
ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah
dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah
cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini
sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70
kg.1

Cairan ekstraselular dibagi menjadi :


- Cairan Interstitial

Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter
pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif
terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir
dibandingkan orang dewasa.1

- Cairan Intravaskular

Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume


plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya
merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan
platelet.1

- Cairan transeluler

Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti


serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran
pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1
liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang
transeluler.1

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.

Elektrolit

Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation
dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen). 1

Kation

Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation
utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di
dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.

Anion

Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat
(HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-).
Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya
sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler
tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler. 1

a. Natrium

Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan
di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.12
Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:

- Left atrial stretch reseptor


- Central baroreseptor

- Renal afferent baroreseptor

- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)

- Atrial natriuretic factor

- Sistem renin angiotensin

- Sekresi ADH

- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)

Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB


dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter
dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl). Natrium
dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan
keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan
pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan
natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium
dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari
dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah
kegagalan sirkulasi.3

b. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan
penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam
tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak
dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel. Kadar kalium
plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium
sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine
60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter. 3

c. Kalsium

Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%


dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium
sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis.
Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan
tidak terdapat dalam sel.3

d. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk
pertumbuhan+ 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces. 3
e. Karbonat

Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil
akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali
bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan
sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa. 3

Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat
lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin. 1
Proses Pergerakan Cairan Tubuh
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan
energi sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis
adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan
dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.1

Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:


a. Osmosis

Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran


semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan
berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler
permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen
sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun
tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein. 1

Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan
osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat).
Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan
lebih tinggi disebut hipertonik.3

b. Difusi

Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak
dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik
pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi
difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik. 1,3

c. Pompa Natrium Kalium

Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion
natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium
dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan
hiperosmolar di dalam sel.1,3
Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal

Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh
stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada
paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal. Pada keadaan normal, seseorang
mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam bentuk cairan
maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata- rata 250 ml dari feses, 800-
1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible
water loss) dari kulit dan paru-paru.4

Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme


oksidatif dari karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari, cairan
yang diminum setiap hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat
sekitar 800-100 ml tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin
(rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk
pediatrik), kulit (insensible loss sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang
dewasa yang mana volume kehilangan bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150
ml tiap kenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius
dan sensible loss yang banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang
dilakukan), paru-paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus
gastointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika
terdapat penyakit di traktus gastrointestinal), third-space loses. 1

Perubahan cairan tubuh


Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :
1. Perubahan volume
a. Defisit volume

Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang


paling umum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling umum adalah kehilangan
cairan di gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase
fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak,
infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut,
kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf
pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai
defisi volume cairan ekstraselular yang berat terjadi. 4

* Dehidrasi

Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari


natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau
hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering
terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari
kasus.15Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama
dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya
relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan
natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar
terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena
kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke
kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.
Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan
natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar
natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen
5
intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.
Strategi untuk rehidrasi adalah dengan memperhitungkan defisit cairan, cairan
rumatan yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung disesuaikan .
Cara rehidrasi6:

1. Nilai status rehidrasi (sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang diberikan (D)
= derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc
2. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40 cc/kgBB/24 jam
atau rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak) Pemberian cairan :
- 6 jam I = ½ D + ¼ M atau 8 jam I = ½ D + ½ M (menurut Guillot17)
- 18 jam II = ½ D + ¾ M atau 16 jam II = ½ D + ½ M (menurut Guillot17)
b. Kelebihan volume

Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenik


(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl
ataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun
dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal
jantung kongestif.9,10 Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan
cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang. 7

2. Perubahan konsentrasi
Hiponatremia
Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental,
letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L
maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh
euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare,
muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini
dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+≥ 125 mg/L) atau NaCl 3% ssebanyak
(140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. 8

Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahan-


lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na
serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus 9 :

Hipernatremia
Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan
mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh
kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan),
asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah
penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}:
140.8
Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium
dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total
kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung,
perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,
kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat
berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuse
potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus
potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk
hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang
hebat).13 Rumus untuk menghitung defisit kalium 9 :

Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau
obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik).
Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia,
kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi
untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10%
dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik,
hemodialisis.10

1. Perubahan komposisi
Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)

Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk


menurunkan ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat
dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis,
pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan
penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang
adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu.
Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah
sangat penting.4,10

Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)


Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang
dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi
sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk
mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia,
penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang
terjadi.4,10

Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)

Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan
bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus
kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi
adalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah
syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan
metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang mendasari.
Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan hanya
setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan. 4,10

Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)

Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan


bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada
pasien bedah adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular.
Terapi yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan
potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan
pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering. 4,10

Cairan Perioperatif

Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang


umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,
perioperatif dan postoperatif.1

Faktor-faktor preoperatif1 :
1. Kondisi yang telah ada Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal
dapat diperburuk oleh stres akibat operasi.
2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat
menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek
diuresis osmotik.
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan
elektrolit
4. Preparasi bedah Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan
air dan elekrolit dari traktus gastrointestinal.
5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
6. Restriksi cairan preoperative
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan
sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita
demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.
7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.

Faktor Perioperatif1 :
1. Induksi anestesi Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan
hipovolemia preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia
dan vasokonstriksi.
2. Kehilangan darah yang abnormal
3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan
cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi
yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan.

Faktor postoperatif1 :

1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi


2. Peningkatan katabolisme jaringan

3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif

4. Risiko atau adanya ileus postoperatif

Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang potensial terjadi perioperatif adalah :
1. Hiperkalemia
2. Asidosis metabolic

3. Alkalosis metabolic

4. Asidosis respiratorik

5. Alkalosis repiratorik

PILIHAN JENIS CAIRAN2,10,11


1. Cairan Kristaloid

Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).


Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap
pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok
anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama. Cairan kristaloid bila
diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti
pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh
cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.

Heugman et al (1972) mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit


larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru
serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila
seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Penelitian Mills dkk (1967) di medan
perang Vietnam turut memperkuat penelitan yang dilakukan oleh Heugman, yaitu
pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya edema paru
berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan
edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih
banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid
sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel. Larutan Ringer
Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk resusitasi
cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan
intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami
metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan
adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis
hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat
plasma akibat peningkatan klorida.

2. Cairan Koloid

Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma
substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini
cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh
karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada
syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan
kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).

Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada “cross match”.
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a. Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%).
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama 10 jam untuk
membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain
mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.
Prekallikrein activators (Hageman’s factor fragments) seringkali terdapat dalam
fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infus
dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps
kardiovaskuler.
b. Koloid sintesis yaitu:
1. Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70
(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun
Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan
Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi
mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran
mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangiplatelet adhesiveness,
menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran
darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross
match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan
Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 – 1.000.000, rata-rata
71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian
500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu
2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase
( walau jarang).
Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch,
mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan
dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume
expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu
koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada
penderita gawat.

3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata
35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.
Ada 3 macam gelatin, yaitu:
- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita gawat.
Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari golongan
urea linked gelatin
DAFTAR PUSTAKA

1. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed. Missouri:
Elsevier-mosby; 2005.p3-227
2. Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian J.Anaesh.
2003;47(5):380-387.
3. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan.
Ed. Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002
4. Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New york:
McGraw-Hill; 1999:53-70.
5. Ellsbury DL, George CS. Dehydration. eMed J [serial online] 2006 Mar [dikutip 6
Okt 2007]. Tersedia dari: URL: http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm.
6. Fakultas Kedokteran Unpad. Protokol Tindakan Bedah. Bandung. 2003
7. Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed. Pennsylvania: W.B.
saunders company; 1997: 375-393
8. Silbernagl F, Lang F. Color atlas of pathophysiology. Stuttgart: Thieme; 2000:
122-3.
9. Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.
Fakultas KEdokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000.
10. Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University - Center fo
Veterinary Health. 2006. (Diakses tanggal 29 September2007). Tersedia dari:
http://member.tripod.com/~lyser/ivfs.htm
11. Leksana E. Terapi cairan dan elektrolit. Smf/bagian anestesi dan terapi intensif
FK Undip: Semarang; 2004: 1-60.
BAB I

PENDAHULUAN

Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Pada bayi prematur jumlahnya
sebesar 80% dari berat badan, bayi normal sebesar 70-75% dari berat badan, sebelum
pubertas sebesar 65-70% dari berat badan, orang dewasa sebesar 50-60% dari berat
badan. Kandungan air di dalam sel lemak lebih rendah daripada kandungan air di
dalam sel otot, sehingga cairan tubuh total pada orang yang gemuk (obesitas) lebih
rendah daripada mereka yang tidak gemuk.

Cairan dalam tubuh dibagi dalam dua kompartemen utama yaitu cairan ekstrasel
dan cairan intrasel. Volume cairan intrasel sebesar 60% dari cairan tubuh total. Volume
cairan ekstrasel sebesar 40% dari cairan tubuh total. Cairan ekstrasel dibagi dalam dua
subkompartemen yaitu cairan interstisial sebesar 30% dari cairan tubuh total, dan
cairan intravaskular sebesar 10% dari cairan tubuh total.

Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat beberapa kation dan anion
(elektrolit) yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan fungsi sel. Ada dua
kation yang penting, yaitu natrium dan kalium. Keduanya mempengaruhi tekanan
osmotik cairan ekstrasel dan intrasel dan langsung berhubungan dengan fungsi sel.
Kation dalam cairan ekstrasel adalah natrium (kation utama) dan kalium, kalsium,
magnesium. Untuk menjaga netralitas (elektronetral) di dalam cairan ekstrasel terdapat
anion-anion seperti klorida, bikarbonat dan albumin. Kation utama dalam cairan intrasel
adalah kalium dan sebagai anion utama adalah fosfat.

Zat-zat yang terkandung dalam cairan tubuh antara lain adalah air, elektrolit,
trace element, vitamin, dan nutrien-nutrien lain seperti protein, karbohidrat, dan lemak.
Dengan makan dan minum maka tubuh kita akan tercukupi akan kebutuhan nutrient-
nutrien tersebut.

Air dan elektrolit yang masuk ke dalam tubuh akan dikeluarkan dalam waktu 24
jam dengan jumlah yang kira-kira sama melalui urin, feses, keringat, dan pernafasan.
Tubuh kita memiliki kemampuan untuk mempertahankan atau memelihara
keseimbangan ini yang dikenal dengan homeostasis.

Namum demikian, terapi cairan parenteral dibutuhkan jika asupan melalui oral
tidak memadai atau tidak dapat mencukupi. Sebagai contoh pada pasien koma,
anoreksia berat, perdarahan banyak, syok hipovolemik, mual muntah yang hebat, atau
pada keadaan dimana pasien harus puasa lama karena akan dilakukan pembedahan.
Selain itu dalam keadaan tertentu, terapi cairan dapat digunakan sebagai tambahan
untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau untuk menjaga
keseimbangan asam-basa.

Dengan demikian, secara garis besar tujuan dari terapi cairan adalah :

1. Mengatur keseimbangan air dan elektrolit tubuh


2. Dukungan nutrisi

3. Akses intravena

4. Mengatasi syok
KESIMPULAN

Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh ini
didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam
metabolisme sel, sehingga amat penting dalam menunjang kehidupan.

Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama


pembedahan ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Maka terapi cairan
amat diperlukan untuk pemeliharaan dan mencegah kehilangan cairan terlalu banyak
yang bisa membahayakan.

Cairan tubuh terdistribusi dalam ekstrasel dan intrasel yang dibatasi membran sel.
Adanya tekanan osmotik yang isotonik menjaga difusi cairan keluar sel atau masuk ke
dalam sel.

Dalam terapi cairan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai usia dan keadaan
pasien, serta cairan infus itu sendiri. Pemberian infus yang tidak sesuai untuk keadaan
tertentu akan sia-sia dan tidak bisa menolong pasien.

Anda mungkin juga menyukai