Laporan Pendahuluan Eliminasi J
Laporan Pendahuluan Eliminasi J
A. Definisi
Eliminasi merupakan suatu proses pengeluaran zat-zat sisa yang tidak
diperlukan oleh tubuh. Eliminasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : eliminasi urine
dan eliminasi fekal.
Eliminasi materi sampah merupakan salah satu dari proses metabolic tubuh.
Produk sampah dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan.
1. Eliminasi urine
Sistem yang berperan dalam eliminasi urine adalah sistem perkemihan.
Dimana sistem ini terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemoh, dan uretra. Proses
pembentukan urine di ginjal terdiri dari 3 proses yaitu : filtrasi , reabsorpsi dan
sekresi .
2. Eliminasi fekal
Eliminasi fekal sangat erat kaitannya dengan saluran pencernaan. Saluran
pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan
mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan proses penernaan
(pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair dari mulut
sampai anus. Organ utama yang berperan dalam eliminasi fekal adla usus besar. Usus
besar memiliki beberapa fungsi utama yaitu mengabsorpsi cairan dan elektrolit,
proteksi atau perlindungan dengan mensekresikan mukus yang akan melindungi
dinding usus dari trauma oleh feses dan aktivitas bakteri, mengantarkan sisa makanan
sampai ke anus dengan berkontraksi.
Proses eliminasi fekal adalah suatu upaya pengosongan intestin. Pusat refleks
ini terdapat pada medula dan spinal cord. Refleks defekasi timbul karena adanya
feses dalam rektum.
c. Gaya hidup
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi
urine. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi
frekuensi eliminasi. Praktek eliminasi keluarga dapat mempengaruhi
tingkah laku.
d. Stress psikologi
Meningkatnya stres seseorang dapat meningkatkan frekuensi keinginan
berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitif untuk keinginan
berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.
e. Tingkat aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi
urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus
spingter internal dan eksternal.
f. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga akan mempengaruhi pola
berkemih. Pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun
karena adanya tekanan dari fetus atau adanya
g. Kondisi patologis
Saat seseorang dalam keadaan sakit,produksi urinnya sedikit hal ini
disebabkan oleh keinginan untuk minum sedikit.
2. Eliminasi Fekal
a. Tingkat perkembangan
Pada bayi sistem pencernaannya belum sempurna. Sedangkan pada
lansia proses mekaniknya berkurang karena berkurangnya kemampuan
fisiologis sejumlah organ.
b. Diet
Ini bergantung pada kualitas, frekuensi, dan jumlah makanan yang
dikonsumsi. Sebagai contoh, makanan berserat akan mempercepat
produksi feses. Secara fisiologis, banyaknya makanan yang masuk
kedalam tubuh juga berpengaruh terhadap keinginan defekasi.
c. Asupan Cairan
Asupan cairan yang kurang akan menyebabkan feses lebih keras. Ini
karena jumlah absorpsi cairan dikolon meningkat.
d. Tonus Otot
Tonus otot terutama abdomen yang ditunjang dengan aktivitas yang
cukup akan membantu defekasi. Gerakan peristaltik akan memudahkan
materi feses bergerak disepanjang kolon.
e. Faktor psikologis
Perasaan cemas atau takut akan mempengaruhi peristaltik atau motilitas
usus sehingga dapat menyebabkan diare.
f. Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat menimbulkan efek konstipasi. Laksatif dan
katartik dapat melunakkan feses dan meningkatkan peristaltik. Akan
tetapi, jika digunakan dalam waktu lama, kedua obat tersebut dapat
menurunkan tonus usus sehingga usus menjadi kurang responsif terhadap
stimulus laksatif. Obat-obat lain yang dapat mengganggu pola defekasi
antara lain: analgesik narkotik,opiat, dan anti kolinergik.
g. Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan dapat menyebabkan diare atau konstipasi.
h. Gaya hidup
Aktivitas harian yang biasa dilakukan, bowel training pada saat kanak-
kanak, atau kebiasaan menahan buang air besar.
i. Aktivitas fisik
Orang yang banyakn bergerak akan mempengaruhi mortilitas usus.
k. Kehamilan
Konstipasi adalah masalah umum ditemui pada trimester akhir
kehamilan . seiring bertambahnya usia kehamilan , ukuran janin dapat
menyebabkan obstruksi yang akan menghambat pengeluaran feses .
Akibatnya , ibu hamil sering kali mengalami hemoroid permanen karena
seringnya mengedan saat defekasi .
C. KLASIFIKASI
1. Eleminasi urine
a. Retensi urine
Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata didalam kandung kemih
akibat ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih .
b. Dysuria
c. Polyuria
Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal , seperti 2500 ml /
hari , tanpa adanya intake cairan .
d. Inkontinensi urine
e. Urinari suppresi
2. Fekal
a. Konstipasi
Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi , yang diikuti oleh
pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering .
b. Impaksi
Imfaksi feses merupakan akibat dari konstipasi yang tidak diatasi . Imfaksi
adalah kumpulan feses yang mengeras , mengendap di dalam rektum , yang
tidak dapat dikeluarkan.
c. Diare
Diare adalah peningkatan jumlah feses dan peningkatan pengeluaran feses
yang cair dan tidak berbentuk . Diare adalah gejala gangguan yang
mempengaruhi proses pencernaan , absorpsi , dan sekresi di dalam saluran
GI .
d. Inkontinensia
Inkontinensia feses adalah ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan
gas dari anus .
e. Flatulen
Flatulen adalah penyebab umum abdomen menjadi penuh , terasa nyeri , dan
kram.
D. GEJALA KLINIS
1. Eleminasi urine
Retensi urine
2. Eleminasi Fekal
Diare
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang simultan
otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf
parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkholin, suatu agen
kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke saraf sensoris
pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen 2-4 dan informasikan ke batang
otak. Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih
sakral spinal. Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran
parasimpatis sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut
bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari
beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga
bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam
kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu
menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi
instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum
memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai
gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum.
Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati
anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka
feses keluar.
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum
dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke
kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini
meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan
meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau
bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang
akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada
dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal
dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi
duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi
diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan
muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat
menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan feses di
absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.
F. PEMERIKSAAN FISIK
1. Eleminasi urine
a. Abdomen, kaji dengan cermat adanya pembesaran , distensi kandung kemih ,
pembesaran ginjal , nyeri tekan pada kandung kemih .
2. Eleminasi fekal
a. Abdomen, pemeriksaan dilakukan pada posisi terlentang , hanya pada bagian
yang tampak saja
Inspeksi. Amati abdomen untuk melihat bentuknya , simetrisitas , adanya
distensi atau gerak peristaltik .
Auskultasi , dengarkan bising usus , lalu perhatikan intensitas , frekuensi
dan kualitasnya.
Perkusi , lakukan perkusi pada abdomen untuk mengetahui adanya
distensi berupa cairan , massa , atau udara . mulailah pada bagian kanan
atas dan seterusnya .
Palpasi , lakukan palpasi untuk mengetahui konstitensi abdomen serta
adanya nyeri tekan atau massa di permukaan abdomen .
b. Rektum dan anus , pemeriksaan dilakukan pada posisi litotomi atau sims.
a. Feses , amati feses klien dan catat konstitensi, bentuk , bau , warna , dan
jumlahnnya.
Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan USG
A. Pengkajian keperawatan
Pengkajian ini antara lain : bagaimana pola defekasi dan keluhannya selama defekasi,
secara normal, frekuensi buang air besar pada bayi sebanyak 4-6 kali/hari, sedangkan
orang dewasa adalah 2-3 kali/hari dengan jumlah rata-rata pembuangan per hari adalah
150 g.
5. Olahraga
2. Gagal mencetuskan refleks defekasi, kurang waktu atau kurang privasi
6. Tidak mampu jongkok, mis : usila, deformitas muskulo, nyeri defekasi
Pemeriksaaan fisik yang meliputi keadaan abdomen seperti ada atau tidaknya distensi,
simetris atau tidak, gerakan peristaltik, adanya massa pada perut, dan tenderness.
B. Diagnosa Keperawatan
Penyalahgunaan laksatif
Menunda defekasi
Gangguan diet
Alergi
Tindakan huknah
Diare
Impaktion fekal
Gangguan proses fakir/persepsi
Kelemahan
Tujuan:
Rencana tindakan:
- Membiasakan pasien untuk buang air secara teratur, misalnya pergi ke kamar
mandi satu jam setelah makan pagi dan tinggal di sana sampai ada keinginan untuk buang
air.
- Diet yang seimbang dan makan bahan makanan yang banyak mengandung serat.
- Mengaturposisi yang baik untuk buang air besar, sebaiknya posisi duduk dengan
lutut melentur agar otot punggung dan perut dapat membantu prosesnya.
- Anjurkan untuk tidak memaksakan diri dalam buang air besar.
- Berikan obat laksanatif, misalnya dulcolaxTM atau jenis obat supositoria.
- Rendamduduk atau mandi di bak dengan air hangat (43-46 derjat celcius, selama
15 menit) jika nyeri hebat.
- Cegah duduk lama apabila hemoroid, dengan cara berdiri tiap 1 jam kurang lebih
5-10 menit untuk menurunkan tekanan.
- Berikan stimulus untuk defekasi, seperti minum kopi atau jus
- Ajarkan latihan fisik dengan memberikan ambulasi, latihan rentang gerak, dan
lain-lain.
- Pada waktu tertentu setiap 2 atau 3 jam, letakkan pot di bawah pasien.
- Berikan latihan buang air besar dan anjurkan pasien untuk selalu berusaha latihan.
- Kalau inkon tinensia hebat, diperlukan adanya pakaian dalam yang tahan lembab,
supaya pasien dan sprei tidak begitu kotor.
- Pakai laken yang dapat dibuang dan menyenangkan untuk dipakai.
- Untuk mengurangi rasa malu pasien, perlu didukung semangat pengertian
perawatan khusus.
- Kaji pola eliminasi normal dan cacatwaktu ketika inkontinensia terjadi.
- Berikan pelunak feses (oral) setiap hari atau katartik supostoria setengah jam
sebelum waktu defekasi ditentukan.
- Anjurkan pasien untuk minum air hangat atau jus buah ( minuman yang
merangsang peristaltik) sebelum waktu defekasi.
- Bantu pasien ke toilet (program ini kurang efektif jika pasien mengggunakan
pispot).
- Jaga privasi pasien dan batasi waktu defekasi (15-20 menit).
- Instruksikan pasien untuk duduk di toilet, gunakan tangan untuk menekan perut
terus ke bawah dan jangan mengendan untuk merangsang pengeluaran feses.
Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan merupakan cara yang dilakukan untuk
mengambil fases sebagai bahan pemeriksaan, yaitu pemeriksaan lengkap dan
pemeriksaan kultur (pembiakan)
2. Pemeriksaaan fases kultur merupakan pemeriksaan fases melalui biakan dengna
cara taoucher (prosedur pengambilan fases melalui tangan).
Alat:
Dua batang lidi kapas sebagai alat untuk mengambil fases.
Prosedur kerja:
3. Anjurkan pasien untuk buang air besar lalau ambil fases melalui lidi kapas yang
elah di keluarkan, setelah selesai anjurkan pasien untuk membersihkan daerah sekitar
anusnya.
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan eliminasi fekal dapat dinilai dengan adanya
kemampuan dalam.
2. Melakukan latihan secara teratur, seperti rentang gerak atau lain (jalan, berdiri, dan
lain-lain).
5. Mempertahankan integrasi kulit yang ditunjukkan keringnya area perianal, tidak
adainflamasi atau ekskoriasi, keringnya kulit sekitar stoma, dan lain-lain.
1. Pengkajian
a. Kebiasaan berkemih
Pengkajian ini meliputi bagaimana kebisaan berkemih serta hambatannya. Frekuensi
berkemih tergatung pada kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang berkemih setiap hari pada
waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada waktu malam hari.
b. Pola berkemih
• Frekuensi berkemih : frekuesi berkemih menentukan berapa kali individu berkemih dalam
waktu 24 jam
• Urgensi : Perasaan seseorang untuk berkemih seperti seseorang ke toilet karena takut
megalami inkotinensia jika tidak berkemih
• Disuria : Keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih. Keadaan ini ditemukan pada
striktur uretra, infeksi saluran kemih, trauma pada vesika urinaria.
• Poliuria : Keadaan produksi urine yang abnormal yang jumlahnya lebih besar tanpa adanya
peingkata asupa caira. Keadaan ini dapat terjadi pada penyekit diabetes, defisiensi ADH, da
pen yakit kronis ginjal.
• Urinaria supresi : Keadaan produksi urine yang berhenti secara medadak. Bila produksi
urine kurag dari 100 ml/hari dapat dikataka anuria, tetapi bila produksiya atara 100 – 500
ml/hari dapat dikataka sebagai oliguria.
c. Volume urine
Volume urine menentukan berapa jumlah urine yang dikeluarka dalam waktu 24 jam.
2. Diagnosa Keperawatan
• Penurunan isyarat kandung kemih dan kerusakan kemampuan untuk mengenl isyarat akibat
cedera atau kerusakan k. Kemih
• Kerusakan mobilitas
g. Retesi urine berdasarkan adanya hambatan pada sfingter akibat penyakit struktur, BHP
j. Resiko perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d gangguan drainase ureterostomi.
3. Perencanaan Keperawatan
Tujuan :
c. Mencegah infeksi
Rencanakan Tindakan :
a. Monitor/obervasi perubahan faktor, tanda dan gejala terhadap masalah perubahan eliminasi
urine, retensi dan urgensia
b. Kurangi faktor yang mempengaruhi/penyebab masalah
Inkontinensia dorongan
c. Ajarkan pola berkemih terencana (untuk mengatasi kontraksi kandung kemih yang tidak
biasa)
d. Anjurkan berkemih pada saat terjaga seperti setelah makan, latihan fisik, mandi
f. lakukan kolaborasi dengan tim dokter dalam mengatasi iritasi kandung kemih
Inkontinensia total
c. Apabila terjadi kegagalan pada latihan kandung kemih pertimbangan untuk pemasangan
kateter indweeling
• Ajarkan untuk mengidentifikasi otot dasar pelviks dan kekuatan dan kelemahannya saat
melakukan latihan
• Untuk otot dasar pelviks anterior bayangkan anda mencoba menghentikan aliran urine,
kencangkan otot-otot belakang dan depan dalam waktu 10 detik, kemudian lepaskan atau
rileks, ulangi hingga 10 kalidan lakukan 4 kali sehari
• Mengetuk kandung kemih secara langsug denga rata-rata 7-8 kali / detik
• Pindahkan sisi rangsangan di atas kandung kemih untuk menentukan posisi saling berhasil
• Tunggu kurang lebih 1 menit dan ulangi hingga kandung kemih kosong
• Apabila rangsangan dua kali lebih dan tidak ada respon, berarti sudah tidak ada lagi yang
dikeluarkan.
c. Apabila belum berhasil, lakukan hal berikut ini selama 2- 3 menit dan berikan jeda waktu 1
menit di antara setiap kegiatan
4. Tindakan Keperawatan
Mengingat tujuan pemeriksaan berbeda-beda, maka pengambilan sampel urine juga dibeda-
bedakan sesuai dengan tujuannya. Cara pengambilan urine tersebut atara lain : pegambilan
urine biasa, pegambila urine steril dan pengumpulan selama 24 jam.
a. Pengambilan urine biasa merupaka pengambilan urine dengan cara mengeluarkan urine
seperti biasa, yaitu buang air kecil. Biasanya untuk memeriksa gula atau kehamilan.
b. Pengambilan urine steril merupakan pengambilan urine dengan cara dengan menggunakan
alat steril, dilakukan dengan menggunakan alat steril, dilakukan dengan keteterisasi atau
pungsi supra pubis. Pengambilan urine steril bertujuan mengetahui adanya infeksi pada
uretra, ginjal atau saluran kemih lainnya.
c. Pengambilan urine selama 24 jam merupakan pengambilan urine yang dikumpulkan dalam
24 jam, bertujuan untuk mengeetahui jumlah urine selama 24 jam dan mnegukur berat jenis
urine, asupan dan pengeluaran serta mengetahui fungsi ginjal.
Menolong untuk buang air kecil dengan menggunakan urinal
Melakukan kateterisasi
Indikasi :
a. Tipe Intermitten
b. Tipe Indwelling
• Obstruksi uretra
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan terhadap gangguan kebutuhan eliminasi urine secara umum dapat
dinilai dari adanya kemampuan dalam :
a. Miksi dengan normal, ditunjukkan dengan kemampuan berkemih sesuai dengan asupan
cairan dan pasien mampu berkemih tanpa menggunakan obat, kompresi pada kandung kemih
atau kateter.
b. Mengosongkan kandung kemih, ditunjukkan dengan berkurannya distensi, volume urine
residu, dan lancarnya kepatenan drainase
c. Mencegah infeksi/ bebas dari infeksi, ditunjukkan dengan tidak adanya infeksi, tidak
ditemukan adanya disuria, urgensi, frekuensi, dan rasa terbakar
DAFTAR PUSTAKA