Anda di halaman 1dari 6

PUTRI TUJUH DAN ASAL USUL NAMA KOTA DUMAI

Konon, pada zaman dahulu kala, di daerah Dumai berdiri sebuah kerajaan bernama Seri
Bunga Tanjung. Kerajaan ini diperintah oleh seorang Ratu yang bernama Cik Sima. Ratu ini
memiliki tujuh orang putri yang elok nan rupawan, yang dikenal dengan Putri Tujuh. Dari
ketujuh putri tersebut, putri bungsulah yang paling cantik, namanya Mayang Sari. Putri Mayang
Sari memiliki keindahan tubuh yang sangat mempesona, kulitnya lembut bagai sutra, wajahnya
elok berseri bagaikan bulan purnama, bibirnya merah bagai delima, alisnya bagai semut beriring,
rambutnya yang panjang dan ikal terurai bagai mayang. Karena itu, sang Putri juga dikenal
dengan sebutan Mayang Mengurai.
Pada suatu hari, ketujuh putri itu sedang mandi di lubuk Sarang Umai. Karena asyik
berendam dan bersendau gurau, ketujuh putri itu tidak menyadari ada beberapa pasang mata
yang sedang mengamati mereka, yang ternyata adalah Pangeran Empang Kuala dan para
pengawalnya yang kebetulan lewat di daerah itu. Mereka mengamati ketujuh putri tersebut dari
balik semak-semak. Secara diam-diam, sang Pangeran terpesona melihat kecantikan salah satu
putri yang tak lain adalah Putri Mayang Sari. Tanpa disadari, Pangeran Empang Kuala
bergumam lirih, “Gadis cantik di lubuk Umai….cantik di Umai. Ya, ya…..d‘umai…d‘umai….”
Kata-kata itu terus terucap dalam hati Pangeran Empang Kuala. Rupanya, sang Pangeran jatuh
cinta kepada sang Putri. Karena itu, sang Pangeran berniat untuk meminangnya.
Beberapa hari kemudian, sang Pangeran mengirim utusan untuk meminang putri itu yang
diketahuinya bernama Mayang Mengurai. Utusan tersebut mengantarkan tepak sirih sebagai
pinangan adat kebesaran raja kepada Keluarga Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Pinangan itu pun
disambut oleh Ratu Cik Sima dengan kemuliaan adat yang berlaku di Kerajaan Seri Bunga
Tanjung. Sebagai balasan pinangan Pangeran Empang Kuala, Ratu Cik Sima pun menjunjung
tinggi adat kerajaan yaitu mengisi pinang dan gambir pada combol paling besar di antara tujuh
buah combol yang ada di dalam tepak itu. Enam buah combol lainnya sengaja tak diisinya,
sehingga tetap kosong. Adat ini melambangkan bahwa putri tertualah yang berhak menerima
pinangan terlebih dahulu.
Mengetahui pinangan Pangerannya ditolak, utusan tersebut kembali menghadap kepada
sang Pangeran. “Ampun Baginda Raja! Hamba tak ada maksud mengecewakan Tuan. Keluarga
Kerajaan Seri Bunga Tanjung belum bersedia menerima pinangan Tuan untuk memperistrikan
Putri Mayang Mengurai.” Mendengar laporan itu, sang Raja pun naik pitam karena rasa malu
yang amat sangat. Sang Pangeran tak lagi peduli dengan adat yang berlaku di negeri Seri Bunga
Tanjung. Amarah yang menguasai hatinya tak bisa dikendalikan lagi. Sang Pangeran pun segera
memerintahkan para panglima dan prajuritnya untuk menyerang Kerajaan Seri Bunga Tanjung.
Maka, pertempuran antara kedua kerajaan di pinggiran Selat Malaka itu tak dapat dielakkan lagi.
Di tengah berkecamuknya perang tersebut, Ratu Cik Sima segera melarikan ketujuh putrinya ke
dalam hutan dan menyembunyikan mereka di dalam sebuah lubang yang beratapkan tanah dan
terlindung oleh pepohonan. Tak lupa pula sang Ratu membekali ketujuh putrinya makanan yang
cukup untuk tiga bulan. Setelah itu, sang Ratu kembali ke kerajaan untuk mengadakan
perlawanan terhadap pasukan Pangeran Empang Kuala. Sudah 3 bulan berlalu, namun
pertempuran antara kedua kerajaan itu tak kunjung usai. Setelah memasuki bulan keempat,
pasukan Ratu Cik Sima semakin terdesak dan tak berdaya. Akhirnya, Negeri Seri Bunga Tanjung
dihancurkan, rakyatnya banyak yang tewas. Melihat negerinya hancur dan tak berdaya, Ratu Cik
Sima segera meminta bantuan jin yang sedang bertapa di bukit Hulu Sungai Umai.
Pada suatu senja, pasukan Pangeran Empang Kuala sedang beristirahat di hilir Umai.
Mereka berlindung di bawah pohon-pohon bakau. Namun, menjelang malam terjadi peristiwa
yang sangat mengerikan. Secara tiba-tiba mereka tertimpa beribu-ribu buah bakau yang jatuh dan
menusuk ke badan para pasukan Pangeran Empang Kuala. Tak sampai separuh malam, pasukan
Pangeran Empang Kaula dapat dilumpuhkan. Pada saat pasukan Kerajaan Empang Kuala tak
berdaya, datanglah utusan Ratu Cik Sima menghadap Pangeran Empang Kuala.
Melihat kedatangan utusan tersebut, sang Pangeran yang masih terduduk lemas menahan sakit
langsung bertanya, “Hai orang Seri Bunga Tanjung, apa maksud kedatanganmu ini?”. Sang
Utusan menjawab, “Hamba datang untuk menyampaikan pesan Ratu Cik Sima agar Pangeran
berkenan menghentikan peperangan ini. Perbuatan kita ini telah merusakkan bumi sakti rantau
bertuah dan menodai pesisir Seri Bunga Tanjung. Siapa yang datang dengan niat buruk,
malapetaka akan menimpa, sebaliknya siapa yang datang dengan niat baik ke negeri Seri Bunga
Tanjung, akan sejahteralah hidupnya,” kata utusan Ratu Cik Sima menjelaskan. Mendengar
penjelasan utusan Ratu Cik Sima, sadarlah Pangeran Empang Kuala, bahwa dirinyalah yang
memulai peperangan tersebut. Pangeran langsung memerintahkan pasukannya agar segera
pulang ke Negeri Empang Kuala.
Keesokan harinya, Ratu Cik Sima bergegas mendatangi tempat persembunyian ketujuh
putrinya di dalam hutan. Alangkah terkejutnya Ratu Cik Sima, karena ketujuh putrinya sudah
dalam keadaan tak bernyawa. Mereka mati karena haus dan lapar. Ternyata Ratu Cik Sima lupa,
kalau bekal yang disediakan hanya cukup untuk tiga bulan. Sedangkan perang antara Ratu Cik
Sima dengan Pangeran Empang Kuala berlangsung sampai empat bulan.
Akhirnya, karena tak kuat menahan kesedihan atas kematian ketujuh putrinya, maka Ratu Cik
Sima pun jatuh sakit dan tak lama kemudian meninggal dunia. Sampai kini, pengorbanan Putri
Tujuh itu tetap dikenang dalam sebuah lirik:

Umbut mari mayang diumbut


Mari diumbut di rumpun buluh
Jemput mari dayang dijemput
Mari dijemput turun bertujuh 
Ketujuhnya berkain serong
Ketujuhnya bersubang gading
Ketujuhnya bersanggul sendeng
Ketujuhnya memakai pending
Sejak peristiwa itu, masyarakat Dumai meyakini bahwa nama kota Dumai diambil dari
kata “d‘umai” yang selalu diucapkan Pangeran Empang Kuala ketika melihat kecantikan Putri
Mayang Sari atau Mayang Mengurai. Di Dumai juga bisa dijumpai situs bersejarah berupa
pesanggarahan Putri Tujuh yang terletak di dalam komplek kilang minyak PT Pertamina Dumai.
Selain itu, ada beberapa nama tempat di kota Dumai yang diabadikan untuk mengenang
peristiwa itu, di antaranya: kilang minyak milik Pertamina Dumai diberi nama Putri Tujuh; bukit
hulu Sungai Umai tempat pertapaan Jin diberi nama Bukit Jin. Kemudian lirik Tujuh
Putri sampai sekarang dijadikan nyanyian pengiring Tari Pulai dan Asyik Mayang bagi para
tabib saat mengobati orang sakit.
DEDAB DURHAKA

Desa yang sekarang bernama desa Dedap Kecamatan Putri Puyu Kabupaten kepulauan Meranti yang
dulunya pada masa awal membangun sebuah desa terdapat hazanah cerita yang harus diceritakan sebagai pedoman
hidup. Cerita ini bermula dari keluarga miskin yang terdiri dari kepala keluarga bernama Ujang dan isterinya
Topang serta anaknya Dedap atau panggilan manja oleh ibunya adalah Panggang karena Dedap suka makan
makanan yang di panggang. Ekonomi yang lemah dan hasil kebun tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari membuat
Dedap yang sudah tumbuh dewasa bersama temannya harus pergi ke hutan belantara Pulau Padang untuk mencari
rotan dan berburu.
Disuatu hari Dedap dan alang pergi ke hutan berburu kekah dan burung dengan membawa sumpitan yang
biasa dilakukannya. Di tengah hutan cuaca menjadi mendung dan gelap, tidak lama kemudian gerimis mulai
berjatuhan, Dedap dan alang bersiap membuat tempat berlindung dengan daun pinang hutan dan terperangkap dalam
hujan yang deras.
Dedap dan Alang tidak bisa berbuat apa-apa lagi yang dilakukan hanya bisa termenung, dalam khayalan
Dedap teringat akan kecantikan si lindung Bulan. Hujan semakin deras hari semakin malam Alang mengajak Dedap
pulang meski tidak mendapatkan hasil perburuan. Tiba di rumah dengan tubuh basah kuyup Dedap mebersihkan
tubuhnya dan mengantikan pakaiannya. Di malam itu Dedap tidak bisa memejamkan mata karena selalu terbayang
si Lindung Bulan gadis desa yang cantik jelita tinggal di desa tanjung padang putri Batin Tenggoro yang juga orang
kaya di Tanjung Padang.
Keesokan harinya Dedap segera berangkat ke Tanjung padang untuk menyatakannya cinta kepada gadis
pujaan hatinya. Tiba disana Dedap berkeliling mencari si Lindung Bulan, terlihat dikeramaian tempat membuat
anyaman atap dari daun rumbia si Lindung Bulan tertawa bahagia bersama teman-temannya. Kesempatan ini tidak
disia-siakan oleh Dedap dan dia pun menyatakan cintanya kepada si Lindung Bulan. Dengan tersipu malu si
Lindung Bulan menerima cinta Dedap, betapa bahagianya yang dirasakan oleh Dedap pada hari itu. Dengan hati
yang berbunga-bunga Dedap kini menjadi anak yang ceria dan rajin menolong Orang tua, patuh, taat dan tidak
pernah membantah kata-kata orang tuanya.
Dedap kembali ingin berjumpa si Lindung Bulan untuk mengobati kerinduannya dengan menggunakan
sampan. Tiba Tanjung Padang Dedap melintasi di kediaman Batin Tenggoro untuk melihat si Lindung Bulan,
ternyata si Lindung Bulan menunggu kedatangan Dedap selama ini. Bagaikan pungguk merindukan bulan mereka
pun bercumbu mesra. Masyarakat yang melihat pasangan kekasih itu mulai menjadi bahan pembicaraan sehingga
terdengar oleh Jelutung pemuda Tanjung Padang yang juga menyimpan rasa terhadap si Lindung Bulan. Jelutung
menyuruh anak kecil untuk bisa bertemu empat mata dengan Dedap.
Dengan berat hati si Lindung Bulan pulang karena dia tidak rela melepaskan Dedap sendirian untuk
bertemu dengan Jelutung. Di suatu tempat tersembunyi Dedap bertemu Jelutung yang sombong, angkuh dan kasar
cara memperlakukannya sehingga Dedap dipukul oleh Jelutung dan teman-temannya. Dedap dalam keadaan babak
belur diancam oleh Jelutung agar tidak mengganggu si Lindung Bulan lagi. Dedap pulang dengan perasaan gundah
gulana karena kecewa cintanya terhalang dan tergores luka yang tidak mungkin dilupakan. Dedap yang dulu periang
sekarang berubah menjadi anak yang pendiam, suka termenung sendiri. Waktu terus berlalu, Dedap sudah tidak kuat
lagi mengurung diri dirumah dan timbul rasa ingin bunuh diri begitu juga yang dirasakan oleh si Lindung Bulan.
Dedap yang kecewa merasa hina dan tidak berdaya membuat Dedap ingin merantau dinegeri orang untuk
bisa merubah nasibnya. Dedap pun mengutarakan keinginannya kepada kedua orang tuanya. Di malam hari Dedap
menemui ayah dan ibunya. Dedap pun berkata. “Wahai ibu dan ayah. Telah lama aku ingin merantau untuk
mengadu nasib di negeri orang, jika aku jadi orang yang berhasil pasti aku akan pulang”. “Berat rasanya hati ini
melepaskan engkau anak semata wayangku”. Jawab Ibu. “lagi pula nak, disini maupun ditempat orang tidak ada
bedanya”. Kata ayahnya pula.
Kembali Dedap menjawab. “Tapi keadaan disini dengan suasana disana berbeda, jika disini kita masih
malu mengerjakan sesuatu, tetapi di rantauan akan lebih gigih karena rasa rindu akan halaman kampung mendorong
semangat untuk mencari rezeki yang lebih”. Perdebatan berlangsung lama antara anak dan orang tuanya, sehingga
ibu dan ayahnya merelakan Dedap pergi merantau. Dengan berbekalkan nasehat dan petuah dari ibu dan ayahnya,
Dedap nekad pergi berlayar dengan menggunakan kapal tongkang yang sudah biasa singgah di desanya untuk
membeli rotan dan hasil hutan serta membawa penumpang yang hendak pergi ke singapura dan melaka (malaysia).
Dedap yang masih berumur 12 tahun pergi merantau tanpa membawa uang tetapi hanya perbekalan
makanan kesukaan Dedap yang dimasak oleh ibunya berupa panggang kukah (sejenis burung yang dipanggang) dan
pais keluang (sejenis kelelawar berukuran besar yang dibungkug menggunakan upih daun pinang dan dipanggang).
Di dalam kapal Dedap mencoba membantu pekerjaan seperti memasak, mencuci piring, menimba air, mengangkat
barang serta melayani penumpang yang memerlukan bantuan.
Tanpa disadari ada saudagar cina yang kaya selalu memperhatikan Dedap, sehingga dia mulai tertarik
untuk mempekerjakan Dedap di toko barang pecah belah miliknya yang berada di Singapura. Dedap yang teringat
akan nasehat orang tuanya bahwa apabila di negeri orang jangan lupa mencari Induk Semang (pengganti orangtua/
jadi anak angkat) dedap pun setuju ajakan dari Saudagar Cina tersebut. Tiba di singapura saudagar cina membawa
Dedap ke tempat usahanya, disana Dedap diberi syarat dan ketentuan disamping itu juga gaji perbulan serta makan,
tempat tinggal serta pakaian Dedap ditanggung oleh Saudagar Cina. Setelah menyetujui segala persyaratan yang
diberikan oleh saudagar cina, dedap pun mulai bekerja sebagaimana semestinya.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun usaha Saudagar Cina makin maju dan
makin berkembang. Karena kerja keras dan kejujurannya, Dedap diangkat menjadi orang kepercayaan Saudagar
Cina. Saudagar Cina yang telah tua dan tidak bisa lagi mengurus segala urusan untuk kelancaran usahanya sehingga
memaksa untuk mengumpulkan kelurganya termasuk Dedap dengan tujuan membicarakan tentang pembagian harta.
Gaji Dedap yang terkumpul selama 8 tahun akan dibagikan serta Dedap mendapatkan 1/3 dari harta kekayaan
Saudagar Cina dan 2/3 untuk keluarga Saudagar Cina.Sudah hampir 10 tahun lamanya Dedap merantau, timbul
dibenaknya rasa ingin pulang kekampung halaman. Meskipun saudagar cina kembali mengajak Dedap untuk tetap
tinggal dan melanjutkan usahanya tetap saja ditolak oleh Dedap.
Beberapa waktu yang tidak lama Dedap yang sudah memiliki kapal tongkang sendiri membuat pekerjaan
dengan Saudagar Tinggi sehingga Dedap merubah namanya dengan panggilan Saudagar Muda. Setelah 3 bulan
menjalin hubungan kerja yang baik bersama Saudagar Tinggi dan usahanya pun mendapat keuntungan yang besar.
Saudagar Tinggi berniat untuk menjodohkan Dedap dengan anaknya yang bernama Putri linggi.
Keinginan Dedap pun tercapai untuk segera mendapatkan pendamping hidup. Akhirnya diadakan acara
pernikahan antara Dedap dan Putri Linggi yang berlangsung selama seminggu dengan beraneka ragam acara.
Sebagai pengantin baru, Saudagar Tinggi menghadiahkan sebuah kapal pesiar yang dibuat seperti layaknya sebuah
istana untuk berbulan madu.
Setelah beberapa bulan berlayar sampai memasuki Selat Bengkalis, kapal tersebut harus berlabuh di
Tanjung Sekodi karena menunggu air pasang baru bisa masuk ke Selat Bengkalis. Dari kejauhan seorang anak buah
kapal melihat perahu kecil menuju ke kapal pesiar dan berusaha merapat. Ternyata didalam perahu kecil ada seorang
wanita cantik yang dengan sengaja diantar oleh nelayan untuk meminta bantuan, dengan alasan bahwa perbekalan
air minum di kapalnya yang berada di sebalik pulau Bengkalis telah habis.
Dedap pun mulai menunjukkan kebolehannya sebagai pelaut sejati dengan menjatuhkan lingkaran rotan
saga ke air laut dan menyuruh wanita itu mengambil dan meminumnya, di dalam lingkaran rotan saga tersebut air
laut bisa berubah menjadi air tawar yang bisa diminum. Wanita itu pun tertarik atas kebolehan Dedap sehingga dia
mulai menggoda Dedap karena wanita itu adalah Sri Jawa yang selalu mengejar Saudagar Muda yang menjadi
targetnya.
Dedap pun tergoda sehingga Sri Jawa dijadikannya istri yang kedua, sementara putri linggi tidak bisa
berbuat banyak karena Putri Linggi sedang hamil. Beberapa hari kemudian Dedap memerintahkan agar berlayar
masuk ke Selat Bengkalis karena dihati Dedap ingin menjenguk orang tuanya tetapi tidak diberitahu kepada
siapapun tentang niatnya itu. Selain dari itu Dedap ingin menunjukkan kepada semua orang di kampungnya bahwa
Dedap yang dulunya selalu dihina dan dicaci maki. Keangkuhan dan kesombongan mulai timbul di benak Dedap.
Setelah kapal Dedap berlabuh di salah satu muara sungai. Dedap memerintahkan 2 orang anak buah kapal
untuk mengambil air taawar untuk perbekalan minum. Dengan waktu yang tidak begitu lama, tersebar kabar
keseluruh kampung tentang kepulangan Dedap yang sudah kaya raya dan terdengar oleh kedua orang tuanya.
Mendengar berita tersebut orang tua Dedap bersiap-siap untuk bertemu anak semata wayangnya yang sudah lama
dirindukannya. Dengan membawa masakan kesukaan Dedap yaitu Panggan kukah dan Pais Keluang, langsung saja
kedua orang tuanya turun kelaut. Didalam perahu kecil kedua orang tuanya terbayang betapa gagah dan tampan
Dedap.
Apabila perahu kecil mendekat kapal Pesiar, kedua orang tuanya yang sudah tua, kulit berkedut dan
berpakain kumuh dimatanya berkaca-kaca tanda kerinduan bercampur kebahagian sehingga menjadi salah tingkah.
Datang anak buah kapal menanyakan maksud kedatangan orang tua ini. Ibu Dedap menjawab. “Kami ingin
menemui anak kami Si dedap”. Anak buah kapal kembali menjawab. ”Bapak dan Ibu sabar ya! Saya akan beritahu
kepada tuan Saudagar Muda dulu”. Dengan bantuan Ali yang juga penduduk sekitar, ibu dan ayah Dedap berangkat
untuk menemui anaknya yang selama ini disangka telah mati karena sudah bertahun lamanya tidak memberi kabar.
Dedap yang masih memperlihatkan keangkuhannya berdiri ditepi kapalnya, sang ibu pun berteriak memanggil
Dedap : “Dedap, Dedap anakku! Ini ibumu dan ayahmu datang nak!”. Dedap yang sebenarnya sudah tahu
kedatangan orang tuanya dan mendengar panggilan untuknya tetapi Dedap berpura-pura tidak tahu.
Dedap yang melihat orang tuanya datang dan semakin mendekat, lalu Dedap berpaling kebelakang sambil
bercerita dengan istrinya. Sementara istrinya mengetahui orang tua itu memanggil suaminya itu Dedap, istri Dedap
pun menyuruh Dedap untuk menjawab. “Perempuan tua itu memanggil dirimu Dedap dan dia mengaku sebagai
orang tua mu”. Kata Putri lingga. “Ah, engkau jangan percaya! Tidak mungkin ibuku seperti itu.”Ali yang bersama
orang tuanya berkata. ”Wahai Saudagar Muda! Bukankah kamu bernama Dedap?” Dedap menjawab dengan mata
melotot “Ada apa?”. “ini ibu dan ayahmu mau menyongsong kedatangan anaknya dengan membawa makanan.”
Kata Ali. “ Tidak! Mereka bukan orang tuaku”. Jawab Dedap dengan lancang.

“Benar nak ini orang tuamu, tidak ingatkah kamu ketika kamu ingin merantau, kami menyiapkan kamu makanan
kesukaanmu nak” . Kata ibunya sambil memberinya makanan kesukaan Dedap, tetapi Dedap malah menolak
makanan itu sehingga makanan tersebut jatuh beserta ibunya.

“Benar Dedap! Kami orang tuamu, cobalah engkau lihat dengan baik-baik Dedap” Kata ayahnya beriba-iba. “Tidak
mungkin! Orang tuaku sudah mati”. Jawab Dedap yang sedang malu pada istrinya karena keadaan orang tuanya.
“tidak Dedap, kami masih hidup, karena dilanda penderitaan yang berkepanjangan sehingga membuat kami menjadi
begini”. Kata ibunya sambil menangis.

“Dedap, ini aku Ali, teman dekat rumahmu. Ingatlah Dedap mereka memang orang tuamu” kata Ali. “Bang! bang!
Barangkali benar itu orang tua abang”. Kata istri Dedap. “Tidak! Orang tuaku telah mati, mereka ini orang
gelandangan yang melihat aku telah kaya dan mengaku sebagai orang tuaku”.

Pertengkaran yang semakin memuncak itu menyebabkan semakin banyak orang berdatangan. Dedap yang ingin
menjauhkan diri dari kerumunan orang banyak, akan tetapi sang ibu yang sangat rindu akan si Dedap bergantung
memegang celana Dedap dan berkata.” Aku ini ibu yang mengandung dan menyusukanmu.” “Dusta, bangsat tidak
tahu diuntung”. Seru Dedap sambil menolak ibunya sehingga tersungkur.

Ali datang membantu sang ibu berdiri dan berkata. “sabarlah ibu, jika dia tidak mengakui, apa boleh buat”. “atau
engkau bukan anakku?” Kata ibunya yang sedang marah. “Ya! Aku bukan anakmu” jawab Dedap. “Coba engkau
perlihatkan ada bekas luka besar dibetis kirimu karena terkena kaca sewaktu kamu masih kecil”. Kata sang ibu yang
makin marah.

Sejenak Dedap berdiam diri, istrinya pun berkata “Memang benar apa yang dikatakan ibu itu”. “Kalau tidak percaya,
mari kita sama-sama saksikan” kata ibunya. “mengakulah bang, tidak perlu malu”. Kata istrinya. “Menurut kami
lebih baik Saudagar Muda mengakui bahwa mereka orang tuamu yang sebenarnya”. Kata salah seorang anak buah
kapalnya.

“Mana mungkin kalian semua lebih tahu dari pada aku, tidak mungkin aku yang setampan dan sekaya ini memiliki
orang tua sejelek dan sebangsat mereka”. Bentak Dedap. “tidak ingatkah engkau ketika ingin merantau aku bekali
kau dengan panggang kukah dan pais keluang”. Kata ibunya sambil menangis. “jika dia tidak mau mengaku, tidak
perlu dipaksa”. Kata ayahnya.

“Memang aku tidak akan mengakui kalian orang tuaku, karena orang tuaku telah mati, kalian ini bangsat, penipu
dan hanya mengharapkan harta kekayaanku, pergi! Pergi kalian dari sini!”. Seru Dedap sambil menolak ayah dan
ibunya turun dari kapal.

Mengalami perlakuan Dedap yang durhaka itu kedua insan yang malang pulang dengan kekecewaan yang
mendalam. Tiba di muara sungai, sang ibupun mengadahkan tangan seraya berdoa kepada Tuhan : “Wahai Tuhan
Yang Maha Kuasa dengarkanlah pengaduan hambamu ini. Engkau Yang Mengetahui. Aku yang telah mengandung
anakku selama 9 bulan dengan bersusah payah dan telah melahirkanya dengan menyambung nyawa serta aku
korbankan air susuku untuk membesarkannya. Kami pelihara dia dengan penuh kasih sayang”. “Tidakkah aku
relakan air susuku yang dihisap oleh Dedap bertahun-tahun”. Kata sang ibu murka sambil mengoyangkan kedua
susunya dan mengangkat kelangit.
“Engkau timpakan malapetaka yang maha dahsyat kepada anakku Dedap Durhaka. Engkau Yang Maha Perkasa dan
Maha Adil”. Siap ibunya berdoa, tibalah angin kencang disertai kilat dan petri menyambar, kapal pesiar bagaikan
istana berjalan ikut berputar-putar dibawa angin kencang dan hampir karam serta menenggelamkan perahu kecil
milik orang tuanya yang sampai saat ini di muara sungai Desa Dedap terdapat beting yang hampir menutupi muara
tersebut.

Dedap pun berseru memohon ampun pada ibunya tetapi ibunya tidak peduli. Sang ayah yang merasa kasihan atas
musibah yang menimpa Dedap menyuruh istrinya agar mengampuni Dedap. Angin semakin kencang kapal Dedap
bersama 12 orang penumpang tenggelam ditelan lautan. Setelah beberapa lama tepat pada tenggelamnya kapal
Dedap timbullah pulau yang bernama Pulau Dedap dan beberapa tahun kemudian di atas pulau tersebut tumbuh
pohon pelam atau mangga bercabang 2. Cabang yang pertama tumbuh mengarah kelaut dan buahnya terasa asam
dan cabang satunya lagi mengarah ke darat dan buahnya terasa manis.

Buah mangga yang terasa asam menggambarkan ibunya yang terlanjur sakit hati tidak mau mengampuni anaknya
sedangkan buah mangga yang terasa manis tersebut menggambarkan ayah Dedap yang masih punya rasa belas
kasihan dan mau mengampuni anaknya.

Anda mungkin juga menyukai