Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENDEKATAN KESELAMATAN PASIEN DALAM PELAYANAN


KEPERAWATAN

DISUSUN OLEH:

Nama: Nurlela Y. Sunusi

Nim: PO7120119009

POLTEKKES KEMENKES PALU

DIII KEPERAWATAN

T/A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha


Esa,yang telah memberikan banyak nikmatnya kepada kami dan telah
melimpahkan Rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga kami
mampu menyelesaikan makalah “PENDEKATAN KESELAMATAN PASIEN
DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN” ini sesuai dengan waktu yang
direncanakan. Makalah ini buat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah.

Sebagai penyusun pastinya tidak pernah lepas dari kesalahan. Begitu pula
dalam penyusunan makalah ini, yang memiliki kekurangan. Oleh karena itu mohon
maaf atas segala kekurangannya.

Berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.


Namun, memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………1

Daftar isi………………………………………………………...2

BAB 1 Pendahuluan……………………………………………3

a) Rumusan Masalah…………………………………..…….4
b) Tujuan penelitian………………………………………....4
c) Manfaat penulisan…………………………………….…..4

BAB II Hasil Dan Pembahasan…………………………….…5

A. Hasil………………………………………………….….5
B. Pembahasan ……………………………………..……...6

BAB III Penutup…………………………………………….…8

Kesimpulan dan Saran…………………………………………8

Daftar Pustaka…………………………………………….……9
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Keselamatan pasien dan mutu pelayanan kesehatan seharusnya merupakan


prinsip dasar dalam pelayanan kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan perlu
melakukan perubahan paradigma pelayanan dari “Quality”, menjadi “Quality and
Safety”. Fasilitas pelayanan kesehatan bukan hanya fokus kepada peningkatan
mutu pelayanan namun turut menerapkan keselamatan pasien secara konsisten.
Perbaikan pada kualitas pelayanan seharusnya sejalan dengan meningkatnya
keselamatan pasien dan meminimalkan terjadinya insiden. Peningkatan pada kedua
hal tersebut merupakan harapan oleh semua pihak, seperti rumah sakit, pemerintah,
pihak jaminan kesehatan, serta pasien, keluarga dan masyarakat. Namun, hasil
penelitian menunjukkan bahwa masih memiliki jalan panjang untuk benar-benar
meningkatkan keselamatan pasien.

Masalah keselamatan pasien dari sejak terbitnya publikasi “To Err is


Human” pada tahun 2000 hingga studi-studi terkini, masih menunjukkan
penerapan keselamatan pasien masih belum sesuai dengan harapan. Prinsip “First,
do no harm” tidak cukup kuat untuk mencegah berkembangnya masalah
keselamatan pasien1 . Hasil penelitian di Amerika pada akhir tahun 1990-an
ditemukan angka 3,7% dan 2,9% angka kejadian tidak diharapkan (KTD) pada
pasien rawat inap2,3. Pengukuran dengan Global Trigger Tool menunjukkan
bahwa angka KTD sebesar 33,2% (29-36%) atau setiap 91 dari 1000 pasien per
hari, terjadi peningkatan 10 kali lipat4 . Studi Iberoamerican Study of Adverse
Universitas Sumatera Utara Events (IBEAS) di 58 rumah sakit dari 5 negara di
Amerika Latin menunjukkan bahwa KTD sebesar 10,5%5.

Pada tahun 2013, kesalahan medis (medical error) menjadi penyebab


kematian ketiga di Amerika Serikat, sekitar lebih dari 250.000 kematian per
tahun.Survei terbaru tahun 2017 masih menemukan sekitar 21% pasien memiliki
pengalaman kesalahan medis. Ketika kesalahan medis terjadi, itu turut berdampak
pada kesehatan fisik dan emosional pasien, finansial/keuangan serta hubungan
keluarga.Di Amerika Serikat, setiap tahun 1 dari 20 orang dewasa mengalami
kesalahan diagnostik (diagnostic error). Kesalahan diagnostik bisa memiliki
konsekuensi serius, yang dapat menyebabkan kesenjangan perawatan, prosedur
yang tidak perlu, tes ulang (repeat testing) dan membahayakan pasien8 . ECRI
Institute menyatakan bahwa banyak kematian di rumah sakit yang dengan
perjalanan alami penyakit mungkin merupakan hasil dari kesalahan diagnostic.

Di Indonesia, penelitian Utarini et al. menunjukkan bahwa angka KTD


sangat bervariasi, untuk kesalahan diagnosis yaitu 8,0% hingga 98,2% dan
kesalahan pengobatan sebesar 4,1% hingga 91,6%. Terus berkembangnya
penelitian tentang keselamatan pasien di berbagai daerah, namun sampai saat ini
belum ada studi nasional.

Fasilitas pelayanan kesehatan harus dapat menjamin keamanan dan mutu


pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. Sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien, pengaturan
keselamatan pasien bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan fasilitas
pelayanan kesehatan melalui penerapan manajemen risiko dalam seluruh aspek
pelayanan yang disediakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan.

a) Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis membuat suatu


rumusan masalah, yaitu:

1. Apa yang dimaksud dengan keselamatan pasien?


2. Bagaimana penyelenggaraan keselamatan pasien?
3. Bagaimana pelaporan insiden keselamatan pasien?
b) Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan keselamatan pasien


2. Untuk mengetahui bagaimana penyelenggaraan keselamatan pasien
3. Untuk mengetahui bagaimana cara pelaporan insiden keselamatan
pasien
c) Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan ini yaitu untuk memperluas wawasan bagi
pembaca tentang konsep keselamatan pasien.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hasil

Dari hasil Jurnal Kesehatan Masyarakat, Maret 2012-September 2012, Vol. 6,


No.2 Tentang,Pelaksanaan Program Keselamatan Pasien di RSUD SOLOK.

Berdasarkan hasil penelitian, pelaksanaan tujuh langkah menuju keselamatan


pasien di RSUD Solok,hampir semua mengatakan sudah terlaksana tetapi belum
tertata dengan baik dan adanya tim penggerak di ruangan, membuat tim
keselamatan pasien, melakukan uji coba disalah satu ruangan serta
mengembangkan langkah-langkah yang belum terlaksana.

Dari hasil wawancara mendalam dan telaah dokumen, pada ruangan sudah ada
yang menggunakan format untuk pelaporan kejadian tentang keselamatan pasien.
Fasilitas Rumah Sakit untuk program keselamatan pasien di ruangan berdasarkan
wawancara mendalam dan observasi sudah cukup,apalagi untuk gedung yang baru
sudah menuju standar keselamatan pasien. Sementara itu, untuk keadaan
lingkungan berdasarkan wawancara mendalam dan observasi, semua informan
menyatakan bahwa lingkungan Rumah Sakit sudah cukup baik.

Lingkungan juga akan mempengaruhi akan keselamatan pasien,seperti yang


diungkapkan Cahyono, JBS, 20086 setiap petugas dapat melakukan kesalahan
apabila kondisi tempat mereka bekerja memberikan peluang untuk melakukan
kesalahan/pelanggaran.Lingkungan yang tidak kondusif seperti tidak ada
kerjasama, tidak ada supervisi, kejenuhan, kelelahan, stres, beban kerja berlebihan.
Oleh sebab itu, manajer harus dapat merancang lingkungan kerja yang kondusif,
upaya-upaya seperti : merancang sistem yang dapat meminimalkan kebisingan,
meminimalkan polusi lingkungan (berisik, getaran) serta menjamin berjalannya
supervisi dan komunikasi. Faktor budaya sangat berpengaruh terhadap keselamatan
pasien, karena menyangkut pemahaman kesalahan terhadap insiden yang terjadi.
Berdasarkan hal tersebut, banyak faktor yang menghambat pelaksanaan program
keselamatan pasien, agar pelaksanaan program keselamatan pasien ini
terlaksana,maka rumah sakit perlu lebih mengupayakan pelaksanaan nya,seperti,
membudayakan pelaporan, menciptakan lingkungan kerja yang kondusif.
Sedangkan menurut penelitian Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 1
Nomor 3. Afrisya Iriviranty, Analisis Budaya Organisasi dan Budaya Keselamatan
Pasien Sebagai Langkah Pengembangan Keselamatan Pasien di RSIA Budi
Kemuliaan Tahun 2014.

Berdasarkan hasil dan analisis dari penelitian ini, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:

1. Dimensi budaya keselamatan pasien yang terkuat adalah Kerjasama dalam


unit, dan yang terlemah adalah Staffing dan respons non punitive.
2. Tipe budaya organisasi yang dominan di RSIA Budi Kemuliaan adalah
budaya Clan. Selain dominan, budaya Clan juga merupakan budaya yang
kuat dalam organisasi ini. Budaya Clan kondusif untuk keselamatan pasien
namun dapat menjadi hambatan karena hubungan interpersonal yang kuat
dapat memberikan ruang pemakluman yang besar yang dapat menghampat
penegakkan disiplin dan standard.

B. Pembahasan

Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien merupakan suatu cara


bagaimana menciptakan kepemimpinan dan budaya terbuka dan adil yang artinya
rumah sakit mempunyai kebijakan apa yang mesti dilakukan staf segera setelah
insiden, bagaimana langkah-langkah pengumpulan fakta dan dukungan apayang
diberikan kepada staf,budaya pelaporan dan belajar dari insidenserta melakukan
penilaian keselamatan pasien.

Leape, Lucian, Lawthers, Brennan, Troyen (1993 dikutip dari IOM, 2000)
menyebutkan ciri jenis kesalahan yang mengakibatkan cedera;

1) Diagnostik; kesalahan atau keterlambatan diagnosis, kegagalan untuk


menggunakan hasil dari tes diagnostik, menggunaan tes diagnostik atau
terapi yang sudah ketinggalan zaman, kegagalan untuk bertindak
berdasarkan hasil pemantauan atau pengujian.
2) Pengobatan; kesalahan dalam pelaksanaan operasi, prosedur, atau uji,
kesalahan dalam mengelola perawatan, kesalahan dalam dosis atau metode
menggunakan obat, keterlambatan dalam pengobatan atau dalam
menanggapi tes abnormal, dan tidak menunjukan kepedulian.
3) Pencegahan; kegagalan untuk memberikan perawatan profilaksis,
pemantauan yang tidak memadai atau tindak melanjutkan pengobatan.
4) Lain-lain; kegagalan komunikasi, kegagalan peralatan, kegagalan system.

Faktor budaya sangat berpengaruh terhadap keselamatan pasien, karena


menyangkut pemahaman kesalahan terhadap insiden yang terjadi. Berdasarkan hal
tersebut, banyak faktor yang menghambat pelaksanaan program keselamatan
pasien, agar pelaksanaan program keselamatan pasien ini terlaksana,maka rumah
sakit perlu lebih mengupayakan pelaksanaan nya,seperti, membudayakan
pelaporan, menciptakan lingkungan kerja yang kondusif.

Faktor yang paling berkontribusi terhadap pelayanan kesehatan yang tidak


aman antara lain: sistem, kondisi, manusia, teknologi, dan faktor lain yang
berkonstribusi misalnya; tindakan yang tidak tepat dan atau kesalahan obat.
Dampak dari pelayanan yang tidak aman terhadap faktor sosioeconomic telah lama
di laporkan mencapai angka kerugian dan pemborosan yang sangat fantastis, dan
hal ini tentunya akan dapat ditekan apabila pelayanan kesehatan yang diterima oleh
pasien dapat terjamin keamanannya dan bermutu. Perawat sebagai garda terdepan
selama 24 jam di unit pelayanan kesehatan merupakan salah satu profesi yang
memiliki peran cukup besar dalam menjaga keselamatan pasien.

Kesalahan dalam tindakan pelayanan kesehatan tidak hanya membebani dari


aspek ekonomi, tetapi juga dari sosial dan psikologis; mempengaruhi keluarga
pasien, teman dan-rekan kerja. Produktivitas pasien akan berkurang, hilangnya
kualitas hidup, depresi, traumatik dan mungkin meningkatkan ketakutan mereka
akibat kesalahan dalam penggunaan pelayanan kesehatan di masa depan.mereka
merasa kesal dan bersalah tekah merugikan pasien, kecewa tentang kegagalan
dalam menerapkan standar mereka sendiri, takut mungkin akan digugat, dan cemas
terhadap reputasi mereka dampak dari kesalahannya (Gallagher, Waterman &
Ebers, 2003).

Oleh karena itu budaya sangatlah penting untuk diketahui karena dalam setiap
budaya memiliki aturan dan adat yang berbeda-beda,maupun dalam hal segi positif
dan negatif,karena budaya menjadi salah satu faktor utama keselamatan
pasien,seperti salah satu penelitian,walaupun budaya Clan disinyalir sebagai tipe
budaya yang kondusif bagi keselamatan pasien , namun jika dikaitkan dengan
kondisi di RSIA Budi Kemuliaan, dimana insidens keselamatan pasien masih
belum menurun, yang dalam beberapa kasus bahkan merupakan kejadian yang
mirip dan berulang, maka tipe budaya Clan yang terlalu dominan tampaknya tidak
selalu memberikan pengaruh positif bagi keselamatan pasien.

Lingkungan dan suasana organisasi seperti sebuah keluarga dengan hubungan


interpersonal yang kuat akan cenderung memberikan ruang pemakluman yang
besar terhadap kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh anggotanya, sehingga
penegakkan aturan dan standar-standar menjadi terhambat. Hal ini justru dapat
menjadi hambatan dalam pengembangan keselamatan pasien, jika tidak dilakukan
upaya untuk menciptakan perubahan. Perubahan yang diharapkan dapat terlihat
pada aspek karakteristik dominan yang mengalami pergeseran ke arah tipe budaya
lainnya
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari berbagai artikel penelitian yang dalam pembahasan maka dapat


disimpukan bahwa budaya keselamatan pasien sangat terkait dengan kejadian
insiden keselamatan pasien. Dengan meningkatnya budaya keselamatan pasien
maka angka kejadian insiden keselamatan pasien dapat diminimalkan. Namun,
masih banyak praktisi keperawatan yang mengabaiakan pelaporan insiden karena
menganggap insiden tersebut masih bisa ditangani dengan sendirinya atau mereka
tidak melaporkan jika tidak terjadi cedera pada pasien dan hanya melaporkan jika
sudah terjadi cedera. Oleh karena itu, kesadaran tentang budaya keselamatan
pasien masih perlu ditingkatkan.

B. SARAN

bagi pihak rumah sakit dapat meneruskan, mempertahankan,


mengembangkan program-program keselamatan pasien yang telah
berjalan serta memelihara budaya keselamatan pasien yang telah
berjalan serta melaksanakan evaluasi secara berkelanjutan terhadap
penerapan budaya keselamatan pasien secara menyeluruh dengan
didukung oleh kebijakan dan mengaktualisasikan program keselamatan
pasien yang terancang secara sistematis di semua instalasi atau bidang
secara berkesinambungan agar berjalan efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA

Bea, IF. Gambaran Budaya Keselamatan Pasien di RS.Unhas Tahun 2013. Makassar:
Universitas Hasanuddin Makassar; 2013.

Bawelle, (2013). Jurnal Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat dengan Pelaksanaan
Keselamatan Pasien (Patient Safety) di Ruang Rawat Inap RSUD Liun Kandage Tahuna.
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, ejournal
keperawatan (e-Kp), Manado.

Depkes RI. (2008). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety):
Utamakan Keselamatan Pasien. Jakarta: Depkes RI

Depkes RI.PanduanNasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta :Departemen


Kesehatan RI: 2006.

Dirjen Bina Upaya Kesehatan. (2012). Kebijakan Pelayanan Instalasi Gawat Darurat di
Rumah Sakit, Bulletin BUK Edisi 1, Jakarta.

Gallagher, T. H., Waterman, A. D., & Ebers, A. G. (2003). Patients’ and physicians’
attitudes regarding the disclosure of medical errors. Journal of the American Medical
Association, 289. Retrieved on November 16, 2008.

Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 1 Nomor 3. Afrisya Iriviranty, Analisis Budaya
Organisasi dan Budaya Keselamatan Pasien Sebagai Langkah Pengembangan Keselamatan
Pasien di RSIA Budi Kemuliaan, Tahun 2014.

Kemenkes RI. (2011). Permenkes RI No.1691/Menkes/VIII/2011 tentang Keselamatan


Pasien Rumah Sakit. Retrieved 11 23, 2015.

NS.Deswani,M.Kes.,Sp,Mat. (2009). Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta:


Salemba Medika 2009

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2017.tentang


Keselamatan Pasien, Jakarta , 2017.

Simamora, R. H. (2018). Buku Ajar Keselamatan Pasien Melalui Timbang Terima pasien
Berbasis Komunikasi Efektif: SBAR.

UU No. 44 Tahun 2009. tentang Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

World Health Organization. Panduan Kurikulum Keselamatan Pasien Edisi Multi


Profesional (terjemahan).

Anda mungkin juga menyukai