Anda di halaman 1dari 14

TEORI PEMBELAJARAN KONTRUKTIVISTIK

DALAM PENINGKATAN KREATIFITAS

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH :


KREATIFITAS ANAK USIA DINI

OLEH :
ANITA SRIWINARSIH NIM. 172103800062
USWATUN KASANAH NIM. 170154800520

DOSEN PEMBIMBING : TRIYONO

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


S2 – PAUD
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori Kontruktivistik di definisikan sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan menciptakan sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar
sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon,
Kontruktivistik lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia
membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada
pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Kontruktivistik sebenarnya
bukan merupakan gagasan baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita
selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi
pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan
menjadi lebih dinamis.
Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak
hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus
berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Dalam
hal ini, guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan
memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan
ide-ide mereka sendiri dan mengajar siswa sadar menggunakan strategii
mereka sendiri untuk belajar.
Makna dari belajar menurut Kontruktivistik adalah aktivitas yang aktif,
dimana peserta didik membina sendiri pengetahuannyanya, mencari arti dari
apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan
ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimiliknya
(Shymansky, 1992).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Teori Belajar Kontruktifistik?
2. Bagaimana Implikasi Teori Belajar Kontruktifistik dapat meningkatkan
kreatifitas?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Belajar Kontruktifistik


Pemikiran kontruktifistik modern paling banyak menggunakan teorii
Vygotsky yang telah digunakan untuk mendukung metode pengajaran di
ruang kelas yang menekankan pembelajaran kerjasama.
Ada empat prinsip utama dari gagasan Vygotsky yang telah
memainkan peranan penting yaitu :
1. Pembelajaran sosial
Penekanan pada sifat pembelajaran anak-anak belajar, ia berpendapat
melalui interaksi bersama dengan orang dewasa dan teman-teman akan
lebih mampu. Dalam proyek kerjasama, anak-anak dihadapkan pada
proses pemikiran dari teman-teman mereka, metode ini bukan hanya
memungkinkan hasil pembelajaran yang tersedia bagi siswa, tetapi juga
memungkinkan proses pemikiran siswa tersedia bagi semua.
2. Zona Perkembangan Proksimal
Bahwa anak-anak paling baik mempelajari konsep yang berada pada
zona perkembangan proksimal mereka. Anak-anak yang bekerja dalam
zona perkembangan proksimal mereka akan terlibat dalam tugas yang
tidak dapat mereka kerjakan sendiri dan hanya dapat dikerjakan dengan
bantuan orang dewasa. Ketika anak-anak bekerjasama, kemungkinan
akan mempunyai tempat yang terampil dalam menyelesaikan tugas
tersebut dengan tingkat kognisi yang lebih tinggi tentunya.
3. Masa magang kognisi
Selain masa proksimal Vygotsky juga menekankan pada masa magang
kognisi istilah ini merujuk pada proses yang digunakan seorang pelajar
untuk memperoleh keahlian melalui interaksi dengan pakar, apakah
orang dewasa atau teman atau yang lebih tua darinya yang pasti lebih
mempunyai otoritas dalam hal tersebut. Pengajaran inilah yang disebut
masa magang kognisi.
4. Pembelajaran termediasi
Dalam pembelajaran ini, siswa harus diberi pekerjaan atau tugas yang
rumit, sulit, dan realitas akan tetapi kemudian diberikan sedikit bantuan
untuk mencapai tugas-tugas yang tealah diberikan, akan tetapi bukan

3
berarti diajarkan bagian-bagian kecil pengetahuan yang pada suatu hari
berkembang menjadi sebuah tugas yang sulit.

Menurut paham kontruktivistik pengetahuan merupakan kontruksi


(bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak
bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai
skemata sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan
merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi
untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang
baru. Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau
pengetahuan secara aktif dan terus menerus.
Kontruktivistik berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat
pendidikan, Kontruktivistik adalah suatu upaya membangun tata susunan
hidup yang berbudaya modern. Kontruktivistik merupakan landasan berfikir
(filosofi) pembelajaran kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh
manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan di ingat.
Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melaluii
pengalaman nyata.

Yang terpenting dalam teori Kontruktivistik adalah bahwa dalam


proses pembelajaran siswalah yang harus mendapatkan penekanan.
Merekalah yang harus ktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukannya
guru atau orang lain. Peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan
masalah dan menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan berbelut
dengan ide-ide. Penekanan kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu
mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.

Pembentukan pengetahuan menurut model Kontruktivistik


memandang subjek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam
interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitif ini subjek
menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh
realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subjrk
itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan
berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah.

4
Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses
rekontruksi ( Piaget, 1988:60).

Belajar lebih diarahkan pada experiental learning yaitu merupakan


adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium,
diskusi dengan teman sejawat yang kemudian di kontemplasikan dan
dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari
mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada
pebelajar. Belajar seperti ini selain berkenaan dengan hasilnya (outcome)
juga memperhatikan prosesnya dalam konteks tertentu. Pengetahuan yang
ditransformasikan diciptakan dan dirumuskan kembali (ceated and
recreated), bukan sesuatu sesuatu yang berdiri sendiri. Bentuknya bisa
objektif maupun subjektif, berorientasi pada penggunaan fungsi konvergen
dan divergen otak manusia ( Semiawan, 2001 ).

Pengetahuan dalam pengertian Kontruktivistik tidak dibatasi pada


pada pengetahuan yang logis dan tinggi. Pengetahuan di sini juga dapat
mengacu pada pembentukan gagasan gambaran, pandangan akan sesuatu
atau gejala yang sederhana.

B. Tokoh-tokoh Teori Belajar Kontruktifistik

Driver dan Bell


Mereka berdua berpendapat bahwa karakteristik teori belajar Kontruktivistik
adalah sebagai berikut :
1. Peserta didik dipandang pasif, tetapi memiliki tujuan;
2. Keterlibata peserta didik seoptimal mungkin dalam pembelajaran;
3. Pengetahuan tidak datang dari luar tetapi di kontruksi oleh peserta
didiknya sendiri;
4. Pembelajaran bukan berupa transfer pengetahuan, tetapi melibatkan
pengendalian dan rekayasa kondisi dan situasi kelas
5. Kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melaainkan seperangkat sumber
yang harus dikembangkan

5
Tasker
Teori belajar Kontruktivistik Tasker menekankan bahwa ada tiga hal yang
harus ada dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut :
1. Peran aktif peserta didik dalam mengkontruksi pengetahuan secara
bermakna
2. Kaitan anta ride-ide baru sangat penting dalam pengkontruksian
3. Mengaitkan antara informasi yang baru diterima dengan gagasan-
gagasan yang dikembangkan

Wheatley

Wheatley mendukung toeri belajar Kontruktivistik dengan mengajukan 2


prinsip utama dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut :

1. Pengetahuan tidak diperoleh secara pasif tetapi secara aktif oleh struktur
kognitif peserta didik
2. Kognisi berfungsi adaptif dan membantu pengorganisasian pengalaman
nyata dikembangkan dalam proses belajar.

Hanbury

Hanbury mengemukakan beberapa aspek berlandaskan teori belajar


Kontruktivistik ini sebagai berikut :

1. Belajar melalui pengkontruksian informasi dan ide yang dimiliki


2. Pembelajran menjadi bermakna apabila peserta didik mengerti
3. Strategi peserta didik lebih bernilai
4. Peserta didik berkesempatan untuk diskusi dengan sesamanya

Teori Belajar Kontruktivisme Jean Piaget


Menegaskan bahwa penekanan Teori kontruktivisme pada proses
untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas
lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme
adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari
kalangan kontruktivistik menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun
dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi
sesuai dengan skemata yang dimiliki.

6
Proses mengkontruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Paiget adalah sebagai
berikut :

 Skemata
sekumpulan konsep yang digunakan ketika berinteraksi dengan
lingkungan disebut schemata. Skemata terbentuk karena
pengalaman.Prose penyempurnaan skema dilakukan melalui proses
asimilasi dan akomodasi
 Asimilasi
asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan
persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola
yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilsi dipandang sebagai suatu
proses kognitif yang menempatkan dan mengkalsifikasikan kejadian atau
rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini
berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian
schemata melainkan perkembangan skemata.
 Akomodasi
Dalam mengahadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak
dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan schemata yang
telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak
cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang
akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk
skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi
skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
 Keseimbangan
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi
sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya atara
proses asimiliaasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang
menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.

Teori Belajar Kontruktivisme Vygotsky

Karya Vygotsky didasarkan pada dua ide utama, pertama,


perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks
historis dan budaya pengalaman anak. Kedua, perkembangan bergantung
pada system-system isyarat mengacu pada symbol-simbol yang diciptakan

7
oleh budaya untuk membantu orang berpikir, berkomunikasi dan
memecahkan masalah, dengan demikian perkembangan kognitif anak
mensyaratkan system komunikasi budaya dan belajar menggunakan
system-sistem ini untuk menyesuaiakan proses-proses berpikir diri sendiri.

Implikasi utama teori Viygotsky dalam pendidikan adalah yang


pertama dikehendakinya setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif
anatr kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda sehingga siswa
dapat berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling
memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif didalam
daerah pengembangan terdekat/proksimaal masing-masing. Kedua
pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan perancahan
(scaffolding). Dengan scaffolding semakin lama siswa semakin dapat
mengambil tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri.

Teori Belajar Kontruktivisme Vygotsky

a. Pengelolaan pembelajaran
Interaksi social individu dengan lingkungannya sangat mempengaruhi
perkembangan belajar seseorang, sehingga perkembangan sifat-sifat dan
jenis manusia akan dipengaruhi oleh kedua unsure tersebut. Menurut
Vygotsky dalam Slavin (2000) peserta didik melaksanakan aktifitas
belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat yang
mempunyai kemampuan lebih, interaksi social ini memacu terbentuknya
ide baru dan memperkaya perkembangam intelektual peserta didik.

b. Pemberian Bimbingan
Menurut Vygotsky tujuan belajar akan tercapai dengan belajar
menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas
tersebut masih berada dalam daerah perkembangan terdekat mereka
(Wersch,1985), yaitu tugas-tugas yang terletak di atas peringkat
perkembangannya. Menurut Vygotsky pada saat peserta didik
melaksanakan aktifitas di dalam daerah perkembangan terdekat mereka,
tugas yang tidak daapat diselelsaikan sendiri akan dapat mereka
selesaikan dengan bimbingan atau bantuan orang lain.

8
C. Implikasi Teori Belajar Kontruktifistik dapat meningkatkan kreatifitas
Proses belajar kontruktivistik
Proses belajar kontruktivistik berupa “contructing and restructuring of
knowledge and skills within the individual in a complex network of increasing
conceptual consistenly”. Membangun dan merestrukturisasi pengetahuan
dan ketrampilan individu dalam lingkungan social dalam upaya peningkatan
konseptual secara konsisten. Oleh sebab itu pengelolaan pembelajaran
harus di utamakan pada pengelolaan peserta didik dalam memproses
gagasannya bukan semata-mata olahan peserta didik dan lingkungan
bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang dikaitkan dengan
system penghargaan dari luar seperti nilai ijasah dan sebagainya.
Penerapan teori belajar kontruktivisme sering digunakan pada model
pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) seperti pembelajaran
menemukan (discovery learning) dan pembelajaran berbasis masalah
(problem based learning).
Secara konseptual proses belajar jika dipandang dari pendekatan
kognitif bukan sebagai perolehan infiormasi yang berlangsung satu arah dari
luar ke dalam diri siswa. Melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa
kepada pengalamnnya melalui prosesnya asimilasi dan akomodasi yang
bermuara pada pemutahkiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih di
pandang dari segi prosesnya daripadaa segi perolehan pengetahuan dari
fakta-fakta yang terlepas.
Pemberian makna terhadap objek dan pengalaman oleh individu
tersebut tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui
interaksi dalam jaringan sosial, yang unik yang terbentuk baik dalam budaya
kelas maupun di luar kelas.

Pendekatan Kontruktivistik mempunyai bebepara konsep umum yaitu


:
1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah
ada.
2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri
pengetahuan mereka,

9
3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri
melalui proses salaing mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu
dngan pembelajaran terbaru,
4. Unsure terpenting dalam teori ini adalah seseorang membina
pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi
baru dengan pemahaman yang sudah ada.
5. Ketidak seimbangan merupakan factor motivasi pembelajaran yang
utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-
gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan
pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.

 Peranan peserta didik

Menurut pandangan kontruktivistik, belajar merupakan suatu proses


pembentukan pengetahuan. Pembetukan ini harus dilakukan oleh si
belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyususn
konsep dan member makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Yang
menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri.
Dengan isltilah lain, dapat dikatakan dahwa hakekatnya kendala belajar
sepenuhnya ada pada siswa.

 Peranan Guru
Dalam belajar kontruksi guru atau pendidik berperan membantu agar
proses pengkontruksian pengetahuan oleh siswa untuk membentuk
pengetahuannnya sendiri. Guru dituntut lebih memahami jalan pikuran
atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim
bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah .yang sama dan sesuai
dengan kemampuannya.

 Sarana Belajar
Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan
belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya
sendiri. Segala seuatu seperti bahan media, peralatan, lingkungan dan

10
fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut.
Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan
pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya.
 Evaluasi
Pandangan kontruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar
sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interprestasi
terhadap realitas, kontruksi pengetahuan serta aktifitas-aktifits lain yang
didasarkan pada pengalaman.

Adapun implikasi dari teori belajar kontruktivisme dalam pendidikan


anak (Poedjiadi, 1999: ) adalah sebagai berikut :

1. Tujuan pendidikan menurut teori belajar kontruktivisme adalah


menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk
menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi;
2. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi siruasi yang
memungkinkan pengetahuan dan ketrampilan dapat dikontruksi oleh
peserta didik . selain itu latihan memecahkan masalah seringkali
dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam
kehifupan sehari-hari dan
3. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar
yang sesuai dengan dirinya.
Guru hanyalah berperan sebagai mediator, fasilitator, dan teman yang
membuat diskusi yang kondusif untuk terjadinya kontruksi pengetahuan
pada diri peserta didik.

Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar kontruktivisme Tyler (1996:

Mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran


sebagai berikut :

1. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukan gagasan dengan


bahasa sendiri
2. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang
pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif
3. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru
4. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah
dimiliki siswa

11
5. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan
6. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Pembentukan pengetahuan menurut model kontruktivisme memandang


subjek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan
lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitfnya ini, subjek menyusun pengertian
realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melaluii
struktur kognitif yang diciptakan oleh subjek itu sendiri. Struktur kognitif
senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan
organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus
menerus melalui proses rekontruksi.

Belajar lebih diarahkan pada experiental learning, yaitu merupakan


adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit, diskusi dengan teman
sejawat, yang kemudian di kontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan
baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si
pendidik melainkan pada pebelajar. Belajar seperti ini selain berkenaan dengan
hasilnya (outcome) juga memperhatikan prosesnya dalam konteks tertentu.
Pengetahuan yang ditranfosmasikan diciptakan dan dirumuskan kembali (created
and recreated), bukan sesuatu yang berdiri sendiri.

12
Daftar Pustaka :

http://magister-pendidikan.blogspot.com/p/teori-
konstruktivistik.html

https://ikhsanhidayat28.wordpress.com/2013/04/21/teori-belajar-
konstruktivistik/

winataputra, Udin S.(2007).teori belajar dan


pembelajaran. Jakarta : Penerbitan Universitas Terbuka

13
14

Anda mungkin juga menyukai