Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Hidup di era modern harus mempunyai kesiapan hidup dengan revolusi, seperti
peperangan, terorisme global bahkan bencana alam maupun bencana yang diciptakan
manusia. Di era ini manusia telah menemukan senjata yang dapat menciptakan
kerusakan dan kehancuran dunia. Dimana sebagai contoh Negara – Negara yang masih
berperang dan yang penuh dengan terorisme yang dapat menciptakan senjata penyebab
ledakan, sehingga bangunan runtuh dapat menyebabkan cedera terhadap manusia.
Bencana tersebut tidak hanya menyebabkan kerusakan organ, gangguan hemodinamik
dan metabolik, namun dapat menyebabkan kematian.
Crush injury berasal dari bahasa Inggris Crush “ hancur” dan Injuri “ luka” ,
yang definisikan sebagai Luka yang hancur pada extremitas atau anggota badan lain
yang mengakibatkan terjadinya kerusakan yang serius, meliputi; kulit dan jaringan
lunak dibawa kulit, kerusakan pembuluh darah, persarafan, tendon, fascia , bone joint
(lokasi penghubung anatara tulang), kerusakan tulang serta komponen didalam
tulang.
Crush injury didefinisikan sebagai kompresi dari ekstremitas atau bagian lain dari
tubuh yang menyebabkan pembengkakan otot dan/atau gangguan saraf di area
tubuhyang terkena. Biasanya area tubuh yang terkena adalah ekstremitas bawah (74%),
ekstremitas atas (10%), dan badan (10%).
Crush syndrome merupakan lokalisasi crush injury dengan manifestasi sistemik.
Efek sistemik disebabkan oleh trauma rhabdomyolysis (Pemecahan otot) dan pelepasan
komponen sel otot yang berbahaya dan elektrolit kesistem peredaran darah. Crush
syndrome dapat menyebabkan cedera jaringan lokal, disfungsi organ, dan kelainan
metabolik, termasuk asidosis, hiperkalemia, dan hypocalcemia.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.L
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 08 Juni 2001
No. Rekam Medik : 043241
Tanggal Masuk RS : 08 Juli 2020 Jam 17.15 WIT
Pekerjaan : Buruh Pabrik
Suku Bangsa : Indonesia / Papua
Agama : Islam
Alamat : Kampung Baru, Kaimana, Papua Barat

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Sakit pada tangan sebelah kanan
Anamnesis Terpimpin :
Seorang pasien laki – laki berusia 19 tahun datang ke IGD RSUD kaimana pada
tanggal 08 Juli 2020 dengan keluhan sakit pada tangan sebelah kanan sejak ±1
jam yang lalu. Sebelumnya tangan pasien terkena penggilingan saat berkerja
16.00 WIT.
Riwayat Penyakit Terdahulu :
• Riwayat hipertensi disangkal
• Riwayat diabetes mellitus disangkal
• Riwayat asma disangkal
• Riwayat alergi disangkal
• Riwayat sakit jantung disangkal
• Riwayat sakit paru disangkal
• Riwayat operasi disangkal

2
Riwayat Pengobatan :
Riwayat berobat sebelumnya tidak ada.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien bekerja sebagai buruh pabrik penggilingan ikan.

C. PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Tanda Vital
- Kesadaran : Compos Mentis
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 114 x/menit
- Frekuensi pernapasan : 24 x/menit
- Suhu tubuh : 37,0 oC
Data Antropometri
- Berat Badan : 60 kg
- Tinggi Badan : 165 cm
Status Generalis
Kepala :Rambut hitam lurus, konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), mukosa mulut dan bibir kering (-/-), air mata
(–)
Leher
Inspeksi :Warna kulit sama dengan sekitarnya, tidak tampak massa
tumor
Palpasi :Tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening,
Thoraks
Inspeksi :Simetris kiri dan kanan, Tidak tampak massa tumor
Palpasi :Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak teraba
Perkusi :Sonor

3
Auskultasi :Bunyi pernafasan tipe vesikuler, tidak ada ronkhi dan
tidak ada wheezing.

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi :Batas atas jantung ICS II parasternal kiri.
Batas kiri jantung ICS IV linea midclavicularis kiri.
Batas kanan jantung ICS IV linea parasternalis kanan.
Auskultasi :Bunyi jantung I dan II, murni, reguler, tidak ada gallop
dan murmur
Abdomen
Inspeksi :Datar, ikut gerak nafas
Auskultasi :Peristaltik ada kesan normal
Palpasi :Tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan. Hepar dan
lientidak teraba.
Perkusi :Tympani, Shifting Dullnes (-)
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan

Status Lokalis
Look : lokasi pada regio manus dextra terdapat fraktur terbuka proximal
phalang dan intermediet phalang digiti II, fraktur terbuka intermediet
phalang digiti III dan IV, fraktur terbuka proximal phalang digiti V. Tepi
luka tidak rata. Dasar luka adalah tulang dan tendon. Deformitas (+)
Feel : nyeri (+), suhu sama dengan kulit sekitar,
Move : ROM terbatas, nyeri gerak (+)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 08 Juli 2020
Nama Test Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI
Darah Rutin

4
Hemoglobin 13 g/dl 12.0 – 16.0
Hematokrit 42 % 35 – 47
Leukosit 14.110/mm3 3.800 – 10.600
Trombosit 202.000/mm3 150.000– 440.000
Eritrosit 5.06 juta/mm3 3.6 – 5.8
KIMIA KLINIK
AST (SGOT) 24 U/L s/d 31
ALT (SGPT) 15 U/L s/d 31
GDS 103 mg/dL < 140
IMUNOSEROLOGI
HbSAg Non Reaktif
HIV Non Reaktif
Syphilis Non Reaktif
Rapid Test Covid 19 Non Reaktif

Golongan Darah O
CT 4’00”
BT 3’30”

Foto Rontgen
Tanggal 08 Juli 2020

E. RESUME
Seorang pasien laki – laki umur 19 tahun datang ke IGD RSUD Kaimana
dengan keluhan nyeri pada manus dextra yang dialami sejak ± 1 jam sebelumnya.
myeri dirasakan setelah pasien terkena mesin penggilingan ikan saat pasien
bekerja sekitar jam 16.00 WIT.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sakit sedang, gizi cukup
cukup, dan composmentis. Pada status vitalis didapatkan dalam batas normal.
Pada status lokalis pada regio manus dextra terdapat fraktur terbuka proximal

5
phalang dan intermediet phalang digiti II, fraktur terbuka intermediet phalang
digiti III dan IV, fraktur terbuka proximal phalang digiti V. Tepi luka tidak rata.
Dasar luka adalah tulang dan tendon. Deformitas (+). Nyeri tekan pada manus
dextra, suhu sama dengan kulit sekitar. Serta ROM terbatas dan nyeri gerak (+.)
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yaitu 14.110/mm 3.
Pada foto rongent tampak open fraktur comminutif proximal phalang dan
intermediet phalang digiti II, open fraktur intermediet phalangs digiti II dan difiti
IV non viabel, open fraktur proximal phalangs digiti V.

F. DIAGNOSIS KERJA
Pre Operasi : Crush Injury Manus Dextra
Post Operasi : Crush Injury Manus Destra Post Orif + Post amputasi digiti IV
dan V manus dextra

G. TATALAKSANA
Pre Operasi
- IVFD RL 1000cc/24 jam/IV
- Injeksi Cefotaxim 1gr/ 12jam/ IV
- Injeksi Ketorolac 1 amp/ 12 jam/ IV
- Injeksi Ranitidin 50mg/ 12 jam/ IV
- Injeksi ATS (Skin Test)
- Tutup dengan
- Rencana Operasi CITO
Post Operasi
- IVFD RL 1000cc/24 jam/IV
- Injeksi Cefotaxim 1gr/ 12jam/ IV
- Injeksi Ketorolac 1 amp/ 12 jam/ IV
- Injeksi Ranitidin 50mg/ 12 jam/ IV
- Injeksi Paracetamol 1 gr/8 jam/ IV
- Evaluasi NVD dan AVN

6
H. FOTO KLINIS
Pre-Operasi

Post-Operasi 1

7
Post-Operasi 2

8
I. LAPORAN OPERASI
Tanggal Operasi : Kamis 09 Juli 2020, Jam 04.20 WIT

J. PROGNOSIS
- Ad vitam : ad bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Crush injury merupakan cedera kompresi pada extremitas atau bagian tubuh
lain yang menyebabkan terjadinya gangguan pada otot dan atau saraf di area
tubuh yang terkena. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan yang
serius, seperti kerusakan kulit dan jaringan lunak dibawa kulit, kerusakan
pembuluh darah, persarafan, tendon, fascia, bone joint (lokasi penghubung
anatara tulang), serta kerusakan tulang serta komponen didalam tulang. Crush
injury lebih sering mengenai anggota gerak dibanding anggota tubuh yang lain.
Efek sistemik disebabkan oleh trauma rhabdomyolysis (pemecahan otot)
dan pelepasan sel komponen otot yang berbahaya dan elektrolit ke sistem
peredaran darah. Crush injury ini dapat menyebabkan cedera jaringan lokal,
disfungsi organ, kelainan metabolik, termasuk asidosis, hypercalemia dan
hypocalcemia.

B. ANATOMI
Struktur anatomis telapak tangan terdiri dari dua bagian utama yaitu:  
1. Bagian tulang: Carpal, metacarpal, dan phalangs
a. Carpal
Tulang carpal terdiri dari 8 tulang pendek yang berartikulasi
dengan ujung distal ulna dan radius, dan dengan ujung proksimal
dari tulang metacarpal. Antara tulang- tulang carpal tersebut terdapat
sendi geser. Ke delapan tulang tersebut adalah scaphoid, lunatum,
triqutrum, piriformis, trapezium, trapezoid, capitatum, dan hamatum.
b. Metacarpal
Metacarpal terdiri dari 5 tulang yang terdapat pada pergelangan
tangan dan bagian proksimalnya berartikulasi dengan distal tulang-
tulang carpal. Khususnya di tulang metacarpal jari 1 (ibu jari) dan 2
(jari telunjuk) terdapat tulang sesamoid.
c. Tulang-tulang phalangs

10
Tulang-tulang phalangs adalah tulang-tulang jari, terdapat dua
phalangs di setiap ibu jari ( phalangs proksimal dan distal ) dan 3 di
masing-masing jari lainnya ( phalangs proksimal , medial , dan
distal ). Sendi engsel yang terbentuk antara tulangphalangs membuat
gerakan tangan menjadi lebih fleksibel terutama untuk menggenggam
sesuatu.

Gambar 1. Tulang penyusun manus


2. Bagian lunak: musculus, innervasi, vascularisasi
a. Musculus
Otot-otot manus intrinsik digolongkan menjadi empat kelompok,
yaitu:
 Thenar dalam kompartemen thenar. 
 Musculus adductor pollicis dalam kompartemen adductor.
 Hypothenar dalam kompartemen hyphothenar
 Musculi lumbricales dalam komparteman tengah dan musculi
interossei antara ossa metacarpi.
Otot-otot thenar terdiri dari musculus abductor pollicis brevis,
musculus flexor pollicis brevis, dan musculus opponens pollicis yang
berfungsi untuk mengadakan oposisi  pollex (digitus primus). Gerak
majemuk ini dimulai dengan ekstensi, lalu dilanjutkan dengan abduksi,
fleksi, endorotasi, dan biasanya aduksi.

11
Gambar 2. Anatomi Otot-Otot Manus

b. Innervasi

Telapak tangan diinnervasi oleh nervus medianus dan nervus


ulnaris. Nervus ulnaris akan mempersarafi musculus flexor carpi
ulnaris, musculus flexor digitorum profundus/ FDP (untuk fleksi DIP
joint/ distal inter phalang joint jari 4 dan 5), dan sebagian besar otot
intrinsik tangan termasuk mm. lumbricales (untuk fleksi
MCP/Metacarpo phalangeal 4 dan 5). Cedera pada nervus ulnaris
akan menyebabkan kecenderungan tertarik ke depan oleh FDP tanpa
adanya tarikan lumbricales, kondisi yang demikian disebut Claw
Hand (main en griffe).

Nervus medianus mempersarafi semua otot antebrachium


kompartemen anterior flexor - kecuali m. flexor carpi ulnaris dan
FDP / flexor digitorum profundus jari ke-4 dan ke-5 (bagian radial).
N. Medianus juga mempersarafi otot regio thenar yaitu m. flexor
policis brevis, m. abductor policis brevis dan m. Opponens policis.
Cedera nervus medianus bagian proksimal akan memberikan
gambaran obstetricus hand/ Benedict, accoucheur’s hand, Pitcher’s
Hand. Cedera nervus medianus akan menyebabkan gambaran ape
hand.

12
Gambar 3. Innervasi Manus

c. Vaskularisasi

Selain innervasi telapak tangan juga mendapatkan vaskularisasi yaitu


dari arteri radialis dan arteri ulnaris.

 Arteri Radialis

Arteri radialis adalah cabang terminal yang lebih kecil dari


arteria brachialis. Pada pergelangan  pergelangan tangan, tangan,
arteri radialis radialis ini membelok membelok di sekitar sekitar
tepi lateral lateral carpus ke ujung proximal ruang di antara os
metacarpalia I dan os metacarpalia II, di mana  pembuluh ini
menuju ke anterior, ke  pembuluh ini menuju ke anterior, ke
telapak tangan telapak tangan di antara kedua caput musculi di
antara kedua caput musculi interosseus dorsalis pertama. Kemudian
arteri ini membelok ke medial di antara caput obliquus dan
transversus musculus adductor pollicis dan bergabung dengan
ramus profundus arteria ulnaris untuk membentuk arcus palmaris
profundus.

Setelah arteri Radialis sampai di telapak tangan, arteria


radialis mempercabangkan arteria radialis indicis, yang mendarahi
sisi tepi jari telunjuk, dan arteri princeps  pollicis, yang bercabang
dua dan mend  pollicis, yang bercabang dua dan mendarahi sisi la

13
arahi sisi lateral dan medial ibu jari. teral dan medial ibu jari

Gambar 4. Arteri Pada Manus, Lapisan dalam

 Arteri Ulnaris

Arteri ulnaris adalah cabang terminal arteria brachialis yang


lebih besar. Arteri ini  berawal  berawal dari fossa cubiti setinggi
setinggi collum radii. Kemudian Kemudian berjalan berjalan ke
distal di dalam anterior dan posterior membrana interossea; arteri
tersebut juga mempercabangkan arteri nutritia untuk radius dan
ulna. A. Ramus palmaris  profundus  profundus arteria arteria
ulnaris ulnaris dipercabangkan dipercabangkan di depan
retinaculum retinaculum musculorum musculorum flexorun, yang
berjalan di antara musculus abductor digiti minimi dan musculus
flexor digiti minimi, dan bergabung dengan arteri radialis untuk
membentuk arcus  palmaris profundus.

Gambar 5. Arteri pada manus, lapisan tengah

14
 Vena Telapak Tangan
Arcus palmaris superficialis dan profunda diikuti oleh arcus
venosus palmaris superficialis dan profunda.

Gambar 6. Vena pada dorsum manus

C. ETIOLOGI
Penyebab utama dari crush injury adalah banyak faktor antara lain, seperti
tertindih oleh objek berat, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja pada Industri,
kecelakaan kerja lain yang menyebabkan luka hancur yang serius.

D. PATOFISIOLOGI
Pada crush injury kerusakan lapisan kulit dan subkutan dapat
mempermudah masuknya kuman melalui lokasi luka yang terbuka sehingga
sangat penting pada ada anamnesis dapat diketahui mengenai mekanisme trauma
dan lokasi kejadian, agar dapat mengetahui risiko terjadinya infeksi.
Kompresi langsung dari otot yang menyebabkan crush injury lokal adalah
mekanisme yang paling umum dari rhabdomyolysis traumatis. Kompresi
menyebabkan iskemia otot, sebagai tekanan jaringan meningkat ke tingkat yang
melebihi tekanan perfusi kapiler. Ketika kompresi hilang, akan terjadi reperfusi
jaringan otot. Iskemia otot diikuti oleh reperfusi (iskemia-reperfusi cedera)

15
merupakan dasar pathophysiologic mekanisme rhabdomyolysis dan dibahas
secara ekstensif.
Terjadinya kontraksi otot memperlihatkan terdapat hubungan yang erat
antara konsentrasi intraselular ion Sodium Na+ dan kalsium Ca2+. Enzim
sarkolemik Na/K ATPase mengatur konsentrasi intraselular ion Na+ agar
konsentrasinya tetap berada pada kisaran 10 mEq/L. Adanya gradien konsentrasi
Na+ antara intra dan ekstraselular menyebbabkan efflux dari ion Ca2+ sebagai
pertukaran dengan ion Na+ namun melalui kanal ion yang terpisah. Ini
memelihara agar ion Ca+ tetap pada konsentrasi yang lebih rendah dari
ekstraselular.
Kompresi otot menyebabkan stres mekanik yang membuka kanal ion yang
diaktivasi oleh regangan pada memban sel. Hal ini menyebabkan influx cairan dan
elektrolit termasuk Na+ dan Ca2+. Sel membengkak dan konsentrasi Ca2+
intraselular meningkat sehingga menyebabkan proses patologi dimulai.

Gambar 7. Patogenesis Rhabdomiolisis


Peningkatan dalam aktivitas enzim cytoplasmic neutral proteases
menyebabkan degradasi protein myofibrillar; enzim phosphorylase-Ca2+
dependent diaktifkan, dan terjadi degradasi membran sel. Selain itu, nucleases
diaktifkan, dan produksi ATP di mitokondria berkurang karena adanya hambatan
respirasi aerob selular.
Iskemia otot yang disebabkan oleh kompresi berkepanjangan atau hasil
cedera vaskular menyebabkan metabolisme anaerobik dan penurunan lebih lanjut
produksi ATP. Hal ini mengurangi aktivitas Na / K ATPase, yang mengarah ke

16
akumulasi cairan dan ion Ca2+ intraselular. Selain itu peningkatan konsentrasi
kemotraktans dari neutrofil juga terjadi pada jaringan post-ischemic yang
menyebabkan peningkatan netropil teraktivasi bila terjadi reperfusi. Netropil
teraktivasi ini akan mengahncurkan jaringan dengan melepaskan enzim-enzim
proteoliktik; menghasilkan radikal bebas; memproduksi asam hipoklorit serta
meningkatkan resistensi vascular.
Radikal bebas yang dilepaskan netropil mendegradasi membran sel yang
dikenal dengan lipid peroksidasi. Degradasi membran sel menyebabkan
permeabilitas membran berkurang dan terjadinya influx cairan dan ion Na+
berlebihan dan berlanjut menjadi edema intra selualar dan lisis sel. Sel otot yang
lisis melepas berbagai konten intra selular ke sirkulasi. Efek tersebut terjadi pada
iskemia otot lebih dari tiga jam.
Pada kelompok otot tertentu, tekanan intracompartmental naik dengan
cepat. Ketika tekanan ini melebihi tekanan arteriol-perfusi, tamponade otot dan
kerusakan myoneuronal terjadi, menghasilkan sindrom kompartemen. Tanda dan
gejala sindrom kompartemen termasuk tegang, otot kompartemen bengkak, nyeri
dengan peregangan pasif, parestesia atau anestesi, kelemahan atau kelumpuhan
ekstremitas yang terkena, dan pada tahap akhir, denyut nadi perifer berkurang.
Patofisiologi crush injury  dimulai dengan cedera otot dan kematian sel otot.
Menurut James Dickson, pada awalnya ada tiga mekanisme yang bertanggung
jawab atas kematian sel otot-otot
a. Immediate Cell Disruption : Kekuatan lokal yang menghancurkan sel
menyebabkan Immediate Cell Disruption (lisis). Hancurnya sel otot
ini kemudian mengakibatkan pelepasan myoglobin yg banyak
kedalam sirkulasi sehingga mengakibatkan kerusakan pada ginjal.
b. Direct pressure on muscle cell : Tekanan langsung dari crush
injury menyebabkan sel otot menjadi iskemik. Sel-sel kemudian
beralih ke metabolisme anaerobik, menghasilkan sejumlah besar asam
laktat. Proses ini terjadi selama satu jam pertama setelah crush injury.
c. Vascular compromi : Kekuatan crush injury menekan pembuluh darah
utama mengakibatkan hilangnya suplai darah ke jaringan otot.

17
Biasanya, otot bisa bertahan sekitar 4 jam tanpa aliran darah (warm
ischemia time). Selanjutnya terjadi kebocoran membrane plasma sel
otot serta kerusakan pembuluh darah yang akan mengakibatkan cairan
intravaskuler akan terakumulasi ke jaringan yang cedera. Hal ini dapat
dapat menyebabkan hipovelemia yang signifikan sehingga
mengakibatkan terjadi syok hipovolemik, serta kehilangan ion calcium
(Ca+) sehingga berpotensi menyebabkan terjadinya hipokalsemia.
Jika tulang patah maka periosteum dan pembuluhh darah pada kortek,sum-
sum dan jaringan lunak sekitarnya mengalami gangguan / kerusakan. Perdarahan
terjadi dari ujung tulang yang rusak dan dari jaringan lunak (otot) yang ada
disekitarnya. Hematoma terbentuk pada kannal medullary antara ujung fraktur
tulang dan bagian bawah periosteum. Jaringan nekrotik ini menstimulasi respon
inflamasi yang kuat yang dicirikan oleh vasodilasi, eksudasi plasma dan lekosit ,
dan infiltrasi oleh sel darah putih lainnya. Kerusakan pada periosteum dan sum-
sum tulang dapat mengakibatkan keluarnya sumsum tulang terutama pada tulang
panjang, sumsum kuning yang keluar akibat fraktur masuk ke dalam pembuluh
darah dan mengikuti aliran darah sehingga mengakibatkan terjadi emboli lemak (
Fat emboly ). Apabila emboli lemak ini sampai pada pembuluh darah kecil,
sempit, dimana diameter emboli lebih besar dari pada diameter pembuluh darah
maka akan terjadi hambatan aliran-aliran darah yang mengakibatkan perubahan
perfusi jaringan. Emboli lemak dapat berakibat fatal apabila mengenai organ-
organ vital seperti otak, jantung, dan paru-paru.
Kerusakan pada otot dan jaringan lunak juga dapat menimbulkan nyeri yang
hebat karena adanya spasme otot. Sedangkan kerusakan pada tulang itu sendiri
mengakibatkan terjadinya perubahan ketidakseimbangan dimana tulang dapat
menekan persyarafan pada daerah yang terkena fraktur sehingga dapat
menimbulkan penurunan fungsi syaraf, yang ditandai dengan kesemutan, rasa
baal dan kelemahan. Selain itu apabila perubahan susunan tulang dalam keadaan
stabil atau benturan akan lebih mudah terjadi proses penyembuhan fraktur dapat
dikembalikan sesuai dengan anatominya.

18
Biasanya jika penanganan awal tidak dilakukan dengan baik, akan
berkembang timbul tanda-tanda dari crush syndrome yang mana akibat kerusakan
sel-sel otot sebagai akibat dari crush injury. Crush syndrome ditandai dengan
adanya gangguan sistemik.
Keadaan kematian sel otot dan timbulnya sindrom kompartemen seperti
yang digambarkan diatas menyebabkan jaringan otot yang terluka menghasilkan
dan melepaskan sejumlah substansi yang dapat menjadi racun dalam sirkulasi.
Mekanisme tekanan pada crush injury sebenarnya berfungsi sebagai mekanisme
perlindungan, mencegah racun mencapai sirkulasi pusat. Setelah pasien
terbebaskan dan tekanan dilepaskan, racun bebas masuk dalam sirkulasi dan
berefek sistemik. Mereka dapat mempengaruhi organ yang jauh dari lokasi crush
injury. Kebocoran racun dapat berlangsung selama 60 jam setelah crush injury
terbebaskan. Beberapa substansi dan efeknya adalah sebagai berikut
a. Asam amino dan asam organik lainnya
Berkontribusi terhadap asidosis, aciduria, dandysrhythmia.
b. Creatine phosphokinase (CPK) dan enzim intraseluler lain
Berfungsi sebagai penanda dalam laboratorium untuk crush injury.
c. Free radicals, superoxides, peroxides
Terbentuk ketika oksigen kembali pada jaringan iskemik,
menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut.
d. Histamin
Vasodilatasi, bronkokonstriksi.
e. Asam laktat
Berperan besar terhadap terjadinya asidosis dan disritmia.
f. Leukotrienes
Cedera paru (ARDS), dan hepatic injury.
g. Lysozymes
Enzim pencernaan sel yang menyebabkan cedera selularlebih lanjut.
h. Mioglobin
Presipitat dalam tubulus ginjal, khususnya dalam pengaturan asidosis
dengan pH urin rendah, mengarah ke gagal ginjal.

19
i. Nitratoksida
Menyebabkanvasodilatasi, yang memperburuk hemodinamik.
j. Fosfat
Hyperphosphatemia menyebabkan pengendapan kalsium serum, yang
mengarah kehypocalcemia dan disritmia.
k. Kalium
Hiperkalemia menyebabkan disritmia, terutama bila dikaitkan dengan
asidosis dan hypocalcemia.
l. Prostaglandin
Vasodilatasi, cedera paru.
m. Purin (asam urat)
Dapat menyebabkan kerusakan ginjal lebih lanjut (nefrotoksik).
n. Thromboplastin
Koagulasi intravaskuler diseminata(DIC).

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda jelas berbeda tergantung dari keparahan crush injury. Pada
trauma yang ringan dapat ditandai dengan adanya luka robek, nyeri terlokasir dan
ringan. Namun pada trauma crush injury yang berat dapat terlihat kerusakan
hebat dibawa kulit lokasi lesi, dan sering dijumpai kerusakan hebat terhadap kulit,
jaringan lunak, fascia, saraf, pembuluhh darah, tulang serta tendon dan organ
lainnya. Beberapa tanda yang mungkin dan sering timbul yaitu, klinis pada kulit
mungkin hampir sama dengan trauma bukan crush injury, bengkak daerah trauma,
paralisis ( jika mengenai vertebra), parestesi, nyeri, pulsasi ujung distal dari lokasi
trauma mungkin ada atau tidak ada, mioglobinuri yang mana warna urine
menjadi merah gelap atau coklat.
Keadaan akut dari crush injury biasanya ditandai dengan hipovolemi dan
ketidakseimbangan metabolic (reperfusion sindrom). Pada beberapa kasus sering
terjadi cardiacs arytmia dan kematian mendadak. Pada keadaan lebih lanjut,
pelepasan zat-zat akibat dari kematian sel menuju sirkulasi mengakibatkan
myoglobinuria, yang mengakibatkan kasus gagal ginjal jika tidak diobati.

20
F. DIAGNOSIS
Dalam mendiagnosis crush injury sebagai dokter harus melakukan prosedur
anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang guna mendiagnosis
serta mengetagui komplikasi dari crush injury. Ada beberpa pemeriksaan yang
dapat dilakukan untuk mengetahui komplikasi dari crush injury sebagai berikut :
1. Tes Darah
a. Pemeriksaan Mioglobin Pelepasan mioglobin ke dalam sirkulasi harus
dipertimbangkan setiap kali ada cedera otot yang signifikan. Nilai serum
yang normal bervariasi tergantung pada hasil laboratorium, tapi biasanya
kurang dari 85 ng / mL. Dengan kerusakan otot yang signifikan, nilai
serum dapat mencapai lebih dari 150.000 ng / mL. Tingat miogloin serum
lebih tinggi daripada mioglobin urin, namun, eksresi di ginjal
menyebabkan mioglobin urin akan lebih tinggi dari serum. Pelacakan nilai
mioglobin baik serum dan urin adalah cara terbaik untuk mengikuti
perkembangan dan resolusi Crush Injury.
b. Pemeriksaan dipstick Urin Sebuah tes sederhana namun cepat untuk
rhabdomyolysis dapat dilakukan dengan dipstick urin standar. Bagian
heme dari mioglobin menyebabkan pembacaan positif untuk darah pada
tes strip, dan heme-positif pada urin bila tidak adanya sel darah merah
pada pemeriksaan mikroskopis menunjukkan myoglobinuria. Namun,
temuan dipstick positif hanya sekitar setengah dari pasien dengan
rhabdomyolysis.
c. Phosphokinase creatine (CPK) merupakan penanda kerusakan otot. CPK
dilepaskan dengan adanya kerusakan otot. Dengan rhabdomyolysis,
tingkat yang sangat tinggi, seringkali lebih dari 30.000 unit / L dan
berkorelasi dengan jumlah otot yang rusak. Kejadian gagal ginjal menjadi
signifikan pada ambang batas hanya 5.000 unit / L. Tingkat ini harus
segera evaluasi dan intervensi agresif.
2. Pemeriksaan Lain
a. EKG bisa menunjukkan perubahan sekunder untuk hiperkalemia.
b. Penilaian biasa untuk trauma, termasuk X-ray, harus dilakukan.

21
c. Penilaian tekanan kompartemen

G. TATALAKSANA
Pada crush injury , perlu adanya penanganan yang sergera , karena lebih
dari 6-8 jam setelah kejadian, jika tidak dapat ditangani dengan baik akan
menyebabkan kondisi pasien semakin memburuk dan terjadi banyak komplikasi
lain yang dapat memperberat kondisi pasien dan penanganan selanjutnya menjadi
semakain sulit.
Penanganan pada crush injury dapat dimulai dari tempat kejadian yaitu
dengan prinsip primary surface ( ABC) terutama mempertahankan atau
mengurangi perdarahan dengan cara bebat tekan sementara dilarikan ke rumah
sakit.

1. Manajemen Pra-rumah sakit


a. Administer cairan intravena sebelum melepaskan bagian tubuh yang
hancur. Langkah ini sangat penting dalam kasus crush injury yang
berkepanjangan > 4 jam. Namun, Crush Syndrome dapat terjadi
<1jam
b. Jika prosedur ini tidak mungkin, pertimbangkan penggunaan
tuourniquet jangka pendek pada anggota badan dengan crush injury
sampai hidrasi intravena dapat dilakukan.
2. Manajemen Rumah Sakit
a. Umum
Korban crush injury harus diperlakukan awalnya sebagaimana setiap
korban trauma multipe lainnya, sesuai dengan engan prinsip ATLS. Jalan
nafas harus dijamin dan terlindung dari debu. Ventilasi yang memadai harus
dipastikan dan dipelihara bersama dengan oksigenasi yang memadai. Dalam
situasi bencana dengan persediaan terbatas, untuk menghemat oksigen
dengan menggunakan laju aliran terendah yang diperlukan untuk
mengoksidasi seperti yang ditunjukkan dengan pengukuran saturasi oksigen
dan penilaian klinis. Sirkulasi harus dijaga dan syok harus segera diatasi.

22
Seperti disebutkan sebelumnya, sangat penting untuk berkoordinasi
dengan tim penyelamatan sehingga pengobatan dapat dimulai sebelum
pasien diselamatkan dari himpitan.
b. Cairan intravena
Normal saline adalah pilihan awal yang baik. Setelah kompresi
diangkat, sangat penting untuk mempertahankan output urine yang tinggi.
Penempatan kateter Foley akan membatu pengukuran output urin dan pH.
Cairan yang digunakan adalah Normal Saline Solution (NSS) dengan 50
mEq natrium bikarbonat per liter cairan, ditambah 120 gram sehari manitol
untuk mempertahankan output urin dan mencegah gagal ginjal akut.
Rejimen lain adalah 12 hari d (500 ml / jam) dari larutan yang mengandung
natrium, 110 mmol / L, klorida 70 mmol / L, bikarbonat, 40 mmol / L, dan
manitol, 10 gr/L.

c. Sodium Bikarbonat
Sodium Bikarbonat akan memperbaiki asidosis yang sudah ada
sebelumnya. hal ini merupakan langkah pertama dalam mengobat
hiperkalemia. Terapi ini juga akan meningkatkan pH urin, sehingga
menurunkan jumlah mioglobin yang mengendap di ginjal. Dosis yang
disarankan 50 sampai 100 mEq bikarbonat, tergantung pada tingkat
keparahan cedera.
d. Pengobatan Hiperkalemia
Selain natrium bikarbonat, perawatan lain mungkin diperlukan untuk
memperbaiki hiperkalemia, tergantung pada cedera yang
mengancam,biasanya diberikan:
1. Insulin dan glukosa.
2. Kalsium - intravena untuk disritmia.
3. Beta-2 agonists - albuterol, metaproterenol sulfat (Alupent), dll
4. Kalium-pengikat resin seperti natrium sulfonat polystyrene
(Kayexalate).
5. Dialisis, terutama pada pasien gagal ginjal akut

23
e. alkaline diuresis
Pengobatan lain yang dapat digunakan adalah dopamin dengan dosis 2
sampai 5 mg / kg / menit dan furosemide di 1 mg / kg. Acetazolamide, 250
sampai 500 mg, terapi ini juga dapat digunakan jika pasien menjadi terlalu
alkalotic.
f. Manitol
Pemberian Manitol intravena memiliki tindakan yang menguntungkan
beberapa korban crush syndrome guna melindungi ginjal dari efek
rhabdomyolisis, peningkatan volume cairan ekstraselular, dan meningkatkan
kontraktilitas jantung. Selain itu, intravena manitol selama 40 menit berhasil
mengobati sindrom kompartemen, dengan menghilangkan gejala dan
mengurangi bengkak (edema).
Manitol dapat diberikan dalam dosis 1 gram / kg atau ditambahkan ke
cairan intravena pada pasien sebagai infuse lanjutan. Dosis maksimum
adalah 200 gm/d, dosis yang lebih tinggi dari ini dapat merusak fungsi
ginjal. Mannitol boleh diberikan hanya setelah aliran urin baik yang
dikoreksi dengan cairan IV lain sebelumnya.
g. Debridement
Luka harus dibersihkan yaitru dilakukan debridemen, dan ditutup
dengan dressing sterile dengan kain kasa. Lokasi cedera diangkat lebih
tinggi dari posisi jantung akan membantu untuk membatasi edema dan
mempertahankan perfusi. Antibiotik intravena sering digunakan guna
mencegah infeksi, obat-obatan untuk mengontrol rasa sakit (analgetik) dapat
diberikan yang sesuai. Torniket yang kontroversial perlu jika perdarahan
aktif , namun biasanya jarang digunakan.
h. Hyperbaric Oksigen
Ada laporan kasus oksigen hiperbarik meningkatkan hasil korban
crush injury. Penggunaan modalitas ini akan terbatas dalam situasi bencana
karena kurangnya akses ke ruang hiperbarik

24
i. Amputasi

Amputasi di lapangan atau tempat kejadian digunakan hanya sebagai


upaya terakhir. Metode ini dilakukan sesuai strategi penyelamatan untuk
pasien yang hidupnya berada dalam bahaya langsung dan yang tidak dapat
melepaskan diri dengan cara lain. Metode merupakan metode yang sulit
karena prosedur ini sangat meningkatkan risiko infeksi dan perdarahan pada
pasien. Amputasi dirumah sakit harus dilakukan oleh dokter ahli yang
berkompeten berdasarkan keahlian.
Dalam hal ini sangat penting pengetahuan yang lebih mengenai
anatomi dan fisiologi pada lokasi amputasi. Oleh karena itu tindakan ini
harus dilakukan oleh ahli orthopedic. Adapun indikasi yang sangat penting
diketahui yaitu :
1. Live saving (menyelamatkan jiwa), contoh trauma disertai
keadaan yang mengancam jiwa (perdarahan dan infeksi). Sangat
mengancam nyawa bila dibiarkan, misalnya pada crush injury,
sepsis yang berat, dan adanya tumor ganas.
2. Limb saving (memanfaatkan kembali kegagalan fungsi
ekstremitas secaramaksimal), seperti pada kelainan kongenital
dan keganasan. Anggota gerak tidak berfungsi sama sekali,
sensibilitas anggota gerak hilang sama sekali, adanya nyeri
yang hebat, malformasi hebat atau ostemielitis yang disertai
dengan kerusakan tulang hebat. Serta kematian jaringan baik
akibat diabetes melitus (DM), penyakit vaskuler, setelah suatu
trauma, dapat di indikasikan amputasi.
Berikut merupakan indikasi lain dari metode amputasi :
1. Dead (dying), penyakit pembuluh darah perifer bertanggung
jawab terhadap hampir 90% dari seluruh amputasi. Penyebab
lainnya adalah trauma parah, luka bakar, dan frost bite.
2. Dangerous, penyakit yang tergolong berbahaya adalah tumor
ganas, sepsis yang potensial lethal dan crush injury. Pada crush

25
injury pelepasan torniquet atau penekanan lain akan berakibat
pada kegagalan ginjal (crush syndrome).
3. Damn nulsance, ada keadaan dimana mempertahankan anggota
gerak dapat lebih buruk daripada tidak mempunyai anggota
gerak sama sekali. Hal ini mungkin dapat disebabkan oleh nyeri,
malformasi berat, sepsis berulang atau kehilangan fungsi yang
berat. Kombinasi antara deformitaas dan kehilangan sensasi
khususnya merupakan masalah yang berat dan pada alat gerak
bawah cenderung untuk menyebabkan ulserasi karena tekanan.

Apabila MESS ≥7 maka indikasi dilakukannya amputasi.


Gambar 8. Mangled Extremity Severity Score (MESS)

j. Fasciotomy
Fasciotomy di lapangan juga merupakan prosedur yang kontroversial,
meningkatkan risiko infeksi dan perdarahan. Mengkonversi cedera tertutup
ke yang terbuka, dan sepsis. Beberapa studi menunjukkan hasil yang kurang
baik pada pasien dengan fasciotomy. Fasciotomy dapat dilakukan jika ada
peningkatan tekanan intracompartemental . tindakan ini dapat berguna untuk

26
mencegah kontraktur iskemik Volkman dari. Di Israel, fasciotomy
disediakan sebagai pengobatan pilihan terakhir dalam kasus-kasus refrakter
terhadap penggunaan manitol intravena.

H. KOMPLIKASI
Jika penderita crush injury tidak cepat ditangani dengan tepat dapat
menimbulkan komplikasi serius yang dapat menganczm nyawa. berikut beberpa
komplikasi crush injury:
a. Hypotensi
1. Munculnya ruang ketiga yang masif, memerlukan penggantian
cairan yang cukup dalam 24 jam pertama terjadinya
penumpukan cairan pada ruang ketiga ini mencapai > 12 L
selama periode 48-jam
2. Ruang ketiga dapat mengakibatkan komplikasi sekunder seperti
sindrom kompartemen, yang merupakan pembengkakan dalam
ruang anatomi tertutup; yang seringkali membutuhkan fasiotomi
3. Hipotensi juga berperan dalam insidensi gagal ginjal
b. Crush Syndrome
Setelah kompresi otot dihilangkan atau gangguan vaskular diperbaiki,
isi seluler dari jaringan otot yang terkena dilepaskan ke sirkulasi. Cairan
intravaskular juga dapat berpindah ke ekstremitas yang terkena karena
permeabilitas kapiler meningkat. Manifestasi sistemik rhabdomyolysis,
yang disebabkan oleh hipovolemia dan paparan toksin, adalah komponen
dari crush syndrome dimana hipovolemia adalah manifestasi pertama yang
tersering dari crush syndrome.
c. Renal failure
Sebanyak 4%-33% pasien dengan rhabdomyolysis akan berujung pada
ARF/ Acute Renal Failure dengan tingkat kematian terkait dari 3% sampai
50%. Ada tiga mekanisme utama rhabdomyolysis dapat menyebabkan gagal
ginjal : menurunkan perfusi ginjal, pembentukan kristal dengan obstruksi
tubular, dan efek langsung dari toksik mioglobin pada tubulus ginjal.

27
d. Compartmen Syndrome
Seperti disebutkan pada patofisiologi, sindrom kompartemen dapat
terjadi karena penyerapan cairan ke dalam sel otot yang terkandung dalam
kompartemen yang ketat gejala ini dapat timbul bersamaan dengan crush
injury. Tanda dan gejala yang berhubungan dengan ini meliputi:
1. Nyeri yang berat pada ekstremitas yang terlibat.
2. Nyeri pada peregangan pasif otot-otot yang terlibat.
3. Penurunan sensasi pada saraf tepi yang terlibat.
4. Peningkatantekanan intracompartmental pada direct manometry.
e. Cardiac Arrest
Ketidakseimbangan Kalsium dan kalium menyebabkan aritmia
jantung memperburuk kondisi penderita sehingga dapat terjadi cardiac
arrest dan asidosis metabolic memperburuk kondisi pasien.

I. PROGNOSIS
Prognosis korban crush injury dapat dipengaruhi beberapa faktor berikut:
1. Terapi cairan yang baik dapat meningkatkan prognosis.
2. Tingkat kematian untuk crush syndrome pada gempa di Turki utara pada
tahun 1999 adalah 15,2%. Namun, tingkat kematian pada gempa berikutnya
telah bervariasi dan diperkirakan bahwa banyak faktor dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup, seperti penyelamatan terhambat dan transportasi,
menghancurkan fasilitas medis, ketersediaan terapi canggih dan metode
konstruksi bangunan yang roboh.
3. Waktu di bawah reruntuhan maupun dibawah benda berat memiliki efek
buruk, namun tidak menutup kemungkikan jika pasien menjalani terapi
adekuat akan meningkatkan modalitas hidup.
4. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa lamanya tidak dapat penanganan
dapat mengkibatkan dehidrasi sehingga lebih rentan terhadap kerusakan
ginjal, maupun organ lain.

28
BAB IV
KESIMPULAN
Crush injury merupakan cedera kompresi pada extremitas atau bagian tubuh lain
yang menyebabkan terjadinya gangguan pada otot dan atau saraf di area tubuh yang
terkena. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan yang serius, seperti
kerusakan kulit dan jaringan lunak dibawa kulit, kerusakan pembuluh darah, persarafan,
tendon, fascia, bone joint (lokasi penghubung anatara tulang), serta kerusakan tulang
serta komponen didalam tulang. Crush injury lebih sering mengenai anggota gerak
dibanding anggota tubuh yang lain.
Penyebab utama dari crush injury adalah banyak faktor antara lain, seperti
tertindih oleh objek berat, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja pada Industri,
kecelakaan kerja lain yang menyebabkan luka hancur yang serius.
Beberapa tanda yang mungkin dan sering timbul yaitu, klinis pada kulit mungkin
hampir sama dengan trauma bukan crush injury, bengkak daerah trauma, paralisis ( jika
mengenai vertebra), parestesi, nyeri, pulsasi ujung distal dari lokasi trauma mungkin ada
atau tidak ada, mioglobinuri yang mana warna urine menjadi merah gelap atau coklat.
Crush injury dapat ditangani dengan dua managemen, yaitu managemen pra
rumah sakit dan managemen rumah sakit. Dimana pada saat dirumah sakit dapat
dilakukan pemeriksaan umum, rehidrasi, hingga penanganan bedah.
Ada beberpa komplikasi yang sering terjadi, seperti hipotensi, crush syndrome,
renal failure, kompartemen syndrome, bahkan sampai cardiac arrest. Prognosis crush
injury tergantung seberapa parah dan seberapa lama penderita menerima tatalaksana
yang tepat.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Rajagopalan, Col S,. Crush Injuries and the Crush Syndrome. 2010. 'Professor and HOD,
Department of Surgery, Armed Forces Medical College.
2. Pratmanto, 2015. Laporan Pendahuluan Crush Injury Pada Lower Extremity. UJS Jogyakarta
3. Tjokroprawiro, A. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya. Airlangga University Press
4. Snell Richard S. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC, 2011. 2.
5. Sumber: Putz R, Pabst R. Sobotta Atlas of Human Anatomy: Head, Neck, Upper Limb. 14th Ed.
Vol. 2. Germany: Elsevier Upper Limb. 14th Ed. Vol. 2. Germany: Elsevier Urban & Fischer,
2006.
6. Solomon, Luis.2017. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. Edisi 9. Hodder
arnold: United Kingdom.
7. Thompson, J.C. Netter’s Concise Atlas Orthopaedic Anatomy. USA: Icon Learning
System LLC. 2015; p168-174
8. Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit EGC. 2004: 874-6
9. Darren J. alinoski, MDa,b,*, Matthew S. Slater, MDc, Richard J. Mullins, MDa,b,d Crush injury
and rhabdomyolysis.
10. James R. Dickson M. D., FACEP, Crush Injury
http://www.bt.cdc.gov/masscasualties/blastinjuryfacts.asp
11. Darren J. Malinoski, MD, Matthew S. Slater, MDc, Richard J. Mullins, MD “Crush injury and
rhabdomyolysis”Department of Surgery, Oregon Health & Science University” D.J. Malinoski et
al / Crit Care Clin 20 (2004) 171–192.
http://www.thedenverclinic.com/services/mangled/extremity-trauma-home/35-news/50-crush-
injury-to-lower-legs.html
12. Rosedale K J,. D Wood. Traumatic rhabdomyolysis (crush syndrome) in the rural setting. 2012.
Vol. 102, No. 1 SAMJ.
13. Edward J. Newton, MD“Acute Complications of Extremity Trauma” Department of Emergency
Medicine, Keck School of Medicine, LACþUSC Medical Center, Building GNH 1011, 1200 North
State Street, Los Angeles, CA 90033, USA.
http://www.thedenverclinic.com/services/mangled/extremity-trauma-home/35-news/50-crush-
injury-to-lower-legs.html
14. Matthew A LCDR, Langford MD, Kevin Cheung BS, Zhongyu Li MD, PhD Percutaneous
Distraction Pinning for Metacarpophalangeal Joint Stabilization After Blast or Crush Injuries of
the Hand. 2015. Clinical Orthopaedics and Related Research®
15. Goodman Avi D. Christopher J. Got, MD,Arnold-Peter C. Weiss, MD,. Crush Injuries of the
Hand. 2017.   The Journal of hand surgery. Published by Elsevier.

30
31

Anda mungkin juga menyukai