1. Menurut saya tentu yang lebih utama adalah adalah akhlak, apabila seseorang
memiliki akhlak yang mulia makai a akan berusaha untuk mencari ilmu agar akhlaknya
sempurna. Karena sesungguhnya orang yang berakhlak sudah pasti berilmu, namun
orang berilmu belum tentu memiliki akhlak yang mulia. Seperti nasihat dari seorang
ulama yaitu syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, beliau berkata :
إذا لم يتحل باألخالق الفاضلة فإن طلبه للعلم ال فائدة فيه: طالب العلم
Artinya :
Seorang penuntut ilmu, jika tidak menghiasi diri dengan akhlak yang mulia, maka tidak
ada faidah menuntut ilmunya.
Ayat di atas menjelaskan bahwa orang yang berilmu harus menghiasi dirinya dengan
akhlak yang mulia sebab tanpa akhlak, ilmu yang didapat tak akan memiliki faedah sama
sekali. Kepandaian dalam bidang keilmuan tertentu tak akan bisa memberi manfaat
secara maksimal jika tak diiringi dengan akhlak yang mulia, sebab akhlak adalah ruh
utama untuk kebermanfaatan ilmu.
Akhlak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai budi pekerti
atau kelakuan, yang diambila dari kata dalam Bahasa Arab khulqun yang bisa diartikan
sebagai tabiat, perangai, kebiasaan. Kata kholqun tercantum dalam Al-Qur’an surah Al-
Qalam ayat ke 4. Ayat tersebut dinilai sebagai konsiderans pengangkatan Nabi Muhamad
Saw sebagai Rasul.
Perhatian islam yang demikian terhadap penbinaan akhlak ini dapat dilihat pula dari
perhatian Islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan daripada pembinaan
fisik, karena jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik, pada tahap
selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh
kehidupan manusia, lahir dan batin. Begitu pentingnya akhlak dalam Islam hingga
Rasulullah Muhammad menyebut dirinya diutus Allah bukan untuk tujuan lain selain
untuk menyempurnakan akhlak. Dengan begitu, akhlak seharusnya tetap digunakan
sebagai pijakan utama bagi setiap Muslim dalam melakukan berbagai hal, baik yang
terkait dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain.
Dilihat dari fungsinya, akhlak adalah pembeda untuk pintar dan benar. Orang
yang berilmu tentulah pintar, namun jika tidak melengkapi dirinya dengan akhlak, maka
tak ada jaminan kepintaran yang dimilikinya mampu mengantarkan pada kebenaran.
Sekalipun orang tersebut mengaku sebagai ulama, namun jika akhlak yang ditampilkan
tercela, maka tak ada kebenaran yang bersemayam di setiap wejangan yang disampaikan.
Akhlak juga berfungsi sebagai benteng yang melindungi orang berilmu dari
berbagai macam godaan. Sebab, orang berilmu tak akan pernah lepas dari godaan. Salah
satu yang paling sering menghantui adalah kesombongan. Orang yang berilmu
cenderung mengira dirinya sudah tahu segala, merasa kebenaran hanyalah apa yang
keluar dari mulutnya.
Jadi kesimpulan yang dapat kita tarik adalah, bahwa orang yang berilmu tanpa
menyempurnakan akhlaknya adalah suatu hal yang percuma. Dengan akhlak yang tidak
baik ilmu kita tidak akan bermanfaat bagi orang lain. Kita hanya akan mementingkan diri
sendiri tanpa memperdulikan orang lain. Padahal Allah SWT sangat membenci manusia
yang memiliki sifat yang takabur atau sombong karena memiliki ilmu. Maka dari itu, kita
sebagai umat Islam yang berakal hendaknya kita menyempurnakan akhlak kita agar ilmu
yang kita punya tidak sia-sia dan bermanfaat bagi orang lain. Tidak masalah apabila ilmu
kita masih dangkal tapi akhlak kita baik, Insya Allah , kita akan selalu dilindungi oleh
Allah SWT dari segala macam fitnah, nafsu setan, maupun nafsu dari dalam diri kita
sendiri.
Anas juga berkata, "Selama 10 tahun aku berkhidmat kepada beliau (Rasulullah), aku
tidak pernah mendengar beliau mengucapkan kata "Ah", sebagaimana beliau tidak
pernah mempertanyakan apa yang kau kerjakan, 'Kenapa kamu mengerjakan ini? atau