Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN KANKER LARING

Oleh :

Komang Ayu Trisna Oktaviani (2114901106)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2022

BAB I
TINJAUAN TEORI KANKER LARING

A. Anatomi Fisiologi
1. Saluran udara
sistem pernapasan pada manusia terusun atas saluran udara dan paru-paru.
Menurut Saputra, L (2013) Udara masuk kedalam tubuh melalui struktur-
struktur berikut ini :
a. Rongga hidung
Udara masuk ke dalam hidung melalui lubang hidung depan dan sampai ke
dalam rongga hidung. Rambut hidung yang terdapat dilubang ini
menyaring debu yang masuk bersama udara. Rongga hidung terbagi
menjadi dua belahan oleh dinding sekat hidung (septum). Dinding ini
tersusun atas tulang rawan; bagian bawah tersusun atas tulang keras dan
rawan, sedangkan bagian atas tersusun dua buah tulang, yaitu tulang
etmoidal di bagian paling atas dan tulang vomer di bawahnya. Setiap
belahan juga terbagi menjadi empat bagian oleh tonjolan-tonjolan konka
(prosesus turbinata). Lantai rongga hidung atas tersusun lelangit keras,
bumbungnya tersusun dari tulang frontalis, sfenoidal, dan etmoidal serta
dinding sampingnya tersusun atas tulang rahang atas (maksila superior).

Rongga hidung berhubungan dengan semua sinus udara melalui lubang-


lubang khas yang terbuka ke dalamnya, yaitu dengan 2 sinus udara frontalis
dan 2 sinus udara rahang atas (yang juga dikenal sebagai Antrum
Highmore) Rongga hidung juga berhubungan dengan bola mata melalui
saluran naso-lakrimal yang mengalirkan air mata ke dalam hidung.
Membran mukosa yang melapisi seluruh rongga hidung tersusun atas
jaringan epitel kolumnar bersilia dan selaput ini disuplai dengan banyak
pembuluh darah. Suplai darah yang banyak ini menghangatkan dan
melembapkan udara yang masuk ke dalam hidung. Lubang hidung
belakang (posterior) menghubungkan rongga hidung dengan bagian atas
faring yang terletak di belakangnya.
b. Faring atau tekak
Faring merupakan suatu saluran yang bermula dari dasar tengkorak dan
berakhir di belakang laring di ruas vertebra servikal keenam. Saluran ini
merupakan bagian dari system pernapasan dan sistem pencernaan. Faring
berbentuk seperti corong, bagian atas lebih besar daripada bagian bawah.
Panjang faring sekitar 13 cmpada orang dewasa. Dinding faring tersusun
atas otot lurik yang bertindaksecara otomatis. Otot yang penting di bagian
faring adalah otot sfingter yang bertanggung jawab pada saat kita menelan.
Otot-otot ini dilapisi dengan membran mukosa yang tersusun atas jaringan
epitel.

Faring dibagi atas tiga bagian


a. Nasofaring (faring di belakang hidung)
dari dasar tengkorak hingga dasar anak tekak atau uvula (anak lidah).
Bagian depan menyambung terus dengan lubang hidung belakang. Di
dinding belakang terdapat suatu kumpulan jaringan limfa yang dikenal
dengan jaringan adenoid. Di dinding sampingnya terdapat dua lubang
untuk tuba Eustachius yang menghubungkan nasofaring dengan telinga
bagian tengah. Saluran ini menyeimbangkan tekanan udara di dalam
telinga bagian tengah dengan udara luar. Biasanya lubang tuba
Eustachius selalu tertutup, kecuali pada saat menguap atau menelan.
b. Orofaring (faring di belakang mulut) bagian ini terletak di belakang
rongga mulut, yaitu dari mulai uvula hingga epiglotis. Walaupun
orofaring memungkinkan udara beredar di dalamnya, struktur ini
sebenarnya merupakan bagian dari sistem pencernaan yang berperan
pada menelan. Tonsil terdapat di dinding sampingnya ; setiap tonsil
terletak di antara selaput mulut depan dan belakang.
c. Faring-laringeal (faring di belakang laring) bagian ini terletak di
belakang (posterior) laring dan di bawah orofaring. Di ruas vertebra
servikal keenam saluran faring berakhir dan saluran esofagus dimulai.

c. Laring
Laring merupakan suatu alat bersaluran yang terletak di bawah faring dan
di atas trakea. Organ ini terdapat di depan ruas tulang servikal keempat,
kelima, dan keenam. Laring memiliki dua fungsi. Fungsi pertama berkaitan
dengan peredaran udara untuk pernapasan dan fungsi kedua adalah untuk
mengeluarkan suara.
a. Struktur
Laring tersusun atas beberapa rawan hialin yang bertumpuk-tumpuk
hingga menyerupai kotak. Tulang rawan ini diikat antara yang satu dan
yang lain oleh ligamen. Tulang rawan penting yang terdapat dilaring
adalah sebagai berikut:
1) Tulang rawan tiroid-Tulang rawan ini berpasangan dan merupakan
tulang rawan terbesar di laring. Tulang rawan ini bermula dari
belakang laring sebagai kornu superior dan inferior, mengarah ke
depan dan berakhir sebagai jakun.
2) Tulang rawan krikoid—Tulang rawan ini menyerupai cincin mohor.
Di belakang laring, tulang rawan ini berbentuk segi empat. Dari
sini, tulang rawan krikoid melilit ke depan di bawah tulang rawan
tiroid.
3) Epiglotis-Tulang rawan ini berbentuk daun, dengan pangkal
tertanam di dalam lekukan tulang rawan tiroid, sedangkan bagian
tepinya bebas. Epiglotis bertindak sebagai katup laring. Pada saat
seseorang menelan, makanan atau minuman yang ditelan ditahan
agar tidak masuk ke dalam saluran udara.
4) Tulang rawan aritenoid-Tulang rawan ini berukuran kecil,
berpasangan, berbentuk piramid, dan terdapat di permukaan
belakang laring. Pita suara melekat di tulang rawan ini. Otot
aritenoid, yaitu otot yang mengatur suara, juga melekat pada tulang
rawan ini.
5) Tulang rawan hioid-Tulang rawan ini berbentuk tapal kuda dan
terletak di bagian atas laring, di bawah mandibula. Permukaan
dalam laring, kecuali bagian pita suara, dilapisi dengan membrane
mukosa yang tersusun atas jaringan epitel kolumnar bersilia.

b. Pita suara
Pita suara yang terdapat dalam laring terdiri atas dua jenis serabut.
1) Pita suara sejati-Pita suara ini merupakan pita suara yang tersusun
atas jaringan serabut yang elastis. Ujung belakang melekat ke tulang
rawan aritenoid dan ujung depan melekat ke belakang jakun.
Lipatan di antara pita-pita ini disebut glotis.
2) Pita suara palsu-pita suara ini merupakan lipatan dari membran
mukosa yang melapisi permukaan dalam laring dan pita ini tidak
berperan dalam pengeluaran suara.

c. Pengeluaran suara
Ketegangan pita sejati di dalam laring menentukan sifat suara yang
dihasil- kan. Jika pita suara itu tegang dan pendek,nada suara yang
dihasilkan tinggi. Jika pita suara panjang dan kendur, nada suara yang
dihasilkan rendah. Kekuatan suara tergantung pada ke kuatan udara
yang diembuskan keluar melalui pita. Berbagai struktur lain membantu
pembentukan suara oleh laring ini. Struktur tersebut termasuk bentuk
hidung, mulut, faring, dan sinus udara.
1) Berbicara
Berbicara dapat dilakukan karena suara yang dikeluarkan oleh
laring dipecah, diubah, dan diatur sehingga menjadi suatu
perkataan. Tindakan ini dijalankan oleh bibir, lidah, dan rahang
2) Berbisik
Berbisik dijalankan oleh mulut dan lidah yang menggunakan udara
yang didapat di dalam mulut. Laring tidak berperan.

d. Trakea
Trakea merupakan suatu saluran dengan panjang 11,5 cm pada orang
dewasa. Struktur ini tersusun atas tulang rawan berbentuk C Permukaan
belakang saluran ini tidak memiliki tulang rawan dan dilengkapi
dengan membran. Di antara tulang rawan tersebut terdapat otot bebas.
Tulang rawan ini menguatkan dinding trakea dan memungkinkan
peredaran udara terus-menerus dalamnya tanpa ada penghalang.
Halangan di dalamnya akan mengakibatkan rasa lemas dan dapat
menyebabkan kematian.

e. Bronkus dan Bronkiolus


Di bagian bawah, di depan vertebra torakalis keempat, trakea terbagi
dua dan membentuk bronkus kanan dan kiri. Bronkus kanan sedi- kit
lebih besar dan lebih lurus dibandingkan dengan bronkus kiri. Oleh
sebab itu, jika benda asing masuk ke dalam saluran udara, benda
tersebut sering kali tertahan di bronkus kanan. Setiap bronkus masuk ke
dalam paru-paru dan terbagi menjadi bronkus lobus (atas, tengah, atau
bawah). Bronkus lobus ini bercabang-cabang lagi hingga membentuk
ranting kecil yang dikenal dengan nama bronkiolus.
Susunan bronkus dan bronkus lobus dapat dikatakan mirip dengan
susunan trakea, tetapi bronkiols tidak memiliki didin yang jaringan otot
bebasnya telah menggantikan jaringan tulang rawan. Ujung bronkiolus
berakhir sebagai saluran alveolus dan saluran ini membuka didalam
alveolus. Kapiler darah mengelilingi semua alveolus didalam paru-paru.
Melalui mikroskop, alveolus terlihat berkumpul sebagai corong
(infundibulum) didalam paru-paru. Paru-paru yang sehat memiliki
jumlah alveolus sepuluh kali lipat lebih banyak dapi pada jumlah
alveolus yang dibutuhkan untuk hidup. Laring, trakea, bronkus dan
bronkus lobusdilapisi oleh membran mukosa yang tersusun atas
jaringan epitel bersilia.

2. Paru-Paru
Manusia memiliki dua paru-paru yang terdapat didalam rongga toraks dan
dilindungi oleh tulang rusuk dan otot interkostalis. Setiap paru-paru
merupakan sebuah organ berbentuk kerucut-bagian dasar atau permukaan
bawah terletak diatas otot diafragma dan bagian puncaknya berakhir di atas
klavikula. Permukaan sisi dalam cekung untuk meletakan jantung. Cekungan
paru-paru kiri terlihat lebih jelas dibandingkan dengan bagian kanan dan
bagian ini disebut takuk jantung. Di permukaan sisi dalam terdapat suatu
celah atau fisura yang disebut hilum. Bronkus, pembuluh darah, urat saraf,
dan pembuluh darah limfa masuk kedalam paru-paru melalui hilum ini.

Bidang diantara permukaan-permukaan sisi dalam paru-paru disebut rongga


mediastinum. Jantung terletak dibagian ini. Kedua paru-paru diseliputi oleh
membran paru-paru (pleura). Membran ini melipat ke dalam dan membentuk
celah atau fisura yang mmembagi paru-paru menjadi beberapa lobus. Paru-
paru kanan memiliki tiga lobus (atas, tengah, dan bawah) dan paru-paru kiri
memiliki dua lobus (atas dan bawah). Setiap lobus tersusun atas beberapa
lobula ini disuplai dengan struktur-struktur sebagai berikut:
1. Bronkus lobus
2. Bronkiolus
3. Alveolus
4. Pembuluh darah-arteri pulmonalis utama dari bilik kanan jantung terbagi
menjadi dua dan setiap cabang masuk kedalam paru-paru, menmecah dan
menjadi kapiler disekelilingi alveolus. Setelah itu kapiler bersatu kembali
membentuk vena pulmonalis yang kembali ke serambi kiri jantung (2
vena pulmonalis dari setiap paru-paru)
5. Pembuluh limfa dan urat saraf.
Jaringan paru-paru memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Elastis atau kenyal
2. Dapat dilalui oleh gas karena memiliki banyak pori
3. Mekanisme Pernafasan
Gerakan bernapas dibagi menjadi dua, yaitu menarik napas dan
menghembuskan napas, menarik napas adalah gerakan positif, sedangkan
menghembuskan napas merupakan gerakan pasif. Gerakan pernapasan terjadi
karena pusat pernapasan di medulla oblongata terstimulasi. Gerakan ini
termasuk ke dalam gerakan otomatis. Jika otot diafragma berkontraksi,
diafragma mengarah ke bawah sehingga memperluas rongga toraks dari atas
ke bawah. Jika otot-otot interkostalis eksterna berkontraksi, tulang rusuk
tertarik kearah luar dan atas. Akibatnya, rongga dada menjadi lebih luas dari
sisi ke sisi dan dari depan ke belakang.

Aksi otot tersebut menyebabkan rongga toraks menjadi lebih luas. Karena
paru-paru tersusun atas jaringan elastis dan berpori serta lapisan luar
membrane pleura melekat dibawah tulang dada dan diatas otot diafragma,
paru-paru membesar ketika rongga toraks meluas. Hal ini mengakibatkan
tekanan udara di dalam paru-paru menjadi berkurang (lebih kecil daripada
tekanan udara biasa). Jadi, udara tersedot masuk melalui saluran udara ke
dalam paru-paru. Hal ini merupakan gerakan menarik napas.

Pada saat kita mengembuskan napas, rongga dada mengecil karena otot
diafragma naik ke atas dan tulang rusuk tertarik ke bawah oleh otot
interkostalis interna, tekanan udara di dalam paru-paru menjadi lebih tinggi
dari pada tekanan udara biasa. Akibatnya, udara terdesak keluar dari paru-
paru. Pada pernapasan biasa, terutama gerakan menghembuskan napas, otot-
otot abdomen juga berperan. Pada keadaan sesak napas, beberapa otot lain
terlibat dalam gerakan pernapasan otot trapezius, pektoralis mayor, dan
sternokleidomastoideus.
4. Gerakan Pernapasan Khusus
Mengeluh & menguap merupakan gerakan menarik napas yang panjang.
Batuk & bersin gerakan menghembuskan napas dengan keras. Gerakan
Tersedu gerakan ini merupakan gerakan menarik napas dengan menghentak
karena sentakan otot diafragma. bunyi terdesak itu terjadi karena udara diisap
dengan segera melalui pita suara.
5. Fisiologi Pernapasan
Paru- paru berfungsi untuk pertukaran gas. Oksigen dari udara dibawa ke
darah dan karbon dioksida serta uap air dari darah disingkirkan keluar. Udara
biasa mengandung kurang lebih 20% oksigen dan 0,04% karbon dioksida,
tetapi udara yang diembuskan keluar hanya mengandung 16% oksigen dan
kandungan karbon dioksida yang meningkat (100 kali) menjadi 4%.
Kandungan nitrogen tidak berubah, yaitu 79%.
Pernapasan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Pernapasan Interna (atau pernapasan jaringan)
Pernapasan interna terjadi di dalam semua jaringan tubuh. Oksigen yang
termuat didalam darah digunakan untuk metabolisme jaringan, sedangkan
karbon dioksida dan uap air yang dihasilkan oleh jaringan tersebut
dikeluarkan ke dalam darah.
2. Pernapasan Eksterna (atau pernapasan paru-paru)
Pernapasan eksterna terjadi di paru-paru. Oksigen yang terdapat di udara
dibawa ke darah dan karbon dioksida serta uap air disingkirkan keluar.
Udara yang sampai di dalam alveolus kaya akan oksigen. Dinding
alveolus tersusun atas satu lapis jaringan. Kapiler darah yang mengelilingi
alveolus juga tersusun demikian. Struktur dinding seperti ini sangat
permeable terhadap gas. Pertukaran gas terjadi dengan cara difusi.
Oksigen dari alveolus masuk ke dalam darah, kemudian berikatan dengan
hemoglobin dari sel darah merah. Karbon dioksida dan uap air keluar dari
darah, kemudian masuk kedalam alveolus dan dilepaskan keluar.
Sebagian besar karbon dioksida terdapat di dalam pembuluh darah dalam
bentuk asam karbonat dan natrium hydrogen karbonat. Hanya sedikit
karbon dioksida yang berbentuk gas dan berikatan dengan hemoglobin.
Walaupun karbon dioksida merupakan salah satu limbah tubuh, tidak
semua gas ini tersingkir keluar. Hanya 10% saja yang dikeluarkan,
sisanya tetap terdapat didalam darah untuk menyegarkan pusat
pernapasan di medulla oblongata.

6. Volume Udara Vital


Dalam pernapasan normal pada orang dewasa, sekitar 500 cm 3 udara dapat
dipertukarkan antara udara luar dan udara di dalam paru-paru. Volume ini
disebut volume tidal. Setelah menarik napas normal, sekitar 1.500 cm 3 udara
masih dapat dipaksa keluar dari saluran pernapasan. Volume udara ini disebut
volume udara residu. Volume udara vital didefinisikan sebagai jumlah
volume udara yang dapat diembuskan keluar setelah menarik napas dalam,
dan hal ini menunjukan volume udara yang sangat penuh yang dapat
digunakan untuk pertukaran pada saat bernapas. Angka 5.000 cm 3 merupakan
volume udara yang dapat dipertukarkan pada kedua paru-paru.

7. Pengendalian Pernapasan
Jumlah gerak pernapasan pada orang dewasa adalah 16 hingga 18 kali setiap
satu menit. Jumlah ini lebih besar pada masa kanak-kanak dan bayi serta pada
saat menderita penyakit tertentu. Dua faktor yang mengendalikan pernapasan
adalah pengendalian oleh saraf dan pengendalian secara kimiawi.
1. Pengendalian oleh saraf
Walaupun gerak pernapasan dapat diatur oleh kemauan untuk waktu yang
pendek, biasanya gerakan ini merupakan suatu gerakan otomatis dibawah
kendali sistem saraf. Dimedula oblongata terdapat suatu kumpulan sel
saraf yang dikenal dengan nama pusat pengendalian pernapasan. Dari
pusat impuls saraf mengalir melalui serabut-serabut saraf khas dan sampai
ke otot diafragma. Dan otot-otot pernapasan yang lain.
2. Pengendalian secara Kimiawi
Pusat pengendalian pernapasan sangat peka (sensitif) terhadap kehadiran
karbon dioksida (asam karbonat) dalam darah. Jika produksi karbon
dioksida bertambah, pusat pengendalian pernapasan menjadi terangsang.
Hal ini mengakibatkan pengaliran impuls saraf ke otot-otot pernapasan
untuk mempercepat dan memanjangkan gerakan pernapasan agar karbon
dioksida yang berlebihan itu dapat dikeluarkan dari tubuh. Pusat
pengendalian pernapasan menentukan jumlah karbon dioksida di dalam
darah serta menentukan jumlah dan lama pernapasan.
B. Konsep Kanker Laring
1. Pengertian Kanker Laring
Kanker laring adalah penyakit kanker pada pita suara, laring atau daerah
lainnya ditenggorokan. Kanker laring lebih banyak ditemukan pada pria yang
berhubungan dengan rokok serta pemakaian alkohol walaupun juga
ditemukan pada beberapa wanita. (Tompunu, 2012).

Karsinoma laring dibedakan atas tiga macam yaitu supraglotik, glotik, dan
infraglotik. Pada tumor yang supraglotik mencakup tumor di permukaan
posterior epiglotis, plika ariepiglotik, dan plika ventrikularis. Tumor glotik
mencakup tumor di korda vokalis, komisuara anterior dan posterior;
sedangkan karsinoma infraglotik mencakup jaringan dibawah korda vokalis
sampal tepi bawah knikoid.

16
17

lebih dari 95% karsinoma laring merupakan karsinoma sel skuamosa.


Karsinoma supraglotik cenderung agresif local, sedangkan karsinoma glottis
cenderung kurang agresif local dan diferensiasinya (sjamsuhidajat de jong,
2011).

2. Etiologi Kanker Laring


Penyebab kanker laring menurut black & Hawks (2002) sebagai berikut:
1. Genetik
Keturunan atau genetik merupakan salah satu penyebab kanker
2. Merokok
Agen etiologi utama pada kanker laring adalah merokok. tiga dari empat
klien yang kanker laringnya merokok atau sedang merokok.
3. Alkohol
alkohol tampaknya bertindak secara sinergis dengan tembakau untuk
meningkatkan risiko perkembangan tumor ganas di saluran napas bagian
atas.
4. Faktor risiko tambahan
faktor risiko tambahan termasuk paparan terhadap asbes, debu kayu, gas
mustard, dan produk minyak bumi dan penghirupan asap berbahaya
lainnya.
5. Radang tenggorokan dan penyalahgunaan suara
radang tenggorokan kronis dan penyalahgunaan suara juga dapat
menyebabkan gangguan ini. Penelitian menunjukkan hubungan antara
paparan tembakau dan mutasi gen p53 pada karsinoma sel skuamosa
kepala dan leher.
3. Patofisiologi Kanker Laring
Karsinoma sel skuamosa adalah tumor ganas paling umum pada laring,
penyebab utama pada kanker laring adalah merokok. tiga dari empat klien
yang kanker laringnya merokok atau sedang merokok, kemudian dapat
disebabkan oleh Keturunan atau genetik, alkohol dan tembakau juga dapat
18

meningkatkan risiko perkembangan tumor ganas di saluran napas, radang


tenggorokan kronis dan penyalahgunaan suara juga dapat menyebabkan
karsinoma laring. faktor risiko tambahan seperti paparan terhadap asbes, debu
kayu, gas mustard, dan produk minyak bumi dan penghirupan asap berbahaya
lainnya juga pencetus karsinoma laring.
Dari penyebab di atas menyebabkan ploriferasi sel. Metastasis akibat kanker
glottis tidak biasa karena drainase limfatik yang jarang dari pita suara.
Kanker ditempat lain di laring menyebar lebih cepat karena terdapat penyakit
metastasis pembuluh limfatik yang melimpah seringkali dapat dipalpasi
karena massa leher dapat terjadi metastasis jauh di paru-paru. (Joyce M.Black
& Jane Hokanson Hawks 2009)
19

Individu

merokok
Alkohol Paparan Penyalah
gunaan suara

Asbes Debu Kayu Gas Asap


Mustard berbahaya

Ploriferasi Sel laring

Difirensiasi buruk sel laring

Tumor Laring

Metastase Menekan/
Plica vocalis Obstruksi
supraga mengiritasi jalan napas
serabut syaraf
Obstruksi lumen Mengiritasi
Suara parau
esofagus Nyeri sel laring
dipersepsikan

Disfagia progresif
Afonia Infeksi
Gangguan
Intake < rasa nyaman:
nyeri Akumulasi sekret
Ganguan
komunikasi
BB ↓ verbal
Bersihan
jalan napas
Gangguan tidak efektif
pemenuhan
kebutuhan nutrisi
4. Manifestasi Klinis Kanker Laring
Tanda dan gejala menurut Brunner dan Suddarth (2013), sebagai berikut:
1. Suara serak,tercatat lebih awal terjadi pada kanker diarea glottis suara
kasar,serak,dengan puncak suara rendah .
2. Batuk persisten ,nyeri dan rasa terbakar ditenggorokan ketika meminum
cairan panas dan jeruk.
3. Benjolan teraba dileher.
4. Gejala akhir, disfagia,dyspnea,obstruksi nasal unilateral atau rabas,serak
persisten, atau ulserasi dan napas berbau tidak sedap
5. Pembesaran nodus serviks, penurunan berat badan kelemahan umum dan
nyeri yang menyebar ke telinga dapat terjadi disertai dengan metastasis.

5. Komplikasi Kanker Laring


Komplikasi yang mungkin terjadi menurut Joyce M.Black & Jane Hokanson
Hawks (2009) setelah pembedahan sebagai berikut:
1. Obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas disebabkan oleh edema ditempat bedah,
2. Perdarahan
Perdarahan pada jalan napas merupakan keadaan darurat akan
membutuhkan intervensi untuk pemulihan jalan napas. Perdarahan
biasanya merupakan hasil dari hemostatis yang tidak adekuat selama
pembedahan. Beberapa dahak darah berwarna diharapkan dalam sekresi
trakea selama 48 jam pertama,tetapi frank bledding dari situs trakeotomi
atau tabung merupakan manifestasi perdarahan dan harus segera
dilaporkan ke dokter.
3. Rupture arteri krotis dan pembentukan fistula
Rupture arteri krotis biasanya merupakan komplikasi lanjut dan
berhubungan dengan kondisi jaringan leher yang buruk. Dari hasil terapi
radiasi sebelumnya kedaerah itu,fitula faringokutan,tumor berulang,atau
infeksi.
Perdarahan kecil dari rongga mulut,trakea,leher dapat mendahului pecah
yang akan dating 25 hingga 48 jam. Tabung trakeostomi berdenyut
menunjukan bahwa ujung tabung sedang beristirahat. Pada arteri
innominate yand dapat menyebabkan cedera pada arteri dan menyebabkan
perdarahan. Fistula antara hypopharynx dan kulit juga dapat berkembang.
Banyak fistula sembuh sendiri,membeli pengobat mungkin membutuhkan
sugery, tergantung pada lokasi dan ukuran.

6. Penatalaksanaan Medis

1. Tujuan terapi kanker laring mencakup pemulihan, mempertahankan


kemampuan menelan yang efektif dan aman, memelihara fungsi suara
yang berguna, dan menghindari trakeostoma permanen.
2. Pilihan terapi mencakup pembedahan, terapi radiasi, dan kemoterapi, atau
kombinasi.
3. Sebelum terapi dimulai, pemeriksaan gigi yang komplet dilakukan untuk
menyingkirkan dugaan penyakit oral. Masalah gigi harus diselesaikan
sebelum pembedahan dan setelah radioterapi.
4. Terapi radiasi memberikan hasil menakjubkan pada tumor glotis stadium
dini, ketika hanya satu tali pita suara yang terganggu dan bergeser, dapat
digunakan sebelum operasi untuk mengurangi ukuran tumor,
dikombinasikan dengan pembedahan pada kanker laring lanjut (Stadium
III dan IV), atau sebagai upaya paliatif.
5. Prosedur bedah untuk tumor stadium dini dapat mencakup reseksi
endoskopik. Transoral menggunakan laser, hemilaringeoktomi vertical
terbuka klasik untuk tumor glotis, atau laringektomi supraglotis horizontal
klasik.

6. Pilihan bedah lain mencakup:


a. Pengangkatan pita suara – digunakan untuk mengatasi displasia,
hyperkeratosis, dan leukoplakia serta sering kali bersifat
kuratif/menyembuhkan untuk lesi ini.
b. Kordektomi – untuk lesi yang terbatad pada sepertiga bagian tengah
pita suara.
c. Pembedahan laser – untuk terapi kanker glotis dini.
d. Laringektomi parsial – direkomendasikan pada stadium dini kanker
glotis dengan hanya satu pita suara yang terganggu, angka
kesembuhan tinggi.
e. Laringektomi total – dapat memberikan kesembuhan yang diharapkan
pada sebagian besar kanker laring IV lanjut, ketika tumor meluas
keluar dari pita suara, atau untuk kanker yang berylang atau menetap
setelah terapi radiasi.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Dapatkan riwayat kesehatan dan kaji aspek fisik, psikososial, dan spiritual
pasien.
2. Kaji adanya sara serak, luka pada tenggorokan, dyspnea, disfagia, atau nyeri
dan rasa terbakar ditenggorokan.
3. Laksanakan pemeriksaan kepala dan leher secara menyeluruh : palpasi leher
dan tiroid untuk merasakan adanya pembengkakan , nodularitas, atau
adenopati.
4. Nutrisi
a. Membandingkan nilai berat badan saat ini dan sebelumnya.
b. Asupan kalori yang dibutuhkan
c. Jumlah leukosit total.
d. Tingkat albumin.
e. Nilai hemoglobin dan hematocrit
f. Penyalahgunaan tembakau dan alkohol.
5. Riwayat kerja klien dan pertimbangan keuangan juga harus diselidiki selama
penilaian awal. Ketidakmampuan untuk membayar layanan kesehatan
keperawatan
6. Kaji kemampuan pasien untuk mendengar, melihat, membaca, dan menulis
evaluasi bersama terapis wicara jika diindikasikan.
7. Tentukan sifat pembedahan : kaji status psikologis pasien evaluasi metode
koping pasien dan keluarga di masa praoperasi dan setelah operasi: berikan
dukungan yang efektif.
8. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan fisik kepala dan leher.
b. Laringoskopi tidak langsung.
c. Endoskopi, endoskopi virtual, pencitraan optikal, CT, MRI,dan
pemindaian PET (untuk mendeteksi kekambuhan rumor setelah
terapi).
d. Pemeriksaan laringoskopik langsung dibawah pengaruh anestesialokal
dan umum.
e. Biopsi jaringan yang mencurigakan.
B. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan semua data pengkajian, diagnose keperawatan utama dapat
mencakup:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
produksi mucus yang berlebihan, sekunder akibat perubahan jalan
napas secara bedah.
b. Nyeri akut berhubungan dengan adanya selang nasogastrik/orogastrik
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, yang
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan, sekunder
akibat kesulitan menelan.
d. Risiko tinggi infeksi terhadap (penyebaran)
e. Hambatan komunikasi verbal yang berhubungan dengan deficit
anatomi, sekunder akibat pengangkatan laring dan edema.
f. Gangguan citra tubuh dan harga diri rendah, sekunder akibat
pembedahan leher mayor, perubahan penampilan, dan perubahan
struktur dan fungsi.
g. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan nyeri, kelemahan,
dan keletihanan: gangguan musculoskeletal yang berhubungan dengan
prosedur bedah dan rangkaian terapi pascaoperasi.
C. Intervensi
a. DX : Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan
dengan produksi mucus yang berlebihan, sekunder akibat perubahan
jalan napas secara bedah.
Kriteria Hasil : Mempertahankan kepatenan jaln napas dengan bunyi
napas bersih. Mengeluarkan/ membersihkan sekret dan bebas aspirasi
1) Bantu pasien tinggikan kepala 30-45º
Rasional: Memudahkan drainase sekret, kerja pernapasan dan
ekspansi paru.
2) Pantau frekuensi /kedalaman pernapasan, catat kemudahan
bernapas. Auskultasi bunyi napas. Selidiki kegelisahan dispnea,
terjadinya sianosis.
Rasional: Perubahan pada pernapasan, penggunaan otot aksesori
pernapasan, atau adanya ronki/mengi diduga ada retensi sekret.
Obstruksi jalan napas (meskipun sebagian) dapat menimbulkan
tidak efektifnya pola pernapasan dan gangguan pertukaran gas
menyebabkan komplikasi, contoh pneumonia dan henti napas.
3) Kolaborasi dengan perawat dalam pemberian analgestik, contoh
kodein, ASA, dan Darvon sesuai indikasi.
Rasional: Derajat nyeri sehubungan dengan luas dan dampak
psikologi pembedahan sesuai dengan kondisi tubuh. Penelitian
menunjukan dukungan ide bahwa banyak pasien mengalami sedikit
nyeri setelah pembedahan kepala dan leher dari pada sebelumnya.

4) Anjurkan pasien untuk mulai melakukan prosedur penghisapan


sendiri sesegera mungkin. Ajari pasien teknik “bersih”.
Rasional: Membantu pasien untuk melatih beberapa kontrol
perawatan pascaoperasi dan mencegah komplikasi. Menurunkan
ansietas sehubungan dengan kesulitan dalam bernapas atau
ketidakmampuan mengatasi sekret sendiri.

5) Bantu pasien ganti selang/kanul dalam sesuai indikasi. Instruksikan


pasien dalam prosedur pembersihan.
Rasional: Mencegah akumulasi sekret dan perlengketan mukosa
tebal dari obstruksi jalan napas.

6) Bersihkan sekitar stoma dan selang (bila dipasang) hindari sabun


atau alkohol. Tunjukan pada pasien bagaimana melakukan
perawatan stoma/selang sendiri dalam membersihkan dengan air
besih dan peroksida, menggunakan kain bukan tisu atau katun.
Rasional: Mempertahankan area bersih meningkatkan
penyembuhan dan kenyamanan. Sabun dan agen kering lainnya
dapat menimbulkan iritasi stoma dan kemungkinan inflamasi.
Bahan lain selain kain dapat meninggalkan serat pada stoma yang
dapat mengiritasi atau terhisap ke paru.

b. DX : Nyeri akut berhubungan dengan adanya selang


nasogastrik/orogastrik
Kriteria Hasil : Menunjukan nyeri hilang/ ketidaknyamanan dengan
menurunnya tegangan dan rileks, tidur/istirahat dengan tepat.
1) Beri tindakan nyaman (contoh pijatan punggung, perubahan posisi)
dan aktivitas hiburan (contoh melihat televise, duduk, membaca)
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan membantu pasien
memfokuskan perhatian pada sesuatu disamping diri
sendiri/ketidaknyamanan.

2) Kaji karakteristik nyeri. Periksa mulut, jahitan tenggorok untuk


trauma paru.
Rasional : Dapat menunjukan terjadinya komplikasi yang
memerlukan evaluasi lanjut/intervensi. Jaringan terimflamasi dan
kongesti dan dapat dengan mudah mengalami trauma dengan
penghisapan kateter, selang makanan dan sebagainya.

3) Anjurkan pengunaan perilaku manajemen stress, contoh teknik


relaksasi, bimbingan imajinasi.
Rasional : Meningkatkan rasa sehat, dapat menurunkan kebutuhan
analgesik dan meningkatkan penyembuhan.

4) Kolaborasi dengan perawat dalam pemberian irigasi oral, anestesi


sprei, dan kumur-kumur. Anjurkan pasien melakukan irigasi sendiri.
Rasional : Memperbaiki kenyamanan, meningkatkan penyembuhan
dan menurunkan bau mulut.
c. DX : Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh,
yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan, sekunder
akibat kesulitan menelan.
Kriteria Hasil : Klien memiliki status nutrisi yang lebih baik, seperti
dengan mempertahankan berat badan, mengkonsumsi protein, lemak, dan
karbohidrat selama 24 jam, menelan tanpa aspirat atau tersedak, dan
mempertahankan hemoglobin, hematokrit, albumin, dan nilai total dari
limposit dalam batas normal.
1) Ajarkan paien atau orang terdekat teknik makan sendiri, contoh ujung
spuit, kantung dan metode corong, menghancurkan makanan bila
pasien akan pulang dengan selang makanan. Yakinkan pasien dan
orang terdekat mampu melakukan prosedur ini sebelum pulang dan
bahwa makanan tepat dan alat tersedia di rumah.
Rasional: Membantu meningkatkan keberhasilan nutrisi dan
mempertahankan martabat orang dewasa yang saat ini terpaksa
tergantung pada orang lain untuk kebutuhan sangat mendasar pada
penyediaan makanan

2) Beri makanan oral bila mungkin. Tinggal dengan pasien selama


makan pada beberapa hari pertama.
Rasional: Makanan oral dapat dilakukan setelah jahitan sembuh (8-10
hari) kecuali rekonstruksi ulang diperlukan atau pasien akan pulang
dengan selang makanan. Pasien dapat mengalami nyeri atau kesulitan
dalam menelan dan mengunyah pada awalnya dan dapat memerlukan
penghisapan selama makan, selain itu untuk dukungan dan dorongan.

3) Ajarkan pasien untuk belajar menelan, contoh: mempertahankan


lingkungan tenang, menyediakan alat penghisap, dan menunjukkan
teknik bernapas yang tepat.
Rasional: Membantu pasien mengatasi frustasi dan keamanan dalam
masalah menelan. Memberikan keyakinan bahwa tindakan dilakukan
untuk mencegah/ membatasi aspirasi.

4) Pantau masukan dan berat badan sesuai indikasi. Tunjukan pada


pasien bagaimana mengawasi dan mencacat catatan pada jadwal
dasar.
Rasional: Memberikan informasi sehubungan dengan kebutuhan
nutrisi dan keefektifan terapi.

5) Kolaborasi dengan perawat dalam kebutuhan tindakan rehabilitasi


misalnya, prostese sementara/permanen, perawatan gigi, terapi wicara,
rekonstruksi bedah, konseling kejuruan/seksual/perkawinan, bantuan
keuangan.
Rasional: Pelayanan ini dapat mempengaruhi kesehatan pasien dan
memiliki efek positif pada kualitas hidup pasien.

d. DX : Risiko tinggi infeksi terhadap (penyebaran)


Kriteria Hasil : Klien tidak akan memiliki manifestasi klinis dari
luka, seperti yang di buktikan dengan terus menerus dari potongan
gigi seri, tidak ada kemerahan, pembengkakan, tidak demam, dan sel
darah putih dalam batas normal
1) Pantau tanda vital dengan ketat, khusunya selama awal terapi.
Rasional : Selama periode waktu ini, potensial komplikasi fatasl
(hipotensi/syok) dapat terjadi.

2) Ajarkan teknik mencuci tangan yang baik


Rasional : Efektif berarti menurunkan penyebaran/tambahan
infeksi.

3) Bantu pasien ubah posisi dengan sering dan berikan pembuangan


paru yang baik
Rasional : Meningkatkan pengeluaran, pembersihan infeksi

4) Lakukan isolasi pencegahan sesuai individual


Rasional : Tergantung pada tipe infeksi, respons terhadap antibiotic
kesehatan umum pasien, dan terjadinya komplikasi, teknik isolasi
mungkin diperlukan untuk mencegah penyebaran/melindungi
pasien dari proses infeksi lain.

5) Dorong keseimbangan istiirahatadekuat dengan aktivitas sedang.


Tingkatkan masukan nutrisi adekuat.
Rasional : Memudahkan proses penyembuhan dan meningkatkan
tahanan alamiah

e. DX : Hambatan komunikasi verbal yang berhubungan dengan


deficit anatomi, sekunder akibat pengangkatan laring dan edema.
Kriteria Hasil : Menyatakan kebutuhan dalam cara yang efektif.
Mengidentifikasi /merencanakan pilihan metode berbicara yang tepat
stelah sembuh.
1) Anjurkan pasien untuk komunikasi terus menerus dengan dunia
luar contoh koran, televisi, radio, kalender, jam.
Rasional: Mempertahankan kontrak dengan pola hidup normal
dan melanjutkan komunikasi melalui cara lain.

2) Berikan cara-cara yang cepat dan kontinu untuk memanggil


perawat, contoh lampu/bel pemanggil. Biarkan pasien mengetahui
panggilan akan dijawab dengan cepat. Hentikan dengan
memeriksa pasien secara periodic tanpa dipanggil. Pusatkan
sistem pemberitahuan jawaban/tempat pasien karena pasien tak
mampu untuk bicara.
Rasional: Pasien memerlukan keyakinan bahwa perawat waspada
dan akan berespons terhadap panggilan. Kepercayaan dan harga
diri diberikan bila perawat yang cukup perhatian untuk hadir pada
waktu dari pada bila dipanggil pasien.

3) Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan yang tepat/terapi/agen


rehabilitasi (contoh patologis wicara, pelayanan sosial, kelompok
laringektomi) selama rehabilitasi dasar di rumah sakit sesuai
sumber komunikasi (bila ada)
Rasional: Kemampuan untuk menggunakan pilihan suara dan
metode bicara(contoh elektrilaring, prostese suara dengan katup
1-jalan, bicara esophageal) sangat bervariasi, tergantung pada
luasnya prosedur pembedahan, usia pasien, status emosi, dan
motivasi untuk kembali ke hidup aktif. Waktu rehabilitasi dapat
memanjang dan memerlukan sejumlah agen/sumber untuk
menyediakan/ mendukung proses belajar.

4) Beri tahu kehilangan bicara sementara setelah laringektomi


sebagian atau tergantung pada tersedianya alat bantu suara.
Rasional: Memberikan dorongan dan harapan untuk masa depan
dengan memikirkan pilihan arti komunikasi dan bicara tersedia
dan mungkin.

5) Beri pasien waktu yang cukup untuk komunikasi.


Rasional: Kehilangan bicara dan stres mengganggu komunikasi
dan menyebabkan frustrasi dan hambatan ekspresi, khususnya
bila perawat terlihat terlalu sibuk atau bekerja.

f. DX : Gangguan citra tubuh dan harga diri rendah, sekunder akibat


pembedahan leher mayor, perubahan penampilan, dan perubahan
struktur dan fungsi.
Kriteria Hasil : Mulai mengembangkan rencana untuk perubahan pola
hidup. Menunjukan adaptasi awal terhadap perubahan tubuh sebagai
bukti dengan partisipasi aktivitas perawatan diri dan interaksi positif
dengan orang lain
a. Catat reaksi emosi, contoh kehilangan, depresi, marah,
memungkinkan pasien untuk maju pada kecepatan sendiri.
Rasional: Pasien dapat mengalami depresi cepat setelah
pembedahan atau reaksi syok dan meyangkal. Penerimaan
perubahan tak dapat dipaksakan, dan proses kehilangan
membutuhkan waktu yang membaik.

b. Izinkan/tetapi jangan berpartisipasi dalam penggunaan


penyangkalan pasien, contoh pasien menolak berpartisipasi dalam
perawatan diri (contoh penghisapan stoma). Berikan perawatan
pada tindakan tanpa penilaian.
Rasional: Menyangkal mungkin pertahanan paling membantu
untuk pasien pada awalnya, mengizinkan individu untuk mulai
menerima kesulitan menelan.

c. Kolaborasi dengan keluarga pasien untuk ke sumber pendukung,


contoh ahli terapi psikologis, pekerja sosial, konseling keluarga,
perawatan pestoral.
Rasional: Pendekatan menyeluruh diperlukan untuk membantu
pasien menghadapi rehabilitasi dan kesehatan. Keluarga
memerlukan bantuan dalam pemahaman proses yang pasien lalui
dan membantu mereka dalam emosi mereka. Tujuannya adalah
memampukan mereka untuk melawan kecenderungan untuk
menolak dari/isolasi pasien dari kontak sosial.

g. DX : Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan nyeri,


kelemahan, dan keletihanan: gangguan musculoskeletal yang
berhubungan dengan prosedur bedah dan rangkaian terapi
pascaoperasi.
1) Beri tahu pasien penjelasan pada tingkat penerimaan pasien.
Diskusikan ketidakakuratan dalam persepsi tentang proses
penyakit dan terapi bersama klien dan orang terdekat.
Rasional: Terdapat stresor yang berlebihan dan mungkin disertai
dengan pengetahuan yang terbatas. Salah konsep kadang tak
dapat dihindari, namun ketidakberhasilan untuk menggali dan
memperbaikinya dapat mengakibatkan kegagalan pasien
mencapai kemajuan kesehatan.

2) Beri tahu pasien petunjuk tertulis untuk pasien/orang terdekat


untuk dibaca dan tersedia sebagai referensi selanjutnya.
Rasional: Penguatan informasi yang benar dan dapat digunakan
sebagai refensi perawatan dirumah.

3) Kolaborasi dengan perawat dalam pemberian irigasi oral, anestesi


sprei, dan kumur-kumur. Anjurkan pasien melakukan irigasi
sendiri.
Rasional: Memperbaiki kenyamanan, meningkatkan
penyembuhan dan menurunkan bau mulut. Membantu
meningkatkan keberhasilan nutrisi dan mempertahankan martabat
orang dewasa yang saat ini terpaksa tergantung pada orang lain
untuk kebutuhan sangat mendasar pada penyediaan makanan.

4) Kolaborasi dengan perawat dalam pemberian humidifikasi


tambahan, contoh tekanan udara/oksigen penahan leher berupa,
humidifier ruangan, peningkatan pemasukan cairan.
Rasional: Fisiologi normal (hidung/jalan hidung) berarti
menyaring/melembabkan udara yang lewat. Tambahkan
kelembapan menurunkan mengerasnya mukosa dan memudahkan
batuk/penghisapan sekret melalui stoma.
5) Ajarkan pasien dan orang terdekat tentang informasi dasar
sehubungan dengan stoma, contoh mandi di bak bukan di
pancuran (pada awal), bersampo dengan menunduk ke depan, tak
berenang atau olahraga air.
Rasional: Mencegah air masuk ke jalan napas/stoma.

6) Ajarkan pasien dan orang terdekat tentang informasi dasar


sehubungan dengan stoma, contoh tutup stoma dengan slayer
serat alami/oto (contoh katun dan sutera).
Rasional: Mencegah debu dan partikel terhisap.

7) Ajarkan pasien dan orang terdekat tentang informasi dasar


sehubungan dengan stoma, contoh tutup stoma ketika batuk atau
bersin.
Rasional: Jalan napas normal terlalui, dan lender akan keluar dari
stoma.

8) Diskusikan pentingnya pelaporan pada perawat/dokter dengan


cepat seperti gejala penyempitan stoma, adanya benjolan pada
tenggorok, disfagia, atau perdarahan.
Rasional: Mungkin tanda stenosis trakea, berulangnya kanker atau
erosi karotis.

9) Beri tahu pasien kehilangan bicara sementara setelah laringektomi


sebagian atau tergantung pada tersedianya alat bantu suara.
Rasional: Memberikan dorongan dan harapan untuk masa depan
dengan memikirkan pilihan arti komunikasi dan bicara tersedia
dan mungkin.
D. Evaluasi Keperawatan
Hasil Akhir Yang Diharapkan Untuk Pasien.
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
produksi mucus yang berlebihan, sekunder akibat perubahan jalan
napas secara bedah.
1) Mempertahankan bersihan jalan napas dan menangani sekresinya
sendiri.
b. Nyeri akut berhubungan dengan adanya selang nasogastrik/orogastrik
1) Menunjukan ekpresi yang nyaman
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, yang
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan, sekunder
akibat kesulitan menelan.
1) Dapat memepertahankan masukan nutrisi yang seimbang dan
adekuat
d. Risiko tinggi infeksi terhadap (penyebaran)
1) Menunjukan tidak ada tanda-tanda infeksi
e. Hambatan komunikasi verbal yang berhubungan dengan deficit
anatomi, sekunder akibat pengangkatan laring dan edema.
1) Menggunakan alat bantu untuk komunikasi: magic-slate; bel
pemanggil, papan bambar, bahasa isyarat, membaca gerak bibir,
bantuan komputer.
2) Mempraktikkan arahan yang diberikan oleh ahli wicara-bahasa
f. Gangguan citra tubuh dan harga diri rendah, sekunder akibat
pembedahan leher mayor, perubahan penampilan, dan perubahan
struktur dan fungsi.
1) Mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran
2) Ikut serta dalam perawatan diri dan pembuatan keputusan
3) Menerima informasi tentang kelompok
g. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan nyeri, kelemahan,
dan keletihanan: gangguan musculoskeletal yang berhubungan dengan
prosedur bedah dan rangkaian terapi pascaoperasi.
1) Memperagakan tehnik yang tepat dan praktis yang mencakup
pembersihan dan penanganan selang laringektomi.
DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M & Hawks, Jane H. (2009). Medical-Surgical Nursing. Winsland House I :
Saunders Elsivier.

Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8. Jakarta:
Kedokteran EGC.

Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Kedokteran EGC

Effendy, Nasrul. (1998). Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:


Kedokteran EGC

Kurniasari Faudiah N, Surono, A, Pangastuti, R. (2015). “Status Gizi Sebagai Prediktor


Kualitas Hidup Pasien Kanker Kepala dan Leher”, dalam jurnal Indonesian Journal Of
Human Nutrition.Vol. 2 No. 1

Kurniasari F N. dkk. (2017). Buku Ajar Gizi & Kanker. Malang: UB Press

Smeltzer, Susan, C. (2013). Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: Kedokteran EGC

Sjamsuhidajat, R. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Saputra, L dan Dwisang, L. (2013). Anatomi & Fisiologi untuk Perawat dan Paramedis.
Tanggeran Selatan: BINARUPA AKSARA Publisher. s

Tompunu, Alan, N, Salamah, I, Sardjono, T. (2012). “Rehabilitasi Suara Penderita Tuna


Laring Menggunakan ELectrolaryng Berbasis Microcontroller”. Politeknik Negeri
Sriwijaya Palembang.

Anda mungkin juga menyukai