Anda di halaman 1dari 15

SEJARAH Florence Nightingale

Biografi
Florence Nightingale (lahir di Florence, Italia, 12 Mei 1820 - meninggal di London, Inggris, 13 Agustus
1910 pada umur 90 tahun) adalah pelopor perawat modern, penulis dan ahli statistik.[1] Ia dikenal
dengan nama Bidadari Berlampu (bahasa Inggris The Lady With The Lamp) atas jasanya yang tanpa kenal
takut mengumpulkan korban perang pada perang Krimea, di semenanjung Krimea, Rusia. Florence
Nightingale menghidupkan kembali konsep penjagaan kebersihan rumah sakit dan kiat-kiat juru rawat.
Ia memberikan penekanan kepada pemerhatian teliti terhadap keperluan pasien dan penyusunan
laporan mendetil menggunakan statistik sebagai argumentasi perubahan ke arah yang lebih baik pada
bidang keperawatan di hadapan pemerintahan Inggris.

Masa kecil

Florence Nightingale lahir di Firenze, Italia pada tanggal 12 Mei 1820 dan dibesarkan dalam keluarga
yang berada. Namanya diambil dari kota tempat ia dilahirkan.[2] Nama depannya, Florence merujuk
kepada kota kelahirannya, Firenze dalam bahasa Italia atau Florence dalam bahasa Inggris.

Semasa kecilnya ia tinggal di Lea Hurst, sebuah rumah besar dan mewah milik ayahnya, William
Nightingale yang merupakan seorang tuan tanah kaya di Derbyshire, London, Inggris. Sementara ibunya
adalah keturunan ningrat dan keluarga Nightingale adalah keluarga terpandang. Florence Nightingale
memiliki seorang saudara perempuan bernama Parthenope.

Pada masa remaja mulai terlihat perilaku mereka yang kontras dan Parthenope hidup sesuai dengan
martabatnya sebagai putri seorang tuan tanah. Pada masa itu wanita ningrat, kaya, dan berpendidikan
aktivitasnya cenderung bersenang-senang saja dan malas, sementara Florence lebih banyak keluar
rumah dan membantu warga sekitar yang membutuhkan.

Perjalanan ke Jerman

Pada tahun 1846 ia mengunjungi Kaiserswerth, Jerman, dan mengenal lebih jauh tentang rumah sakit
modern pionir yang dipelopori oleh Pendeta Theodor Fliedner dan istrinya dan dikelola oleh biarawati
Lutheran (Katolik). Di sana Florence Nightingale terpesona akan komitmen dan kepedulian yang
dipraktekkan oleh para biarawati kepada pasien. Ia jatuh cinta pada pekerjaan sosial keperawatan, serta
pulang ke Inggris dengan membawa angan-angan tersebut.

Belajar merawat

Pada usia dewasa Florence yang lebih cantik dari kakaknya, dan sebagai seorang putri tuan tanah yang
kaya, mendapat banyak lamaran untuk menikah. Namun semua itu ia tolak, karena Florence merasa
"terpanggil" untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan kemanusiaan. Pada tahun 1851, kala
menginjak usia 31 tahun, ia dilamar oleh Richard Monckton Milnes seorang penyair dan seorang ningrat
(Baron of Houghton), lamaran inipun ia tolak karena ditahun itu ia sudah membulatkan tekad untuk
mengabdikan dirinya pada dunia keperawatan.

Ditentang oleh keluarga

Keinginan ini ditentang keras oleh ibunya dan kakaknya. Hal ini dikarenakan pada masa itu di Inggris,
perawat adalah pekerjaan hina dan sebuah rumah sakit adalah tempat yang jorok. Banyak orang
memanggil dokter untuk datang ke rumah dan dirawat di rumah.

Perawat pada masa itu hina karena:

Perawat disamakan dengan wanita tuna susila atau "buntut" (keluarga tentara yang miskin) yang
mengikuti kemana tentara pergi. Profesi perawat banyak berhadapan langsung dengan tubuh dalam
keadaan terbuka, sehingga dianggap profesi ini bukan profesi sopan wanita baik-baik dan banyak pasien
memperlakukan wanita tidak berpendidikan yang berada di rumah sakit dengan tidak senonoh.

Perawat di Inggris pada masa itu lebih banyak laki-laki daripada perempuan karena alasan-alasan
tersebut di atas.

Perawat masa itu lebih sering berfungsi sebagai tukang masak.

Argumentasi Florence bahwa di Jerman perawatan bisa dilakukan dengan baik tanpa merendahkan
profesi perawat patah, karena saat itu di Jerman perawat juga biarawati Katolik yang sudah disumpah
untuk tidak menikah dan hal ini juga secara langsung melindungi mereka dari perlakuan yang tidak
hormat dari pasiennya. Walaupun ayahnya setuju bila Florence membaktikan diri untuk kemanusiaan,
namun ia tidak setuju bila Florence menjadi perawat di rumah sakit. Ia tidak dapat membayangkan
anaknya bekerja di tempat yang menjijikkan. Ia menganjurkan agar Florence pergi berjalan-jalan keluar
negeri untuk menenangkan pikiran. Tetapi Florence berkeras dan tetap pergi ke Kaiserswerth, Jerman
untuk mendapatkan pelatihan bersama biarawati disana. Selama empat bulan ia belajar di Kaiserwerth,
Jerman di bawah tekanan dari keluarganya yang takut akan implikasi sosial yang timbul dari seorang
gadis yang menjadi perawat dan latar belakang rumah sakit yang Katolik sementara keluarga Florence
adalah Kristen Protestan. Selain di Jerman, Florence Nightingale juga pernah bekerja di rumah sakit
untuk orang miskin di Perancis.

Kembali ke Inggris

Pada tanggal 12 Agustus 1853, Nightingale kembali ke London dan mendapat pekerjaan sebagai
pengawas bagian keperawatan di Institute for the Care of Sick Gentlewomen, sebuah rumah sakit kecil
yang terletak di Upper Harley Street, London, posisi yang ia tekuni hingga bulan Oktober 1854. Ayahnya
memberinya £500 per tahun (setara dengan £ 25,000 atau Rp. 425 juta pada masa sekarang), sehingga
Florence dapat hidup dengan nyaman dan meniti karirnya. Di sini ia beragumentasi sengit dengan
Komite Rumah Sakit karena mereka menolak pasien yang beragama Katolik. Florence mengancam akan
mengundurkan diri, kecuali bila komite ini mengubah peraturan tersebut dan memberinya izin tertulis
bahwa; "rumah sakit akan menerima tidak saja pasien yang beragama Katolik, tetapi juga Yahudi dan
agama lainnya, serta memperbolehkan mereka menerima kunjungan dari pendeta-pendeta mereka,
termasuk rabi, dan ulama untuk orang Islam" Komite Rumah Sakit pun mengubah peraturan tersebut
sesuai permintaan Florence

Perang Krimea

Pada 1854 berkobarlah peperangan di Semenanjung Krimea. Tentara Inggris bersama tentara Perancis
berhadapan dengan tentara Rusia. Banyak prajurit yang gugur dalam pertempuran, namun yang lebih
menyedihkan lagi adalah tidak adanya perawatan untuk para prajurit yang sakit dan luka-luka. Keadaan
memuncak ketika seorang wartawan bernama William Russel pergi ke Krimea. Dalam tulisannya untuk
harian TIME ia menuliskan bagaimana prajurit-prajurit yang luka bergelimpangan di tanah tanpa diberi
perawatan sama sekali dan bertanya, "Apakah Inggris tidak memiliki wanita yang mau mengabdikan
dirinya dalam melakukan pekerjaan kemanusiaan yang mulia ini?". Hati rakyat Inggrispun tergugah oleh
tulisan tersebut. Florence merasa masanya telah tiba, ia pun menulis surat kepada menteri penerangan
saat itu, Sidney Herbert, untuk menjadi sukarelawan. Pada pertemuan dengan Sidney Herbert terungkap
bahwa Florence adalah satu-satunya wanita yang mendaftarkan diri. Di Krimea prajurit-prajurit banyak
yang mati bukan karena peluru dan bom, namun karena tidak adanya perawatan, dan perawat pria
jumlahnya tidak memadai. Ia meminta Florence untuk memimpin gadis-gadis sukarelawan dan Florence
menyanggupi. Pada tanggal 21 Oktober 1854 bersama 38 gadis sukarelawan yang dilatih oleh
Nightingale dan termasuk bibinya Mai Smith, berangkat ke Turki menumpang sebuah kapal.

Gedung Barak Rumah Sakit di Scutari sekarang

Pada tanggal November 1854 mereka mendarat di sebuah rumah sakit pinggir pantai di Scutari. Saat tiba
disana kenyataan yang mereka hadapi lebih mengerikan dari apa yang mereka bayangkan. Beberapa
gadis sukarelawan terguncang jiwanya dan tidak dapat langsung bekerja karena cemas, semua ruangan
penuh sesak dengan prajurit-prajurit yang terluka, dan beratus-ratus prajurit bergelimpangan di
halaman luar tanpa tempat berteduh dan tanpa ada yang merawat.

Dokter-dokter bekerja cepat pada saat pembedahan, mereka memotong tangan, kaki, dan
mengamputasi apa saja yang membahayakan hidup pemilik, potongan-potongan tubuh tersebut
ditumpuk begitu saja diluar jendela dan tidak ada tenaga untuk membuangnya jauh-jauh ke tempat lain.
Bekas tangan dan kaki yang berlumuran darah menggunung menjadi satu dan mengeluarkan bau tak
sedap. Florence diajak mengelilingi neraka tersebut oleh Mayor Prince, dokter kepala rumah sakit
tersebut dan menyanggupi untuk membantu.

Florence melakukan perubahan-perubahan penting. Ia mengatur tempat-tempat tidur para penderita di


dalam rumah sakit, dan menyusun tempat para penderita yang bergelimpangan di luar rumah sakit. Ia
mengusahakan agar penderita yang berada di luar paling tidak bernaung di bawah pohon dan
menugaskan pendirian tenda. Ilustrasi Rumah Sakit di Scutari Penjagaan dilakukan secara teliti,
perawatan dilakukan dengan cermat;
Perban diganti secara berkala.

Obat diberikan pada waktunya.

Lantai rumah sakit dipel setiap hari.

Meja kursi dibersihkan.

Baju-baju kotor dicuci dengan mengerahkan tenaga bantuan dari penduduk setempat.

Akhirnya gunungan potongan tubuh, daging, dan tulang-belulang manusiapun selesai dibersihkan,
mereka dibuang jauh-jauh atau ditanam. Dalam waktu sebulan rumah sakit sudah berubah sama sekali,
walaupun baunya belum hilang seluruhnya namun jerit dan rintihan prajurit yang luka sudah jauh
berkurang. Para perawat sukarelawan bekerja tanpa kenal lelah hilir-mudik di bawah pengawasan
Florence Nightingale.

Ia juga menangani perawat-perawat lain dengan tangan besi, bahkan mengunci mereka dari luar pada
malam hari. Ini dilakukan untuk membuktikan pada orang tua mereka di tingkat ekonomi menengah,
bahwa dengan disiplin yang keras dan di bawah kepemimpinan kuat seorang wanita, anak-anak mereka
bisa dilindungi dari kemungkinan serangan seksual. Ketakutan akan hal inilah yang membuat ibu-ibu di
Inggris menentang anak perempuan mereka menjadi perawat, dan menyebabkan rumah sakit di Inggris
ketinggalan dibandingkan di benua Eropa lainnya dimana profesi keperawatan dilakukan oleh biarawati
dan biarawati-biarawati ini berada dibawah pengawasan Biarawati Kepala.

Pada malam hari saat perawat lain beristirahat dan memulihkan diri, Florence menuliskan
pengalamannya dan cita-citanya tentang dunia keperawatan, dan obat-obatan yang ia ketahui. Namun,
kerja keras Florence membersihkan rumah sakit tidak berpengaruh banyak pada jumlah kematian
prajurit, malah sebaliknya, angka kematian malah meningkat menjadi yang terbanyak dibandingkan
rumah sakit lainnya di daerah tersebut. Pada masa musim dingin pertama Florence berada disana
sejumlah 4077 prajurit meninggal dirumah sakit tersebut. Sebanyak 10 kali lipat prajurit malah
meninggal karena penyakit seperti; tipes, tifoid, kolera, dan disentri dibandingkan dengan kematian
akibat luka-luka saat perang. Kondisi di rumah sakit tersebut menjadi sangat fatal karena jumlah pasien
melimpah lebih banyak dari yang mungkin bisa ditampung, hal ini menyebabkan sistem pembuangan
limbah dan ventilasi udara memburuk. Pada bulan bulan Maret 1855, hampir enam bulan setelah
Florence Nightingale datang, komisi kebersihan Inggris datang dan memperbaiki sistem pembuangan
limbah dan sirkulasi udara, sejak saat itu tingkat kematian menurun drastis.

Namun Florence tetap percaya saat itu bahwa tingkat kematian disebabkan oleh nutrisi yang kurang dari
suplai makanan dan beratnya beban pekerjaan tentara. Pemikiran ini baru berubah saat Florence
kembali ke Inggris dan mengumpulkan bukti dihadapan Komisi Kerajaan untuk Kesehatan Tentara Inggris
(Royal Commission on the Health of the Army), akhirnya ia diyakinkan bahwa saat itu para prajurit di
rumah sakit meninggal akibat kondisi rumah sakit yang kotor dan memprihatinkan. Hal ini berpengaruh
pada karirnya di kemudian hari dimana ia gigih mengkampanyekan kebersihan lingkungan sebagai hal
yang utama. Kampanye ini berhasil dinilai dari turunnya angka kematian prajurit pada saat damai (tidak
sedang berperang) dan menunjukkan betapa pentingnya disain sistem pembuangan limbah dan ventilasi
udara sebuah rumah sakit.
Bidadari berlampu

Pada suatu kali, saat pertempuran dahsyat di luar kota telah berlalu, seorang bintara datang dan
melapor pada Florence bahwa dari kedua belah pihak korban yang berjatuhan banyak sekali. Florence
menanti rombongan pertama, namun ternyata jumlahnya sedikit, ia bertanya pada bintara tersebut apa
yang terjadi dengan korban lainnya. Bintara tersebut mengatakan bahwa korban selanjutnya harus
menunggu sampai besok karena sudah terlanjur gelap.

Florence memaksa bintara tersebut untuk mengantarnya ke bekas medan pertempuran untuk
mengumpulkan korban yang masih bisa diselamatkan karena bila mereka menunggu hingga esok hari
korban-korban tersebut bisa mati kehabisan darah. Saat bintara tersebut terlihat enggan, Florence
mengancam akan melaporkannya kepada Mayor Prince.

Berangkatlah mereka berenam ke bekas medan pertempuran, semuanya pria, hanya Florence satu-
satunya wanita. Florence dengan berbekal lentera membalik dan memeriksa tubuh-tubuh yang
bergelimpangan, membawa siapa saja yang masih hidup dan masih bisa diselamatkan, termasuk prajurit
Rusia. Malam itu mereka kembali dengan membawa lima belas prajurit, dua belas prajurit Inggris dan
tiga prajurit Rusia.

Semenjak saat itu setiap terjadi pertempuran, pada malam harinya Florence berkeliling dengan lampu
untuk mencari prajurit-prajurit yang masih hidup dan mulailah ia terkenal sebagai bidadari berlampu
yang menolong di gelap gulita. Banyak nyawa tertolong yang seharusnya sudah meninggal.

Selama perang Krimea, Florence Nightingale mendapatkan nama "Bidadari Berlampu". Pada tahun 1857
Henry Longfellow, seorang penyair AS, menulis puisi tentang Florence Nightingale berjudul "Santa
Filomena", yang melukiskan bagaimana ia menjaga prajurit-prajurit di rumah sakit tentara pada malam
hari, sendirian, dengan membawa lampu. "Pada jam-jam penuh penderitaan itu, datanglah bidadari
berlampu untukku."

Pulang ke Inggris

Florence Nightingale kembali ke Inggris sebagai pahlawan pada tanggal 7 Agustus 1857, semua orang
tahu siapa Florence Nightingale dan apa yang ia lakukan ketika ia berada di medan pertempuran Krimea,
dan menurut BBC, ia merupakan salah satu tokoh yang paling terkenal setelah Ratu Victoria sendiri.
Nightingale pindah dari rumah keluarganya di Middle Claydon, Buckinghamshire, ke Burlington Hotel di
Piccadilly. Namun, ia terkena demam, yang disebabkan oleh Bruselosis ("demam Krimea") yang
menyerangnya selama perang Krimea.[5] Dia memalangi ibu dan saudara perempuannya dari kamarnya
dan jarang meninggalkannya. Sebagai respon pada sebuah undangan dari Ratu Victoria - dan meskipun
terdapat keterbatasan kurungan pada ruangannya - Nightingale memainkan peran utama dalam
pendirian Komisi Kerajaan untuk Kesehatan Tentara Inggris, dengan Sidney Herbert menjadi ketua.
Sebagai wanita, Nightingale tidak dapat ditunjuk untuk Komisi Kerajaan, tetapi ia menulis laporan 1.000
halaman lebih yang termasuk laporan statistik mendetail, dan ia merupakan alat implementasi
rekomendasinya. Laporan Komisi Kerajaan membuat adanya pemeriksaan tentara militer, dan
didirikannya Sekolah Medis Angkatan Bersenjata dan sistem rekam medik angkatan bersenjata.
Karier selanjutnya

Ketika ia masih di Turki, pada tanggal 29 November 1855, publik bertemu untuk memberikan pengakuan
pada Florence Nightingale untuk hasil kerjanya pada perang yang membuat didirikannya Dana
Nightingale untuk pelatihan perawat. Sidney Herbert menjadi sekretaris honorari dana, dan Adipati
Cambridge menjadi ketua. Sekembalinya Florence ke London, ia diundang oleh tokoh-tokoh masyarakat.
Mereka mendirikan sebuah badan bernama "Dana Nightingale", .Badan tersebut berhasil
mengumpulkan dana yang besar sekali sejumlah £ 45.000 sebagai rasa terima kasih orang-orang Inggris
karena Florence Nightingale berhasil menyeamatkan banyak jiwa dari kematian.

Florence menggunakan uang itu untuk membangun sebuah sekolah perawat khusus untuk wanita yang
pertama, saat itu bahkan perawat-perawat pria pun jarang ada yang berpendidikan.

Florence berargumen bahwa dengan adanya sekolah perawat, maka profesi perawat akan menjadi
lebih dihargai, ibu-ibu dari keluarga baik-baik akan mengijinkan anak-anak perempuannya untuk
bersekolah disana dan masyarakat akan lain sikapnya menghadapi seseorang yang terdidik. Sekolah
tersebut pun didirikan di lingkungan rumah sakit St. Thomas Hospital, London. Dunia kesehatan pun
menyambut baik pembukaan sekolah perawat tersebut.

Saat dibuka pada tanggal 9 Juli 1860 berpuluh-puluh gadis dari kalangan baik-baik mendaftarkan diri,
perjuangan Florence di Semenanjung Krimea telah menghilangkan gambaran lama tentang perempuan
perawat. Dengan didirikannya sekolah perawat tersebut telah diletakkan dasar baru tentang perawat
terdidik dan dimulailah masa baru dalam dunia perawatan orang sakit. Kini sekolah tersebut dinamakan
Sekolah Perawat dan Kebidanan Florence Nightingale (Florence Nightingale School of Nursing and
Midwifery) dan merupakan bagian dari Akademi King College London.

Sebagai pimpinan sekolah Florence mengatur sekolah itu dengan sebaik mungkin. Tulisannya mengenai
dunia keperawatan dan cara mengaturnya dijadikan bahan pelajaran di sekolah tersebut. Saat tiba
waktunya anak-anak didik pertama Florence menamatkan sekolahnya, berpuluh-puluh tenaga pemudi
habis diambil oleh rumah sakit sekitar, padahal rumah sakit yang lain banyak meminta bagian. Perawat
lulusan sekolah Florence pertama kali bekerja pada Rumah Sakit Liverpool Workhouse Infirmary. Ia juga
berkampanye dan menggalang dana untuk rumah sakit Royal Buckinghamshire di Aylesbury dekat
rumah tinggal keluarganya.

Dengan perawat-perawat terdidik, era baru perawatan secara modernpun diterapkan ditempat-tempat
tersebut. Dunia menjadi tergugah dan ingin meniru. Mereka mengirimkan gadis-gadis berbakat untuk
dididik di sekolah tersebut dan sesudah tamat mereka diharuskan mendirikan sekolah serupa di
negerinya masing-masing. Pada tahun 1882 perawat-perawat yang lulus dari sekolah Florence telah
tumbuh dan mengembangkan pengaruh mereka pada awal-awal pengembangan profesi keperawatan.
Beberapa dari mereka telah diangkat menjadi perawat senior (matron), termasuk di rumah sakit-rumah
sakit London seperti St. Mary's Hospital, Westminster Hospital, St Marylebone Workhouse Infirmary dan
the Hospital for Incurables (Putney); dan diseluruh Inggris, seperti: Royal Victoria Hospital, Netley;
Edinburgh Royal Infirmary; Cumberland Infirmary; Liverpool Royal Infirmary dan juga di Sydney Hospital,
di New South Wales, Australia.
Orang sakit menjadi pihak yang paling beruntung di sini, disamping mereka mendapatkan perawatan
yang baik dan memuaskan, angka kematian dapat ditekan serendah mungkin. Buku dan buah pikiran
Florence Nightingale menjadi sangat bermanfaat dalam hal ini.

Pada tahun 1860 Florence menulis buku Catatan tentang Keperawatan (Notes on Nursing) buku setebal
136 halaman ini menjadi buku acuan pada kurikulum di sekolah Florence dan sekolah keperawatan
lainnya. Buku ini juga menjadi populer di kalangan orang awam dan terjual jutaan eksemplar di seluruh
dunia. Pada tahun 1861 cetakan lanjutan buku ini terbit dengan tambahan bagian tentang perawatan
bayi.

Pada tahun 1869, Nightingale dan Elizabeth Blackwell mendirikan Universitas Medis Wanita.

Pada tahun 1870-an, Linda Richards, "perawat terlatih pertama Amerika", berkonsultasi dengan
Florence Nightingale di Inggris, dan membuat Linda kembali ke Amerika Serikat dengan pelatihan dan
pengetahuan memadai untuk mendirikan sekolah perawat. Linda Richards menjadi pelopor perawat di
Amerika Serikat dan Jepang.

Pada tahun 1883 Florence dianugrahkan medali Palang Merah Kerajaan (The Royal Red Cross) oleh Ratu
Victoria.

Pada tahun 1907 pada umurnya yang ke 87 tahun Raja Inggris, di hadapan beratus-ratus undangan
menganugerahkan Florence Nightingale dengan bintang jasa The Order Of Merit dan Florence
Nightingale menjadi wanita pertama yang menerima bintang tanda jasa ini.

Pada tahun 1908 ia dianugrahkan Honorary Freedom of the City dari kota London.

Nightingale adalah seorang universalis Kristen.[6] Pada tanggal 7 Februari 1837 – tidak lama sebelum
ulang tahunnya ke-17 – sesuatu terjadi yang akan mengubah hidupnya: ia menulis, "Tuhan berbicara
padaku dan memanggilku untuk melayani-Nya."

Meninggal dunia Florence Nightingale meninggal dunia di usia 90 tahun pada tanggal 13 Agustus 1910.
Keluarganya menolak untuk memakamkannya di Westminster Abbey, dan ia dimakamkan di Gereja St.
Margaret yang terletak di East Wellow, Hampshire, Inggris.

Konsep dan Teori


Pengembangan teori keperawatan era modern Nightingale, sangat dipengaruhi oleh pandangan filosofi
mengenai interaksi manusia/klien dengan lingkungannya. Nightingale memandang penyakit sebagai
proses pergantian atau perbaikan (reparative process).

Florence tidak menampilkan ide-idenya sebagai model atau teori, karena ia belum mengetahui dengan
baik cara menjelaskan ide-idenya dengan cara tersebut. Namun demikian, sangat jelas bahwa ide utama
dari pendekatannya berkait dengan lingkungan sehingga teorinya dikenal dengan “Teori lingkungan”.
Model konsep teori florence menetapkan lingkungan sebagai fokus asuhan keperawatan. Pemberian
asuhan keperawatan atau tindakan keperawatan lebih berorientasi kepada pemberian udara, lampu,
kenyamanan lingkungan, kebersihan, ketenangan, dan nutrisi yang adequate. Hal ini dimulai dengan
pengumpulan data yang dibandingkan dengan tindakan pengobatan. Pada akhirnya, teori model konsep
bertujuan agar perawat mampu menjalankan praktik keperawatan mandiri tanpa tergantung dengan
profesi lain (Huriati, Dardin AKP, 2017).

Dalam bukunya “Notes on nursing”. Florence memberikan panduan rinci tentang aktivitas keperawatan.
Perawat harus memberikan lingkungan yang bersih, nyaman, dan aman tempat pasien dapat
memulihkan diri. Florence mengidentifikasi 5 hal untuk mendapatkan lingkungan yang sehat yaitu udara
murni, air murni, drainase yang efisien, kebersihan dan cahaya. Selain memastikan kondisi-kondisi
tersebut, perawatan juga harus menjaga agar pasien tetap pada kondisi yang hangat, mempertahankan
atmosfer yang bebas dari kebisingan, serta memberikan pola diet seimbang dan makanan bergizi.

Menurut Florence, ada 3 faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan pasien. Namun menurutnya
yang terpenting adalah lingkungan fisik.

1). Lingkungan Fisik Lingkungan fisik merupakan elemen dasar dari lingkungan pasien dan bisa
mempengaruhi aspek lingkungan lainnya. Dalam teorinya Florence menjelaskankonsep sanitasi
(kebersihan), udara segar, ventilasi, pencahayaan, air, tempat tinggal (pemondokan), kehangatan,
ketenangan.

2). Lingkungan Psikologis Florence memahami bahwa ada pengaruh kesehatan psikologis terhadap fisik
pasien, meskipun pada saat itu masih sedikit bukti ilmiah yang menjelaskan keterkaitan antara aspek
fisik dan psikologis pada manusia. Dia yakin bahwa lingkungan yang tidak sehat bisa menyebabkan stress
psikologis dan hal ini bisa berdampak negatif pada emosi pasien.

3). Lingkungan sosial Pencegahan penyakit berkaitan dengan lingkungan sosial. Karena itu, penting bagi
perawat untuk memoniter lingkungan, dalam artian mengumpulkan informasi spesifik yang
berhubungan dengan terjadinya penyakit dari komunitas atau lingkungan sosialnya

Teori model konsep Florence Nightingale menetapkan lingkungan sebagai tujuan asuhan keperawatan.
Oleh karena itu, lingkungan pasien sangat perlu diperhatikan. Nightingale memandang perawat secara
luas dengan tidak hanya memandang tugas perawat untuk memberikan obat dan pengobatan, akan
tetapi perawat lebih berorientasi pada pemberian udara, lampu, kenyamanan lingkungan, kebersihan,
ketenangan dan nutrisi yang baik untuk kesehatan (Nightingale, 1860; Torres, 1986).

Buku karya Florence nightingale

Ada banyak buku yang ditulis oleh Florence nightingale,tapia da beberapa buku yang menjadi rujukan
dan patokan dalam dunia keperawatan sampai sekarang, yaitu:

RUFAIDAH BINTI SA’AD AL-BANI ASLAM AL-KHAZRAJ

Sangat sedikit ditemukan dokumen tentang keperawatan sebelum-Islam (pre-Islamic period)


atau sebelum 570 M. Walau hanya sedikit sekali literatur tentang perawat, tetapi dalam periode ini
dikenal seorang perawat yang bersama dengan Nabi Muhammad SAW yang telah melaksanakan peran
keperawatan yaitu Rufaidah binti Sa’ad/Rufaidah Al-Asamiya (Tumulty 2001, Al Osimy, 1994) Catatan
sejarah keperawatan atau profesi keperawatan di era setelah kematian Nabi Muhammad SAW pada 632
M jarang terjadi (Al-Osimy, M. (2004). Catatan yang diterbitkan bersaksi bahwa Rufaidah Al-Asalmiya,
yang berlatih pada zaman Nabi Muhammad SAW adalah perawat muslim pertama (Kasule, O.H. , 2003).

Rufaidah Al-Asalmiya mempunyai nama lengkap Rufaidah Binti Sa’ad Al-Bani Aslam Al-Khazraj.
Beliau dilahirkan di Yatrhrib, kota Madinah pada tahun 570 M dan wafat pada tahun 632 M. Rufaidah
hidup di masa Rasulullah SAW pada abad pertama Hijriah atau abad ke-8 Masehi. Rufaidah termasuk
pada golongan kaum Anshor di Madinah yakni golongan pertama yang menganut agama Islam.

Kata nama Rufaidah ialah kata benda yang berasal dari kata kerja 'rafada', yang berarti
memberikan bantuan dan dukungan untuk orang lain. Rufaidah belajar dan mengembangkan
keterampilan merawat dari ayahnya yang adalah seorang tabib terkenal (Kasule 1998). Menurut Hussain
(1981) Rufaidah memberi perawatan kepada tentara yang terluka selama jihad (perang suci), serta
memberikan perlindungan dari angin dan panasnya gurun pasir yang keras bagi orang yang sekarat (Jan,
1996).

Dia mengabdikan diri dengan merawat kaum muslimin yang jatuh sakit ketika kota madinah
telah berkembang. Saat perang tidak terjadi, dia mendirikan tenda-tenda di luar Masjid Nabawi untuk
melakukan perawatan pada kaum muslimin yang sakit. Saat terjadi perang Badar, Uhud, Khandaq, dan
Khaibar, Rufaidah menjadi sukarelawan yang merawat korban-korban terluka akibat peperangan. Ia juga
membuka rumah sakit lapangan, sehingga Rasulullah SAW pada masa itu memberikan perintah pada
korban yang terluka agar dirawat oleh Rufaidah

Selain melayani selama masa perang, Rufaidah mempraktikkan keperawatan dalam masa damai
dengan merawat orang sakit, melatih perawat lain, merawat orang miskin dan menyelesaikan masalah
sosial (Kasule 1998). Untuk tujuan ini dan dengan izin dan dukungan dari Nabi Muhammad [SAW],
Rufaidah mendirikan sebuah tenda di dekat Masjid Nabi di Al Madinah (Aldossary et al. 2008; ElHaddad,
2006).

Selain itu, Rufaidah Al-Asalmiya juga melatih beberapa kelompok wanita untuk menjadi
perawat, dan dalam perang Khaibar mereka meminta izin kepada Rasulullah SAW agar diikutkan di garis
belakang pertempuran untuk merawat para mujahid yang terluka. Tugas ini digambarkan dengan mulia
oleh Rufaidah, dan merupakan sebuah pengakuan awal untuk pekerjaannya di bidang keperawatan dan
medis. Rufaidah Al-Asalmiya juga terlibat dalam berbagai aktifitas sosial di komunitasnya. Dia memberi
perhatian pada setiap muslim, orang miskin, anak yatim, atau yang menderita cacat mental serta juga
merawat anak yatim dan memberi bekal pendidikan.

Rufaidah tidak hanya melatih sekelompok wanita sebagai perawat (dikenal sebagai teman
wanita), ia juga menjadi terlibat dalam pekerjaan sosial dalam masyarakat. Nabi Muhammad (SAW)
memberikan izin baginya untuk mendirikan tenda di dalam masjid dan menyampaikan ajaran yang
berhubungan dengan kesehatan kepada masyarakat (Al-Osimy, 1994).

Rufaidah ialah sosok pemimpin, organisatoris, mampu melakukan mobilisasi dan motivasi pada
orang lain. Ia diriwayatkan mempunyai pengalaman di klinik yang mampu diajarkan kepada perawat lain
yang dilatih dan bekerja sama dengan Rufaidah. Bukan hanya melakukan peran perawat dalam klinikal
saja yang dia lakukan, tetapi juga melaksanakan peran pada komunitas dan memecahkan berbagai
permasalahan sosial yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.

Rufaidah Al-Asalmiya merupakan perawat muslim pertama yang telah hadir di dunia. Sosoknya
sudah berperan jauh sebelum Pioneer of Modern Nurse terlahir ke dunia.

Perkembangan keperawatan di Indonesia

Sejarah Perkembangan Keperawatan Zaman Penjajahana.

a.Zaman penjajahan Belanda

Tahun 1596 Cornelis De Houtman adalah orang Belanda pertama yang datang ke Indonesia pada zaman
penjajahan.Zaman VOC, (1602 – 1799)Orang-orang Belanda datang ke Indonesia pertama kali dengan
maksud untuk berdagang. Dalam usaha perdagangannya itu di bentuklah VOC. Sehubungan dengan
adanya staf dan tentara maka dua usaha kesehatan. Untuk itu didirikanlah rumah sakit yang pertama
yang bernama " Binnen Hospital " didirikan pada tahun1641 bertempat di Batavia ( sekarang Jakarta)
Tenaga perawatannya diambil daripenduduk pribumi ( Bumi Putera ) yang diberi nama Zieken oppaser
( penjaga orang sakit) Rumah sakit ini dibawah pengawasan dokter militer.

Pada tahun ( 1724-1744) di luar kota didirikan rumah sakit yang kedua yang diberi nama : Buiten
Hospital mengantikan Binnen Hospital yang di tutup pada tahun1808. Karena VOC dibubarkan 1799
maka oleh pemerintahan Belanda menyerahkan kepada pemerintah Indonesia yang kemudian
membentuk Organisasi Negara " Hindia Belanda". Pada tahun zaman penjajahan belanda I( 1799-1811 )
tidak ada usaha kesehatan yang boleh dikatakan menonjol pada umumnya merupakan usaha lanjutan
dari apa yang telah ada. Pengaruh ketentaraan pada keperawatan mulai ada usaha-usaha dibidang
kesehatan yang antara lain :

- MGD ( Militaire Gezondsheids Dienst ) – dinas kesehatan tantara

.- BGD (Burgerlije Gezon Dienst ) – dinas kesehatan rakyat.

Pada waktu pemerintahan Daendels yang terkenal dengan


pembuatan jalan Merak Banyuwangi, perlu lebih meningkatkan kesehatan tentaranya.Dibuatlah
beberapa Rumah sakit Garnizoen, yaitu di Semarang dan Surabaya.Pelayanannya hanya memperhatikan
dinas kesehatan tentara saja.

b.Zaman Penjajahan Inggris Tahun ( 1811-1816 )


Gubernur Jenderal Raffles sangat memperhatikan kesehatan rakyat.Usaha-usaha di bidang kesehatan
tersebut dinyatakan dalam kata-katanya"kesehatan adalah milik manusia". Usaha-usahanya: 

 Mengadakan vaksinasi umum 

 Memperbaiki perawatan orang sakit gila (jiwa)

 Memperbaiki perawatan dari orang-orang tahanan.

c.Zaman Penjajahan Belanda II (1816-1942)

Setelah pemerintahan diserahkan kembali pada Belanda, maka usaha-usaha kesehatan nampak maju.
Prof. Dr. Reinwardt menyusun undang-undangkesehatan, diantaranya tentang praktek dokter,
kebidanan, pengobatan dan lain-lain untuk wilayah sekitar Batavia pada 1819 oleh Residen V Pabst
didirikanrumah sakit untuk umum di Jakarta, diantara rumah sakit Stadsverban di Glodok.Rumah sakit
ini mempunyai perlengkapan yang sederhana. Pada tahun 1919rumah sakit Stadsverban menjadi CBZ
(Central Burgerlijke Ziekeninrichting)yang kemudian dipindahkan di Salemba.

 Dr. W. de bosch yang sangat menaruh perhatian terhadap Kesehatan mendirikan sekolah dokter jawa
(1852), yang kemudian berkembang menjadi STOVIA (1898) dan akhirnya GHS (1927). Ia juga
mengadakan persiapan pendidikan kebidanan pada tahun 1852. Tahun 1875 pendidikan kebidanan ini
ditutup kembali.Rumah-rumah sakit partikelir (swasta) diadakan oleh Zending.

Muhammadiyah, bala keselamatan. Salah satu yang terkenal adalah rumahsakit di Gang Paal yang
sekarang menjadi Rumah Sakit Cikini, didirikan pada tahun 1879. rumah sakit yang lain ialah: RS St
Carolus di Jakarta, RS St Borromeus di Bandung dan RS Elizabeth di Semarang. Pendidikan perawatan
telah ada yang dimulai di RS cikini pada tahun 1900. Pendidikan juru rawat dimulai pada tahun 1906
di RS Glodok pada tahun 1912.

d.Zaman Penjajahan Jepang (1942-1945)

 Pada zaman penjajahan jepang keperawatan di Indonesia boleh dikatakan mundur. Pimpinan rumah
sakit yang tadinya adalah orang-orang belanda di ambil alih orang-orang jepang dan sebagian oleh
bangsa Indonesia. Obat-obatan sangat kurang,oleh karenanya wabah penyakit dimana-mana. Bahan-
bahan balutan sangat kurang,sampai dipergunakannya daun pisang dan pelapah pisang.

2.3 Sejarah Perkembangan Keperawatan Zaman Kemerdekaan


Keadaan rumah sakit dan perawatan mengalami kekurangan-kekurangan terutama obat-obatan.
Semenjak tahun 1949 pemerintahan mulai membangun dan menyusun kembali perbaikan-perbaikan di
lapangan kesehatan.

Sejarah perkembangan keperawatan Indonesia setelah kemerdekaan adalah sebagai berikut:

1.Sebelum tahun 1950: Indonesia belum mempunyai konsep dasar tentangkeperawatan.

2.Tahun 1950: Indonesia mendirikan pendidikan perawat yaitu Sekolah PenataRawat (SPR).

3.Tahun 1945 – 1955: Berdirinya beberapa organisasi profesi, diantaranya yaitu Persatuan Djuru Rawat
dan Bidan Indonesia (PDBI), Serikat Buruh Kesehatan,Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI),
Persatuan Pegawai DalamKesehatan.

4.Tahun 1962: Berdirinya Akademi Keperawatan (Akper).

5.Tahun 1955 - 1974: Organisasi profesi keperawatan mengalami perubahanyaitu Ikatan Perawat
Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Ikatan Guru PerawatIndonesia, Korps Perawat Indonesia, Majelis
Permusyawaratan Perawat IndonesiaSementara (MAPPIS), dan Federasi Tenaga Keperawatan.

6.Tahun 1974: Rapat Kerja Nasional tentang Pendidikan Tenaga PerawatTingkat Dasar yaitu berdirinya
Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) yang menggantiSekolah Penata Rawat (SPR).

7.Tahun 1974: Berdirinya Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).

8.Tahun 1876: Pendidikan Keperawatan di Indonesia yang semula menyatudengan pelayanan di rumah
sakit, telah mulai memisahkan diri (terpisah) darirumah sakit.

9.Pada Januari 1983: Dilaksanakannya Lokakarya Nasional Keperawatan I yangmenghasilkan: a) Peranan


Independen dan Interdependen yang lebih terintegrasidalam pelayanan kesehatan; b) Program gelar
dalam pendidikan keperawatan; c)Pengakuan terhadap keperawatan sebagai suatu profesi yang
mempunyai identitasprofesional berotonomi, berkeahlian, mempunyai hak untuk mengawasi
praktek keperawatan dan pendidikan keperawatan.

10.Tahun 1985: Berdiri Pendidikan Keperawatan Setingkat Sarjana (S1Keperawatan) yang pertama yaitu
Fakultas Ilmu Keperawatan UniversitasIndonesia yang menjadi momentum terbaik kebangkitan Profesi
Keperawatan diIndonesia.

11.Tahun 1999: Berdiri Pendidikan Keperawatan Pasca Sarjana (S2Keperawatan).

12.Tahun 2000: Keluarnya Lisensi Praktek Keperawatan berupa Peraturan Menteri Kesehatan.

TOKOH KEPERAWATAN INDONESIA


1.Oyoh Radiat, M.Sc aka Odjo Radiat, M.Sc

, beliau adalah salah satu pendiriorganisasi Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sekaligus
sebagai Ketua PPNIuntuk kali pertama. Beliau aktif di Ikatan Perawat Indonesia-Jakarta (IPI-
Jakarta)sebelum akhirnya bergabung dan memimpin PPNI. Beliau terpilih 3 periode berturut-turut
terpilih dalam kepengurusan PPNI.

2.H. B. Barnas

 berasal dari IPI-Jakarta, beliau adalah salah satu pendiri PPNI yang kemudian juga menjabat sebagai
pengurus PPNI.

3.Maskoep Soerjo Soemantri

 juga dari IPI-Jakarta, beliau juga adalah pendiri sekaligu ssekretaris pertama dari kepengurusan PPNI.
Beliau dua periode terpilih sebagai sekretaris PPNI mendampingi Oyoh Radiat, M.Sc aka Odjo Radiat,
M.Sc.

4.J. Soewardi

 dari Persatuan Perawat Indonesia Bandung, salah satu pendiri dari PPNI.

5.Sjuamsunir Adam

 dari Persatuan Perawat Indonesia Bandung, beliau juga dikenalsebagai salah satu pendiri dari PPNI.

6.L. Harningsih

 dari Persatuan Perawat Indonesia Bandung, juga pendiri dari PPNI.

7.Wim Sumarandek, SH

 dari Persatuan Perawat Indonesia Bandung, dikenal juga sebagai pendiri dari PPNI.

8.Drs. Husein, SKM

, beliau adalah sesepuh perawat dari Bogor. Semasa aktif sebagaisekretaris PPNI beliau juga menjabat
sebagai Direktur Akper Depkes RI Bogor. Beliau juga pernah terpilih sebagai ketua PPNI pada tahun 1995
saat Musyawarah Nasional ke-5di Wisma Haji Pondok Gede.

9.Setien Wuntu, MPH

 adalah pengganti Oyoh Radiat, M.Sc aka Odjo Radiat, M.Sc

dalam memimpin PPNI.

10.Drs. Zaidin Ali

, adalah pengganti Maskoep Soerjo Soemantri

sebagai sekretarisPPNI. Beliau dua periode secara berturut-turut terpilih sebagai sekretaris PPNI.

11.Prof. Achir Yani S. Hamid, DN.Sc


, beliau adalah ketua pengurus pusat PPNI yangterpilih dalam Musyawarah Nasional Keenam (VI)
diselenggarakan di Bandung padatanggal 16-18 April 2000. Beliau kembali terpilih sebagai ketua umum
dalamMusyawarah Nasional ketujuh (VII) yang dilaksanakan di Manado.

12.Dra. Herawani Aziz, M. Kes., M. Kep

, terpilih sebagai sekretaris PPNImendampingi Prof. Achir Yani S. Hamid, DN.Sc.

 13.Dra. Christine S. Ibrahim, MN, Phd

, beliau adalah tokoh dibalik berdirinya Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesiapada tahun
1985 lalu.

14.Tien Gartinah, MN

,beliau adalah tokoh dibalik berdirinya Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia pada tahun
1985 lalu.

15.Dewi Irawaty, MA

,beliau saat ini menjabat sebagai Dekan Fakultas IlmuKeperawatan Universitas Indonesia sekaligus
sebagai ketua umum PPNI saat ini.

16.Harif Fadhilah, S.Kp, SH

, beliau adalah sekretaris jenderal PPNI yang terpilih padaMusyawarah ketujuh (VII) PPNI di Menado
pada tahun 2005 dan masih menjabat posisitersebut sehingga hari ini.

Kesimpulan

Keperawatan lahir sejak naluriah keperawatan lahir bersamaan denganpenciptaan manusia


perkembangan keperawatan dipengaruhi dengan semakinmaju peradaban manusia maka semakin
berkembang keperawatan. danpengobatan zaman purba orang-orang pada zaman dahulu hidup dalam
keadaanprimitive, namun demikian mereka sudah mampu sedikit pengetahuan dankecakapan
dalam merawat atau mengobati.Pekerjaan "merawat" dikerjakan berdasarkan naluri yang merupakan
suatunaluri dalam yang bersendi pada pemeliharaan jenis (melindungi anak, merawatorang lemah).
Kemudian bergeser kezaman purba dimana zaman ini orang masihpercaya pada suatu tantangan adanya
kekuatan mistis yang dapat mempengaruhikehidupan manusia, kepercayaan ini di kenal dengan nama
anisme, dimanaseseorang yang sakit dapat disebabkan karena kekuatan alam atau pengaruhkekuatan
gaib sehingga timbul keyakinan bahwa jiwa yang jahat akan dapatmenimbulkan kesakitan dan jiwa yang
sehat dapat menimbulkan kesehatan ataukesejahteraan.

Saran

Untuk menjadi perawat yang profesional kita harus tahu tentang sejarahperkembangan keperawatan,
karena dengan mengetahui sejarah perkembangankeperawatan kita dapat mengetahui sampai dimana
perkembangan keperawatanpada masa dahulu dan dimana letak kekurangan dan kelebihan
keperawatan padamasa dahulu sehingga kita bisa memperbaiki kekurangan tersebut hingga
menjadilebih baik.

Anda mungkin juga menyukai