Oleh:
Erni Djibu
2108.14901.329
MALANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakng
Darah merupakan suatu jaringan tubuh yang terdapat didalam
pembuluh darah yang berwarna merah. Warna merah tidak tetap, tergantung
kandungan oksigen dan karbon dioksida didalamnya. Cairan darah tersusun
atas komponen sel yang tersuspensi dalam plasma darah, sel darah dibagi
menjadi eritrosit, leukosit, trombosit, haemoglobin. Apabilah terjadi
peningkatan atau penurunan dari sel darah tersebut akan terjadi kelainan
heamatologis, diantaranya yaitu leukemia (Wijaya & putri M, 2013 dikutip
dalam Supriadi 2018). Leukimia berasal dari bahasa yunani leukos- putih,
haima-darah, Leukimia dapat dikenal dengan adanya keganasan pada alat
pembuat sel darah berupa ploriferasi patologis sel hemopoetik muda yang
ditandai oleh adanya kegagalan sumsum tulang dalam membentuk sel darah
normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain (Padila, 2013 dikutip
dalam Supriadi 2018 ).
Leukimia merupakan penyakit ganas progresif pada jaringan pembentuk
darah. Leukemia terjadi karena adanya kerusakan pada pabrik pembuatan sel
darah yaitu sumsum tulang. Penyakit ini sering terjadi pada anak yang berusia
diatas 1 tahun, dan puncaknya antara usia 2 sampai 6 tahun (Apriany, 2016).
Leukemia atau kanker darah adalah penyakit neoplastik yang beragam,
ditandai oleh produksi secara tak normal (transformasi maligna) dari sel-sel
pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid. Sel-sel normal di
dalam sumsum tulang belakang digantikann oleh sel abnormal. Sel abnormal
ini keluar dari sumsum dan dijumpai di dalam darah perifer atau sel darah tepi.
Sel leukemia sangat mempengaruhi pembentukan sel darah normal
(hematopoiesisi) dan imunitas tubuh penderita (Yayan, 2010).
Kanker merupakan penyebab kesakitan dan kematian di dunia. Kanker
menjadi urutan kedua penyebab kematian setelah penyakit kardiovaskuler.
Menurut laporan WHO pada tahun 2017, terdapat 14.1 juta kasus dan 8.2 juta
kematian yang disebabkan oleh kanker. Leukemia merupakan salah satu
bentuk dari kanker yang menempati urutan ke-10 kasus terbanyak pada laki-
laki dan urutan ke-11 pada perempuan pada tahun 2012 di antara jenis kanker
lainnya dengan jumlah kasus baru leukemia sebanyak 265.471 orang ( 4.7 per
100.000 per tahun ) dan kasus kematian sebanyak 500.934 orang ( 3.4 per
100.000 per tahun ). Leukemia juga merupakan jenis kanker yang paling
banyak ditemukan di antara jenis kanker lainnya pada anak-anak. Setiap 1 juta
jumlah penduduk di dunia, terlahir 120 anak menderita kanker darah atau
leukemia ( Anamira, 2018 ).Sebagian besar leukemia yang dialami oleh anak-
anak yaitu leukemia limfoblasitk akut ( LLA ) ( Emadi & Karp, 2017 dikutip dalam
Wulandari, 2018 ).
Prevalensi leukemia dari seluruh negara ditemukan sebanyak 2,4%
kasus baru dan 3,2% kasus kematian yang terjadi di tahun 2018 (Global
Cancer Statistic, 2018). Data dari American Cancer Society (ACS)
menunjukkan bahwa di Amerika Serikat kejadian leukemia pada tahun 2016
sampai 2017 mengalami peningkatan, sedangkan pada tahun 2018 terjadi
sedikit penurunan, dan diperkirakan pada tahun 2019 akan terjadi peningkatan
kembali. Pada tahun 2016 terdapat sekitar 60.140 kasus baru dan 24.500
kasus kematian, terjadi peningkatan pada tahun 2017 yaitu 62.130 kasus baru
dan 24.500 kasus kematian, sedangkan pada tahun 2018 mengalami sedikit
penurunan sekitar 60.300 kasus baru dan 24.370 kasus kematian. (ACS, 2016,
2017, 2018). Diperkirakan 61.780 kasus baru leukemia akan didiagnosis dan
diperkirakan 22.840 kasus kematian leukemia akan terjadi di AS pada tahun
2019 (American Cancer Society, 2019).
Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan bentuk leukemia yang
paling lazim dan paling umum dijumpai pada anak yaitu terhitung sekitar 74%
( ACS, 2018 dikutip dalam Wulandari, 2018 ). Leukimia limfoblastik akut itu
sendiri adalah suatu penyakit keganasan pada jaringan hematopoetik yang
ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah
abnormal atau sel leukemik dan penyebabkan penekanan dan penggantian
unsur sumsum yang normal ( Price, 2009 dikutip dalam Rahmadina, 2018 ).
B. Rumusan Masalah
Bagaiman Asuhan keperawatan dengan diagnose medis Leukimia pada anak
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan dengan
diagnoseamedis leukemia pada anak
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui dan memahami definisi leukimia
b. Untuk mengetahui dan memahami etiologi leukemia
c. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi Leukimia
d. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis
e. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan dan patofisiologi
Leukemia
f. Untuk mengetahui dan memahami tindakan keperawatan yang
dilakukan pada anak Leukimia
D. Manfaat
1. Menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai Leukimia
2. Diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi dan referensi
mengenai Leukimia
3. Memberikan informasi mengenai determinan Leukimia
4. Memberikan masukan bagi perumusan kebijakan, khususnya bagi
upaya/penigkatan Program Kesehatan Anak.
5. Dapat meningkatkan pengetahuan ibu hamil khususnya tentang Leukimia
plasenta dari penyebab, penanganan, pencegahan, serta komplikasinya.
BAB II
LANDASAN TEORI
Nutrisis kurang
dari kebutuhan
tubuh
Sumber: (Nanda, 2015, SDKI, 2016 & 2017)
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
a. Pemeriksaan darah tepi.
1) Kadar Hb menunjukkan penurunan ringan hingga berat dengan
morfologi normokromik normositer. Kadar Hb yang rendah
menunjukkan durasi leukemia yang lebih panjang, sedangkan
kadar Hb yang tinggi menunjukkan leukemia dengan proliferasi
yang lebih cepat.
2) Sel darah putih dapat normal, menurun atau meningkat.
3) Sebanyak 92% dengan kadar trombosit dibawah normal.
4) Pada hapusan darah tepi dapat ditemukan adanya sel blas. Sel blas
pada pasien dengan leukopenia umumnya hanya sedikit atau
bahkan tidak tampak. Sel blas banyak ditemukan pada pasien
dengan jumlah leukosit lebih dari 10 x 103/µL ( Ward, 2014 ).
b. Sumsul tulang Jumlah normal sel blas pada sumsum tulang adalah
kurang dari 5%. Sediaan hapusan sumsum tulang pada LLA
menunjukkan peningkatan kepadatan sel dengan trombopoesis,
eritropoesis dan granulopoesis yang tertekan, disertai jumlah sel blas
>25%. Berdasarkan morfologi blas pada hapusan sumsum tulang,
French-American British (FAB) membedakan LLA menjadi 3 antara
lain:
1) L1: terdiri dari sel-sel limfoblast kecil serupa, dengan kromatin
homogen, anak inti umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit.
2) L2: terdiri dari sel-sel limfoblas yang lebih besar tetapi ukurannya
bervariasi, kromatin lebih kasar dengan satu atau lebih anak inti.
3) L3: terdiri dari sel limfoblas besar, homogen dengan kromatin
berbercak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang
basofilik dan bervakuolisasi (Ward, 2014).
c. Pemeriksaan immunophenotyping
Pemeriksaan ini menjadi sangat penting untuk menentukan
klasifikasi imunologik leukemia akut. Pemeriksaan ini dikerjakan untuk
pemeriksaan surfacemarker guna membedakan jenis leukemia
(Pudiastuti, 2013 dikutip dalam Supriadi 2018).
Pemeriksaan imunologi atau sering disebut dengan
imunophenotyping digunakan untuk identifikasi dan kuantifikasi antigen
seluler. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan sampel
darah perifer dan sumsum tulang untuk membedakan leukemia sel T
atau sel B (Gupta, 2015).
d. Pemeriksaan sitogenik Pemeriksaan kromosom merupakan
pemeriksaan yang sangat diperlukan dalam diagnosis leukemia karena
kelainan kromosom dapat dihubungkan dengan prognosis (Pudiastuti,
2013 dikutip dalam Supriadi 2018).
8. Penatalaksanaan
Penanganan leukemia meliputi terapi kuratif dan suportif.
Penanganan suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai
leukemia dan komplikasi yang menyertai leukemia seperti pemberian
transfusi darah, pemberian antibiotik, obat anti jamur, pendekatan nutrisi
yang baik dan terapi psikososial. Terapi kuratif bertujuan untuk membunuh
sel-sel leukemia melalui kemoterapi dengan menggunakan kombinasi
beberapa obat sitostatiska. Prinsip kerjanya adalah melalui efek sitostatik
obat kemoterapi dengan cara memengaruhi sintesis atau fungsi DNA sel
leukemia (Permono dan Ugrasena, 2010 dikutip dalam ward 2014).
Berdasarkan risiko relapsnya pengobatan LLA dibagi menjadi 2
yaitu pengobatan untuk risiko standar dan risiko tinggi. Pasien digolongkan
kedalam risiko standar apabila terdiagnosis saat berusia 1-10 tahun
dengan jumlah leukosit 10 tahun, jumlah leukosit >50 x 103 µL, terdapat
massa di mediastinum, terdapat keterlibatan SSP dan testis atau jumlah
limfoblast absolut pada sirkulasi 1000/mm3. Klasifikasi risiko standar dan
risiko tinggi menentukan protokol kemoterapi yang dipergunakan
(Permono dan Ugrasena, 2010 dikutip dalam ward 2014).
Protokol kemoterapi yang digunakan di Bagian Hematoonkologi
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah Denpasar adalah protokol
Indonesia 2006. Protokol ini terdiri atas 2 macam yaitu protokol kemoterapi
risiko standar dan protokol kemoterapi risiko tinggi. Protokol kemoterapi
risiko standar terdiri atas fase induksi yang berlangsung selama 6 minggu
dan fase konsolidasi yang berlangsung selama 5 minggu, kemudian
dilanjutkan ke fase pemeliharaan. Sedangkan protokol kemoterapi risiko
tinggi terdiri dari fase induksi selama 6 minggu, fase konsolidasi selama 6
minggu dan fase reinduksi selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan ke fase
pemeliharaan. Pada protokol risiko tinggi, jenis obat sitostatiska yang
dipergunakan lebih banyak dengan fase kemoterapi lebih lama (Permono
dan Ugrasena, 2010 dikutip dalam ward, 2014).
Leukimia limfoblastik akut pada anak usia <1 tahun disebut dengan
infant leukemia yang memiliki karakteristik biologis limfosit yang berbeda
sehingga memberikan respon pada protocol kemoterapi yang berbeda
dibandingkan anak dengan usia yang lebih tua. Leukemia dengan
morfologi L3 digolongkansebagai bukti limfoma. Leukemia ini dapat
mengidentifikasi sumsum tulang dan memiliki kecepatan proliferasi
limfoblas yang tinggi sehingga memberikan respon pada protokol
kemoterapi yang berbeda ( Margolin dkk., 2002 dikutip dalam ward 2014 ).
BAB III
A. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujua untuk mengumpulkan
informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenal
masalah- masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik,
mental sosial dan lingkungan (Dermawan, 2012:36).
1. Identitas Leukemia limfosit akut sering terdapat pada anak-anak usia
dibawah 15 tahun (85%), puncaknya berada pada usia 2-4 tahun. Rasio
lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang Biasanya pada anak dengan LLA mengeluh
nyeri pada tulang-tulang, mual muntah, tidak nafsu makan dan lemas.
b. Riwayat penyakit dahulu Biasanya mengalami demam yang naik turun,
gusi berdarah, lemas dan dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat
karena belum mengetahui tentang penyakit yang diderita.
c. Riwayat penyakit keluarga Adakah keluarga yang pernah mengalami
penyakit LLA karena merupakan penyakit ginetik (keturunan)
d. Riwayat pada faktor-faktor pencetus Seperti pada dosis besar, radiasi
dan obat-obatan tertentu secara kronis.
e. Manifestasi dari hasil pemeriksaan Biasanya di tandai dengan
pembesaran sum-sum tulang dengan sel-sel leukemia yang
selanjutnya menekan fungsi sum-sum tulang, sehingga menyebabkan
gejala seperti dinawah ini.
1) Anemia
Ditandai dengan penurunan berat badan, kelelahan, pucat,
malaise, kelemahan, dan anoreksia.
2) Trombositopenia Ditandai dengan perdarahan gusi, mudah memar,
dan petekie.
3) Netropenia Ditandai dengan demam tanpa adanya infeksi,
berkeringat di malam hari (Nursalam dkk, 2008:100)
3. Pemeriksaan Fisik Didapati adanya pembesaran dari kelenjar getah
bening (limfadenopati), pembesaran limpa (splenomegali), dan
pembesaran hati (splenomegali), dan pembesaran hati
(hepatomegali). Pada pasien dengan LLA precursor sel-T dapat
ditemukan adanya dispnoe dan pembesaran vena kava karena
adanya supresi dari kelenjar getah bening di mediastinum yang
mengalami pembesaran. sekitar 5% kasus akan melibatkan sistem
saraf pusat dan dapat ditemukan adanya peningkatan tekanan
intracranial (sakit kepala, muntah, papil edema) atau paralisis saraf
kranialis (terutama VI dan VII) (Roganovic, 2013).
4. Pemeriksaan Diagnostik Untuk menegakkan diagnose, perlu
dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu:
a. Darah tepi: adanya pensitopenia, limfositosis yang kadang-
kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton terdapat sel
belst, yang merupakan gejala patogonomik untuk leukemia
b. Sum-sum tulang: dari pemeriksaan sum-sum tulang akan
ditemukan gambaran yang monoton yaitu hanya terdiri dari sel
lomfopoetik sedangkan sistem yang lain terdesak (apanila
skunder)
c. Pemeriksaan lain: biopsy limpa, kimia darah, cairan cerebrospinal
dan sitogenik.
B. Dagnosa Keperawatan
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia atau SDKI (2016 & 2017),
diagnosa keperawatan yang akan muncul adalah:
1. Nyeri Kronik berhubungan dengan Agen Injury Biologi.
2. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Kurangnya Suplai O2 Ke
Jaringan Otak.
3. Resiko Infeksi berhubungan dengan Pertahanan Sekunder Inadekuat
(penurunan Hb).
4. Resiko Kurang Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan
Berlebihan (muntah, perdarahan, diare), penurunan pemasukan cairan
(mual, anoreksia).
5. Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Anoreksia.
6. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan Alopesia.
7. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan Kurang Informasi.
8. Intolenransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan.
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri kronik berhubungan dengan Agen Injury Biologi.
Menejemen nyeri (i.08238)
a. Observasi
1) lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
9) Monitor efek samping penggunaan analgetik
b. Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2) Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
c. Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Kurangnya Suplai O2 Ke
Jaringan Otak
Pemantauan Respirasi
a. Observasi
1) Monitor frekuensi napas, kedalaman, dan upaya napas
2) Monitor pola napas
3) Monitor kemampuan batuk efektif
4) Monitor adanya produksi sputum
5) Monitor adanya sumbatan jalan napas
6) Auskultasi bunyi napas
7) Monitor saturasi oksigen
b. Terapeutik
1) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan proedur pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3. Resiko Infeksi berhubungan dengan Pertahanan Sekunder Inadekuat
(penurunan Hb).
Pencegahan infeksi (I.14539)
a. Observasi
1) Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi
2) Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi
3) Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke pelayanan
kesehatan
b. Terapeutik
1) Berikan suntikan pada pada bayi dibagian paha anterolateral
2) Dokumentasikan informasi vaksinasi
3) Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat
c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang terjadi, jadwal dan efek
samping
2) Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah
3) Informasikan imunisasi yang melindungiterhadap penyakit namun
saat ini tidak diwajibkan pemerintah
4) Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus
5) Informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak berarti
mengulang jadwal imunisasi kembali
4. Resiko Kurang Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan
Berlebihan (muntah, perdarahan, diare), penurunan pemasukan cairan
(mual, anoreksia).
Manajemen cairan (i.03098)
a. Observasi
1) Monitor status hidrasi ( mis, frek nadi, kekuatan nadi, akral,
pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
2) Monitor berat badan harian
3) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematokrit, na, k, cl,
berat jenis urin , bun)
4) Monitor status hemodinamik ( mis. Map, cvp, pcwp jika tersedia)
b. Terapeutik
1) Catat intake output dan hitung balans cairan dalam 24 jam
2) Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
3) Berikan cairan intravena bila perlu
c. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
5. Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Anoreksia.
Manajemen Nutrisi (I. 03119)
a. Observasi
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
5) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
6) Monitor asupan makanan
7) Monitor berat badan
8) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
b. Terapeutik
1) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4) Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6) Berikan suplemen makanan, jika perlu
7) Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
c. Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2) Ajarkan diet yang diprogramkan
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
6. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan Alopesia.
Promosi Citra Tubuh (I.09305)
a. Observasi
1) Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
2) Identifikasi budaya, agama, jenis kelami, dan umur terkait citra
tubuh
3) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi
sosial
4) Monitor frekuensi pernyataan kritik tehadap diri sendiri
5) Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh yang berubah
b. Terapiutik
1) Diskusikan perubahn tubuh dan fungsinya
2) Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
3) Diskusikan akibat perubahan pubertas, kehamilan dan penuwaan
4) Diskusikan kondisi stres yang mempengaruhi citra tubuh (mis.luka,
penyakit, pembedahan)
5) Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara
realistis
6) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra
tubuh
c. Edukasi
1) Jelaskan kepad keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh
2) Anjurka mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
3) Anjurkan menggunakan alat bantu (mis. Pakaian, wig, kosmetik)
4) Anjurkan mengikuti kelompok pendukung (mis. Kelompok sebaya).
5) Latih fungsi tubuh yang dimiliki
6) Latih peningkatan penampilan diri (mis. berdandan)
7) Latih pengungkapan kemampuan diri kepad orang lain maupun
kelompok.
7. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan Kurang Informasi.
Edukasi kesehatan
a. Observasi
1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
b. Terapeutik
1) Sediakan materi dan pendidikan mengenai penyakit leukemia
2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai dengan kesepakatan
3) Berikan kesempatan untuk bertanya
c. Edukasi
1) Jelaskan pengertian penyakit leukemia, penyebab dan cara
pengobatanya
8. Intolenransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan.
Manejeman energi (I.05178)
a. Observasi
1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelemahan
2) Monitor kelelahan fisik dan emosional
3) Monitor pola dan jam tidur
4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
b. Terapeutik
1) Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus
2) Lakukan rentang gerak pasif dan aktif
3) Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
4) Fasilitasi duduk ditempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
c. Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan orang tua atau pasien menghubungi perawat jika tanda
dan gejala tidak berkurang
3) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
4) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Leukimia adalah penyakit keganasan sel darah yang berasal dari
sumsum tulang, ditandai dengan proliferasi sel-sel darah putih serta
gangguan pengaturan leukosit dengan manifestasi adanya sel-sel
abnormal dalam darah tepi. Setiap inti sel memiliki kromosom yang
menentukan ciri fisik, misalnya kulit coklat, rambut lurus, mata putih,
sedangkan gen merupakan bagian terkecil dari kromosom yang memiliki
fungsi dan jumlahnya berjuta-juta. Bentuk akut dari leukikimia yang
diklarifikasikan menurut sel yang lebih banyak dalam sumsum tulang yaitu
berupa lymphoblastis. Pada keadaan leukemia terjadi proliferasi sel
leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain
daripada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia,
trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian.
B. Saran
1. Diharapkan perawat serta tenaga kesehatan lainya mampu memahami
dan mendalami penyakit leukemia pada anak
2. Perawat serta tenaga kesehatan lainya mampu meminimalkan faktor
resiko dari leukemia dan mempertahankan dan meningkatkan drajat
kesehatan anak
3. Insitusi kesehatan terkait dapat menyediakan dan mempersiapkan
sarana dan prasana dan dibutuhkan
4. Masyarakat mampu dan mampu mempelajari keadaan abnormal yang
terjadi pada mereka sehingga peran tenaga kesehatan dapat
memberikan tindakan secara dini dan mampu mengurangi jumlah
mortalitas pada anak
5. Pemerintah mengeluarkan kebijakan-bijakan yang dapat mendukung
peningkatan derajat kesehatan masyarakat
6. Mahasiswa dengan latar belakang sebagai calon tenaga kesehatan
mampu menguasai baik secara teori maupun skill untuk dapat
diterapkan pada masyarakat secara menyeluruh
DAFTAR PUSTAKA