Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

LEUKIMIA PADA ANAK

Oleh:

Erni Djibu

2108.14901.329

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA

MALANG

2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakng
Darah merupakan suatu jaringan tubuh yang terdapat didalam
pembuluh darah yang berwarna merah. Warna merah tidak tetap, tergantung
kandungan oksigen dan karbon dioksida didalamnya. Cairan darah tersusun
atas komponen sel yang tersuspensi dalam plasma darah, sel darah dibagi
menjadi eritrosit, leukosit, trombosit, haemoglobin. Apabilah terjadi
peningkatan atau penurunan dari sel darah tersebut akan terjadi kelainan
heamatologis, diantaranya yaitu leukemia (Wijaya & putri M, 2013 dikutip
dalam Supriadi 2018). Leukimia berasal dari bahasa yunani leukos- putih,
haima-darah, Leukimia dapat dikenal dengan adanya keganasan pada alat
pembuat sel darah berupa ploriferasi patologis sel hemopoetik muda yang
ditandai oleh adanya kegagalan sumsum tulang dalam membentuk sel darah
normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain (Padila, 2013 dikutip
dalam Supriadi 2018 ).
Leukimia merupakan penyakit ganas progresif pada jaringan pembentuk
darah. Leukemia terjadi karena adanya kerusakan pada pabrik pembuatan sel
darah yaitu sumsum tulang. Penyakit ini sering terjadi pada anak yang berusia
diatas 1 tahun, dan puncaknya antara usia 2 sampai 6 tahun (Apriany, 2016).
Leukemia atau kanker darah adalah penyakit neoplastik yang beragam,
ditandai oleh produksi secara tak normal (transformasi maligna) dari sel-sel
pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid. Sel-sel normal di
dalam sumsum tulang belakang digantikann oleh sel abnormal. Sel abnormal
ini keluar dari sumsum dan dijumpai di dalam darah perifer atau sel darah tepi.
Sel leukemia sangat mempengaruhi pembentukan sel darah normal
(hematopoiesisi) dan imunitas tubuh penderita (Yayan, 2010).
Kanker merupakan penyebab kesakitan dan kematian di dunia. Kanker
menjadi urutan kedua penyebab kematian setelah penyakit kardiovaskuler.
Menurut laporan WHO pada tahun 2017, terdapat 14.1 juta kasus dan 8.2 juta
kematian yang disebabkan oleh kanker. Leukemia merupakan salah satu
bentuk dari kanker yang menempati urutan ke-10 kasus terbanyak pada laki-
laki dan urutan ke-11 pada perempuan pada tahun 2012 di antara jenis kanker
lainnya dengan jumlah kasus baru leukemia sebanyak 265.471 orang ( 4.7 per
100.000 per tahun ) dan kasus kematian sebanyak 500.934 orang ( 3.4 per
100.000 per tahun ). Leukemia juga merupakan jenis kanker yang paling
banyak ditemukan di antara jenis kanker lainnya pada anak-anak. Setiap 1 juta
jumlah penduduk di dunia, terlahir 120 anak menderita kanker darah atau
leukemia ( Anamira, 2018 ).Sebagian besar leukemia yang dialami oleh anak-
anak yaitu leukemia limfoblasitk akut ( LLA ) ( Emadi & Karp, 2017 dikutip dalam
Wulandari, 2018 ).
Prevalensi leukemia dari seluruh negara ditemukan sebanyak 2,4%
kasus baru dan 3,2% kasus kematian yang terjadi di tahun 2018 (Global
Cancer Statistic, 2018). Data dari American Cancer Society (ACS)
menunjukkan bahwa di Amerika Serikat kejadian leukemia pada tahun 2016
sampai 2017 mengalami peningkatan, sedangkan pada tahun 2018 terjadi
sedikit penurunan, dan diperkirakan pada tahun 2019 akan terjadi peningkatan
kembali. Pada tahun 2016 terdapat sekitar 60.140 kasus baru dan 24.500
kasus kematian, terjadi peningkatan pada tahun 2017 yaitu 62.130 kasus baru
dan 24.500 kasus kematian, sedangkan pada tahun 2018 mengalami sedikit
penurunan sekitar 60.300 kasus baru dan 24.370 kasus kematian. (ACS, 2016,
2017, 2018). Diperkirakan 61.780 kasus baru leukemia akan didiagnosis dan
diperkirakan 22.840 kasus kematian leukemia akan terjadi di AS pada tahun
2019 (American Cancer Society, 2019).
Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan bentuk leukemia yang
paling lazim dan paling umum dijumpai pada anak yaitu terhitung sekitar 74%
( ACS, 2018 dikutip dalam Wulandari, 2018 ). Leukimia limfoblastik akut itu
sendiri adalah suatu penyakit keganasan pada jaringan hematopoetik yang
ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah
abnormal atau sel leukemik dan penyebabkan penekanan dan penggantian
unsur sumsum yang normal ( Price, 2009 dikutip dalam Rahmadina, 2018 ).
B. Rumusan Masalah
Bagaiman Asuhan keperawatan dengan diagnose medis Leukimia pada anak
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan dengan
diagnoseamedis leukemia pada anak
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui dan memahami definisi leukimia
b. Untuk mengetahui dan memahami etiologi leukemia
c. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi Leukimia
d. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis
e. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan dan patofisiologi
Leukemia
f. Untuk mengetahui dan memahami tindakan keperawatan yang
dilakukan pada anak Leukimia
D. Manfaat
1. Menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai Leukimia
2. Diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi dan referensi
mengenai Leukimia
3. Memberikan informasi mengenai determinan Leukimia
4. Memberikan masukan bagi perumusan kebijakan, khususnya bagi
upaya/penigkatan Program Kesehatan Anak.
5. Dapat meningkatkan pengetahuan ibu hamil khususnya tentang Leukimia
plasenta dari penyebab, penanganan, pencegahan, serta komplikasinya.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Leukima Pada Anak


1. Definisi Leukemia
Leukimia adalah suatu penyakit keganasan yang dikarenakan
adanya abnormalitas gen pada sel hematopoetik sehingga menyebabkan
poliferasi klonal dari sel yang tidak terkendali, dan sekitar 40% leukimia
terjadi pada anak ( Widagdo, 2012 di kutip oleh Rahmadina, 2018 ).
Leukimia adalah penyakit keganasan sel darah yang berasal dari
sumsum tulang, ditandai dengan proliferasi sel-sel darah putih serta
gangguan pengaturan leukosit dengan manifestasi adanya sel-sel
abnormal dalam darah tepi. Setiap inti sel memiliki kromosom yang
menentukan ciri fisik, misalnya kulit coklat, rambut lurus, mata putih,
sedangkan gen merupakan bagian terkecil dari kromosom yang memiliki
fungsi dan jumlahnya berjuta-juta. Bentuk akut dari leukikimia yang
diklarifikasikan menurut sel yang lebih banyak dalam sumsum tulang yaitu
berupa lymphoblastis. Pada keadaan leukemia terjadi proliferasi sel
leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain
daripada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia,
trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian ( Ngastiyah, 2012 dikutip
dalam Supriadi 2018 )
Leukimia limfoblastik akut itu sendiri adalah suatu penyakit
keganasan pada jaringan hematopoetik yang ditandai dengan penggantian
elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik
dan penyebabkan penekanan dan penggantian unsur sumsum yang
normal ( Price, 2009 di kutip oleh Rahmadina, 2018 ).
2. Etiologi
Etiologi spesifik leukemia limpoblastik akut belum diketahui, tetapi
terdapat hubungan dengan proses multifaktorial yang berkaitan dengan
genetik, imunologi, lingkungan, bahan toksik, dan paparan virus. Faktor
lingkungan meliputi antara lain:
a. paparan ionizing radiation, bahan toksik kimia, herbisida dan pestisida.
Pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi, diethylstilbestrol, dan
amfetamin, rokok, konsumsi alkohol, kontaminasi zat kimia sebelum
atau selama kehamilan mempunyai hubungan tidak konsisten dengan
leukemia limpoblastik akut. Ionizing radiation dan paparan benzene
merupakan faktor risiko yang berhubungan erat baik akut (Yeni, 2014).
b. Faktor lain yang diduga berperan adalah faktor genetik yaitu riwayat
keluarga, kelainan gen, dan translokasi kromosom. Leukemia juga
dipengaruhi Human T-cell Leukemia Virus-1 (HTLV-1), etnis, jenis
kelamin, usia, usia ibu saat melahirkan, serta karakteristik saat lahir
seperti berat lahir dan urutan lahir (Ward, 2014 ).
c. Beberapa penelitian melaporkan adanya kemungkinan hubungan
antara medan elektromagnetik dari daya voltase tinggi dan
perkembangan leukemia, tetapi penelitian yang lebih besa r tidak
mengonfirmasi hubungan tersebut. Sampai saat ini, penyebab
leukemia umumnya tidak dapat diidentifikasi ( Yenni 2014 ).
3. Klasifikasi
Dalam istilah yang paling luas leukemia pada anak dapat
diklasifikasikan sebagai akut, kronik, kongenital. Leukemia akut
menunjukkan proliferasi maligna sel immatur (blastik). Jika proliferasi itu
sebagian melibatkan jenis sel yang lebih matur (berdiferensiasi), leukemia
itu diklasifikasikan kronik. Leukemia kongenital atau neonatal adalah
leukemia yang terdiagnosis dalam 4 minggu pertama kehidupan bayi.
Leukemia pada anak biasanya jenis limfoblastik akut (ALL) (Apriany, 2016).
a. Akut Limfoblastik Leukemia (ALL)
Merupakan kanker yang paling sering menyerang anak – anak di
bawah umur 15 tahun. Manifestasi berupa poliferasi limfoblas abnormal
dalam sum – sum tulang dan tempat – tempat ekstramedular.
b. Akut Mieloid Leukemia (AML) atau Akut NonLymphoid Leukemia
(ANLL)
Merupakan neoplasma uniklonal yang berasal dari trasformasi suatu
atau beberapa sel hematopoitek. Sifat sebenarnya dari lesi molekular
yang bertanggung jawab atas sifat – sifat neoplasmik dari sel yang
berubah bentuknya tidak jelas, tapi defek krisis adanya instrinsik dan
dapat diturunkan oleh keturunan sel tersebut
c. Chronic Mielogenosa Leukemia (CML)
Chronic Mielogenosa Leukemia (CML) adalah penyakit klonal sel induk
pluripoten dan digolongkan sebagai salah satu penyakit
mieloproliferatif. CML merupakan neoplasma pada sel tunas
hematopoietik yang berpotensi menimbulkan proliferasi progenitor
granulositik. Definisi lain menyebutkan CML merupakan suatu penyakit
yang dicirikan oleh elevasi yang cukup besar dari jumlah leukosit darah,
tanpa akumulasi dari segala bentuk dan belum menghasilkan
granulosit matang.
d. Chronic Limfoblastik Leukemia (CLL/LLK)
Usia rerata paisen saat didiagnosis berusia 65 tahun, hanya 10-15%
kurang dari 50 tahun. Risiko terjadinya LLK meningkat seiring usia.
Perbandingan risiko relatif pada pria tua adalah 2 8:1 perempuan tua.
e. Leukemia Kongenital Leukemia kongenital sangat jarang terjadi,
terdapat kurang 100 kasus yang tercatat dengan baik, dengan
sebagian besar adalah AML. Leukemia ini biasanya ditandai oleh
hiperleukositosis, hepatosplenomegeli, infiltrat kulit nodular, dan gawat
napas sekunder akibat leukositasis pulmonal. Leukemia kongenital
telah dihubungkan dengan sindromdown, sindrom turner, trisomi 9,
monosomi 7 mosaik, penyakit jantung kongenital (Apriany, 2016).
Dua bentuk penyakit leukemia yang umumnya ditemukan pada anak –
anak adalah leukemia limfoid akut (ALL) dan leukemia nonlimfoid akut
(ANLL/AML) (Wong, 2015).
4. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pada LLA bervariasi. Awitan biasanya mendadak
dan progresif seperti penderita merasa lemah, pucat, sesak, pusing hingga
gagal jantung akibat anemia. Pada LLA sering terjadi neutropenia yang
menyebabkan infeksi dan demam. Trombositopenia dapat menyebabkan
perdarahan seperti ptekie, ekimosis atau manifestasi perdarahan lainnya.
Keluhan pada sistem saraf pusat (SSP) ditimbulkan oleh infiltrasi sel
leukemia dengan gejala sakit kepala, kejang, mual dan muntah. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya limfadenopati, hepatomegali,
dan atau splenomegali ( Pui dkk, 2012 dikutip dalam Ward, 2014 ).
Gejala klinis umumnya berupa rasa tidak sehat, demam, pucat,
kurang nafsu makan, berat badan menurun, malaise, kelelahan, nyeri
tulang dan sendi, epistaksis dan cenderung terjadi perdarahan, rentan
terhadap infeksi, serta sakit kepala. Tanda klinis yang ditemukan ialah
kenaikan suhu tubuh, ekimosis atau petekie, splenomegali, hepatomegali,
limfadenopati, dan anemia, dan letargi ( Yenni, 2014 ).
Adapun gejalan yang muncul pada penderita leukemia limpoblastik
akut seperti berikut (Ester, 2013 dikutip dalam Supriadi 2018).
a. Demam tinggi Demam tinggi disebkan karena adanya penurunan
leukosit, secara otomatis akan menurunkan daya tahan tubuh kerena
leukosit yang berfungsi untuk mempertahankan daya tahan tubuh tidak
dapat bekerja secara optimal.
b. Pendarahan Pendarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya
pendarahan mukosa seperti gusi, hidung (epistaksis) atau pendarahan
bawah kulit yang sering disebut peteki. Pendarahan ini dapat terjadi
secara spontan atau kerana trauma. Apabila kadar trombosit sangat
rendah, pendarahan dapat terjadi secara spontan.
c. Anemia Anemia disebabkan kerana produksi sel darah merah kurang,
akibat dari kegagalan sumsum tulang memproduksi sel hemoglobin,
turunnya hemotokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak yang
menderita leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang
sesak napas.
d. Nyeri abdomen Nyeri abdomen muncul akibat adanya pembengkakan
atau rasa tidak nyaman di perut (akibat pembesaran limpah). Serta
beberapa gejalah lain yang bisa muncul seperti gejalah: pasien
mengalami penurunan berat badan, malaise, nyeri tulang, kejang, sakit
kepala, dan diplopia
5. Patofisiologi
Leukemia adalah jenis gangguan pada sistem hematopoitek yang
terkait dengan sum-sum tulang dan pembuluh limfe ditandai dengan tidak
terkendalinya proliferasi dari leukemia dan prosedurnya. Sejumlah besar
sel pertama menggumpal pada tempat asalnya (granulosit dalam sumsum
tulang limfosit di dalam limfenodi) dan menyebar ke organ hematopoetik
dan berlanjut ke organ yang lebih besar (splenomegaly, hepatomegaly).
Proliferasi dari satu jenis sel sering mengganggu produksi normal sel
hematopetik lainya dan mengarah ke pengembangan / pembelahan sel
yang cepat dan ke sitopenia (Friehling et al, 2015).
Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet
terganggu sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositopenia,
sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan
sistem pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi, manifestasi akan
teanpak pada gambar gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ, sistem
saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolism, depresi sumsum
tulang yang akan berdampak pada penurunan leukosit, eritrosit, factor
pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan, dan adanya infiltrasi pada
eksra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati, linfe, dan nyeri
persendian (Friehling et al, 2015) Istilah HL-A (Human n Leucocyte Lotus-
A) antigen terhadap jaringan telah ditetapkan (WHO). Sistem HL-A individu
ini diturunkan menurut hokum genetik, sehingga adanya peranan faktor ras
dan keluarga dalam etiologi leukemia tidak dapat diabaikan. Prosesnya
meliputi : normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang malignan,
imaturnya sel blast (David, 2015).
Sel-sel leukemia menyusup ke dalm sumsum tulang, mengganti
unsur-unsur sel yang normal. Akibatnya timbul anemia dan dihasilkan
eritrosit dalam jumlah yang tidak mencukupi. Timbulnya perdarahan akibat
menurunya jumlah trombosit yang bersirkulasi. Inflasi juga terjadi lebih
sering karena berkurangnya jumlah leukosit. Penyusupan sel-sel leukemia
ke dalam semua orgna-organ vital menimbulkan hepatomegaly,
splenomegaly dan lomfadenopati. Timbul disfungsi sum-sum tulang,
menyebabkan turunya jumlah eritrosit, neutrophil dan trombosit. Sel-sel
leukemia menyusipi limfonodus, limfa, hati, tulang dan susunan saraf pusat
(David,2015).
Disemua tipe leukemia sel yang beproliferasi dapat menekan
produksi dan elemen di darah yang menyusup sumsum tulang dengan
berlomba-lomba untuk menghilangkan sel normal yang berfungsi sebagai
nutrisi untuk metabolisme. Tanda dan gejala dari leukemia merupakan
hasil dari filtrasi sumsum tulang, dengan 3 manifesatsi yaitu anemia dan
penurunan RBC, infeksi dari neutropenia, dan pendarahan karena produksi
platelet yang menurun. Invasi sel leukemia yang berangsur-angsur pada
sumsum menimbulkan nyeri. Ginjal, hati dan kelenjar limfe mengalami
pembesaran dan akhirnya fibrosis, leukemia juga berpengaruh pada SSP
dimana terjadinya peningkatan tekanan intra kranial sehingga
menyebabkan nyeri pada kepala, latergi, papil edema, penurunan
kesadaran dan kaku kuduk (Friehling et al, 2015).
Gejala dan tanda aklinis yang paling umum muncul pada LLA yang
paling sering muncul adalah demam (60%) lesu dan mudah lelah (50%),
pucat (40%), manifestasi perdarahan (petekie, purpura) (48%), serta nyeri
tulang (23%). Hepatosplenomegali terjadi kebanyakan penderita tetapi
umumnya tidak menimbulkan keluhan. Pemeriksaan laboratorium
menunjukan anemia, trombositopenia dan neutropenia yang
menggambarkan kegagalan sumsum tulang dalam memproduksi sel-sel
tersebut. Dapat juga terjadi eosinophilia relative (Lanzkowsky, 2011).
6. WOC Leukimia

Faktor Endogen: Faktor Eksogen:


- Sinar X, Radioaktif
- Ras
- Bahan kimia, hormone
- Kelainan kromosom
- infeksi
- herediter

Frofelasi lokas dari sel


Neoplastik dalam sumsum
tulanng

Akut limfa blastik leukemia Kurang informasi

Proliferasi sel dara putih Kurang pengetahuan


imatur

Imunosupresi pada Pansitopeni kemoterapi


sumsum tulang

Eritropeni lekopeni Asam alopsia


Nyeri lamung
kronik Hb
Agropulosi
Suplay O2 tosis Mual Gangguan
Dalam darah
muntah citra tubuh
Infeksi Resiko
Pola Jaringan >O2 meningkat infeksi
napas
tidak
efektif kelemahan trombositopenia
Splenohep
atomegali
Perdarahan
Intoleran
aktivitas Anoresia, mual
muntah Resiko
kekuranga
volume caiaran

Nutrisis kurang
dari kebutuhan
tubuh
Sumber: (Nanda, 2015, SDKI, 2016 & 2017)
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
a. Pemeriksaan darah tepi.
1) Kadar Hb menunjukkan penurunan ringan hingga berat dengan
morfologi normokromik normositer. Kadar Hb yang rendah
menunjukkan durasi leukemia yang lebih panjang, sedangkan
kadar Hb yang tinggi menunjukkan leukemia dengan proliferasi
yang lebih cepat.
2) Sel darah putih dapat normal, menurun atau meningkat.
3) Sebanyak 92% dengan kadar trombosit dibawah normal.
4) Pada hapusan darah tepi dapat ditemukan adanya sel blas. Sel blas
pada pasien dengan leukopenia umumnya hanya sedikit atau
bahkan tidak tampak. Sel blas banyak ditemukan pada pasien
dengan jumlah leukosit lebih dari 10 x 103/µL ( Ward, 2014 ).
b. Sumsul tulang Jumlah normal sel blas pada sumsum tulang adalah
kurang dari 5%. Sediaan hapusan sumsum tulang pada LLA
menunjukkan peningkatan kepadatan sel dengan trombopoesis,
eritropoesis dan granulopoesis yang tertekan, disertai jumlah sel blas
>25%. Berdasarkan morfologi blas pada hapusan sumsum tulang,
French-American British (FAB) membedakan LLA menjadi 3 antara
lain:
1) L1: terdiri dari sel-sel limfoblast kecil serupa, dengan kromatin
homogen, anak inti umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit.
2) L2: terdiri dari sel-sel limfoblas yang lebih besar tetapi ukurannya
bervariasi, kromatin lebih kasar dengan satu atau lebih anak inti.
3) L3: terdiri dari sel limfoblas besar, homogen dengan kromatin
berbercak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang
basofilik dan bervakuolisasi (Ward, 2014).
c. Pemeriksaan immunophenotyping
Pemeriksaan ini menjadi sangat penting untuk menentukan
klasifikasi imunologik leukemia akut. Pemeriksaan ini dikerjakan untuk
pemeriksaan surfacemarker guna membedakan jenis leukemia
(Pudiastuti, 2013 dikutip dalam Supriadi 2018).
Pemeriksaan imunologi atau sering disebut dengan
imunophenotyping digunakan untuk identifikasi dan kuantifikasi antigen
seluler. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan sampel
darah perifer dan sumsum tulang untuk membedakan leukemia sel T
atau sel B (Gupta, 2015).
d. Pemeriksaan sitogenik Pemeriksaan kromosom merupakan
pemeriksaan yang sangat diperlukan dalam diagnosis leukemia karena
kelainan kromosom dapat dihubungkan dengan prognosis (Pudiastuti,
2013 dikutip dalam Supriadi 2018).
8. Penatalaksanaan
Penanganan leukemia meliputi terapi kuratif dan suportif.
Penanganan suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai
leukemia dan komplikasi yang menyertai leukemia seperti pemberian
transfusi darah, pemberian antibiotik, obat anti jamur, pendekatan nutrisi
yang baik dan terapi psikososial. Terapi kuratif bertujuan untuk membunuh
sel-sel leukemia melalui kemoterapi dengan menggunakan kombinasi
beberapa obat sitostatiska. Prinsip kerjanya adalah melalui efek sitostatik
obat kemoterapi dengan cara memengaruhi sintesis atau fungsi DNA sel
leukemia (Permono dan Ugrasena, 2010 dikutip dalam ward 2014).
Berdasarkan risiko relapsnya pengobatan LLA dibagi menjadi 2
yaitu pengobatan untuk risiko standar dan risiko tinggi. Pasien digolongkan
kedalam risiko standar apabila terdiagnosis saat berusia 1-10 tahun
dengan jumlah leukosit 10 tahun, jumlah leukosit >50 x 103 µL, terdapat
massa di mediastinum, terdapat keterlibatan SSP dan testis atau jumlah
limfoblast absolut pada sirkulasi 1000/mm3. Klasifikasi risiko standar dan
risiko tinggi menentukan protokol kemoterapi yang dipergunakan
(Permono dan Ugrasena, 2010 dikutip dalam ward 2014).
Protokol kemoterapi yang digunakan di Bagian Hematoonkologi
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah Denpasar adalah protokol
Indonesia 2006. Protokol ini terdiri atas 2 macam yaitu protokol kemoterapi
risiko standar dan protokol kemoterapi risiko tinggi. Protokol kemoterapi
risiko standar terdiri atas fase induksi yang berlangsung selama 6 minggu
dan fase konsolidasi yang berlangsung selama 5 minggu, kemudian
dilanjutkan ke fase pemeliharaan. Sedangkan protokol kemoterapi risiko
tinggi terdiri dari fase induksi selama 6 minggu, fase konsolidasi selama 6
minggu dan fase reinduksi selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan ke fase
pemeliharaan. Pada protokol risiko tinggi, jenis obat sitostatiska yang
dipergunakan lebih banyak dengan fase kemoterapi lebih lama (Permono
dan Ugrasena, 2010 dikutip dalam ward, 2014).
Leukimia limfoblastik akut pada anak usia <1 tahun disebut dengan
infant leukemia yang memiliki karakteristik biologis limfosit yang berbeda
sehingga memberikan respon pada protocol kemoterapi yang berbeda
dibandingkan anak dengan usia yang lebih tua. Leukemia dengan
morfologi L3 digolongkansebagai bukti limfoma. Leukemia ini dapat
mengidentifikasi sumsum tulang dan memiliki kecepatan proliferasi
limfoblas yang tinggi sehingga memberikan respon pada protokol
kemoterapi yang berbeda ( Margolin dkk., 2002 dikutip dalam ward 2014 ).
BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujua untuk mengumpulkan
informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenal
masalah- masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik,
mental sosial dan lingkungan (Dermawan, 2012:36).
1. Identitas Leukemia limfosit akut sering terdapat pada anak-anak usia
dibawah 15 tahun (85%), puncaknya berada pada usia 2-4 tahun. Rasio
lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang Biasanya pada anak dengan LLA mengeluh
nyeri pada tulang-tulang, mual muntah, tidak nafsu makan dan lemas.
b. Riwayat penyakit dahulu Biasanya mengalami demam yang naik turun,
gusi berdarah, lemas dan dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat
karena belum mengetahui tentang penyakit yang diderita.
c. Riwayat penyakit keluarga Adakah keluarga yang pernah mengalami
penyakit LLA karena merupakan penyakit ginetik (keturunan)
d. Riwayat pada faktor-faktor pencetus Seperti pada dosis besar, radiasi
dan obat-obatan tertentu secara kronis.
e. Manifestasi dari hasil pemeriksaan Biasanya di tandai dengan
pembesaran sum-sum tulang dengan sel-sel leukemia yang
selanjutnya menekan fungsi sum-sum tulang, sehingga menyebabkan
gejala seperti dinawah ini.
1) Anemia
Ditandai dengan penurunan berat badan, kelelahan, pucat,
malaise, kelemahan, dan anoreksia.
2) Trombositopenia Ditandai dengan perdarahan gusi, mudah memar,
dan petekie.
3) Netropenia Ditandai dengan demam tanpa adanya infeksi,
berkeringat di malam hari (Nursalam dkk, 2008:100)
3. Pemeriksaan Fisik Didapati adanya pembesaran dari kelenjar getah
bening (limfadenopati), pembesaran limpa (splenomegali), dan
pembesaran hati (splenomegali), dan pembesaran hati
(hepatomegali). Pada pasien dengan LLA precursor sel-T dapat
ditemukan adanya dispnoe dan pembesaran vena kava karena
adanya supresi dari kelenjar getah bening di mediastinum yang
mengalami pembesaran. sekitar 5% kasus akan melibatkan sistem
saraf pusat dan dapat ditemukan adanya peningkatan tekanan
intracranial (sakit kepala, muntah, papil edema) atau paralisis saraf
kranialis (terutama VI dan VII) (Roganovic, 2013).
4. Pemeriksaan Diagnostik Untuk menegakkan diagnose, perlu
dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu:
a. Darah tepi: adanya pensitopenia, limfositosis yang kadang-
kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton terdapat sel
belst, yang merupakan gejala patogonomik untuk leukemia
b. Sum-sum tulang: dari pemeriksaan sum-sum tulang akan
ditemukan gambaran yang monoton yaitu hanya terdiri dari sel
lomfopoetik sedangkan sistem yang lain terdesak (apanila
skunder)
c. Pemeriksaan lain: biopsy limpa, kimia darah, cairan cerebrospinal
dan sitogenik.
B. Dagnosa Keperawatan
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia atau SDKI (2016 & 2017),
diagnosa keperawatan yang akan muncul adalah:
1. Nyeri Kronik berhubungan dengan Agen Injury Biologi.
2. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Kurangnya Suplai O2 Ke
Jaringan Otak.
3. Resiko Infeksi berhubungan dengan Pertahanan Sekunder Inadekuat
(penurunan Hb).
4. Resiko Kurang Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan
Berlebihan (muntah, perdarahan, diare), penurunan pemasukan cairan
(mual, anoreksia).
5. Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Anoreksia.
6. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan Alopesia.
7. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan Kurang Informasi.
8. Intolenransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan.
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri kronik berhubungan dengan Agen Injury Biologi.
Menejemen nyeri (i.08238)
a. Observasi
1) lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
9) Monitor efek samping penggunaan analgetik
b. Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2) Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
c. Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Kurangnya Suplai O2 Ke
Jaringan Otak
Pemantauan Respirasi
a. Observasi
1) Monitor frekuensi napas, kedalaman, dan upaya napas
2) Monitor pola napas
3) Monitor kemampuan batuk efektif
4) Monitor adanya produksi sputum
5) Monitor adanya sumbatan jalan napas
6) Auskultasi bunyi napas
7) Monitor saturasi oksigen
b. Terapeutik
1) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan proedur pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3. Resiko Infeksi berhubungan dengan Pertahanan Sekunder Inadekuat
(penurunan Hb).
Pencegahan infeksi (I.14539)
a. Observasi
1) Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi
2) Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi
3) Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke pelayanan
kesehatan
b. Terapeutik
1) Berikan suntikan pada pada bayi dibagian paha anterolateral
2) Dokumentasikan informasi vaksinasi
3) Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat
c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang terjadi, jadwal dan efek
samping
2) Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah
3) Informasikan imunisasi yang melindungiterhadap penyakit namun
saat ini tidak diwajibkan pemerintah
4) Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus
5) Informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak berarti
mengulang jadwal imunisasi kembali
4. Resiko Kurang Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan
Berlebihan (muntah, perdarahan, diare), penurunan pemasukan cairan
(mual, anoreksia).
Manajemen cairan (i.03098)
a. Observasi
1) Monitor status hidrasi ( mis, frek nadi, kekuatan nadi, akral,
pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
2) Monitor berat badan harian
3) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematokrit, na, k, cl,
berat jenis urin , bun)
4) Monitor status hemodinamik ( mis. Map, cvp, pcwp jika tersedia)
b. Terapeutik
1) Catat intake output dan hitung balans cairan dalam 24 jam
2) Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
3) Berikan cairan intravena bila perlu
c. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
5. Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Anoreksia.
Manajemen Nutrisi (I. 03119)
a. Observasi
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
5) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
6) Monitor asupan makanan
7) Monitor berat badan
8) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
b. Terapeutik
1) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4) Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6) Berikan suplemen makanan, jika perlu
7) Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
c. Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2) Ajarkan diet yang diprogramkan
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
6. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan Alopesia.
Promosi Citra Tubuh (I.09305)
a. Observasi
1) Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
2) Identifikasi budaya, agama, jenis kelami, dan umur terkait citra
tubuh
3) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi
sosial
4) Monitor frekuensi pernyataan kritik tehadap diri sendiri
5) Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh yang berubah
b. Terapiutik
1) Diskusikan perubahn tubuh dan fungsinya
2) Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
3) Diskusikan akibat perubahan pubertas, kehamilan dan penuwaan
4) Diskusikan kondisi stres yang mempengaruhi citra tubuh (mis.luka,
penyakit, pembedahan)
5) Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara
realistis
6) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra
tubuh
c. Edukasi
1) Jelaskan kepad keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh
2) Anjurka mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
3) Anjurkan menggunakan alat bantu (mis. Pakaian, wig, kosmetik)
4) Anjurkan mengikuti kelompok pendukung (mis. Kelompok sebaya).
5) Latih fungsi tubuh yang dimiliki
6) Latih peningkatan penampilan diri (mis. berdandan)
7) Latih pengungkapan kemampuan diri kepad orang lain maupun
kelompok.
7. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan Kurang Informasi.
Edukasi kesehatan
a. Observasi
1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
b. Terapeutik
1) Sediakan materi dan pendidikan mengenai penyakit leukemia
2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai dengan kesepakatan
3) Berikan kesempatan untuk bertanya
c. Edukasi
1) Jelaskan pengertian penyakit leukemia, penyebab dan cara
pengobatanya
8. Intolenransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan.
Manejeman energi (I.05178)
a. Observasi
1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelemahan
2) Monitor kelelahan fisik dan emosional
3) Monitor pola dan jam tidur
4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
b. Terapeutik
1) Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus
2) Lakukan rentang gerak pasif dan aktif
3) Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
4) Fasilitasi duduk ditempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
c. Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan orang tua atau pasien menghubungi perawat jika tanda
dan gejala tidak berkurang
3) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
4) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Leukimia adalah penyakit keganasan sel darah yang berasal dari
sumsum tulang, ditandai dengan proliferasi sel-sel darah putih serta
gangguan pengaturan leukosit dengan manifestasi adanya sel-sel
abnormal dalam darah tepi. Setiap inti sel memiliki kromosom yang
menentukan ciri fisik, misalnya kulit coklat, rambut lurus, mata putih,
sedangkan gen merupakan bagian terkecil dari kromosom yang memiliki
fungsi dan jumlahnya berjuta-juta. Bentuk akut dari leukikimia yang
diklarifikasikan menurut sel yang lebih banyak dalam sumsum tulang yaitu
berupa lymphoblastis. Pada keadaan leukemia terjadi proliferasi sel
leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain
daripada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia,
trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian.
B. Saran
1. Diharapkan perawat serta tenaga kesehatan lainya mampu memahami
dan mendalami penyakit leukemia pada anak
2. Perawat serta tenaga kesehatan lainya mampu meminimalkan faktor
resiko dari leukemia dan mempertahankan dan meningkatkan drajat
kesehatan anak
3. Insitusi kesehatan terkait dapat menyediakan dan mempersiapkan
sarana dan prasana dan dibutuhkan
4. Masyarakat mampu dan mampu mempelajari keadaan abnormal yang
terjadi pada mereka sehingga peran tenaga kesehatan dapat
memberikan tindakan secara dini dan mampu mengurangi jumlah
mortalitas pada anak
5. Pemerintah mengeluarkan kebijakan-bijakan yang dapat mendukung
peningkatan derajat kesehatan masyarakat
6. Mahasiswa dengan latar belakang sebagai calon tenaga kesehatan
mampu menguasai baik secara teori maupun skill untuk dapat
diterapkan pada masyarakat secara menyeluruh
DAFTAR PUSTAKA

priany, Dyna. 2016. Asuhan Keperawatan Anak dengan Keganasan. Bandung:


PT Refika Aditama.
Betz & Sowden. 2018. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC Bulechek,
G, M. Butcher, H, K. Dochterman, J, M. Wagner, C, M. (2018).
Nursing Intervention Classificasion (NIC) (6th ed). Mosby: Lowa City Hari.
Soetaryo. Kusuma. (2018). The Risk Factor of Urinary tract infection in
Herdman. H.T & Kamitsuru. S. (2015). NANDA Internasional, Inc: Nursing
Diagnoses, Definitions & Classification 2015- 2017 (10th ed). Jakarta : EGC
Hidayat, A.Aziz. 2018. Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah edisi 2.
Jakarta : Salemba medika
Hidayat. Gatot. Djer. (2018). Validasi Sistem Skoring Rondinelli Untuk Mendeteksi
Komplikasi Infeksi Berat Pada Pasien Leukemia Limfoblastik
Akut L1 Dengan Demam Neutropenia Selama Kemoterapi Fase Induksi. Diakses
dalam : http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/15-5-10.pdf tanggal 11 Januari
2017
Maharani, Sabrina. 2010. Mengenal 13 jenis kanker dan pengobatannya.
Jogjakarta : Katahati
Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M, L. Swanson, E. (2018). Nursing Outcomes
Classification (NOC) (5th ed). Mosby: Lowa City
Ngastiyah. 2018. Perawatan anak sakit. Jakarta : EGC
Nugroho, Susanto. (2010). Gangguan Keseimbangan Elektrolit Sesudah
Kemoterapi Induksi Remisi pada Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut.
Nugroho, E, D & Rahayu, D, A. Pengantar Bioteknologi (Teori dan aplikasi).
Yogyakarta : CV Budi utama.
Nurarif, A, H & Kusuma, H. (2018). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis: NANDA NIC- NOC 2015- 2017 (Jilid β) . Yogyakarta:
Media Action
Suriadi & Yuliani. 2010. Buku Pegangan Praktek Klinik. Asuhan Keperawatan
Pada Anak Edisi 2. Jakarta : CV.Sagung Seto. Sugiyono. 2014.
MetodePenelitianKuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :Alfabeta. Yenni.
(2014). Rehabilitasi medik pada anak dengan leukemia limfoblastik akut.
Jurnal Biomedik (JBM), Volume 6, Nomor 1, Maret 2014, hlm. 1-7. Diakses tanggal
6 Juni 2017.
Wolley. Gunawan. Warouw. (2016). Perubahan status gizi pada anak dengan
leukemia limfoblastik akut selama pengobatan. Jurnal e-Clinic (eCl),
Volume 4, nomor 1 diakses dalam

Anda mungkin juga menyukai