Anda di halaman 1dari 18

PEMANGGILAN PARA PIHAK DAN PRAKTIK SIDANG VERSTEK

Di Susun Oleh:

Ardianti (180102064)

Cici Tasyah BR Solin (180102026)

Cut Nurul Atma (180102004)

Safira Putri Riskhi (180102128)

Zakia Auliani (180102054)

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

BANDA ACEH

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya. Salawat dan salam kepada Nabi Muhammad karena telah membawa kita ke pada zaman
yang penuh dengan ilmu pengetahun, sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini yang
berjudul "pemanggilan para pihak dan praktik sidang verstek." Tidak lupa penulis
mengucapkan terima kasih kepada bapak Syahminan Zakaria selaku Dosen Mata Kuliah
Praktik Peradilan yang telah membantu penulis dalam mengerjakan karya ilmiah ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Makalah ini memberikan panduan dalam praktik peradilan. Bagi
mahasiswa-mahasiswi untuk memahami pemanggilan para pihak dan praktik sidang verstek
yang baik dan benar. Penulis menyadari ada kekurangan pada karya makalah inii. Oleh sebab
itu, saran dan kritik senantiasa diharapkan demi perbaikan karya penulis.

Banda Aceh, 10 Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang Masalah 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Masalah 5

PEMBAHASAN 6
2.1 pengertian pemanggillan 6
2.2 Tahap dan tindakan yang mendahului pemanggilan 6
2.3 tahap pemanggilan 10
2.4 pengertian verstek 12
2.5 contoh pemanggilan para pihak dan verstek 13

PENUTUP 17
Kesimpulan 17

DAFTAR PUSTAKA 18

3
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam hukum, kita mengenal akan adanya tata cara beracara di peradilan perdata. Tata
cara beracara sendiri menjadi hal yang penting di dunia Hukum, hal ini dikarenakan sangat
penting untuk menyelesaikan suatu perkara yang berada di pengadilan. Rangkaian proses
pemeriksaan persidangan harus berjalan menurut tata cara yang ditentukan oleh peraturan
perundangun dengan. Pemanggilan para pihak untuk menghadiri persidangan merupakan awal
dari rangkaian proses beracara di Pengadilan. Berlandaskan pemanggilan, Hakim memeriksa,
mengadili dan memutus perkara yang ditangani. Dalam penelitian ini penulis mengkhusukan
diri untuk fokus dalam membahas Hukum Acara Perdata, karena menurut peneliti Hukum
Acara Perdata masih terdapat banyak kekurangannnya, hal ini dikarenakan anggapananggapan
para penegak hukum yang selalu meremehkan hal sekecil apapun dalam melakukan tata cara
beracara di pengadilan, khususnya dalam hal pemanggilan. Pemanggilan sendiri dalam hal
perdata adalah hal yang paling utama dalam proses beracara, apabila dalam hal pemanggilan
saja telah terjadi masalah maka proses beracara di pengadilan pun tidak akan berjalan.

Menurut hukum acara perdata, panggilan adalah menyampaikan secara resmi (official)
dan patut (properly) kepada pihak-pihak yang terlibat dalam 2 suatu perkara di pengadilan agar
memenuhi dan melaksanakan hal-hal yang diminta dan diperintahkan majelis hakim atau
pengadilan. Resmi adalah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sedangkan patut adalah dalam
menetapkan tanggal dan hari persidangan hendaklah memerhatikan letak jauh dekatnya tempat
tinggal pihak-pihak yang berperkara, yaitu tenggang waktu yang ditetapkan tidak boleh kurang
dari tiga hari sebelum acara persidangan dimulai dan di dalamnya tidak termasuk hari besar
atau hari libur.

Menurut Pasal 388 dan Pasal 390 ayat (1) HIR, yang berfungsi melakukan pemanggilan
adalah juru sita. Panggilan yang dilakukan juru sita yang dianggap resmi dan sah. Kewenangan
juru sita ini berdasarkan Pasal 121 ayat (1) HIR diperolehnya melalui perintah ketua (majelis
hakim) yang dituangkan pada penetapan hari sidang atau penetapan pemberitahuan. Setelah
melakukan panggilan, juru sita harus menyerahkan risalah (relaas) panggilan kepada hakim
yang akan memeriksa perkara tersebut yang merupakan bukti bahwa tergugat telah dipanggil.

Oleh karena itu sah tidaknya pemanggilan dan pemberitahuan yang dilakukan oleh
pihak pengadilan sangat menentukan baik atau buruknya proses pemeriksaan persidangan di
pengadilan.3 Surat panggilan (relaas) merupakan salah satu instrumen yang sangat penting
dalam proses beracara di pengadilan. Tanpa surat panggilan kehadiran para pihak di
persidangan tidak mempunyai dasar hukum. Surat panggilan dalam hukum acara perdata
dikategorikan sebagai akta autentik. Pasal 165 HIR dan 285 R.Bg serta Pasal 1865 BW
menyebutkan akta autentik adalah akta yang dibuat dihadapan pegawai umum dalam bentuk
yang ditentukan oleh undang-undang yang berlaku. Dengan demikian, segala sesuatu yang
dimuat dalam relaas harus dianggap benar, kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya. Maka
alangkah lebih baik kita mengetahui secara jelas prosedur dan tata cara dari pemanggilan para
pihak dan sidang verstek.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan permasalahan di atas, maka penulis akan membahas sebagai berikut:

4
1. pengertian pemanggilan para pihak
2. pemanggilan dan tindakan yang mendahului pemanggilan
3. tahap pemanggilan
4. pengertian verstek
5. contoh pemanggilan dan verstek

1.3 Tujuan Masalah

Tujuan dari permasalah sebagai berikut:


a. untuk memaham pengertian pemanggilan para pihak
b. untuk memaham pemanggilan dan tindakan yang mendahului pemanggilan
c. untuk memaham tahap pemanggilan
d. untuk memaham pengertian verstek
e. untuk memahami contoh pemanggilan dan verstek

5
PEMBAHASAN

2.1 pengertian pemanggillan


● Dalam Arti Sempit
Perintah menghadiri sidang pada hari yang ditentukan.
● Dalam Arti Luas
Menurut Hukum acara Perdata yaitu menyampaikan secara resmi (official) dan patut
(properly) kepada pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara di pengadilan, agar
memenuhi dan melaksanakan hal-hal yang diminta dan diperintahkan majelis hakim atau
pengadilan.
Menurut Pasal 388 HIR yaitu :
● panggilan sidang pertama kepada penggugat dan tergugat;
● panggilan menghadiri sidang lanjutan kepada pihak-pihak atau salah satu pihak
apabila pada sidang yang lalu tidak hadir baik tanpa alasan yang sah atau berdasarkan
alasan yang sah;
● panggilan terhadap saksi yang diperlukan atas permintaan salah satu pihak
berdasarkan Pasal 139 HIR (dalam hal ini mereka tidak dapat menghadirkan saksi
yang penting ke persidangan);
● selain daripada itu, panggilan dalam arti luas, meliputi juga tindakan hukum
pemberitahuan atau aanzegging (notification), antara lain:
a. pemberitahuan putusan PT dan MA,
b. pemberitahuan permintaan banding kepada terbanding,
c. pemberitahuan memori banding dan kontra memori banding , dan
d. pemberitahuan permintaan kasasi dan memori kasasi kepada termohon kasasi.
Dengan demikian, oleh karena arti dan cakupan panggilan meliputi pemberitahuan,
segala syarat dan tata cara yang ditentukan oleh undang-undang mengenai tindakan hukum
pemanggilan, sama dan berlaku sepenuhnya dalam pemberitahuan. Menurut Pasal 388 dan
Pasal 390 ayat (1) HIR, yang berfungsi melakukan panggilan adalah juru sita. Hanya
panggilan dari juru sita yang dianggap sah dan resmi. Kewenangan juru sita ini, berdasarkan
Pasal 121 ayat (1) HIR diperolehnya lewat perintah ketua (Majelis Hakim) yang dituangkan
dalam penetapan hari sidang atau penetapan pemberitahuan.

2.2 Tahap dan tindakan yang mendahului pemanggilan

Berdasarkan Pasal 118 ayat(1) dan Pasal 121 ayat (4), panggilan merupakan tindakan
lanjutan dari tahap berikut ini:

1. Penyampaian Gugatan kepada Pengadilan

Menurut Pasal 118 ayat (1) HIR, gugatan perdata harus dimasukkan kepada Pengadilan
berdasarkan kompetensi relatif:

● dalam bentuk surat gugatan (in writing),


● ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya, dan
● dialamatkan kepada ketua Pengadilan.

2. Pembayaran Biaya Perkara

6
Pasal 121 ayat (4) HIR menyatakan dengan tegas pembayaran biaya perkara disebut
juga panjar perkara dan merupakan syarat imperatif (imperative requirement) atau syarat
memaksa atas pendaftaran perkara dalam buku registrasi.

Konsekuensi atas pasal ini, yaitu:

● gugatan tidak didaftar dalam buku register perkara,


● perkara atas gugatan itu, dianggap tidak ada (never existed), dan
● gugatan tidak bisa di proses dalam persidangan pengadilan.

a. Yang Dimaksud Biaya Perkara

Yaitu biaya yang harus dibayar oleh penggugat atau biaya sementara, agar gugatan
dapat diproses dalam pemeriksaan persidangan. Biaya sementara berpatokan pada Pasal 182
ayat (1) HIR dapat bertambah sesuai dengan kebutuhan proses pemeriksaan. Misalnya, biaya
pemeriksaan setempat, apabila hal itu dianggap penting baik atas permintaan salah satu pihak
ataupun atas pertimbangan majelis sesuai dengan kewenangan ex-officio yang dimilikinya.

Biaya sementara beda dengan biaya akhir yang meliputi biaya yang timbul dalam
semua tingkat peradilan. Prinsipnya biaya akhir dibebankan kepada pihak yang kalah perkara,
sesuai dengan ketentuan Pasal 181 ayat (1) HIR. Apabila penggugat berada di pihak yang kalah,
dengan sendirinya panjar itu diperhitungkan menjadi biaya yang dipikulkan kepadanya.
Apabila kurang, ia harus menambahnya, dan apabila panjar itu lebih, sisanya dikembalikan
kepadanya.

b. Patokan Menentukan Panjar Biaya

Pasal 121 ayat (4) HIR, didasarkan pada taksiran menurut keadaan, meliputi komponen:

1) Biaya kantor kepaniteraan dan biaya materai;

2) Biaya melakukan panggilan saksi, ahli, juru bahasa, dan biaya sumpah;

3) Biaya pemeriksaan setempat;

4) Biaya juru sita melakukan pemanggilan dan pemberitahuan;

5) Biaya eksekusi.

Taksiran yang paling penting diperhitungkan adalah biaya pemanggilan dan


pemberitahuan sehubungan dengan besarnya biaya transportasi juru sita ke tempat penggugat
dan tergugat. Semakin jauh tempat mereka, semakin besar biaya panggilan dan pemberitahuan
yang ditetapkan. Sewajarnya, biaya transportasi yang ditaksir, bukan kendaraan yang paling
mahal dan yang khusus tetapi biaya transportasi yang berlaku bagi masyarakat umum.

c. Dimungkinkan Berperkara Tanpa Biaya (Prodeo)

Bab ketujuh, bagian ketujuh HIR, mengatur tentang izin berperkara tanpa biaya (prodeo
atau kosteloos atau free of charge).

1) Syarat Berperkara Tanpa Biaya

7
Pasal 237 HIR menegaskan, bagi orang-orang yang tidak mampu membayar biaya
perkara, dapat diberi izin untuk berperkara tanpa biaya. Titik tolak memberi kemungkinan
berperkara tanpa biaya, berdasarkan alasan kemanusiaan (humanity) dan keadilan umum
(general justice). Memberi hak dan kesempatan (opportunity) kepada yang tidak mampu untuk
tampil membela dan mempertahankan hak dan kepentingannya di depan sidang pengadilan
secara cuma-cuma (free of charge. Akibat hukum atas pemberian izin beperkara secara cuma-
cuma, kepada yang bersangkutan:

● tidak ditarik biaya administrasi, dan


● tidak ditarik biaya upah juru sita.

2) Cara Mengajukan Permintaan Izin

a) Pengajuan Oleh Penggugat

Menurut Pasal 238 ayat (1) HIR, jika yang mengajukan permintaan izin adalah
penggugat:

● diajukan pada saat menyampaikan surat gugatan.

Permintaan dapat langsung dimasukkan dalam surat gugatan atau dalam surat
tersendiri;

● apat juga diajukan dengan lisan berdasarkan Pasal 120 HIR.

b) Pengajuan izin oleh tergugat

Pasal 238 ayat (2) HIR, yang menyatakan permintaan izin diajukan tergugat pada saat
mengajukan jawaban. Ketentuan pasal ini yaitu memberi hak kepada tergugat untuk
mengajukan permintaan izin beperkara tanpa biaya selama tahap proses jawab-menjawab
berlangsung. Tidak mesti diajukan pada jawaban pertama, tetapi dapat juga diajukan pada
duplik atau jawaban kedua (rejoinder).

3) Syarat Permintaan

Pasal 238 ayat (3) HIR , mengatur syarat permintaan izin.

● Disertai surat keterangan tidak mampu dari kepala polisi setempat.

Ketentuan pasal ini pada saat sekarang, tidak tepat. Yang tepat, dari pemerintah
setempat. Bisa camat atau cukup kepala desa.

● Isi surat keterangan

Berisi penjelasan bahwa berdasarkan pemeriksaan atau penelitian, pemohon benar-


benar orang tidak mampu.

4) Proses Pemberian Izin

Pasal 239 ayat (1) HIR, mengatur proses pemberian izin beperkara tanpa biaya.

8
● Permintaan izin diperiksa pada sidang pertama, sebelum majelis memeriksa perkaranya
sendiri.
● Diperiksa dan diputus lebih dahulu apakah permintaan izin dikabulkan atau ditolak
sebelum perkara diperiksa.
● Pihak lawan dapat mengajukan perlawanan terhadap permintaan, berdasarkan alasan:

– permintaan tidak beralasan,

– pemohon adalah orang yang mampu.

5) Putusan Izin Prodeo, Tidak Bisa Dibanding

Menurut Pasal 291 HIR, putusan izin beperkara tanpa biaya yang dijatuhkan
Pengadilan, merupakan:

● putusan tingkat pertama dan terakhir, sehingga putusan tersebut bersifat final,
● terhadap putusan tertutup upaya banding.

3. Registrasi

Pasal 121 ayat (4) HIR menegaskan pendaftaran gugatan dalam buku register perkara,
baru dapat dilakukan setelah penggugat membayar biaya perkara. Apabila biaya perkara yang
ditetapkan panggilan dibayar, penggugat berhak atas pendaftaran gugatan serta panitera wajib
mendaftarkan dalam buku register perkara.

a. Pemberian Nomor Perkara

Panitera memberi nomor perkara atas gugatan, berdasarkan nomor urut yang tercantum
dalam buku register perkara.

b. Panitera Menyerahkan Perkara kepada Ketua Pengadilan

Segera setelah panitera memberi nomor, perkara diserahkan atau dilimpahkan kepada
ketua Pengadilan.

● Penyerahan harus dilakukan secepat mungkin

Panitera tidak boleh memperlambat penyerahan. Hal itu melanggar asas peradilan
sederhana, cepat, dan biaya ringan yang digariskan Pasal 4 ayat (2) No.14 Tahun 1970 (diubah
dengan UU No.4 Tahun 2004. Atau memperlambat pelimpahan perkara oleh panitera kepada
Ketua Pengadilan tidak sesuai dengan prinsip justice delayed, justice denied (peradilan yang
lambat, mengingkari keadilan).

● Dalam buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan, MA


menggariskan pelimpahan perkara dari panitera kepada Ketua Pengadilan dilakukan
paling lambat 7 (tujuh) hari dari tanggal registrasi.

4. Penetapan Majelis oleh Ketua Pengadilan

Apabila ketua berhalangan, penetapan majelis dilakukan wakil ketua.

● Jangka waktu penetapan, secepat mungkin.

9
● Jangka waktu yang digariskan MA paling lambat 7 (tujuh) hari dari tanggal penerimaan.

a. Penyerahan kepada Majelis

● harus dilakukan segera,


● MA menggariskan, paling lambat 7 (tujuh) hari dari tanggal surat penetapan majelis.

b. Majelis Paling Sedikit 3 Orang

Pasal 15 UU No.14 Tahun 1970 (sebagaimana diubah dengan UU No.35 Tahun 1999)
dan sekarang digariskan dalam Pasal 17 ayat (1) UU No.4 Tahun 2004 yang menentukan:

● semua pengadilan memeriksa dan memutus perkara, sekurang-kurangnya 3(tiga) orang


hakim kecuali apabila undang-undang menentukan lain,
● seorang bertindak sebagai Ketua majelis hakim (presiding judge), dan yang lain sebagai
anggota. Namun dalam angka 9 penjelasan umum UU No.14 Tahun 1970,
dimungkinkan hakim tunggal, berdasarkan faktor keadaan setempat, karena :

i. di daerah terpencil,

ii. tenaga hakim kurang, dan

iii. biaya transportasi mahal.

Akan tetapi, alasan ini pada saat sekarang selain tidak disebut dalam UU No.4 Tahun
2004 (sebagai pengganti UU No.14 Tahun 1970) juga tidak sesuai lagi Tentang hakim sudah
cukup memadai di seluruh daerah, serta semua wilayah sudah terjangkau oleh prasarana lalu
lintas yang dibutuhkan.

5. Penetapan Hari Sidang

Yang menetapkan hari sidang adalah majelis yang menerima pembagian distribusi
perkara. Penetapan hari sidang, dituangkan dalam bentuk surat penetapan.

● menurut Pasal 121 ayat (1) HIR, penetapan hari sidang harus dilakukan segera setelah
majelis menerima berkas perkara;
● menurut penggarisan MA, paling lambat 7 hari dari tanggal penerimaan berkas perkara,
majelis harus menerbitkan penetapan hari sidang;
● berdasarkan Pasal 121 ayat (3) HIR, penetapan hari sidang dimasukkan atau
dilampirkan dalam berkas perkara, dan menjadi bagian yang tidak terpisah dari berkas
perkara yang bersangkutan.

2.3 tahap pemanggilan

A. Tata Cara/Prosedur Pemanggilan Dalam Hukum Acara Perdata.

Prosedur pemanggilan menurut Hukum Acara Perdata sendiri di atur dalam HIR Pasal 388,
Pasal 121 ayat (1), Pasal 122 dan Pasal 390.

1. Tata Cara Pemanggilan

10
● Hakim ketua majelis setelah menerima berkas perkara dari ketua pengadilan, setelah
itu ia harus mempelajarinya dengan seksama bersama hakim anggotanya.
● Hakim ketua majelis, setelah bermusyawarah dengan hakim-hakim anggotanya
menetapkan hari dan tanggal serta jamnya kapan perkara itu akan disidangkan untuk
hadir dalam sidang tersebut.
● Penetapan dan perintah tersebut dituangkan dalam “penetapan hari sidang” (PHS) yang
ditandatangani oleh hakim ketua majelis.
● Dalam menetapkan hari sidang hakim ketua majelis harus mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:

1) Hari sidang pertama tidak lebih dari 30 (tiga puluh) hari dari tanggal
pendaftaran perkara itu, kecuali undang-undang menetukan lain.

2) Memerhatikan jarak antara tempat diam atau tempat tinggal kedua belah
pihak dengan tempat pengadilan yang bersangkutan.

3) Memerhatikan agar tenggang waktu antara hari diterimanya pemanggilan


dengan hari sidang tidak kurang dari (tiga) hari kerja.

Pengadilan dilakukan oleh juru sita/juru sita pengganti yang telah diangkat atau disumpah.

● Berdasarkan perintah tersebut, juru sita/jur sita pengganti yang ditunjuk menghadap
pada kasir untuk meminta ongkos jalan guna melaksanakan pemanggilan tersebut
dengan menyerahkan formulir PGL 1 dan 2.
● Juru sita/juru sita pengganti mempersiapkan relaas atau berita acara panggilan. h. Di
dalam surat panggilan (relaas) tersebut harus menyebutkan adanya:

1) Menyerahkan sehelai salinan surat gugatan/ permohonan kepada tergugat


atau termohon;

2) Pemberitahuan bahwa tergugat/ termohon boleh mengajukan jawaban


tertulis, dan

3) Pemberitahuan bahwa pada waktu persidangan para pihak boleh membawa


surat-surat bukti serta saksi-saksi yang dianggap perlu.

● Pemanggilan disampaikan langsung kepada pribadi yang bersangkutan di tempat


tinggalnya, dan jika tidak bertemu di rumahnya maka panggilan disampaikan melalui
lurah/kepala desa yang bersangkutan.
● Orang yang menerima panggilan harus menandatangani relaas panggilan tersebut.
● Apabila yang dipanggil tidak mau menandatangani relaas, atau kepala desa/ atau lurah
tidak mau memberikan cap dinas, hal itu dicatat oleh juru sita/ juru sita pengganti di
dalam relaas tersebut dan hal itu tidak mengurangi sahnya relaas panggilan tersebut.

Juru sita/ juru sita pengganti tersebut harus menyampaikan panggilan itu kepada
pihak yang dipanggil. m. Panggilan harus sudah diterima oleh para pihak dalam
tenggang waktu sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari kerja sebelum sidang dibuka.

● Apabila yang dipanggil tidak diketahui tempat tinggalnya atau tidak jelas atau tidak
memiliki tempat kediaman yang tetap, maka:

11
1) Dalam perkara perceraian dan pembatalan perkawinan, panggilan dilakukan
menurut ketentuan Pasal 27 PP. Nomor 9 Tahun 1975.

2) Dalam perkara lainnya, dilakukan menurut pasal 390 HIR/ Pasal 718 RBg.
Yaitu lewat Bupati/Wakil wali kota tempat tinggal penggugat, yang seterusnya akan
mengumumkan hal itu dengan cara menempelkan pada papan pengumuman.
Pengumuman serupa dilakukan depan papan pengumuman pengadilan Agama.

● Jika yang dipanggil telah meninggal dunia, maka panggilan disampaikan kepada ahli
warisnya.
● Dalam perkara perceraian, jika yang dipanggil telah meninggal dunia, maka hal itu
dicatat dalam relaas panggilan sebagai dasar bagi hakim untuk menggugurkan perkara.
● Apabila pihak yang telah dipanggil telah menunjukan kuasa hukumnya yang telah
didaftarkan di kepaniteraan pengadilan yang berwenang, maka panggilan disampaikan
kepada kuasa hukumnya.
● Juru sita/ juru sita pengganti menyerahkan relaas panggilan tersebut kepada majelis
hakim yang memeriksa perkara itu.
● Apabila pihak yang dipanggil berada di wilayah hukum pengadilan lain, maka juru sita
tersebut agar pihak yang bersangkutan dipanggil oleh juru sita/ juru sita pengganti
setempat.
● Juru sita setempat melaksanakan pemanggilan tersebut kepada terpanggil dan kemudian
mengirimkan relaas panngilan kepada pengadilan yang meminta bantuan tersebut.

B. Tata Cara Pemanggilan Menurut Hukum Acara Perdata.

Panggilan menurut hukum acara perdata ialah menyampaikan secara resmi (official)
dan patut (properly) kepada pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara di pengadilan, agar
memenuhi dan melaksanakan hal-hal yang diminta dan diperintahkan majelis hakim atau
pengadilan. Menurut Pasal 388 dan Pasal 390 ayat (1) HIR, yang berfungsi melakukan
panggilan adalah juru sita. Hanya yang dilakukan jurusita panggilan dianggap resmi dan sah.
Kewenangan juru sita ini berdasarkan Pasal 121 ayat (1) HIR diperolehnya lewat perintah
ketua (majelis hakim) yang dituangkan pada penetapan hari sidang atau penetapan
pemberitahuan.

Rangkaian proses pemeriksaan persidangan harus berjalan menurut tata cara yang
ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Pemeriksaan persidangan pada tingkat
pertama di Pengadilan Negeri (PN), diawali dengan proses pemanggilan (atau biasa juga
disebut panggilan) dan pemberitahuan. Pemanggilan terhadap tergugat harus dilakukan secara
patut. Setelah melakukan panggilan, jurusita harus menyerahkan risalah (relaas) panggilan
kepada hakim yang akan memeriksa perkara tersebut yang merupakan bukti bahwa tergugat
telah dipanggil. Oleh karena itu, sah tidaknya pemanggilan dan pemberitahuan yang dilakukan
oleh pihak pengadilan sangat menentukan baik atau buruknya proses pemeriksaan persidangan
di pengadilan

2.4 pengertian verstek

Putusan Verstek adalah putusan yang diambil dalam hal tergugat tidak pernah hadir
dalam persidangan meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut. Maka, putusan verstek
hanya dapat dijatuhkan pada perkara kontentius, putusan verstek tidak dapat dijatuhkan pada
perkara voluntair karena dalam perkara voluntair tidak terdapat sengketa, sehingga tidak
dimungkinkan adanya pihak kedua (tergugat).

12
Pada prinsipnya, lembaga verstek itu termasuk merealisir asas Audi et Alteram Partem
(mendengar kedua belah pihak), yakni hakim secara ex officio sebelum menjatuhkan putusan
verstek terlebih dahulu harus memeriksa isi gugatan, apabila penggugat dikalahkan, maka
upaya hukum baginya adalah banding, sedangkan apabila tergugat dikalahkan, maka upaya
hukum baginya adalah verzet. Secara tidak langsung, hal ini menyiratkan bahwa jurusita harus
memberitahukan putusan verstek kepada tergugat baik secara langsung personal maupun tidak
langsung, agar tergugat mengetahui putusan tersebut, dan mendapatkan kesempatan untuk
mengajukan perlawanan (verzet).

Dasar hukum lembaga verstek adalah pasal 125 HIR/149 R.Bg yang menjelaskan
tentang ketentuan-ketentuan mengenai verstek, pasal 126 HIR/150 R.Bg dan pasal 127
HIR/151 R.Bg yang menjelaskan tentang toleransi pemanggilan untuk kedua kali dalam
putusan verstek, serta pasal 128 HIR/152 R.Bg tentang pelaksanaan putusan verstek, 5
ditambah dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor 9 tahun 1964 yang mengatur
tentang beberapa tafsiran mengenai verstek.

Putusan verstek yang mengabulkan gugatan penggugat harus memenuhi syarat-syarat


berikut ini:

1. Tergugat atau seluruh tergugat tidak datang pada hari sidang yang ditentukan.
2. Ia atau mereka tidak mengirimkan wakil atau kuasanya yang sah untuk
menghadap dan tidak ternyata pula bahwa ketidakhadirannya itu karena sesuatu
alasan yang sah.
3. Ia atau mereka telah dipanggil secara resmi dan patut.
4. Petitum tidak melawan hak.
5. Petitum beralasan.

2.5 contoh pemanggilan para pihak dan verstek

A. Pemanggilan para pihak

Pemanggilan dalam arti sempit yaitu perintah menghadiri sidang pada hari yang
ditentukan. Dalam arti luas menurut hukum acara perdata yaitu menyampaikan secara resmi
(official) dan patut (properly) kepada pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara di
pengadilan, agar memenuhi dan melaksanakan hal-hal yang diminta dan diperintahkan majelis
hakim atau pengadilan.

Menurut pasal 388 HIR yaitu :

1. Panggilan sidang pertama kepada tergugat dan penggugat

2. Panggilan menghadiri sidang lanjuatan kepada pihak-pihak atau salah satu


pihak apabila pada sidang yang lalu tidak hadir baik tanpa alasan yang sah
atau berdasarkan alasan yang sah.

3. Panggilan terhadap saksi yang diperlukan atas permintaan salah satu pihak
berdasarkan pasal 139 HIR (dalam hal ini mereka tidak dapat menghadirkan
saksi yang penting ke persidangan).

4. Selain daripada itu, panggilan dalam arti luas, meliputi juga tindakan hukum
pemberitahuan atau aanzegging (notification), antara lain :

13
● Pemberitahuan putusan PT dan MA
● Pemberitahuan permintaan banding kepada terbanding
● Pemberitahuan permintaan kasasi dan memori kasasi kepada
termohon kasasi

Dengan demikian, karena arti dan cakupan panggilan meliputi pemberitahuan,


segala syarat dan tata cara yang ditentukan oleh undang-undang mengenai tindakan
hukum panggialn, sama dan berlaku sepenuhnya dalam pemberitahuan.

Menurut pasal 388 dan pasal 390 ayat (1) HIR, yang berfungsi melakukan
panggilan adalah juru sita. Hanya panggilam dari juru sita yang dianggap sah dan resmi.
Kewenangan juru sita ini, berdsarkan pasal 121 ayat (1) HIR dipeolehnya lewat perintah
ketua (majelis hakim) yang dituangkan dalam penetapan hari sidang atau penetapan
pemberitahuan.

B. verstek

Berdasarkan Pasal 125 Herzien Indlandsch Reglement (HIR) (S.1941-44) hakim dapat
menjatuhkan putusan verstek.

Putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan apabila tergugat tidak hadir atau tidak
juga mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap meskipun ia sudah dipanggil dengan
patut. Apabila tergugat tidak mengajukan upaya hukum verzet (perlawanan) terhadap putusan
verstek itu, maka putusan tersebut dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Penjelasan lebih lanjut mengenai putusan ini dapat Anda simak dalam artikel Putusan Verstek
dan Uang Panjar Pengadilan.

Jadi putusan verstek ini adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim apabila tergugat
tidak hadir atau tidak juga mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap meskipun ia sudah
dipanggil dengan patut.

Penerapan Verstek Apabila Tergugat Lebih Dari Satu

Rujukan penerapan verstek dalam perkara tergugat lebih dari satu orang (dua atau lebih)
dapat merujuk pada Pasal 127 HIR:

Jika seorang atau lebih dari tergugat tidak datang atau tidak menyuruh orang lain menghadap
mewakilinya, maka pemeriksaan perkara itu diundurkan sampai pada hari persidangan lain,
yang paling dekat. Hal mengundurkan itu diberi tahukan pada waktu persidangan kepada
pihak yang hadir, bagi mereka pemberitahuan itu sama dengan panggilan, sedang tergugat
yang tidak datang, disuruh panggil oleh ketua sekali lagi menghadap hari persidangan yang
lain. Ketika itu perkara diperiksa, dan kemudian diputuskan bagi sekalian pihak dalam satu
keputusan, atas mana tidak diperkenankan perlawanan (verzet).

Menurut Yahya Harahap, dalam bukunya Hukum Acara Perdata Tentang: Gugatan,
Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Hakim (hal. 391-394), ada empat kondisi
apabila tergugat lebih dari satu orang:

14
Pada sidang pertama semua tegugat tidak hadir, maka langsung dapat diterapkan acara verstek;

1. Apabila hakim mengundurkan persidangan karena semua tergugat tidak


hadir pada sidang pertama, kemudian pada sidang berikutnya semua
tergugat tetap tidak hadir, dapat diterapkan acara verstek;

2. Salah seorang tergugat tidak hadir, sidang wajib diundurkan;

3. Salah seorang atau semua tergugat yang hadir pada sidang pertama tidak
hadir pada hari sidang berikut, tetapi tergugat yang dahulu tidak hadir,
sekarang hadir.

Berdasarkan informasi yang kami dapatkan dari Anda yang mengatakan bahwa
tergugat lebih dari satu, dan hanya salah satu yang tidak hadir dalam sidang pertama
sedangkan tergugat lainnya hadir, maka sebagaimana disebutkan di atas, sidang wajib
diundur.

Apabila tergugat lebih dari satu orang, lantas salah satu dari mereka tidak hadir
memenuhi panggilan sidang, tanpa mempersoalkan apakah ketidakhadiran itu
berdasarkan alasan sah atau tidak, menurut Pasal 127 HIR, harus ditegakkan tata cara
berikut:

a. Secara Imperatif, Pemeriksaan Diundurkan Misalnya, tergugat terdiri dari 5


orang. Pada hari sidang yang ditentukan, satu atau dua orang tidak datang
menghadiri pemeriksaan sidang. Dalam hal yang demikian, tidak ada pilihan
lain bagi hakim selain daripada:

b. mengundurkan persidangan ke hari lain;

● memerintahkan untuk memanggil tergugat yang tidak hadir, agar hadir


pada sidang berikutnya;
● sedangkan kepada tergugat yang hadir, pengunduran cukup
diberitahukan pada persidangan itu.

c. Tidak Boleh Memeriksaan Tergugat yang Hadir dan Tidak Boleh Menjatuhkan
Verstek Kepada yang Tidak Hadir

Seperti telah dikatakan di atas, berdasarkan Pasal 127 HIR, pengunduran sidang
pertama ke hari lain apabila salah seorang tergugat tidak hadir adalah bersifat imperatif,
yaitu hakim wajib mengundur sidang, dan berbarengan dengan itu, memerintahkan
sekali lagi untuk memanggil tergugat yang bersangkutan. Dengan demikian:

● hakim dilarang atau tidak dibolehkan memeriksa para tergugat yang


hadir,
● Yang mesti dilakukan hakim adalah:

a. Mengundurkan sidang, dan

b. Memanggil sekali lagi tergugat yang tidak hadir.

● Juga tidak boleh menerapkan acara verstek kepada tergugat yang tidak
hadir.

15
Jadi tindakan yang dapat dilakukan hakim menghadapi kasus seperti ini, hanya
mengundur hari persidangan.

d. Tetap Tidak Hadir Pada Sidang Berikutnya, Proses Pemeriksaan Dilangsungkan


Secara Kontradiktor

Jika ternyata pada sidang berikutnya tergugat dimaksud tetap tidak hadir tanpa
alasan yang sah, hakim dapat memilih tindakan berikut:

1. Mengundurkan sidang untuk kedua kalinya

· Hukum membenarkan hakim mengundurkan sekali lagi persidangan


untuk yang kedua kali;

· Berbarengan dengan itu, memerintahkan untuk memanggil tergugat


tersebut menghadiri sidang yang akan datang.

Meskipun hukum memperbolehkan, penerapan seperti ini dianggap kurang


tepat dan tidak profesional. Sehingga ada baiknya jika dihindari.

2. Melangsungkan pemeriksaan secara kontradiktor

Tindakan yang efektif dan efisien:

● Melangsungkan proses pemeriksaan terhadap para tergugat yang


hadir dengan penggugat secara kontradiktor (contradictoir) atau
op tegenspraak.
● Sedangkan bagi tergugat yang tidak hadir, pemeriksaan berlaku
baginya tanpa bantahan terhadap dalil penggugat, yang
berakibat, tergugat tersebut dianggap mengakui dalil penggugat.

Akan tetapi, meskipun proses pemeriksaan dianggap berlaku kepada tergugat


yang tidak hadir:

● Hakim wajib memerintahkan untuk memanggilnya pada sidang


berikutnya, dan
● Pada sidang berikutnya itu, kepadanya terbuka kesempatan mengajukan
bantahan apabila dia menghadiri persidangan.

Jadi, jika tergugat lebih dari satu orang, kemudian salah satu dari mereka tidak
hadir memenuhi panggilan sidang, maka sidang wajib diundur

16
PENUTUP

Kesimpulan
Menurut Pasal 388 HIR yaitu :
● panggilan sidang pertama kepada penggugat dan tergugat;
● panggilan menghadiri sidang lanjutan kepada pihak-pihak atau salah satu pihak
apabila pada sidang yang lalu tidak hadir baik tanpa alasan yang sah atau berdasarkan
alasan yang sah;
● panggilan terhadap saksi yang diperlukan atas permintaan salah satu pihak
berdasarkan Pasal 139 HIR (dalam hal ini mereka tidak dapat menghadirkan saksi
yang penting ke persidangan);
● selain daripada itu, panggilan dalam arti luas, meliputi juga tindakan hukum
pemberitahuan atau aanzegging (notification), antara lain:
1. pemberitahuan putusan PT dan MA,
2. pemberitahuan permintaan banding kepada terbanding,
3. pemberitahuan memori banding dan kontra memori banding , dan
4. pemberitahuan permintaan kasasi dan memori kasasi kepada termohon kasasi.
Tahap dan tindakan mendahului pemanggila yaitu:
a. penyampaian gugatan kepada pengadilan
b. pembiayaan biaya perkara
c. registrasi
d. penetapan majelis oleh ketua pengadilan
e. penetapan hari sidang

Putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan apabila tergugat tidak hadir atau tidak
juga mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap meskipun ia sudah dipanggil dengan
patut. Apabila tergugat tidak mengajukan upaya hukum verzet (perlawanan) terhadap putusan
verstek itu, maka putusan tersebut dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Penjelasan lebih lanjut mengenai putusan ini dapat Anda simak dalam artikel Putusan Verstek
dan Uang Panjar Pengadilan.

17
DAFTAR PUSTAKA

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/14970/05.%202%20bab%202.p
df?sequence=9&isAllowed=y

http://ptun-makassar.go.id/tata-cara-panggilan-dan-proses-yang-mendahuluinya/

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5aaf18303d84a/putusan-
verstek-jika-salah-satu-tergugat-tidak-hadir/

18

Anda mungkin juga menyukai