Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

FUNGSIONALISASI TIPOLOGI MANUSIA DALAM AL-QUR’AN DAN TAUHID


FUNGSIONAL SERTA POSISI PARADIGMA ILMU ISLAM TERAPAN DALAM
PROGRAM STUDI

Disusun Guna Memenuhi Tugas Ilmu Islam Terapan

Dosen : MC.Mifrohul Hana,M.E.SY

Disusun Oleh :

1. Heny Rahmawati (2020510103)


2. Intan Fuzia (2020510107)
3. Elda Aizzatur Rohmah (2020510117)

PRODI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Manusia merupakan hewan yang paling unik dan paling sempurna yang melata di muka
bumi ini. Perbedaan manusia dengan makhluk lain itu sangat tampak dan jelas. Manusia
memiliki akal, berbudi luhur dan dapat memilih dan memilah sesuatu yang ingin
diperbuatnya. Akan tetapi asal usul manusia hingga saat ini masih misteri bagi kalangan
ilmuan sehingga Alexis Carrel (1873-1944) seorang ilmuan dan dokter berkebangsaan
Perancis dan telah meraih dua kali nobel perdamaian menulis buku yang berjudul Manusia
adalah Makhluk yang Belum Dikenal.

Dari sekian banyak penemuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
yang sedemikian canggih, masih ada satu permasalahan yang hingga kini belum mampu
dijawab dan dijabarkan oleh manusia secara eksak dan ilmiah. Masalah itu ialah masalah
tentang asal usul kejadian manusia. Banyak ahli ilmu pengetahuan mendukung teori evolusi
yang mengatakan bahwa makhluk hidup (manusia) berasal dari makhluk yang mempunyai
bentuk maupun kemampuan yang sederhana kemudian mengalami evolusi dan kemudian
menjadi manusia seperti sekarang ini. Hal ini diperkuat dengan adanya penemuan-penemuan
ilmiah berupa fosil seperti jenis Pitheccanthropus dan Meghanthropus.

Di lain pihak, banyak intelktual muslim dan agamawan yang menentang adanya proses
evolusi manusia tersebut. Hal ini didasarkan pada berita-berita dan informasi-informasi yang
terdapat pada kitab suci masing-masing agama yang mengatakan bahwa Adam adalah
manusia pertama. Sebenarnya manusia telah mencurahkan perhatian dan usaha yang sangat
besar untuk mengetahui dirinya termasuk proses penciptaannya akan tetapi hanya mampu
mengetahui dari aspek tertentu manusia.

Dari penjelasan singkat ini, agamawan memberikan komentar bahwa pengetahuan


tentang manusia sedemikian sulit karena manusia merupakan satu-satunya makhluk yang
dalam unsur penciptaannya terdapat ruh ilahi.3 sedang manusia tidak diberi pengetahuan
yang banyak tentang ruh seperti yang terdapat dalam Q.S. al-Isra’/17: 85.
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian manusia ?


2. Bagaimana reproduksi manusia ?
3. Bagaimana proses penciptaan manusia ?
4. Apakah Pengertian Tauhid Fungsional?
5. Bagaimana Dampak Tauhid dalam kehidupan ?
6. Bagaimana Paradigma Tauhid dalam Program Studi?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang pengertian manusia.


2. Untuk mengetahui tentang reproduksi manusia.
3. Untuk mengetahui tentang proses penciptaan manusia.
4. Untuk mengetahui pengertian Tauhid Fungsional.
5. Untuk menjelaskan dampak Tauhid dalam kehidupan.
6. Untuk menjelaskan paradigma Tauhid dalam program studi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Manusia

Definisi manusia yang dikemukakan ilmuan sangat beragam tergantung dari aspek mana
ia meneliti dan mengkajinya. Sebagian ilmuan berpendapat bahwa manusia adalah makhluk
sosial karena ia melihat dari aspek sosialnya. Jika diamati lebih mendalam sifat-sifat dan
karakter manusia, khususnya bahwa manusia itu mempunyai bahasa yang teratur,
mempunyai keahlian untuk berbicara, berfikir, mamiliki kepekaan sosial, mempunyai
apresiasi estetika dan rasa yang tinggi serta mampu melakukan ritual ibadah kepada sang
pencipta maka wajarlah jika para filosof agama (Yahudi, Kristen dan Islam) mendefinisikan
manusia sebagai makhluk yang unik dari asal yang suci, bebas dan dapat memilih.

Pembahasan hakekat manusia dengan indikasi bahwa ia merupakan makhluk ciptaan di


atas bumi sebagaimana semua benda duniawi, hanya saja ia muncul di atas bumi untuk
mengejar dunia yang lebih tinggi. Manusia merupakan makhluk jasmani yang tersusun dari
bahan meterial dan organis. Kemudian manusia menampilkan sosoknya dalam aktivitas
kehidupan jasmani. Selain itu, sama halnya dengan binatang, manusia memiliki kesadaran
indrawi. Namun, manusia memiliki kehidupan spiritual-intelektual yang secara intrinsik tidak
tergantung pada segala sesuatu yang material.

Banyaknya definisi yang ditawarkan ilmuan, mendorong pada kesimpulan bahwa definisi
tentang manusia yang dapat disepakati dan diterima secara menyuluruh dan dapat
menggambarkan manusia secara utuh hingga saat ini belum ada. Namun selaku umat Islam
yang menjadikan al-Qur’an dan hadis sebagai sumber ajaran perlu mengkaji dan meneliti apa
dan bagaimana manusia dalam gambaran keduanya dengan pendekatan istilah yang
digunakan untuk manusia. Menurut M. Dawam Raharjo istilah manusia yang diungkapkan
dalam al-Qur’an seperti basyar, insan, unas, ins, ‘imru’ atau yang mengandung pengertian
perempuan seperti imra’ah, nisa’ atau niswah atau dalam ciri personalitas, seperti al-atqa, al-
abrar, atau ulu al-albab, juga sebagai bagian kelompok sosial seperti al-asyqa, zu alqurba, al-
du‘afa atau al-mustad‘afin yang semuanya mengandung petunjuk sebagai manusia dalam
hakekatnya dan manusia dalam bentuk kongkrit. Meskipun demikian untuk memahami
secara mendasar dan pada umumnya ada tiga kata yang sering digunakan al-Qur’an untuk
merujuk kepada arti manusia, yaitu insan dengan segala modelnya, yaitu ins, al-nas, unas
atau insan, dan kata basyar serta kata bani Adam atau zurriyat Adam.

B. Produksi dan Reproduksi Manusia

Al-Qur’an menguraikan produksi dan reproduksi manusia ketika berbicara tentang


penciptaan manusia pertama, Al-Qur’an menunjuk kepada sang pencipta dengan
menggunakan pengganti nama berbentuk tunggal,

“sesungguhnya aku akan menciptakan manusia dari tanah” (QS. Shad[38] 71).

Tetapi ketika berbicara tentang reproduksi manusia secara umum, yang maha pencipta
ditunjuk denganmenggunakan bentuk jamak. Terdapat dalam surat At-tin ayat 4, yang artinya
“sesungguhnya kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Hal
tersebut untuk menunjukkan perbedaan proses kejadian manusia secara umum dan proses
kejadian Adam a.s. Penciptaan manusia secara umum, melalui proses keterlibatan Tuhan
bersama selain-Nya, yaitu ibu dan bapak. Keterlibatan ibu dan bapak mempunyai pengaruh
menyangkut bentuk fisik dan psikis anak, sedangkan dalam penciptaan Adam, tidak terdapat
keterlibatan pihak lain termasuk ibu dan bapak.

Al-Qur’an tidak menguraikan secara rinci proses kejadian Adam, yang oleh mayoritas
ulama dinamai manusia pertama, yang disampaikannya dalam konteks ini hanya:

a. Bahan awal manusia adalah tanah


b. Bahan tersebut disempurnakan
c. Setelah proses penyempurnaannya selesai, ditiupkan kepadanya ruh illahi (QS Al-
Hijr[15]: 28-29, Shad[38]: 71-72).

Apa dan bagaimana penyempurnaan itu, tidak disinggung oleh Al-Qur’an, dari sinilah
terdapat sekian banyak cendikiawan dan ulama Islam, jauh sebelum Darwin yang melakukan
penyelidikan dan analisis sehingga berkesimpulan bahwa manusia diciptakan melalui fase
atau evolusi tertentu, dan bahwa ada tingkat-tingkat tertentu menyangkut ciptaan Allah.
Nama-nama seperti Al-Farabi (783-950 M), Ibnu Miskawah (wafat 1030 M), Muhammad bin
Syakir Al-Kutubi (1287-1363 M), Ibnu Khaldun (1332-1406 M) dapat disebut sebagai tokoh-
tokoh paham evolusi sebelum lahirnya teori evolusi Darwin(1804-1872 M). perlu
ditambahkan bahwa kesimpulan ulama-ulama tersebut tidak sepenuhnya sama dalam rincian
teori evolusi yang dirumuskan oleh Darwin. 1

C. Proses Penciptaan Manusia

Potensi manusia dijelaskan oleh al-Qur’an antara lain melalui kisah Adam dan Hawa
(QS. Al-Baqarah[2]: 30-39). Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa sebelum kejadian
Adam,Alah telah merencanakan agar manusia memikultanggung jawab kekhalifahan di
bumi. Untuk maksud tersebut disamping tanah (jasmani) dan Ruh ilahi (akal dan ruhani),
makhluk dianugrahi pulasebagai berikut:
a. Potensi untuk mengetahui nama dan fungsi benda-benda alam. Dari sini dapat ditarik
kesimpulan bahwa manusia adalah makhluk yang berkemampuan untuk menyusun
konsep-konsep, mencipta, mengembangkan, dan mengemukakakn gagasan, serta
melaksanakannya. Potensi ini adalah bukti yang membungkamkan malaikat, yang
tadinya merasa wajar untuk dijadikan khalifah di bumi, dan karenanya mereka bersedia
sujud kepada Adam.
b. Pengalaman hidup di surga, baik yang berkaitan dengan kecukupan dan kenikmatannya,
maupun rayuan iblis dan akibat buruknya. Pengalaman di surga adalah arah yang harus
dituju dalam membangun dunia ini, kecukupan sandang, pangan, dan papan, serta rasa
aman terpenuhi (QS Thaha[20]: 116-119), sekaligus arah terakhir bagi kehidupannya di
akhirat kelak. Sedangkan godaan iblis, dengan akibat yang sangat fatal itu adalah
pengalaman yang amat berharga dalam menghadapi rayuan iblis di dunia, sekaligus
peringatan bahwa jangankan yang belum masuk, yang sudah masuk ke surga pun, bila
mengikuti rayuannya akan terusir.
c. Petunjuk-petunjuk Keagamaan.
Masih banyak ayat-ayat lain yang dapat dikemukakan tentang sifat dan potensi
manusia serta arah yang harus ia tuju.
Dari kitab suci Alquran dan hadis hadis Nabi SAW. Diperoleh informasi serta
isyarat-isyarat yang boleh jadi dapat mengungkap sebagian misteri makhluk ini. Namun

1
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Penerbit
Mizan Anggota IKAPI, 1999), hlm. 280-281.
demikian, pemahaman atau informasi dan isyarat tersebut tidak dapat dilepaskan dari
subjektivitas manusia, sehingga Ia tetap mengandung kemungkinan benar atau salah,
seperti halnya yang dikemukakan oleh tulisan ini.
Secara tegas Alquran mengemukakan bahwa manusia pertama diciptakan dari
tanah dan ruh Ilahi melalui proses yang tidak dijelaskan rinciannya, sedangkan
reproduksi manusia, walaupun dikemukakan tahapan-tahapannya, namun tahapan
tersebut lebih banyak berkaitan dengan unsur tanahnya.
Isyarat yang menyangkut unsur immaterial, ditemukan antara lain dalam uraian
tentang sifat-sifat manusia, dan dari uraian tentang fitrah, nafs, qalb, dan ruh yang
menghiasi makhluk manusia.2
D. Pengertian Tauhid Fungsional
Tauhid adalah suatu ilmu yang membahas tentang ‘’ wujud Allah’’.Tentang sifat-sifat
yang wajib tetap pada-Nya. Sifat-sifat yang wajib diifatkan kepadanya dan tentang sifat-sifat
yang sama sekali wajib dilenyapkan dari pada-Nya; juga membahas tentang para Rosul Allah,
meyakinkan kerosulan mereka, meyakinkan apa yang wajib ada pada diri mereka, apa yang
boleh dihubungkan (nisbah) kepada diri mereka dan apa yang terlarang menghubungkannya
kepada diri mereka.3
Asal makna’’ tauhid’’ ialah meyakinkan, bahwa Allah adalah’’satu’’ tidak ada syarikat
bagi-Nya.Sebabnya dinamakan ‘’ilmu Tauhid’’ ialah karena bahagianya yang terpenting,
menetapkan sifat’’wahdah’’ (satu) bagi Allah dalam zat-Nya dan dalam perbuatan-Nya
menciptakan alam seluruhnya dan bahwa ia sendiri-Nya pula tempat kembali segala alam ini
dan penghabisan segala tujuan. Keyakinan (Tauhid) inilah yang menjadi tujuan paling besar
bagi kebangkitan Nabi SAW, seperti ditegaskan dalam ayat-ayat kitab suci, yang akan
diterangkan kemudian.
Kadang-kadang dinamakan juga ia ‘’ilmu kalam’’ ialah karena ada kalanya masalah
yang paling masyhur dan banyak menimbulkan perbedaan pendapat di antara ulama-ulama
kurun pertama, yaitu: apakah ‘’Kalam Allah’’ (wahyu) yang dibacakan itu ‘’baharu’’ atau
‘’kadim’’.Dan ada kalanya pula, karena ilmu Tauhid itu dibina oleh dalil akal (rasio), di mana

2
Ibid, hlm. 282-283.
3
Syekh Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, Bulan Bintang, Jakarta, 1989, Hal. 1-4.
bekasnya nyata kelihatan dari perkataan setiap para ahli yang turut berbicara tentang ilmu itu.
Namun begitu, amat sedikit sekali orang yang mendasarkan pendapatnya kepada dalil naqal
(Al-Qur’an dan Sunnah Rasul), kecuali setelah ada ketetapan
Fungsional adalah usaha menanamkan nilai-nilai yang menekankan kepada segi
kemanfaatan bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari,sesuai dengan tingakatan
perkembangannya.
E. Dampak Tauhid dalam kehidupan
Tauhid yang murni dan terbebas dari campuran-campuran syirik jika terealisasi dalam
kehidupan pribadi dalam kehidupan seseorang atau terwujud dalam kehidupan bangsa, tauhid
akan memberikan buah yang sangat manis, dan pengaruh yang sangat bermanfaat pada
kehidupan. Diantara buah dan pengaruh tauhid itu adalah:
1. Kemerdekaan manusia
Syirik dengan segala bentuk dan penampilannya tidak lain hanyalah merupakan
penghinaan dan penurunan martabat manusia, sebab ia mengharuskan ketundukan kepada
makhluk dan penghambaan pada sesuatu atau manusia yang tidak menciptakan sesuatupun,
bahkan mereka diciptakan mereka tidak memiliki kemampuan apapun untuk
menghindarkan bahaya dari dirinya atau meraih manfaat dan tidak memiliki pula
kemampuan menghidupkan, mematikan, dan membangkitkan (setelah kematian).4
Akan tetapi, tauhid pada kenyataannya merupakan pembebasan dan kemerdekaan
manusia dari segala bentuk penghambaan selain kepada Robb yang menciptakan dan
menyempurnakan ciptaannya:
a. Pembebasan akalnya dari khurafat dan waham (ilusi kosong).
b. Pembebasan jiwanya dari kehinaan, kerendahan, dan ketidakberdayaan
c. Pembebasan kehidupannya dari kekuasaan dan eksploitasi para Fir’aun, Tuhan dan
orang-orang yang mengaku sebagai Tuhan yang memperbudak sesama hamba Allah.
2. Pembentukan pribadi yang harmonis
Tauhid membantu pembentukan kepribadian yang harmonis, sehingga arah hidupnya
jelas, satu tujuan, dan konkret jalannya.Ia tidak mempunyai kecuali satu Tuhan yang ia
hadapkan dirinya kepada-Nya, baik dalam suasana sendirian atau dihadapan khalayak. Ia
4
Yusuf Qardhawy,Hakikat Tauhid dan Fenomena Kemusyrikan, Robbani Press, Jakarta, 1998, Hal. 146-147.
memohon kepada-Nya dalam kesenangan dan kesulitan, dan beramal dalam hal-hal yang
menjadikannya ridho, kecil ataupun besar.
Berbeda dengan orang yang menyekutukan Allah. Hatinya terbagi-bagi untuk
beberapa Tuhan, kehidupannya tercabik-cabik oleh berbagai sesembahan, sesekali
menghadap Allah dan dikali yang lain menghadap kepada patung-patung atau sesekali
menghadap patung ini dan kali yang lain menghadap patung yang lain.5
3. Tauhid sumber rasa aman
Tauhidullah bias memenuhi jiwa manusia dengan rasa aman dan ketenangan, ia tidak
lagi keintimidasi oleh berbagai ketakutan yang menguasai orang-orang musyrik, sebab ia
telah menutup celah-celah ketakutan yang oleh orang musyrik dibuka untuk
dirinya,ketakutan kepada rizki, ajal atau kematian, jiwa, keluarga dan anak-anak, ketakutan
pada manusia dan jin, ketakutan kepada kematian dan kehidupan setelah mati.
Adapun seorang mukmin yang bertauhid ia tidak takut pada apa dan siapapun selain
Allah sehingga ia tetap terlihat aman pada saat orang lain ketakutan, tentram pada saat
orang lain gelisah dan tenang pada saat orang lain gelisah.
4. Tauhid sumber kekuatan jiwa
Tauhid memberikan kekuatan jiwa kepada orang yang memilikinya, sebab jiwanya
dipenuhi rasa optimisme, percaya, tawakkal, ridho terhadap qadha’ Allah, sabar atas
ujiannya dan tidak membutuhkan makhluk.Ia kokoh bagaika tidan gunung, tidak
tergoyahkan oleh bencana.
Pada saat tertimpa musibah atau dikungkung oleh kesulitan, ia tidak mau kembali
kepada mahluk, ia hadapkan hatinya kepada allah, hanya kepadanya ia memohon, hanya
darinya ia meminta, kepadanya ia berpegangan, tidak mengharap selain dia, dalam
menolak bahaya dan menggapai kebaikan, tidak menengadahkan tangannya kepada siapa
pun kecuali Allah, dengan penuh pendekatan, permohonan dan inabah atau kembali.
5. Tauhid landasan persaudaraan dan persamaan
Telah disebutkan dimuka bahwa Tauhid adalah dasar bagi kebebasan dan kemerdekaan
manusia, ia juga pencetus syiar kemuliaan dan kehormatan manusia.

5
Yusuf Qardhawy,Hakikat Tauhid dan Fenomena Kemusyrikan, Robbani Press, Jakarta, 1998, Hal. 148.
Disamping itu, ia juga merupakan dasar bagi kokohnya ukhuwah insaniyyah dan
musawah basyariyah, sebab ukhuwah dan persamamaan tidak bisa terealisasi pada
kehidupan manusia jika sebagian mereka menjadi Tuhan bagi sebagian yang lain. Tetapi
jika semuanya adalah hamba Allah maka ini merupakan dasar musawah atau persamaan
dan persaudaraan antar sesama manusia.6
F. Paradigma Tauhid dalam Program Studi

Pembahasan paradigma tauhid menjelaskan bahwa alam dan kehidupan merupakan satu
sistem yang holistik dan integral yang menempatkan Allah sebagai satu-satunya sentral.Bagi
orang yang beriman tidak ada keraguan untuk memaknai sentral tersebut.Paradigma tauhid
berpandangan bahwa alam dan kehidupan merupakan sistem yang menyeluruh dan integral,
yang menempatkan Allah sebagai satu-satunya sentral (the ultimate reality).Yang dimaksud
dengan satu-satunya sentral adalah Al Khaliq Al Ghany (satu-satunya pencipta yang tak
bergantung), sedangkan alam dan kehidupan adalah Al Makhluk Al Faqir (makhluk yang
bergantung). Setidaknya ada dua pokok konsep dalam paradigma ini yaitu holistik-
integralistik dan menempatkan Allah sebagai the ultimate reality, dan apabila digabungkan
antara sekuler dan dikotomistis tentang ilmu ini maka semua akan menjadi pragmentaris.7

Dalam memantapkan urgensi pengembangan prinsip (paradigma) tauhid dalam integrasi


nilai, Kartanegara menjelaskan bahwa ada enam permasalahan yang memerlukan pembenahan
sebagai akibat dikotomi ilmu yang sekuler yaitu menyangkut status keilmuan, kesenjangan
tentang sumber ilmu umum dan ilmu agama, objek ilmu yang dianggap sah sebuah disiplin
ilmu, adanya disintegrasi pada tataran klasifikasi ilmu, masalah metodologi ilmiah dan
sulitnya mengintegrasikan pengalaman manusia khususnya indera, intelektual dan intuisi
sebagai pengalaman yang legitimasi dan riil pada manusia.

Pembelajaran yang kental dengan nilai-nilai dan makna adalah pembelajaran humanistik
dan kontektual, akan tetapi kedua pembelajaran tersebut hanya berkisar pada kehidupan di
6
Yusuf Qardhawy,Hakikat Tauhid dan Fenomena Kemusyrikan, Robbani Press, Jakarta, 1998, Hal. 156.

7
Muslim A. Kadir, Ilmu Islam Terapan: Menggagas Paradigma Amali dalam Agama Islam, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2003, Hal. 82.
dunia saja tidak pernah naik ke nilai-nilai ilahiyah. Sebab alam telah merancang semuanya
untuk menggabungkan pengetahuan dan tindakan.

Kehidupan paradigma tauhid menemukan urgensi bagi pengembangan


pembelajaran.Paradigma ini menghendaki agar seluruh entitas baik di bumi atau di langit,
entitas empirik maupun ghaib terintegrasi secara seimbang dalam mengembangkan teori dan
praktek pembelajaran.Paradigma ini justru menempatkan Allah sebagai The Ultimate of
Reality. Paradigma ini menghendaki agar para pendidik muslim mengkontruksi teori dan
praktek pembelajarannya. Paradigma ini akan mampu menata ulang status keilmuan antara
ilmu umum dengan ilmu agama, sumber keilmuan, objek-objek keilmuan, klasifikasi
keilmuan, metodologi keilmuan dan langkah-langkah integrasian ilmu agama dan ilmu
umum.8

Semangat pencairan paradigma tersebut pada pembelajaran perlu dikembangkan


menjadi prinsip-prinsip diantaranya:

a. Rahmaniyah (kasih sayang)


b. Takamuliyah (integratif)
c. Syumuliyah (komprehensif)
d. Tawzuniyah (balance)
e. Istimroriyah (continuity)
f. Wasaliyah (kemediaan)
g. Rabbaniyah (bersumber pada nilai ilahiyah)
h. Uswiyah (keteladanan)

Dicermati dari aspek ini, paradigma ilmu tauhid sebagai perkembangan pemikiran
dalam rangka alih keberagaman, masih terbatas pada sebagian yang diperlukan oleh proses
itu. Ilmu tauhid masih terbatas pada bahasan yang bercorak pemahaman tentang
konsep.Keterbatasan kedua adalah cakupan masalah yang cenderung mengarah ke masalah
ketuhanan atau eskatologis dan secara jelas mengesampingkan aspek praktis dari perilaku

8
Muslim A. Kadir, Ilmu Islam Terapan: Menggagas Paradigma Amali dalam Agama Islam, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2003, Hal. 83.
iman.Diukur dari dimensi keberagaman pada masa Rasulullah dapat dipahami bahwa
paradigma ini masih menyisakan masalah-masalah pokok yang cukup besar.9

Masalah pokok yang tersisa ini adalah aspek iman dan perilaku praktis sebagai bagian
utuh keberagaman dalam islam. Masalah pokok yang seharusnya menjadi bahan kajian ilmu
tentang aqidah Islam dapat disebut dengan paradigma terapan. Jika proses alih keberagaman
yang terjadi di masa kemunduran dicermati maka dapat dipahami sebagai salah satu faktor
keterbatasan potensi. Pada masa ini yang dibutuhkan umat Islam adalah perbuatan konkret
dan praktis.Oleh karena itu paradigma terapan menjadi tawaran tunggal untuk memecahkan
kesulitan ini.

Ilmu dalam perspektif Islam dibangun atas landasan tauhid.Tauhid merupakan sebuah
pandangan umum tentang realitas, kebenaran, ruang, waktu, dunia dan sejarah. Sebagai
pandangan dunia tauhid meliputi prinsip-prinsip berikut:10

1. Realitas
Realitas meliputi dua kategori umum yaitu Tuhan (pencipta) dan bukan Tuhan
(ciptaan).Realitas pertama mempunyai satu anggota yaitu Allah yang bersifat mutlak dan
Maha Kuasa. Sedangkan realitas kedua berupa tatanan ruang dan waktu, pengalaman dan
proses penciptaan serta semesta.
2. Ideasionalitas
Hubungan antara dua struktur realitas pada dasarnya bersifat ideasional.Dasar pikirnya
bahwa manusia memiliki kemampuan berpikir sebagai potensi untuk memahami kehendak
Tuhan baik secara langsung melalui pemahaman terhadap kehendak yang tersurat dalam
firman-Nya maupun secara tidak langsung lewat pengamatan terhadap ciptaan-Nya.
3. Teleologis

9
Muslim A. Kadir, Ilmu Islam Terapan: Menggagas Paradigma Amali dalam Agama Islam, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2003, Hal. 88.

10
Muhammad Taqi Misbah Yazdi, Filsafat Tauhid: Mengenal Tuhan Melalui Nalar dan Firman, Mizan, Kairo,
2003, Hal. 56-60.
Hakikat kosmos bersifat teleologis, bertujuan, terencana atau didasarkan pada maksud-
maksud tertentu Sang Pencipta.Dari pemahaman paradigma tauhid di atas dapat dibangun
basis ontologis, basis epistemologis dan basis etis ilmu berdasarkan Islam.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu dalam perspektif Islam
bersumber dari Allah dan dicari untuk mengenal dan mengabdi kepada-Nya.Mengabdi kepada
Allah melalui perbuatan baik dengan memakmurkan bumi, mensejahterakan manusia dan
makhluk serta melestarikan semesta.Ilmu dalam pandangan Islam diperoleh dari Allah Yang
Maha Esa dan oleh karenanya Islam menganut kesatuan pengetahuan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan tentang manusia dalam al-Qur’an di atas, pemakalah membuat


beberapa poin sebagai kesimpulan dalam makalah ini sebagai berikut:
Term dalam al-Qur’an yang merujuk pada manusia ada yang menunjuk pada makna umum
dan ada yang menunjuk pada makna khusus. Terma umum seperti al-basyar, al-ins, al-nas
dan al-insan, sedangkan terma khusus seperti al-rajul, imra’ah dan sejenisnya. Namun dalam
makalah ini, pemakalah menjelaskan tentang al-basyar yang menunjuk pada manusia dari
aspek makhluk fisik yang dapat diamati secara empirik, al-insan yang dapat dihubungkan ke
dalam 3 aspek, yaitu: insan dihubungkan dengan keistimewaannya sebagai khalifah atau
pemikul amanah, insan dihubungkan dengan predisposisi negatif diri manusia, dan insan
dihubungkan dengan proses penciptaan manusia. Semua konteks insan menunjuk pada sifat-
sifat psikologis atau spiritual, sedangkan al-nas yang mengacu pada manusia sebagai
makhluk sosial.

Secara tegas Alquran mengemukakan bahwa manusia pertama diciptakan dari tanah dan
ruh Ilahi melalui proses yang tidak dijelaskan rinciannya, sedangkan reproduksi manusia,
walaupun dikemukakan tahapan-tahapannya, namun tahapan tersebut lebih banyak berkaitan
dengan unsur tanahnya. Isyarat yang menyangkut unsur immaterial, ditemukan antara lain
dalam uraian tentang sifat-sifat manusia, dan dari uraian tentang fitrah, nafs, qalb, dan ruh
yang menghiasi makhluk manusia.

Proses penciptaan manusa terdapat dalam al-Qur’an dan hadis. Al-Qur’an menjelaskan
dengan detail tentang proses penciptaan manusia, baik manusia pertama maupun manusia
selanjutnya. Hal tersebut dapat dipahami dari penggunaan kata yang digunakan mulai dari
turab berubah menjadi tin, berubah menjadi hama’in masnun dan akhirnya menjadi salsal.
Dengan demikian, penggabungan informasi yang ditemukan dalam al-Qur’an dan hadis
menguatkan tentang proses penciptaan tersebut. Pada akhir proses penciptaan itu, Allah swt.
meniupkan ruh sebagai penggerak jasadnya.
Tauhid fungsional merupakan ilmu tauhid yang menanamkan nilai-nilai yang
menekankan pada segi kemanfaatan bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan
tingkatan perkembangannya.Paradigma tauhid adalah upaya untuk menemukan urgensinya
bagi pengembangan ilmu pengetahuan dengan sistem pembelajaran dalam pendidikan Islam.
Paradigma ini akan menata ulang tentang status keilmuan antara ilmu umum dan agama. Ilmu
tauhid membawa dampak dalam kehidupan yaitu kemerdekaan manusia, pembentukan pribadi
yang harmonis, sumber rasa aman, sumber kekuatan jiwa dan landasan persaudaraan dan
persamaan.

B. Saran

Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan kesalahan, baik
dari segi penulisan maupun dari segi penyusunan kalimatnya dan dari segi isi juga masih
perlu ditambahkan.Oleh karena itu, kami mengharapkan kepada para pembaca makalah ini
agar dapat memberikan kritik dan masukan yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA

Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan


Umat, Bandung: Penerbit Mizan Anggota IKAPI, 1999.
Abdul Gaffar, Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an, Tafsere Vol. 4 No. 2, Tahun 2016.

Abduh, Syekh Muhammad. Risalah Tauhid. Jakarta: Bulan Bintang. 1989.

Kadir, Muslim A. Ilmu Islam Terapan: Menggagas Paradigma Amali dalam Agama Islam.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2003.

Qardhawy, Yusuf. Hakikat Tauhid dan Fenomena Kemusyrikan. Jakarta: Robbani Press. 1998.

Yazdi, Muhammad Taqi Misbah. Filsafat Tauhid: Mengenal Tuhan Melalui Nalar dan Firman.
Kairo: Mizan. 2003.

Anda mungkin juga menyukai