A. DEFINISI
Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat defisiensi
insulin atau resistensi insulin. (Suyono, 2018).
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah daripoada rentang
kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140 –
160 mg /100 ml darah . (Elizabeth J. Corwin, 2001 dalam Misdawati, 2014).
B. KLASIFIKASI
Menurut Rudijanto (2014) klasifikasi Diabetes melitus menurut American
Diabetes Association, yaitu :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes tipe ini terjadi akibat kerusakan pankreas yang menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin yang absolut dan seringkali didiagnosa pada usia
anak-anak atau remaja. Kerusakan tersebut disebabkan oleh proses autoimun
dan proses yang tidak diketahui (idiopatik). Kelangsungan hidup bagi
diabetisi tipe 1 ini memerlukan asupan insulin dari luar.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Sekitar 95% penyandang diabetes merupakan penyandang diabetes melitus
tipe 2. Tingginya kadar glukosa darah disebabkan karena penurunan produksi
insulin oleh pankreas dengan latar belakang resistensi insulin. Pada tipe ini
terkadang diperlukan pemberian insulin dari luar apabila produksi insulin oleh
pankreas sudah sangat menurun, sehingga glukosa darah tidak dapat lagi
dikendalikan dengan pengaturan pola hidup sehat bersama pemberian obat-
obatan yang diminum (obat anti diabetes oral)
3. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes gestasional merupakan kelompok para ibu dengan peningkatan kadar
glukosa darah yang abnormal pada saat kehamilan dan akan kembali normal
setelah melahirkan. Tipe ini merupakan faktor risiko terjadinya diabetes
melitus pada masa mendatang.
C. ETIOLOGI
I. Diabetes Tipe I
1. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predispoisi atau kecederungan genetik kearah terjadinya
DM tipe I. kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA.
2. Faktor-faktor imunologi
Adanya respon otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah olah sebagai
jaringan asing yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
II. Diabetes tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui factor genetic
yang memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin
Faktor-faktor resiko :
a) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65
tahun).
b) Obesitas.
c) Riwayat keluarga
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Brunner dan Suddarth (2002) dalam Nuari (2017) pada DM tipe
I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas
telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan
tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam
urine (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotic. Pasien
mengalami peningkatan dalam berkemih (polyuria) dan rasa haus (polidipsi).
Pada DM tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II
disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk
mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah
harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkatkan. Namun jika sel-sel tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Sedangkan pada diabetes
gestasional terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum
kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-
hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita
yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal.
E. PATHWAY
F. PATOGENESIS
Menurut Suyono (2018) pathogenesis diabetes melitus, dibagi menjadi dua
yaitu :
1. Patogenesis diabetes tipe 1
Diabetes ini terjadi karena adanya reaksi autoimun sehingga produksi
insulinnya tidak ada. Pada individu dengan diabetes tipe 1, terdapat adanya
ICA (Islet Cell Antibody) yang meningkat kadarnya oleh karena beberapa
faktor pencetus seperti infeksi virus, contohnya virus rubella, herpes, dll
hingga timbulnya peradangan pada sel beta (insulitis) yang akhirnya
menyebabkan kerusakan permanen sel beta. Namun yang diserang hanya
pada sel beta, sel alfa dan delta tetap utuh.
2. Patogenesis diabetes tipe 2
Diabetes tipe ini ditandai dengan adanya resistensi insulin. Pada stadium
prediabetes, mula-mula timbul resistensi insulin yang kemudian disusul oleh
peningkatan sekresi insulin untuk mengkompensasi resistensi insulin
tersebut agar kadar glukosa darah tetap normal. Namun, lama kelamaan sel
beta tidak sanggup lagi mengkompensasi resistensi insulin itu hingga kadar
glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta makin menurun. Saat itulah
diagnosis diabetes melitus ditegakkan. Penurunan sel beta berlangsung
progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mengeksresi insulin
sehingga kadar glukosa darah semakin meningkat.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes
Melitus) digolongkan sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007 dalam
Wijayanti, 2016)
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka
pendek dari
glukosa darah
a. Hipoglikemia / Koma Hipoglikemia
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah
yang normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah
satu bentuk dari kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik.
Pada kasus spoor atau koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus
dicurigai sebagai suatu hipoglikemik dan merupakan alasan untuk
pembarian glukosa. Koma hipoglikemik biasanya disebabkan oleh
overdosis insulin. Selain itu dapat pula disebabkan oleh karana terlambat
makan atau olahraga yang berlebih.
b. Hiperglikemik
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah daripoada
rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa
sekitar 140 – 160 mg /100 ml darah. Hiperglikemia dapat disebabkan
defisiensi insulin yang dapat disebabkan oleh proses autoimun, kerja
pancreas yang berlebih, dan herediter. Insulin yang menurun
mengakibatkan glukosa sedikit yang masuk kedalam sel. Hal itu bisa
menyebabkan lemas dengan kadar glukosa dalam darah meningkat.
c. Ketoasidosis Diabetic (KAD)
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai
dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Tidak adanya insulin
atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan
oleh :
1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2) Keadaan sakit atau infeksi
3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis
dan tidak diobati.
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah terdiagnosa menderita
diabetes melitus.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi
koroner, vaskular perifer dan vaskular serebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk
memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi
serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
e. Ulkus/ gangren/ kaki diabetik
J. MANAJEMEN DM
Menurut Mahmudin (2012) tujuan utama terapi diabetes adalah dengan
menormalkan aktivitas insulin dan kadar gula darah dalam upaya untuk
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Merujuk pada
hasil konsensus PERKENI tahun 2011 menyebutkan 5 pilar manajemen DM
tipe 2, meliputi :
1. Manajemen diet
2. Latihan fisik
3. Pemantauan kadar glukosa darah dan HbA1c
4. Terapi
5. Edukasi Kesehatan DM
K. PENATALAKSANAAN
a. Diet
b. Olahraga
c. Edukasi/penyuluhan
Harus rajin mencari banyak informasi mengenai diabetes dan
pencegahannya. Misalnya mendengarkan pesan dokter, bertanya pada
dokter, mencari artikel mengenai diabetes
d. Pemberian obat-obatan
Pemberian obat obatan dilakukan apabila pengcegahan dengan cara
(edukasi,pengaturan makan,aktivitas fisik) belum berhasil, bearti harus
diberikan obat obatan
A. PENGKAJIAN
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian
perlu dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang diagnosa. Data tersebut
harus seakurat akuratnya, agar dapat digunakan dalam tahap berikutnya, meliputi
nama pasien,umur, keluhan utama
1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
esktremitas,luka yang sukar sembuh Sakit kepala, menyatakan seperti mau
muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
b. Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung
seperti Infark miokard
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
2. Pengkajian Pola Gordon
a. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan
tatalaksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren pada kaki diabetik, sehingga menimbulkan persepsi negatif
terhadap diri dan kecendurangan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama,lebih dari 6 juta dari penderita DM
tidak menyadari akan terjadinya resiko kaki diabetik bahkan mereka takut
akan terjadinya amputasi (Debra Clair,Jounal Februari 201)
b. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan
keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan
menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengarui
status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor
kulit jelek , mual muntah.
c. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing(poliuri) dan pengeluaran glukosa
pada urine(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
d. Pola ativitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur,tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan
sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahanotot otot pada
tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melakukan aktivitas
sehari hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
e. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang luka,sehingga
klien mengalami kesulitan tidur
f. Kongnitif persepsi
Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/ mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan.
g. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh ,
lamanya perawatan, banyaknya baiaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem)
h. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
malu dan menarik diri dari pergaulan.
i. Seksualitas
Angiopati daoat terjadi pada pebuluh darah diorgan reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek,gangguan kualitas maupun ereksi seta
memberi dampak dalam proses ejakulasi serta orgasme. Adanya
perdangan pada vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada
pria. Risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan
nefropatai.
j. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik, persaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis yang
negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping
yang kontruktif/adaptif.
k. Nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengarui pola ibadah penderita.
3. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan
darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau
normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami
perubahan jika terjadi infeksi.
b. Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi
komplikasi kulit terasa gatal.
c. Pemeriksaan Kepala dan Leher
Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi pembesaran
kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous
Pressure) normal 5-2 cmH2.
d. Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan
cepat dan dalam.
e. Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
f. Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
g. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Sering BAK
h. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan
i. Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa
baal
j. Pemeriksaan Neurologi
GCS :15, Kesadaran Compos mentis Cooperative (CMC)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin
2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik
3. Infeksi b.d peningkatan Leukosit
4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas
C. RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NOC NIC
1 Ketidakstabilan gula darah Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen hiperglikemia
b.d resistensi insulin selama 1x 24 jam maka ketidakstabilan gula Observasi :
darah membaik
- Identifikasi kemungkinan penyebab
KH :
hiperglikemia
- Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
Kestabilan kadar glukosa darah
Terapeutik :
membaik
- Berikan asupan cairan oral
Status nutrisi membaik
Edukasi :
Tingkat pengetahuan meningkat
- Ajurkan kepatuhan terhadap diet dan
olah raga
Kolaborasi :
Terapeutik :
- Berikan dukungan untuk
menjalaniprogram pengobatan
dengan baik dan benar
Edukasi:
- Jelaskan mamfaat dan efek samping
pengobatan
- Anjurkan mengosomsi obat
sesuaiindikasi
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses
penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang
sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Nursallam, 2011).
E. EVALUASI
Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :
a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi
dilakukan sampai dengan tujuan tercapai
b. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi
ini menggunakan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia rizki. 2017. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diabetes Melitus
Tipe II”. Jurnal Kesehatan
Hasdianah. 2014. Mengenal Diabetes Melitus Pada Orang Dewasa Dan Anak-Anak
Dengan Solusi Herbal. Nuha Medika : Yogyakarta.
Nuari Nian Afrian. 2017. Strategi Manajemen Edukasi Pasien Diabetes Mellitus.
Deepublish : Yogyakarta.