Anda di halaman 1dari 2

Syukurilah ketika masih kuat

Malam itu udara tak begitu dingin dan juga panas, juga tak sesunyi biasanya dengan
suara gemuruh anak-anak di luar sana yang masih bercengkrama di tengah malam,
rembulanpun bersinar begitu cerah menyinari bangunan megah nan indah bagi para
penghuninya dan kesunyian malam itu. Diri ini terbangun disaat orang-orang masih
terlelap dalam tidurnya yaitu pukul 01.45. Alhamdulillah Allah masih menyayangiku
dengan tergeraknya jiwa ini untuk melaksanakan sholat Isya, maklum tidur cepat
karena merasa pusing setelah maghrib. Disusul dengan sholat malam yang tak
banyak roka’atnya kukerjakan, diteruskan dengan dzikir dan terbesit hati ini ingin
merasakan nikmatnya hidup tanpa selalu makan apa yang diinginkannya seperti
halnya orang miskin disana.

Tepat pukul 04.00 panggilan illahi lantunan indah terdengar di ujung terindah,
dimana tempat ini sangat dirindukan oleh orang-orang yang merasakan kenyamanan
dan ketentraman di dalamnya. Ku segera langkahkan kaki untuk memenuhi
panggilannya dengan langkah kecilku menggerakkan sepeda beroda dua, mata masih
setegah sadar dengan basuhan air wudhu. Alhamdulillah aku selalu dipertemukan
dengan orang baik di dalamnya dan sellau memotivasiku untuk tidak bosan dan letih
saat mendatanginya. Aku lakukan ini saat matahari belum muncul di permukaan dan
ketika matahari tak tampak lagi. Mungkin orang heran dan bertanya: “kenapa sih
ibadah kok harus jauh kesana? Kenapa gak di tempat terdekat aja sih?”. Jawabanku
hanya satu: “syukur”. Ha, maksudnya syukur di sini apa?. Oke aku jelaskan.

Alhamdulillah masih bisa menghirup udara segar, masih kuat melangkahkan kaki
ataupun bersepeda bahkan orang yang jauh sekalipun mampu untuk meraihnya
namun kenapa kita tidak, masih kuat untuk membasuh muka dengan air
keberkahan. Bagaimana aku mensyukuri itu? ya dengan aku syukuri nikmat itu
selalu mengingat Rabbku dan ku langkahkan kaki ke rumah-Nya.

Setelah usai ibadah kulakukan bersama temanku, aku teruskan dengan menghafal
sedikit ayat agar ku tak gampang melupakannya. Diapun juga begitu. Pulang, terbesit
dalam hatinya, “ayok kita bersepeda dengan pakai mukena, kayaknya jarang banget”
ucapnya. Aku bingung sekejap, tapi itu satu hal yang agak konyol sebenarnya kita
lakukan. Ya sudahlah, mungkin ini bisa buat pengalaman juga, hehhe.

Kita kayuh sepeda dengan menikmati udara yang tak begitu segar dan sejuk. Setelah
beberapa langkah, aku mulai bertanya dengannya: “kenapa kamu selalu memenuhi
panggilan Rabb dengan melangkahkan kakimu ke ujung terindah?” tanyaku. Satu
kata yang dia lontarkan, “syukur”. Dia memang orang yang kaku, pendiam dengan
sejuta makna. Jawabannya dan jawabanku sama. Alhamdulillah aku masih
dipertemukan dengan teman-teman yang baik dan mendukung akan kebaikan sellau.
Sampai jika kita tak bersapa disana, yang dia pertanyakan. “kemana tadi kok gak
dateng?”. Itu satu pertanyaan yang membuatku sellau semangat melangkahkan
kakiku. Semoga kita menjadi hamba yang dirindukan Rabb dan menjadi ahlu surga.
Aamiin.

Anda mungkin juga menyukai