Anda di halaman 1dari 61

PROPOSAL

LITERATURE REVIEW

EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE WATER TEPID SPONGE

TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH

DEMAM TIFOID PADA ANAK

AINUN DYAH PITALOKA

173210042

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

2021
EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE WATER TEPID SPONGE

TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH DEMAM TIFOID PADA

ANAK

PROPOSAL LITERATURE REVIEW/ TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Studi

S1 Ilmu Keperawatan Pada Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang

AINUN DYAH PITALOKA

173210042

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

2021
HALAMAN PERSETUJUAN

PROPOSAL

LITERATURE REVIEW

Judul : EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE WATER

TEPID SPONGE TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH

DEMAM TIFOID PADA ANAK

Nama Mahasiswa : AINUN DYAH PITALOKA

NIM : 173210042

TELAH DISETUJUI KOMISI PEMBIMBING

PADA TANGGAL 27 MEI 2021

Pembimbing Ketua Pembimbing Anggota

Hindyah Ike Suhariati,S.K ep.,Ns.,M.K ep Anita Rahmawati,S.K ep.,Ns.,M.K ep

NIDN. 0707057901
NIDN. 0707108502

Mengetahui,

Ketua Program Studi

S1 Ilmu Keperawatan

Inayatur Rosyidah,S.K ep.,Ns.,M.K ep


NIDN. 0703048301
PROPOSAL

LITERATURE REVIEW

Karya Tulis Ilmiah ini telah diajukan oleh :

Nama Mahasiswa : Ainun Dyah Pitaloka

Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan

Judul : EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE WATER

TEPID SPONGE TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH

DEMAM TIFOID PADA ANAK

Telah berhasil dipertahankan dan diuji di hadapan Dewan Penguji dan diterima

sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada

Program Studi

S1 Ilmu Keperawatan

Komisi Dewan Penguji

TANDA
NAMA
TANGAN

Ketua Dewan : Dr. Hariyono,M.Kep

Penguji NIDN.0718028101 ( )

Penguji I : Hindyah Ike,S.Kep.,Ns.,M.Kep

NIDN.070705901 ( )

Penguji II : Anita Rahmawati,S.Kep.,Ns.,M.Kep ( )


NIDN.0707108502
Ditetapkan di : JOMBANG

Pada Tanggal : 27 MEI 2021


MOTTO

“ Jangan lupa berdoa, bersyukur, senyum dan bahagia”


Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

NYA sehingga Tugas Akhir Literature Review dengan judul “ Efektivitas

Penerapan Metode Water Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh

Demam Tifoid Pada Anak ” ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Penyusunan Literature Review ini diajukan sebagai salah satu syarat

menyelesaikan pendidikan S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan

Cendekia Medika Jombang. Dalam penyusunan Tugas Akhir Literature Review

ini penulis banyak mendapat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, untuk itu

saya mengucapkan terimakasih kepada H. Imam Fatoni,S.KM.,MM. selaku Ketua

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang, Dr. Hariyono,

M.Kep selaku Ketua Dewan Penguji. Ibu Inayatur Rosyidah, S,Kep.,Ns.,M.Kep,

selaku Kaproodi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia

Medika Jombang, Ibu Hindyah Ike Suhariati,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku

pembimbing ketua yang telah banyak memberi pengarahan, motivasi dan

masukan dalam penyusunan Literature Review ini. Ibu Anita Rahmawati

S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku pembimbing anggota yang telah banyak memberi

motivasi, pengarahan dan ketelitian dalam penyusunan Literatue Review ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir Literature

Review ini masih jauh dari sempurna, maka dengan segala kerendahan hati penulis

mengharap saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan Literature

Review ini.

Jombang, 27 Mei 2021

Penulis
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................4

1.3 Tujuan.....................................................................................................................4

BAB 2 TINJAUAN TEORI.....................................................................................5

2.1 Demam Tifoid........................................................................................................5

2.2 Kompres Tepid Sponge Water...........................................................................17

2.3 Konsep Anak.......................................................................................................25

BAB 3 METODE PENELITIAN..........................................................................31

3.1 Strategi Pencarian Literature..............................................................................31

3.2 Seleksi studi dan penilaian kualitas...................................................................32

Tabel 3.4 Daftar artikel hasil pencarian.................................................................36

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................49
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang menular

dan menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah[ CITATION

Nur16 \l 1057 ]. Penyakit tifoid sering terjadi pada anak sampai orang dewasa [

CITATION Sar17 \l 1057 ]. Penularan penyakit demam tifoid ditularkan melalui

makanan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman salmonella

typhi[ CITATION Pra18 \l 1057 ]. Gejala seorang anak yang terinfeksi oleh

kuman salmonella diantaranya diawali dengan perasaan tidak enak badan,

lesu, nyeri kepala, tidak nafsu makan yang disebabkan luka pada usus

sehingga nutrisi untuk tubuh berkurang, kemudian mengalami demam.

Dampak yang muncul demam akan lebih tinggi pada sore dan malam hari

daripada pagi atau siang hari dan berlangsung lebih dari seminggu, demam

bersifat naik turun. Pada minggu kedua demam terus tinggi sehingga lidah

sering kotor, mulut berbau serta bibir pecah-pecah. Dampak tersebut akan

menjadi masalah hipertermi[ CITATION Mah16 \l 1057 ]. Demam tifoid banyak

ditemukan dalam kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di

pedesaan. Penyakit demam tifoid berkaitan erat dengan sanitasi lingkungan

yang kurang, hygiene pribadi dan perilaku masyarakat[ CITATION Mut16 \l

1057 ].

WHO menyatakan penyakit demam tifoid di dunia mencapai 11- 20 juta

kasus per tahun yang mengakibatkan sekitar 128.000 - 161.000 kematian

1
setiap tahunnya[CITATION WHO18 \t \l 1057 ]. Penyakit ini mencapai tingkat

prevalensi 358 - 810/100.000 penduduk di Indonesia. Kasus demam tifoid

ditemukan di Jakarta sekitar 182,5 kasus setiap hari. Diantaranya, sebanyak

64% infeksi demam tifoid terjadi pada penderita berusia 3 - 19 tahun

(Typhoid Fever: Indonesia’s Favorite Disease, 2016). Berdasarkan data

Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR). Kementerian Kesehatan

tahun 2016, kasus demam tifoid di Jawa Tengah cenderung fluktuatif. Pada

tahun 2014 terdapat 17.606 kasus, turun pada tahun 2015 terdapat 13.397

kasus, dan naik kembali pada tahun 2016 menjadi 244.071 kasus. Beberapa

Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 ke-3 dengan jumlah penderita

sebanyak 41.081 orang yaitu 19.706 laki-laki dan 21.375 perempuan.

Sebanyak 274 penderita meninggal dunia [ CITATION Ang18 \l 1057 ]. Hasil

data yang diperoleh dari Ruang Rekam Medis (2019) menunjukan terdapat

69 kasus demam typhoid yang terjadi di RSUD Kabupaten Temanggung pada

tahun 2018, dan 62 kasus pada tahun 2019 pada bulan Januari sampai dengan

September.

Faktor yang dapat menyebabkan masyarakat terkena demam tifoid

merupakan rendahnya pengetahuan tentang kebersihan diri seperti tidak

mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar, kebiasaan

makan di luar rumah, pola istirahat, rendahnya tingkat pendidikan, dan

riwayat kontak langsung dengan seseorang yan terinfeksi demam tifoid,

sehingga dapat menyebabkan vektor menularkan melalui makanan yang

terkontaminasi bakteri salmonella typhi. Faktor lain yang berpengaruh adalah

sanitasi lingkungan yang belum sesuai seperti kualitas sumber air bersih,

2
kualitas jamban keluarga, pengelolaan sampah rumah tangga, dan

pengelolaan makanan dan minuman rumah tangga. Personal hygiene, riwayat

kontak langsung dan sanitasi lingkungan merupakan salah satu penyebab

terjadinya kejadian demam tifoid dapat terlihat dari keadaan sanitasi

lingkungan yang masih kurang memadai [CITATION Kar191 \t \l 1057 ].

Upaya penanganan demam terbagi menjadi dua tindakan yaitu tindakan

farmakologis dan non farmakologis. Tindakan farmakologis yaitu tindakan

pemberian obat sebagai penurun demam atau yang sering disebut dengan

antipiretik. Tindakan non farmakologis yang dapat dilakukan dengan

pemberian kompres hangat atau water tepid sponge. Menurut[ CITATION

Bul18 \l 1057 ] dalam NIC (Nursing Interventions Classifications) yaitu

intervensi aplikasi panas atau dingin. Aplikasi panas atau dingin merupakan

stimulasi kulit dan jaringan dibawahnya dengan menggunakan aplikasi panas

atau dingin untuk mengurangi rasa sakit, kejang otot, atau gejala peradangan.

Water tepid sponge merupakan suatu prosedur untuk meningkatkan kontrol

kehilangan panas tubuh melalui evaporasi dan konduksi, yang biasanya

dilakukan pada pasien yang mengalami demam tinggi. Rata-rata suhu tubuh

sebelum pemberian sponge bath 37,60C dan suhu tubuh sesudah pemberian

sponge bath 37,30C turun sebesar 0,30C yang dilakukan selama 15

menit[ CITATION Zah17 \l 1057 ] . Tujuan dilakukan tindakan tepid sponge yaitu

untuk menurunkan suhu tubuh pada pasien yang mengalami hipertermia

[ CITATION Hid14 \l 1057 ]. Water tepid sponge merupakan contoh dari aplikasi

panas atau dingin yang artinya sebuah teknik kompres blok pada pembuluh

darah superfisal dengan teknik seka[ CITATION Eni16 \l 1057 ]. Berdasarkan

3
penelitian peningkatan suhu tubuh pada anak lebih efektif dilakukan tindakan

tepid sponge yang dapat menurunkan suhu sebesar 0,7°C, dibandingkan

dengan menggunakan kompres hangat yang dapat menurunkan suhu 0,5°C,

namun dalam melakukan tindakan tepid sponge anak sering merasa tidak

nyaman[CITATION War16 \t \l 1057 ].

1.2 Rumusan Masalah

Apakah penerapan metode water tepid sponge efektif untuk

menurunkan suhu tubuh anak dengan demam tifoid berdasarkan studi empiris

dalam lima tahun terakhir ?

1.3 Tujuan

Untuk mengidentifikasi efektivitas penerapan metode water tepid

sponge terhadap penurunan suhu tubuh demam tifoid pada anak berdasarkan

studi empiris dalam lima tahun terakhir.

4
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Demam Tifoid

2.1.1 Pengertian Demam Tifoid

Demam tifoid atau Typhoid fever merupakan suatu penyakit infeksi

akut yang disebabkan oleh bakteri salmonella typhi. Demam tifoid

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena

penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk,

kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar

kebersihan industri pengolahan makanan yang masih rendah. Penularan

penyakit ini hampir selalu melalui makanan dan minuman yang

terkontaminasi[ CITATION Paw08 \l 1057 ].

Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh

salmonella typhi, biasanya melalui konsumsi makanan atau air yang

terkontaminasi. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada

usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai

gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan

kesadaran [ CITATION Mag16 \l 1057 ]. Salah satu penyakit menular yang

terus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di banyak

negara berkembang yaitu demam tifoid [ CITATION Pat18 \l 1057 ]. Dalam

masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama tipes atau thypus, tetapi

dalam dunia kedokteran disebut typhoid fever atau thypus abdominalis

5
karena berhubungan dengan usus didalam perut [CITATION WHO182 \t \l

1057 ].

2.1.2 Etiologi

Penyakit demam tifoid disebabkan oleh infeksi kuman salmonella

typhi[CITATION WHO18 \t \l 1057 ]. Salmonella enterica serotype typhi

adalah bakteri gram negatif, berbentuk batang, berflagela yang satu-

satunya reservoar adalah tubuh manusia. Bakteri menyebar dari usus

untuk menyebabkan penyakit sistemik[CITATION Ash19 \l 1057 ].

2.1.3 Patofisiologi

Salmonella typhi merupakan bakteri yang dapat hidup di dalam

tubuh manusia. Manusia yang terinfeksi bakteri salmonella typhi dapat

mengekskresikannya melalui sekret saluran nafas, urin, dan tinja dalam

jangka waktu yang bervariasi[ CITATION Ard19 \l 1057 ]. Infeksi

salmonella enterica serotype typhi pada orang sehat berkisar antara

1.000 dan 1 juta organisme tetapi tergantung kondisi imun tubuh

manusia[ CITATION Ash19 \l 1057 ].

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses mulai dari

penempelan bakteri ke lumen usus, bakteri bermultiplikasi di makrofag

Peyer’s patch, bertahan hidup di aliran darah, dan menghasilkan

enterotoksin yang menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke lumen

intestinal. Bakteri salmonella typhi bersama makanan atau minuman

masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung

dengan suasana asam banyak bakteri yang mati. Bakteri yang masih

hidup akan mencapai usus halus, melekat pada sel mukosa kemudian

6
menginvasi dan menembus dinding usus tepatnya di ileum dan jejunum.

Sel M, sel epitel yang melapisi Peyer’s patch merupakan tempat

bertahan hidup dan multiplikasi salmonella typhi. Bakteri mencapai

folikel limfe usus halus menimbulkan tukak pada mukosa usus. Tukak

dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Kemudian

mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang

melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan Reticulo Endothelial

System (RES) di organ hati dan limpa. Setelah periode inkubasi,

salmonella typhi keluar dari habitatnya melalui duktus torasikus masuk

ke sirkulasi sistemik mencapai hati, limpa, sumsum tulang, kandung

empedu, dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Ekskresi bakteri di

empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui

feses. Endotoksin merangsang makrofag di hati, limpa, kelenjar limfoid

intestinal, dan mesenterika untuk melepaskan produknya yang secara

lokal menyebabkan nekrosis intestinal ataupun sel hati dan secara

sistemik menyebabkan gejala klinis pada demam tifoid[ CITATION

Ard19 \l 1057 ].

Penularan salmonella typhi sebagian besar jalur fecal-oral, yaitu

melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri yang

berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama

dengan feses. Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang

ibu hamil yang berada pada keadaan bakterimia kepada bayinya

[ CITATION Pru161 \l 1057 ].

2.1.4 Tanda dan Gejala

7
a. Masa Inkubasi

Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada

umumnya adalah 10-12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala

penyakit tidaklah khas, berupa[ CITATION Har12 \l 1057 ] :

1. Anoreksia

2. Rasa malas

3. Sakit kepala bagian depan

4. Nyeri otot

5. Lidah kotor

6. Gangguan perut

b. Gambaran Klasik Demam Tifoid (Gejala Khas)

Menurut Soedarto (2015) gambaran klinis klasik yang sering

ditemukan pada penderita tifoid dapat dikelompokkan pada gejala

yang terjadi pada minggu pertama, minggu kedua, minggu ketiga

dan minggu keempat sebagai berikut:

1) Minggu Pertama (awal infeksi)

Demam tinggi lebih dari 40oC, nadi lemah bersifat dikrotik,

denyut nadi 80- 100 per menit.

2) Minggu Kedua

Suhu badan tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah

tampak kering mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah

menurun dan limpa teraba.

3) Minggu Ketiga

8
Keadaan penderita membaik jika suhu menurun, gejala dan

keluhan berkurang. Sebaliknya kesehatan penderita memburuk

jika masih terjadi delirium, stupor, pergerakan otot yang terjadi

terus-menerus, terjadi inkontinensia urine atau alvi. Selain itu

tekanan perut meningkat. Terjadi meteorismus dan timpani,

disertai nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps

akhirnya meninggal dunia akibat terjadinya degenerasi

miokardial toksik.

4) Minggu Keempat

Penderita yang keadaannya membaik akan mengalami

penyembuhan.

5) Kekambuhan

Seorang yang sudah sembuh dari demam tifoid dapat beresiko

mengalami kekambuhan. Kekambuhan ini terjadi sehubungan

dengan pengobatan yang tidak adekuat baik dosis atau lamanya

pemberian antibiotika. Kekambuhan dapat timbul dengan gejala

klinis yang lebih ringan atau lebih berat[CITATION Kem16 \l

1057 ]. Sekitar 1% hingga 5% pasien akan menjadi pembawa

kronis salmonella typhi meskipun terapi antimikroba yang

memadai [ CITATION Ash19 \l 1057 ].

6) Sumber Penularan dan Cara Penularan

Sumber penularan demam tifoid tidak selalu harus penderita

yang sedang sakit. Ada penderita yang sudah mendapat

pengobatan dan sembuh, tetapi di dalam air seni dan fesesnya

9
masih mengandung bakteri tanpa diikuti gejala klinis

(asimtomatik). Penderita ini disebut sebagai pembawa atau

karier. Meski tidak lagi menderita penyakit demam tifoid, orang

ini masih dapat menularkan penyakit pada orang lain[ CITATION

Sud16 \l 1057 ].

Cara penularan tifoid adalah melalui melalui fecal-oral. Bakteri

salmonella typhi menular ke manusia melalui makanan dan

minuman yang dikonsumsi yang telah tercemar oleh komponen

feses atau urin dari pengidap tifoid[ CITATION Kem16 \l 1057 ].

Bakteri salmonella typhi bersama makanan atau minuman

masuk ke dalam tubuh melalui mulut melewati lambung dengan

suasana asam banyak bakteri yang mati. Bakteri yang masih

hidup akan mencapai usus halus, melekat pada sel mukosa

kemudian menginvasi dan menembus dinding usus tepatnya di

ileum dan jejunum. Sel M, sel epitel yang melapisi Peyer’s

patch merupakan tempat bertahan hidup dan multiplikasi

salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus

menimbulkan tukak pada mukosa usus. Tukak dapat

mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Kemudian

mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang

melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan Reticulo

Endothelial System (RES) di organ hati dan limpa. Setelah

periode inkubasi, salmonella typhi keluar dari habitatnya

melalui duktus torasikus masuk ke sirkulasi sistemik mencapai

10
hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s

patch dari ileum terminal. Ekskresi bakteri di empedu dapat

menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui feses.

Endotoksin merangsang makrofag di hati, limpa, kelenjar

limfoid intestinal, dan mesenterika untuk melepaskan produknya

yang secara lokal menyebabkan nekrosis intestinal ataupun sel

hati dan secara sistemik menyebabkan gejala klinis pada demam

tifoid[ CITATION Ard19 \l 1057 ].

Beberapa kondisi kehidupan manusia yang sangat berperan

pada penularan demam tifoid adalah[ CITATION Kem16 \l 1057 ] :

1. Personal hygiene yang rendah, seperti budaya cuci tangan

yang tidak terbiasa. Hal ini jelas pada anak-anak, penyaji

makanan serta pengasuh anak.

2. Hygiene makanan dan minuman yang rendah. Faktor ini

paling berperan pada penularan demam tifoid. Banyak sekali

contoh untuk ini diantaranya: makanan yang dicuci dengan

air yang terkontaminasi (seperti sayur-sayuran dan buah-

buahan), sayuran yang dipupuk dengan tinja manusia,

makanan yang tercemar dengan debu, sampah, dihinggapi

lalat, air minum yang tidak masak, dan sebagainya.

3. Sanitasi lingkungan yang kumuh, dimana pengelolaan air

limbah, kotoran, dan sampah, yang tidak memenuhi syarat-

syarat kesehatan.

4. Penyediaan air bersih untuk warga yang tidak memadai.

11
5. Jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat.

6. Pasien atau karier demam tifoid yang tidak diobati secara

sempurna.

7. Belum membudaya program imunisasi untuk demam tifoid.

2.1.5 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis demam tifoid, dapat ditentukan

melalui tiga dasar diagnosis, yaitu berdasar diagnosis klinis, diagnosis

mikrobiologis, dan diagnosis serologis[ CITATION Soe15 \l 1057 ].

a. Diagnosis Klinis

Diagnosis klinis adalah kegiatan anamnesis dan pemeriksaan fisik

untuk mendapatkan sindrom klinis demam tifoid. Diagnosis klinis

adalah diagnosis kerja yang berarti penderita telah mulai dikelola

sesuai dengan managemen demam tifoid[ CITATION Kem16 \l 1057 ].

b. Diagnosis Mikrobiologis

Metode ini merupakan metode yang paling baik karena spesifik

sifatnya. Pada minggu pertama dan minggu kedua biakan darah dan

biakan sumsum tulang menunjukkan hasil positif, sedangkan pada

minggu ketiga dan keempat hasil biakan tinja dan biakan urine

menunjukkan positif kuat[ CITATION Soe15 \l 1057 ].

c. Diagnosis Serologis

Tujuan metode ini untuk memantau antibodi terhadap antigen O dan

antigen H, dengan menggunakan uji aglutinasi Widal[ CITATION

Soe15 \l 1057 ]. Antigen somatik, atau "O" (Ohne), yang terletak di

lapisan luar tubuh kuman. Struktur kimianya terdiri dari

12
lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100 °C

selama 2–5 jam, alkohol dan asam yang encer. Sedangkan Antigen

flagellar, atau antigen "H" (Hauch), terbuat dari protein yang disebut

flagellin. merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae atau

fili salmonella typhi dan berstruktur kimia protein. Salmonella typhi

mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga dimiliki beberapa

salmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu

60 °C dan pada pemberian alkohol atau asam.

a. Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu): dinyatakan

positif (+).

b. Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah

ada kenaikan titer. Jika ada, maka dinyatakan positif (+).

c. Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung

dinyatakan positif (+) pada pasien dengan gejala klinis khas.

(Bakr WM et al., 2011).

2.1.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan demam tifoid ada tiga, yaitu pemberian antibiotik,

istirahat dan perawatan, dan diet dan terapi penunjang[ CITATION

Sud16 \l 1057 ].

a. Pemberian Antibiotik

Terapi ini dimaksudkan untuk membunuh kuman penyebab tifoid.

Obat yang sering dipergunakan adalah[ CITATION Kem16 \l 1057 ] :

1. Kloramfenikol

Dewasa : 4 x 500 mg (2 gr) selama 14 hari

13
Anak : 50-100 mg/Kg BB/hr. Maksimal 2 gr selama 10-14 hari

dibagi 4 dosis.

2. Seftriakson

Dewasa : 2-4 gr/hr selama 3-5 hari

Anak : 80 mg/Kg BB/hr. Dosis tunggal selama 5 hari

3. Ampisilin dan Amoksisilin

Dewasa : 3-4 gr/hr selama 14 hari

Anak : 100 mg/Kg BB/hr selama 10 hari

4. TMP – SMX (Kotrimoksasol)

Dewasa : 2 x (160-800) mg selama 14 hari

Anak : TMP 6-10 mg/Kg BB/hr atau SMX 30-50 mg/Kg/hr

selama 10 hari

5. Quinolone

- Siprofloksasin : 2 x 500 mg 7 hari

- Ofloksasin : 2 x (200-400) 7 hari

- Pefloksasin : 1 x 400 mg 7 hari

- Fleroksasin : 1 x 400 mg 7 hari

6. Cefixime

Anak : 15-20 mg/Kg BB/hr dibagi 2 dosis selama 10 hari

7. Tiamfenikol

Dewasa : 4 x 500 mg

Anak : 50 mg/Kg BB/hr selama 5-7 hari bebas panas

2.1.7 Istirahat dan Perawatan

14
Tirah baring dan perawatan bertujuan untuk mencegah untuk

mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya

ditempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil, dan buang air

besarakan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam

perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan

perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk

mencegah decubitus dan pneumonia ortostatik serta personal hygiene

tetap perlu diperhatikan dan dijaga[ CITATION Sud16 \l 1057 ].

2.1.8 Diet dan Terapi Penunjang

Penatalaksanaan ini untuk mengembalikan rasa nyaman dan

kesehatan pasien secara optimal. Pemberian diet diatur secara bertahap

untuk menghindari komplikasi pendarahan saluran cerna atau

perforasi usus. Pada tahap awal penderita diberi diet bubur saring,

kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan

nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat

kesembuhan pasien [ CITATION Sud16 \l 1057 ].

2.1.9 Cara Pencegahan

Tindakan preventif sebagai upaya pencegahan penularan dan

peledakan kejadian luar biasa (KLB) demam tifoid mencakup banyak

aspek mulai dari segi kuman salmonella typhi sebagai agen penyakit

dan faktor penjamu (host) serta faktor lingkungan. Secara garis besar

ada 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid, yaitu:

a. Identifikasi dan eradikasi salmonella typhi pada pasien demam

tifoid asimtomatik, karier, dan akut.

15
Cara pelaksanaannya dapat secara aktif yaitu mendatangi

sasaran maupun pasif menunggu bila ada penerimaan pegawai di

suatu instalasi atau swasta. Sasaran aktif lebih diutamakan pada

populasi tertentu seperti pengelola sarana makanan-minuman baik

tingkat usaha rumah tangga, restoran, hotel sampai pabrik beserta

distributornya. Sasaran lainnya adalah terkait dengan pelayanan

masyarakat, yaitu petugas kesehatan, guru, petugas kebersihan,

pengelola sarana umum lain[ CITATION Sud16 \l 1057 ].

b. Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi

salmonella typhi akut maupun karier.

Kegiatan ini dilakukan di rumah sakit, klinik maupun di

rumah dan lingkungan sekitar orang yang telah diketahui pengidap

kuman salmonella typhi[ CITATION Sud16 \l 1057 ].

c. Proteksi pada orang yang beresiko tinggi tertular dan

terinfeksi.

Sarana proteksi pada populasi ini dilakukan dengan cara

vaksinasi demam tifoid di daerah endemik maupun hiperendemik.

Sasaran vaksinasi tergantung daerah endemis atau non-endemis,

tingkat resiko tertularnya yaitu berdasarkan tingkat hubungan

perorangan dan jumlah frekuensinya, serta golongan individu

beresiko yaitu golongan imuno kompromais maupun golongan

rentan[ CITATION Sud16 \l 1057 ].

Tindakan preventif berdasarkan lokasi daerah, yaitu:

1. Daerah non-endemik

16
Tanpa ada kejadian outbreak atau epidemi demam tifoid

a. Sanitasi air dan kebersihan lingkungan

b. Penyaringan pengelola pembuatan atau distributor atau

penjualan makanan-minuman

c. Pencarian dan pengobatan kasus demam tifoid karier bila

ada kejadian epidemi demam tifoid:

1. Pencarian dan eliminasi sumber penularan

2. Pemeriksaan air minum dan mandi-cuci-kakus

3. Penyuluhan hygiene dan sanitasi pada populasi umum

daerah tersebut.

2. Daerah endemik

a. Memasyarakatkan pengelolaan bahan makanan dan minuman

yang memenuhi standar prosedur kesehatan, perebusan > 57

°C, iodisasi, dan klorinisasi.

b. Masyarakat pengunjung ke daerah ini harus minum air yang

telah memenuhi pendidihan, menjauhi makan segar (sayur

atau buah).

c. Vaksinasi secara menyeluruh pada masyarakat setempat

maupun masyarakat pengunjung[ CITATION Sud16 \l 1057 ].

2.2 Kompres Tepid Sponge Water

2.2.1 Pengertian Kompres Tepid Sponge Water

Kompres tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang

menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisial

dengan teknik seka[ CITATION Alv18 \l 1057 ]. Kompres tepid sponge

17
bekerja dengan cara vasodilatasi (melebarnya) pembuluh darah perifer

diseluruh tubuh sehingga evaporasi panas dari kulit ke lingkungan

sekitar akan lebih cepat, dibandingkan hasil yang diberikan oleh

kompres hangat yang hanya mengandalkan reaksi dari stimulus

hipotalamus[ CITATION Dew18 \l 1057 ] . Tepid sponge merupakan suatu

prosedur untuk meningkatkan kontrol kehilangan panas tubuh melalui

evaporasi dan konduksi, yang biasanya dilakukan pada pasien yang

mengalami demam tinggi[CITATION War161 \t \l 1057 ].

Sponge basah yang hangat adalah cara lain yang dianjurkan untuk

mengurangi suhu tubuh yang tinggi karena infeksi (hipertermia).

Beberapa penelitian menunjukan bahwa kompres hangat memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap penurunan suhu tubuh akibat

demam. Anak yang sedang demam sebaiknya diberikan lingkungan

yang senyaman mungkin, orang tua perlu mendampingi anak selama

demam agar anak merasa nyaman dan aman. Selain itu berikan

minuman yang lebih banyak dari biasanya, mengingat adanya

penguapan cairan yang berlebihan melalui keringat. Kegiatan fisik tidak

perlu dibatasi kecuali untuk aktifitas fisik yang berat. Termasuk dalam

pembatasan makanan, tetapi cobalah untuk memberikan anak makanan

dengan gizi yang seimbang[ CITATION Sod12 \l 1057 ].

2.2.2 Manfaat Kompres

Pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan

sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Sistem efektor

mengeluarkan sinyal untuk berkeringat dan vasodilatasi perifer.

18
Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan energi atau

panas melalui keringat karena seluruh tubuh dan kulit dikompres atau

dibilas dengan air. Kulit merupakan radiator panas yang efektif untuk

keseimbangan suhu tubuh, sehingga dengan membilas seluruh tubuh

atau kulit menyebabkan kulit mengeluarkan panas dengan cara

berkeringat dan dengan berkeringat suhu tubuh yang awalnya

meningkat menjadi turun bahkan sampai mencapai batas

normal[ CITATION Cor17 \l 1057 ]. Pada prinsipnya pemberian tepid

sponge dapat menurunkan suhu tubuh melalui proses penguapan dan

dapat memperlancar sirkulasi darah, sehingga darah akan mengalir dari

organ dalam kepermukaan tubuh dengan membawa panas. Kulit

mempunyai banyak pembuluh darah, terutama tangan, kaki dan telinga.

Aliran darah melalui kulit dapat mencapai 30% dari darah yang

dipompakan jantung. Kemudian panas berpindah dari darah melalui

dinding pembuluh darah kepermukaan kulit dan hilang kelingkungan

sehingga terjadi penurunan suhu tubuh[CITATION Pot16 \l 1057 ].

a. Langkah-langkah Kompres Hangat (Tepid Sponge Water)

Menurut Sodikin (2012) langkah-langkah pemberian kompres

adalah sebagai berikut:

1.Beri kesempatan anak untuk menggunakan urinal atau pispot

sebelum kompres dilakukan

2.Ukur suhu tubuh anak dan catat

3.Buka seluruh pakaian anak

4.Lakukan:

19
a) Basahi kedua handuk mandi besar dengan air hangat, peras

sehingga handuk lembab.

b) Letakkan perlak di atas tempat tidur, kemudian letakkan handuk

yang lembab.

c) Tidurkan anak pada handuk lembab, kemudian tutup bagian atas

badan anak dengan handuk lembab lainnya, diamkan kurang

lebih 5 menit.

d) Ganti secara bergilir bagian handuk bawah dan atas setelah suhu

dingin.

e) Lakukan prosedur a-d secara teratur 2-4 kali dengan melihat

kondisi anak.

f) Hentikan prosedur jika anak kedinginan atau menggigil, atau

segera setelah suhu tubuh anak mendekati normal.

g) Pakaikan anak baju yang tipis dan mudah menyerap keringat.

b. Lama pemberian kompres

1. Kompres 10 menit

Hasil penelitian Kusnanto, Ika, dan Indah (2008) yang

berjudul “Efektifitas tepid sponge bath suhu 32°C dan 37°C

dalam menurunkan suhu tubuh anak demam di ruang anggrek

RSU Dr. Iskak Tulungagung” yang didapatkan hasil bahwa

pemberian tepid sponge bath dengan menggunakan air hangat

suhu 32°C menunjukan rerata penurunan suhu tubuh sebesar

0,523°C dan rerata penurunan suhu tubuh setelah dilakukan

pemberian tepid sponge bath dengan air hangat dengan suhu 37°C

20
sebesar 0,815°C yang dilakukan selama 10 menit. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa pemberian tepid sponge bath menggunakan

suhu 32°C atau 37°C selama 10 menit efektif menurunkan suhu

tubuh pada anak demam, hal ini ditunjukan dengan analisis

statistik dengan menggunakan mann whitney u test yang

menunjukan p=0,016.

2. Kompres 15 menit

Hasil penelitian (Zahroh dan Ni’matul (2017) yang berjudul

“Efektifitas pemberian kompres air hangat dan sponge bath

terhadap perubahan suhu tubuh pasien anak gastroenteritis” yang

didapatkan hasil bahwa rata-rata suhu tubuh sebelum diberikan

kompres hangat 37,40C dan suhu sesudah pemberian kompres

hangat 37,30C turun sebesar 0,10C. Sedangkan rata-rata suhu

tubuh sebelum pemberian sponge bath 37,60C dan suhu tubuh

sesudah pemberian sponge bath 37,30C turun sebesar 0,30C yang

dilakukan selama 15 menit. Hal ini dapat disimpulkan bahwa

sponge bath yang dilakukan selama 15 menit lebih efektif

terhadap penurunan suhu gastroenteritis daripada kompres

hangat, hal ini didapatkan dari standar deviasi (SD) post kompres

air hangat sebesar 0,483 sedangkan SD sponge bath 0,675. Hasil

penelitian Wardiyah, Setiawati, dan Dwi (2016) yang berjudul

“Perbandingan efektifitas pemberian kompres hangat dan tepid

sponge terhadap penurunan suhu tubuh anak yang mengalami

demam RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung” yang

21
didapatkan hasil rata-rata suhu tubuh sebelum diberi tindakan

kompres hangat adalah 38,50C, sesudah diberi kompres hangat

turun sebesar 0,50C menjadi 38,00C sedangkan rata-rata suhu

tubuh sebelum diberi tindakan tepid sponge adalah 38,80C,

sesudah diberi kompres tepid sponge turun sebesar 0,80C menjadi

38,00C. Sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan efektifitas

penurunan suhu tubuh pada kompres hangat dan tepid sponge

yang diberikan selama 15 menit dengan hasil uji statistik

independen tsample T Test dengan nilai p-value = 0,003 pada

alpha 5%.

3. Kompres 20 menit

Hasil penelitian Maling, Sri, dan Syamsul (2012) yang

berjudul “Pengaruh kompres tepid sponge hangat terhadap

penurunan suhu tubuh anak umur 1-10 tahun dengan hipertermi

di RS Tugurejo Semarang” yang didapatkan hasil nilai rata-rata

suhu tubuh sebelum diberikan tepid sponge sebesar 38,50C

dengan standar deviasi 0,40C. Nilai rata-rata setelah diberikan

tepid sponge sebesar 37,10C dengan standar deviasi 0,50C

sehingga dapat diketahui ada penurunan nilai rata - rata suhu

tubuh sebesar 1,40C dengan hasil analisis wilcoxon didapatkan

nilai p-value sebesar 0,0001 (<0,05) sehingga dapat disimpulkan

terjadi penurunan suhu tubuh setelah diberikan tepid sponge

selama 20 menit. Hasil penelitian Bardu dan Tito (2015) yang

berjudul “Perbandingan efektifitas tepid sponging dan plester

22
kompres dalam menurunkan suhu tubuh pada anak usia balita

yang mengalami demam di Puskesmas Salaman 1 Kabupaten

Magelang” yang didapatkan hasil rata-rata suhu tubuh sebelum

diberikan tepid sponging 38,140C, ratarata suhu tubuh setelah

diberikan tepid sponging adalah 37,050C dan rata-rata jumlah

penurunan suhu tubuh adalah 1,080C sedangkan ratarata suhu

tubuh sebelum diberikan plester kompres 38,060C, sesudah

diberikan 37,460C dan rata-rata jumlah penurunan suhu adalah

0,600C. Sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan suhu tubuh

antara pemberian tepid sponging dan plaster kompres dengan

jumlah selisih penurunan suhu tubuh 0,410C yang dilakukan

selama 20 menit.

2.2.3 Kerangka Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori comfort,

menurut Kolcaba (2003) cit Hasanah (2013) menjelaskan bahwa

comfort adalah perasaan atau pengalaman langsung yang diperkuat

dengan perasaan lega, kemudahan dan transendensi bertemu dalam

empat konteks (fisik, psikospiritual, sosial dan lingkungan). Teori

kolcaba (2003) cit Hasanah (2013) menjelaskan bahwa klien memiliki 3

kebutuhan, yaitu:

a. Relief (lega) didefinisikan sebagai pengalaman pasien yang telah

memiliki kebutuhan kenyamanan tertentu terpenuhi

b. Ease (nyaman) didefinisikan sebagai keadaan tenang atau kepuasan

23
c. Renewal/transcendence (pembaharuan/transendensi) didefinisikan

sebagai kondisi dimana orang bisa bangkit atau sembuh dari masalah

atau rasa sakit.

Keadaan dimana comfort terjadi menurut Kolcaba (2003) cit

Wirastri, Nani, dan Elfi (2014) :

a. Fisik: berkaitan dengan sensasi tubuh, mekanisme homeostatis,

fungsi kekebalan tubuh dan lain-lain.

b. Psikospiritual: berkaitan dengan kesadaran internal diri, termasuk

seksualitas, harga diri, identitas, keberartian dalam hidup seseorang

dan seseorang yang mengerti hubungan ke suatu tatanan yang lebih

tinggi.

c. Lingkungan: berkaitan dengan pengalaman masa lalu manusia

(temperatur, cahaya, suara, bau, warna, dan lain-lain).

d. Sosiokultural: berkaitan dengan hubungan interpersonal keluarga

dan masyarakat juga tradisi keluarga, ritual dan praktik-praktik

keagamaan.

Tipe perawatan dalam teori comfort Kolcaba (2003) cit Hasanah

(2013) meliputi: technical, coaching dan comforting. Technical adalah

tindakan technical yang dirancang untuk mempertahankan homeostatis

dan mengelola rasa sakit. Dalam penelitian ini teknik technical

digunakan untuk memberikan rasa nyaman pada pasien demam yang

dilakukan dengan penerapan kompres tepid sponge water. Coaching

adalah tindakan yang dirancang untuk mengurangi kecemasan,

memberikan jaminan dan informasi, menumbuhkan harapan,

24
mendengarkan dan membantu merencanakan realistis untuk pemulihan.

Comforting adalah tindakan yang meliputi sikap dan pemberian

dukungan. Pada penelitian yang akan diteliti ini penerapan kompres

tepid sponge water pada anak demam dengan gastroenteritis akut

termasuk dalam kategori tindakan perawatan tehnical.

2.3 Konsep Anak

2.3.1 Definisi Anak

Anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali

berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa

usia dewasa dicapai lebih awal[CITATION Kem14 \l 1057 ].

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang

perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa

anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai

dari bayi (0-1 tahun) usia bermain/ toddler (1-2,5 tahun), pra sekolah

(2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun).

Rentang ini berbeda antara anak satu dengan yang lain mengingat latar

belakang anak berbeda. Pada anak terdapat rentang perubahan

pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan

lambat[ CITATION Hid09 \l 1057 ].

2.3.2 Filosofi Keperawatan Anak

Filosofi keperawatan anak merupakan keyakinan atau pandangan

yang dimiliki perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan pada

anak yang berfokus pada keluarga (family centered care), pencegahan

terhadap trauma (atraumatic care), dan manajemen kasus.

25
a. Family Centered Care

Keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan anak

mengingat anak bagian dari keluarga. Kehidupan anak dapat

ditentukan oleh lingkungan keluarga, untuk itu keperawatan anak

harus mengenal keluarga sebagai tempat tinggal atau sebagai

konstanta tetap dalam kehidupan anak[ CITATION Won02 \l 1057 ] .

Sebagai perawat, dalam memberikan pelayanan keperawatan anak,

harus mampu menfasilitasi keluarga dalam berbagai bentuk

pelayanan kesehatan baik berupa pemberian tindakan keperawatan

langsung maupun pemberian pendidikan kesehatan pada anak.

b. Atraumatic Care

Atraumatic care yang dimaksud disini adalah perawatan yang

tidak menimbulkan adanya trauma pada anak dan keluarga.

Perawatan tersebut difokuskan dalam pencegahan terhadap trauma

yang merupakan bagian dalam keperawatan anak. Dalam pemberian

water tepid sponge tidak akan menimbulkan trauma pada anak.

2.3.3 Manajemen Kasus

Pengelolaan kasus secara komprehensif adalah bagian utama

dalam pemberian asuhan keperawatan secara utuh, melalui upaya

pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi dari berbagai kasus baik yang akut maupun kronis.

Kemampuan perawat dalam mengelola kasus secara baik tentu

berdampak dalam proses penyembuhan anak, mengingat anak

memiliki kebutuhan yang spesifik, dan berbeda satu dengan yang

26
lain. Keterlibatan orang tua dalam pengelolaan kasus juga

dibutuhkan, karena proses perawatan dirumah adalah bagian

tanggung jawabnya dengan meneruskan program perawatan dirumah

sakit. Pendidikan dan keterampilan mengelola kasus pada anak

selama dirumah sakit, akan mampu meberikan keterlibatan secara

penuh bagi keluarga (orang tua)[ CITATION Hid09 \l 1057 ].

2.3.4 Prinsip-prinsip Keperawatan Anak

Terdapat prinsip atau dasar dalam keperawatan anak yang

dijadikan sebagai pedoman dalam memahami filosofi keperawatan

anak. Perawat harus memahaminya, mengingat ada beberapa prinsip

yang berbeda dalam penerapan asuhan.

Diantara prinsip dalam asuhan keperawatan anak tersebut

adalah Pertama, anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai

individu yang unik. Kedua, anak adalah sebagai individu yang unik

dan mempunyai kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangan.

Sebagai individu yang unik anak memiliki berbagai kebutuhan yang

berbeda satu dengan yang lain sesuai dengan usia tumbuh kembang.

Ketiga, pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya

pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan, bukan

hanya mengobati anak yang sakit. Keempat, keperawatan anak

merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada kesejahteraan

anak sehingga perawat bertanggung jawab secara komprehensif

dalam memberikan asuhan keperawatan anak. Untuk

mensejahterakan anak, keperawatan selalu mengutamakan

27
kepentingan anak. Kelima, praktik keperawatan anak mencakup

kontrak dengan anak dan keluarga untuk mencegah, mengkaji,

mengintervensi, dan meningkatkan kesejahteraan hidup, dengan

menggunakan proses keperawatan yang sesuai dengan aspek moral

(etik) dan aspek hokum (legal). Keenam, tujuan keperawatan anak

dan remaja adalah untuk meningkatkan maturasi atau kematangan

yang sehat bagi anak dan remaja sebagai makhluk biopsikososial dan

spiritual dalam konteks keluarga dan masyarakat. Ketujuh, pada

masa yang akan datang kecenderungan keperawatan anak berfokus

pada ilmu tumbuh kembang sebab ilmu tumbuh kembang ini yang

akan mempelajari aspek kehidupan anak[ CITATION Hid09 \l 1057 ].

2.3.5 Peran Perawat dalam Keperawatan Anak

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan anak, perawat

mempunyai peran dan fungsi sebagai perawat anak diantaranya :

1. Pemberi perawatan

Peran perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan anak,

sebagai perawat anak, pemberian pelayanan keperawatan dapat

dilakukan dengan memenuhi kebutuhan dasar anak seperti

kebutuhan asah, asih, dan asuh.

2. Sebagai advocat keluarga

Selain melakukan tugas utama dalam merawat anak, perawat juga

mampu sebagai advocate keluarga sebagai pembela keluarga dalam

beberapa hal seperti dalam menentukan haknya sebagai klien.

3. Pencegahan penyakit

28
Upaya pencegahan merupakan bagian dari bentuk pelayanan

keperawatan sehingga setiap dalam melakukan asuhan keperawatan

perawat harus selalu mengutamakan tindakan pencegahan terhadap

timbulnya masalah baru sebagai dampak dari penyakit atau masalah

yang diderita.

4. Pendidikan

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak, perawat harus

mampu berperan sebagai pendidik, sebab beberapa pesan dan cara

mengubah perilaku pada anak atau keluarga harus selalu dilakukan

dengan pendidikan kesehatan khususnya dalam keperawatan.

Melalui pendidikan ini diupayakan anak tidak lagi mengalami

gangguan yang sama dan dapat mengubah perilaku yang tidak sehat.

5. Konseling

Merupakan upaya perawat dalam melaksanakan perannya dengan

memberikan waktu untuk berkonsultasi terhadap masalah yang

dialami oleh anak maupun keluarga. Berbagai masalah tersebut

diharapkan mampu diatasi dengan cepat dan diharapkan pula tidak

terjadi kesejangan antara perawat, keluarga maupun anak itu sendiri.

Konseling ini dapat memberikan kemandirian keluarga dalam

mengatasi masalah kesehatan.

6. Kolaborasi

Merupakan tindakan kerja sama dalam menentukan tindakan yang

akan dilaksanakan oleh perawat dengan tim kesehatan lain.

Pelayanan keperwatan anak tidak dapat dilaksanakan secara mandiri

29
oleh tim perawat tetapi harus melibatkan tim kesehatan lain seperti

dokter, ahli gizi, psikolog dan lain-lain, mengingat anak merupakan

individu yang kompleks yang membutuhkan perhatian dalam

perkembangan.

7. Pengambil keputusan etik

Dalam mengambil keputusan, perawat mempunyai peran yang

sangat penting sebab perawat selalu berhubungan dengan anak

kurang lebih 24 jam selalu di samping anak, maka peran sebagai

pengambil keputusan etik dapat dilakukan oleh perawat, seperti akan

melakukan tindakan pelayanan keperawatan.

8. Peneliti

Peran ini sangat penting yang harus dimiliki oleh semua perawat

anak. Sebagai peneliti perawat harus melakukan kajian-kajian

keperawatan anak, yang dapat dikembangkan untuk perkembangan

teknologi keperawatan. Peran sebagai peneliti dapat dilakukan dalam

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan anak[ CITATION Hid09 \l

1057 ].

30
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Strategi Pencarian Literature

3.1.1 Framework yang digunakan

Strategi yang digunakan untuk mencari artikel menggunakan PICOS

Framework.

1. Population/ problem, populasi atau masalah dalam literature review ini

adalah pada anak yang mengalami masalah hipertermi.

2. Intervention, tindakan dalam literature review ini adalah pemberian

water tepid sponge.

3. Comparation, tidak ada faktor pembanding.

4. Outcome, adanya penurunan suhu tubuh.

5. Study design, menggunakan desain Quasy Eksperiment, Pre

Eksperiment , Literature Review and Systematic review.

3.1.2 Kata kunci

Pencarian artikel atau jurnal dengan memasukkan keyword dan

boolean operator (AND, OR, NOT,or AND NOT) yang digunakan untuk

memperluas atau menspesifikan pencarian, sehingga memudahkan dalam

penentuan artikel jurnal yang digunakan. Kata kunci yang dipergunakan

dalam penelitian jurnal Internasional yaitu, “tifoid fever” AND “water

31
tepid sponge” AND “children", adapaun kata kunci jurnal nasional yaitu,

“demam tifoid” AND “water tepid sponge” AND “anak”.

3.1.3 Database atau Search engine

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder

yang diperoleh bukan dari pengamatan lansung, akan tetapi diperoleh dari

hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu.

Sumber data sekunder yang didapatkan berupa artikel atau jurnal yang

relevan dengan topik dilakukan menggunakan database melalui Google

Schoolar, Scopus, ScienceDirect yang berupa artikel atau jurnal.

3.2 Karakteristik inklusi dan eksklusi

Tabel 3.2 kriteria inklusi dan ekslusi dengan format PICOS

Kriteria Inklusi Eksklusi

Population / Problem Populasi atau masalah Jurnal nasional dan

dalam literature review internasional dari

ini adalah pada anak database yang berbeda

yang mengalami masalah dan tidak ada kaitan

hipertemi dengan variabel

penelitian
Pemberian Kompes
Intervention/ instrument Pemberian water tepid
hangat
sponge

Comparation Tidak ada faktor Tidak ada faktor

pembanding pembanding

32
Outcome Adanya penurunan suhu Adanya faktor yang

tubuh demam tifoid pada mempengaruhi

anak penurunan suhu tubuh

demam tifoid pada anak


Deskriptif, Studi
Study Design Quasi eksperimental,
kasus/case study and
Pre eksperimen and
Book Chapters
Literature review/

Systematic review

Tahun Terbit Jurnal yang terbit setelah Jurnal yang terbit

tahun 2016 sebelum tahun 2016

Bahasa Bahasa Indonesia dan Selain Bahasa Indonesia

Bahasa Inggris dan Bahasa Inggris

3.3 Seleksi Studi dan Penilaian Kualitas

3.2.1 Hasil pencarian dan seleksi studi

Berdasarkan hasil pencarian literature review melalui publikasi

Google Scholar, Scopus, dan ScienceDirect menggunakan kata kunci jurnal

internasional yaitu “tifoid fever” AND “water tepid sponge” AND

“children” sedangkan jurnal nasional yaitu “demam tifoid” AND “water

tepid sponge” AND “anak” dalam pencarian peneliti menemukan 550 jurnal

yang sesuai dengan kunci tersebut. Jurnal penelitian tersebut kemudian

diskrining sebanyak 473 jurnal dieksklusi karena terbitan tahun 2016

kebawah, menggunakan bahasa selain bahasa inggris dan bahasa indonesia.

Kemudian jurnal dipilih kembali berdasarkan kriteria inklusi yang sudah

33
ditentukan oleh peneliti, seperti jurnal yang memiliki judul yang sama

ataupun memiliki tujuan peneliti yang hampir sama dengan penelitian ini

dengan mengidentifikasi abstrak pada jurnal – jurnal tersebut. Jurnal yang

tidak memenuhi kriteria maka dieksklusi sehingga didapatkan 13 jurnal yang

akan dilakukan ulasan pada setiap jurnalnya.

Pencarian menggunakan Excluded ( N = 77)


keyword melalui database
Google Scholar , Scopus , - Google Schoolar ( n = 60 )
ScienceDirect - Scopus ( n = 5 )
N = 550 - ScienceDirect (n = 12 )

Excluded ( N = 350 )
Seleksi jurnal 5 tahun
Problem/ populasi :
terakhir (2016-2020),
menggunakan bahasa inggris
dan bahasa indonesia - Tidak sesuai dengan topik
N = 473 ( n = 250 )
Intervention :
n=
- Pemberian Water Tepid Sponge
( n = 55)
Outcome :
Seleksi judul dan duplikat
n = 396 - Ada penurunan suhu tubuh
demam tifoid ( n = 37 )

m Study design :
- Deskriptif ( n = 2)
Identifikasi abstrak - Studi kasus/case study ( n = 2)
n = 46 - Book Chapters ( n = 4 )

Jurnal akhir yang dapat Excluded ( N = 33 )


dianalisa sesuai rumusan
masalah dan tujuan - Respon tidak sesuai ( n =
n = 13 15 )
- Tujuan penelitian tidak
sesuai ( n = 18 )
34
Gambar 3.1 Diagram flow hasil pencarian dan seleksi studi

3.2.2 Daftar artikel hasil pencarian

Literature review ini disintesis menggunakan metode naratif dengan

mengelompokkan data- data hasil ekstraksi yang sejenis sesuai dengan hasil

yang diukur untuk menjawab tujuan dari penelitian ini. jurnal peneliti yang

sesuai dengan kriteria dikumpulkan dan diuat ringkasan jurnal yang meliputi

author, tahun terbit, judul, metode penelitian yang meliputi : desain

penelitian, sampling, variabel, instrumen dan analisis, hasil penelitian serta

datbase.

35
Tabel 3.4 Daftar artikel hasil pencarian

No Author Tahun Volume Judul Metode (Desain, Hasil Penelitian Database Link
Angka Sampel, Variabel,
Instrumen, Analisis)

1. Risa 2020 Vol 1, No Literature D : Tinjauan pustaka a. Memaparkan artikel Google https://ju
Yuniawati, 1 (2020) Review Metode (literature penelitian mengenai Scholar rnal.akpe
Tri Water Tepid review|) upaya penurunan suhu ralkautsa
Suraning Sponge Untuk S: SLR (systematic atau hipertermi pada r.ac.id/in
Wulandari Mengatasi literature review) anak yang mengalami dex.php/
, Parmilah Masalah V: demam typhoid melalui JIKKA/a
Keperawatan VI : Water Tepid tindakan water tepid rticle/vie
Hipertermi Pada Sponge sponge. w/19
Pasien Typhoid VD : Hipertermi b. Dari penerapan water
I : Observasi tepid sponge pada
A: Uji t penderita demam
typhoid menunjukan
adanya penurunan suhu.
http://ejo
2. Anggraeni 2019 Vol VIII Efektivitas Water D : Pre eksperimen a. Hasil penurunan dapat Google urnal.pol
Dwi Nomor 2 Tepid Sponge S: Accidental dilihat dari mean rank Scholar tekkes-
Lestari, (2019) Suhu 37°C Dan Sampling water tepid sponge yang smg.ac.i
Bambang 50-55 Kompres Hangat V: hasil nya 22,82°C d/ojs/ind
Sarwono, 37°C Terhadap VI : Water tepid sedangkan hasil ex.php/j
Adi Penurunan Suhu sponge suhu dan penurunan kelompok km/articl
Isworo Hipertermia kompres hangat kompres hangat hasilnya e/view/5

36
846
VD : Penurunan Suh 38,18°C.
u Hipertermi b. Hasil Uji Wilcoxon
I : Observasi mendapatkan hasil 0.001
A : Uji Mann (p < 0.05) yang artinya
Whitney terdapat pengaruh
tindakan water tepid
sponge terhadap
penurunan suhu pada
anak dengan hipertermia.
http://jur
3. Siti 2018 Vol. 7, Pengaruh Tepid D : Quasi a. Hasil suhu sebelum Google nal.stike
Haryani , No. 1 Sponge Terhadap eksperimental dilakukan tepid sponge Scholar scendeki
Eka Maret, Penurunan Suhu S : Metode pre and sebagian besar ( 73, 34 autamak
Adimayant 2018 Tubuh Pada post test with %) berada pada suhu 38- udus.ac.i
i , Ana Anak Pra control group 39°C. d/index.
Puji Astuti Sekolah Yang V: b. Suhu tubuh setelah php/stike
Mengalami VI : Tepid sponge dilakukan tepid sponge s/article/
Demam Di Rsud VD : Penurunan sebagian besar (63 %) view/212
Ungaran Suhu tubuh berada pada suhu 37
I: Observasi -38°C.
A : Paired T-Test c. Perbedaan suhu tubuh
anak pada uji t
berpasangan untuk
kelompok intervensi
diperoleh nilai
signifikansi 0.000 (p <
0.05). Pemberian

37
kompres water tepid
sponge berpengaruh
terhadap penurunan suhu
tuhuh.
http://eju
4. Linawati 2019 Volume Efektifitas D: Quasi Experiment a. Rata-rata nilai suhu Google rnalmala
Novikasari 13, No.2, Penurunan Suhu S: Acidental sebelum kompres hangat Scholar hayati.ac
, Edita Juni Tubuh Sampling 38,7°C, setelah kompres .id/index
Revine 2019: Menggunakan V: hangat 37,7°C. .php/holi
Siahaan , 143-153 Kompres Hangat VI: Penurunan suhu b. Rata-rata nilai suhu stik/artic
Maryustia Dan Water Tepid tubuh sebelum water Tepid le/view/1
na Sponge Di VD: Kompres hangat sponge 38,6°C, setelah 035
Rumah Sakit Dkt dan Water water Tepid sponge
Tk Iv 02.07.04 tepid sponge 37,4°C.
Bandar Lampung I: Observasi. c. Hasil uji statistik
A: Uji statistik uji t didapatkan nilai p-value
independent. 0,000 < 0,05. Ada
pengaruh sebelum dan
sesudah water Tepid
sponge dengan beda
mean adalah 1,2oC.
Hasil uji statistik
didapatkan nilai p-value
0,000 < 0,05.
https://sc
5. Aryanti 2016 Vol 10, Perbandingan D : Quasi a. Rerata suhu tubuh anak Google holar.go
Wardiyah , No 1, Efektifitas eksperiment sebelum dilakukan Scholar

38
ogle.co.i
Setiawati , Januari Pemberian S : Purposive pemberian kompres d/scholar
Umi 2016 : Kompres Hangat sampling hangat adalah 38,5°C. ?
Romayati 36-44 Dan Tepid V: Rerata suhu tubuh anak hl=id&a
Sponge Terhadap VI : Kompres sesudah dilakukan s_sdt=0
Penurunan Suhu Hangat dan pemberian kompres %2C5&
Tubuh Anak Tepid Sponge hangat adalah 38,0°C. q=Perba
Yang Mengalami VD : Penurunan b. Rerata suhu tubuh anak ndingan
Demam Di Suhu tubuh sebelum dilakukan tepid +Efektifi
Ruang Alamanda anak sponge adalah 38,8°C. tas+Pem
Rsud Dr. H. I : Observasi Rerata suhu tubuh anak berian+
Abdul Moeloek A : Dependent T test sesudah dilakukan tepid Kompres
Provinsi dan Independent T sponge adalah 38,0°C. +Hangat
Lampung Tahun test c. Ada perbedaan rerata +Dan+T
2015 suhu tubuh sebelum dan epid+Sp
sesudah tindakan onge+Te
kompres hangat dengan rhadap+
mean 0,5°C (p value < α, Penurun
0,000 < 0,05). Ada an+Suhu
perbedaan rerata suhu +Tubuh
tubuh sebelum dan +Anak+
sesudah tindakan tepid Yang+M
sponge dengan mean engalami
0,7°C (p value < α, 0,000 +Dema
< 0,05). m+Di+R
d. Ada perbedaan uang+Al
efektifitas pemberian amanda+
kompres hangat dan

39
Rsud+Dr
tepid sponge terhadap .+H.
penurunan suhu tubuh +Abdul+
anak yang mengalami Moeloek
demam (p value < α, +Provins
0,003 < 0,05). i+Lampu
ng+Tahu
n+2015
&btnG=

a. Rata-rata suhu tubuh pre https://e-


6. Aulya 2019 Vol. 14, The Difference D: Quasi test kompres hangat Google journal.u
Kartini Dg No. 3, Between the Eksperimental konvensional adalah Scholar nair.ac.id
Karra, Special Conventional S : Purposive 37,830C sedangkan rata- /JNERS/
Muh. Issue Warm Compress sampling rata suhu tubuh pre test article/vi
Aswar 2019 and Tepid V: kompres hangat ew/1717
Anas, Sponge VI : Komres hangat konvensional adalah 3
Muh. Technique Warm dan Kompres 38,040C
Anwar Compress in the Tepid Sponge b. Berdasarkan hasil
Hafid, and Body VD : Penurunan pengujian dengan
Rosdiana Temperature suhu tubuh menggunakan Univariate-
Rahim Changes of I : Observasi General Linear Model
Pediatric Patients A : Uji General didapatkan nilai p <α
with Typhoid Linear Model- (0,03 <0,05) yang
Fever Univariate. menyimpulkan bahwa
terdapat perbedaan antara

40
kompres hangat
konvensional dengan
teknik tepid sponge (H0
ditolak).
c. Hasil uji signifikansi
dengan menggunakan
General pengukuran
berulang model linier
(nilai p 0,03 untuk hangat
konvensional kompres dan
nilai p 0,01 pada teknik
kompres hangat spons
hangat).

7. Witri 2020 Vol 2 No Tepid sponge and D: Quasi-experiment a.Hasil suhu tubuh anak Google https://ju
Hastuti , 2, June sponge bath to S: Purposive sebelum teknik tepid Scholar rnal.uni
Novi 2020/ change body sampling sponge memiliki suhu mus.ac.i
Murdiana page 15- temperature V: terendah 37,8°C dan suhu d/index.
Sari, Indah 18 children with VI: Tepid sponge dan tertinggi 39°C. Sedangkan php/SEA
Wulanings dengue fever sponge bath suhu tubuh anak setelah NR/articl
ih VD: Penurunan suhu teknik tepid sponge e/view/5
tubuh memiliki suhu terendah 685
I: Observasi 37,5°C dan suhu tertinggi
A: Paired T Test, 38,7°C.
Wilcoxon and
Mann Whitney b.Hasil analisis

41
menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan
antara suhu tubuh anak
sebelum dan sesudah
“teknik tepid sponge” (p
<0,05). Disimpulkan
bahwa “teknik tepid
sponge” mampu
menurunkan suhu tubuh
anak sebesar 0,2°C.

c. Hasil suhu tubuh anak


sebelum teknik mandi
spons memiliki suhu
terendah 37,9°C dan suhu
tertinggi 40°C. Sedangkan
suhu tubuh anak setelah
teknik sponge bath
memiliki suhu terendah
37°C dan suhu tertinggi
39,5°C.

d. Hasil analisis
menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan
antara suhu tubuh anak
sebelum dan sesudah

42
teknik mandi spons (p
<0,05). Disimpulkan
bahwa “teknik mandi
spons” mampu
menurunkan suhu tubuh
anak sebesar 0,09°C.

8. Heriaty 2019 Volume : Pengaruh D : Quasi a. Hasil penelitian dengan Google http://ejo
Berutu, II1 No : 6 Kompres Tepid Eksperimen keenam subyek Scholar urnal.ak
Sst, Mkm Desembe Water Sponge S : One group pre mengalami demam perkesda
r 2019 Terhadap post test design sebelum dilakukan m-
Penurunan Suhu V: kompres Tepid Water binjai.ac.
Tubuh Pada VI : Kompres Tepid Sponge dengan suhu pada id/index.
Anak Yang Water Sponge subyek I yaitu 39ºC. php/Jur_
Mengalami VD : Penurunan subyek II dengan suhu Kes_Da
Hipertermi Di suhu tubuh 38,6ºC, subyek III dengan m/article
Ruang Melur I : Observasi suhu 38ºC, subyek IV /view/74
Rumah Sakit A : Uji t dengan suhu 37,8ºC,
Umum Daerah subyek V dengan suhu
Sidikalang 37,8ºC, subyek VI dengan
suhu 38ºC.
b.Setelah dilakukan
kompres Tepid Water
Sponge pada keenam
subyek maka terdapat

43
penurunan suhu yaitu pada
subyek I turun menjadi
37ºC, subyek II menjadi
37,3ºC, subyek III
menjadi 37ºC, subyek IV
menjadi 37ºC, subyek V
menjadi 36,5ºC, subyek
VI menjadi 37ºC.
c.Hal ini membuktikan
bahwa kompres tepid
water sponge ada
pengaruh untuk
menurunkan suhu tubuh
pada pasien hipertermi.

9. Riska 2020 Vol 12 Differences in D : Quasy a.Hasil suhu rata-rata Scopus http://w
Hediya the Effectiveness experiment sebelum kompres hangat ww.ijpro
Putri1 , of Warm S : Accidental adalah 38,4 ° C setelah nline.co
Yetty Dwi Compresses with Sampling kompres hangat adalah m/View
Fara , Water Tepid V: 37,5 ° C. ArticleD
Rusmala Sponge in VI : Kompres hangat b.Suhu rata-rata sebelum etail.asp
Dewi , Reducing Fever dan water spons air hangat adalah x?
Komalasar in Children: A tepid sponge 38,6° C dan setelah spons ID=1836
i, Riona Study Using a VD : Penurunan air hangat adalah 37,3° C. 4
Sanjaya , Quasi- suhu tubuh c.Ada pengaruh antara
Hamid Experimental I : Observasi sebelum dan sesudah
Mukhlis Approach A:Kolmogorov kompres hangat dengan

44
Smirnov perbedaan rata-rata 0.85°
C (p-value 0.001).
d. Ada pengaruh sebelum
dan sesudah spons air
hangat dengan perbedaan
rata-rata 1,36° C (p-value
0,001).
e.Ada perbedaan antara
kompres hangat dan spons
air hangat, yaitu 0,25 0C.

10. Dwi 2021 Volume Effectiveness Of D : Quasi- a.Suhu tubuh rata-rata Google https://k
Hastuti, 2021 Tepid Sponge experimental sebelum dan sesudah Scholar nepublis
Dewi Compresses And diberikan kompres tepid hing.co
Ummu Plaster S: Concecutive sponge adalah 38,75 ° C m/index.
Kulsum, Compresses On sampling. dan 38,08 ° C dengan php/KnE
Siti Child Typhoid perbedaan temperatur 0,67 -
Rahmawat Patients with V: ° C. Life/artic
i Ismuhu, Fevers b.Sedangkan suhu tubuh le/view/8
and Oop VI : Kompres Tepid rata-rata sebelum dan 784
Ropei sponge dan sesudah diberikan
kompres kompres palster adalah
plester 38,80 ° C dan 38,57 ° C
dengan perbedaan
VD : Penurunan suhu temperatur 0,23 °
tubuh c.Hasil uji Mann-Withney
didapatkan nilai p value =

45
I : Observasi 0,000 < α = 0,05 yang
berarti kompres tepid
A: Uji Wilcoxon, Uji sponge lebih efektif dalam
dependen t dan menurunkan suhu tubuh
Mann-Withney pada anak usia sekolah
dibandingkan dengan
kompres plester.

11. Arie 2016 Vol 1, No Perbedaan D : Quasy a.Kelompok pertama yaitu Google http://jou
Kusumo 1 (2016)  Penurunan Suhu eksperimen responden yang Scholar rnal.um-
Dewi Tubuh Antara S: Simple random mengalami peningkatan surabaya
Pemberian sampling suhu tubuh >38oC .ac.id/ind
Kompres Air V : diberikan tindakan ex.php/J
Hangat Dengan VI : Penurunan Suhu kompres air hangat selama KM/artic
Tepid Sponge tubuh ± 10 menit. le/view/
Bath Pada Anak VD: Kompres air b.Kelompok kedua yaitu DW
Demam hangat dan tepid responden yang
sponge bath mengalami peningkatan
I : Observasi suhu tubuh >38oC
A : Uji statistik diberikan tindakan tepid
anova 1 sponge bath ± 10 menit.
c.Berdasarkan hasil analisis
uji anova tunggal
didapatkan hasil nilai
signifikansi (p) sebesar
0,000.
d.Hal ini menunjukkan

46
bahwa ada perbedaan
penurunan suhu yang
signifikan antara
kelompok pemberian
kompres air hangat
dengan kelompok
pemberian tepid sponge
bath pada anak demam.

12 Pavithra 2018 IJSAR, 5 Effect of Tepid D: Eksperimental a.Kelompok. Student 't' test Google https://sc
C.* (6), 2018; Vs Warm S: Total Enumerative digunakan untuk Scholar holar.go
25-30 sponging on V: menganalisis perubahan ogle.com
body temperature VI : Tepid dan suhu tubuh antara kedua /scholar?
and comfort Spons hangat kelompok. hl=id&a
among children VD : Penurunan b.Dihitung “t" nilai-nilai di s_sdt=0
with Pyrexia at suhu tubuh 15ke, menit  30ke, menit  45th %2C5&
Sri Ramakrishna I : Observasi menit dan menit60ke- q=Effect
hospital, A : Uji t adalah 0,04, 0,62, 0,8 dan +of+Tep
Coimbatore 1,12 masing-masing tidak id+Vs+
signifikan pada taraf 0,05 Warm+s
yang menunjukkan bahwa ponging
tidak ada perbedaan antara +on+bod
spons hangat dan hangat y+tempe
dalam menurunkan suhu rature+a
tubuh. nd+comf
c.Analisis pengaruh spons ort+amo
hangat vs hangat terhadap ng+child

47
kenyamanan telah ren+with
dilakukan. Nilai 't' yang +Pyrexia
dihitung sebesar 6,69 +at+Sri+
untuk kenyamanan Ramakri
signifikan pada tingkat shna+ho
0,001, yang menunjukkan spital
bahwa spons hangat %2C+C
efektif dalam oimbator
meningkatkan e&btnG
kenyamanan di antara =
anak-anak.

13 Hendrawat 2019 Volume Effect of Tepid D : Quasi Experiment a. Sebelum diberikan Tepid Science https://w
i∗, 29, Sponge on S : Systematic Sponge seluruh balita direct ww.scie
Mariza Supplem changes in body Sampling mengalami suhu tinggi ncedirect
Elvira ent 1, temperature in V: (100%) sebanyak 12 .com/sci
March children under VI : Tepid Sponge responden, setelah ence/arti
2019, five who have VD : Penurunan diberikan Tepid Sponge cle/abs/p
Pages 91- fever in Dr. suhu tubuh satu kali, suhu seluruh ii/S1130
93 Achmad Mochtar I : Observasi responden menjadi 8621193
Bukittinggi normal (100%). 00294
Hospital A :  Paired sample T-
test b. Hasil paired sampel - test
T menunjukkan bahwa
ada 38,31 ◦C dari suhu
tubuh dengan deviasi
standard dari 0,436

48
sebelum memberikan
Hangat Sponge. Setelah
pemberian Tepid Sponge
terjadi penurunan suhu
tubuh yaitu 37,17 ◦C
dengan standar deviasi
0,46 dan nilai p0,000 (p-
value <0,05).

c. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada
perbedaan suhu tubuh
yang signifikan sebelum
dan sesudah pemberian
Tepid Sponge terhadap
penurunan suhu tubuh
(p-value = 0,000). Ho
ditolak dan Ha diterima,
artinya pemberian Tepid
Sponge berpengaruh
signifikan terhadap
perubahan suhu tubuh.

49
50
DAFTAR PUSTAKA

Alves, D. (2018). Konsep Kompres Tepid Water Sponge. Jurnal Kesehatan, 18.

Anggit. (2018). Literature Review Penerapan Metode Water Tepid Sponge untuk

Mengatasi Masalah Keperawatan Hipertermi pada Pasien Typhoid.

Akademi Keperawatan Al Kautsar.

Ardiaria. (2019). Patofisiologi Demam Typhoid. Jurnal Keperawatan, 4.

Ashurst, T. W. (2019). Penerapan Metode Water Tepid Sponge terhadap

Penurunan Suhu Tubuh. Jurnal Kesehatan, 6-10.

Bulechek. (2018). Nursing Intervention Classification (NIC ; alih bahasa, Intan

Nurjanah, Roxsana Devi Tumanggor. Akademi Al Kautsar.

Corwin, Z. (2017). Kompres Tepid Sponge Water. Jurnal Kesehatan, 19.

Dewi. (2018). Kompres Tepid Sponge Water. Jurnal Kesehatan, 18.

Eni. (2016). Literature Review Penerapan Metode Water Tepid Sponge untuk

Mengatasi Masalah Keperawatan Hipertermi pada Pasien Typhoid.

Akademi Keperawatan, 40-45.

Handayani, M. S. (2016). Pengaruh Tepid Sponge terhadap Penurunan Suhu

Tubuh pada anak Pra sekolah yang Mengalami Demam. Jurnal

Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat, 44.

Haryono. (2012). Tanda dan Gejala Demam Typhoid. Jurnal Keperawatan, 7.

Hidayat. (2009). Konsep Dasar Anak. Jurnal Keperawatan, 25.

Hidayati. (2014). Efektivitas Water Tepid Sponge suhu 37 dan Kompres Hangat

terhadap Penurunan Suhu Tubuh. Jurnal Keperawatan, 50-55.

51
Kare. (2019). Hubungan Personal Hygiene dan Riwayat Kontak dengan Kejadian

Demam Typhoid . Kesehatan, 3 .

Kare. (2019). Hubungan Personal Hygiene dan Riwayat Kontak dengan Kejadian

Demama Tifoid . Kesehatan , 1-3.

Kemenkes. (2016). Tanda dan gejala Demam Typhoid. Jurnal Keperawatan, 8.

Kesehatan, K. (2014). Konsep Dasar Anak. Jurnal Kesehatan, 25.

Maghfiroh. (2016). Hubungan Personal Hygiene dan Sumber Air Bersih dengan

Kejadian Demam Typhoid Pada Anak. Jurnal ‘Aisyiyah Medika , 328.

Mahayu. (2016). Asuhan Keperawatan pada Anak Demam Typhoid dengan

Masalah Keperawatan Hipertermi. Kesehatan, 6-12.

Nurvina. (2016). Hubungan Personal Hygiene dan Sumber Air Bersih dengan

Kejadian Demam Tyhpoid Pada Anak . Jurnal ‘Aisyiyah Medika , 6-13.

Patungan. (2018). Hubugan Personal Hygiene dan Sumber Air Bersih dengan

Kejadian Demam Typhoid pada Anak. Jurnal ‘Aisyiyah Medika, 328.

Pawito. (2008). Analisis Faktor Risiko Kejadian Demam Typhoid. Jurnal

Kesehatan Al-Irsyad, 2.

Potter, & Perry, W. (2016). Kompres Tepid Sponge Water. Jurnal Kesehatan, 19.

Pratama. (2018). Hubungan Personal Hygiene dan Sumber Air Bersih dengan

Kejadian Demam Typhoid Pada Anak. Jurnal ‘Aisyiyah Medika, 6-13.

Pruss. (2016). Patofosiologi Demam Typhoid. Jurnal Keperawatan, 5.

Sarwahita. (2017). Hubungan Personal Hygiene dan Sumber Air Bersih dengan

Kejadian Demam Typhoid Pada Anak. Jurnal ‘Aisyiyah Medika, 6-13.

Sodikin. (2012). Kompres Tepid Sponge Water. Jurnal Kesehatan, 19.

Soedarto. (2015). Diagnosis Demam Typhoid. Jurnal Keperawatan, 11.

52
Sudoyo. (2016). Tanda dan Gejala Demam Typhoid. Jurnal Keperawatan, 9.

Wardiyah. (2016). Hubungan Kompres hangat dengan Water tepid sponge

Penurun Suhu Tubuh Anak. Jurnak Keperawatan, 50-55.

Wardiyah. (2016). Kompres Tepid Sponge Water. Jurnal Kesehatan, 18.

WHO. (2018). Demam Typhoid. Jurnal Keperawatan, 3.

WHO. (2018). Literature Review Penerapan Metode Water Tepid Sponge untuk

Mengatasi Masalah Keperawatan Hipertermi pada Pasien Typhoid.

Akademi Keperawatan Al Kausar.

Wong, P. (2002). Family Centered Care. Jurnal Keperawatan, 26.

Zahroh, & Ni'matul. (2017). Efktivitas Penurunan Suhu Tubuh Menggunakan

Kompres dan Water tepid. Jurnal Kesehatan.

53

Anda mungkin juga menyukai