Anda di halaman 1dari 6

OTONOMI DAERAH

Pengertian

Secara etimologi otonomi berasal dari kata oto (auto = sendiri) dan nomoi
(nomos = aturan/ undang-undang) yang berarti mengatur sendiri, wilayah atau
bagian negara atau kelompok yang memerintah sendiri. Di dalam tata
pemerintahan, otonomi diartikan sebagai mengurus dan mengatur rumah
tangga sendiri (Muhammad Fauzan, 2006 : 64).

Otonomi bermakna “memerintah sendiri” yang dalam wacana administrasi


publik, daerah yang yang memerintah sendiri dinamakan daerah otonomi yang
sering disebut “local self government” (Muhammad Fauzan, 2006 : 65).

Otonomi juga diartikan sebagai suatu kebebasan atau kemandirian, tetapi bukan
kemerdekaan. Kebebasan dan kemandirian ini menuntut adanya
pertanggungjawaban, sehingga disebut kebebasan yang terbatas .

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mendefinisikan otonomi daerah sebagai


hak, wewenang, kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan daerah otonom, yang selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan


masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kesimpulan yang dapat diambil bahwa otonomi adalah hak, wewenang, dak
kewajiban daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri sesuai inisiatif dan
prakarsa daerah dengan pembatasan tidak boleh bertentangan dengan konstitusi
dan tetap berada dalam kerangka Negara Kesatuan.

Paradigma baru otonomi daerah harus diterjemahkan kepala daerah sebagai


upaya untuk mengatur kewenangan pemerintahan sehingga serasi dan fokus
pada tuntutan kebutuhan masyarakat, karena otonomi daerah bukanlah tujuan,
melainkan suatu instrumen untuk mencapai tujuan (J. Kaloh, 2003 : 15).

Tujuan Otonomi Daerah

Pada dasarnya tujuan otonomi adalah untuk memberikan kesempatan kepada


daerah untuk dapat berkembang sesuai potensi yang dimiliki menuju kearah
kehidupan masyarakat yang lebih baik.

Tujuan pemberian otonomi daerah setidaknya dapat meliputi 4 (empat) aspek,


yaitu :

1. segi politik adalah untuk mengikutsertakan dan menyalurkan aspirasi


masyarakat baik untuk kepentingan daerah sendiri maupun untuk
mendukung kebijakan nasional melalui proses demokrasi di lapisan
bawah.

2. segi manajemen pemerintahan adalah untuk meningkatkan daya guna


dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan,terutama dalam
memberikan pelayanan terhadap masyarakat sesuai dengan kebutuhan
mereka.

3. segi kemasyarakatan adalah untuk meningkatkan partisipasi serta


menumbuhkan kemandirian masyarakat dengan melakukan  usaha
pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat yang mandiri dan
memiliki daya saing.
4. segi ekonomi pembangunan adalah untuk melancarkan program
pembangunan menuju tercapainya kesejahteraan rakyat (S.H.
Sarundajang, 2005 : 82).

The Liang Gie mengemukakan sejumlah alasan hadirnya satuan pemerintahan


teritorial yang lebih kecil (pemerintah daerah), yang memiliki kewenangan
untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya (otonomi), yaitu :

1. guna mencegah penumpukan kekuasaan yang bisa membuka ruang bagi


terjadinya tirani.

2. sebagai upaya pendemokrasian.

3. untuk memungkinkan tercapainya pemeritnahan yang efesien.

4. guna memberikan perhatian terhadap kekhususan-kekhususan yang


menyertai setiap daerah.

5. agar pemerintah daerah dapat lebih langsung membantu


penyelenggaraan pembangunan (Krishna D. Darumurti dan Umbu Rauta,
2000 : 10).

Safri Nugraha (dikutip Tri Hayati, 2005 : 44) menyatakan bahwa tujuan
pemberian otonomi adalah untuk :

1. peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat;

2. pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan serta


pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar
daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Macam-macam Otonomi
The Liang Gie menjelaskan adanya 3 (tiga) macam otonomi :

1. Otonomi materiil yaitu pembagian kewenangan dan tanggung jawab


secara terperinci (eksplisit dan tegas) antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah yang diatur dalam undang-undang pembentukan
daerah.
2. Otonomi formal yaitu pembagian tugas antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah atas dasar pertimbangan rasional dan praktis. Urusan
diserahkan ke daerah apabila diyakini akan lebih efektif dan efesien
apabila diselenggarakan oleh pemerintah daerah (Hanif Nurcholis, 2005 :
21).
3. Otonomi Riil merupakan kombinasi antara otonomi materiil dan otonomi
formal (jalan tengah). Penyerahan urusan, tugas, dan wewenang kepada
daerah harus didasarkan pada faktor nyata atau riil yang ada di daerah
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah serta pertumbuhan
masyarakat yang terjadi (Krishna D. Darumurti dan Umbu Rauta, 2000 :
16 – 18).

Prinsip Otonomi Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004)

1.      Otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan


mengurus dan mengatur semua urusan pemintahan diluar yang menjadi
urusan pemerintah yang ditetapkan dalam undang-undang. Daerah
memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi
pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

2.      Otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan
pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan
kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh,
hidup, dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.
Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu
sama dengan daerah lainnya.

3.      Otonomi bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam


penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan
maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan
daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan
bagian dari tujuan nasional.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Otonomi Daerah

1. Sumber Daya Manusia

2. Keuangan

3. Saranan dan Prasarana

4. Organisasi dan Manajemen

Referensi :

Hanif Nurcholis. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah.
Jakarta : PT. Grasindo.

J. Kaloh. 2003. Kepala Daerah : Pola Kegiatan, Kekuasaan, dan Perilaku Kepala Daerah
dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Krishna D. Darumurti dan Umbu Rauta. 2000. Otonomi Daerah Perkembangan


Pemikiran dan Pelaksanaan. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Muhammad Fauzan. 2006. Hukum Pemerintahan Daerah Kajian tentang Hubungan


Keuangan antara Pusat dan Daerah. Yogyakarta : UII Press.
S.H. Sarundajang. 2005. Babak Baru Sistem Pemerintahan Daerah. Jakarta : Kata
Hasta.

Tri Hayati. 2005. Pilkada Dalam Era Reformasi Pemerintahan Daerah (Pasca Putusan
MK) dalam Pilkada Pasca Putusan MK. Jurnal Konstitusi Volume 2 Nomor 1,
Juli 2005.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Anda mungkin juga menyukai