Anda di halaman 1dari 33

0452F - Akuntansi Perpajakan

LECTURE NOTES

Utang Piutang Pajak


Minggu 6

Maya Safira Dewi, SE.,Ak.,M.Si

mdewi@binus.edu
0452F - Akuntansi Perpajakan

LEARNING OUTCOMES

a) Peserta diharapkan dapat menjelaskan Utang dan Piutang Pajak.

b) Peserta diharapkan dapat memahami Utang dan Piutang Pajak.

OUTLINE MATERI :

1. Pajak Penghasilan pasal 25


2. Witholding tax pasal 21,22,23 dan 26
3. PPn dan PPnBM
4. Utang pajak lainnya
0452F - Akuntansi Perpajakan

UTANG PIUTANG PAJAK

A. Pajak Penghasilan Pasal 25


Wajib pajak sebagai pengusaha diwajibkan membayar PPh pasal 25 setiap
bulannya, yang dihitung berdasarkan laporan keuangan akhir tahun maupun
triwulan, ataupun berdasarkan ketetapan atau keputusan pajak.

Pembayaran PPh pasal 25 setiap bulan akan diperlakukan sebagai piutang yang
akan menjadi kredit pajak, atau akan diperhitungan dengan PPh terutang akhir
tahun.

Angsuran pajak PPh pasal 25 adalah angsuran pajak penghasilan dalam tahun
pajak berjalan untuk setiap bulan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak
sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 UU PPh.

Besarnya angsuran PPh pasal 25 dalam tahun berjalan sama dengan PPh yang
terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan PPh
yang telah dipotong /dipungut pihak lain (PPh Pasal 21, pasal 22, pasal 23, dan
Pasal 24) dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

Contoh :
Pajak penghasilan terutang berdasarkan Rp 50.000.000,-
SPT tahunan PPh 2009
Dikurangi dengan :
PPh pasal 21 Rp 15.000.000,-
PPh pasal 22 Rp 10.000.000,-
PPh pasal 23 Rp 2.500.000,-
PPh pasal 24 Rp 7.500.000,-
Jumlah (Rp 35.000.000,-)
Dasar perhitungan PPh pasal 25 Rp 15.000.000,-

Besarnya angsuran PPh yang harus dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2010
adalah : Rp 15.000.000,-/12 = Rp 1.250.000,-
0452F - Akuntansi Perpajakan

a) Angsuran Bulanan PPh Pasal 25 Apabila Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak atas
tahun pajak yang lalu

Apabila dalam tahun berjalan untuk tahun pajak yang lalu, maka angsuran
surat ketetapan pajak tersebut, dimana perubahan angsuran berlaku mulai
berikutnya setelah diterbitkannya surat ketetapan pajak.

Contoh:

Berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2009 yang disampaikan pada bulan
Maret 2010, perhitungan angsuran PPh yang harus dibayar adalah Rp
1.250.000,00. Dalam bulan Juli 2010 diterbitkan surat ketetapan pajak untuk
tahun pajak 2009 yang menghasilkan besarnya angsuran PPh setiap bulan
menjadi sebesar Rp 2.000.000,-

Berdasarkan penghitungan tersebut, besamya angsuran PPh mulai bulan


Agustus 20l0 adalah Rp 2.000.000,00. Penetapan besarnya angsuran PPh
berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut bisa sama, lebih besar, atau lebih
kecil dari angsuran pajak sebelumnya berdasarkan SPT Tahunan.

b). Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak yang Berhak atas Kompensasi Kerugian

Contoh:

Penghasilan Neto PT X tahun 2009 Rp 120.000.000,-

Sisa kerugian tahun sebelumnya yang masih dapat (Rp 150.000.000,- )


dikompensasikan

Sisa kerugian yang belum dikompensasikan Rp 30.000.000,-


di tahun 2009
0452F - Akuntansi Perpajakan

Perhitungan PPh pasal 25 tahun 2009 adalah sebagai berikut :

Penghasilan yang dijadikan dasar perhitungan PPh pasal 25 adalah sebagai


berikut :

= Rp 120.000.000,- - Rp 30.000.000,- = Rp 90.000.000,-

PPh terutang = 28% x Rp 90.000.000,- = Rp 25.200.000,-

Dengan asumsi dalam tahun 2009 besarnya PPh yang dipotong atau dipungut
pihak lain sebesar Rp 5.000.000,- maka besarnya angsuran PPh pasal 25 PT X
tahun 2010 adalah = 1/12 x Rp 25.200.000,- = Rp 2.100.000,-

c) Angsuran PPh pasal 25 bagi wajib pajak yang memperoleh penghasilan teratur
Penghasilan tidak teratur tidak dipakai sebagai dasar perhitungan angsuran
PPh pasal 25 .
d) Angsuran PPh pasal 25 bagi wajib pajak yang mengalami perubahan keadaan
usaha (Keputusan Dirjen Pajak Nomor Ke-537/PJ./2000 jo. Peraturan Dirjen
pajak nomor PER – 10/PJ/2009)
e) Angsuran PPh pasal 25 bagi wajib pajak yang menyampaikan SPT lewat batas
waktu.
Wajib pajak tidak diberi perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
Wajib pajak diberi perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
f) Angsuran PPh pasal 25 bagi wajib pajak baru (PMK Nomor
255/PMK.03/2008)
g) Angsuran PPh pasal 25 bagi wajib pajak Bank dan SGU dengan hak opsi
(PMK no.255/PMK.03/2008)
h) Angsuran PPh pasal 25 bagi BUMN/BUMD dengan nama dan dalam bentuk
apapun, kecuali wp bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi (PMK nomor
255/PMK.03/2008)
i) Angsuran PPh pasal 25 untuk wajib pajak masuk bursa dan wajib pajak
lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan
berkala (PMK nomor 255/PMK.03/2008)
j) Angsuran PPh pasal 25 untuk wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu
(PMK nomor 255/PMK.03/2008 jo.keputusan Dirjen pajak no.Kep-
171/pj./2002)
0452F - Akuntansi Perpajakan

k) PPh pasal 25 bagi wajib pajak BUT pengeboran minyak dan gas bumi (KMK
628/KMK.04/1991)
l) PPh pasal 25 bagi wajib pajak yang berusaha dalam bidang penambangan
umum dalam rangka kontrak karya yang pengenaan pajaknya berdasarkan
ordonasi pajak perseroan (SE-48/pj.42/1999)

B. Pajak Penghasilan Pasal 21

Pemotong PPh 21 terkait dengan ketentuan dalam pasal 21 UU PPh yang


mengatur tentang pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak atas penghasilan
sehubungan dengan :
Pekerjaan
Jasa, atau
Kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun

Yang diterima (cash basis) atau diperoleh (accrual basis) wajib pajak orang
pribadi dalam negeri.

1) Pemotong PPh Pasal 21

Dalam Pasal 21 UU PPh dan Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK


03/2008 jo PER.31/PJ./2009 jo PER.57/PJ./2009, ditegaskan bahwa pemotong
PPh pasat 21 atau disebut pemotong pajak terdiri dari:

a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan
pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk
apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;

b. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau


pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI,
pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga
negara lainnya, dan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;
0452F - Akuntansi Perpajakan

c. dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan


badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua;

d. orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta
badan yang membayar :

1) Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan


dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi
dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli
yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya
sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya;

2) Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan


dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan
status Subjek Pajak luar negeri;

3) Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan,


dan magang;

e. penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang


bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta
lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar
honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada
Wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

Tidak Termasuk Pemotong PPh Pasal 21

Pemberi kerja yang tidak wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan


pelaporan PPh Pasal 21 adalah
0452F - Akuntansi Perpajakan

1) kantor perwakilan negara asing;


2) organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah
ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
3) pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk
melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Dalam hal organisasi internasional tidak memenuhi ketentuan, organisasi


internasional dimaksud merupakan pemberi kerja yang berkewajiban
melakukan pemotongan pajak.

Penghasilan yang terkait dengan PPh pasal 21


Benefit in cash versus Benefit in Kind
Menurut Pasal 4 UU PPh, penghasilan didefinisikan sebagai
setiap tambahan kemampuan ekonomis,
yang diterima (cash basis) atau diperoleh (accrual basis) Wajib
Pajak,
baik yang berasal dari lndonesia maupun dari luar lndonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apa pun.

Dalam Pasal 4 ayal (1) huruf a UU PPh diatur bahwa penggantian atau
imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi,
uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya merupakan objek PPh,
dalam hal ini objek PPh Pasal 21.
0452
2F - Akuntansi Perpajak
kan

Pada Pasal 4 ayatt (3) huruf d UU PPh disebutkan


d bahwa pengggantian ataau
imbalan sehubunggan dengan pekerjaan atau jasa teersebut bukaan merupakaan
objek PPh Pasal 21
2 sepanjanng diterima atau diperooleh dalam bentuk
b naturra
dan attau kenikmaatan dari Waajib Pajak attau Pemerinntah,

Semenntara itu, daalam Peratuuran Menterri Keuangan No. 252/PMK. 03/20008


jo PE
ER 31/PJ.120009 disebutkkan bahwa benefit
b in kinnd merupakaan objek PP
Ph
21 , khususnya
k penerimaan
p dalam bentuk natura dan kenikm
matan lainnyya
dengaan nama apaa pun yang ddiberikan oleeh :
a. Bukan
B Wajibb Pajak;
b. Wajib
W Pajak yang dikenaakan Pajak Penghasilann yang bersiifat final;
c. Wajib
W Pajak yang dikennakan Pajaak Penghasiilan berdasarkan norm
ma
p
penghitungan
n khusus (ddeemed proffit).

k PPh Pasall 21
Objek

Objekk PPh Pasall 21 terdiri dari penghasilan sehubuungan dengaan pekerjaann,


jasa, atau
a kegiatan
n dengan nnama dan daalam bentukk apa pun yang
y diterim
ma
atau diperoleh
d W orang pribadi dalam negeri.
WP

Dikenakan PPh 
nal
fin
Objek PPh
h 21
Tidak dikenakan 
P
Penghasilan
PPh final
Non objekk PPh 
21

secaraa garis besaar penghasilaan yang terk U PPh terlihat


kait dengan pasal 21 UU
pada gambar
g di atas
a :
Bukan Objek PP
Ph Pasal 211
Tidak hasilan yanng dipotong pph pasal 21
k termasuk dalam penggertian pengh 2
adalahh:
0452F - Akuntansi Perpajakan

a. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi


sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;

b. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun


diberikan oleh wajib pajak atau pemerintah, kecuali penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 5 ayat (2)

c. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya


telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran
jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan
penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja.

d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi dari badan atau lembaga amil zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan
yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang
diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahan oleh pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan diantara pihak-pihak yang
bersangkutan

e. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf I Undang-


Undang Pajak Penghasilan.

Pengurang yang diperbolehkan

™ Biaya Jabatan, Biaya Pensiun, dan luran Pensiun/Jaminan Hari Tua

Pengurang yang diperbolehkan untuk penghasilan bruto pegawai tetap terdiri dari
biaya jabatan dan iuran pensiun/Jaminan Hari Tua Untuk penerima pensiun,
pengurang yang diperbolehkan adalah biaya pensiun,

a. Besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk
penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pegawai tetap ditetapkan
sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 6.000.000,00
(enam juta rupiah) setahun atau Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan
0452F - Akuntansi Perpajakan

b. luran pensiun/Jaminan Hari Tua, yaitu iuran yang terkait dengan gaji yang
dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan,

c Besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk
penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pensiunan ditetapkan sebesar
5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp2.400.000,00 (dua
juta empat ratus ribu rupiah) setahun atau Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah)
sebulan.

™ Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

a. Jumlah PTKP

1) Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu


rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
2) Rp 1.320.000,- tambahan untuk Wajib pajak yang kawin;
3) Rp 1.320.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap
keluarga.
Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun kalender.
Besarnya PTKP untuk pegawai yang baru datang dan menetap di lndonesia
dalam bagian tahun kalender ditentukan berdasarkan keadaan pada awal bulan
dari bagian tahun kalender yang bersangkutan. Keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus adalah anak kandung dan orang tua kandung. Keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus adalah mertua dan anak tiri.

b. PTKP Karyawati Kawin

Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut:

a) Bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri;


b) Bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri
ditambah keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya. Dalam hal
0452F - Akuntansi Perpajakan

karyawati kawin dapat menunjukkan keterangan tertulis dari


pemerintah daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang
menyatakan suaminya tidak menerima atau memperoleh
penghasilan, besarnya PTKP adalah PTKP untuk dirinya sendiri
ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang
menjadi tanggungan sepenuhnya.
c) Penghasilan yang tidak memperoleh pengurangan biaya jabatan
dan/atau PTKP

Pengurangan berupa biaya jabatan dan tidak berlaku terhadap penghasilan-


penghasilan berupa:

a) upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan;


b) uang tebusan pensiun, uang pesangon, uang Tabungan Hari Tua atau
Jaminan Hari Tua, dan pembayaran lain sejenis;
c) honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh wajib pajak dalam negeri.

Selain itu, pengurangan biaya jabatan dan PTKP seperti diuraikan di atas
tidak berlaku terhadap penghasilan Wajib Pajak luar negeri yang dikenakan
pemotongan PPh Pasal 26.

Tarif dan Perhitungan PPh

Tarif pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21


ayat (21) UU PPh adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 17
ayat (1) UU PPh, kecuali ditentukan lain dengan Peraturan Pemerintah.
Petunjuk pelaksanaan PPh pasal 21 tersebut diatur di dalam Peraturan Dirjen
Pajak No. PER- 31/PJ/2009 jo PER-57/PJ/2009
0452F - Akuntansi Perpajakan

Tarif umum PPh pasal 21, sebagimana diatur dalam pasal 17 UU PPh, adalah
sebagai berikut :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif


Sampai dengan Rp 50.000.000,- 5%
Diatas Rp 50.000.000,- s.d Rp 250.000.000,- 15%
Diatas Rp 250.000.000,- s.d Rp 500.000.000,- 25%
Di atas Rp 500.000.000,- 30%

Dalam tahun berjalan, pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 dapat


diilustrasikan sebagai berikut. PT Andi pada Januari 2010 membayar gaji dan
upah sebagai berikut :

Jumlah bruto Rp 100.000.000,-


Potongan :
Iuran pensiun Rp 5.000.000,-
Premi Astek Rp 2.500.000,-
Pajak penghasilan Rp12.500.000,-
Rp 20.000.000,-
Dibayar (Rp 80.000.000,-)

Beberapa jenis potongan yang dilakukan terhadap gaji, selain pajak


penghasilan, juga iuran pensiun dan astek . Potongan itu biasanya dilakukan
sekaligus oleh perusahaan dan kemudian disetorkan ke kas negara atau tempat
lain yang ditunjuk.
Berdasarkan hal itu, pencatatan yang dilakukan oleh perusahaan sebagai
berikut :
(a) Pada saat penghitungan dan pemotongan pajak dan iuran pensiun serta
premi astek :
Biaya gaji Rp 100.000.000,-
Utang iuran pensiun Rp 5.000.000,-
Utang premi astek Rp 2.500.000,-
Utang PPh Pasal 21 Rp 12.500.000,-
Kas Rp 80.000.000,-
0452F - Akuntansi Perpajakan

(b) Pada saat penyetoran pajak dan iuran lainya ke kas negara
Utang PPh pasal 21 Rp 12.500.000,-
Utang iuran pensiun Rp 5.000.000,-
Utang premi astek Rp 2.500.000,-
Kas Rp 20.000.000,-

Cara menghitung PPh pasal 21 :


- PMK-252/PMK.03/2008 jo. PER 31/PJ/2009
- PER 57/PJ/2009

C. Pajak Penghasilan Pasal 22

Dalam Pasal 22 UU PPh, diatur bahwa Menteri Keuangan dapat menetapkan


bendaharawan pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu untuk memungut
pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan
usaha di bidang lain,

Pemungutan pajak berdasarkan pasal 22 UU PPh dimaksudkan untuk


meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengumpulan dana melalui sistem
pembayaran pajak dan untuk tujuan kesederhanaan, kemudahan, dan pengenaan
pajak yang tepat waktu.

Objek Pemungut PPh Pasal 22 :

‰ Pembelian barang oleh pemerintah

‰ Impor barang atau kegiatan usaha dibidang lain

‰ Penjualan barang sangat mewah

Yang dikenakan pemungutan pajak

‰ Pemasok barang kepada pemerintah

‰ Importir/pengimpor barang atau pemasok/pembeli barang dari badan-


badan tertentu

‰ Pembelian barang yang tergolong sangat mewah


0452F - Akuntansi Perpajakan

Yang tidak dikenakan pemungutan pajak

‰ Impor dan atau penyerahan barang berdasarkan UU PPh tidak terutang


pajak

‰ Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk dan atau PPN

‰ Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan


untuk diekspor kembali

‰ Impor kembali (reimpor) baran-barang untuk keperluan perbaikan


jalan, pekerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat Direktorat
Jendral Bea dan Cukai

‰ Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak

- Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000 tidak


merupakan pembayaran yang tidak terpecah-pecah

- Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas,


pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos

‰ Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh BULOG

‰ Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang


perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor

‰ Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan


dana Bantuan Operasional sekolah

Pemungut Objek Pajak

Pemungut PPh Pasal 22 adalah:

1) Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan cukai, atas impor barang b.
Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, lnstansi atau
lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang;
0452F - Akuntansi Perpajakan

2) Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan


mekanisme uang persediaan (UP);
3) Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau penjabat penerbit Surat Perintah
membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak
ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS),
Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
Pelayanan pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
4) Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan
bahan bakar minyak, gas, dan pelumas;
5) Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak
atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka
dari pedagang pengumpul.

Tarif PPh Pasal 22

Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:

a. Atas impor:

a) yang menggunakan Angka Pengenal impor (API), sebesar 2,5% dari nilai
impor, kecuali atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu
b) sebesar 0,5% dari nilai impor;
c) yang tidak menggunakan Angka Pengenal lmpor (API), sebesar 7,5% dari
nilai impor, dan/atau
d) yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang,

b. Atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam huruf b, c, dan d di


atas sebesar 1,5% dari harga pembelian.

c. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau
importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut :
0452F - Akuntansi Perpajakan

1. Bahan Bakar Minyak sebesar:

a. 0,25 % dari penjualan ttdak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk


penjualan kepada SPBU Pertamina
b. 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk
penjualan kepada SPBU bukan Pertamina dan Non SPBU

2. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN

3. Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN

d. Atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak
dalam bidang usaha industri semen, industri kedas, industri baja, dan industri
otomotif:

1. penjualan kertas didalam negeri sebesar 0,1 % dari dasar pengenaan pajak
Pajak Pertambahan Nilai;

2. penjualan semua jenis semen di dalam negeri sebesar 0,25% dari dasar
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;

3. penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam
negeri sebesar 0,45% dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;

4. penjualan baja di dalam negeri sebesar 0,3% dari dasar pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai,

e. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan
usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan yang ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal
22 dari pedagang pengumpul sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari
harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai

Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk
yaitu Cost lnsurance and Freight (ClF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan
lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
kepabeanan di bidang impor.
0452F - Akuntansi Perpajakan

Besarnya tarif pemungutan yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada
tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok
Wajib Pajak dan berlaku untuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang
bersifat tidak final.

Contoh :

PT Andi ditunjuk sebagai Pemungut PPh Pasal 22 atas transaksi yang dilakukan
melalui badan itu Januari 2010 PT Iwan melakukan transaksi senilai
Rp 100. 000.000, 00 dengan PT Andi. Thrif PPh Pasal 22 misalnya 2,5 % Oleh
karena itu PT Iwan, selain membayar nilai transaksi Rp100.000.000,00 masih
harus menambah pembayaran PPh Pasal 22 Rp 2.500.000,- (2,5 % x
Rp100.000.000,-). Pencatatan yang dilakukan oleh PT Andi sebagai berikut.

(a) Pada waktu memungut PPh Pasal 22

Kas Rp 102.500.000,-

Utang PPh Pasal 22 Rp 2.500.000,-

Penjualan Rp100.000.000,-

(b) Pada waktu penyetoran PPh Pasal 22

Utang PPh Pasal22 Rp 2.500.000,-

Kas Rp. 2.500.000,-

Pasal 23 (2) UU no.36 tahun 2008 menyatakan bahwa apabila wajib pajak belum
punya NPWP dikenakan pajak dengan tarif lebih tinggi 100 %.

D. Pajak Penghasilan Pasal 23

I. Objek dan Tarif Pajak

Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa
pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyetenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri
0452F - Akuntansi Perpajakan

lainnya kepada Wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak
oleh pihak yang wiajib rnembayarkan:

1. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:

a. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi (Pasal 4 ayat t huruf g UU PPh) yaitu

1) pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama
dan dalam bentuk apa pun
2) pembayaran kembali karena likuidasi yang meiebihi jumlah nominal yang
disetor
3) pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk
saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham
4) pembagian laba dalam bentuk saham
5) pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran
6) jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau
diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh
perseroan yang bersangkutan
7) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan,
jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika
pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar
(statuter) yang dilakukan secara sah
8) pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang
diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut
9) bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi
10) bagian laba yang diterima oleh pemegang polis
11) pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi
12) pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang
dibebankan sebagai biaya perusahaan.
0452F - Akuntansi Perpajakan

Dalam praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara


terselubung, misalnya dalam hal pemegang sahann yang telah menyetor
penuh

b. bunga termasuk premium. diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian


utang;

c. royalti, yang terdiri dari :

1) hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merk dagang,
formula atau rahasia perusahaan.
2) hak atas harta berwujud , misalnya hak atas alat-alat industri, komersial,
dan ilmu pengetahuan
3) informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum,
walaupun mungkin belum dipamerkan.
d. Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah dipotong pajak
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) huruf e, yaitu dalam hal
penerimaan pnghasilan adalah wajib pajak badan termasuk BUT (keputusan Dirjen
Pajak No. Kep-395/PJ/2001)

2. Sebesar 2% (lima belas persen) dari jumlah penghasilan bruto atas :

a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan peggunaan harta

b.imbalan sehubungan dengan jasa tekhnik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain yang diatur atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21.

3. Dalam hal wajib pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak
memiliki NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus
persen) daripada tarif tersebut di atas.

II. Jasa Lain

Jenis jasa lain diatur atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.
244/PMK.03/2008, terdiri dari:
0452F - Akuntansi Perpajakan

a) Jasa penilai (appraisal); Jasa aktuaris

b) Jasa akuntansi, pembukuan dan atestasi laporan keuangan

c) Jasa perancangan (design)

d) Jasa pengeboran (driling)

e) Jasa peunjang dibidang penambangan migas

f) Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas

g) Jasa penunjang dibidang penerbangan dan bandar udara

h) Jasa penebangan hutan

i) Jasa pengolahan limbah

j) Jasa penyediaan tenaga kerja (outsourching services)

k) Jasa perantara dan/atau keagenan

l) Jasa dibidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh

KSEI

m) Jasa custodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI

n) Jasa kustodian/pemyimpanan /penitipan, kecuali yang dilakukan oleh


KSEI;
o) Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
p) Jasa mixing film;
q) Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan,
pemeliharaan dan perbaikan;
r) Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,
dan/atau TV kabel,selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi;
s) Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon,
air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan,
selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
0452F - Akuntansi Perpajakan

konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha


konstruksi;
t) Jasa maklon;
u) Jasa penyelidikan dan keamanan;
v) Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
w) Jasa pengepakan;
x) Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar
ruang atau media lain untuk penyampaian informasi;
y) Jasa pembasmian hama;
z) Jasa kebersihan atau cleaning service;
aa) Jasa catering atau tata boga.

™ Jumlah Bruto

Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, iasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain setain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21 dipotong
PPh Pasal 23 oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2 % (dua persen)
dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. (Sesuai dengan
SE 53/PJ/2009)

™ Jenis Objek Pajak


Untuk lebih memperjelas lagi tentang objek pajak yang dikenakan PPh final dan
PPh pasal 23, dibawah ini terlihat perbandingan beberapa objek pajak.
0452F - Akuntansi Perpajakan
0452F - Akuntansi Perpajakan

™ Non Objek PPh pasal 23 :


a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
b. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha
dengan hak opsi;
c. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang
diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c);
d. bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf i;
e. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
f. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan
yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur
dengan peraturan Menteri Keuangan.

E. Pajak Penghasilan Pasal 26


™ Objek pemotong
Wajib pajak luar negeri selain Badan Usaha Tetap di Indonesia
™ Tarif Pemotongan
1. Sebesar 20 % dari jumlah bruto penghasilan wajib pajak luar negeri berupa :
- Dividen
- Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang
- Royalti, sewa, dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta
- lmbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
- Hadiah dan penghargaan
- Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
0452F - Akuntansi Perpajakan

- premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya


- keuntungan karena pembebasan utang

2. Sebesar 20 % dari Perkiraan Penghasilan Neto atas penghasilan wajib

pajak luar negeri berupa:

Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di lndonesia, kecuali yang


diatur dalam Pasal 4 ayat (2)

a) Penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham


b) Penghasilan berupa premi asuransi yang dibayarkan kepada
perusahaan asuransi di luar negeri, yailu : (624/KMK.04/1994)
™ 20 % x 50% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi di Luar Negeri oleh tertanggung baik secara langsung
maupun melalui pialang.
™ 20% x10% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransidi LN oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di
lndonesia baik secara langsung maupun melalui pialang.
™ 20% x 5% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi di LN oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan
di lndonesia baik secara langsung maupun melalui Pialang.

3. Sebesar 20 % dari Laba Neto setelah pajak dari suatu BUT di Indonesia
(Branch Profit Tax), kecuali jika ditanamkan kembali di lndonesia.
(14/PMK.03/2011)
5. Dalam hal telah dilakukan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara
Pemerintah Rl dengan negara lain (treaty partner); penghitungan besarnya
PPh Pasal 26 didasarkan pada Tax Treaty tersebut (dibebaskan dari
pengenaan PPh Pasal 26 atau dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif yang lebih
rendah).
0452F - Akuntansi Perpajakan

F. Potongan dan pungutan pajak penghasilan yang lain

PPh pasal 4 ayat 2 / PPh Final :

™ Objek dan Tarif pajak


Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi
dan surat utang negara dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota operasi orang pribadi.
b. penghasilan berupa hadiah undian;
c. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan,
d. usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau
bangunan, dan
e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan
peraturan Pemerintah.
Sesuai dengan ketentuan pada ayat (1), penghasilan-penghasilan dimaksud pada
ayat ini merupakan objek pajak. Berdasarkan pertimbangan antara lain :
a) perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi
sebagaimana pertimbangan dan tabungan masyarakat;
b) kesederhanaan dalam pemungutan pajak;
c) berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun
Direktorat Jenderal Pajak;
d) pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan
e) memerhatikan perkembangan ekonomi dan moneter
Atas penghasilan-penghasilan tersebut perlu diberikan perlakuan tersendiri
dalam pengenaan pajaknya . Perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas
jenis penghasilan tersebut termasuk sifat, besarnya, dan tata cara pelaksanaan
pembayaran, pemotongan, atau pemungutan diatur dengan Peraturan
pemerintah .
Obligasi sebagaimana dimaksud pada ayat ini termasuk surat utang berjangka
waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, seperti Medium Term Note, Floating Rate
Note yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.
0452F - Akuntansi Perpajakan

Surat Utang Negara yang dimaksud pada ayat ini meliputi obligasi Negara dan
surat Perbendaharaan Negara.
™ Tarif PPh Pasal 4 ayat (2) / PPh final
0452F - Akuntansi Perpajakan

G. PPN dan PPnBM

Setiap pengusaha yang menyerahkan Barang Kena pajak (BKP) atau Jasa Kena pajak
(JKP) wajib melaporkan usahanya ke KPP untuk dikukuhkan sebagai pengusaha
Kena pajak (PKP), kecuali masih termasuk pengusaha Kecil yaitu jumlah peredaran
satu tahun kurang dari Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), tidak berubah
s/d. tahun 2010, peraturan MKRI No.68/PMK.03/2010). Setelah dikukuhkan sebagai
PKP, wajib memungut PPN pada waktu menyerahkan BKP atau JKP, membuat
Faktur pajak, membuat perhitungan jumlah pajak Keluaran (PK) dan pajak
Masukan yang dapat dikreditkan (PM-DDK) setiap bulan.

Apabila jumlah PK lebih besar dari PM-DDK terjadi kurang bayar yang harus
disetorkan ke kas negara paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Apabila jumlah
PK lebih kecil dari PM-DDK terjadi lebih bayar, yang dapat dilakukan restitusi
atau dikompensasi ke bulan berikutnya.

Pasal 15 UU No.42 Tahun 2009 Perubahan ketiga UU PPN

a. Penyetoran PPN kurang bayar oleh PKP harus dilakukan paling lama akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa pajak dan sebelum SPT.

b. SPT Masa PPN disampaikan ke KPP paling lama akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa pajak.

Pajak Masukan (PM) yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran adalah
faktur pajak yang diisi dengan benar, lengkap dan tidak cacat sebagaimana
0452F - Akuntansi Perpajakan

dimaksud Pasal 13 ayat (5) UU. No.42 Tahun 2009; dalam faktur pajak harus
dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP/JKP yang paling sedikit
memuat:

a. Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP/JKP;

b. Nama, alamat, NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;

c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian dan potongan

harga;

d. PPN yang dipungut;

e. PPnBM yang dipungut;

f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan FP;

g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangali F.P.

Pasal 9 ayat (8) UU. No.42 Th. 2009.

Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran,

adalah:

a. Perolehan BKP atau JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP

b. Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan

kegiatan usaha

c. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station

wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;

d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah

Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP

e. Perolehan BKP/JKP yang Faktur Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 13 ayat(S) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama,
0452F - Akuntansi Perpajakan

alamat dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP

g. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah

Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaiamana

dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6)

h. Perolehan BKP atas JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan

ketetapan Pajak

i. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT

Masa PPN, yang diketemukan pada waktu dilakukannya pemeriksaan dan

j. Perolehan BKP sendiri barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi

sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (2a), yaitu: Bagi PKP yang belum

berproduksi sehingga belurn melakukan penyerahan yang terutang pajak, PM

atas perolehan/impor barang modal dapat dikreditkan.

H. Utang Pajak yang Lain

Selain PPh dan PPN, perusahaan juga masih mempunyai kewajiban terhadap
jenis pajak yang lain, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak yang
dipungut pemerintah daerah (pajak kendaraan bermotor), mungkin juga retribusi
pajak-pajak itu, umumnya, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan
(untuk keperluan paiak penghasilan). Dalam kasus PBB, pengiriman Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) mengakibatkan adanya utang pajak bagi
perusahaan. Utang itu baru lunas setelah ada pembayaran . Pencatatan utang PBB
dan paiak daerah serta retribusi dilakukan sama seperti paiak yang lain. Pada
penutupan tahun, paiak-pajak itu dipindahkan sebagai biaya pada laporan laba-rugi.
0452F - Akuntansi Perpajakan

SIMPULAN

Wajib pajak sebagai pengusaha diwajibkan membayar PPh pasal 25 setiap


bulannya, yang dihitung berdasarkan laporan keuangan akhir tahun maupun triwulan
ataupun berdasarkan ketetapan atau keputusan pajak. Besarnya angsuran PPh pasal 25
dalam tahun berjalan sama dengan PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh
tahun pajak yang lalu dikurangi dengan PPh yang telah dipotong /dipungut pihak lain
(PPh Pasal 21, pasal 22, pasal 23, dan Pasal 24) dibagi 12 atau banyaknya bulan
dalam bagian tahun pajak.

Pemotong PPh 21 terkait dengan ketentuan dalam pasal 21 UU PPh yang


mengatur tentang pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak atas penghasilan
sehubungan dengan : pekerjaan, jasa , atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk
apapun. Yang diterima (cash basis) atau diperoleh (accrual basis) wajib pajak orang
pribadi dalam negeri. Pengurang yang diperbolehkan yaitu biaya jabatan, biaya
pensiun, dan iuran pensiun/jaminan hari tua dan penghasilan tidak kena pajak.

Dalam Pasal 22 UU PPh, diatur bahwa Menteri Keuangan dapat menetapkan


bendaharawan pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tedentu untuk memungut
pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan
usaha di bidang lain.

Dalam pasal 23 UU PPh, objek pajak terdiri dari deviden, bunga, royalti,
hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah dipotong dengan tarif
15% dari jumlah bruto dan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas sewa dan
jasa.

Objek pajak pasal 26 UU PPh adalah wajib pajak luar negeri selain BUT
dengan tarif yang dikenakan 20% apabila tidak ada perjanjian tax treaty.

Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final (pasal 4 ayat 2)
yaitu penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
0452F - Akuntansi Perpajakan

anggota koperasi orang pribadi, penghasilan berupa hadiah undian, penghasilan dari
transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di
bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada
perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura, penghasilan
dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan dan
penghasilan tertentu lainnya,
0452F - Akuntansi Perpajakan

DAFTAR PUSTAKA

1. Gunadi, (2009), Akuntunsi Pajak , PT Gramedia Widiasarana Indonesia,


Jakarta, Bab VIII

2. UU Pajak Penghasilan no.36 Tahun 2008

3. PMK-252/PMK.03/2008 jo. PER 31/PJ/2009

PER 31/PJ/2009 jo. PER 57/PJ/2009

Anda mungkin juga menyukai