LECTURE NOTES
mdewi@binus.edu
0452F - Akuntansi Perpajakan
LEARNING OUTCOMES
OUTLINE MATERI :
Pembayaran PPh pasal 25 setiap bulan akan diperlakukan sebagai piutang yang
akan menjadi kredit pajak, atau akan diperhitungan dengan PPh terutang akhir
tahun.
Angsuran pajak PPh pasal 25 adalah angsuran pajak penghasilan dalam tahun
pajak berjalan untuk setiap bulan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak
sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 UU PPh.
Besarnya angsuran PPh pasal 25 dalam tahun berjalan sama dengan PPh yang
terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan PPh
yang telah dipotong /dipungut pihak lain (PPh Pasal 21, pasal 22, pasal 23, dan
Pasal 24) dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Contoh :
Pajak penghasilan terutang berdasarkan Rp 50.000.000,-
SPT tahunan PPh 2009
Dikurangi dengan :
PPh pasal 21 Rp 15.000.000,-
PPh pasal 22 Rp 10.000.000,-
PPh pasal 23 Rp 2.500.000,-
PPh pasal 24 Rp 7.500.000,-
Jumlah (Rp 35.000.000,-)
Dasar perhitungan PPh pasal 25 Rp 15.000.000,-
Besarnya angsuran PPh yang harus dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2010
adalah : Rp 15.000.000,-/12 = Rp 1.250.000,-
0452F - Akuntansi Perpajakan
a) Angsuran Bulanan PPh Pasal 25 Apabila Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak atas
tahun pajak yang lalu
Apabila dalam tahun berjalan untuk tahun pajak yang lalu, maka angsuran
surat ketetapan pajak tersebut, dimana perubahan angsuran berlaku mulai
berikutnya setelah diterbitkannya surat ketetapan pajak.
Contoh:
Berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2009 yang disampaikan pada bulan
Maret 2010, perhitungan angsuran PPh yang harus dibayar adalah Rp
1.250.000,00. Dalam bulan Juli 2010 diterbitkan surat ketetapan pajak untuk
tahun pajak 2009 yang menghasilkan besarnya angsuran PPh setiap bulan
menjadi sebesar Rp 2.000.000,-
b). Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak yang Berhak atas Kompensasi Kerugian
Contoh:
Dengan asumsi dalam tahun 2009 besarnya PPh yang dipotong atau dipungut
pihak lain sebesar Rp 5.000.000,- maka besarnya angsuran PPh pasal 25 PT X
tahun 2010 adalah = 1/12 x Rp 25.200.000,- = Rp 2.100.000,-
c) Angsuran PPh pasal 25 bagi wajib pajak yang memperoleh penghasilan teratur
Penghasilan tidak teratur tidak dipakai sebagai dasar perhitungan angsuran
PPh pasal 25 .
d) Angsuran PPh pasal 25 bagi wajib pajak yang mengalami perubahan keadaan
usaha (Keputusan Dirjen Pajak Nomor Ke-537/PJ./2000 jo. Peraturan Dirjen
pajak nomor PER – 10/PJ/2009)
e) Angsuran PPh pasal 25 bagi wajib pajak yang menyampaikan SPT lewat batas
waktu.
Wajib pajak tidak diberi perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
Wajib pajak diberi perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
f) Angsuran PPh pasal 25 bagi wajib pajak baru (PMK Nomor
255/PMK.03/2008)
g) Angsuran PPh pasal 25 bagi wajib pajak Bank dan SGU dengan hak opsi
(PMK no.255/PMK.03/2008)
h) Angsuran PPh pasal 25 bagi BUMN/BUMD dengan nama dan dalam bentuk
apapun, kecuali wp bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi (PMK nomor
255/PMK.03/2008)
i) Angsuran PPh pasal 25 untuk wajib pajak masuk bursa dan wajib pajak
lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan
berkala (PMK nomor 255/PMK.03/2008)
j) Angsuran PPh pasal 25 untuk wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu
(PMK nomor 255/PMK.03/2008 jo.keputusan Dirjen pajak no.Kep-
171/pj./2002)
0452F - Akuntansi Perpajakan
k) PPh pasal 25 bagi wajib pajak BUT pengeboran minyak dan gas bumi (KMK
628/KMK.04/1991)
l) PPh pasal 25 bagi wajib pajak yang berusaha dalam bidang penambangan
umum dalam rangka kontrak karya yang pengenaan pajaknya berdasarkan
ordonasi pajak perseroan (SE-48/pj.42/1999)
Yang diterima (cash basis) atau diperoleh (accrual basis) wajib pajak orang
pribadi dalam negeri.
a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan
pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk
apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
d. orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta
badan yang membayar :
Dalam Pasal 4 ayal (1) huruf a UU PPh diatur bahwa penggantian atau
imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi,
uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya merupakan objek PPh,
dalam hal ini objek PPh Pasal 21.
0452
2F - Akuntansi Perpajak
kan
k PPh Pasall 21
Objek
Dikenakan PPh
nal
fin
Objek PPh
h 21
Tidak dikenakan
P
Penghasilan
PPh final
Non objekk PPh
21
d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi dari badan atau lembaga amil zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan
yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang
diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahan oleh pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan diantara pihak-pihak yang
bersangkutan
Pengurang yang diperbolehkan untuk penghasilan bruto pegawai tetap terdiri dari
biaya jabatan dan iuran pensiun/Jaminan Hari Tua Untuk penerima pensiun,
pengurang yang diperbolehkan adalah biaya pensiun,
a. Besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk
penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pegawai tetap ditetapkan
sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 6.000.000,00
(enam juta rupiah) setahun atau Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan
0452F - Akuntansi Perpajakan
b. luran pensiun/Jaminan Hari Tua, yaitu iuran yang terkait dengan gaji yang
dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan,
c Besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk
penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pensiunan ditetapkan sebesar
5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp2.400.000,00 (dua
juta empat ratus ribu rupiah) setahun atau Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah)
sebulan.
a. Jumlah PTKP
Selain itu, pengurangan biaya jabatan dan PTKP seperti diuraikan di atas
tidak berlaku terhadap penghasilan Wajib Pajak luar negeri yang dikenakan
pemotongan PPh Pasal 26.
Tarif umum PPh pasal 21, sebagimana diatur dalam pasal 17 UU PPh, adalah
sebagai berikut :
(b) Pada saat penyetoran pajak dan iuran lainya ke kas negara
Utang PPh pasal 21 Rp 12.500.000,-
Utang iuran pensiun Rp 5.000.000,-
Utang premi astek Rp 2.500.000,-
Kas Rp 20.000.000,-
Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk dan atau PPN
1) Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan cukai, atas impor barang b.
Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, lnstansi atau
lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang;
0452F - Akuntansi Perpajakan
a. Atas impor:
a) yang menggunakan Angka Pengenal impor (API), sebesar 2,5% dari nilai
impor, kecuali atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu
b) sebesar 0,5% dari nilai impor;
c) yang tidak menggunakan Angka Pengenal lmpor (API), sebesar 7,5% dari
nilai impor, dan/atau
d) yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang,
c. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau
importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut :
0452F - Akuntansi Perpajakan
2. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN
d. Atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak
dalam bidang usaha industri semen, industri kedas, industri baja, dan industri
otomotif:
1. penjualan kertas didalam negeri sebesar 0,1 % dari dasar pengenaan pajak
Pajak Pertambahan Nilai;
2. penjualan semua jenis semen di dalam negeri sebesar 0,25% dari dasar
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
3. penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam
negeri sebesar 0,45% dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;
4. penjualan baja di dalam negeri sebesar 0,3% dari dasar pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai,
e. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan
usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan yang ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal
22 dari pedagang pengumpul sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari
harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk
yaitu Cost lnsurance and Freight (ClF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan
lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
kepabeanan di bidang impor.
0452F - Akuntansi Perpajakan
Besarnya tarif pemungutan yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada
tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok
Wajib Pajak dan berlaku untuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang
bersifat tidak final.
Contoh :
PT Andi ditunjuk sebagai Pemungut PPh Pasal 22 atas transaksi yang dilakukan
melalui badan itu Januari 2010 PT Iwan melakukan transaksi senilai
Rp 100. 000.000, 00 dengan PT Andi. Thrif PPh Pasal 22 misalnya 2,5 % Oleh
karena itu PT Iwan, selain membayar nilai transaksi Rp100.000.000,00 masih
harus menambah pembayaran PPh Pasal 22 Rp 2.500.000,- (2,5 % x
Rp100.000.000,-). Pencatatan yang dilakukan oleh PT Andi sebagai berikut.
Kas Rp 102.500.000,-
Penjualan Rp100.000.000,-
Pasal 23 (2) UU no.36 tahun 2008 menyatakan bahwa apabila wajib pajak belum
punya NPWP dikenakan pajak dengan tarif lebih tinggi 100 %.
Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa
pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyetenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri
0452F - Akuntansi Perpajakan
lainnya kepada Wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak
oleh pihak yang wiajib rnembayarkan:
a. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi (Pasal 4 ayat t huruf g UU PPh) yaitu
1) pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama
dan dalam bentuk apa pun
2) pembayaran kembali karena likuidasi yang meiebihi jumlah nominal yang
disetor
3) pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk
saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham
4) pembagian laba dalam bentuk saham
5) pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran
6) jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau
diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh
perseroan yang bersangkutan
7) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan,
jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika
pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar
(statuter) yang dilakukan secara sah
8) pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang
diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut
9) bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi
10) bagian laba yang diterima oleh pemegang polis
11) pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi
12) pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang
dibebankan sebagai biaya perusahaan.
0452F - Akuntansi Perpajakan
1) hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merk dagang,
formula atau rahasia perusahaan.
2) hak atas harta berwujud , misalnya hak atas alat-alat industri, komersial,
dan ilmu pengetahuan
3) informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum,
walaupun mungkin belum dipamerkan.
d. Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah dipotong pajak
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) huruf e, yaitu dalam hal
penerimaan pnghasilan adalah wajib pajak badan termasuk BUT (keputusan Dirjen
Pajak No. Kep-395/PJ/2001)
b.imbalan sehubungan dengan jasa tekhnik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain yang diatur atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21.
3. Dalam hal wajib pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak
memiliki NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus
persen) daripada tarif tersebut di atas.
Jenis jasa lain diatur atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.
244/PMK.03/2008, terdiri dari:
0452F - Akuntansi Perpajakan
KSEI
Jumlah Bruto
Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, iasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain setain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21 dipotong
PPh Pasal 23 oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2 % (dua persen)
dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. (Sesuai dengan
SE 53/PJ/2009)
3. Sebesar 20 % dari Laba Neto setelah pajak dari suatu BUT di Indonesia
(Branch Profit Tax), kecuali jika ditanamkan kembali di lndonesia.
(14/PMK.03/2011)
5. Dalam hal telah dilakukan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara
Pemerintah Rl dengan negara lain (treaty partner); penghitungan besarnya
PPh Pasal 26 didasarkan pada Tax Treaty tersebut (dibebaskan dari
pengenaan PPh Pasal 26 atau dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif yang lebih
rendah).
0452F - Akuntansi Perpajakan
Surat Utang Negara yang dimaksud pada ayat ini meliputi obligasi Negara dan
surat Perbendaharaan Negara.
Tarif PPh Pasal 4 ayat (2) / PPh final
0452F - Akuntansi Perpajakan
Setiap pengusaha yang menyerahkan Barang Kena pajak (BKP) atau Jasa Kena pajak
(JKP) wajib melaporkan usahanya ke KPP untuk dikukuhkan sebagai pengusaha
Kena pajak (PKP), kecuali masih termasuk pengusaha Kecil yaitu jumlah peredaran
satu tahun kurang dari Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), tidak berubah
s/d. tahun 2010, peraturan MKRI No.68/PMK.03/2010). Setelah dikukuhkan sebagai
PKP, wajib memungut PPN pada waktu menyerahkan BKP atau JKP, membuat
Faktur pajak, membuat perhitungan jumlah pajak Keluaran (PK) dan pajak
Masukan yang dapat dikreditkan (PM-DDK) setiap bulan.
Apabila jumlah PK lebih besar dari PM-DDK terjadi kurang bayar yang harus
disetorkan ke kas negara paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Apabila jumlah
PK lebih kecil dari PM-DDK terjadi lebih bayar, yang dapat dilakukan restitusi
atau dikompensasi ke bulan berikutnya.
a. Penyetoran PPN kurang bayar oleh PKP harus dilakukan paling lama akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa pajak dan sebelum SPT.
b. SPT Masa PPN disampaikan ke KPP paling lama akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa pajak.
Pajak Masukan (PM) yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran adalah
faktur pajak yang diisi dengan benar, lengkap dan tidak cacat sebagaimana
0452F - Akuntansi Perpajakan
dimaksud Pasal 13 ayat (5) UU. No.42 Tahun 2009; dalam faktur pajak harus
dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP/JKP yang paling sedikit
memuat:
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian dan potongan
harga;
adalah:
b. Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah
dimaksud dalam Pasal 13 ayat(S) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama,
0452F - Akuntansi Perpajakan
g. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah
h. Perolehan BKP atas JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan
ketetapan Pajak
i. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT
j. Perolehan BKP sendiri barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi
sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (2a), yaitu: Bagi PKP yang belum
Selain PPh dan PPN, perusahaan juga masih mempunyai kewajiban terhadap
jenis pajak yang lain, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak yang
dipungut pemerintah daerah (pajak kendaraan bermotor), mungkin juga retribusi
pajak-pajak itu, umumnya, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan
(untuk keperluan paiak penghasilan). Dalam kasus PBB, pengiriman Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) mengakibatkan adanya utang pajak bagi
perusahaan. Utang itu baru lunas setelah ada pembayaran . Pencatatan utang PBB
dan paiak daerah serta retribusi dilakukan sama seperti paiak yang lain. Pada
penutupan tahun, paiak-pajak itu dipindahkan sebagai biaya pada laporan laba-rugi.
0452F - Akuntansi Perpajakan
SIMPULAN
Dalam pasal 23 UU PPh, objek pajak terdiri dari deviden, bunga, royalti,
hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah dipotong dengan tarif
15% dari jumlah bruto dan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas sewa dan
jasa.
Objek pajak pasal 26 UU PPh adalah wajib pajak luar negeri selain BUT
dengan tarif yang dikenakan 20% apabila tidak ada perjanjian tax treaty.
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final (pasal 4 ayat 2)
yaitu penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
0452F - Akuntansi Perpajakan
anggota koperasi orang pribadi, penghasilan berupa hadiah undian, penghasilan dari
transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di
bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada
perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura, penghasilan
dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan dan
penghasilan tertentu lainnya,
0452F - Akuntansi Perpajakan
DAFTAR PUSTAKA