1) Pasien dirawat minimal 12 jam pra operasi dengan membawa hasil pemeriksaan laboratorium,
rontgen dada, konsultasi ahli jantung dan lainnya sesuai indikasi
2) Puasa selama 8 jam sebelum tindakan opersai
3) Kulit bagian pusar dibersihkan dan ditutup dengan kain kassa yang telah dibasahi dengan
alcohol
4) Dilakukan pengosongan usus besar untuk membuang sisa-sisa kotoran (klisma)
5) Diberikan obat pencahar, premedikasi, antibiotik profilaksis
1. Jika endoskopi saluran cerna bagian atas/ERCP perlu puasa 6 - 8 jam. Untuk tindakan
kolonoskopi akan diberikan pencahar untuk membersihkan usus dari kotoran
2. Untuk kenyamanan, dokter dapat memberikan obat penenang untuk relaksasi dan
membuat tidur.
3. Pada anak-anak dan prosedur yang kompleks,mungkin saja akan diberikan anestesi
umum (dibuat tidur untuk beberapa jam)
Tugas
PEMERISAAN DIAGNOSTIK
OLEH:
AINAL MARDIA
NIM : 105011002
2011
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. KESIMPULAN ........................................................ 6
B. SARAN ..................................................................... 6
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan
Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah dengan judul
“Pemeriksaan Diagnostik”
Terima kasih disampaikan kepada Bapak dosen mata yang telah membimbing dan
memberikan kuliah demi lancarnya tugas ini.
Demikianlah makalah ini disusun semoga bermanfaat, agar dapat memenuhi tugas mata
kuliah
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BALAKANG
B. TUJUAN
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah agar pembaca dapat menjelaskan
tentang pemeriksaan diagnostic
BAB II
PMBAHASAN
Pemeriksaan diagnostik adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga dan
komunikan terhadap suatu masalah kesehatan dan proses kehidupan aktual maupun
potensial. Hasil suatu pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam membantu diagnosa,
memantau perjalanan penyakit serta menentukan prognosa. Karena itu perlu diketahui faktor
yang mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.
Terdapat faktor utama yang dapat mengakibatkan kesalahan hasil laboratorium yaitu :
Pra instrumentasi
Pada tahap ini sangat penting diperlukan kerjasama antara petugas, pasien dan dokter. Hal
ini karena tanpa kerja sama yang baik akan mengganggu/mempengaruhi hasil pemeriksaan
laboratorium. Yang termasuk dalam tahapan pra instrumentasi meliputi :
Teknologi rontgen sudah digunakan lebih dari satu abad yang lalu. Tepatnya sejak 8
November 1890 ketika fisikawan terkemuka berkebangsaan Jerman, Conrad Roentgen,
menemukan sinar yang tidak dikenalinya, yang kemudian diberi label sinar X. Sinar ini
mampu menembus bagian tubuh manusia, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memotret
bagian-bagian dalam tubuh. Berkat jasanya bagi dunia kedokteran, banyak nyawa bisa
diselamatkan, hingga ia mendapat penghargaan Nobel di tahun 1901.
Pada prinsipnya sinar yang menembus tubuh ini perlu dipindahkan ke format film agar bisa
dilihat hasilnya. Seiring dengan kemajuan teknologi, kini foto rontgen juga sudah bisa
diproses secara digital tanpa film. Sementara hasilnya bisa disimpan dalam bentuk CD atau
bahkan dikirim ke berbagai belahan dunia menggunakan teknologi e-mail.
c. Persiapan pemeriksaan
1) Radiografi konvensional tanpa persiapan.
Maksudnya, saat anak datang bisa langsung difoto. Biasanya ini untuk pemeriksaan
tulang atau toraks.
2) Radiografi konvensional dengan persiapan.
Pemeriksaan radiografi konvensional yang memerlukan persiapan di antaranya untuk foto
rontgen perut. Sebelum pelaksanaan, anak diminta untuk puasa beberapa jam atau hanya makan
bubur kecap. Dengan begitu ususnya bersih dan hasil fotonya pun dapat dengan jelas
memperlihatkan kelainan yang dideritanya.
3) Pemeriksaan dengan kontras
d. Kardiotokografi (CTG)
Secara khusus CTG adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur DJJ pada saat kontraksi
maupun tidak.sedangkn Secara umum CTG merupakan suatu alat untuk mengetahui
kesejahteraan janin di dalam rahim, dengan merekam pola denyut jantung janin dan
hubungannya dengan gerakan janin atau kontraksi rahim.
Pemeriksaan CTG
1) Sebaiknya dilakukan 2 jam setelah makan.
2) Waktu pemeriksaan selama 20 menit,
3) Selama pemeriksaan posisi ibu berbaring nyaman dan tak menyakitkan ibu maupun bayi.
4) Bila ditemukan kelainan maka pemantauan dilanjutkan dan dapat segera diberikan
pertolongan yang sesuai.
5) Konsultasi langsung dengan dokter kandunga
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pemeriksaan diagnostik adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga dan
komunikan terhadap suatu masalah kesehatan dan proses kehidupan aktual maupun
potensial. Hasil suatu pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam membantu diagnosa,
memantau perjalanan penyakit serta menentukan prognosa. Karena itu perlu diketahui faktor
yang mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.
B. SARAN
1 komentar:
1.
Balas
Pengikut
Mengenai Arsip Blog
Saya
► 2013 (1)
▼ 2012 (29)
o ► Oktober (1)
o ► Maret (5)
o ▼ Februari (23)
JOESRAN
TTV
Parigi Moutong,
Toksoplasma
selteng,
makalah keluarga sejaterah
Indonesia
Definisi Bidan Desa dan program bidan desa
Lihat profil lengkapku
makalah bidan desa
ANATOMI DAN FISOLOGI ORGAN
REPRODUKSI WANITA
kehamilan dan 58 APN
askeb kehamiln
konsep kebidanan
pasien krisis
Paradigma kebidanan
Pengertian Bidan
peraturan mentri kesehatan RI
ANATOMI PANGGUL WANITA
STANDARD ASUHAN KEHAMILAN
STANDAR ASUHAN KEBIDANAN
PROFESI BIDAN
MAKALAH PEMERISAAN DIAGNOSTIK
APN
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA NOM...
askeb I
anatomi panggul
► 2009 (1)
Penugasan
1. Uraian singkat dari peserta didik tentang hal-hal yang perlu disiapkan tenaga kesehatan
khusunya bidan dalam melakukan pemeriksaan diagnostik.
2. Uraian singkat oleh masing-masing peserta didik tentang persiapan pasien sebelum pengambilan
spesimen.
Buku sumber:
2014. Keterampilan Dasar Kebidanan 2. Diandra Primamitra. Jakarta
PENDIDIK
……………………..
Diposting oleh sry wulandary di 05.04
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Posting Komentar
Arsip Blog
▼ 2014 (6)
o ▼ Desember (6)
KONSEP KEBIDANAN LANJUT
TUGAS MAKALAH KESPRO
BAHAN AJAR KETERAMPILAN DASAR KEBIDANAN 2
BAHAN AJAR
<!--[if gte mso 9]> <![endif]--> <!--[if gte ...
RAMBU-RAMBU PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN
Mengenai Saya
sry wulandary
Lihat profil lengkapku
Tema Sederhana. Gambar tema oleh lobaaaato. Diberdayakan oleh Blogger.
My Job Midwife
Jumat, 17 April 2015
Persiapan dan Perawatan Pre Operasi, Intra Operasi& Post Operasi
MAKALAH IKD II (Ilmu Kebidanan Dasar)
Persiapan dan Perawatan Pre Operasi, Intra Operasi& Post Operasi
Disusun untuk Memenuhi Tugas IKD II (KDPK)
Dosen pembimbing
Kurnia Retno Wulansari, S.ST., M.Kes
Yeni Adriani, S.ST
Disusun Oleh :
kelompok 1
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.3 ANASTESIA
Anestesia adalah penghilangan kesadaran sementara sehingga menyebabkan hilang rasa
pada tubuh tersebut. Tujuannya untuk penghilang rasa sakit ketika dilakukan tindakan
pembedahan. Hal yang perlu diperhatikan yaitu dosis yang diberikan sesuai dengan jenis
pembedahan atau operasi kecil/besar sesuai waktu yang dibutuhkan selama operasi dilakukan.
a. Jenis-jenis anestesia
a) Anestesia umum, dilakukan umtuk memblok pusat kesadaran otak dengan menghilangkan
kesadaran, menimbulkan relaksasi, dan hilangnya rasa. Pada umumnya, metode pemberiannya
adalah dengan inhalasi dan intravena.
b) Anestesia regional, dilakukan pada pasien yang masih dalam keadaan sadar untuk meniadakan
proses konduktivitas pada ujung atau serabut saraf sensoris di bagian tubuh tertentu, sehingga
dapat menyebabkan adanya hilang rasa pada daerah tubuh tersebut. Metode umum yang
digunakan adalah melakukan blok saraf, memblok regional intravena dengan torniquet, blok
daerah spinal, dan melalui epidural.
c) Anestesia lokal, dilakukan untuk memblok transmisi impuls saraf pada daerah yang akan
dilakukan anestesia dan pasien dalam keadaan sadar. Metode yang digunakan adalah infiltrasi
atau topikal.
d) Hipoanestesia, dilakukan untuk membuat status kesadaran menjadi pasif secara artifisial
sehingga terjadi peningkatan ketaatan pada saran atau perintah serta untuk mengurangi
kesadaran sehingga perhatian menjadi terbatas. Metode yang digunakan adalah hipnotis.
e) Akupuntur, anestesia yang dilakukan untuk memblok rangsangan nyeri dengan merangsang
keluarnya endorfin tanpa menghilangkan kesadaran. Metode yang banyak digunakan adalah
jarum atau penggunaan elektrode pada permukaan kulit.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pre operasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai prebedah
(preoperasi), bedah (intraoperasi), dan pasca bedah (postoperasi). Pre operasi merupakan masa
sebelum dilakukannya tindakan pembedahan, dimulai sejak persiapan pembedahan dan berakhir
sampai pasien di meja bedah. Intrabedah merupakan masa pembedahan yang dimulai sejak
ditransfer ke meja bedah dan berakhir sampai pasien dibawa ke ruang pemulihan. Pra oprasi
merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai sejak pasien memasuki ruang
pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat
tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan
yang terkait (dokter bedah, dokter anestesi, perawat/bidan) di samping peranan pasien yang
kooperatif selama proses perioperatif. Tindakan prebedah, bedah, dan pasca bedah yang
dilakukan secara tepat dan berkesinambungan akan sangat berpengaruh terhadap suksesnya
pembedahan dan kesembuhan pasien.
3.2 Saran
Hendaknya mahasiswa dapat benar – benar memahami dan mewujud nyatakan peran
tenaga kesehatan yang prefesional, serta dapat melaksanakan tugas – tugas dengan penuh
tanggung jawab, dan selalu mengembangkan ilmunya.
DAFTAR PUSTAKA
Uliyah, Musrifatul, Alimul Hidayat Azis. 2011. Buku Ajar Ketrampilan Dasar Praktik
Klinik Kebidanan (KDPK). Surabaya: Health Book Publishing.
http://fani-fawuz.blogspot.com/2014/02/makalah-asuhan-pada-pasien-pre-intra.html
Diposting oleh adeirma subandriyo di 03.12
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Posting Komentar
Mengenai Saya
adeirma subandriyo
Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
▼ 2015 (6)
o ▼ April (6)
Persiapan dan Perawatan Pre Operasi, Intra Operasi...
Perubahan Fisiologis dan Psikologis Wanita Pada Se...
KONSEP KOMUNIKASI
KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA DAUR KEHIDUPAN WANITA
Asuhan Kebidanan Kehamilan
Beranda
Tema PT Keren Sekali. Gambar tema oleh molotovcoketail. Diberdayakan oleh Blogger.
Page 1
o
Page 2
world health
Infolinks In Text Ads
Angka kematian perinatal di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 40 per 1000 kelahiran hidup.
Banyak faktor yang mempengaruhi angka tersebut, antara lain penyakit dan perkembangan
kesehatan ibu dan janin serta semua hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan baik
langsung maupun tidak langsung.Pemeriksaan antenatal memegang peranan yang amat penting
untuk dapat mengenal faktor risiko secepatnya sehingga dapat dihindari kematian atau penyakit
yang tidak perlu terjadi. Semua kendala di atas perlu ditangani melalui konsep pelayanan yang
jelas sehingga masyarakat dapat berperan aktif dalam usaha menurunkan kematian perinatal dan
meningkatkan mutu generasi yang akan datang.
Resusitasi diperlukan oleh neonatus yang dalam beberapa menit pertama kehidupannya tidak
dapat mengadakan ventilasi efektif dan perfusi adekuat untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi
dan eliminasi karbondioksida, atau bila sistem kardiovaskular tidak cukup dapat memberi perfusi
secara efektif kepada susunan saraf pusat, jantung dan organ vital lain. (Gregory, 1975)
Deteksi dini faktor resiko dan kelainan yang ditemukan pada bayi baru lahir bahkan janin
,sangat membantu agar tidak terjadi kerugian dikemudian hari. Antisipasi penangganan dini bayi
aspeksia dapat menghindarkan bayi tersebut dari kecacatan dan dampak yang merugikan.
Resusitasi yang memadai dapat mengurangi akibat yang merugikan pada BBL yang menderita
kegawatan napas, karena dampak jangka panjang aspeksia neonatorum ataupun hipoksia akibat
gawat napas tergantung selain lamanya terjadi aspeksia atau beratnya hipoksia ,lokalisasi
kerusakan gangguan metabolisme juga tergantung kecepatan penangganan .Yang paling penting
adalah mencegah terjadinya aspeksia dengan perinatal care yang baik .Sedangkan apabila sudah
terjadi aspeksia atau kegawatan napas yang lain .semakin cepat ,tepat dan akurat penangganan
,semakin baik . Oleh karena itu ,kita perlu mengetahui dan mempelajari cara-cara resusitasi yang
benar,untuk menolong bayi baru lahir dengan kegawatan napas.
Sebagian besar bayi baru lahir tidak memerlukan bantuan apapun agar dapat bernapas dengan
efektif setelah dilahirkan, dan apabila mereka memerlukannya, sebagian besar hanya
membutuhkan bantuan minimal. Beberapa memerlukan intubasi dan ventilasi sementara
kebutuhan untuk menggunakan obat dan kompresi dada jarang diperlukan. Kurang lebih 10%
dari semua neonatus memerlukan bantuan pada waktu dilahirkan, hanya 1% yang memerlukan
resusitasi lanjut. Diperkirakan asfiksia perinatal merupakan penyebab seperlima semua kematian
neonatal di seluruh dunia; tindakan resusitasi sederhana dapat mengurangi morbiditas dan
mortalitas yang disebabkan asfiksia perinatal.
Terdapat beberapa faktor resiko antepartum dan intrapartum in utero, seperti hipertensi yang
disebabkan kehamilan (PIH), gangguan pertumbuhan intra uterin (IUGR), prematuritas,
perdarahan antepartum (APH), ruptur membran prematur (PROM), dan sumbatan mekonium
sehingga bayi memerlukan resusitasi. Pada benyak peristiwa, asfiksia terjadi tanpa diduga, jadi
penting untuk memiliki personel yang cukup terlatih dalam hal resusitasi neonatal dengan piranti
yang memadai pada waktu persalinan sedang berlangsung. Bayi lahir namun kesulitan bernapas
dan berat lahir rendah merupakan salah satu faktor penyebab AKB di Indonesia. bayi lahir
kesulitan bernapas menjadi penyebab utama kematian (AKB), namun saat ini telah menjadi
urutan kedua. Urutan pertama kini berat lahir bayi rendah, karena gizi ibu yang berkurang saat
mengandung,”
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya
untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami
gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten.
Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini
memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi
kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis (Hudak dan Gallo,
1997).
Angka Kematian Bayi (AKB) bisa ditekan melalui pembekalan dan pelatihan resusitasi neonatus
kepada paramedis di tanah air. “AKB di Indonesia akan terus menurun dengan adanya
pembekalan melalui pelatihan resusitas neonatus . pembekalan resusitasi neonatus bagi
paramedis itu bertujuan untuk mencegah terjadinya kegagalan saat membantu proses persalinan,
baik di rumah sakit maupun klinik kebidanan. Data yang dikutip dari Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) menyebutkan AKB di Indonesia saat ini masih pada posisi 31/1.000 kelahiran
pada 2009. Tercatat sekitar 7.116 paramedis hingga saat ini telah memperoleh pelatihan dan
pembekalan resusitasi bayi gawat nafas secara nasional. Paramedis itu antara lain terdiri dari
dokter spesialis anak, anestesi, umum dan kebidanan. Dalam kasus persalinan, kesulitan
bernapas saat bayi lahir juga berdampak pada gagalnya proses persalinan, misalnya terkait
dengan perjalanan yang jauh dari praktik kebidanan ke rumah sakit. “Terkadang masalah
perjalanan yang cukup lama dari klinik bidan ke rumah sakit, sehingga bayi lahir yang
seharusnya mendapat pertologan pernapasan segera jadi terlambat,” Oleh karena itu, AKB akibat
faktor kesulitan bernapas itu mencapai sekitar 24 persen, dan berat lahir rendah 26 persen.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas dan sesuai dengan judul laporan penatalaksanaan
resusitasi, maka dalam hal ini rumusan masalah adalah “ Bagaimana pelaksanaan resusitasi yang
diberikan pada bayi baru lahir untuk menurunkan angka kematian bayi.
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Sebagai acuan untuk melaksanakan resusitasi pada bayi baru lahir
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada bayi baru lahir
b. Mampu merumuskan diagnosa bayi baru lahir yang memerlukan tindakan resusitasi
c. Mampu menyusun perencanaan tindakan yang akan dilakukan
d. Mampu menerapkan rencana tindakan yang akan dilakukan
e. Mampu melakukan evaluasi dari tindakan resusitasi tersebut.
D. MANFAAT
Penulis mengharapkan laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua sebagai pertimbangan bagi
calon tenaga kesehatan professional dalam memberikan pelayanan resusitasi pada bayi baru
lahir.
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital
lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang
adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat
terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler.
kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang
singkat (sekitar 4 – 6 menit).
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya
untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami
gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten.
Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini
memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi
kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis (Hudak dan Gallo,
1997)
1. ETIOLOGI/PENYEBAB
Penyebabnya karena terjadinya oksigenasi yang tidak efektif dan perfusi yang tidak adekuat pada
neonatus dapat berlangsung sejak saat sebelum persalinan hingga masa persalinan.
1. FISIOLOGI
Waktu bayi lahir ,napas pertama terjadi karena rangsangan udara dingin, cahaya,perubahan
biokomia darah dsb. Cairan yang ada pada paru-paru sebagian besar akan dikeluarkan pada saat
bayi dilahirkan karena tekanan jalan lahir pada dinding thorak ( squeeze) dan sebagian kecil
diserap oleh pembuluh darah kecil. Sirkulasi darah berubah dari sirkulasi janin
ke sirkulasi dewasa. Pada saat bayi dilahirkan dan terjadi pernapasan alveoli yang padea saat
belum lahir berisi air,akan berkembang dengan berisi udara. Aliran darah ke paru akan
bertambah karena oksigen yang didapat bayi akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah paru
.aliran darah balik paru ( venous return ) akan meningkat. Sehingga akibatnya akan terjadi aliran
darah keluyar dari ventrikel kiri. Pada bayi baru lahir yang normal penutupan duktus arteriosus
dan penurunan tahanan pembuluh darah paru akan berakibat penurunan tekanan arteri
pulmonalis dan ventrikel kanan. Penurunan terendah terjadi 2 atau 3 hari post natal Kadang-
kadang sampai lebih dari 7 hari post natal ( Behrman , 1992 ).
Ekspansi paru segera pada waktu lahir memerlukan tekanan ventilasi yang lebih tinggi
dibandingkan pada tahap lainnya masa bayi. Kegagalan ekspansi ruang alveolar yang adekuat
dapat terjadi pada hipoksemia dan asfiksia. Asfiksia menyebabkan hipoksia progresif,
hiperkapnia, hipoperfusi dan asidosis. Konsekuensi dari hipoksia dan asidosis adalah
vasokonstriksi paru, pembukaan duktus arteriosus, right-to-left shunting, disfungsi myokard,
output jantung kurang, asidosis metabolik dan kerusakan sistem organ. Pada hipoksia janin,
setelah beberapa kali napas dangkal pusat respirasi tidak dapat melanjutkan inisiasi pernapasan
sehingga pernapasan berhenti. Hal ini disebut apnu primer. Sebagian besar neonatus dengan apnu
primer merespon stimulasi saja. Jika hipoksia menetap, bayi mulai terengah. Periode antara
engahan terakhir dan cardiac arrest disebut apnu skunder. Secara klinis, tidak mungkin
membedakan apnu primer dan sekunder. Karenanya penting untuk menduga bayi apnu
mengalami apnu sekunder. Penatalaksanaannya berupa bag and mask ventilation, kompresi dada,
intubasi dan obat-obatan.
1. PATOFISIOLOGI
Gejala umum yang terjadi pada bayi baru lahir yang memerlukan tindakan resusitasi adalah bayi
yang baru lahir namun tidak mampu untuk menghirup oksigen dengan adekuat dengan tanda dan
gejala : Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit,
kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
1. PENATALAKSANAAN MEDIS
Hipotermia
Dapat memperberat keadaan asidosis metabolik, sianosis, gawat napas, depresi susunan saraf
pusat, hipoglikemia.
Pneumotoraks
ventilasi tekanan positif dengan inflasi yang terlalu cepat dan tekanan yang terlalu besar dapat
menyebabkan komplikasi ini.
Jika bayi mengalami kelainan membran hialin atau aspirasi mekonium, risiko pneumotoraks
lebih besar karena komplians jaringan paru lebih lemah.
Trombosis vena
Pemasangan infus / kateter intravena dapat menimbulkan lesi trauma pada dinding pembuluh
darah, potensial membentuk trombus. Selain itu, infus larutan hipertonik melalui pembuluh darah
tali pusat juga dapat mengakibatkan nekrosis hati dan trombosis vena.
Uji kembali efektifitas :
- Ventilasi
- Kompresi dada
- Intubasi Endotrakeal
- Pemberian epinefrin
Pertimbangkan kemungkinan :
- Hipovolemia
- Asidosis metabolik berat
Evaluasi
• Apakah bayi lahir dengan usia kehamilan yang memadai?
• Apakah cairan amnion bebas dari mekonium dan tanda-tanda infeksi?
• Apakah bayi bernapas atau mennagis?
• Apakah tonus otot bayi baik?
Jika jawaban dari semua pertanyaan tersebut adalah “ya,” maka bayi tidak memerlukan
resusitasi. Bayi dapat dikeringkan, langsung diletakkan di dada ibunya dan dibungkus dengan
kain linen hangat untuk mempertahankan suhu. Harus dilakukan pengawasan terus menerus
terhadap pernapasan, aktivitas, dan pewarnaan.
Jika jawaban dari salah satu atau semua pertanyaan di atas adalah “tidak,” maka bayi masuk ke
dalam salah satu tindakan berikut:
1. Langkah awal stabilisasi (berikan kehangatan, posisikan bayi, bebaskan jalan napas,
keringkan, stimulasi, reposisi)
2. Bernapas, yaitu dengan ventilasi
3. Kompresi dada
4. Pemberian adrenalin dan/atau ekspansi volume
Diperlukan waktu tiga puluh detik untuk menyelesaikan setiap langkah, dan menentukan apakah
langkah selanjutnya diperlukan.
Teknik Resusitasi (Tabel 5.1)
Resusitasi TABC yaitu mempertahankan temperatur (Temperature), jalan napas (Airway),
pernapasan (Breathing) dan sirkulasi (Circulation) yang ditunjukkan oleh Bagan ILCOR
(International Liaison Committee on Resuscitation) (Gambar 5.1).
Langkah Dasar
Langkah awal resusitasi neonatal sama pentingnya dengan aspek lainnya. Langkah tersebut yaitu
mencegah hilangnya panas, keracunan, suctioning, evaluasi dan stimulasi taktil.
Mencegah hilangnya panas.
Bayi harus ditempatkan di bawah sumber radiasi panas (radiator pemanas, lampu bohlam, atau
pemanas) dengan matras/kain linen yang sudah dihangatkan sebelumnya. Bayi dikeringkan
dengan benar, kain linen basah diganti dan kemudian dibungkus dengan kain hangat dan selimut.
Setelah dikeringkan, ia diletakkan bersentuhan kulit di dada atau perut ibunya untuk
mempertahankan kehangatan. Bayi prematur memerlukan teknik penghangatan tambahan seperti
membungkus bayi dengan plastik atau kantung (plastik tahan panas yang bisa digunakan untuk
makanan) dengan kepala bayi di luar kantung sementara tubuh terbungkus sepenuhnya. Hal ini
efektif mengurangi hilangnya panas selama resusitasi.
Hipertermia juga harus dihindari karena berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan
mortalitas SSP. Tujuan dari tindakan ini adalah mencapai normotermia dan menghindari
hipertermia.
Posisikan bayi.
Bayi paling baik diletakkan terlentang atau menyamping dengan kepala pada posisi netral atau
sedikit ekstensi, menggunakan sandaran bahu satu inchi, dan jika mungkin, dengan kepala
menghadap ke arah sisi.
Suctioning.
Bayi baru lahir yang sehat dan aktif biasanya tidak memerlukan suctioning pada waktu
dilahirkan. Sekresi dapat disingkirkan dari hidung dan mulut menggunakan selang atau handuk.
Jika diperlukan suctioning, bersihkan dahulu sekresi dari mulut kemudian hidung dengan bulb
syringe atau kateter suction (8 atau 10 Fr). Tekanan suction tidak boleh melebihi 80-100 mm Hg.
Suction faringeal yang agresif dapat menyebabkan spasme laringeal dan bradikardia vagal
sehingga mengakibatkan keterlambatan pernapasan spontan.
Membersihkan jalan napas dari mekonium.
Bayi yang dilahirkan dengan cairan yang mengandung mekonium beresiko mengalami
pneumonia respirasi. Intrapartum suctioning (menghisap dari mulut dan faring bayi sebelum
mengeluarkan bahu) tidak mempengaruhi insidens atau beratnya sindrom aspirasi mekonium
sehingga tidak lagi dianjurkan. Jika bayi tidak menunjukkan respirasi atau mengalami depresi
pernapasan, hipotonia atau bradikardia, menghisap mekonium dari faring harus dilakukan
dibawah pengawasan dan, jika diperlukan, diikuti intubasi singkat dan suction trakea.
Penghangatan dapat diberikan oleh radiator pemanas namun pengeringan dan stimulasi biasanya
harus ditunda pada bayi dengan keadaan demikian.
Suction trakea dilakukan dengan memasang suction langsung ke endotracheal tube pada waktu
dikeluarkan dari jalan napas. Suction melalui kateter yang dimasukkan ke dalam tube ET tidak
dianjurkan. Intubasi dan suctioning dilakukan kembali sampai hanya sedikit mekonium yang
ditemukan. Akan tetapi, jika denyut jantung atau respirasi sangat terdepresi, maka perlu
dilakukan ventilasi tekanan
positif walau ditemukan sedikit mekonium di jalan napas. Tracheal suctioning bayi aktif dengan
cairan dengan bercak mekonium tidak memperbaiki hasil dan dapat menyebabkan komplikasi.
Stimulasi taktil.
Stimulasi dilakukan dengan mengeringkan dan suctioning biasanya cukup untuk memulai
respirasi efektif pada sebagian besar bayi baru lahir. Rangsang taktil tambahan diberikan dengan
menggosok telapak kaki atau menggosok punggung, dilakukan sekali atau dua kali, bersama
dengan pemberian oksigen aliran bebas. Stimulasi taktil bisa memicu respirasi spontan pada bayi
apnu primer namun apabila ia tidak merespon tindakan ini, maka bayi apnu sekunder sehingga
dibutuhkan ventilasi tekanan positif.
Evaluasi Periodik dengan Interval 30 Detik
Setelah pemeriksaan awal dan langkah awal, resusitasi lanjut harus dipandu pemeriksaan
simultan respirasi, denyut jantung, dan warna. Bayi harus bernapas reguler yang memadai untuk
memperbaiki warna dan mempertahankan denyut di atas 100 denyut per menit.
Semua bayi baru lahir harus diperiksa:
1. Respirasi
2. Denyut jantung
3. Warna
Nilai Apgar yang biasa digunakan tidak memiliki manfaat untuk resusitasi neonatal.
Respirasi.
Respirasi dinilai dengan mengamati dada dan menggolongkannya ke dalam pernapasan spontan,
ektif, apnu atau terengah. Sebagian besar bayi baru lahir dapat bernapas reguler dengan warna
yang baik dan denyut diata 100 kali per menit setelah upaya pernapasan awal. Terengah atau
apnu mengindikasikan perlunya penggunaan ventilasi.
Denyut jantung.
Denyut jantung dimonitor dengan auskultasi precordium menggunakan stetoskop atau palpasi
pulsasi korda umbilikalis yang dihitung selama enam detik kemudian dikalikan sepuluh. Denyut
jantung normal lebih dari 100 kali per menit.
Warna.
Warna bayi dapat dikelompokkan menjadi sianosis sentral, sianosis perifer, atau merah muda.
Neonatus sehat akan tampak merah muda tanpa oksigen. Acrosianosis (warna kebiruan pada kaki
atau tangan saja) biasa ditemukan pada awal dan bisa menjadi petunjuk keadaan lain seperti
stress dingin. Sianosis sentral biasanya ditemukan di wajah, badan dan mukosa. Pucat (pallor)
bisa disebabkan hipotensi, hipovolemia, anemia berat, hipotermia atau asidosis.
Pemberian oksigen.
Secara konvensional, resusitasi dilakukan dengan pemberian oksigen 100%. Terdapat
kekhawatiran mengenai potensi efek samping pemberian oksigen 100% pada bayi baru lahir. Uji
kontrol acak menunjukkan reduksi signifikan mortalitas dan tidak ada tanda kerusakan pada bayi
yang diresusitasi di udara ruang dibandingkan dengan oksigen 100%, walaupun masih ada
masalah metodologis mengenai penelitian tersebut dan hasilnya harus diinterpretasikan dengan
hati-hati. Resusitasi saat ini bisa dilakukan dengan udara ruangan atau oksigen 100% atau
campuran keduanya. Dianjurkan oksigen tambahan harus tersedia apabila 90 detik setelah
persalinan keadaan tidak membaik. Oksigen tambahan juga dianjurkan apabila ventilasi tekanan
positif mengindikasikan resusitasi. Pada keadaan dimana oksigen tambahan tidak tersedia,
ventilasi tekanan positif harus diberikan dengan udara ruang.
Oksigen aliran bebas 5 liter per menit harus diberikan pada bayi yang bernapas namun
mengalami sianosis sentral. Hal ini dapat dilakukan dengan pemasangan masker wajah atau
sungkup tangan di sekitar selang oksigen di dekat wajah bayi.
Ventilasi
Ventilasi efektif saja merupakan kunci resusitasi semua bayi yang apnu atau bradikardi pada
waktu lahir. Ventilasi tekanan positif harus dilakukan apabila bayi masih tetap apnu atau
terengah, jika denyut jantung < 100 kali per menit setelah 30 detik dilakukannya langkah
pertama, atau bayi masing mengalami sianosis sentral walaupun telah diberikan oksigen
tambahan.
Napas awal harus mencapai tekanan 30-40 cm H2O kemudian 15-20 cm H2O. Paru prematur
bisa rusak oleh inflasi volume besar pada waktu lahir yang bisa menyebabkan displasia
bronkopulmoner. Inflasi paru awal pada bayi prematur harus dilakukan dengan tekanan inflasi
lebih rendah 20-25 cmH2O, walaupun beberapa bayi tidak merespon tekanan yang lebih tinggi.
Laju optimal ventilasi 40-60 pernapasan per menit dilakukan pada hitungan tekanan satu-dua-
tiga-remas. Kantong diremas hanya dengan ujung jari dan bukan dengan seluruh tangan.
Ventilasi yang adekuat ditandai oleh naik turunnya dada, terdengarnya bunyi napas pada
auskultasi, mempertahankan denyut jantung diatas 100 per menit, bernapas spontan dan warna
kulit yang merah.
Respon yang tidak adekuat terhadap ventilasi dapat disebabkan oleh:
– kurang rapatnya sungkup dan wajah
– obstruksi jalan napas
– kurangnya tekanan inflasi
– oksigen yang tidak adekuat (periksa pasokan oksigennya dan penyalurannya)
CPAP atau PEEP selama resusitasi
Terdapat bukti bahwa CPAP atau PEEP berguna dan tidak berbahaya untuk bayi preterm dengan
paru yang kurang fleksibel. CPAP/PEEP harus dipertimbangkan saat resusitasi pada bayi yang
sangat prematur. Selang orogastrik diperlukan untuk mendeflasi lambung saat resusitasi dengan
kantong dan ventilasi sungkup berlangsung lebih dari dua menit. Tube ukuran 6-8 Fr dimasukkan
dalam lambung dan isi lambung dihisap, lalu ujungnya dibiarkan terbuka.
Setelah ventilasi selama 30 detik, nilai ulang pernapasan dan denyut jantung. Jika sudah terdapat
napas spontan yang teratur dan denyut jantung diatas 100/menit, IPPV dapat dilepas. Jika
pernapasan belum adekuat dan denyut jantung masih dibawah 100, IPPV dilanjutkan. Jika
denyut jantung dibawah 60 kali per menit, IPPV dilanjutkan dengan kompresi dada dan intubasi
endotrakeal.
Kantong resusitasi.
Kantong (bag) resusitasi yang bisa mengembang sendiri biasanya digunakan pada neonatus,
lebih cocok yang bervolume 240 ml untuk menghasilkan voleme tidal 5-8 ml/ kg. Ventilasi
efektif juga dapat dicapai dengan kantong yang mengembang akibat aliran udara atau T-piece.
Tidak terdapat cukup bukti yang mendukung penggunaaan “laryngeal mask airway” sebagai alat
utama dalam resusitasi neonatus pada keadan-keadaan: cairan amnion yang bercampur dengan
mekonium, saat diperlukan kompresi dada, pada bayi dengan berat lahir sangat rendah, atau pada
bayi yang dilahirkan secara darurat dengan menggunakan obat-obatan intratrakeal.
Sungkup (Facemask).
Sungkup harus erat dengn mulut dan hidung tanpa menutupi mata. Ukurannya biasanya 0 dan 1
dan berbentuk bulat atau anatomis. Penting melakukan pengetesan alat sebelum dipakai dengan
menempelkan ke telapak tangan untuk mengetahui tekanan yang adekuat, katup yang bekerja
dengn baik, dan tidak ada kerusakan lain.
Dua kontra indikasi penting untuk ventilasi kantong dan sungkup adalah:
1. cairan bercampur mekonium yang kental sebelum suction trakeal.
2. hernia diafragmatika.
Intubasi Endotrakeal
Indikasi intubasi endotrakeal adalah:
-ventilasi kantong dan sungkup yang tidak efektif
-dengan kompresi dada
-saat diperlukan suction trakeal
-hernia diafragmatika
-bayi dengan berat lahir sangat rendah
-untuk pemberian obat endotrakeal.
Kedalaman tuba endotrakeal yang dimasukkan untuk intubasi orotrakheal dapat dihitung dengan
rumus: “berat badan bayi dalam Kg ditambah 6 cm” : ini adalah kedalaman di bibir dalam cm.
Intubasi oral dilakukan menggunakan laringoskop dengan blade lurus (ukuran 0 untuk preterm
dan ukuran 1 untuk bayi aterm). Bayi diletakkan di permukaan yang rata dengan kepala di tengah
dan leher agak ekstensi. Operator berdiri di sebelah atas kepala bayi, memegang laringoskop di
tangan kiri, dan menstabilkan kepala bayi dengan tangan kanan. Blade laringoskop dimasukkan
melewati lidah dan ujungnya diarahkan ke epiglotis. Blade lalu diangkat untuk membuat kotak
suara terlihat, lalu tuba endotrakeal dimasukkan. Mungkin diperlukan penekanan pada krikoid.
Konfirmasi terpasangnya tuba endotrakeal dengan mendengarkan bunyi napas napas yang sama
di kedua aksila, terdapat perbaikan denyut jantung, aktivitas dan warna kulit, tampak dada yang
naik turun, dan terdapat uap yang mengembun pada bagian dalam tuba endotrakeal setiap
ekshalasi. Tiga hal yang harus dilakukan setelah intubasi adalah memperhatikan penanda cm
pada tuba setinggi bibir atas, fiksasi pada wajah, dan pemendekan ujung tuba hingga 4cm dari
atas bibir. Komplikasi yang dapat terjadi: hipoksia, bradikardi, apnea, pneumotroraks, cedera
jaringan lunak, dan infeksi.
Kompresi dada.
Kompresi dada diindikasikan bila, setelah 30 menit ventilasi dengan kantong dan sungkup 100%
oksigen, denyut jantung masih tetap dibawah 60 kali per menit. Kompresi dada harus selalu
disertai ventilasi dengan 100% oksigen.
Teknik Kompresi.
Teknik yang dapat digunakan adalah teknik dengan dua telapak tangan dan teknik dua jari.
Teknik dua telapak tangan adalah teknik yang lebih disukai. Kedua ibu jari diletakkan di
sternum, berdekatan atau saling tumpang tindih, dan jari yang lain mengelilingi dada dan
menopang bagian belakang. Cara lainnya, dua jari diletakkan di atas sternum, sedangkan tangan
yang lainnya menopang bagian belakang.
Tekanan yang diperlukan adalah penekanan dada sedalam kira-kira sepertiga diameter
anteroposterior dada, dilakukan pada sepertiga sternum bagian bawah. Kompresi dada harus
dilakukan dengan lembut dan menghasilkan pulsasi yang teraba. Selama melakukan kompresi
dada, jangan mengangkat ibu jari atau kedua jari dari sternum. Diperlukan 3 kompesi dada dan 1
ventilasi (3:1), dengan total 90 kompresi dada dan 30 ventilasi dalam satu menit. Denyut jantung
diperiksa ulang tiap 30 detik dan kompresi dada terus dilanjutkan hingga denyut jantung lebih
dari 60 kali/menit. Kompresi dada beresiko menimbulkan patah tulang rusuk dan
pneumothoraks. Hindari penekanan langsung pada tulang rusuk, xiphisternum dan abdomen.
Obat-obatan
Obat-obatan jarang diperlukan pada resusitasi neonatus. Bradikardi yang dijumpai biasanya
akibat inflasi paru yang tidak adekuat atau hipoksia; bradikardi biasanya membaik dengan
ventilasi yang adekuat. Obat-obatan diperlukan hanya jika denyut jantng tetap dibawah 60
kali/menit meskipun telah diberikan ventilasi dengan 100% oksigen dan kompresi dada.
Rute pemberian.
Rute pemberian yang lebih disukai adalah vena umbilikalis karena dapat diakses dengan mudah.
Semua obat-obatan dan volume expanders dapat melalui rute ini. Biasanya digunakan selang
kateter ukuran 5 Fr. Rute lain yang bias dipilih adalah vena perifer dan intratrakeal.
Obat yang bisa digunakan pada resusitasi neonatus adalah adrenalin, volume expanders,
naloxone dan sodium bikarbonat.
Volume expanders.
Hipovolemia saat kelahiran bermanifestasi sebagai pucat yang menetap selama oksigenasi,
perfusi yang jelek, nadi yang jelek meskipun denyut jantung baik dan tidak berespon pada
resusitasi. NaCl 0,9% adalah cairan pilihan, dengan dosis 10 ml/kg IV selama 5 menit. Jika
tanda-tanda hipovolemi menetap, pemberian volume expanders dapat diulang.
Naloxone.
Naloxone hidroklorida adalah antagonis narkotika yang diindikasikan untuk depresi napas berat
pada neonatus dengan riwayat penggunaan narkotik pada ibu dalam 4 jam sebelum melahirkan.
Bayi harus diventilasi dan mengalami perbaikan denyut jantung dan warna kulit sebelum diberi
naloxone. Nalaxone tersedia dalam sediaan 0,4 mg/ml dan diberikan 0,1ml/kg IM atau IV.
Adrenalin.
Indikasi penggunaan adrenalin adalah denyut jantung dibawah 60/menit setelah 30 detik
dilakukan IPPV dan kompresi dada, atau jika terdapat asistol. Sediaan standar adrenalin adalah
1:1000, ini diencerkan 10 kali hingga menjadi 1: 10.000 dan 0,1-0,3 ml/kg diberikan secara IV
bolus cepat. Obat ini memiliki efek inotropik dan kronotropik dan denyut jantung dapat
meningkat lebih dari 100/menit dalam 30 detik. Jika bradikardi menetap dapat diberikan ulang
setelah 3-5 menit.
Sodium bikarbonat.
Penggunaan obat ini hanya diindikasikan pada kasus henti jantung yang tidak berespon terhadap
terapi lain. Dosis yang diperlukan adalah 1-2mEq/kg dari sediaan larutan 0,5 mEq/ml yang
diberikan pelan selama 2 menit atau lebih.
Obat lain seperti atropin, dexamethasone, kalsium coramin dan dextrosa tidak berperan pada
resusitasi neonatus.
Prosedur setelah resusitasi.
Penting untuk mendokumentasikan kondisi bayi saat lahir dan responnya terhadap resusitasi.
Apgar score pada menit pertama dan kelima berguna untuk kepentingan medis dan medikolegal.
Setelah ventilasi dan sirkulasi sudah tertangani, bayi harus dimonitor, diberikan layanan
pendukung sesuai indikasi, dan dijaga agar gula darahnya tetap dalam batas normal.
Hipotermia terinduksi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hipotermia terinduksi (sekitar 34°C) untuk anak-anak
dengan ensefalopati iskemik hipoksik dapat menurunkan mortalitas dan derajat kerusakan otak
pada beberapa diantaranya. Masih perlu penelitian lebih lanjut untuk menilai penggunaan metode
ini. Penghindaran hipertermia sangat penting bagi bayi yang mengalami hipoksia-iskemia. Orang
tua dan keluarga dari penderita harus diterangkan mengenai prosedur yang dijalani dan hal-hal
yang akan dilakukan setelah usaha resusitasi telah berhasil. Pada kondisi tertentu seperti pada
prematuritas berat dan malformasi kongenital yang mematikan, perlu dipertimbangkan
penghentian atau malah tidak perlu dilakukan resusitasi.
Asistol dan apnea selama lebih dari 10 menit meskipun dilakukan resusitasi yang adekuat dan
kontinyu biasanya jarang tidak menimbulkan kecacatan. Oleh karena itu jika telah dilakukan
ventilasi selama 30 menit dan hanya menghasilkan refleks gasping maka perlu dipertimbangkan
untuk mengakhiri usaha resusitasi. Keluarga harus dikonseling dan diberikan dukungan emosi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Pada saat ini, perawatan luka telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama
dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang kesehatan juga memberikan kontribusi
yang sangat untuk menunjang praktek perawatan luka ini. Disamping itu pula, isu terkini yang
berkait dengan manajemen perawatan luka ini berkaitan dengan perubahan profil pasien, dimana
pasien dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolic semakin banyak ditemukan.
Kondisi tersebut biasanya sering menyertai kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang
tepat diperlukan agar proses penyembuhan bisa tercapai dengan optimal.
Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang
adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai dari pengkajian yang komprehensif,
perencanaan intervensi yang tepat, implementasi tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama
perawatan serta dokumentasi hasil yang sistematis. Isu yang lain yang harus dipahami oleh
perawat adalah berkaitan dengan cost effectiveness. Manajemen perawatan luka modern sangat
mengedepankan isu tersebut. Hal ini ditunjang dengan semakin banyaknya inovasi terbaru dalam
perkembangan produk-produk yang bisa dipakai dalam merawat luka
1.2.Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang Perawatan Luka: Luka Bersih, Luka Basah. Untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Integumen
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Pengertian Luka
2. Penyembuhan luka
3. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
4. Perawatan luka
BAB II
PERAWATAN LUKA
2.1. Pengertian Luka
Secara definisi suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya
cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat,
proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen
jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka
timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
Sedangkan klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit meliputi: superfisial, yang
melibatkan lapisan epidermis; partial thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis;
dan full thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan sampai
ke tulang. Berdasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
a. Healing by primary intention
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya terjadi karena suatu insisi, tidak ada
jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung dari bagian internal ke ekseternal.
b. Healing by secondary intention
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan berlangsung mulai dari
pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan sekitarnya.
c. Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan infeksi, diperlukan
penutupan luka secara manual.
Berdasarkan klasifikasi berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua yaitu:
akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2-3
minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh
dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses
penyembuhan berlangsung sesuai dengan kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan
luka kronis jika mengalami keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau jika
menunjukkan tanda-tanda infeksi.
A. PERSIAPAN
1. Mencuci tangan
2. Menyiapkan alat-alat dalam baki/trolley
Alat Steril dalam bak instrumen ukuran sedang tertutup:
Pinset anatomis (2 buah)
Pinset chirurgis (2 buah)
Handscoon steril
Kom steril (2 buah)
Kassa dan kapas steril secukupnya
Gunting jaringan/ Gunting Up Hecting (jika diperlukan)
Alat Lain:
Gunting Verband/plester
Plester
Nierbekken (Bengkok)
Lidi kapas
Was bensin
Alas / Perlak
Selimut Mandi
Kapas Alkohol dalam tempatnya
Betadine dalam tempatnya
Larutan dalam botolnya (NaCL 0,9%)
Lembar catatan klien
3. Setelah lengkap bawa peralatan ke dekat klien
C. DOKUMENTASI
1. Hasil observasi luka
2. Balutan dan atau drainase
3. Waktu melakukan penggantian balutan
4. Respon klien
3.1. Kesimpulan
a. suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau
pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses
penyembuhan dan lama penyembuhan. Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan,
dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul,
beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
b. Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi produk perawatan luka dapat memberikan nilai
optimal jika digunakan secara tepat
c. Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka adalah pengkajian luka yang komprehensif
agar dapat menentukan keputusan klinis yang sesuai dengan kebutuhan pasien
d. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan klinis diperlukan untuk menunjang perawatan luka
yang berkualitas
3.2. Saran
a. Pergunakanlah makalah ini sebagai pedoman dalam pembelajaran perawatan luka modern
b. Jadilah calon perawat yang berkompeten dan berdaya saing.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika
Bobak, K. Jensen. 2005. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S. 2000. Pedoman Tindakan Medik dan Bedah. Jakarta:
EGC.
Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi Operasi. Yogyakarta:
Sahabat Setia.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Arsip Blog
▼ 2013 (18)
o ▼ November (18)
MAKALAH PERAWATAN LUKA
MAKALAH PERAWATAN LUKA
SOP / PROTAP MELAKUKAN PERAWATAN LUKA :
MENGGANTI ...
MAKALAH ANATOMI DAN FISIOLOGI MUSKULOSKELETAL
UJI TORNIQUET (REMPLE LEED)
INJEKSI INTRAMUSKULER
INJEKSI SUBKUTAN
MEMBERI OBAT TETES TELINGA
MEMBERI OBAT SALEP TELINGA
PEMBERIAN SITOSTATIKA
PEMERIKSAAN FISIK BAYI BARU LAHIR
PROTAP PEMERIKSAAN DALAM (TOUCHE)
SOP / PROTAP MENYIAPKAN KLIEN UNTUK PEMERIKSAAN
CT...
SOP / PROTAP MEMASANG KATETER URINE PADA PRIA
SOP / PROTAP PROSEDUR TINDAKAN KEPERAWATAN
MEDIKAL...
SOP / PROTAP PEMERIKSAAN GULA DARAH NPP
SOP / PROTAP PEMERIKSAAN GULA DARAH KURVA HARIAN (...
(S.O.P) MEMBERIKAN TERAPI INJEKSI INSULIN ATAU INS...
Sejawat Blog
Mengenai Saya
Budi Farma
Seorang mahasiswa yang sedang menuntut Ilmu di bidang keperawatan, anak kedua dari
6 bersaudara. Lulusan SMAN 1 Bonti. Hobi sepakbola dan sekarang terpaksa menjajah
futsal walau kelas lokal. Buku selalu penuh di kamar, tapi cuma pajangan. Tinggal di
Asrama Yarsi.
.
Lihat profil lengkapku