Anda di halaman 1dari 69

Srywulandary

Rabu, 31 Desember 2014


BAHAN AJAR KETERAMPILAN DASAR KEBIDANAN 2

Program Studi : DIII Kebidanan


Mata Kuliah : Keterampilan Dasar Kebdanan 2
Tahun Akademik : 2014
Materi Pokok : Pemeriksaan Diagnostik Dalam Keterampilan Dasar Kebidanan 2
Waktu : 120 menit
Indikator : PD mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostik dalam keidanan
a.      PD mampu menyiapkan pemeriksaan diagnostik
b.      PD mampu melakukan pengambilan spesimen
c.       Menyiapkan pemeriksaan rontgen, USG dan laparaskopi
Bahan Ajar /Perkuliahan
Uraian materi pokok perkuliahan tentang konsep dasar kurikulum mencakup:
a.       Menyiapkan pemeriksaan diagnostik
b.      Melakukan pengambilan spesimen
c.       Menyiapkan pemeriksaan rontgen, USG dan laparoskopi

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DALAM KEBIDANAN


A.    Pengertian Pemeriksaan diagnostik dalan Kebidanan
Pemeriksaan diagnostic adalah penilaian klinis tentang respon individu,keluarga,dan komunikan
terhadap suatu masalah kesehatan dan proses kehidupan actual maupun potensial.
Contoh pemeriksaan diagnostik:
1.      pemeriksaan laboratorium
2.      pemeriksaan USG
3.      Pemeriksaan rontgen

B.     Menyiapkan pemeriksaan diagnostik


Hasil suatu pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam membantu diagnosa, memantau
perjalanan penyakit serta menentukan prognosa. Karena itu perlu diketahui faktor yang
mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.
Terdapat 3 faktor utama yang dapat mengakibatkan kesalahan hasil laboratorium yaitu :
1. Pra instrumentasi
Pada tahap ini sangat penting diperlukan kerjasama antara petugas, pasien dan dokter. Hal ini
karena tanpa kerja sama yang baik akan mengganggu/mempengaruhi hasil pemeriksaan
laboratorium. Yang termasuk dalam tahapan pra instrumentasi meliputi :
a.       Pemahaman instruksi dan pengisian formulir
Pada tahap ini perlu diperhatikan benar apa yang diperintahkan oleh dokter dan dipindahkan ke
dalam formulir. Hal ini penting untuk menghindari pengulangan pemeriksaan yang tidak penting,
membantu persiapan pasien sehingga tidak merugikan pasien dan menyakiti pasien. Pengisian
formulir dilakukan secara lengkap meliputi identitas pasien : nama, alamat/ruangan, umur, jenis
kelamin, data klinis/diagnosa, dokter pengirim, tanggal dan kalau diperlukan pengobatan yang
sedang diberikan. Hal ini penting untuk menghindari tertukarnya hasil ataupun dapat membantu
intepretasi hasil terutama pada pasien yang mendapat pengobatan khusus dan jangka panjang.
b.      . Persiapan penderita
1)      Puasa
Dua jam setelah makan sebanyak kira2 800 kalori akan mengakibatkan peningkatan volume
plasma, sebaliknya setelah berolahraga volume plasma akan berkurang. Perubahan volume
plasma akan mengakibatkan perubahan susunan kandungan bahan dalam plasma dan jumlah sel
darah.
2)      Obat
Penggunaan obat dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan hematologi misalnya : asam folat, Fe,
vitamin B12 dll. Pada pemberian kortikosteroid akan menurunkan jumlah eosinofil, sedang
adrenalin akan meningkatkan jumlah leukosit dan trombosit. Pemberian transfusi darah akan
mempengaruhi komposisi darah sehingga menyulitkan pembacaan morfologi sediaan apus darah
tepi maupun penilaian hemostasis. Antikoagulan oral atau heparin mempengaruhi hasil
pemeriksaan hemostasis.
3)      Waktu pengambilan
Umumnya bahan pemeriksaan laboratorium diambil pada pagi hari tertutama pada pasien rawat
inap. Kadar beberapa zat terlarut dalam urin akan menjadi lebih pekat pada pagi hari sehingga
lebih mudah diperiksa bila kadarnya rendah. Kecuali ada instruksi dan indikasi khusus atas
perintah dokter. Selain itu juga ada pemeriksaan yang tidak melihat waktu berhubung dengan
tingkat kegawatan pasien dan memerlukan penanganan segera disebut pemeriksaan sito.
Beberapa parameter hematologi seperti jumlah eosinofil dan kadar besi serum menunjukkan
variasi diurnal, hasil yang dapat dipengaruhi oleh waktu pengambilan. Kadar besi serum lebih
tinggi pada pagi hari dan lebih rendah pada sore hari dengan selisih 40-100 ug/dl. Jumlah
eosinofil akan lebih tinggi antara jam 10 pagi sampai malam hari dan lebih rendah dari tengah
malam sampai pagi.
4)      Posisi pengambilan
Posisi berbaring kemudian berdiri mengurangi volume plasma 10% demikian pula sebaliknya.
Hal lain yang penting pada persiapan penderita adalah menenangkan dan memberitahu apa yang
akan dikerjakan sebagai sopan santun atau etika sehingga membuat penderita atau keluarganya
tidak merasa asing atau menjadi obyek.
a)      Persiapan alat
Dalam mempersiapkan alat yang akan digunakan selalu diperhatikan instruksi dokter sehingga
tidak salah persiapan dan berkesan profesional dalam bekerja.
b)      Pengambilan darah
Yang harus dipersiapkan antara lain : - kapas alkohol 70 %, karet pembendung (torniket) semprit
sekali pakai umumnya 2.5 ml atau 5 ml, penampung kering bertutup dan berlabel. Penampung
dapat tanpa anti koagulan atau mengandung anti koagulan tergantung pemeriksaan yang diminta
oleh dokter. Kadang-kadang diperlukan pula tabung kapiler polos atau mengandung
antikoagulan.
c)      Penampungan urin
Digunakan botol penampung urin yang bermulut lebar, berlabel, kering, bersih, bertutup rapat
dapat steril (untuk biakan) atau tidak steril. Untuk urin kumpulan dipakai botol besar kira-kira 2
liter dengan memakai pengawet urin.
d)     Penampung khusus
Biasanya diperlukan pada pemeriksaan mikrobiologi atau pemeriksaan khusus yang lain. Yang
penting diingat adalah label harus ditulis lengkap identitas penderita seperti pada formulir
termasuk jenis pemeriksaan sehingga tidak tertukar.
c.       Cara pengambilan sampel
Pada tahap ini perhatikan ulang apa yang harus dikerjakan, lakukan pendekatan dengan pasien
atau keluarganya sebagai etika dan sopan santun, beritahukan apa yang akan dikerjakan. Selalu
tanyakan identitas pasien sebelum bekerja sehingga tidak tertukar pasien yang akan diambil
bahan dengan pasien lain. Karena kepanikan pasien akan mempersulit pengambilan darah karena
vena akan konstriksi.
Darah dapat diambil dari vena, arteri atau kapiler. Syarat mutlak lokasi pengambilan darah
adalah tidak ada kelainan kulit di daerah tersebut, tidak pucat dan tidak sianosis. Lokasi
pengambilan darah vena : umumnya di daerah fossa cubiti yaitu vena cubiti atau di daerah dekat
pergelangan tangan. Selain itu salah satu yang harus diperhatikan adalah vena yang dipilih tidak
di daerah infus yang terpasang/sepihak harus kontra lateral. Darah arteri dilakukan di daerah lipat
paha (arteri femoralis) atau daerah pergelangan tangan (arteri radialis). Untuk kapiler umumnya
diambil pada ujung jari tangan yaitu telunjuk, jari tengah atau jari manis dan anak daun telinga.
Khusus pada bayi dapat diambil pada ibu jari kaki atau sisi lateral tumit kaki.
d.      Penanganan awal sampel dan transportasi
Pada tahap ini sangat penting diperhatikan karena sering terjadi sumber kesalahan ada disini.
Yang harus dilakukan :
1)      Catat dalam buku expedisi dan cocokan sampel dengan label dan formulir. Kalau sistemnya
memungkinkan dapat dilihat apakah sudah terhitung biayanya (lunas)
2)      Jangan lupa melakukan homogenisasi pada bahan yang mengandung antikoagulan
3)      Segera tutup penampung yang ada sehingga tidak tumpah
4)      Segera dikirim ke laboratorium karena tidak baik melakukan penundaan
5)      Perhatikan persyaratan khusus untuk bahan tertentu seperti darah arteri untuk analisa gas darah,
harus menggunakan suhu 4-8° C dalam air es bukan es batu sehingga tidak terjadi hemolisis.
Harus segera sampai ke laboratorium dalam waktu sekitar 15-30 menit.
Perubahan akibat tertundanya pengiriman sampel sangat mempengaruhi hasil laboratorium.
Sebagai contoh penundaan pengiriman darah akan mengakibatkan penurunan kadar glukosa,
peningkatan kadar kalium. Hal ini dapat mengakibatkan salah pengobatan pasien. Pada urin yang
ditunda akan terjadi pembusukan akibat bakteri yang berkembang biak serta penguapan bahan
terlarut misalnya keton. Selain itu nilai pemeriksaan hematologi juga berubah sesuai dengan
waktu.

C.    Melakukan Pengambilan Spesimen


Spesimen merupakan segala macam benda apa saja yang dianggap tercemar oleh suatu
penyakit , hewan atau jasad renik penyebab penyakit hewan termasuk bagian-bagian tubuh
hewan aau berupa hewannya sendiri yang mati, sakit atau tersangka sakit
Pemeriksaan laboratorium merupakan sa;ah satu pemeriksaan diagnostik yang menunjang
dalam data objektif pengkajian kebidanan. Pemeriksaan diagnostik penting untuk pemeriksaan
awal .
Adapun persiapan yang dilakukan dalam pengambilan spesimen yaitu:
1.      Pemeriksaan darah
a.       Tempat pengambilan darah untuk berbagai macam pemeriksaan laboratorium.
1)      Perifer (pembuluh darah tepi)
2)      Vena
3)      Arteri
4)      Pada orang dewasa diambil pada ujung jari atau daun telinga bagian bawah
5)      Pada bayi dan anak kecil dapat diambil pada ibu jari kaki atau tumit
b.      Bentuk pemeriksaan
1)      enis/golongan darah
2)      HB
3)      Gula darah
4)      Malaria
5)      Filaria dll
c.       Persiapan alat
1)      Lanset darah atau jarum khusus
2)      Kapas alkohol
3)      Kapas kering
4)      Alat pengukur Hb/kaca objek/botol pemeriksaan, tergantung macam pemeriksaan
5)      Bengkok
6)      Hand scoon
7)      Perlak dan pengalas
d.      Prosedur kerja
1)      Mendekatkan alat
2)      Memberitahu klien dan menyampaikan tujuan serta langkah prosedur
3)      Memasang perlak dan pengalas
4)      Memakai hand scoon
5)      Mempersiapkan bagian yang akan ditusuk, tergantung jenis pemeriksaan
6)      Kulit dihapushamakan dengan kapas alkohol
7)      Bekas tusukan ditekan dengan kapas alkohol
8)      Merapikan alat
9)      Melepaskan hand scoon
2.      Pemeriksaan urine
a.       Kegunaan
1)      Menafsirkan proses-proses metabolisme
2)      Mengetahui kadar gula pada tiap-tiap waktu makan (pada pasien DM)
b.      Jenis pemeriksaan
1)      Urine sewaktu
Urine yang dikeluarkan sewaktu-waktu bila mana diperlukan pemeriksaan.
2)      Urine pagi
Urine yang pertama dikeluarkan sewaktu pasien bangun tidur.
3)      Urine pasca prandial
Urine yang pertama kali dikeluarkan setelah pasien makan (1,5-3 jam sesudah makan)

4)      Urine 24 jam


Urine yang dikumpulkan dalam waktu 24 jam.
c.       Persiapan alat
1)      Formulir khusus untuk pemeriksaan urine
2)      Wadah urine dengan tutupnya
3)      Hand scoon
4)      Kertas etiket
5)      Bengkok
6)      Buku ekspedisi untuk pemeriksaan laboratorium
d.      Prosedur tindakan
1)      Mencuci tangan
2)      Mengisi formulir
3)      Memberi etiket pada wadah
4)      Memakai hand scoon
5)      Menuangkan 100 cc urine dari bengkok ke dalam wadah kemudian ditutup rapat.
6)      Menyesuaikan data formulir dengan data pada etiket
7)      Menuliskan data dari formulir ke dalam buku ekspedisi
8)      Meletakkan wadah ke dalam bengkok atau tempat khusus bertutup.
9)      Membereskan dan merapikan alat
10)  Melepas hand scoon
11)  Mencuci tangan
3.      Pemeriksaan feses
a.       Pengertian
Menyiapkan feses untuk pemeriksaan laboratorium dengan cara pengambilan yang tertentu.
b.      Tujuan
Untuk menegakkan diagnosa
c.       Pemeriksaan tinja untuk orang dewasa
Untuk pemeriksaan lengkap meliputi warna, bau, konsistensi, lendir, darah, dan telur cacing.
Tinja yang diambil adalah tinja segar.
d.      Persiapan alat
1)      Hand scoon bersih
2)      Vasseline
3)      Botol bersih dengan penutup
4)      Lidi dengan kapas lembab dalam tempatnya
5)      Bengkok
6)      Perlak pengalas
7)      Tissue
8)      Tempat bahan pemeriksaan
9)      Sampiran
e.       Prosedur tindakan
1)      Mendekatkan alat
2)      Memberitahu pasien
3)      Mencuci tangan
4)      Memasang perlak pengalas dan sampiran
5)      Melepas pakaian bawah pasien
6)      Mengatur posisi dorsal recumbent
7)      Memakan hand scoon
8)      Telunjuk diberi vaselin lalu dimasukkan ke dalam anus dengan arah keatas kemudian diputar
kekiri dan kekanan sampai teraba tinja
9)      Setelah dapat , dikeluarkan perlahan – lahan lalu dimasukkan ke dalam tempatnya.
10)  Anus dibersihkan dengan kapas lembab dan keringkan dengan tissue.
11)  Melepas hand scoon
12)  Merapikan pasien
13)  Mencuci tangan
Untuk pemeriksaan kultur (pembiakan) pengambilan tinja dengan cara steril. Caranya sama
dengan cara thoucer, tetapi alat-alat yang digunakan dalam keadaan steril.
4.      Pengambilan sputum
a.       Pengertian
Sputum atau dahak adalah bahan yang keluar dari bronchi atau trakhea, bukan ludah atau lendir
yang keluar dari mulut, hidung atau tenggorokan.
b.      Tujuan
Untuk mengetahui basil tahan asam dan mikroorganisme yang ada dalam tubuh pasien sehingga
diagnosa dapat ditegakkan.
c.       Indikasi
Pasien yang mengalami infeksi/peradangan saluran pernafasan (apabila diperlukan)
d.      Persiapan alat
1)      Persiapan alat
2)      Sputum pot (tempat ludah) yang bertutup
3)      Botol bersih dengan penutup
4)      Hand scoon
5)      Formulir dan etiket
6)      Perlak pengalas
7)      Bengkok
8)      Tissue
e.       Prosedur tinadakan
1)      Menyiapkan alat
2)      Memberitahu pasien
3)      Mencuci tangan
4)      Mengatur posisi duduk
5)      Memasang perlak pengalas dibawah dagu dan menyiapkan bengkok.
6)      Memakai hand scoon
7)      Meminta pasien membatukkan dahaknya ke dalam tempat yang sudah disiapkan (sputum pot)
8)      Mengambil 5cc bahan, lalu masukkan ke dalam botol
9)      Membersihkan mulut pasien
10)  Merapikan pasien dan alat
11)  Melepas hand scoon
12)  ) Mencuci tangan
5.      Pengambilan spesimen cairan vagina/hapusan genetalia
a.       Persiapan alat
1)      Kapas lidi steril
2)      Objek gelas
3)      Bengkok
4)      Sarung tangan
5)      Spekulum
6)      Kain kassa, kapas sublimat
7)      Bengkok
8)      Perlak
b.      Prsedur
1)      Memberitahu dan memberi penjelasan pada klien tentang tindakan yang akan dilakukan
2)      Mendekatkan alat
3)      Memasang sampiran
4)      Membuka dan menganjurkan klien untuk menanggalkan pakaian bagian bawah (jaga privacy
pasien)
5)      Memasang pengalas dibawah bokong pasien
6)      Mengatur posisi pasien dengan kaki ditekuk (dorsal recumbent)
7)      Mencuci tangan
8)      Memakai sarung tangan
9)      Membuka labia mayora dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang tidak dominan
10)  Mengambil sekret vagina dengan kapas lidi dengan tangan yang dominan sesuai kebutuhan
11)  Menghapus sekret vagina pada objek gelas yang disediakan
12)  Membuang kapas lidi pada bengkok
13)  Memasukkan objek gelas ke dalam piring petri atau ke dalam tabung kimia dan ditutup
14)  Memberi label dan mengisi formulir pengiriman spesimen untuk dikirim ke laboratorium
15)  Membereskan alat
16)  Melepas sarung tangan
17)  Mencuci tangan
18)  Melakukan dokumentasi tindakan

D.    Menyiapkan Pemeriksaan Rontgen, USG dan Laparaskopi


1.      Pemeriksaan Rontgen
Teknologi rontgen sudah digunakan lebih dari satu abad yang lalu. Tepatnya sejak 8 November
1890 ketika fisikawan terkemuka berkebangsaan Jerman, Conrad Roentgen, menemukan sinar
yang tidak dikenalinya, yang kemudian diberi label sinar X. Sinar ini mampu menembus bagian
tubuh manusia, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memotret bagian-bagian dalam tubuh. Berkat
jasanya bagi dunia kedokteran, banyak nyawa bisa diselamatkan, hingga ia mendapat
penghargaan Nobel di tahun 1901.
Pada prinsipnya sinar yang menembus tubuh ini perlu dipindahkan ke format film agar bisa
dilihat hasilnya. Seiring dengan kemajuan teknologi, kini foto rontgen juga sudah bisa diproses
secara digital tanpa film. Sementara hasilnya bisa disimpan dalam bentuk CD atau bahkan
dikirim ke berbagai belahan dunia menggunakan teknologi e-mail.
a.       Persiapan pemeriksaan
1)      Radiografi konvensional tanpa persiapan.
Maksudnya, saat anak datang bisa langsung difoto. Biasanya ini untuk pemeriksaan tulang atau
toraks.
2)      Radiografi konvensional dengan persiapan.
Pemeriksaan radiografi konvensional yang memerlukan persiapan di antaranya untuk foto
rontgen perut. Sebelum pelaksanaan, anak diminta untuk puasa beberapa jam atau hanya makan
bubur kecap. Dengan begitu ususnya bersih dan hasil fotonya pun dapat dengan jelas
memperlihatkan kelainan yang dideritanya.
3)      Pemeriksaan dengan kontras
Sebelum dirontgen, kontras dimasukkan ke dalam tubuh dengan cara diminum, atau dimasukkan
lewat anus, atau disuntikkan ke pembuluh vena.
b.      Indikasi pemeriksaan
1)      Sesak napas pada bayi
Untuk memastikan ada tidaknya kelainan di toraksnya (rongga dada), dokter membutuhkan foto
rontgen agar penanganannya tepat.
2)      Bayi muntah hijau terus-menerus.
Bila dokter mencurigai muntahnya disebabkan sumbatan di saluran cerna, maka pengambilan
foto rontgen pun akan dilakukan. Pertimbangan dokter untuk melakukan tindakan ini tidak
semata-mata berdasarkan usia, melainkan lebih pada risk and benefit alias risiko dan manfaatnya.
3)      Deteksi masalah pada tulang, paru-paru, usus, dan organ dalam lainnya.
Bagi balita sampai kalangan dewasa, foto rontgen lazimnya dimanfaatkan untuk mendeteksi
masalah pada tulang, paru-paru, usus, dan organ dalam lainnya.
2.      Pemeriksaan USG
Perkembangan Ultrasonografi (USG) sudah dimulai sejak kira-kira tahun 1960, dirintis oleh
Profesor Ian Donald. Sejak itu, sejalan dengan kemajuan teknologi bidang komputer, maka
perkembangan ultrasonografi juga maju dengan sangat pesat, sehingga saat ini sudah dihasilkan
USG 3 Dimensi dan Live 3D (ada yang menyebut sebagai USG 4D).
a.       Indikasi
1)      Dalam bidang obstetri, indikasi yang dianut adalah melakukan pemeriksaan USG dilakukan
begitu diketahui hamil, penapisan USG pada trimester pertama (kehamilan 10 – 14 minggu),
penapisan USG pada kehamilan trimester kedua (18 – 20 minggu), dan pemeriksaan tambahan
yang diperlukan untuk memantau tumbuh kembang janin.
2)      Dalam bidang ginekologi onkologi pemeriksaannya diindikasikan bila ditemukan kelainan
secara fisik atau dicurigai ada kelainan tetapi pada pemeriksaan fisik tidak jelas adanya kelainan
tersebut.
3)      Dalam bidang endokrinologi reproduksi pemeriksaan USG diperlukan untuk mencari kausa
gangguan hormon, pemantauan folikel dan terapi infertilitas, dan pemeriksaan pada pasien
dengan gangguan haid.
4)      Sedangkan indikasi non obstetrik bila kelainan yang dicurigai berasal dari disiplin ilmu lain,
misalnya dari bagian pediatri, rujukan pasien dengan kecurigaan metastasis dari organ ginekologi
dll.

b.      Cara pemeriksaan


Pemeriksaan USG dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1)      Pervaginam
a)      Memasukkan probe USG transvaginal/seperti melakukan pemeriksaan dalam.
b)      Dilakukan pada kehamilan di bawah 8 minggu.
c)      Lebih mudah dan ibu tidak perlu menahan kencing.
d)     Lebih jelas karena bisa lebih dekat pada rahim.
e)      Daya tembusnya 8-10 cm dengan resolusi tinggi.
f)       Tidak menyebabkan keguguran.
2)      Perabdominan
a)      Probe USG di atas perut.
b)      Biasa dilakukan pada kehamilan lebih dari 12 minggu.
c)      Karena dari atas perut maka daya tembusnya akan melewati otot perut, lemak baru menembus
rahim.
c.       Jenis pemeriksaan USG
1)      USG 2 Dimensi
Menampilkan gambar dua bidang (memanjang dan melintang). Kualitas gambar yang baik
sebagian besar keadaan janin dapat ditampilkan.
2)      USG 3 Dimensi
Dengan alat USG ini maka ada tambahan 1 bidang gambar lagi yang disebut koronal. Gambar
yang tampil mirip seperti aslinya. Permukaan suatu benda (dalam hal ini tubuh janin) dapat
dilihat dengan jelas. Begitupun keadaan janin dari posisi yang berbeda. Ini dimungkinkan karena
gambarnya dapat diputar (bukan janinnya yang diputar).
3)      USG 4 Dimensi
Sebetulnya USG 4 Dimensi ini hanya istilah untuk USG 3 dimensi yang dapat bergerak (live
3D). Kalau gambar yang diambil dari USG 3 Dimensi statis, sementara pada USG 4 Dimensi,
gambar janinnya dapat “bergerak”. Jadi pasien dapat melihat lebih jelas dan membayangkan
keadaan janin di dalam rahim.
4)      USG Doppler
Pemeriksaan USG yang mengutamakan pengukuran aliran darah terutama aliran tali pusat. Alat
ini digunakan untuk menilai keadaan/kesejahteraan janin. Penilaian kesejahteraan janin ini
meliputi: Gerak napas janin (minimal 2x/10 menit), Tonus (gerak janin), Indeks cairan ketuban
(normalnya 10-20 cm), Doppler arteri umbilikalis, Reaktivitas denyut jantung janin.
3.      Pemeriksaan Laparoskopi
Laparoskopi adalah tindakan pemeriksaan dengan alas optik, yang dimasukkan ke dalam ruangan
abdomen (perut).
Di Indonesia laparoskop untuk tindakan membantu diagnosa (ketetapan) yang masih sulit
dilakukan dari luar artinya dengan pemeriksaan biasa. Kesulitan tersebut dapat dibantu dengan
pemeriksaan laparoskop, sehingga dapat terlibat kelainan atau penyakit yang berada di rahim dan
jaringan sekitarnya.
a.       Persiapan untuk pemeriksaan Laparaskopi
Tindakan yang dilakukan dengan laparoskopi:
1)      menilai status kesuburan

2)      memperbaiki posisi rahim

3)      memisahkan perlengketan

4)      endometriosis (misal: kista coklat)

5)      terapi hamil diluar kandungan

6)      kistektomi (mengangkat kista)

7)      miomektomi (mengangkat miom)


8)      histerektomi (pengangkatan rahim)

9)      sterilisasi / ligasi

10)  terapi abses rongga panggul

persiapan sebelum laparoskopi

1)      Pasien dirawat minimal 12 jam pra operasi dengan membawa hasil pemeriksaan laboratorium,
rontgen dada, konsultasi ahli jantung dan lainnya sesuai indikasi
2)      Puasa selama 8 jam sebelum tindakan opersai
3)      Kulit bagian pusar dibersihkan dan ditutup dengan kain kassa yang telah dibasahi dengan
alcohol
4)      Dilakukan pengosongan usus besar untuk membuang sisa-sisa kotoran (klisma)
5)      Diberikan obat pencahar, premedikasi, antibiotik profilaksis

Persiapan sebelum melakukan endoskopi saluran cerna yaitu :

1. Jika endoskopi saluran cerna bagian atas/ERCP perlu puasa 6 - 8 jam. Untuk tindakan
kolonoskopi akan diberikan pencahar untuk membersihkan usus dari kotoran
2. Untuk kenyamanan, dokter dapat memberikan obat penenang untuk relaksasi dan
membuat tidur.
3. Pada anak-anak dan prosedur yang kompleks,mungkin saja akan diberikan anestesi
umum (dibuat tidur untuk beberapa jam)

jusran materi kebidanan bidan


Selasa, 28 Februari 2012
MAKALAH PEMERISAAN DIAGNOSTIK

Tugas

PEMERISAAN DIAGNOSTIK
OLEH:

AINAL MARDIA
NIM : 105011002

YAYASAN PENDIDIKAN CENDRAWASI

AKADEMI KEBIDANAN PALU

2011

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ........................................... 1


B. TUJUAN ...................................................... 2

BABII PEMBAHASAN ...................................................... 3

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN ........................................................ 6
B. SARAN ..................................................................... 6

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah dengan judul
“Pemeriksaan Diagnostik”
Terima kasih disampaikan kepada Bapak dosen mata yang telah membimbing dan
memberikan kuliah demi lancarnya tugas ini.

Demikianlah makalah ini disusun semoga bermanfaat, agar dapat memenuhi tugas mata
kuliah

Palu 20 september 2011

Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BALAKANG

Pemeriksaan diagnostic adalah penilaian klinis tentang respon individu,keluarga,dan


komunikan terhadap suatu masalah kesehatan dan proses kehidupan actual maupun
potensial.
Perkembangan Ultrasonografi (USG) sudah dimulai sejak kira-kira tahun 1960,
dirintis oleh Profesor Ian Donald. Sejak itu, sejalan dengan kemajuan teknologi bidang
komputer, maka perkembangan ultrasonografi juga maju dengan sangat pesat, sehingga saat
ini sudah dihasilkan USG 3 Dimensi dan Live 3D (ada yang menyebut sebagai USG 4D).
1. Dalam bidang obstetri, indikasi yang dianut adalah melakukan pemeriksaan USG
dilakukan begitu diketahui hamil, penapisan USG pada trimester pertama (kehamilan 10
– 14 minggu), penapisan USG pada kehamilan trimester kedua (18 – 20 minggu), dan
pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk memantau tumbuh kembang janin.
2. Dalam bidang ginekologi onkologi pemeriksaannya diindikasikan bila ditemukan kelainan
secara fisik atau dicurigai ada kelainan tetapi pada pemeriksaan fisik tidak jelas adanya
kelainan tersebut.
3. Dalam bidang endokrinologi reproduksi pemeriksaan USG diperlukan untuk mencari kausa
gangguan hormon, pemantauan folikel dan terapi infertilitas, dan pemeriksaan pada
pasien dengan gangguan haid.
4. Sedangkan indikasi non obstetrik bila kelainan yang dicurigai berasal dari disiplin ilmu
lain, misalnya dari bagian pediatri, rujukan pasien dengan kecurigaan metastasis dari
organ ginekologi dll.
Teknologi rontgen sudah digunakan lebih dari satu abad yang lalu. Tepatnya sejak 8
November 1890 ketika fisikawan terkemuka berkebangsaan Jerman, Conrad Roentgen,
menemukan sinar yang tidak dikenalinya, yang kemudian diberi label sinar X. Sinar ini
mampu menembus bagian tubuh manusia, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memotret
bagian-bagian dalam tubuh. Berkat jasanya bagi dunia kedokteran, banyak nyawa bisa
diselamatkan, hingga ia mendapat penghargaan Nobel di tahun 1901.
Pada prinsipnya sinar yang menembus tubuh ini perlu dipindahkan ke format film agar bisa
dilihat hasilnya. Seiring dengan kemajuan teknologi, kini foto rontgen juga sudah bisa
diproses secara digital tanpa film. Sementara hasilnya bisa disimpan dalam bentuk CD atau
bahkan dikirim ke berbagai belahan dunia menggunakan teknologi e-mail.
CTG dalam arti khusus adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur DJJ pada
saat kontraksi maupun tidak sedangkan dalam arti umum
CTG merupakan suatu alat untuk mengetahui kesejahteraan janin di dalam rahim,
dengan merekam pola denyut jantung janin dan hubungannya dengan gerakan janin atau
kontraksi rahim.
Jadi bila doppler hanya menghasilkan DJJ maka pada CTG kontraksi ibu juga terekam
dan kemudian dilihat perubahan DJJ pada saat kontraksi dan diluar kontraksi. Bila terdapat
perlambatan maka itu menandakan adanya gawat janin akibat fungsi plasenta yang sudah
tidak baik
Cara pengukuran CTG hampir sama dengan doppler hanya pada CTG yang
ditempelkan 2 alat yang satu untuk mendeteksi DJJ yang satu untuk mendeteksi kontraksi,
alat ini ditempelkan selama kurang lebih 10-15 menit

B. TUJUAN
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah agar pembaca dapat menjelaskan
tentang pemeriksaan diagnostic

BAB II

PMBAHASAN

Pemeriksaan diagnostik adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga dan
komunikan terhadap suatu masalah kesehatan dan proses kehidupan aktual maupun
potensial. Hasil suatu pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam membantu diagnosa,
memantau perjalanan penyakit serta menentukan prognosa. Karena itu perlu diketahui faktor
yang mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.

Terdapat faktor utama yang dapat mengakibatkan kesalahan hasil laboratorium yaitu :

Pra instrumentasi
Pada tahap ini sangat penting diperlukan kerjasama antara petugas, pasien dan dokter. Hal
ini karena tanpa kerja sama yang baik akan mengganggu/mempengaruhi hasil pemeriksaan
laboratorium. Yang termasuk dalam tahapan pra instrumentasi meliputi :

a. Pemahaman instruksi dan pengisian formulir


b. Persiapan penderita
c. Cara pengambilan sampel
d. Penanganan awal sampel dan transportasi

PERSIAPAN UNTUK PEMERIKSAAN


a. Pemeriksaan USG
Perkembangan Ultrasonografi (USG) sudah dimulai sejak kira-kira tahun 1960,
dirintis oleh Profesor Ian Donald. Sejak itu, sejalan dengan kemajuan teknologi bidang
komputer, maka perkembangan ultrasonografi juga maju dengan sangat pesat, sehingga saat
ini sudah dihasilkan USG 3 Dimensi dan Live 3D (ada yang menyebut sebagai USG 4D).
 Cara Pemeriksaan

Pemeriksaan USG dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:


a. Pervaginam
b. Perabdominan
b. Pemeriksaan Rontgen

Teknologi rontgen sudah digunakan lebih dari satu abad yang lalu. Tepatnya sejak 8
November 1890 ketika fisikawan terkemuka berkebangsaan Jerman, Conrad Roentgen,
menemukan sinar yang tidak dikenalinya, yang kemudian diberi label sinar X. Sinar ini
mampu menembus bagian tubuh manusia, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memotret
bagian-bagian dalam tubuh. Berkat jasanya bagi dunia kedokteran, banyak nyawa bisa
diselamatkan, hingga ia mendapat penghargaan Nobel di tahun 1901.
Pada prinsipnya sinar yang menembus tubuh ini perlu dipindahkan ke format film agar bisa
dilihat hasilnya. Seiring dengan kemajuan teknologi, kini foto rontgen juga sudah bisa
diproses secara digital tanpa film. Sementara hasilnya bisa disimpan dalam bentuk CD atau
bahkan dikirim ke berbagai belahan dunia menggunakan teknologi e-mail.

c. Persiapan pemeriksaan
1) Radiografi konvensional tanpa persiapan.
Maksudnya, saat anak datang bisa langsung difoto. Biasanya ini untuk pemeriksaan
tulang atau toraks.
2) Radiografi konvensional dengan persiapan.
Pemeriksaan radiografi konvensional yang memerlukan persiapan di antaranya untuk foto
rontgen perut. Sebelum pelaksanaan, anak diminta untuk puasa beberapa jam atau hanya makan
bubur kecap. Dengan begitu ususnya bersih dan hasil fotonya pun dapat dengan jelas
memperlihatkan kelainan yang dideritanya.
3) Pemeriksaan dengan kontras

Sebelum dirontgen, kontras dimasukkan ke dalam tubuh dengan cara diminum,


atau dimasukkan lewat anus, atau disuntikkan ke pembuluh vena.

d. Kardiotokografi (CTG)
Secara khusus CTG adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur DJJ pada saat kontraksi
maupun tidak.sedangkn Secara umum CTG merupakan suatu alat untuk mengetahui
kesejahteraan janin di dalam rahim, dengan merekam pola denyut jantung janin dan
hubungannya dengan gerakan janin atau kontraksi rahim.
 Pemeriksaan CTG
1) Sebaiknya dilakukan 2 jam setelah makan.
2) Waktu pemeriksaan selama 20 menit,
3) Selama pemeriksaan posisi ibu berbaring nyaman dan tak menyakitkan ibu maupun bayi.
4) Bila ditemukan kelainan maka pemantauan dilanjutkan dan dapat segera diberikan
pertolongan yang sesuai.
5) Konsultasi langsung dengan dokter kandunga

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pemeriksaan diagnostik adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga dan
komunikan terhadap suatu masalah kesehatan dan proses kehidupan aktual maupun
potensial. Hasil suatu pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam membantu diagnosa,
memantau perjalanan penyakit serta menentukan prognosa. Karena itu perlu diketahui faktor
yang mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.

B. SARAN

Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca khususnya perawat dapat


menerapkan pengkajian diagnostik ini dalama asuhan keperawatan dan dapat mencari
referensi lain untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai pengkajian diagnostic

Diposting oleh JOESRAN di 22.13

1 komentar:

1.

Tory18 Maret 2014 23.00


TERIMAKASIH ATAS SHARNYA GAN

Balas

Muat yang lain...


Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

Pengikut
Mengenai Arsip Blog
Saya
 ►  2013 (1)

 ▼  2012 (29)
o ►  Oktober (1)
o ►  Maret (5)
o ▼  Februari (23)
JOESRAN
 TTV
Parigi Moutong,
 Toksoplasma
selteng,
 makalah keluarga sejaterah
Indonesia
 Definisi Bidan Desa dan program bidan desa
Lihat profil lengkapku
 makalah bidan desa
 ANATOMI DAN FISOLOGI ORGAN
REPRODUKSI WANITA
 kehamilan dan 58 APN
 askeb kehamiln
 konsep kebidanan
 pasien krisis
 Paradigma kebidanan
 Pengertian Bidan
 peraturan mentri kesehatan RI
 ANATOMI PANGGUL WANITA
 STANDARD ASUHAN KEHAMILAN
 STANDAR ASUHAN KEBIDANAN
 PROFESI BIDAN
 MAKALAH PEMERISAAN DIAGNOSTIK
 APN
 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA NOM...
 askeb I
 anatomi panggul
  
 ►  2009 (1)

Tema Perjalanan. Diberdayakan oleh Blogger.

Penugasan
1.      Uraian singkat dari peserta didik tentang hal-hal yang perlu disiapkan tenaga kesehatan
khusunya bidan dalam melakukan pemeriksaan diagnostik.
2.      Uraian singkat oleh masing-masing peserta didik tentang persiapan pasien sebelum pengambilan
spesimen.
Buku sumber:
2014. Keterampilan Dasar Kebidanan 2. Diandra Primamitra. Jakarta

Uliyah, Musrifal. 2008. Keterampilan Dasar Kebidanan 2.Salemba Medika. Jakarta

Rustam.1998. Sinopsis Ostetri .Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.

Makassar, ….Novenber 2014

PENDIDIK

……………………..
Diposting oleh sry wulandary di 05.04
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Langganan: Posting Komentar (Atom)

Arsip Blog
 ▼  2014 (6)
o ▼  Desember (6)
 KONSEP KEBIDANAN LANJUT
 TUGAS MAKALAH KESPRO
 BAHAN AJAR KETERAMPILAN DASAR KEBIDANAN 2
 BAHAN AJAR
 <!--[if gte mso 9]> <![endif]--> <!--[if gte ...
 RAMBU-RAMBU PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN

Mengenai Saya

sry wulandary
Lihat profil lengkapku
Tema Sederhana. Gambar tema oleh lobaaaato. Diberdayakan oleh Blogger.

My Job Midwife
Jumat, 17 April 2015
Persiapan dan Perawatan Pre Operasi, Intra Operasi& Post Operasi
MAKALAH IKD II (Ilmu Kebidanan Dasar)
Persiapan dan Perawatan Pre Operasi, Intra Operasi& Post Operasi
Disusun untuk Memenuhi Tugas IKD II (KDPK)
Dosen pembimbing
Kurnia Retno Wulansari, S.ST., M.Kes
Yeni Adriani, S.ST

Disusun Oleh :
kelompok 1

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PRODI D III KEBIDANAN
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
2015

PENDAHULUAN

1.1        LATAR BELAKANG


Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hapir semua
pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi pasien.
Maka tak heran jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan
dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan
segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan
jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Perawat dan bidan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa
sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk
mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat
tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan
yang terkait (dokter bedah, dokter anestesi, perawat/bidan) di samping peranan pasien yang
kooperatif selama proses perioperatif.
Ada tiga faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien, jenis
pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut faktor pasien
merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit tersebut tidakan pembedahan adalah
hal yang baik/benar. Tetapi bagi pasien sendiri pembedahan mungkin merupakan hal yang paling
mengerikan yang pernah mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah pentig
untuk melibatkan pasien dalam setiap langkah – langkah perioperatif. Tindakan perioperatif
yang berkesinambungan dan tepat akan sangat berpengaruh terhadap suksesnya pembedahan dan
kesembuhan pasien.
1.2        RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah yang dimaksud Perioperasi?
2.      Apa saja jenis-jenis Pembedahan atau Operasi?
3.      Apakan yang dimaksud Anastesi?
4.      Bagaimana cara melakukan persiapan dan perawatan Pre operasi?
5.      Bagaimana cara melakukan persiapan dan perawatan Intra Operasi?
6.      Bagaimana cara melakukan persiapan dan perawatan Post Operasi?

1.3        TUJUAN PENULISAN


1.3.1     Tujuan Umum
Sebagai pemenuhan tugas mata kuliah KDPK, menambah wawasan dan pengetahuan
pembaca.
1.3.2 Tujuan Khusus
a.       Mengetahui tentang Pengertian Perioperasi
b.      Mengetahui tentang Jenis-Jenis Operasi atau Pembedahan
c.       Mengetahui tentang Anastesi
d.      Memahami Persiapan dan Perawatan Pre Operasi
e.       Memahami persiapan dan Perawatan Intra Operasi
f.       Memahami persiapan dan Perawatan Post Operasi

BAB II
PEMBAHASAN

2.1        PENGERTIAN PERIOPERASI


Perioperasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai pre operasi (pre
bedah), intra operasi (bedah), dan post operasi (pasca bedah). Pre bedah merupakan masa
sebelum dilakukannya tindakan pembedahan, dimulai sejak persiapan pembedahan dan berakhir
sampai pasien di meja bedah. Intra bedah merupakan masa pembedaahan dimulai sejak ditransfer
ke meja bedah dan berakhir saat pasien dibawa ke ruang pemulihan. Pasca bedah merupakan
masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai sejak pasien memasuki ruang pemulihan dan
berakhir sampai evaluasi selanjutnya.

2.2         JENIS-JENIS OPERASI (PEMBEDAHAN)


a.             Jenis-Jenis Pembedahan Berdasarkan Lokasi
Berdasarkan lokasinya, pembedahan dapat dibagi menjadi bedah toraks kardiovaskuler,
bedah neurologi, bedah ortopedi, bedah urologi, bedah kepala leher, bedah digestif, dan lain-lain.

b.            Jenis-Jenis Pembedahan Berdasarkan Tujuan


Berdasarkan tujuannya, pembedahan dapat dibagi menjadi :
1.      Pembedahan diagnosis, ditunjukan untuk menentukan sebab terjadinya gejala penyakit seperti
biopsy, eksplorasi, dan laparotomi.
2.      Pembedahan kuratif, dilakukan untuk mengambil bagian dari penyakit. Misalnya pembendahan
apendektomi.
3.      Pembedahan restoratif, dilakukan untuk memperbaiki deformitas, menyambung daerah yang
terpisah.
4.      Pembedahan paliatif, dilakukan untuk mengurangi gejala tanpa menyembuhkan penyakit.
5.      Pembedahan kosmetik, dilakukan untuk memperbaiki bentuk dalam tubuh seperti rhinoplasti.

2.3 ANASTESIA
Anestesia adalah penghilangan kesadaran sementara sehingga menyebabkan hilang rasa
pada tubuh tersebut. Tujuannya untuk penghilang rasa sakit ketika dilakukan tindakan
pembedahan. Hal yang perlu diperhatikan yaitu dosis yang diberikan sesuai dengan jenis
pembedahan atau operasi kecil/besar sesuai waktu yang dibutuhkan selama operasi dilakukan.
a.       Jenis-jenis anestesia
a)      Anestesia umum, dilakukan umtuk memblok pusat kesadaran otak dengan menghilangkan
kesadaran, menimbulkan relaksasi, dan hilangnya rasa. Pada umumnya, metode pemberiannya
adalah dengan inhalasi dan intravena.
b)      Anestesia regional, dilakukan pada pasien yang masih dalam keadaan sadar untuk meniadakan
proses konduktivitas pada ujung atau serabut saraf sensoris di bagian tubuh tertentu, sehingga
dapat menyebabkan adanya hilang rasa pada daerah tubuh tersebut. Metode umum yang
digunakan adalah melakukan blok saraf, memblok regional intravena dengan torniquet, blok
daerah spinal, dan melalui epidural.
c)      Anestesia lokal, dilakukan untuk memblok transmisi impuls saraf pada daerah yang akan
dilakukan anestesia dan pasien dalam keadaan sadar. Metode yang digunakan adalah infiltrasi
atau topikal.
d)     Hipoanestesia, dilakukan untuk membuat status kesadaran menjadi pasif secara artifisial
sehingga terjadi peningkatan ketaatan pada saran atau perintah serta untuk mengurangi
kesadaran sehingga perhatian menjadi terbatas. Metode yang digunakan adalah hipnotis.
e)      Akupuntur, anestesia yang dilakukan untuk memblok rangsangan nyeri dengan merangsang
keluarnya endorfin tanpa menghilangkan kesadaran. Metode yang banyak digunakan adalah
jarum atau penggunaan elektrode pada permukaan kulit.

2.4           PERSIAPAN DAN PERAWATAN PRE OPERASI


Pre operasi (pre bedah) merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan pembedahan,
dimulai sejak persiapan pembedahan dan berakhir sampai pasien di meja bedah.
Hal-hal yang perlu dikaji dalam tahap pra oprasi adalah pegetahuan tentang persiapan
pembedahan, dan kesiapan psikologis. Prioritas pada prosedur pembedahan yang utama adalah
inform consent yaitu pernyataan persetujuan klien dan keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan yang berguna untuk mencegah ketidak tahuan klien tentang prosedur yang akan
dilaksanakan dan juga menjaga rumah sakit serta petugas kesehatan dari klien dan keluarganya
mengenai tindakan tersebut.
A.      Rencana tindakan :
1.         Pemberian pendidikan kesehatan pre operasi.
Pendidikan kesehatan yang perlu diberikan mencangkup penjelasan mengenai berbagai
informasi dalam tindakan pembedahan. Informasi tersebut diantaranya tentang jenis pemeriksaan
yang dilakukan sebelum bedah, alat-alat khusus yang di perlukan, pengiriman ke kamar bedah,
ruang pemulihan, dan kemungkinan pengobatan setelah bedah.
2.         Persiapan diet
Sehari sebelum bedah, pasien boleh menerima makanan biasa. Namun, 8 jam sebelum
bedah tersebut dilakukan, pasien tidak diperbolehkan makan. Sedangkan cairan tidak
diperbolehkan 4 jam sebelum operasi, sebab makanan dan cairan dalam lambung dapat
menyebabkan aspirasi.
3.         Persiapan kulit
Dilakukan dengan cara membebaskan daerah yang akan dibedah dari mikroorganisme
dengan cara menyiram kulit dengan sabun heksakloforin atau sejenisnya yang sesuai dengan
jenis pembedahan. Bila pada kulit terdapat rambut, maka harus di cukur.
4.         Latihan napas dan latihan batuk
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pengembangan paru-paru.
Pernapasan yang dianjurkan adalah pernapasan diafragma, dengan cara berikut:
a)      Atur posisi tidur semifowler, lutut dilipat untuk mengembangkan toraks.
b)      Tempatkan tangan diatas perut.
c)      Tarik napas perlahan-lahan melalui hidung, biarkan dada mengembang.
d)     Tahan napas 3 detik.
e)      Keluarkan napas dengan mulut yang dimoncongkan.
f)       Tarik napas dan keluarkan kembali, lakukan hal yang sama hingga tiga kali setelah napas
terakhir, batukkan untuk mengeluarkan lendir.
g)      Istirahat.
5.         Latihan kaki
Latihan ini dapat dilakukan untuk mencegah dampak tromboflebitis. Latihan kaki yang
dianjurkan antara lain latihan memompa otot, latihan quadrisep, dan latihan mengencangkan
glutea. Latihan memompa otot dapat dilakukan dengan mengontraksi otot betis dan paha,
kemudian istirahatkan otot kaki, dan ulangi hingga sepuluh kaki. Latihan quadrisep dapat
dilakukan dengan membengkokkan lutut kaki rata pada tempat tidur, kemudian meluruskan kaki
pada tempat tidur, mengangkat tumit, melipat lutut rata pada tempat tidur, dan ulangi hingga
lima kali. Latihan mengencangkan glutea dapat dilakukan dengan menekan otot pantat,
kemudian coba gerakkan kaki ke tepi tempat tidur, lalu istirahat, dan ulangi hingga lima kali.
6.         Latihan mobilitas
Latihan ini dilakukan untuk mencegah komplikasi sirkulasi, mencegah dekubitus,
merangsang peristaltik, serta mengurangi adanya nyeri. Melalui latihan mobilitas, pasien harus
mampu menggunakan alat di tempat tidur, seperti menggunakan penghalang agar bsa memutar
badan, melatih duduk di sisi tempat tidur, atau dengan menggeser pasiem ke sisi tempat tidur.
Melatih duduk diawali dengan tidur fowler, kemudian duduk tegak dengan kaki menggantung di
sisi tempat tidur.
7.         Pencegahan cedera
Untuk mengatasi risiko terjadinya cedera, tindakan yang perlu dilakukan sebelum pelaksanaan
bedah adalah:
a.       Cek identitas pasien.
b.      Lepaskan perhiasan pada pasien yang dapat mengganggu, misalnya cincin, gelang, dan lain-lain.
c.       Bersihkan cat kuku untuk memudahkan penilaian sirkulasi.
d.      Lepaskan kontak lensa.
e.       Lepaskan protesis.
f.       Alat bantu pendengaran dapat dapat digunakan jika pasien tidak dapat mendengar.
g.      Anjurkan pasien untukmengosongkan kandung kemih.
h.      Gunakan kaos kaki anti emboli jika pasien berisiko terjadi tromboflebitis.
2.5        PERSIAPAN DAN PERAWATAN INTRA OPERASI
Intra operasi (bedah) merupakan masa pembedaahan dimulai sejak ditransfer ke meja
bedah dan berakhir saat pasien dibawa ke ruang pemulihan.
Hal yang perlu di dikaji dalam intrabedah adalah pengaturan posisi pasien. Berbagai
masalah yang terjadi selama pembedahan mencakup aspek pemantauan fisiologis perubahan
tanda vital, sistem kardiovaskular, keseimbangan cairan, dan pernafasan. Selain itu lakukan
pengkajian terhadap tim, dan instrumen pembedahan, serta anestesia yang diberikan.
A.    Rencana tindakan:
1.      Penggunaan baju seragam bedah.
Penggunaan baju seragam bedah didesain khusus dengan harapan dapat mencegah
kontaminasi dari luar. Hal itu dilakukan dengan berprinsip bahwa semua baju dari luar harus
diganti dengan baju bedah yang steril, atau baju harus dimasukkan ke dalam celana atau harus
menutupi pinggang untuk mengurangi menyebarnya bakteri, serta gunakan tutup kepala, masker,
sarung tangan, dan celemek steril.
1.      Mencuci tangan sebelum pembedahan.
2.      Menerima pasien di daerah bedah.
Sebelum memasuki wilayah bedah, pasien harus melakukan pemeriksaan ulang di ruang
penerimaan untuk mengecek kembali nama, bedah apa yang akan dilakukan, nomor status
registrasi pasien, berbagai hasil laboratorium dan X-ray, persiapan darah setelah dilakukan
pemeriksaan silang dan golongan darah, alat protesis, dan lain-lain.
3.      Pengiriman dan pengaturan posisi ke kamar bedah.
Posisi yang dianjurkan pada umumnya adalah telentang, telungkup, trendelenburg,
litotomi, lateral, atau disesuaikan dengan jenis operasi yang akan dilakukan.
4.      Pembersihan dan persiapan kulit.
Pelaksanaan tindakan ini bertujuan untuk membuat daerah yang akan dibedah bebas dari
kotoran dan lemak kulit, serta mengurangi adanya mikroba. Bahan yang digunakan dalam
membersihkan kulit ini harus memiliki spektrum khasiat, kecepatan khasiat, potensi yang baik
dan tidak menurun apabila terdapat kadar alkhohol, sabun deterjen, atau bahan organik lainnya.
5.      Penutupan daerah steril.
Penutupan daerah steril dilakukan dengan menggunakan duk steril agar tetap sterilnya di
daerah seputar bedah dan mencegah berpindahnya mikroorganisme antara daerah steril dan tidak.
6.      Pelaksanaan anestesia.
Pelaksanaan anestesia dapat dilakukan dengan berbagai macam, antara lain anestesia
umum, inhalasi atau intravena, anestesia regional, dan anestesia lokal.
7.      Pelaksanaan pembedahan.
Setelah dilakukan anestesia, tim bedah akan melaksanakan pembedahan sesuai dengan
ketentuan embedahan.

2.6         PERSIAPAN DAN PERAWATAN POST OPERASI


Post Operasi (pasca bedah) merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai
sejak pasien memasuki ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya.
Setelah tindakan pembedahan (pra oprasi), beberapa hal yang perlu dikaji diantaranya
adalah status kesadaran, kualitas jalan napas, sirkulasi dan perubahan tanda vital yang lain,
keseimbangan elektrolit, kardiovaskular, lokasi daerah pembedahan dan sekitarnya, serta alat-
alat yang digunakan dalam pembedahan. Selama periode ini proses asuhan diarahkan pada
menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri
dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien
kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman.
Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah masalah
yang kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan yang cepat dan akurat
sangat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang memperlama perawatan di rumah sakit atau
membahayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan postoperasi sama pentingnya
dengan prosedur pembedahan itu sendiri.
A.    Faktor yang Berpengaruh Postoperasi
1.      Mempertahankan jalan nafas
Dengan mengatur posisi, memasang suction dan pemasangan mayo/gudel.
2.      Mempertahankan ventilasi/oksigenasi
entilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan dengan pemberian bantuan nafas melalui ventilaot
mekanik atau nasal kanul.
3.      Mempertahakan sirkulasi darah
Mempertahankan sirkulasi darah dapat dilakukan dengan pemberian caiaran plasma ekspander.
4.      Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase
Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan pasien, seperti
kesadaran dan sebagainya. Vomitus atau muntahan mungkin saja terjadi akibat penagaruh
anastesi sehingga perlu dipantau kondisi vomitusnya. Selain itu drainase sangat penting untuk
dilakukan obeservasi terkait dengan kondisi perdarahan yang dialami pasien.
5.      Balance cairan
Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output caiaran klien. Cairan harus balance untuk
mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi akibat perdarahan atau justru kelebihan cairan
yang justru menjadi beban bagi jantung dan juga mungkin terkait dengan fungsi eleminasi
pasien.
6.      Mempertahanakan kenyamanan dan mencegah resiko injury
Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan beresiko besar untuk
jatuh. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang nyaman dan pasang side railnya. Nyeri biasanya
sangat dirasakan pasien, diperlukan intervensi keperawatan yang tepat juga kolaborasi dengan
medi terkait dengan agen pemblok nyerinya.
B.     Tindakan:
1.      Meningkatkan proses penyembuhan luka dan mengurangi rasa nyeri dapat dilakukan manajemen
luka. Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami perdarahan
abnormal. Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Manajemen luka
meliputi perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan. Kemudian memperbaiki asupan
makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein dan vitamin C dapat membantu pembentukan
kolagen dan mempertahankan integritas dinding kapiler.
2.      Mempertahankan respirasi yang sempurna dengan latihan napas, tarik napas yang dalam dengan
mulut terbuka, lalu tahan napas selama 3 detik dan hembuskan. Atau, dapat pula dilakukan
dengan menarik napas melalui hidung dan menggunakan diafragma, kemudian napas
dikeluarkan secara perlahan-lahan melalui mulut yang dikuncupkan.
3.      Mempertahankan sirkulasi, dengan stoking pada pasien yang berisiko tromboflebitis atau pasien
dilatih agar tidak duduk terlalu lama dan harus meninggikan kaki pada tempat duduk guna untuk
memperlancar vena.
4.      Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, dengan memberikan cairan sesuai
kebutuhan pasien, monitor input dan output , serta mempertahankan nutrisi yang cukup.
5.      Mempertahankan eliminasi, dengan mempertahankan asupan dan output, serta mencegah
terjadinya retensi urine.
6.      Mobilisasi dini, dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk efektif yang penting
untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir.
Mempertahankan aktivitas dengan latihan yang memperkuat otot sebelum ambulatori.
7.      Mengurangi kecemasan dengan melakukan komunikasi secara terapeutik.
8.      Rehabilitasi, diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien kembali. Rehabilitasi
dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan untuk memaksimalkan kondisi
pasien seperti sedia kala.
9.      Discharge Planning. Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien
dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan
kondis/penyakitnya post operasi.
C.     Ada 2 macam discharge planning :
1)      Untuk perawat/bidan : berisi point-point discahrge planing yang diberikan kepada klien (sebagai
dokumentasi)
2)      Untuk pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan lebih detail.

BAB III
PENUTUP
3.1    KESIMPULAN
Pre operasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai prebedah
(preoperasi), bedah (intraoperasi), dan pasca bedah (postoperasi). Pre operasi merupakan masa
sebelum dilakukannya tindakan pembedahan, dimulai sejak persiapan pembedahan dan berakhir
sampai pasien di meja bedah. Intrabedah merupakan masa pembedahan yang dimulai sejak
ditransfer ke meja bedah dan berakhir sampai pasien dibawa ke ruang pemulihan. Pra oprasi
merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai sejak pasien memasuki ruang
pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat
tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan
yang terkait (dokter bedah, dokter anestesi, perawat/bidan) di samping peranan pasien yang
kooperatif selama proses perioperatif. Tindakan prebedah, bedah, dan pasca bedah yang
dilakukan secara tepat dan berkesinambungan akan sangat berpengaruh terhadap suksesnya
pembedahan dan kesembuhan pasien.
3.2    Saran
Hendaknya mahasiswa dapat benar – benar memahami dan mewujud nyatakan peran
tenaga kesehatan yang prefesional, serta dapat melaksanakan tugas – tugas dengan penuh
tanggung jawab, dan selalu mengembangkan ilmunya.

DAFTAR PUSTAKA

Uliyah, Musrifatul, Alimul Hidayat Azis. 2006. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik      Kebidanan.


Jakarta: Salemba Medika.

Uliyah, Musrifatul, Alimul Hidayat Azis. 2011. Buku Ajar Ketrampilan Dasar Praktik
Klinik        Kebidanan (KDPK). Surabaya: Health Book Publishing.

http://fani-fawuz.blogspot.com/2014/02/makalah-asuhan-pada-pasien-pre-intra.html
 
Diposting oleh adeirma subandriyo di 03.12
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Lama Beranda


Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya

adeirma subandriyo
Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
 ▼  2015 (6)
o ▼  April (6)
 Persiapan dan Perawatan Pre Operasi, Intra Operasi...
 Perubahan Fisiologis dan Psikologis Wanita Pada Se...
 KONSEP KOMUNIKASI
 KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA DAUR KEHIDUPAN WANITA
 Asuhan Kebidanan Kehamilan
 Beranda

Tema PT Keren Sekali. Gambar tema oleh molotovcoketail. Diberdayakan oleh Blogger.
 Page 1
o

 Page 2

world health

Infolinks In Text Ads

CONTOH MAKALAH RESUSITASI


April
17 undefined
den ger
BAB I
PENDAHULUAN
A.        LATAR BELAKANG
Masalah kesehatan ibu dan bayi terutama pada  masa perinatal merupakan masalah nasional yang
perlu mendapat prioritas utama, karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia pada
generasi mendatang. 1 angka kematian perinatal pada tahun 1984 adalah 45 /1000 kelahiran ,
1994 adalah 36/1000 kelahiran sedangkan di rumah sakit  besar dan rujukan dapat lebih tinggi
lagi .Penyebab utama kematian adalah aspiksia, komplikasi BBLR, tetanus neonatorum, dan
trauma kelahiran terutama di negara berkembang .Dengan pemeriksaan  prenatal care yang
baik ,hanya lebih kurang 5% bayi baru lahir memerlukan pertolongan resusitasi  dan ¼
diantaranya memerlukan intubasi.

Angka kematian perinatal di Indonesia masih cukup tinggi,  yaitu 40 per 1000 kelahiran hidup.
Banyak faktor yang mempengaruhi angka tersebut, antara lain penyakit dan perkembangan
kesehatan ibu dan janin serta semua hal yang berkaitan  dengan pelayanan kesehatan baik
langsung maupun tidak langsung.Pemeriksaan antenatal memegang peranan yang amat  penting
untuk dapat mengenal faktor risiko secepatnya sehingga dapat dihindari kematian atau penyakit
yang tidak perlu terjadi. Semua kendala di atas perlu ditangani melalui konsep pelayanan yang
jelas sehingga masyarakat dapat berperan aktif  dalam usaha menurunkan kematian perinatal dan
meningkatkan mutu generasi yang akan datang.

Resusitasi diperlukan oleh neonatus yang dalam beberapa menit pertama kehidupannya tidak
dapat mengadakan ventilasi efektif dan perfusi adekuat untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi
dan eliminasi karbondioksida, atau bila sistem kardiovaskular tidak cukup dapat memberi perfusi
secara efektif kepada susunan saraf pusat, jantung dan organ vital lain. (Gregory, 1975)
Deteksi dini faktor resiko dan kelainan yang ditemukan pada bayi baru lahir  bahkan janin
,sangat membantu agar tidak terjadi kerugian  dikemudian hari. Antisipasi penangganan dini bayi
aspeksia dapat menghindarkan bayi tersebut dari kecacatan dan dampak yang merugikan.
Resusitasi yang memadai dapat mengurangi akibat yang merugikan pada BBL yang menderita
kegawatan napas, karena dampak jangka panjang aspeksia neonatorum ataupun hipoksia akibat
gawat napas tergantung selain lamanya terjadi aspeksia atau beratnya hipoksia ,lokalisasi
kerusakan gangguan metabolisme  juga tergantung kecepatan penangganan .Yang paling penting
adalah mencegah terjadinya aspeksia dengan perinatal care yang baik .Sedangkan apabila sudah
terjadi aspeksia atau kegawatan napas yang lain .semakin cepat ,tepat dan akurat  penangganan
,semakin baik . Oleh karena itu ,kita perlu mengetahui dan mempelajari cara-cara resusitasi yang
benar,untuk menolong bayi baru lahir dengan kegawatan  napas.
Sebagian besar bayi baru lahir tidak memerlukan bantuan apapun agar dapat bernapas dengan
efektif setelah dilahirkan, dan apabila mereka memerlukannya, sebagian besar hanya
membutuhkan bantuan minimal. Beberapa memerlukan intubasi dan ventilasi sementara
kebutuhan untuk menggunakan obat dan kompresi dada jarang diperlukan. Kurang lebih 10%
dari semua neonatus memerlukan bantuan pada waktu dilahirkan, hanya 1% yang memerlukan
resusitasi lanjut. Diperkirakan asfiksia perinatal merupakan penyebab seperlima semua kematian
neonatal di seluruh dunia; tindakan resusitasi sederhana dapat mengurangi morbiditas dan
mortalitas yang disebabkan asfiksia perinatal.
Terdapat beberapa faktor resiko antepartum dan intrapartum in utero, seperti hipertensi yang
disebabkan kehamilan (PIH), gangguan pertumbuhan intra uterin (IUGR), prematuritas,
perdarahan antepartum (APH), ruptur membran prematur (PROM), dan sumbatan mekonium
sehingga bayi memerlukan resusitasi. Pada benyak peristiwa, asfiksia terjadi tanpa diduga, jadi
penting untuk memiliki personel yang cukup terlatih dalam hal resusitasi neonatal dengan piranti
yang memadai pada waktu persalinan sedang berlangsung. Bayi lahir namun kesulitan bernapas
dan berat lahir rendah merupakan salah satu faktor penyebab AKB di Indonesia. bayi lahir
kesulitan bernapas menjadi penyebab utama kematian (AKB), namun saat ini telah menjadi
urutan kedua. Urutan pertama kini berat lahir bayi rendah, karena gizi ibu yang berkurang saat
mengandung,”
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya
untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami
gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten.
Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini
memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi
kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis (Hudak dan Gallo,
1997).

Angka Kematian Bayi (AKB) bisa ditekan melalui pembekalan dan pelatihan resusitasi neonatus
kepada paramedis di tanah air. “AKB di Indonesia akan terus menurun dengan adanya
pembekalan melalui pelatihan resusitas neonatus . pembekalan resusitasi neonatus bagi
paramedis itu bertujuan untuk mencegah terjadinya kegagalan saat membantu proses persalinan,
baik di rumah sakit maupun klinik kebidanan. Data yang dikutip dari Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) menyebutkan AKB di Indonesia saat ini masih pada posisi 31/1.000 kelahiran
pada 2009. Tercatat sekitar 7.116 paramedis hingga saat ini telah memperoleh pelatihan dan
pembekalan resusitasi bayi gawat nafas secara nasional. Paramedis itu antara lain terdiri dari
dokter spesialis anak, anestesi, umum dan kebidanan. Dalam kasus persalinan, kesulitan
bernapas saat bayi lahir juga berdampak pada gagalnya proses persalinan, misalnya terkait
dengan perjalanan yang jauh dari praktik kebidanan ke rumah sakit. “Terkadang masalah
perjalanan yang cukup lama dari klinik bidan ke rumah sakit, sehingga bayi lahir yang
seharusnya mendapat pertologan pernapasan segera jadi terlambat,” Oleh karena itu, AKB akibat
faktor kesulitan bernapas itu mencapai sekitar 24 persen, dan berat lahir rendah 26 persen.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dari latar belakang  di atas dan sesuai dengan judul laporan penatalaksanaan
resusitasi, maka dalam hal ini rumusan masalah adalah “ Bagaimana pelaksanaan resusitasi yang
diberikan pada bayi baru lahir untuk menurunkan angka kematian bayi.
C.  TUJUAN
1.         Tujuan  Umum
Sebagai acuan untuk melaksanakan  resusitasi pada bayi baru lahir
2.         Tujuan  Khusus
a.         Mampu melakukan pengkajian pada bayi baru lahir
b.         Mampu merumuskan diagnosa bayi baru lahir yang memerlukan tindakan resusitasi
c.         Mampu menyusun perencanaan tindakan yang akan dilakukan
d.         Mampu menerapkan rencana tindakan yang akan dilakukan
e.         Mampu  melakukan evaluasi dari tindakan resusitasi tersebut.
D.   MANFAAT
Penulis mengharapkan laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua sebagai pertimbangan bagi
calon tenaga kesehatan professional dalam memberikan pelayanan resusitasi pada bayi baru
lahir.

BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN

Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital
lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang
adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat
terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler.
kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang
singkat (sekitar 4 – 6 menit).
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya
untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami
gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten.
Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini
memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi
kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis (Hudak dan Gallo,
1997)

1. ETIOLOGI/PENYEBAB

Penyebabnya karena terjadinya oksigenasi yang tidak efektif dan perfusi yang tidak adekuat pada
neonatus dapat berlangsung sejak saat sebelum persalinan hingga masa persalinan.

1. FISIOLOGI

Waktu bayi lahir ,napas pertama terjadi karena rangsangan udara dingin, cahaya,perubahan
biokomia darah dsb. Cairan yang ada pada paru-paru sebagian besar akan dikeluarkan pada saat
bayi dilahirkan karena tekanan jalan lahir pada dinding thorak ( squeeze) dan sebagian kecil
diserap  oleh pembuluh darah kecil.                          Sirkulasi darah berubah dari sirkulasi janin
ke sirkulasi dewasa. Pada saat bayi dilahirkan dan terjadi pernapasan alveoli yang padea saat
belum lahir berisi air,akan berkembang dengan berisi udara. Aliran darah ke paru akan
bertambah karena oksigen yang didapat bayi akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah paru
.aliran darah balik paru ( venous return ) akan meningkat. Sehingga akibatnya akan terjadi  aliran
darah keluyar dari ventrikel  kiri. Pada bayi baru lahir yang normal penutupan duktus arteriosus
dan penurunan tahanan pembuluh darah paru akan berakibat penurunan  tekanan arteri
pulmonalis dan ventrikel kanan. Penurunan terendah terjadi  2 atau 3 hari post natal Kadang-
kadang sampai lebih dari 7 hari post natal  ( Behrman , 1992 ).
Ekspansi paru segera pada waktu lahir memerlukan tekanan ventilasi yang lebih tinggi
dibandingkan pada tahap lainnya masa bayi. Kegagalan ekspansi ruang alveolar yang adekuat
dapat terjadi pada hipoksemia dan asfiksia. Asfiksia menyebabkan hipoksia progresif,
hiperkapnia, hipoperfusi dan asidosis. Konsekuensi dari hipoksia dan asidosis adalah
vasokonstriksi paru, pembukaan duktus arteriosus, right-to-left shunting, disfungsi myokard,
output jantung kurang, asidosis metabolik dan kerusakan sistem organ. Pada hipoksia janin,
setelah beberapa kali napas dangkal pusat respirasi tidak dapat melanjutkan inisiasi pernapasan
sehingga pernapasan berhenti. Hal ini disebut apnu primer. Sebagian besar neonatus dengan apnu
primer merespon stimulasi saja. Jika hipoksia menetap, bayi mulai terengah. Periode antara
engahan terakhir dan cardiac arrest disebut apnu skunder. Secara klinis, tidak mungkin
membedakan apnu primer dan sekunder. Karenanya penting untuk menduga bayi apnu
mengalami apnu sekunder. Penatalaksanaannya berupa bag and mask ventilation, kompresi dada,
intubasi dan obat-obatan.

1. PATOFISIOLOGI

1) MASALAH  PELAYANAN  PERINATAL


Sebagian besar kehamilan (65%) tidak mendapat pemeriksaan antenatal sedangkan persalinan
umumnya (90%) masih ditolong oleh dukun. Kualitas pelayanan antenatal sesuai tingkat
pelayanan masih belum memadai sehingga kehamilan risiko tinggi mungkin tidak mendapat
pelayanan yang tepat.
2)  PELAYANAN  INTRANATAL
Kematian terbesar terjadi pada saat intranatal, dan saat ini memang sangat kritis mengingat
faktor yang berkaitan, yaitu penyakit ibu, plasenta dan janin. Penyakit ibu dapat lebih mudah
diketahui, tetapi keadaan dan fungsi plasenta serta keadaan janin sulit diketahui. Gerakan janin
mungkin dapat dipakai sebagai patokan kesejahteraan janin, walaupun mungkin sangat kasar.
Besar janin dapat disebagai pertanda nutrisi janin masih adekuat tetapi suplai oksigen mungkin
amat sukar untuk diketahui. Untuk itu maka  pada pusat rujukan diperlukan alat bantu pemantau
elektronik. Pengenalan dan kesadaran akan adanya faktor risiko merupakan awal dari proses
rujukan. Rujukan yang tepat akan  dapat mengurangi kematian perinatal.
3)  PELAYANAN POSTNATAL
Kehidupan dan kualitas bayi baru lahir amat ditentukan  oleh pelayanan kebidanan. Sejak saat
lahir bayi dapat mengalami cedera seperti trauma lahir, trauma dingin, renjatan, resusitasi yang
tidak adekuat atau infeksi. Bayi dapat menderita  renjatan, bradikardia yang tidak segera diatasi
dan baru disadari  bahwa bayi tersebut “sakit” dan timbul gangguan pernafasan. Bayi risiko
tinggi memerlukan perawatan intensif, untuk itu pengenalan faktor risiko dan proses rujukan
merupakan kunci keberhasilan usaha menurunkan kematian perinatal. Pemberian ASI telah
terbukti dapat mengurangi angka kesakitan akibat  infeksi. Untuk itu perlu ditingkatkan terus
usaha promosi ASI dan byi baru lahir yang memerlukan resusitasi adalah program rawat gabung.
1. MANIFESTASI KLINIK/TANDA DAN GEJALA

Gejala umum yang terjadi pada bayi baru lahir yang memerlukan tindakan resusitasi adalah bayi
yang baru lahir namun tidak mampu untuk menghirup oksigen dengan adekuat dengan tanda dan
gejala : Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit,
kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.

1. PENATALAKSANAAN MEDIS

A. Kondisi yang memerlukan resusitasi neonatus misalnya :


1. sumbatan jalan napas : akibat lendir / darah / mekonium, atau akibat lidah yang jatuh ke
posterior.
2. kondisi depresi pernapasan akibat obat-obatan yang diberikan kepada ibu misalnya obat
anestetik, analgetik lokal, narkotik, diazepam, magnesium sulfat, dan sebagainya
3.kerusakan neurologis.
4. kelainan / kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau susunan saraf pusat, dan / atau
kelainan-kelainan kongenital yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan / sirkulasi.
5. syok hipovolemik misalnya akibat kompresi tali pusat atau perdarahan.
Resusitasi lebih penting diperlukan pada menit-menit pertama kehidupan. Jika terlambat, bisa
berpengaruh buruk bagi kualitas hidup individu selanjutnya.
Penting untuk resusitasi yang efektif :
1.  Tenaga yang terampil, tim kerja yang baik
2. Pemahaman tentang fisiologi dasar pernapasan, kardiovaskular, serta proses asfiksia yang
progresif
3. Kemampuan / alat pengaturan suhu, ventilasi, monitoring.
4. obat-obatan dan cairan yang diperlukan.

1. Prinsip-prinsip umum prosedur resusitasi neonatus

Prinsip resusitasi neonatus :


T (temperature), baru kemudian A-B-C-D
Pengaturan suhu
Semua neonatus dalam keadaan apapun mempunyai kesukaran untuk beradaptasi pada suhu
lingkungan yang dingin. Neonatus yang mengalami asfiksia khususnya, mempunyai sistem
pengaturan suhu yang lebih tidak stabil, dan hipotermia ini dapat memperberat / memperlambat
pemulihan keadaan asidosis yang terjadi. Segera sesudah lahir, badan dan kepala neonatus
hendaknya dikeringkan seluruhnya dengan kain kering dan hangat, dan diletakkan telanjang di
bawah alat / lampu pemanas radiasi, atau pada tubuh ibunya, untuk mencegah kehilangan panas.
Bila diletakkan dekat ibunya, bayi dan ibu hendaknya diselimuti dengan baik. Namun harus
diperhatikan pula agar tidak terjadi pemanasan yang berlebihan pada tubuh bayi. Tindakan
resusitasi pada bayi sebaiknya dilakukan pada suatu meja yang telah dilengkapi dengan peralatan
resusitasi.
Penilaian status klinik
Digunakan penilaian Apgar untuk menentukan keadaan bayi pada menit ke 1 dan ke 5 sesudah
lahir. Nilai pada menit pertama : untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi.
Nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan kelangsungan hidup Nilai pada menit kelima :
untuk menilai prognosis neurologik.
Ada pembatasan dalam penilaian Apgar ini, yaitu :
1. Resusitasi SEGERA dimulai bila diperlukan, dan tidak menunggu sampai ada penilaian pada
menit pertama.
2. Keputusan perlu tidaknya resusitasi maupun penilaian respons resusitasi dapat cukup dengan
menggunakan evaluasi frekuensi jantung, aktifitas respirasi dan tonus neuromuskular, daripada
dengan nilai Apgar total. Hal ini untuk menghemat waktu.
Perencanaan berdasarkan perhitungan nilai Apgar:
1. Nilai Apgar menit pertama 7 – 10 :
Biasanya bayi hanya memerlukan tindakan pertolongan berupa penghisapan lendir / cairan dari
orofaring dengan menggunakan bulb syringe atau suction unit tekanan rendah. Hati-hati,
pengisapan yang terlalu kuat / traumatik dapat menyebabkan stimulasi vagal dan bradikardia
sampai henti jantung.
2. Nilai Apgar menit pertama 4 – 6 :
Hendaknya orofaring cepat diisap dan diberikan O2 100%. Dilakukan stimulasi sensorik dengan
tepokan atau sentilan pada telapak kaki dan gosokan selimut kering pada punggung. Frekuensi
jantung dan respirasi terus dipantau ketat. Bila frekuensi jantung menurun atau ventilasi tidak
adekuat, harus diberikan ventilasi tekanan positif dengan kantong resusitasi dan sungkup muka.
Jika tidak ada alat bantu ventilasi, gunakan teknik pernapasan buatan dari mulut ke hidung-
mulut.
3. Nilai Apgar menit pertama 3 atau kurang :
Bayi mengalami depresi pernapasan yang berat dan orofaring harus cepat diisap. Ventilasi
dengan tekanan positif dengan O2 100% sebanyak 40-50 kali per menit harus segera dilakukan.
Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan gerakan dinding dada dan auskultasi bunyi
napas. Jika frekuensi jantung tidak meningkat sesudah 5-10 kali napas, kompresi jantung harus
dimulai. Frekuensi : 100 sampai 120 kali per menit, dengan 1 kali ventilasi setiap 5 kali kompresi
(5:1).
JIKA frekuensi jantung tetap di bawah 100 kali per menit setelah 2-3 menit, usahakan
melakukan intubasi endotrakea. Gunakan laringoskop dengan daun lurus (Magill). Gunakan stilet
untuk menuntun jalan pipa. Stilet jangan sampai keluar dari ujung pipa. Posisi pipa diperiksa
dengan auskultasi. Gunakan laringoskop dengan daun lurus (Magill). Gunakan stilet untuk
menuntun jalan pipa. Stilet jangan sampai keluar dari ujung pipa. Posisi pipa diperiksa dengan
auskultasi.
Kalau frekuensi jantung tetap kurang dari 100 setelah intubasi, berikan 0.5 – 1 ml adrenalin
(1:10.000). Dapat juga secara intrakardial atau intratrakeal, tapi lebih dianjurkan secara
intravena. Jika tidak ada ahli yang berpengalaman untuk memasang infus pada vena perifer bayi,
lakukan kateterisasi vena atau arteri umbilikalis pada tali pusat, dengan kateter umbilikalis.
Sebelum penyuntikan obat, harus dipastikan ada aliran darah yang bebas hambatan. Dengan
demikian pembuluh tali pusat dibuat menjadi drug/fluid transport line.
JANGAN memasukkan larutan hipertonik seperti glukosa 50% atau natrium bikarbonat yang
tidak diencerkan melalui vena umbilikalis, karena dapat merusak parenkim hati.
Bayi dengan asfiksia berat yang tidak responsif terhadap terapi atau mempunyai frekuensi
jantung yang adekuat tetapi perfusinya buruk, hendaknya diberikan cairan ekspansi volume
darah (plasma volume expander) : 10 ml/kgBB Plasmanate atau albumin 5% secara infus selama
10 menit. Kalau diduga banyak terjadi perdarahan, berikan transfusi 10 ml/kgBB darah lengkap
(wholeblood). Bila bradikardia menetap : ulangi dosis adrenalin. Dapat juga diberikan kalsium
glukonat 10% untuk efek inotropik 50-100 mg/kgBB intravena perlahan-lahan, atau sulfas
atropin untuk antikolinergik / terapi bradikardia 0.01 mg/kgBB.
Asidosis respiratorik : dikoreksi dengan memperbaiki ventilasi
Asidosis metabolik : dikoreksi dengan infus natrium bikarbonat dan cairan ekspansi volume
darah.
Ada 3 masalah penting berkaitan dengan pemberian natrium bikarbonat pada bayi :
1. zat ini sangat hipertonik. Bila diberikan dengan cepat dan dalam jumlah besar akan
mengekspansi volume intravaskular.
2. jika diberikan dalam keadaan ventilasi tidak adekuat, PaCO2 akan meningkat nyata, pH akan
turun, asidosis makin berat dan dapat terjadi kematian. Hendaknya natrium bikarbonat HANYA
diberikan jika ventilasi adekuat, atau telah terpasang ventilasi mekanik yang baik.
3. Pemberian bikarbonat dapat pula menyebabkan hipotensi.
Untuk monitoring : periksa darah arteri umbilikalis untuk analisis gas darah. Bila perlu lakukan
kanulasi vena sentral untuk membantu menentukan balans cairan.

1. Penyulit yang mungkin terjadi selama resusitasi

Hipotermia
Dapat memperberat keadaan asidosis metabolik, sianosis, gawat napas, depresi susunan saraf
pusat, hipoglikemia.
Pneumotoraks
ventilasi tekanan positif dengan inflasi yang terlalu cepat dan tekanan yang terlalu besar dapat
menyebabkan komplikasi ini.
Jika bayi mengalami kelainan membran hialin atau aspirasi mekonium, risiko pneumotoraks
lebih besar karena komplians jaringan paru lebih lemah.
Trombosis vena
Pemasangan infus / kateter intravena dapat menimbulkan lesi trauma pada dinding pembuluh
darah, potensial membentuk trombus. Selain itu, infus larutan hipertonik melalui pembuluh darah
tali pusat juga dapat mengakibatkan nekrosis hati dan trombosis vena.
Uji kembali  efektifitas :
- Ventilasi
- Kompresi dada
- Intubasi Endotrakeal
-  Pemberian epinefrin
Pertimbangkan kemungkinan :
- Hipovolemia
- Asidosis metabolik berat
Evaluasi
•           Apakah bayi lahir dengan usia kehamilan yang memadai?
•           Apakah cairan amnion bebas dari mekonium dan tanda-tanda infeksi?
•           Apakah bayi bernapas atau mennagis?
•           Apakah tonus otot bayi baik?
Jika jawaban dari semua pertanyaan tersebut adalah “ya,” maka bayi tidak memerlukan
resusitasi. Bayi dapat dikeringkan, langsung diletakkan di dada ibunya dan dibungkus dengan
kain linen hangat untuk mempertahankan suhu. Harus dilakukan pengawasan terus menerus
terhadap pernapasan, aktivitas, dan pewarnaan.
Jika jawaban dari salah satu atau semua pertanyaan di atas adalah “tidak,” maka bayi masuk ke
dalam salah satu tindakan berikut:
1.         Langkah awal stabilisasi (berikan kehangatan, posisikan bayi, bebaskan jalan napas,
keringkan, stimulasi, reposisi)
2.         Bernapas, yaitu dengan ventilasi
3.         Kompresi dada
4.         Pemberian adrenalin dan/atau ekspansi volume
Diperlukan waktu tiga puluh detik untuk menyelesaikan setiap langkah, dan menentukan apakah
langkah selanjutnya diperlukan.
Teknik Resusitasi (Tabel 5.1)
Resusitasi TABC yaitu mempertahankan temperatur (Temperature), jalan napas (Airway),
pernapasan (Breathing) dan sirkulasi (Circulation) yang ditunjukkan oleh Bagan ILCOR
(International Liaison Committee on Resuscitation) (Gambar 5.1).
Langkah Dasar
Langkah awal resusitasi neonatal sama pentingnya dengan aspek lainnya. Langkah tersebut yaitu
mencegah hilangnya panas, keracunan, suctioning, evaluasi dan stimulasi taktil.
Mencegah hilangnya panas.
Bayi harus ditempatkan di bawah sumber radiasi panas (radiator pemanas, lampu bohlam, atau
pemanas) dengan matras/kain linen yang sudah dihangatkan sebelumnya. Bayi dikeringkan
dengan benar, kain linen basah diganti dan kemudian dibungkus dengan kain hangat dan selimut.
Setelah dikeringkan, ia diletakkan bersentuhan kulit di dada atau perut ibunya untuk
mempertahankan kehangatan. Bayi prematur memerlukan teknik penghangatan tambahan seperti
membungkus bayi dengan plastik atau kantung (plastik tahan panas yang bisa digunakan untuk
makanan) dengan kepala bayi di luar kantung sementara tubuh terbungkus sepenuhnya. Hal ini
efektif mengurangi hilangnya panas selama resusitasi.
Hipertermia juga harus dihindari karena berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan
mortalitas SSP. Tujuan dari tindakan ini adalah mencapai normotermia dan menghindari
hipertermia.
Posisikan bayi.
Bayi paling baik diletakkan terlentang atau menyamping dengan kepala pada posisi netral atau
sedikit ekstensi, menggunakan sandaran bahu satu inchi, dan jika mungkin, dengan kepala
menghadap ke arah sisi.
Suctioning.
Bayi baru lahir yang sehat dan aktif biasanya tidak memerlukan suctioning pada waktu
dilahirkan. Sekresi dapat disingkirkan dari hidung dan mulut menggunakan selang atau handuk.
Jika diperlukan suctioning, bersihkan dahulu sekresi dari mulut kemudian hidung dengan bulb
syringe atau kateter suction (8 atau 10 Fr). Tekanan suction tidak boleh melebihi 80-100 mm Hg.
Suction faringeal yang agresif dapat menyebabkan spasme laringeal dan bradikardia vagal
sehingga mengakibatkan keterlambatan pernapasan spontan.
Membersihkan jalan napas dari mekonium.
Bayi yang dilahirkan dengan cairan yang mengandung mekonium beresiko mengalami
pneumonia respirasi. Intrapartum suctioning (menghisap dari mulut dan faring bayi sebelum
mengeluarkan bahu) tidak mempengaruhi insidens atau beratnya sindrom aspirasi mekonium
sehingga tidak lagi dianjurkan. Jika bayi tidak menunjukkan respirasi atau mengalami depresi
pernapasan, hipotonia atau bradikardia, menghisap mekonium dari faring harus dilakukan
dibawah pengawasan dan, jika diperlukan, diikuti intubasi singkat dan suction trakea.
Penghangatan dapat diberikan oleh radiator pemanas namun pengeringan dan stimulasi  biasanya
harus ditunda pada bayi dengan keadaan demikian.
Suction trakea dilakukan dengan memasang suction langsung ke endotracheal tube pada waktu
dikeluarkan dari jalan napas. Suction melalui kateter yang dimasukkan ke dalam tube ET tidak
dianjurkan. Intubasi dan suctioning dilakukan kembali sampai hanya sedikit mekonium yang
ditemukan. Akan tetapi, jika denyut jantung atau respirasi sangat terdepresi, maka perlu
dilakukan ventilasi tekanan
positif walau ditemukan sedikit mekonium di jalan napas. Tracheal suctioning bayi aktif dengan
cairan dengan bercak mekonium tidak memperbaiki hasil dan dapat menyebabkan komplikasi.
Stimulasi taktil.
Stimulasi dilakukan dengan mengeringkan dan suctioning biasanya cukup untuk memulai
respirasi efektif pada sebagian besar bayi baru lahir. Rangsang taktil tambahan diberikan dengan
menggosok telapak kaki atau menggosok punggung, dilakukan sekali atau dua kali, bersama
dengan pemberian oksigen aliran bebas. Stimulasi taktil bisa memicu respirasi spontan pada bayi
apnu primer namun apabila ia tidak merespon tindakan ini, maka bayi apnu sekunder sehingga
dibutuhkan ventilasi tekanan positif.
Evaluasi Periodik dengan Interval 30 Detik
Setelah pemeriksaan awal dan langkah awal, resusitasi lanjut harus dipandu pemeriksaan
simultan respirasi, denyut jantung, dan warna. Bayi harus bernapas reguler yang memadai untuk
memperbaiki warna dan mempertahankan denyut di atas 100 denyut per menit.
Semua bayi baru lahir harus diperiksa:
1.         Respirasi
2.         Denyut jantung
3.         Warna
Nilai Apgar yang biasa digunakan tidak memiliki manfaat untuk resusitasi neonatal.
Respirasi.
Respirasi dinilai dengan mengamati dada dan menggolongkannya ke dalam pernapasan spontan,
ektif, apnu atau terengah. Sebagian besar bayi baru lahir dapat bernapas reguler dengan warna
yang baik dan denyut diata 100 kali per menit setelah upaya pernapasan awal. Terengah atau
apnu mengindikasikan perlunya penggunaan ventilasi.
Denyut jantung.
Denyut jantung dimonitor dengan auskultasi precordium menggunakan stetoskop atau palpasi
pulsasi korda umbilikalis yang dihitung selama enam detik kemudian dikalikan sepuluh. Denyut
jantung normal lebih dari 100 kali per menit.
Warna.
Warna bayi dapat dikelompokkan menjadi sianosis sentral, sianosis perifer, atau merah muda.
Neonatus sehat akan tampak merah muda tanpa oksigen. Acrosianosis (warna kebiruan pada kaki
atau tangan saja) biasa ditemukan pada awal dan bisa menjadi petunjuk keadaan lain seperti
stress dingin. Sianosis sentral biasanya ditemukan di wajah, badan dan mukosa. Pucat (pallor)
bisa disebabkan hipotensi, hipovolemia, anemia berat, hipotermia atau asidosis.
Pemberian oksigen.
Secara konvensional, resusitasi dilakukan dengan pemberian oksigen 100%. Terdapat
kekhawatiran mengenai potensi efek samping pemberian oksigen 100% pada bayi baru lahir. Uji
kontrol acak menunjukkan reduksi signifikan mortalitas dan tidak ada tanda kerusakan pada bayi
yang diresusitasi di udara ruang dibandingkan dengan oksigen 100%, walaupun masih ada
masalah metodologis mengenai penelitian tersebut dan hasilnya harus diinterpretasikan dengan
hati-hati. Resusitasi saat ini bisa dilakukan dengan udara ruangan atau oksigen 100% atau
campuran keduanya. Dianjurkan oksigen tambahan harus tersedia apabila 90 detik setelah
persalinan keadaan tidak membaik. Oksigen tambahan juga dianjurkan apabila ventilasi tekanan
positif mengindikasikan resusitasi. Pada keadaan dimana oksigen tambahan tidak tersedia,
ventilasi tekanan positif harus diberikan dengan udara ruang.
Oksigen aliran bebas 5 liter per menit harus diberikan pada bayi yang bernapas namun
mengalami sianosis sentral. Hal ini dapat dilakukan dengan pemasangan masker wajah atau
sungkup tangan di sekitar selang oksigen di dekat wajah bayi.
Ventilasi
Ventilasi efektif saja merupakan kunci resusitasi semua bayi yang apnu atau bradikardi pada
waktu lahir. Ventilasi tekanan  positif harus dilakukan apabila bayi masih tetap apnu atau
terengah, jika denyut jantung < 100 kali per menit setelah 30 detik dilakukannya langkah
pertama, atau bayi masing mengalami sianosis sentral walaupun telah diberikan oksigen
tambahan.
Napas awal harus mencapai tekanan 30-40 cm H2O kemudian 15-20 cm H2O. Paru prematur
bisa rusak oleh inflasi volume besar pada waktu lahir yang bisa menyebabkan displasia
bronkopulmoner. Inflasi paru awal pada bayi prematur harus dilakukan dengan tekanan inflasi
lebih rendah 20-25 cmH2O, walaupun beberapa bayi tidak merespon tekanan yang lebih tinggi.
Laju optimal ventilasi 40-60 pernapasan per menit dilakukan pada hitungan tekanan satu-dua-
tiga-remas. Kantong diremas hanya dengan ujung jari dan bukan dengan seluruh tangan.
Ventilasi yang adekuat  ditandai oleh naik turunnya dada, terdengarnya bunyi napas pada
auskultasi, mempertahankan denyut jantung diatas 100 per menit, bernapas spontan dan warna
kulit yang merah.
Respon yang tidak adekuat terhadap ventilasi dapat disebabkan oleh:
–      kurang rapatnya sungkup dan wajah
–      obstruksi jalan napas
–      kurangnya tekanan inflasi
–      oksigen yang tidak adekuat (periksa pasokan oksigennya dan penyalurannya)
CPAP atau PEEP selama resusitasi
Terdapat bukti bahwa CPAP atau PEEP berguna dan tidak berbahaya untuk bayi preterm dengan
paru yang kurang fleksibel. CPAP/PEEP harus dipertimbangkan saat resusitasi pada bayi yang
sangat prematur. Selang orogastrik diperlukan untuk mendeflasi lambung saat resusitasi dengan
kantong dan ventilasi sungkup berlangsung lebih dari dua menit. Tube ukuran 6-8 Fr dimasukkan
dalam lambung dan isi lambung dihisap, lalu ujungnya dibiarkan terbuka.
Setelah ventilasi selama 30 detik, nilai ulang pernapasan dan denyut jantung. Jika sudah terdapat
napas spontan yang teratur dan denyut jantung diatas 100/menit, IPPV dapat dilepas. Jika
pernapasan belum adekuat dan denyut jantung masih dibawah 100, IPPV dilanjutkan. Jika
denyut jantung dibawah 60 kali per menit, IPPV dilanjutkan dengan kompresi dada dan intubasi
endotrakeal.
Kantong resusitasi.
Kantong (bag) resusitasi yang bisa mengembang sendiri biasanya digunakan pada neonatus,
lebih cocok yang bervolume 240 ml untuk menghasilkan voleme tidal 5-8 ml/ kg. Ventilasi
efektif juga dapat dicapai dengan kantong yang mengembang akibat aliran udara atau T-piece.
Tidak terdapat cukup bukti yang mendukung penggunaaan “laryngeal mask airway” sebagai alat
utama dalam resusitasi neonatus pada keadan-keadaan: cairan amnion yang bercampur dengan
mekonium, saat diperlukan kompresi dada, pada bayi dengan berat lahir sangat rendah, atau pada
bayi yang dilahirkan secara darurat dengan menggunakan obat-obatan intratrakeal.
Sungkup (Facemask).
Sungkup harus erat dengn mulut dan hidung tanpa menutupi mata. Ukurannya biasanya 0 dan 1
dan berbentuk bulat atau anatomis. Penting melakukan pengetesan alat sebelum dipakai dengan
menempelkan ke telapak tangan untuk mengetahui tekanan yang adekuat, katup yang bekerja
dengn baik, dan tidak ada kerusakan lain.
Dua kontra indikasi penting untuk ventilasi kantong dan sungkup adalah:
1.         cairan bercampur mekonium yang kental sebelum suction trakeal.
2.         hernia diafragmatika.
Intubasi Endotrakeal
Indikasi intubasi endotrakeal adalah:
-ventilasi kantong dan sungkup yang tidak efektif
-dengan kompresi dada
-saat diperlukan suction trakeal
-hernia diafragmatika
-bayi dengan berat lahir sangat rendah
-untuk pemberian obat endotrakeal.
Kedalaman tuba endotrakeal yang dimasukkan untuk intubasi orotrakheal dapat dihitung dengan
rumus: “berat badan bayi dalam Kg ditambah 6 cm” : ini adalah kedalaman di bibir dalam cm.
Intubasi oral dilakukan menggunakan laringoskop dengan blade lurus (ukuran 0 untuk preterm
dan ukuran 1 untuk bayi aterm). Bayi diletakkan di permukaan yang rata dengan kepala di tengah
dan leher agak ekstensi. Operator berdiri di sebelah atas kepala bayi, memegang laringoskop di
tangan kiri, dan menstabilkan kepala bayi dengan tangan kanan. Blade laringoskop dimasukkan
melewati lidah dan ujungnya diarahkan ke epiglotis. Blade lalu diangkat untuk membuat kotak
suara terlihat, lalu tuba endotrakeal dimasukkan. Mungkin diperlukan penekanan pada krikoid.
Konfirmasi terpasangnya tuba endotrakeal dengan mendengarkan bunyi napas napas yang sama
di kedua aksila, terdapat perbaikan denyut jantung, aktivitas dan warna kulit, tampak dada yang
naik turun, dan terdapat uap yang mengembun pada bagian dalam tuba endotrakeal setiap
ekshalasi. Tiga hal yang harus dilakukan setelah intubasi adalah memperhatikan penanda cm
pada tuba setinggi bibir atas, fiksasi pada wajah, dan pemendekan ujung tuba hingga 4cm dari
atas bibir. Komplikasi yang dapat terjadi: hipoksia, bradikardi, apnea, pneumotroraks, cedera
jaringan lunak, dan infeksi.
Kompresi dada.
Kompresi dada diindikasikan bila, setelah 30 menit ventilasi dengan kantong dan sungkup 100%
oksigen, denyut jantung masih tetap dibawah 60 kali per menit. Kompresi dada harus selalu
disertai ventilasi dengan 100% oksigen.
Teknik Kompresi.
Teknik yang dapat digunakan adalah teknik dengan dua telapak tangan dan teknik dua jari.
Teknik dua telapak tangan adalah teknik yang lebih disukai. Kedua ibu jari diletakkan di
sternum, berdekatan atau saling tumpang tindih, dan jari yang lain mengelilingi dada dan
menopang bagian belakang. Cara lainnya, dua jari diletakkan di atas sternum, sedangkan tangan
yang lainnya menopang bagian belakang.
Tekanan yang diperlukan adalah penekanan dada sedalam kira-kira sepertiga diameter
anteroposterior dada, dilakukan pada sepertiga sternum bagian bawah. Kompresi dada harus
dilakukan dengan lembut dan menghasilkan pulsasi yang teraba. Selama melakukan  kompresi
dada, jangan mengangkat ibu jari atau kedua jari dari sternum. Diperlukan 3 kompesi dada dan 1
ventilasi (3:1), dengan total 90 kompresi dada dan 30 ventilasi dalam satu menit. Denyut jantung
diperiksa ulang tiap 30 detik dan kompresi dada terus dilanjutkan hingga denyut jantung lebih
dari 60 kali/menit. Kompresi dada beresiko menimbulkan patah tulang rusuk dan
pneumothoraks. Hindari penekanan langsung pada tulang rusuk, xiphisternum dan abdomen.
Obat-obatan
Obat-obatan jarang diperlukan pada resusitasi neonatus. Bradikardi yang dijumpai biasanya
akibat inflasi paru yang tidak adekuat atau hipoksia; bradikardi biasanya membaik dengan
ventilasi yang adekuat. Obat-obatan diperlukan hanya jika denyut jantng tetap dibawah 60
kali/menit meskipun telah diberikan ventilasi dengan 100% oksigen dan kompresi dada.
Rute pemberian.
Rute pemberian yang lebih disukai adalah vena umbilikalis karena dapat diakses dengan mudah.
Semua obat-obatan dan volume expanders dapat melalui rute ini. Biasanya digunakan selang
kateter ukuran 5 Fr. Rute lain yang bias dipilih adalah vena perifer dan intratrakeal.
Obat yang bisa digunakan pada resusitasi neonatus adalah adrenalin, volume expanders,
naloxone dan sodium bikarbonat.
Volume expanders.
Hipovolemia saat kelahiran bermanifestasi sebagai pucat yang menetap selama oksigenasi,
perfusi yang jelek, nadi yang jelek meskipun denyut jantung baik dan tidak berespon pada
resusitasi. NaCl 0,9% adalah cairan pilihan, dengan dosis 10 ml/kg  IV selama 5 menit. Jika
tanda-tanda hipovolemi menetap, pemberian volume expanders dapat diulang.
Naloxone.
Naloxone hidroklorida adalah antagonis narkotika yang diindikasikan untuk depresi napas berat
pada neonatus dengan riwayat penggunaan narkotik pada ibu dalam 4 jam sebelum melahirkan.
Bayi harus diventilasi dan mengalami perbaikan denyut jantung dan warna kulit sebelum diberi
naloxone. Nalaxone tersedia dalam sediaan 0,4 mg/ml dan diberikan 0,1ml/kg IM atau IV.
Adrenalin.
Indikasi penggunaan adrenalin adalah denyut jantung dibawah 60/menit setelah 30 detik
dilakukan IPPV dan kompresi dada, atau jika terdapat asistol. Sediaan standar adrenalin adalah
1:1000, ini diencerkan 10 kali hingga menjadi 1: 10.000 dan 0,1-0,3 ml/kg diberikan secara IV
bolus cepat. Obat ini memiliki efek inotropik dan kronotropik dan denyut jantung dapat
meningkat lebih dari 100/menit dalam 30 detik. Jika bradikardi menetap dapat diberikan ulang
setelah 3-5 menit.
Sodium bikarbonat.
Penggunaan obat ini hanya diindikasikan pada kasus henti jantung yang tidak berespon terhadap
terapi lain. Dosis yang diperlukan adalah 1-2mEq/kg dari sediaan larutan 0,5 mEq/ml yang
diberikan pelan selama 2 menit atau lebih.
Obat lain seperti atropin, dexamethasone, kalsium coramin dan dextrosa tidak berperan pada
resusitasi neonatus.
Prosedur setelah resusitasi.
Penting untuk mendokumentasikan kondisi bayi saat lahir dan responnya terhadap resusitasi.
Apgar score pada menit pertama dan kelima berguna untuk kepentingan medis dan medikolegal.
Setelah ventilasi dan sirkulasi sudah tertangani, bayi harus dimonitor, diberikan layanan
pendukung sesuai indikasi, dan dijaga agar gula darahnya tetap dalam batas normal.
Hipotermia terinduksi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hipotermia terinduksi (sekitar 34°C) untuk anak-anak
dengan ensefalopati iskemik hipoksik dapat menurunkan mortalitas dan derajat kerusakan otak
pada beberapa diantaranya. Masih perlu penelitian lebih lanjut untuk menilai penggunaan metode
ini. Penghindaran hipertermia sangat penting bagi bayi yang mengalami hipoksia-iskemia. Orang
tua dan keluarga dari penderita harus diterangkan mengenai prosedur yang dijalani dan hal-hal
yang akan dilakukan setelah usaha resusitasi telah berhasil. Pada kondisi tertentu seperti pada
prematuritas berat dan malformasi kongenital yang mematikan, perlu dipertimbangkan
penghentian atau malah tidak perlu dilakukan resusitasi.
Asistol dan apnea selama lebih dari 10 menit meskipun dilakukan resusitasi yang adekuat dan
kontinyu biasanya jarang tidak menimbulkan kecacatan. Oleh karena itu jika telah dilakukan
ventilasi selama 30 menit dan hanya menghasilkan refleks gasping maka perlu dipertimbangkan
untuk mengakhiri usaha resusitasi. Keluarga harus dikonseling dan diberikan dukungan emosi.

PELAKSANAAN  TINDAKAN  RESUSITASI


A.        Penilaian
Sebelum bayi lahir, sesudah ketuban pecah
a. Apakah air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) pada presentasi kepala.
Segera setelah bayi lahir
a. Apakah bayi menangis, bernafas spontan dan teratur, bernafas megap-megap atau tidak
bernafas
b. Apakah bayi lemas atau tungkai
B. Keputusan
Putusan perlu dilakukan tindakan resustasi apabila :
a. Air ketuban bercampur mekonium
b. Bayi tidak bernafas atau megap-megap
c. Bayi cemas atau tungkai
C. Tindakan
Segera lakukan tindakan apabila :
a. Bayi tidak bernafas atau megap-megap atau lemas, lakukan langkah-langkah resustasi BBL
1. Persiapan Resustasi BBL
Di dalam setiap persalinan penolong harus selalu siap melakukan tindakan resusitasi bayi baru
lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat menghindarkan kehilangan waktu yang sangat berharga
bagi upaya pertolongan. Walaupun hanya beberapa menit tidak bernafas, bayi baru lahir dapat
mengalami kenaikan otak.
a. Persiapan keluarga
Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan
yang dapat pada ibu dan bayinya.
b. Persiapan tempat resusitasi
Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi gunakan ruangan yang
hangat dan terang. Tempat resusitasi hendaknya rata keras, bersih dan kering, misalnya meja,
dipan atau di atas lantai beralas tikar kondisi yang rata diperlukan untuk mengatur posisi kepala
bayi tempat resusitasi sebaiknya didekat sumber pemanas (misal : lampu surat) dan tidak banyak
tiupan angin (jendela atau pintu yang terbuka biasanya digunakan lampu surat atau bahkan
berdaya 60 watt atau lampu gas minyak bumi (petromax, nyalakan lampu menjelang kelahiran
bayi
c. Persiapan alat
Sebelum menolong persalinan, selain peralatan persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam
keadaan siap pakai, yaitu :
- 2 helai kain / handuk
- Bahan ganjal bahu bayi, berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil/bantul kecil
- Alat penghisap lendir delle atau bulu karet
- Tabung dan sungkap atau balon atau sungkup neonatal
- Kotak alat resusitasi
- Jam atau pencatat waktu.
Tabel 5.1. Peralatan resusitasi neonatal
•           Permukaan meja resusitasi dengan alas yang cukup keras
•           Sumber kehangatan dan cahaya
•           Jam dengan pencatat waktu
•           Oksigen
•           Kain linen, kantung polietilen atau pembungkus yang hangat
•           Sarung tangan
•           Stetoskop
•           Ekstraktor lendir/suction apparatus, kateter suction (6, 8, 10 Fr)
•           Facemask (ukuran 0 dan 1)
•           Kantung self-inflating dengan penampung (ukuran bayi baru lahir), flow-inflating bag
atau T-piece device
•           Laringoskop dengan bilah lurus (ukuran 0 dan 1), bohlam dan baterai cadangan
•           Endotracheal tubes (ukuran 2.0, 2.5, 3.0, 3.5 dan 4 mm ID)
•           Stylet
•           Nasogastric tubes (6, 8 Fr)
•           Disposable syringes (1, 2 dan 10 ml), jarum sekali pakai n(no. 23 dan 24)
•           Kanul intravena, Kateter pembuluh umbilikalis
•           Pita perekat, gunting
•           Obat – larutan NaCl, naloxone, adrenalin (1:10.000)
Jika diperkirakan akan terjadi persalinan prematur (usia kehamilan kurang dari 37 minggu),
diperlukan persiapan khusus karena bayi tersebut memiliki paru imatur sehingga lebih sulit untuk
berventilasi dan rentan terhadap cedera oleh ventilasi tekanan positif. Bayi prematur juga
memiliki pembuluh darah imatur di otak sehingga rentan terhadap perdarahan; kulit yang tipis
dan bisang permukaan yang luas, sehingga menyebabkan hilangnya panas dengan cepat; semakin
rentan terhadap infeksi; dan peningkatan resiko syok hipovolemik.
2.  Langkah-langkah Resusitasi BBL
a. Langkah awal
Sambil melakukan langkah awal
Beritahu ibu dan keluarganya bahwa bayinya memerlukan bantuan untuk memulai bernafas dan
minta keluarga mendampingi ibu.
Langkah awal perlu dilakukan secara cepat (dalam waktu 30 detik) secara umum 6 langkah awal
dibawah ini cakup untuk merangsang bayi baru lahir.
b. Jaga bayi tetap hangat
- Alat pemancar panas telah diaktifkan sebelumnya sehingga tempat meletakkan bayi hanya.
- Letakkan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu atau dekat perineum dan selimuti bayi
dengan kain tersebut, potong tali pusat.
- Pindahkan bayi keatas kain ke tempat resusitasi di bawah alat pemancar panas tubuh dan kepala
bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan selimut hangat (apabila diperlukan
penghisapan mekonium, dianjurkan menunda pengeringan tubuh yaitu setelah mekonium dihisap
c. Atur posisi bayi
- Baringkan bayi terlentang di alas yang di atas dengan kepala didekat penolong
- Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi, sehingga bahu terangkat ¾ sampai 1 inci (2-3 cm).
d. Isap Lendir / Bersihkan jalan nafas
- Kepala bayi dimirngkan agar cairan berkumpul di mulut dan tidak difaring bagian belakang.
- Mulut dibersihkan terlebih dahulu dengan maksud.
• Cairan tidak teraspirasi
Hisapan pada hidung akan menimbulkan pernafasan megap-megap
- Apabila mekonium kental dan bayi mengalami depresi harus dilakukan penghisapan dari trakea
dengan menggunakan pipa endotrakea (pipa et)
e. Keringkan dan rangsang bayi
- Keringkan bayi mulai dari mulut kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan
rangsangan ini dapat memulai pernafasan bayi atau pernafasan lebih baik.
- Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara di bawah ini :
• Menepuk atau menyentil telapak kaki
• Menggosok punggung, perut, dada, atau tungkai bayi dengan telapak tangan.
f. Atur kembali posisi kepala dan selimuti bayi
- Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang baru
- Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan tutupi bagian muka dan dada agar pemantauan
pernafasan bayi dapat diteruskan
- Atur kembali posisi terbalik kepala bayi sedikit ekstensi
g. Lakukan penilaian bayi.
- Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, megap-megap atau tidak bernafas
• Letakkan bayi diatas dada ibu dan selimuti keduanya untuk menjaga kehangatan tubuh bayi
melalui persentuhan kulit ibu-bayi.
• Anjurkan ibu untuk menyusukan bayi sambil membelainya
- Bila bayi tidak bernafas atau megap-megap segera lakukan tindakan ventilasi.
Ventilasi adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah udara ke dalam
paru-paru dengan tekanan positif yang memadai untuk membuka, alveoli paru agar bayi bisa
bernafas spontan dan teratur.
1. Pasang Sungkup
Pasang sungkup agar menutupi mulut dan hidung bayi
2. Ventilasi percobaan (2 x)
a. Lakukan tiupan udara dengan tekanan 30 cm air.
Tiupan awal ini sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa memulai bernafas dan
sekaligus menguji apakah jalan nafas terbuka dan bebas.
b. Lihat apakah dada bayi mengembang
Bila tidak mengembang maka :
- Periksa posisi kepla, pastikan posisinya sudah benar
- Perksa pemasangan sungkup dan pastikan tidak terjadi kebocoran
- Periksa ulang apakah jalan napas tersumbat cairan atau lendir (isap kembali)
3. Ventilasi Definitif (20 kali dalam 30 detik)
a. Lakukan tiupan dengan tekanan 20 cm air,m 20 kali dalam 30 detik.
b. Pastikan udara masuk (dada mengembang) dalam 30 detik tindakan.
4. Lakukan penilaian
a. Bila bayi sudah bernapas normal, hentikan ventilasi dan pantau bayi, bayi diberikan asuhan
pasca resusitasi
b. Bila bayi belum bernapas atau megap-megap, lanjutkan ventilasi
- Lakukan ventilasi dengan tekanan 20 cm air, 20x untuk 30 detik berikutnya
- Evaluasi hasil ventlasi setiap 30 detik
- Lakukan penilaina bayi apakah bernafas, tidak bernafas atau megak-megap. Bila bayi sudah
mulai bernapas normal, hentikan ventlasi dan pantau bayi dengna seksama, berikan asuhan pasca
resusitasi.
Bila bayi tidak bernapas atau megap-megap, teruskan ventilasi dengan tekanan 20 cm air, 20 x
untuk 30 detik berikutnya dan nailai haslnya setiap 30 detik.
c. Siapkan rujukan bila bayi belum bernapas normal sesudah 2 menit di ventilasi
- Minta keluarga membantu persiapan rujukan
- Teruskan resusitasi sementara persiapan rujuakn dilakukan
d. Bila bayi tidak dirujuk
- Lanjutkan ventilasi sampai 20 menit
- Pertimbangkan untuk menghentikan tindakan resusitasi jika setelah 20 menit, upaya ventilasi
tidak berhasil.
Bayi yang tidak bernapas normal setelah 20 menit diresusitasi akan mengalami kerusakan otak.
Sehingga akan menderita kecacatan yang berat/meninggal
PENYULIT YANG MUNGKIN TERJADI SELAMA RESUSITASI
Hipotermia
Dapat memperberat keadaan asidosis metabolik, sianosis, gawat napas, depresi susunan saraf
pusat, hipoglikemia.
Pneumotoraks
Pemberian ventilasi tekanan positif dengan inflasi yang terlalu cepat dan tekanan yang terlalu
besar dapat menyebabkan komplikasi ini.
Jika bayi mengalami kelainan membran hialin atau aspirasi mekonium, risiko pneumotoraks
lebih besar karena komplians jaringan paru lebih lemah.
Trombosis vena
Pemasangan infus / kateter intravena dapat menimbulkan lesi trauma pada dinding pembuluh
darah, potensial membentuk trombus. Selain itu, infus larutan hipertonik melalui pembuluh darah
tali pusat juga dapat mengakibatkan nekrosis hati dan trombosis vena.
Kotak  penilaian
Pada saat kelahiran ,anda harus bertanya pada diri sendiri lima pertanyaan mengenai bayi baru
lahir. Pertanyaan-pertanyaan ini terdapat pada kotak penialian diagram. Jika jawabannya “ Tidak
“ anda harus melanjutkan langkah resusitasi.
Kotak A ( jalan pernapsan ) .
Ini adalah langkah awal yang dilakukan untuk menjamin terbukanya jalan napas dan memulai
resusitasi bayi baru lahir
•           Berikan kehangatan
•           Posisikan kepala untuk membuka jalan napas dan bersihkan jalan napas bila perlu
•           Keringkan bayi, beri rangsangan untuk bernapas dan posisikan lagi untuk
mempertahankan  jalan napas terbuka.
•           Beriak oksigen bila perlu.
Ingat ,seberapa cepat kita harus meniali bayi dan memberikan langkah awal  resusitasi.Garis
waktu diagram memperlihatkan bahwa keseluruhan langkah harus diselesaikan dalam 30 detik
Penilaian kotak A. Nilai bayi setelah 30 detik. Jika bayi tidak bernapas ( apnu ) atau frekuensi
jantung dibawah 100 kali/ menit,anda harus melanjutkan ke kotak B
Kotak B ( pernapasan )
Bantu usaha napas bayi dengan ,memberikan ventilasi tekanan positif menggunakan balon dan
sungkup selama 30 detik
Penilaian kotak B.
Setelah 30 detik pemberian ventilasi, anda harus menilai bayi kembali. Jika frekuensi jantung
kurang dsari 60 kali / menit,anda harus melanjutkan ke kotak C
Kotak C( sirkulasi )
Bantu sirkulasi dengan memulai kompresi dada sambil tetap melanjutkan ventilasi .
Penilaian kotak c
Setelah 30 detik melakukan kompresi dada, anda harus melakukan penilaian bayi lagi.Jika
frekuensi jangtung tetap dibawah 60 kali/ menit, anda harus melanjutkan kotak D
Kotak D ( obat-oabtan )
Berikan  epineprin sambil teerus melanjutkan kompresi dada dan ventilasi
Penilaian kotak D
Jika frekuansi jantung tetap dibawah 60 kali/ menit.tindakan pada kotak C dan D dialnjutkan dan
dapat diulang. Hal ini ditunjukkan dengan tanda panah saat frekunsi jantung meningkat  di atas
60 kali / menit,kompresi dada  dihentiakan.Ventilasi tekanan positif tetap duilanjutkan sampai
frekuensi jantung diatas 100 kali/ menit dan bayi sudah bernapas spontan.
Perhatikan bagian-bagian penting pada diagram alur ini:
•           Ada 2 frekuensi yang perlu diingat: 60 kali / menit dan 100 kali / menit . Pada
umumnya , jika frekuensi dibawah 60 kali/ menit diperlukan langkah resusitasi tambahan. Jika
frekuensi jantung diatas 100 kali / menit biasanya prosedur resusitasi dapat dihentikan.
•           Tanda asteriks (*) pada diagram alur ini menunjukkan kapan nintubasi endotrakeal
diperlukan. Bagan ini akan dijelaskan  pada pelajaran selanjutnya.
•           Garis waktu disamping diagram menunjukkan berapa lama resusitasi berlangsung
langkah demi langkah. Jangan bertahan  pada langkah yang sama setelah 30 detik  jika bayi tidak
menunjukkan perbaikkan . Segera lanjutkan pada langkah berikutnya sesuai diagram.
•           Tindakan utama pada resusitasi neonatus ditunjukkan untuk memberikan oksigen pada
paru-paru janin.( kotak A dan kotak B ) Bila hal ini dapat teratasi, frekuensi jantung, tekanan
darah dan aliran darah pulmonal biasanya akan mengalami perbaikan dengan sendirinya.
Walupun demikian, jika darah dan oksigen dalam jaringan sangat rendah maka isi sekuncup
jantung harus dibantu dengan kompresi dada dan pemberian obat-obatan ( kotak C dan kotak D )
dalam upaya pengambilan oksigen di paru-paru.
Faktor resiko yang berkaitan dengan  kebutuhan tindakan resusitasi neonatus:
Faktor antepartum
•           Diabetes maternal
•           Hipertensi dalam kehamilan
•           Hiperten si kronik
•           Anemia atau isoimunisasi
•           Riwayat kematian janin dan neonatus
•           Perdarahan p[ada trimester dua dan tiga
•           Infeksi maternal
•           Ibu dengan penyakit jantung, ginjal,para tyroid, ataun kelainan neurologi
•           Polihydromion
•           Oligohydromion
•           Ketuban pecah dini
•           Kehamila  lewat waktu
•           Kehamilan ganda
•           Berat janin tidak sesuai masa kehamilan
•           Terapi obat-obatan seperti karbonatilium,magnesium, B bloker
•           Ibu pengguna obat-obat bius
•           Malformasi janin
•           Berkurangnya  gerakan janin
•           Tanpa pemerikswaan antenatal
•           Usia < 16 dan > 35
Faktor intrapartum
•           Operasi saesar darurat
•           Kelahiran dengan ekstraksi vakum
•           Letak sungsang atau presentasi abnormal
•           Kelahiran kurang bulan
•           Persalinan presipitatus
•           Chorioamnionitis
•           KPD ( >18 jam sebelum  persalinan
•           Partus lama (> 24 jam )
•           Kala  2  lama  ( >2 jam )
•           Bradiukardi janin
•           Frekuensi jantung janin  yang tidak beraturan
•           Pengguna anestesi umum
•           Tetani uterus
•           Penggunaan obat narkotik dalam 4 jam / kurang sebelum persalinan
•           Air ketuban hijau kental bercampur mekoneum
•           Prolaps tali pusat
•           Solutio placenta
•           Solutio plasenta
•           Plasenta previa
Mengapa bayi kurang bulan memiliki resiko lebih tinggi ?
Beberapa faktor resiko tersebut ini dapat menyebabkan bayi lahir kurang bulan ( prematur )
.Bayi kurang  bulan mempunyai  karakteristik yang berbeda secara anatomi  maupun  fisologi
jika dibandingkan dengan bayi yang cukup bulan. Karakteristik tersebut adalah :
•           Tredapat kekurangan surfaktan pada paru-paru sehingga menimbulkan  kesulitan pada
saat memberikan ventilasi./
•           Kulit yang tipis, lebih p[ermiabel, dan rasio yang besar  antara luas permukaan kulit
dibanding masa tubuh, dan kurangnya jaringan lemak kulit memudahkan bayi kehilangan panas
•           Bayi seringkali lahir disertai infeksi
•           Pembuluh darah otak sangat rapuh sehingga mudah menyebabakan perdarahan pada
keadaan stress.
Tindakan apa yang anda lakukan setelah resusitasi :
Bayi yang telah mendapat resusitasi akan mempunyai resusitasi akan mempunyai resiko
mengalami gangguan setelah tanda-tanda  vitalnya kembali pilih ke normal. Pada awal pelajaran
ini anda telah mengetahui bahwa semakin lama  bayi dalam keadaan membahayakan, semakin
lama pula  akan memberikan respon  terhadap  upaya resusitasi . Program rersusitasi neonatus ini
akan merujuk perawatan pasca resusitasi pada tiga perawatan dibawah ini :
A.        Perawatan rutin
Hampir 90 % bayi baru lahir   merupakan bayi bugar tanpa faktor resiko dan  bersih dari cairsn
amnion. Mereka tidak perlu dipisahkan dari ibunya untuk mendapatkan langkah awal resusitasi.
Pengaturan suhu tubuh akan didapatkan  dengan meletakkan bayi di dada ibunya ,dikeringkan
dan di tutupi dengan selimut yang kering .kehangatan tubuh akan dipertahankan  melalui
kmontak kulit bayi dengan kulit ibunya ( skin to skin contact) Membersihkan jalan napas atas
dapat dilakukan bila diperlukan dengan membersihan mulut dan hidung bayi . sambil melakukan
langkah awal seperti ini , pengalaman terus menerus terrhadap usaha napas , aktivitas dan warna
kulit tetap dilakukan  untuk menentukan  perlunya tindakan tambahan.
B.        Perawatan supportif
Bayi yang memiliki resiko prenatal dan intrapartum , dengan mekoneum pada air ketuban atau
pada kulit ,gangguan usaha napas dan sianosis , memerlukan tindakan resusitasi saat lahir. Bayi-
bayi ini  harus dievaluasi dan ditanggani dibawah alat pemancar panas dan mendapatkan langkah
awala dengan benar . Bayi semacam ini tetap memiliki resiko perburukkan  yang berhubungan
dengan masalah perinatal dan harus seringan dievaluasi  selam masa neonatal ini .
C.        Perawatan lanjut
Bayi yang mendapatkan ventilasi tekana positif atau tindakan lebih lanjut  yang memerlukan
tindakan terus menerus  ,memiliki risiko yang berulang dan berisiko tinggi untuk mendapatkan
komplikasi pada masa transisi.Bayi semacam ini pada umumnya harus ditanggani dalam
ruanggan yang dapat dilakukan pengawasan dan monitoring terus menerus. Bila perlu, dirujruk
ke unit perawatan intensif.
Bagaimana bayi memperoleh  oksigen sebelum lahir:
Sebelum lahir ,seluruh oksigen  yang dibutuhkan janin diberikan melalui mekanisme difusi
melalui plasenta yang berasal dari ibu diberikan pada darah janin.
Setelah lahir, bayi tidak lagi berhubungan dengan plasenta dan akan segera bergantung pada
paru-paru sebagai sumber utama oksigen .karena itu setelah beberapa saat paru-paru harus terisi
oksigen dan pembuluh darah di paru-paru harus berelaksasi  untuk memberikan perfusi pada
alveoli dam menyerap oksigen untuk di edarkan ke seluruh tubuh.
Perubahan yang terjadi pada saat kelahiran sehingga bayi mendapatkan oksigen dari paru-paru.
Secara normal ada tiga perubahan besar  sesaat bayi lahir :
1.         Cairan di dalam alveoli diserap ke dalam jaringan paru-paru dan diganti oleh udara
.Oksigen yang terkandung dalam udara akan berdifusi ke dalam pembuluh darah disekeliling
alveoli.
2.         Arteri umbilikalis terjepit .keadaan ini akan menurunkan tahanan pada sirkulasi plasenta
dab meningkatkantekanan darah sistemik
3.         Akibat tekanan udara peningkatan kadar oksigen di laveoli,pembuluh darah di paru-paru
akan mengalami relaksasi. Keadaan relaksasi  ini bersama dengan peningkatan tekanan darah
sistemik,akan meningkatkan aliran  darah  pulmonal dan mengurangi  aliran melalui duktus
arteriosus. Oksigen  dari alveoli akan terserap oleh meningkatnya aliran darah paru dan darah
yang kaya oksigen akan kembali ke jantung kiri untuk kemudian di pompakan ke seluruh tubuh
bayi baru lahir.
Pada saat kadar oksigen dalam darah meningkat dan pembuluh darah paru relaksasi, duktus
arteriosus ke paru-paru dimana terjadi pengambilan oksigen lagi untuk disalurkan ke seluruh
tubuh. Setelah proses transisi ini ,bayi bernapas dengan udara dan menggunakan paru-parunya 
untuk mendapat oksigen .tangisan pertama dan tarikan napas dalam merupakan suatu mekanisme
yang kuat untuk menyingkirkan cairan dari jalan napas.oksigen dan tekanan udara pada paru-
paru merupakan rangsan gan utama untuk realksasi pembuluh darah pulmonal.Pada saat oksigen
sudah cukup masuk dalam darah, kulit bayi akan berubah dari abu-abu / biru menjadi kemerahan.
Kesulitan  apa yang dapat terjadi selama  masa transisi ?
Bayi dapat mengalami kesuliatn sebelum lahir, selama persalinan atau setelah lahir. Jika
kesuliatn terjadi didalam kandungan ,baik sebelum atau selama persalianan,biasanya akan
menimbulkan gengguan padsa aliran darah di palsenta atau tali pusat.Tanda klinis awal dapat
berupa deselarasi ( perlambatan ) frekuensi jantung janin. Masalah yang dihadapi setelah
persalinan lerbih banyak berkaitan dengan jalan napas.Duibawah ini adalah beberapa keadaan 
yang menyulitka pada masa transisi:
1.         Bayi tidak bernapas dengan untuk menyingkirkan cairan dari alveoli atau ben da-benda
asing ,seperti mekoneum yang mungkin menghambat udara masuk alveoli.Akibatnya paru-paru
tidak terisi udara dan  oksigen tidak dapat diserap olerh aliran darah.
2.         Kehilangan darah yang banyak  dapat terjadi atau kontraktilitas jantung melemah/terjadi
bradikardi karena hipoksia sehingga peningkatan tekanan darah tidak terjadi ( hipotensi
sistemik ).
3.         Kekurangan oksigen atau kegagalan dari peningkatan tekanan udara di paru-paru akan 
mengakibatakan arteriol di paru-paru tetap kontriksi. Arteriol-arteriol ini dapat terus kontriksi
sehingga menhalangi oksigen untuk mencapai jaringan tubuh.( hipertensi pulmonal persisten ).
Keadaan bayi yang membahyakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda klinis
berikut:
1.         Sianosis karena kekurangan oksigen didalam darah
2.         Bradikardi  karena kekurangan oksigen pada otot-otot jantung atau sel-sel otak
3.         Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,kehilangan
darah,atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses
persalinan.
4.         Depresi pernapasan karena kekurangan oksigen pada otak.
5.         Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak dan otot.
Bagaiman bila bayi baru lahir mengalami gangguan di dalam kandungan atau pada masa
perinatal?
Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital pertama yang
berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen.setelah periode awal pernapasan yang cepat
maka periode selanjutnya disebut apnue primer.Rangsangan seperti mengeringkan atau menepuk
telapak kaki akan menimbulkan pernapasan.
Walupun demikian bila kekurangan oksigen terus berlangsung , bayi akan melakukan beberapa
usaha bernapas megap-megap dan kemudian masuk ke dalam periode apnu sekunder. Selama
masa apnu sekunder, rangsangan saja tidak akan menimbulkan kembali usaha pernapasan bayi 
baru lahir. Bantuan pernapasan harus diberikan untuk proses penyelamatan.
Frekuensi jantung mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu primer.tekanan darah akan
tetap bertahan sampai dimulainya apnu sekunder.( kecuali jika terjadi kehilangan darah pada saat
memasuki peride hipotensi ). Seringkali bayi pada fase antara apnu primer dan apnu
sekunder.Seringkali keadaan yang membahayakan ini dimulai sebelu atau selama
persalianan.akibatnya saat lahir,sulit un tuk menilai berapa lama bayi telah berada dalam keadaan
membahayakan. Frekunsi jantung dan respon pernapasan terhadap rangsangan akan m embantu
anda untuk memperkirakan berapa lama keadaan ini telah berlangsung.sebagai gambaran umum,
Semakin lama bayi dalam keadaan membahayakan,semakin lama pula tanda-tanda vitalnya
pulih.
BAB III
PENUTUP
A.        Kesimpulan
Di seluruh dunia , lebih dari 1 juta bayi  pertahun akan membaik melalui penggunaan teknik
program resusitasi neonatus. Hampir semua bayi sehat 10 % memerlukan sebagian tindakan
resusitasi . 1 % memerlukan resusitasi lengkap untuk mempertahankan kehidupannya. Paru-paru
janin berkembang didalam kandungan ,tetapi alveoli masih terisi cairan. Pembuluh darah  paru
janin  masih kontriksi sehingga darah untuk perfusi paru dipompakan dari arteri pulmonalis
melalui duktus arteriosus ke  aorta .Saat lahir , cairan dalam alveoli diserap jaringan paru dan
diganti dengan udara. Masuknya oksigen sesaat lahir , akan menyebabkan relaksasi arteri
pulmonalis akan meningkat secara dramatis . darah akan menyerap oksigen dari udara ke alveoli 
dan darah yang kaya oksigen akan diedarkan ke seluruh tubuh bayi.
Kekuranggan oksigen pada paru-paru  janin akan mengakibatkan kontriksi arteri pulmonal  dan
menghambat aliran darah arterial dalam oksigen . Pada awalnya aliran  darah ke  usus, ginjal,
otot, dan kulit akan berkurang, akan tetapi aliran darah ke jantung dan otak tetap dipertahankan .
kekuranggan oksigen yang berlanjut akan mengakibatkan kerusakan otak, kerusakan organ lain ,
atau  kematian. Pada saat janin atau bayi baru lahir kekurangan oksigen akan terjadi pernapasan 
yang cepat dan diikuti  dan diikuti oleh apnue primer. Apnu primer akan dapat diatasi dengan
rangsangan taktil. Jika oksigen tetap berlangsung  akan  terjadi apnu sekunder Frekuensi  jantung
akan berkurang ,tekanan darah juga akan menurun. Apnu sekunder tidak dapat diatasi dengan
pemberian rangsangn, akan tetapi harus diberikan bantuan ventilasi.
Nilai apgar berguna untuk memberikan informasi mengenai status bayi secara keseluruhan dan
respon terhadap resusitasi. Nilai ini tidak dipakai untuk menentukan kapan dan bagaimana
memuilai resusitasi,langkah resusitasi yang diperlukan , atau kapan menggunakannya. Walaupun
tidak semua, kebanyakan resusitasi pada neonatus dapat diantisipasi. Penting untuk menilai
faktor risiko  intra dan antepartum  yang berhubungan dengan kebutuhan akan resusitasi.
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya
untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami
gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan  yang
kompeten. Tenaga kesehatan harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. (Hudak
dan Gallo, 1997).
Bayi kurang bulan merupakan bayi risiko tinggi yang memerlukan resusitasi karena :
•           Paru-paru bayi kurang bulan kekuranggan surfaktan
•           Bayi kurang bulan lebih mudah  kehilangan panas
•           Bayi kurang bulan dengan risiko infeksi yang besar
•           Perdarahan pada otak bayi  kurang bulan lebih mudah berdarah selama stress.
Semua bayi baru lahir memerlukan pengawasan yang ketat dalam hal usaha napas , aktivitas dan
warna kulit . Perawatan pasca kelahiran terdiri dari tiga tingkatan , yaitu :
•           Perawatan rutin : observasi standar
•           Perawatan suportif : evaluasi yang sering
•           Pearawatan lanjut : observasi yang terus menerus dan dimonitor di ruang perawatan.
Tindakan yang paling penting dan efektif pada resusitasi adalah memberikan oksigen pada paru-
paru janin. Seluruh bayi baru lahir memerlukan penilaian awal :
•           Apakah cairan amnion dan kulit bayi bersih dari mekonium?
•           Apakah bayi baru lahir bernapas atau tidak ?
•           Apakah bayi baru lahir mempunyai tonus otot yang baik ?
•           Apakah warna kulitnya kemerahan ?
•           Apakah bayinya cukup bulan ( 37 samapi 42 minggu ) ?
Jika jawabannya “ TIDAK “ maka resusitasi dimulai!!!!!!!!
Resusitasi dialkukan dalam periode waktu yang singkat :
•           Anda disediakan waktu 30 detik untuk melihat respon pada setiap tahap resusitasi 
sebelum memutuskan langkah berikutnya
•           Penilaian dan keputusan berdasarkan pada : pernapasan , frekuensi jantung, dan warna
kulit.
Tahap-tahap resusitasi neonatus adalah :
1.         langkah awal resusitasi :
•           Berikan kehangatan
•           Posisikan kepala dan bersihkan jalan napas bila perlu *
•           Keringkan dan rangsang bayi untuk bernapas
•           Nilai usaha napas ,frekuensi jantung dan warna kulit , dan berikan oksigen bila
diperlukan .
A.        Berikan ventilasi tekanan positif dengan balon resusitasi dan oksigen 100 %
B.        Lakukan kompresi dada sambil tetap  melanjutkan ventilasi *
C.        Berikan  epineprin  sambil tetap memberika ventilasi dan kompresi dada*
\
B.        Saran
1.         Tenaga kesehatan harus dapat mengetahui tanda dan gejala secara dini agar dapat
melakukan penanganan segera
2.         Dengan asuhan kebidanan yang diberikan, diharapkan dapat memberi gambaran
pengalaman bahwa segera akan memberikan damapak yang tidak merugikan untuk di masa yang
akan datang .
3.         Meningkatkan upaya-upaya untuk KIA, Promotif, preventive, kuratif, dan rehabilitatif,
kepada masyarakat, sehingga ikut berperan serta dalam upaya menurunkan  Angka
KematianBayi.
Sabtu, 23 November 2013
MAKALAH PERAWATAN LUKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang
Pada saat ini, perawatan luka telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama
dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang kesehatan juga memberikan kontribusi
yang sangat untuk menunjang praktek perawatan luka ini. Disamping itu pula, isu terkini yang
berkait dengan manajemen perawatan luka ini berkaitan dengan perubahan profil pasien, dimana
pasien dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolic semakin banyak ditemukan.
Kondisi tersebut biasanya sering menyertai kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang
tepat diperlukan agar proses penyembuhan bisa tercapai dengan optimal.
Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang
adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai dari pengkajian yang komprehensif,
perencanaan intervensi yang tepat, implementasi tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama
perawatan serta dokumentasi hasil yang sistematis. Isu yang lain yang harus dipahami oleh
perawat adalah berkaitan dengan cost effectiveness. Manajemen perawatan luka modern sangat
mengedepankan isu tersebut. Hal ini ditunjang dengan semakin banyaknya inovasi terbaru dalam
perkembangan produk-produk yang bisa dipakai dalam merawat luka

1.2.Tujuan
1.2.1.      Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang Perawatan Luka: Luka Bersih, Luka Basah. Untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Integumen
1.2.2.      Tujuan Khusus
1. Pengertian Luka
2. Penyembuhan luka
3. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
4. Perawatan luka

BAB II
PERAWATAN LUKA

2.1. Pengertian Luka
Secara definisi suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya
cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat,
proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen
jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka
timbul, beberapa efek akan muncul :    
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ                                    
2. Respon stres simpatis                                                     
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
Sedangkan klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit meliputi: superfisial, yang
melibatkan lapisan epidermis; partial thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis;
dan full thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan sampai
ke tulang. Berdasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
a.        Healing by primary intention
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya terjadi karena suatu insisi, tidak ada
jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung dari bagian internal ke ekseternal.
b.        Healing by secondary intention
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan berlangsung mulai dari
pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan sekitarnya. 
c.        Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan infeksi, diperlukan
penutupan luka secara manual.
Berdasarkan klasifikasi berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua yaitu:
akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2-3
minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh
dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses
penyembuhan berlangsung sesuai dengan kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan
luka kronis jika mengalami keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau jika
menunjukkan tanda-tanda infeksi.

2.2. Mekanisme Terjadinya Luka


1.      Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang
terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh
pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2.      Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3.      Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang
biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4.      Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang
masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5.      Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh
kawat.
6.      Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada
bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan
melebar.
7.      Luka Bakar (Combustio)

2.3. Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka :


1.      Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah tak terinfeksi yang mana tidak terjadi proses
peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak
terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan
drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
2.      Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan
dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol,
kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.

      2.4. Proses Penyembuhan Luka


1.      Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana bisa terjadi tumpang
tindih (overlap)
2.      Proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang rusak serta penyebab luka
tersebut
3.      Fase penyembuhan luka :
a.       Fase inflamasi :
  Hari ke 0-5
  Respon segera setelah terjadi injuri
  Pembekuan darah
  Untuk mencegah kehilangan darah
  Karakteristik : tumor, rubor, dolor, color, functio laesa
  Fase awal terjadi haemostasis
  Fase akhir terjadi fagositosis
  Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi
b.      Fase proliferasi or epitelisasi
  Hari 3 – 14
  Disebut juga dengan fase granulasi adanya pembentukan jaringan granulasi pada luka
  Luka nampak merah segar, mengkilat
  Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi, pembuluh darah yang baru,
fibronectin and hyularonic acid
  Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan  lapisan epidermis pada tepian
luka
  Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi
c.       Fase maturasi atau remodelling
  Berlangsung dari beberapa minggu sampai dengan 2 tahun
  Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta   peningkatan kekuatan
jaringan (tensile strength)
  Terbentuk jaringan parut (scar tissue)
  50-80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya
  Terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular and vaskularisasi jaringan yang
mengalami perbaikan.

      2.5. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka


1.    Status Imunologi
2.    Kadar gula darah (impaired white cell function)
3.    Hidrasi (slows metabolism)
4.    Nutriisi
5.    Kadar albumin darah (‘building blocks’ for repair, colloid osmotic pressure – oedema)
6.    Suplai oksigen dan vaskularisasi
7.    Nyeri (causes vasoconstriction)
8.    Corticosteroids (depress immune function)

2.6.  Pemilihan Balutan Luka


Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan yang sangat
pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi dalam perawatan luka ini dimulai dengan adanya
hasil penelitian yang dilakukan oleh Professor G.D Winter pada tahun 1962 yang dipublikasikan
dalam jurnalNature tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka.
Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori perawatan luka dengan suasana lembab ini
antara lain:
1.        Mempercepat fibrinolisis
       Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan sel
endotel dalam suasana lembab.
2.        Mempercepat angiogenesis
       Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan merangsang lebih pembentukan
pembuluh darah dengan lebih cepat.     
3.        Menurunkan resiko infeksi
       Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan perawatan kering.
4.        Mempercepat pembentukan Growth factor
          Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk membentuk stratum corneum
dan angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam lingkungan
yang lembab.
5.        Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif.
       Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah
luka berfungsi lebih dini.

2.7. Perawatan Luka Bersih


Perawatan luka bertujuan untuk meningkatkan proses penyembuhan jaringan juga untuk
mencegah infeksi. Luka yang sering ditemui oleh bidan di klinik atau rumah sakit biasanya luka
yang bersih tanpa kontaminasi misal luka secsio caesaria, dan atau luka operasi lainnya.
Perawatan luka harus memperhatikan teknik steril, karena luka menjadi port de entre nya
mikroorganisme yang dapat menginfeksi luka.

A.      PERSIAPAN      
1.    Mencuci tangan
2.    Menyiapkan alat-alat dalam baki/trolley
     Alat Steril dalam bak instrumen ukuran sedang tertutup:
  Pinset anatomis (2 buah)
  Pinset chirurgis (2 buah)
  Handscoon steril
  Kom steril (2 buah)
  Kassa dan kapas steril secukupnya
  Gunting jaringan/ Gunting Up Hecting (jika diperlukan)
Alat Lain:
  Gunting Verband/plester
  Plester
  Nierbekken (Bengkok)
  Lidi kapas
  Was bensin
  Alas / Perlak
  Selimut Mandi
  Kapas Alkohol dalam tempatnya
  Betadine dalam tempatnya
  Larutan dalam botolnya (NaCL 0,9%)
  Lembar catatan klien
3.    Setelah lengkap bawa peralatan ke dekat klien

B. MELAKUKAN PERAWATAN LUKA


1.            Mencuci tangan
2.            Lakukan inform consent lisan pada klien/keluarga dan intruksikan klien untuk tidak menyentuh
area luka atau peralatan steril.
3.            Menjaga privacy dan kenyamanan klien dan mengatur kenyamanan klien
4.            Atur posisi yang nyaman bagi klien dan tutupi bagian tubuh selain bagian luka dengan selimut
mandi.
5.            Siapkan plester untuk fiksasi (bila perlu)
6.            Pasang alas/perlak
7.            Dekatkan nierbekken
8.            Paket steril dibuka dengan benar
9.            Kenakan sarung tangan sekali pakai
10.        Membuka balutan lama
      Basahi plester yang melekat dengan was bensin dengan lidi kapas.
      Lepaskan plester menggunakan pinset anatomis ke 1 dengan melepaskan ujungnya dan menarik
secara perlahan, sejajar dengan kulit ke arah balutan.
      Kemudian buang balutan ke nierbekken.
      Simpan pinset on steril ke nierbekken yang sudah terisi larutan chlorin 0,5%
11.        Kaji Luka:
Jenis, tipe luka, luas/kedalaman luka, grade luka, warna dasar luka, fase proses penyembuhan,
tanda-tanda infeksi perhatikan kondisinya, letak drain, kondisi jahitan, bila perlu palpasi luka
denga tangan
non dominan untuk mengkaji ada tidaknya puss.
12.        Membersihkan luka:
      Larutan NaCl/normal salin (NS) di tuang ke kom kecil ke 1
      Ambil pinset, tangan kanan memegang pinset chirurgis dan tangan kiri memegang pinset
anatomis ke-2
      Membuat kassa lembab secukupnya untuk membersihkan luka (dengan cara memasukkan
kapas/kassa ke dalam kom berisi NaCL 0,9% dan memerasnya dengan menggunakan pinset)
      Lalu mengambil kapas basah dengan pinset anatomis dan dipindahkan ke pinset chirurgis
      Luka dibersihkan menggunakan kasa lembab dengan kassa terpisah untuk sekali usapan.
Gunakan teknik dari area kurang terkontaminasi ke area terkontaminasi.
13.        Menutup Luka
      Bila sudah bersih, luka dikeringkan dengan kassa steril kering yang diambil dengan pinset
anatomis kemudian dipindahkan ke pinset chirurgis di tangan kanan.
      Beri topikal therapy bila diperlukan/sesuai indikasi
      Kompres dengan kasa lembab (bila kondisi luka basah) atau langsung ditutup dengan kassa
kering (kurang lebih 2 lapis)
      Kemudian pasang bantalan kasa yang lebih tebal
      Luka diberi plester secukupnya atau dibalut dengan pembalut dengan balutan yang tidak terlalu
ketat.
14.        Alat-alat dibereskan
15.        Lepaskan sarung tangan dan buang ke tong sampah
16.        Bantu klien untuk berada dalam posisi yang nyaman
17.        Buang seluruh perlengkapan dan cuci tangan

C.  DOKUMENTASI
1.      Hasil observasi luka
2.      Balutan dan atau drainase
3.      Waktu melakukan penggantian balutan
4.      Respon klien

2.8. Perawatan Luka Basah


Balutan basah kering adalah tindakan pilihan untuk luka yang memerlukan debridemen
(pengangkatan benda asing atau jaringan yang mati atau berdekatan dengan lesi akibat trauma
atau infeksi sampai sekeliling jaringan yang sehat)
Indikasi : luka bersih yang terkontaminasi dan luka infeksi yang memerlukan debridement
Tujuan :
1.            Membersihkan luka terinfeksi dan nekrotik
2.            Mengabsorbsi semua eksudat dan debris luka
3.            Membantu menarik kelompok kelembapan ke dalam balutan
Persiapan alat :
1.      Bak balutan steril :
         Kapas balut atau kasa persegi panjang
         Kom kecil 2 buah
         2 pasang pinset (4 buah) atau minimal 3 buah (2 cirurgis dan 1 anatomis)
         Aplikator atau spatel untuk salaep jika diperlukan
         Sarung tangan steril jika perlu
2.      Perlak dan pengalas
3.      Bengkok 2 buah                                    
         Bengkok 1berisi desinfektan 0,5 % untuk merendam alat bekas
         Bengkok 2 untuk sampah
4.      Larutan Nacl 0,9 %
5.      Gunting plester dan sarung tangan bersih
6.      Kayu putih dan 2 buah kapas lidi
Prosedur :
1.        Jelaskan prosedur yang akan dilakuakan
2.        Dekatkan peralatan di meja yang mudah dijangkau perawat
3.        Tutup ruangan sekitar tempat tidur dan pasang sampiran
4.        Bantu klien pada posisi nyaman. Buka pakaian hanya pada bagian luka dan instruksikan pada
klien supaya tidak menyentuh daerah luka atau peralatan
5.        Cuci tangan
6.        Pasang perlak pengalas di bawah area luka
7.        Pakai sarung tangan bersih, lepaskan plester dengan was bensin menggunakan lidi kapas, ikatan
atau balutan. Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan perlahan
sejajar kulit dan mengarah pada balutan. Jika masih terdapat bekas plester di kulit bersihkan
dengan kayu putih
8.        Angkat balutan kotor perlahan-lahan dengan menggunakan pinset atau sarung tangan,
pertahankan permukaan kotor jauh dari penglihatan klien. Bila terdapat drain angkat balutan
lapis demi lapis
9.        Bila balutan lengket pada luka lepaskan dengan menggunakan normal salin ( NaCl 0,9 % )
10.    Observasi karakter dari jumlah drainase pada balutan
11.    Buang balutan kotor pada sampah, hindari kontaminasi permukaan luar kantung, lepaskan
sarung tangan dan simpan pinset dalam bengkok yang berisi larutan desinfektan
12.    Buka bak steril, tuangkan larutan normal salin steril  ke dalam mangkok kecil. Tambahkan kassa
ke dalam normal salin
13.    Kenakan sarung tangan steril
14.    Inspeksi keadaan luka, perhatikan kondisinya, letak drain, integritas jahitan atau penutup kulit
dan karakter drainase ( palpasi luka bila perlu dengan bagian tangan yang nondominan yang
tidak akan menyentuh bahan steril )
15.    Bersihkan luka dengan kapas atau kassa lembab yang telah dibasahi normal salin. Pegang kassa
atau kapas yang telah dibasahi dengan pinset. Gunakan kassa atau kapas terpisah untuk setiap
usapan membersihkan. Bersihkan dari area yang kurang terkontaminasi ke area terkontaminasi
16.    Pasang kassa yang lembab tepat pada permukaan kulit yang luka. Bila luka dalam maka dengan
perlahan buat kemasan dengan menekuk tepi kasa dengan pinset. Secara perlahan masukan kassa
ke dalam luka sehingga semua permukaan luka kontak dengan kassa lembab
17.    Luka ditutup dengan kassa kering. Usahakan serat kassa jangan melekat pada luka. Pasang kassa
lapisan kedua sebagai lapisan penerap dan tambahkan lapisan ketiga
18.    Luka difiksasi dengan plester atau dibalut dengan rapi,
19.    Lepaskan sarung tangan dan buang ke tempat yang telah disediakan, dan simpan pisnet yang
telah digunakan pada bengkok perendam
20.    Bereskan semua peralatan dan bantu pasien merapikan pakaian, dan atur kembali posisi yang
nyaman
21.    Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
22.    Dokumentasikan hasil, observasi luka, balutan dan drainase, termasuk respon klien
Perhatian :
-          Pengangkatan balutan dan pemasangan kembali balutan  basah kering dapat menimbulkan rasa
nyeri pada klien
-          Perawat harus memberikan analgesi dan waktu penggantian balutan sesuai dengan puncak efek
obat
-          Pelindung mata harus digunakan jika terdapat resiko adanya kontaminasi ocular seperti percikan
dari luka
BAB III
PENUTUP

3.1.       Kesimpulan
a.         suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau
pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses
penyembuhan dan lama penyembuhan. Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan,
dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul,
beberapa efek akan muncul :      
1.         Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ                
2.         Respon stres simpatis                                 
3.         Perdarahan dan pembekuan darah
4.         Kontaminasi bakteri
5.         Kematian sel
b.        Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi produk perawatan luka dapat memberikan nilai
optimal jika digunakan secara tepat
c.         Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka adalah pengkajian luka yang komprehensif
agar dapat menentukan keputusan klinis yang sesuai dengan kebutuhan pasien
d.        Peningkatan pengetahuan dan keterampilan klinis diperlukan untuk menunjang perawatan luka
yang berkualitas

3.2.  Saran
a.         Pergunakanlah makalah ini sebagai pedoman dalam pembelajaran perawatan luka modern
b.        Jadilah calon perawat yang berkompeten dan berdaya saing.

Aturan persiapan untuk pasien:


1.      Mikrokuretase biasanya dilakukan pada hari ke 21-22 siklus haid normal. 
2.      Mikrokuretase dilakukan jika uji kehamilan menunjukkan hasil negatif karena terdapat risiko
bahwa tindakan ini dapat meng-gangu kehamilan dini. 
3.      Pasien tidak dalam keadaan demam tinggi, atau sakit berbahaya di alat kelamin (misal infeksi
atau perdarahan vagina). 
4.      Pasien diharuskan puasa sekurang-kurangnya 6 jam sebelum tindakan. 
5.      Pasien harus mengosongkan kandung kemih sebelum tindakan. 
6.      Untuk menghindari kecemasan, biasanya sebelum dilakukan tindakan pasien diberikan obat
penenang, dan setelah tindakan diberikan obat pereda nyeri 
7.      Setelah tindakan dan bilamana telah sadar dari pengaruh obat penenang, pasien boleh pulang dan
periksa kembali ke dokter 2 minggu kemudian. 
8.      Pasien mungkin akan mengalami kram ringan satu jam setelah tindakan (setelah khasiat obat
penenang hilang), dan  juga mengalami bercak darah (spotting). Perdarahan ringan dan spotting
dapat menetap hingga siklus haid berikutnya (sekitar 7 hari lagi).

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika
Bobak, K. Jensen. 2005. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S. 2000. Pedoman Tindakan Medik dan Bedah. Jakarta:
EGC.
Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi Operasi. Yogyakarta:
Sahabat Setia.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC

Diposting oleh Budi Farma di 23.22


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

Daftar Blog Saya


Ada kesalahan di dalam gadget ini

Arsip Blog
 ▼  2013 (18)
o ▼  November (18)
 MAKALAH PERAWATAN LUKA
 MAKALAH PERAWATAN LUKA
 SOP / PROTAP MELAKUKAN PERAWATAN LUKA :
MENGGANTI ...
 MAKALAH ANATOMI DAN FISIOLOGI MUSKULOSKELETAL
 UJI TORNIQUET (REMPLE LEED)
 INJEKSI INTRAMUSKULER
 INJEKSI SUBKUTAN
 MEMBERI OBAT TETES TELINGA
 MEMBERI OBAT SALEP TELINGA
 PEMBERIAN SITOSTATIKA
 PEMERIKSAAN FISIK BAYI BARU LAHIR
 PROTAP PEMERIKSAAN DALAM (TOUCHE)
 SOP / PROTAP MENYIAPKAN KLIEN UNTUK PEMERIKSAAN
CT...
 SOP / PROTAP MEMASANG KATETER URINE PADA PRIA
 SOP / PROTAP PROSEDUR TINDAKAN KEPERAWATAN
MEDIKAL...
 SOP / PROTAP PEMERIKSAAN GULA DARAH NPP
 SOP / PROTAP PEMERIKSAAN GULA DARAH KURVA HARIAN (...
 (S.O.P) MEMBERIKAN TERAPI INJEKSI INSULIN ATAU INS...

Sejawat Blog
Mengenai Saya

Budi Farma
Seorang mahasiswa yang sedang menuntut Ilmu di bidang keperawatan, anak kedua dari
6 bersaudara. Lulusan SMAN 1 Bonti. Hobi sepakbola dan sekarang terpaksa menjajah
futsal walau kelas lokal. Buku selalu penuh di kamar, tapi cuma pajangan. Tinggal di
Asrama Yarsi.  
 .
Lihat profil lengkapku

Tema Sederhana. Gambar tema oleh mariusFM77. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai