Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

RISIKO BUNUH DIRI

Disusun Oleh:
MILASARI DEWI JNR0210065
N.S ANGGIE FITRIA LESTARI JNR0210069
RESA NOVIANI JNR0210087

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
2019-2020
A. MASALAH UTAMA
Risiko Bunuh Diri

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami
resiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang
dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh
diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak
dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang
mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian
dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan.
(Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009).
2. Jenis-Jenis Risiko Bunuh Diri
Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Bunuh Diri Egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat,
ini disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat
yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian.
Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa
merekatidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan
bunuh diri dibandingkan merekayang menikah.
b. Bunuh Diri Altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia
cenderung untuk bunuh diri karenaindentifikasi terlalu kuat
dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut sangat
mengharapkannya.
c. Bunuh Diri Anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan
integrasi antara individu dan masyarakat,sehingga individu
tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa.
Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau
kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena tidak
ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan
kebutuhannya.
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar
dilakukan oleh klien untuk mengakhiri kehidupannya.
Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan bunuh diri,
ada tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan
yaitu :
a. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku
secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan
mengatakan: ”Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi
jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.” Pada
kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan
bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan perasaan seperti
rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien juga
mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah
b. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien,
berisi keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk
mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan
rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana
bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh
diri, pengawasan ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit
saja dapat dimanfaatkan klien untuk melaksanakan rencana
bunuh dirinya.
c. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien
mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya.
Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan
caragantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau
menjatuhkan diri dari tempat tinggi.

3. Tahap-Tahap Risiko Bunuh Diri


a. Suicidal Ideation
Sebuah metode yang digunakan tanpa melakukan aksi
atau tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan
menungkapkan idenya apabila tidak di tekan.
b. Suicidal Intent
Pada tahap ini klien mulai berfikir dan sudah melakukan
perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri
c. Suicidal Threat
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan
dan hasrat yang dalam bahkan ancaman untuk mengakhiri
hidupnya.
d. Suicidal Gesture
Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif
yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya
mengancam kehidupannya, tetapi sudah oada percobaan untuk
melakukan bunuh diri.
e. Suicidal Attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien mempunyai
indikasi individu yang ingin mati dan tidak
mau diselamatkan.Misalnya, minum ibat yang mematikan.
4. Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala risiko bunuh diri menurut Fitria (2009)
adalah sebagai berikut :
1) Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2) Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3) Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4) Impulsif.
5) Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi
sangat patuh).
6) Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7) Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan
tentang obat dosismematikan).
8) Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic,
marah dan mengasingkandiri).
9) Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis danmenyalahgunakan alcohol).
10) Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal).
11) Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau
mengalami kegagalan dalamkarier).
12) Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13) Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14) Pekerjaan.Konflik interpersonal.
15) Latar belakang keluarga.
16) Orientasi seksual.
17) Sumber-sumber personal.
18) Sumber-sumber social.
19) Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
C. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Faktor Genetik
a. Genetik
Prilaku bunuh diri menurut shadock (2011) serta
Varcarolis dan Hitler (2010) merupakan sesuatu yang di turunkan
dalam keluarga kembar monozigot memiliki reriko dalam
melakukan bunuh diri stuard (2011).
b. Hubungan neurokimia
Nourotransmiter adalah zat kimia dalam otak dari sel ke
saraf, peningkatan dan penurunan neuro transmiter
mengakibatkan perubahan pada prilaku. Neurotrasmiter yg yang
di kaitkan dengan prilaku bunuh diri adalah dopamine,
neuroepineprin, asetilkolin, asam amino dan gaba (Stuard, 2011).
c. Diagnosis psikiatri
Lebih dari 90 % orang dewasa yg mengahiri hidupnya
dengan bunuh diri mengalami gangguan jiwa.
d. Gangguan jiwa yang beriko menimbulkan individu untuk bunuh
diri adalah gangguan modd , penyalah gunaan zat , skizofrenia ,
dan gangguan kecemasan (Stuard, 2013).
2. Faktor Psikologi
a. Kebencian terhadap diri sendiri
Bunuh diri merupakan hasil dari bentuk penyerangan ataw
kemarahan terhaapp orang lain yang tidsk di trima dan di
mannifestasikan atau di tunjuksn pada diri sendiri (Stuard dan
videbeck, 2011).
b. Ciri kepribadian
Keempat aspek kepribadian yg terkait dengan
peningkatan resiko bunuh diri adalah permusuhan, impulsif,
depresi dan putus asa (Stuard, 2013 ).
c. Teori psikodinamika
Menyatakan bahwa depresi kaarna kehilangan suatu yang
di cintai, rasa keputusasaan, kesepian dan kehilangan harga diri
(Shadock, 2011).
3. Faktor Sosial Budaya
a. Beberapa faktor yang mengarah kepada bunuh diri adalah
kemisknan dan ketikmampuan memenuhi kebutuhan dasar,
pernikahan yang hancur, keluarga dengan orang tua tunggal (
Towsend , 2009 ).
b. Faktor budaya yang di dalamnya adalah faktor spiritual, nilai yang
di anut oleh keluarga, pandangan terhadap perilaku yang
menyebabkan kematian berdampak pada angka kejadian bunuh
diri (Krch et al, 2008).
c. Kehilangan, kurangnya dukungan sosial dan peristiwa keidupan
yang negatif dan penyakit fisik kronis. Baru-baru ini perpisahan
perceraian dan penurunan dukungan sosial merupakan faktor
penting berhubungan dengan resiko bunuh diri.(Stuard, 2013).

D. FAKTOR PRESIPITASI
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusan.

E. RENTANG RESPON
Gambar 1. Rentang Respon Risiko Bunuh Diri
Keterangan :
1. Peningkatan diri : seseorang dapat meningkatkan proteksi atau
pertahan diri secarawajar terhadap situasional yang membutuhkan
pertahan diri.
2. Beresiko destruktif : seseorang memiliki kecenderungan / berisiko
mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap
situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang
merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal
terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
3. Destruktif diri tidak langsung: seseorang telah mengambil sikap yang
kurang tepat terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk
mempertahankan diri.
4. Pencederaan Diri : seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau
pencederaan diriakibat hilangnya harapan terhadapsituasi yang ada.
5. Bunuh diri : seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai
dengan nyawanya hilang.

F. POHON MASALAH

Gambar 2 : Pohon Masalah Risiko Bunuh Diri


G. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU
DIKAJI
1. Masalah Keperawatan
a. Jenis kelamin: resiko meningkat pada pria
b. Usia: lebih tua, masalah semakin banyak
c. Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko, hidup
sendiri merupakan masalah.
d. Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan
percobaan bunuh diri / penyalahgunaan zat.
e. Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi) : Kehilangan orang
yang dicintai, pengangguran, mendapat malu di lingkungan
social.
f. Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian
introvert/menutup diri.
g. Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih
beresiko mengalami perilaku bunuh diri.
2. Data yang perlu dikaji

a. Resiko perilaku bunuh diri


DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada
gunanya hidup.
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba
bunuhdiri.

b. Koping maladaptive
DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak
ada harapan.
DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat
mengontrol impuls.

H. DIAGOSA KEPERAWATAN
1. Risiko bunuh diri.
2. Harga diri rendah
3. Koping yang tak efektif.

I. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN 1. Tindakan


Keperawatan Ners untuk klien
a. Mengidentifikasi beratnya masalah risiko bunuh diri : isyarat,
ancaman, percobaan (jika percobaan segerarujuk)
b. Mengidentifikasi benda-benda berbahaya dan
mengamankannya (lingkungan aman untuk pasien)
c. Melatih cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri: buat
daftar aspek positif diri sendiri, latihan afirmasi/berpikir aspek
positif yangdimiliki
d. Melatih cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri: buat
daftar aspek positif keluarga dan lingkungan, latih
afirmasi/berpikir aspek positif keluarga danlingkungan
e. Mendiskusikan harapan dan masadepan
f. Mendiskusikan cara mencapai harapan dan masadepan
g. Melatih cara-cara mencapai harapan dan masa depan secara
bertahap
h. Melatih tahap kedua kegiatan mencapai masa depan
2. Keluarga
a. Mendiskusikan masalah yg dirasakan dalam merawatpasien
b. Menjelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya
risiko bunuh diri (gunakan booklet)
c. Menjelaskan cara merawat risiko bunuhdiri
d. Melatih cara memberikan pujian hal positif pasien, memberi
dukungan pencapaian masa depan
e. Melatih cara memberi penghargaan pada pasien
dan menciptakansuasana
f. positif dalam keluarga: tidak membicarakan
keburukan
anggotakeluarga
g. Bersama keluarga berdiskusi dengan pasien tentang
harapanmasadepan sertalangkah-langkahmencapainya
h. Bersama keluarga berdiskusi tentang langkah dan kegiatan
untuk mencapai harapan masa depan
i. Menjelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan

J. TREND ISSUE KEPRAWATAN JIWA DI MASA PANDEMI


COVID-19
1. Respon Kesehatan Jiwa dan Psikososial untuk Covid-19
Menurut Inter Agency Standing Committee (IASC)
a. Respons umum dari orang-orang yang terdampak (baik secara
langsung atau tidak) antara lain : 1) Takut jatuh sakit dan
meninggal
2) Tidak mau datang ke fasilitas layanan kesehatan karena takut
tertular saat dirawat
3) Takut kehilangan mata pencaharian, tidak dapat bekerja
selama isolasi, dan dikeluarkan dari pekerjaan
4) Takut diasingkan masyarakat/dikarantina karena
dikaitkaitkan dengan penyakit (seperti rasisme terhadap orang
yang berasal dari, atau dianggap berasal dari, tempat-tempat
terdampak)
5) Merasa tidak berdaya untuk melindungi orang-orang terkasih
dan takut kehilangan orang-orang terkasih karena virus yang
menyebar
6) Takut terpisah dari orang-orang terkasih dan pengasuh karena
aturan karantina
7) Menolak untuk mengurusi anak kecil yang sendirian atau
terpisah, penyandang disabilitas atau orang berusia lanjut
karena takut infeksi, karena orang tuanya atau pengasuhnya
dikarantina
8) Merasa tidak berdaya, bosan, kesepian dan depresi selagi
diisolasi
9) Takut mengalami pengalaman wabah sebelumnya
b. Faktor penyebab tekanan khusus wabah COVID-19 dapat
mempengaruhi masyarakat, seperti :
1) Risiko terinfeksi dan menginfeksi orang lain, terutama jika
cara penularan COVID-19 belum 100% diketahui
2) Gejala umum seperti masalah kesehatan lain (mis., demam)
bisa disalahartikan sebagai COVID-19 dan menyebabkan
rasa takut terinfeksi
3) Pengasuh dapat makin khawatir akan anak-anaknya yang
mereka tinggal di rumah sendiri (karena sekolah tutup) tanpa
asuhan dan dukungan yang tepat.
c. Bagi tenaga kesehatan garis depan (termasuk perawat, dokter,
pengemudi ambulans, petugas identifikasi kasus, dan lainnya)
faktor penyebab stres tambahan selama wabah COVID-19 bisa
jadi lebih berat :
1) Stigmatisasi terhadap orang yang menangani
pasien
COVID-19 dan jenazahnya
2) Langkah-langkah biosecurity yang ketat :
a) Alat perlindungan yang membatasi gerak
b) Isolasi fisik mempersulit upaya menolong orang yang
sakit atau tertekan
c) Kesiagaan dan kewaspadaan yang terus-menerus
d) Prosedur ketat melarang tindakan spontan dan sesuai
pilihan
3) Tuntutan pekerjaan yang lebih tinggi, termasuk waktu kerja
yang lama jumlah pasien yang meningkat dan praktik terbaik
yang terus berubah seiring perkembangan informasi tentang
COVID-19
4) Semakin sulit mendapatkan dukungan sosial karena jadwal
kerja yang padat dan adanya stigma masyarakat terhadap
petugas garis depan
5) Kurang kesempatan dan tenaga untuk perawatan dasar bagi
dirinya sendiri
6) Kurang informasi tentang paparan jangka panjang pada
orang-orang yang terinfeksi COVID-19
7) Rasa takut petugas garis depan akan menularkan COVID-19
ke teman dan keluarga karena bidang pekerjaannya
b. Rasa takut, kekhawatiran dan faktor penyebab tekanan yang terus
ada di masyarakat selama wabah COVID-19 dapat menyebabkan
konsekuensi jangka panjang di tengah masyarakat dan keluarga. 1)
Melemahnya hubungan sosial, dinamika lokal dan ekonomi
2) Stigma terhadap pasien yang selamat sehingga ditolak
masyarakat
3) Kemungkinan timbulnya amarah dan permusuhan terhadap
pemerintah dan tenaga garis depan
4) Kemungkinan rasa ragu atas informasi dari pemerintah dan
otoritas lain
5) Kemungkinan kambuhnya gangguan kesehatan jiwa dan
penyalah-gunaan obat dan akibat-akibat negatif lain karena
orang menghindari fasilitas kesehatan atau tidak dapat
menjangkau tenaga kesehatan
c. Sebagian rasa takut dan reaksi ini muncul dari bahaya yang
memang ada, tetapi banyak juga yang muncul dari kurangnya
pengetahuan, rumor dan misinformasi. Rumor umum tentang
COVID-19 antara lain :
1) Virus hanya menyerang orang tua saja, bukan orang muda dan
anak-anak
2) Virus dapat ditransmisikan melalui hewan peliharaan dan orang
harus meninggalkan hewan peliharaan mereka
3) Penggunaan cairan pencuci mulut, antibiotik, rokok, dan
minuman keras beralkohol tinggi dapat membunuh COVID-
19
4) Penyakit ini dibuat manusia dan COVID-19 merupakan senjata
biologis yang dirancang untuk menyerang kelompok tertentu
5) Adanya kontaminasi makanan yang akan menyebarkan virus
6) Hanya orang dari etnis atau budaya tertentu yang menyebarkan
virus.
d. Stigma sosial dan diskriminasi sosial dapat dikaitkan dengan
COVID-19, misalnya terhadap orang-orang yang pernah tertular,
keluarganya dan tenaga kesehatan dan petugas garis depan lain
yang pernah merawat. Harus diambil langkah-langkah untuk
menghadapi stigma dan diskriminasi di setiap fase tanggap darurat
COVID-19. Perhatian yang wajar harus diberikan untuk membantu
integrasi orang-orang yang pernah terdampak COVID-
19.

K. DAFTAR PUSTAKA
Dessy, Rossyta,.2018. Asuhan Keperawatn Resiko Bunuh Diri
diakses dari
https://www.academia.edu/8977353/Asuhan_Keperawatan_RESIKO_B
UNUH_DIRI pada 28 Juli 2020
Haia, Nining,.2018. Bab II diakses dari
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-nininghaia-
6277-2-babii.pdf pada 28 Juli 2020
Inter-Agency Standing Committee (IASC). 2020. Catatan
tentang aspek kesehatan jiwa dan psikososial wabah COVID-19 Versi
1.0. IASC: Geneva.
Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas: CMHN(Basic Course). Jakarta: EGC
Khurniawan, Adji,.2018.Resiko Bunuh Diri diakses dari
https://www.academia.edu/23897284/Resiko_bunuh_diri pada 28 Juli
2020
Pradana, Dwi,.2018. Strategi Pelaksanaan Resiko Bunuh Diri
diakses dari
https://www.academia.edu/27862953/STRATEGI_PELAKSANAAN_
RESIKO_BUNUH_DIRI pada 28 Juli 2020
Stuart, W. Gail. 2016. Keperawatan Kesehatan Jiwa.Singapore:
Elsevier
Yolland, Amadea,.2015. Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Resiko Bunuh Diri diakses dari
https://www.academia.edu/15320155/ASUHAN_KEPERAWATAN_P
ADA_KLIEN_DENGAN_RESIKO_BUNUH_DIRI pada 28 Juli 2020
Yusuf, Ah, Rizky Fitryasari PK dan Hanik Endang Nihayati.
(2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai