Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ISTILAH – ISTILAH DALAM PERNIKAHAN


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Al Islam Kemuhammadiyahan v

DISUSUN OLEH :
Kelompok 2
1. Tomi Saputo ( 105731105419 )
2. Ikra Mula Farda( 105731114019 )

KELAS RESOR
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allaw SWT. Yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul istilah
pernikahan ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dari Ibu Dra. ST. Rajiah, M.Pd. I pada bidang Al Islam Kemuhamadiyahan
V. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
istilah pernikahan bagi para pembaca dan juga penulis.
Saya mengucapkan terimakasih kepada Ibu dra. ST. Rajiah, M.Pd. I
Selaku dosen Al Islam Kemuhammadiyahan V yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini.
Saya menyadari makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 11 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................
A. Latar Belakang...........................................................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................................
C. Tujuan........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................
A. Pengertian Talaq........................................................................................
B. Dasar penetapan Talaq dari al qur’an dan sunah......................................
C. Macam – Macam Talaq.............................................................................
D. Mengetahuai dasar hukum khulu’,fasakh,rujuk dan iddah.......................
BAB III PENUTUP............................................................................................
A. Kesimpulan................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nikah menurut bahasa mempunyai arti mengumpulkan, menggabungkan, menjodohkan
atau bersenggama (wath‟i).1 Dalam istilah bahasa Indonesia sering disebut dengan “kawin”.
Dalam pasal I Bab I, UU perkawinan NO 1 tahun 1974, perkawinan didefinisikan sebagai
berikut: “Ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, dengan
tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha
Esa”.2 Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan dalam
suatu rumah tangga berdasarkan kepada tuntunan agama. Ada juga yang mengartikan
“suatu perjanjian atau aqad (ijab dan qabul) antara laki-laki perempuan untuk menghafalkan
hubungan badaniyah sebagaimana suami istri yang sah yang mengandung syarat-syarat dan
rukun-rukun yang ditentukan oleh syariat Islam”.3 Pernikahan merupakan salah satu asas
pokok yang hidup terutama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna.

Sedangkan hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan merupakan tuntunan yang
telah diciptakan oleh Allah SWT, serta Allah telah menghalalkan hubungan tersebut melalui
jalan akad nikah. Pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang diatur dengan perkawinan
ini akan membawa keharmonisan, keberkahan dan kesejahteraan baik bagi laki-laki maupun
perempuan, bagi keturunan bahkan bagi masyarakat yang berada di sekeliling keduanya.
B. Rumusan Masalah
1. Dasar Penetapan Talak dari Alquran dan Sunah ?
2. Apa Hukum Talak ?
3. Apa Macam – Macam Talaq ?
4. Apa pengertian dan penjelasan khuluk, fasakh, rujuk, dan iddah ?

C. Tujuan

1. Mengetahui dasar hukum talak

2. Mengetahui macam – macam talak

3. Mengetahui penjelasan masalah Khuluk, Fasakh, Rujuk, Iddah


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Talak
Secara etimologis, talak berarti melepas ikatan. Talak berasal dari kata itlaq yang
berarti melepaskan atau meninggalkan. Sedangkan menurut istilah shara’, talak yaitu
“melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.”Abdul Djamali
dalam bukunya, hukum Islam, mengatakan bahwa perceraian merupakan putusnya
perkawinan antar suami istri dalam hubungan keluarga. Dari definisi yang telah penulis
kemukakan di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud talak adalah
melepas adanya tali perkawinan antara suami-istri dengan menggunakan kata khusus
yaitu kata talak atau semacamnya sehingga istri tidak halal baginya setelah ditalak
dalam arti tidak boleh mengadakan hubungan suami-istri tanpa diadakan rujuk terlebih
dahulu dalam masa iddahnya.

B. Dasar Penetapan Talak dari Alquran dan Sunah

Permasalahan perceraian atau talak dalam hukum Islam dibolehkan dan diatur dalam
dua sumber hukum Islam, yakni Alquran dan Hadis. Hal ini dapat dilihat pada sumber-
sumber dasar hukum berikut ini, seperti dalam surah Al-Baqarah ayat 231 disebutkan bahwa:
“Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah
mereka dengan cara yang ma'ruf atau ceraikanlah mereka dengan cara ma'ru>f (pula).
Janganlah kamu rujuki mereka (hanya) untuk memberi kemudaratan, karena dengan demikian
kamu menganiaya mereka. Barang siapa takut berbuat zalim pada dirinya sendiri, janganlah
kamu jadikan hukum Allah suatu permainan dan ingatlah nikmat Allah padamu yaitu hikmah
Allah memberikan pelajaran padamu dengan apa yang di turunkan itu. Dan bertakwalah kepada
Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah maha mengetahui segala sesuatu”. 4 Hadis Rasulullah
SAW bahwa talak atau perceraian adalah perbuatan yang halal yang paling dibenci oleh Allah
seperti Hadis Nabi ini yang Artinya: “Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Perbuatan halal yang sangat dibenci oleh Allah Azza wa Jalla adalah talak” )H.R. Abu Dawud dan
Ibnu Majah)
C. Macam – Macam Talaq

 Talak Bain
Talak Bain adalah talak yang dijatuhkan suami pada istrinya yang telah habis masa
iddahnya. Talak bain dibagi menjadi dua macam yaitu talak bain sughra dan talak bain
kubra.
 Talak bain sughra
Talak bain sughra yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang belum dicampuri dan
talak khuluk (karena permintaan istri). Suami istri boleh rujuk dengan cara akad nikah
lagi, baik masih dalam masa Iddah maupun sudah habis masa Iddahnya.
 Talak bain kubro
Talak bain kubro yaitu talak yang dijatuhkan suami sebanyak tiga kali (talak tiga) dalam
waktu yang berbeda. Dalam talak ini suami tidak boleh rujuk atau menikah dengan
bekas istri kecuali dengan syarat :

- Bekas istri telah menikah lagi dengan laki-laki lain;

- Bekas istri telah dicampuri oleh suami yang baru;

- Bekas istri telah dicerai oleh suami yang baru.

- Bekas istri telah selesai masa Iddahnya setelah dicerai suami yang baru.

D. Pengertian Khulu’

(Bahasa Arab: ‫ )خلع‬secara etimologi berarti “melepaskan”. Sedangkan menurut


istilah di dalam ilmu fiqih, khulu adalah permintaan cerai yang diminta oleh istri
kepada suaminya dengan memberikan uang atau lain-lain kepada sang suami, agar ia
menceraikannya. Dan, dengan kata lain, Khulu adalah perceraian yang dibeli oleh si istri
dari suaminya karena ada beberapa hal dari suami yang tidak menyenangkan istrinya.
Adapun contoh untuk perkataan khulu yang di sampaikan suami kepada istrinya, “ Aku
menceraikan kamu dengan uang Rp 1.000.000 ”. Istri kemudian menjawab “ Aku
menerimanya”. Apabia perkataannya seperti ini, maka istri harus memberikan uang
sebanyak Rp 1.000.000 sebagai tebusan kepada si suami. Sedangkan apabila tidak
disebutkan tentang berapa jumlah khulu-nya, maka istri hanya perlu untuk
mengembalikan maskawin sebanyak yang pernah diterimanya dahulu.
Khulu diperbolehkan bila keduanya sama-sama khawatir tak dapat melakukan
aturan Allah. Si istri khawatir, membuat kedurhakaan karena perbuatan suaminya,
misalkan seorang suami tidak mau disuruh shalat, dilarang untuk bermain judi, ia
membangkang dan bersikap kasar. Maka lebih baik bercerai karena takut
mendapat dosa dari Tuhan yang disebabkan karena membiarkan suaminya
melakukan dosa terus menerus. Sebaliknya, suami khawatir kalau istrinya tak mau
mengikuti perintahnya, ia berbuat sesuatu yang tak diharapkan istrinya itu, seperti
menampar, memukul, dan lain sebagainya. Dalam keadaan seperti itu Khulu
diperbolehkan.

E. Hukum Khulu’

1. Mubah atau boleh


Jika seorang istri tidak menyukai untuk tetap bersama dengan suaminya, baik
karena buruknya akhlak/perilaku suaminya atau karena buruknya wajah/fisik
suaminya, sehingga ia khawatir tidak dapat menjalankan hak-hak suaminya yang telah
ditetapkan Allah kepadanya, maka dalam kondisi semacam ini istri boleh mengajukan
khulu kepada suaminya.

2. Mustahab atau wajib


Jika suami melalaikan hak-hak Allah seperti; suaminya meninggalkan shalat, suaminya
melakukan hal-hal yang dapat membatalkan keislamannya, dan yang semisalnya, maka
istri dianjurkan untuk mengajukan khulu. Ini adalah pendapat ulama Hanabilah.

3. Haram
Jika istri mengajukan khulu kepada suaminya bukan karena alasan yang diperbolehkan
oleh agama, seperti karena sang suami buruk rupa, maka khulu tersebut menjadi
hukumnya haram.

F. Rukun Khulu’

1. Adanya mukhali, yakni seseorang yang berhak mengucapkan perkataan cerai, yakni
suami.
2. Adanya mukhtali’ah, yakni seseorang yang mengajukan khulu, yakni istri. Dengan
syarat, si istri adalah istri yang sah secara agama dan istri dapat menggunakan
hartanya secara sadar, dalam artian tidak gila dan berakal.
3. Adanya iwadh, yakni harta yang diambil suami dari istrinya sebagai tebusan karena
telah menceraikan istrinya.
4. Adanya sigha khulu atau perkataan khulu dari suami.

G. Pengertian Fasakh
Pengertian secara bahasa, kata “fasakh” adalah kata yang berasal dari bahasa arab
‫فسخ‬-‫ يفسخ‬-‫ فسخا‬yang berarti batal atau rusak. Jadi makna fasakh berarti putus, rusak atau
batal.
Apabila salah satu pihak merasa tertipu atau karena ada cacat pada salah satu pihak,
maka salah satu pihak dapat mengajukan permintaan putusnya hubungan perkawinan.
Hal ini biasanya dilakukan oleh Hakim Agama. Selanjutnya ditegaskan bahwa :
Selanjutnya menurut Ensiklopedi Islam di Indonesia makna fasakh adalah putusnya
hubungan perkawinan dari Pengadilan yang dilaporkan oleh salah seorang suami/istri
atau keduanya disebabkan oleh sesuatu yang membuat mereka tidak tentram oleh salah
satu pihak dengan alasan yang sesuai dengan hukum dan membuat mereka tidak bisa
untuk menggapai tujuan dari sebuah perkawinan untuk memperoleh sebuah keluarga
yang diimpikan.

H. Akibat Hukum Fasakh


Pisahnya suami isteri akibat fasakh berbeda dengan yang diakibatkan oleh talak. Sebab,
talak ada talak ba’in ada talak raj’i. Tala raj’i tidak mengakhiri ikatan suami isteri dengan
seketika. Sedangkan talak ba’in mengakhirinya seketika itu juga. Adapun fasakh, baik karena
hal-hal yang datang belakangan ataupun karena adanya syarat-syarat yang tidak terpenuhi,
maka hal ini mengakhiri ikatan pernikahan seketika itu.

I. Alasan Terjadinya Fasakh


1. cacat
Kalangan ahli Fiqih menjelaskan istilah cacat mengkategorikan dalam bentuk kecacatan
alat kelamin suami yang menghalangi untuk melakukan hubungan suami istri misalnya
zakar suami yang terpotong, lemah dalam bersetubuh antara suami istri disebabkan
karna alat kelaminnya terlalu kecil, alat kelamin suami yang sakit apabila melakukan
hubungan suami istri, karena disebabkan umur yang sudah tua atau suami khunsa yang
sempurna18. Kemudian untuk pihak istri berlaku juga hukum kecacatan pada alat
kelaminnya di tafsirkan sebagai faraj yang tersumbat sejak asal, adanya sekatan di
bagian alat kelamin misalnya tumbuhnya tulang atau daging (alQuran) yang
menghalangi untuk bersetubuh, kelamin istri yang mengeluarkan bau menyengat saat
melakukan persetubuhan, menyatunya tempat keluar air kencing dan mani dari kelamin
istri.19 Kalangan fuqaha menjelaskan kecacatan untuk melakukan fasakh nikah di
kategorikan menjadi dua yaitu fasakh yang disebabkan karena kecacatan tersebut
menghalangi mereka untuk melangsungkan hubungan suami istri. Kemudian, kecacatan
yang sebenarnya tidak membuat mereka terhalang untuk melakukan hubungan suami
istri tetapi hanya karena adanya sesuatu yang membuat mereka jijik atau apabila
hubungan suami istri tetap dilakukan akan membahayakan kemudian karena cacat itu
menyebabkan keberlangsungan suami istri tidak dapat untuk melanjutkan hidup
bersama kecuali salah satu pihak bisa menerima atau terpaksa untuk menanggung
kesusahan tersebut seperti kusta, gila dan sopak.

2. Ketidakmampuan untuk memberikan nafkah


Seorang isteri yang tidak memperoleh nafkah dzahir dari suaminya dalam jangka
waktu 3 hari berturut-turut maka dianjurkan untuk melakukan tuntutan fasakh
terhadap suaminya pada hari ke 4-nya, Suami dalam posisi ada ataupun tidak diketahui
keberadaannya. Dalam kasus ini maka fasakh haruslah dilaksanakan oleh seorang Hakim
atas dasar permintaan isteri dengan syarat si isteri bisa membuktikn ketidakmampuan
suaminya dalam jangka waktu tersebut. Berkaitan dengan kasus ini, maka jumhur ulama
memberikan pendapat fasakh disebabkan karena kegagalan atau ketidak mampuan
seorang suami memberikan nafkah baik lahir maupun bathin kepada istrinya

3. Mempunyai penyakit

Kalangan Fuqaha sudah mengkategorikan dan mengelompokkan beberapa macam


penyakit yang bisa menjadi syarat di perbolehkannya seorang istri untuk
mempermasalahkan fasakh. Dimana penyakit tersebut dikategorikan sebagai penyakit
yang berbahaya, yaitu penyakit yang bisa menular ke pasangannya misalnya penyakit
balar, kurang waras, penyakit kusta, dan seseorang yang tidak bisa mengontrol buang
kotorannya . Mazhab Hanafi berpendapat terkait tuntutan melakukan fasakh adalah
sepenuhnya diberikan kepada istri karna hanya dengan cara inilah istri bisa melepaskan
diri dari kemudharatan yang ia terima, sedangkan suami bisa menghilangkan mudharat
yang ia terima dari pasangannya melalui jalan talak, dan istri tidak mempunyai hak
talak, talak sepenuhnya adalah hak suami. Kemudian dijelaskan oleh Mazhab Maliki,
Hambali, Syafi’i hak untuk melakukan tuntutan fasakh adalah hak suami dan istri
disebabkan karena yang menerima mudharat akibat dari uyub (penyakit dan cacat)
tersebut adalah kedua pasangan suami dan istri.22 Mazhab Syafi’i berpandangan
dijelaskan dalam kitab yang dikarang oleh pendiri Mazhab Syafi’i yaitu dalam kitab al-
Umm “penyakit sopak dan penyakit kusta dapat membuat pasangannya tersakiti, secara
keseluruhan rata-rata orang merasa tersakiti apabila berhubungan dengan pasangan
yang mempunyai penyakit tersebut.

J. Pengertian Rujuk
Kata cerai boleh jadi telah diucapkan. Namun bukan berarti kedua pasangan yang
berada di ambang perpisahan, nggak dapat berdamai dan bersatu kembali. Kondisi ini
dikenal dengan nama 'rujuk' dalam Islam. Rujuk adalah bersatunya kembali sepasang
suami dan istri dalam ikatan pernikahan setelah terjadinya talak raj'i (di antara talak
satu dan talak dua), dan sebelum habis masa iddah (masa saat istri menunggu setelah
diceraikan oleh suaminya).
Jika seorang suami memutuskan untuk rujuk dengan istrinya, keduanya nggak perlu
melangsungkan akad nikah. Sebab, akad nikah yang keduanya miliki belum sepenuhnya
putus. Namun, ada beberapa cara dan syarat yang perlu diperhatikan. Namun sebelum
itu, perhatikan dasar hukum rujuk terlebih dahulu.

K. Hukum Rujuk

bagaimana tertulis dalam al-Quran dalam surat al-Baqarah ayat 228-229 yang berbunyi, 
"Wanita-wanita yang dotalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak
boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan dalam rahimnya jika mereka
beriman pada Allah swt dan hari akhir. Dan suami-suami berhak merujukinya dalam
masa menanti itu jika mereka menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak
yang seimbang dengan kewajibannya menuntut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para
suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana." (Q.S. al-Baqarah: 228)

"Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma'ruf
atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali
sesuatu dari yang telah kamu berikan pada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir
tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa
keduanya (suami-istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, tidak ada dosa
atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah
hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zalim." (Q.S. al-
Baqarah: 229)

Asal hukum rujuk adalah mubah atau jaiz, yang berarti dibolehkan. Namun, hukum


rujuk dapat berkembang tergantung pada situasi suami-istri tersebut.

Hukum rujuk menjadi wajib, khusus untuk laki-laki yang memiliki istri lebih dari satu dan
jika pernyataan talaknya jatuh sebelum dirinya menyelesaikan hak-hak istrinya. Kalau
belum selesai, suami wajib mengajak istri rujukan kembali.

Merujuk menjadi sunah hukumnya jika bersatu kembali lebih bermanfaat daripada


meneruskan proses perceraian. Namun akan menjadi makruh jika berpisah lebih baik
daripada bersama kembali. Hukum rujuk dapat menjadi haram jika bersama kembali
dalam pernikahan justru membuat istri semakin menderita.

L. Syarat Rujuk

Ada beberapa syarat rujuk yang perlu dipenuhi agar menjadi sah di mata agama.

1. Syarat rujuk dari sisi istri adalah istri yang telah ditalak pernah melakukan hubungan
seksual dengan sang suami. Jika suami menalak istri yang belum pernah melakukan
hubungan seksual bersama, ia nggak berhak mengajak rujukan. Hal ini sudah
merupakan kesepakatan para ulama.
2. Syarat rujuk dari sisi suami adalah ia nggak boleh merasa terpaksa kala mengajak
rujuk istrinya, berakal sehat, dan sudah akil baligh atau dewasa.
3. Talak yang jatuh bukanlah talak tiga, melainkan talak raj'i.
4. Talak yang terjadi tanpa tebusan. Jika dengan tebusan, istri menjadi talak bain (talak
yang dijatuhkan suami pada istrinya yang telah habis masa iddah-nya) dan suami
nggak dapat mengajak istrinya untuk rujukan.
5. Rujuk dilakukan pada masa iddah atau masa menunggu istri. Jika sudah lewat
masa iddah, suami nggak dapat mengajak istri untuk rujuk kembali dan ini sudah
menjadi kesepakatan para ulama fikih.
6. Adanya ucapan jelas atau tersirat untuk mengajak rujukan
7. Adanya saksi yang menyaksikan suami dan istri rujuk kembali. Sebagaimana firman
Allah swt yang berbunyi: “Maka bila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka
rujuklah (kembali kepada) mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan
baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara kamu dan
hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah.” (Q.S. at-Talaq: 2).

M. Cara Rujuk
pada dasarnya, semua ulama sepakat jika cara rujuk adalah dengan ucapan. Baik itu
dengan ucapan kalimat jelas seperti, "Aku rujuk denganmu", atau dengan ucapan
dengan makna tersirat seperti, "Aku kembali padamu".
Ada satu cara rujuk lainnya yang menimbulkan banyak perdebatan, yaitu cara rujuk
dengan perbuatan seperti suami mencium istrinya. Beberapa ulama memiliki pendapat
kalau cara ini nggak sah karena hakekatnya, rujuk adalah mengembalikan ikatan
pernikahan. Maka, seperti akad nikah yang nggak akan sah kecuali dengan ucapan, hal
yang sama berlaku pada rujuk.
Namun ulama lain berpendapat kalau rujuk dapat terjadi dengan perbuatan yang
disertai niat. Jadi ketika seorang suami menyentuh istrinya secara intim atau
mengajaknya berhubungan seksual, dengan disertai niat untuk rujuk, maka keduanya
rujukan kembali. Mayoritas ulama fikih berpendapat seperti ini.
Rujuk menjadi jalan bagi suami dan istri yang berada di ambang perceraian untuk
kembali bersatu mengikat tali pernikahan yang sempat merenggang. Ada hukum rujuk,
syarat rujuk, dan cara rujuk yang perlu diketahui oleh masing-masing pihak. Dengan
begitu, suami dan istri dapat rujuk secara sah.

N. Pengertian Iddah

Iddah (Arab: ‫" ;عدة‬waktu menunggu") di dalam agama Islam adalah sebuah masa di


mana seorang perempuan yang telah diceraikan oleh suaminya, baik diceraikan karena
suaminya mati atau karena dicerai ketika suaminya hidup, untuk menunggu dan
menahan diri dari menikahi laki-laki lain. Tujuannya adalah untuk menjaga hubungan
darah suaminya. Dikhawatirkan, seorang wanita sedang mengandung saat akan
menikah lagi sehingga anaknya menjadi anak pria yang dia nikahi.
Seorang perempuan yang sedang dalam masa iddah disebut mu’taddah. Iddah sendiri
menjadi 2, yaitu perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya (mutawaffa ‘anha) dan
perempuan yang tidak ditinggal mati oleh suaminya (ghair mutawaffa ‘anha).
Iddah diwajibkan untuk memastikan apakah perempuan tersebut rahimnya sedang
mengandung atau tidak, hal tersebut adalah penyebab kenapa seorang perempuan
harus menunggu dalam masa yang telah ditentukan. Apabila ia menikah dalam masa
iddah, sedangkan kita tidak mengetahui apakah perempuan tersebut sedang hamil atau
tidak dan ternyata dia hamil maka akan timbul sebuah pertanyaan “Siapa bapak dari
anak ini?” dan ketika anak tersebut lahir maka dinamakan “anak syubhat”, yakni anak
yang tidak jelas siapa bapaknya dan apabila anaknya adalah perempuan maka ia tidak
sah, karena ia tidak dinikahkan oleh walinya.
O. Hukum Dan Hikmah Iddah
iddah itu wajib hukumnya bagi seorang perempuan yang dicerai oleh
suaminya. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa seorang perempuan sedang
mengandung atau tidak.

- HIKMAH IDDAH

1. Memberikan kesempatan kepada suami istri untuk kembali kepada ke hidupan


rumah tangga, apabila keduanya masih melihat adanya kebaikan di dalam hal itu.

2. Untuk mengetahui adanya kehamilan atau tidak pada istri yang diceraikan. Untuk
selanjutnya memelihara jika terdapat bayi di dalam kandungannya, agar menjadi
jelas siapa ayah dan bayi tersebut.

3. Penghargaan terhadap hubungan suami-isteri, sehingga dia tidak langsung berpindah


kecuali setelah menunggu dan diakhirkan

P. Hak – Hak Iddah


Seorang perempuan yang sedang dalam masa iddah masih menjadi tanggungan suami.
Maka sang suami wajib memenuhi hak-hak istrinya sampai masa iddahnya selesai, dan
berikut adalah hak-hak nya:

1. Istri yang menjalani masa iddah karena ditalak raji’ (dapat dirujuk kembali) atau
istrinya terkena talak ba’in (tidak dapat rujuk kembali) yang sedang hamil, apabila
terjadi salah satu hal tersebut maka ia berhak mendapatkan tempat tinggal,
pakaian, dan nafkah dari suami yang menceraikannya selama masa iddahnya.
2. Istri yang dalam masa iddah dikarenakan suaminya wafat, maka ia hanya mendapat
hak waris, walaupun sedang hamil.
3. Wanita yang dicerai dengan talak ba’in (tidak dapat rujuk kembali) atau talak tebus
(khulu’), maka baginya hanya mempunyai hak tempat tinggal saja dan tidak yang
lainnya
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan analisa dari beberapa bab terdahulu, maka


selanjutnya perlu adanya suatu kesimpulan yang dapat memberikan
gambaran sebagai jawaban dari berbagai pokok-pokok masalah yang
membicarakan tentang tinjauan umum Talaq,Khulu’,Fasakh,Rujuk,Iddah
dalam Islam.

B. Saran
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis sampaikan beberapa
saran-saran sebagai bahan pertimbangan bagi seseorang yang
mengarungi kehidupan rumahtangga diantaranya :

1. Hendaklah seorang bila akan memasuki kehidupan bahtera rumahtangga


mempersiapkan dirinya, baik persiapan materi ataupun mentalnya,
dengan harapan ketika sudah menjadi seorang suami atau menjadi
seorang istri akan lebih bersikap bijaksana ketika menghadapai persoalan
rumahtangga yang begitu pelik. 82

2. Islam menghalalkan perceraian, walaupun masing-masing pihak


mempunyai hak untuk melepaskan diri dari ikatan perkawinan, sebaiknya
jalan damai dilakukan, mengingat buah hati dari hasil perkawinan masih
butuh kasih sayang dari orang tuanya.

3. Apabila dari masing-masing pihak akan mengajukan perceraian gunakanlah


aturan yang telah dibuat oleh ulil amri, sebab dengan adanya putusan dari
ulil amri akan dirasa lebih terjamin legalitasnya.

Anda mungkin juga menyukai