Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

SEORANG PASIEN DENGAN LEUKEMIA MYELOID AKUT

Oleh :
Tanjaya A, Lasut P

DIPENTASKAN DI DEPAN FORUM ILMIAH


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
BAGIAN/KSM ILMU PENYAKIT DALAM FK UNSRAT
RSUP Prof Dr. R.D. KANDOU MANADO
2021
PENDAHULUAN
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum
tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi adanya sel-sel
abnormal dalam darah tepi. Leukemia sendiri dapat terjadi secara akut ataupun kronik
yang bergantung pada cepatnya penyakit muncul dan berkembang. Leukemia Mieloid
Akut (AML) adalah salah satu kanker darah yang ditandai dengan transformasi ganas
dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. Bila tidak diobati,
penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat dalam waktu beberapa
minggu sampai bulan sesudah diagnosis.1
Leukemia mieloid akut (AML), suatu keganasan hematologi heterogen,
adalah bentuk leukemia akut yang paling umum ditemukan pada orang dewasa dan
ditandai dengan ekspansi klonal mieloid blast dalam darah perifer, sumsum tulang
(BM), dan/atau jaringan lain. Di Amerika Serikat, diperkirakan 19.940 orang akan
didiagnosis dengan AML pada tahun 2020, dan 11.180 pasien akan meninggal karena
penyakit tersebut.2 AML adalah penyakit yang ditemukan pada orang dewasa dengan
usia lebih tua, dengan sekitar 54% pasien didiagnosis pada usia 65 tahun ke atas,3 dan
usia rata-rata saat diagnosis antara 68 dan 71 tahun. 2,4 Selain itu, AML dapat
disubklasifikasikan ke dalam beberapa kategori, seperti leukemia promyelocytic akut
(APL). Baru-baru ini, direkomendasikan kategori baru neoplasma myeloid dengan
disposisi germline, mengingat bahwa data saat ini semakin banyak menunjukkan
hubungan antara mutasi germline yang diturunkan atau de novo dan neoplasma
myeloid, seperti AML dan sindrom myelodysplastic (MDS).5
Pengobatan AML dibagi menjadi kemoterapi induksi remisi awal, terapi
pascaremisi atau konsolidasi, dan, baru- baru ini, terapi pemeliharaan, menggunakan
azacitidine oral untuk pasien yang tidak dapat menyelesaikan terapi kuratif intensif. 6
Walaupun target remisi adalah Langkah awal dalam mengendalikan penyakit, penting
untuk diingat bahwa pasien yang keluar dari fase induksi untuk memiliki kondisi
yang memungkinkan mereka untuk mentolerir perawatan selanjutnya, yang terkadang
lebih intensif, untuk mencapai pengendalian atau penyembuhan penyakit yang tahan
lama. Faktor praterapi, seperti usia, sitogenetika, dan adanya mutasi gen, digunakan
untuk memperkirakan risiko kekambuhan pasca perawatan.7-9
Berikut ini akan dilaporkan seorang pasien dengan riwayat penyakit AML
(Leukemia Mieloid Akut) yang dirawat di RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado
LAPORAN KASUS
Seorang pria berusia 57 tahun Masuk ke Instalasi gawat darurat medik RSUP
Prof dr. R. D. Kandou, pertama kali dengan keluhan pusing dialami sejak 1 minggu
terakhir. Pusing dirasakan jika beraktivitas, pusing berputar(-). Pasien mengeluhkan
nyeri kepala. Nyeri kepala dirasakan hilang timbul. Pasien mengeluhkan badan terasa
lemah sejak 1 minggu. Pasien juga mudah sesak napas bila beraktivitas. Pasien
mengeluhkan juga muncul benjolan-benjolan kecil di seluruh tubuh. Awalnya
benjolan diperut lama kelamaan muncul di kaki, selangkangan kiri, tangan, telinga
sejak 1 bulan yang lalu. Kaki bengkak sejak 3 minggu yang lalu. Berat badan
menurun 5 kg dalam 1 bulan terakhir. Penurunan nafsu makan sejak 2 bulan terakhir.
Mual(-), Muntah (-), batuk(-), demam dirasakan hilang timbul sejak 5 hari SMRS.
BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien memiliki riwayat pekerjaan sering terpapar
dengan material cat sejak 20 tahun terakhir. Pasien juga sebelumnya sering
mengkonsumsi alcohol dan merokok. Pasien berhenti sejak sudah mengalami sakit
ini. Riwayat hipertensi, diabetes Melitus, Sakit jantung, Asam Urat, asma , TB paru di
sangkal pasien. Pada pemeriksaan fisik di RSUP Prof dr. R. D Kandou, pasien
didapatkan tampaksakit sedang, compos mentis, TD 117/70 mmHg, nadi 74x/menit,
respirasi 22x/menit, suhu 36,00C. Pada pemeriksaan mata, ditemukan konjungtiva
anemis +, ikterik +, tidak ditemukan pembesaran KGB baik pada daerah colii, aksilla,
dan inguinal. Pada pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal. Pada
pemeriksaan abdomen, inspeksi menunjukkan perut datar, terdapat nodul-nodul kecil
di sepanjang perut ukuran bervariasi 3cm-5cm. Teraba keras dan terfiksasi pada
lapisan kulit pada pemeriksaan auskultasi, bising usus normal 12x/menit. Pada
palpasi didapatkan perabaan Hepar membesar 2 cm di bawah arcus costa. Dan teraba
limpa membesar pada schuffner 7 dan nyeri tekan positif, kesan padat dan berukuran
11 cm. Pada perkusi ditemukan timpani. Pada pemeriksaan rectal touché didapat
tonus sphincter ani cekat, tidak terdeteksi adanya massa. Ekstremitas Akral hangat
CRT<2 detik dan terdapat edema di kedua tungkai. Pemeriksaan laboratorium
didapatkan: hb 4,7 gr/dl, MCV 85,9 fl, MCH 25,4 pg, MCHC 29,6 g/dl, leukosit
230.900/mm3 , trombosit 416000/mm3, SGOT 233 U/L, SGPT 203 U/L, ureum 60
mg/dl, kreatinin 1,58 mg/dl, Asam urat 13,2. Urinalisa lengkap: kuning tua, keruh,
leukosit esterase +3, nitrit (+), Albumin (4+), urobilinogen +2, bilirubin +2, sedimen
silinder butir kasar, bakteri +2 Pemeriksaan elektrokardiografi menunjukkan hasil
sinus ritmik, normoaxis, dan denyut nadi 75x/menit. Pemeriksaan foto thoraks pasien
normal. Pasien didiagnosis sebagai susp AML dd CML , susp leukemia cutis,
Hiperuricemia, ISK komplikata, CKD III ec Urate nefropati, Anemia dan hepatitis
reaktif. Pasien kemudian diberikan NaCl 0,9% 500 ml : kidmin 200ml/24 jam = 2:1 ,
Ceftriaxone 1x2 gr iv, ketorolac inj per 8 jam iv, ranitidine 2x50mg iv. Pasien
direncanakan untuk tranfusi PRC 230cc/24 jam, rencana bloodsmear, dan CT-scan
abdomen.
Pada hari perawatan pertama, pasien merasa lemah badan dan mual. Terapi
saat ini: NaCl 0,9% 500 ml : kidmin 200ml/24 jam = 2:1 , Ceftriaxone 1x2 gr iv,
ketorolac inj per 8 jam iv, ranitidine 2x50mg iv, Allopurinol 1x300mg, asam folat
2x0,4mg. Pasien rencana tranfusi Darah hari ini dan dilakukan pemeriksaan bilirubin
direct, indirect dan total, albumin, ALP dan rencana CT abdomen non kontras.
Pada hari Perawatan Kedua , pasien masih mengeluhkan lemah badan dan
mual mulai berkurang. Terapi saat ini: NaCl 0,9% 500 ml : kidmin 200ml/24 jam =
2:1 , Ceftriaxone 1x2 gr iv, ketorolac inj per 8 jam iv, ranitidine 2x50mg iv,
Allopurinol 1x300mg, asam folat 2x0,4mg. Pasien sudah di transfuse PRC 230 cc.
dan masih menunggu hasil Bloodsmear dan pasien telah dilakukan tindakan FNAB.
Pada hari Perawatan ketiga, pasien masih mengeluhkan lemah badan. Pasien
dilakukan pemeriksaan laboratorium di dapatkan Hb 6,1, Leukosit 148100, Eri
2,36,Ht 20,Trombo 163000, MCH 25,8, MCV 84,7, MCHC 30,5, SGOT 75, SGPT
89, Gamma GT 564 , Bil tot 3,44, Bil Direct 2,77, Ur 64, cre 1,5 , Urid acid 5,5 ,
Cholestrol 147, HDL 23, LDL 98, Trigliserida 132, HDL 23, LDL 98, Trigliserida
132, GDS 92, Serum iron 72, fosfor 3,5 , Mg 2,03 , Alb 3,06 , Alkaline fosfatase 696,
ST 27, Ca 8,39 , Feritin 745,5, PT 18,3 , INR 1,39 , APTT 49,8. Didiagnosa sebagai
susp AML dd CML , susp leukemia cutis, Hiperuricemia, ISK komplikata, CKD III
ec Urate nefropati, anemia dan hepatitis reaktif Terapi saat ini NaCl 0,9% 500 ml :
kidmin 200ml/24 jam = 2:1 , Ceftriaxone 1x2 gr iv, ketorolac inj per 8 jam iv,
ranitidine 2x50mg iv, Allopurinol 1x300mg, asam folat 2x0,4mg.
Direncanakan untuk dilakukan tranfusi PRC 230
Pada hari Perawatan keempat, Lemah badan sudah mulai berkurang. Hasil
blood smear: resume Anemia Normositik normokrom, Leukositosis dengan dominan
sel seri myeloid, Myeloblast= 63% , kesan: susp AML Didiagnosis sebagai AML ,
susp leukemia cutis, Hiperuricemia, ISK komplikata, CKD III ec Urate nefropati,
anemia Normositik Normokrom dan hepatitis reaktif Terapi saat ini NaCl 0,9% 500
ml : kidmin 200ml/24 jam = 2:1 , Ceftriaxone 1x2 gr iv, ketorolac inj per 8 jam iv,
ranitidine 2x50mg iv, Allopurinol 1x300mg, asam folat 2x0,4mg, Hidroksiurea
3x500mg.
Pada hari Perawatan kelima, pasien mengeluhkan lemah badan. Hasil
laboratorium Hb 10,2, Leukosit 170400, Tromb 125000, Na 135, K 3,63, SGOT 31,
SGPT 21, Ureum 56,Ca 8,63, Mg 1,61, Alb 3,45 cre 1,6 Didiagnosis sebagai AML ,
susp leukemia cutis, Hiperuricemia, ISK komplikata, CKD III ec Urate nefropati,
anemia Normositik Normokrom dan hepatitis reaktif. Terapi saat ini NaCl 0,9% 500
ml : kidmin 200ml/24 jam = 2:1 , Ceftriaxone 1x2 gr iv, Ketorolac inj per 8 jam iv,
ranitidine 2x50mg iv, Allopurinol 1x300mg, asam folat 2x0,4mg, Hidroksiurea
3x500mg. Pasien direncanakan dikonsulkan ke dokter kulit.
Pada hari Perawatan keenam, pasien mengeluhkan lemah badan. Hasil MSCT
scan adalah Splenomegali dengan sugestif hernia Ingunalis kanan. Jawaban dari
konsul ts kulit: dari kulit diagnose sebagai leukemia kutis, Cutaneous T Cell
Limfoma, deep Mycovir. Pasien direncanakan untuk dilakukan biopsi di poli kulit
dan kelamin setelah rawat jalan. Terapi saat ini NaCl 0,9% 500 ml : kidmin
200ml/24 jam = 2:1 , Ceftriaxone 1x2 gr iv, k Didiagnosis sebagai AML, susp
leukemia cutis, Hiperuricemia, ISK komplikata, CKD III ec Urate nefropati, anemia
Normositik Normokrom, Hernia Inguinalis kanan dan hepatitis reaktif Ketorolac inj
per 8 jam iv, ranitidine 2x50mg iv, Allopurinol 1x300mg, asam folat 2x0,4mg,
Hidroksiurea 3x500mg. pasien direncanakan untuk rawat jalan dan akan kontrol ke
poli hematologi untuk dilakukan kontrol pengobatan lanjutan dan direncanakan untuk
dilakukan BCR ABL serta akan di teruskan ke poli kulit dan kelamin untuk dilakukan
biopsy.
PEMBAHASAN
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum
tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi adanya sel-sel
abnormal dalam darah tepi. Leukemia sendiri dapat terjadi secara akut ataupun kronik
yang bergantung pada cepatnya penyakit muncul dan berkembang. Leukemia Mieloid
Akut (LMA) adalah salah satu kanker darah yang ditandai dengan transformasi ganas
dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. Bila tidak diobati,
penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat dalam waktu beberapa
minggu sampai bulan sesudah diagnosis.1
Organomegali dan adenopati ditemukan pada hingga setengah pasien LMA,
terutama pada subtipe monositik, namun lebih jarang pada leukemia limfoblastik akut
(LLA). Dalam analisis retrospektif luas, leukemia ekstramedular muncul pada 23,7%
pada pasien LMA yang baru didiagnosis, dengan lokasi keterlibatan meliputi kelenjar
getah bening (11,5%), limpa (7,3%), hati (5,3%), kulit (4,5%), gingiva (4,4%) dan
SSP (1,1%). Pada pasien dengan angka leuskosit yang sangat tinggi (lebih dari
100.000/mm3), sering terjadi leukostasis, yaitu terjadinya gumpalan leukosit yang
menyumbat aliran pembuluh darah vena maupun arteri. Hiperleukositosis

didefinisikan sebagai jumlah leukosit darah yang lebih dari 100.000/mm3, muncul
paling umum pada subtipe LMA monositik (M4/5) dan pada LMA dengan FLT3-
ITD. Hiperleukositosis merupakan keadaan emergensi yang berhubungan dengan
leukostasis di paru dan sistem saraf pusat (SSP) serta dapat berakibat fatal. Gejala
leukostasis sangat bervariasi, tergantung lokasi sumbatannya. Gejala yang sering
dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak nafas, nyeri dada dan priapismus. Angka
leukosit yang sangat tinggi juga dapat menimbulkan gangguan metabolisme berupa
hiperurisemia dan hipoglikemia. Hiperurisemia terjadi akibat sel-sel leukosit yang
berproliferasi sangat secapat dalam jumlah yang besar.8,9
Pada pasien di atas menunjang dari anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang dimana didapatkan lemah badan dan sesak napas. Kemudian
dari pemeriksaan fisik didapatkan organomegali . Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan peningkatan leukosit , hiperurisemia dan pemeriksaan gds yang kadar gula
darahnya kadang turun.
Infiltrasi sel-sel blast akan menyebabkan tanda/gejala yang bervariasi
tergantung organ yang di infiltrasi. Infiltrasi sel-sel blast di kulit akan menyebabkan
leukemia kutis yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit,
sedangkan infiltrasi sel-sel blast di jaringan lunak akan menyebabkan nodul di bawah
kulit (kloroma). Lesi kulit sering berbentuk noduler, tidak nyeri, dapat menyebar atau
terlokalisir. Lesi meninggi dan dapat diraba. Diagnosis dipastikan dengan biopsi. Lesi
kulit dapat mendahului diagnosis LMA atau dapat muncul bersamaan dengan LMA
pada saat Manifestasi klinis dari LMA didominasi oleh tanda kegagalan sumsum
tulang disebabkan oleh akumulasi dari sel ganas pada sumsum tulang. Infeksi, anemia
dan trombositopenia juga dapat ditemukan. Gejala paling umum adalah lemah letih
yang tidak spesifik atau malaise yang muncul selama beberapa bulan sebelum
diagnosis ditegakkan. Gejala konstitusional lainnya jarang terjadi. Penurunan berat
badan terdapat pada 50% pasien. Pucat dan kelemahan terjadi akibat anemia. Demam
sering terjadi dan merupakan keluhan utama pada 15% hingga 20% pasien, yang
dapat disebabkan oleh infeksi akibat neutropenia atau akibat leukemia itu sendiri. 9,10
Pada kasus di atas pasien mengeluhkan lemah badan sejak 1 minggu yang lalu dan
mengeluhkan ada demam dirasakan hilang timbul selain itu pada pemeriksaan fisik
dan penunjang ditemukan pasien dengan anemia.
Infiltrasi sel-sel blast akan menyebabkan tanda/gejala yang bervariasi
tergantung organ yang di infiltrasi. Infiltrasi sel-sel blast di kulit akan menyebabkan
leukemia kutis yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit,
sedangkan infiltrasi sel-sel blast di jaringan lunak akan menyebabkan nodul di bawah
kulit (kloroma). Lesi kulit sering berbentuk noduler, tidak nyeri, dapat menyebar atau
terlokalisir. Lesi meninggi dan dapat diraba. Diagnosis dipastikan dengan biopsi. Lesi
kulit dapat mendahului diagnosis LMA atau dapat muncul bersamaan dengan LMA
pada saat diagnosis atau relaps. Leukemia kutis bersifat radiosensitif, namun pasien
biasanya harus diobati dengan kemoterapi sistemik Infiltrasi pada gusi dapat
menyebabkan hipertrofi. 10,11
Pada kasus di atas telah dilakukan FNAB dan didapatkan jaringan adanya
Leukemia kutis dengan saran perlu dilakukan biopsy untuk penegakkan lebih lanjut
Berdasarkan klasifikasi WHO pada tahun 2016 diagnosis Leukemia akut
ditegakkan jika terdapat 20% atau lebih sel blast pada darah perifer atau sumsum
tulang. Walaupun leukemia akut juga dapat didiagnosis dengan sel blast yang kurang
dari 20% jika terdapat kelainan yang terkait leukemia akut pada pemeriksaan spesifik
seperti pemeriksaan sitogenetik. Leukemia mieloid akut didiagnosis berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, bone marrow core biopsy (BMP), morfologi sel,
pengecatan sitokimia, immunophonotyping dan analisis sitogenetika Pada LMA
diagnosis dapat ditegakkan bila ditemukan sel blast yang kurang dari 20% disertai
dengan abnormalitas sitogenetik berupa t(15;17), t(8;21), t(16;16), atau inv(16) atau
transkrip yang sesuai. Pada pemeriksaan morfologi sel tampak sel blast, banyak
granul auer rods (eosinofil batang-seperti inklusi). 12
Dari kasus ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yaitu
Dari anamnesis di dapatkan riwayat kelemahan badan seluruh tubuh dan ditemukan
benjolan di perut di berbagai sisi yang tidak nyeri. Kemudian ada penurunan berat
badan yang dikeluhkan pasien. Pasien mengeluhkan juga ada demam . dari
pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis dan organomegali. Kemudian di
temukan benjolan di berbagai ekstermitas badan terutama di bagian perut yang tidak
teraba nyeri. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan Leukosit meningkat 230.900
dan didapatkan hb 4,7. bloodsmear di dapatkan kesan AML kemudian dilakukan
pemeriksaan BCR ABL tidak terdeteksinya adanya fusi gen dan hasil FNAB
Hematolimfoid Malignancy dengan kesan Cutaneus Limfoma
Tujuan utama pengobatan LMA adalah untuk mengeradikasi sel-sel leukemik
di dalam sumsum tulang. Umumnya regimen kemoterapi untuk pasien LMA terdiri
dari dua fase: fase induksi dan fase konsolidasi. Kemoterapi fase induksi adalah
regimen kemoterapi yang intensif yang bertujuan untuk mengeradikasi sel-sel
leukemik secara maksimal sehingga tercapai remisi komplit. Remisi komplit adalah
jika sel-sel darah di peredaran darah tepi kembali normal serta pulihnya populasi sel
di sumsum tulang termasuk tercapainya jumlah sel-sel blast <5%. Pasien yang
mempunyai peluang besar untuk mencapai tujuan kuratif adalah yang berusia kurang
dari 60 tahun, tanpa komorbiditas yang berat serta memiliki profil sitogenetik yang
favorable.
Pemilihan terapi induksi pada pasien LMA ditentukan oleh karakteristik
individu masing-masing pasien yang terdiri dari usia, adanya komorbiditas yang
mempengaruhi status fungsional, dan adanya riwayat mielodisplasia (MDS) serta
mendapatkan terapi sitotoksik sebelumnya. Pasien dengan status fungsional yang
jelek, sehingga menjadikannya bukan sebagai kandidat untuk mendapatkan
kemoterapi standar maka pilihan terapi yang dapat digunakan adalah berdasarkan uji
coba klinis atau terapi intensitas rendah. 13
Terapi standar 7+3 adalah kemoterapi induksi dengan regimen sitarabin dan
daunorubisin dengan protokol sitarabin 100 mg/m2 diberikan secara infus kontinyu
selama 7 hari dan daunorubisin 45-60 mg/m2/hari iv selama 3 hari. Sekitar 30-40%
pasien mengalami remisi komplit dengan terapi sitarabin dan daunorubisin yang
diberikan sebagai obat tunggal. 14
Pilihan untuk terapi post remisi dapat berupa kemoterapi konsolidasi,
transplantasi sel stem hematopoetik (hematopoetic stem cell transplantation/HSCT)
autolog, atau HSCT alogenik. Jenis terapi pada paska remisi ditentukan berdasarkan
usia. 15
Untuk jenis terapi pada pasien ini masih dengan simptomatik dan awalnya
diberikan Hydroksiurea 3x500mg dikarenakan pasien baru direncanakan untuk Biopsi
dan BMP kemudian pasien meninggal dunia

KESIMPULAN
Telah dilaporkan Seorang Pria berumur 57 tahun dengan AML . Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, tanda dan gejala klinis, serta pemeriksaan
penunjang. Penanganan lanjutan diperlukan tindakan BMP untuk penegakkan
diagnosa
CONCLUSION
It has been reported a case of male age 57 years old with AML. Diagnosis was
made based on patient’s history, signs and clinical symptoms, and investigations
Follow-up treatment requires BMP action for diagnosis
Lampiran bagian ekstremitas pasien
Lampiran hasil lab pasien
Lampiran Laboratorium
Foto thoraks pasien dan Ct Scan abdomen pasien
Lampiran hasil Bloodsmear
Lampiran Hasil BCR ABL
Lampiran Hasil FNAB
DAFTAR PUSTAKA

1. Bell J A, Galaznik A, Huelin R, Stokes M, Guo Y, Fram RJ, et al. Effectiveness and
safety of therapeutic regimens for elderly patients with acute myeloid leukemia: A
systematic literature review. clinical lymphoma, myeloma & leukemia.
2018;18(7):303-14.

2. Siegel RL, Miller KD, Jemal A. Cancer statistics, 2020. CA Cancer J Clin 2020;70:7–
30.

3. Howlader N, Noone AM, Krapcho M, et al. SEER cancer statistics review,1975-


2016, National Cancer Institute. Accessed April 29, 2020. Available at:
https://seer.cancer.gov/csr/1975_2016/

4. Juliusson G. Older patients with acute myeloid leukemia benefit from intensive
chemotherapy: an update from the Swedish Acute Leukemia Registry. Clin
Lymphoma Myeloma Leuk 2011;11(Suppl 1):S54–59.

5. Arber DA, Orazi A, Hasserjian R, et al. The 2016 revision to the World Health
Organization classification of myeloid neoplasms and acute leukemia. Blood
2016;127:2391–2405.

6. Wei AH, Do¨ hner H, Pocock C, et al. The QUAZAR AML-001 maintenance trial:
results of a phase III international, randomized,
double-blind, placebo-controlled study of CC-486 (oral formulation of azacitidine) in
patients with acute myeloid leukemia (AML) in first remission [abstract]. Blood
2019;134(Suppl): Abstract LBA-3.
7. Do¨hner H, Estey E, Grimwade D, et al. Diagnosis and management ofAML in
adults: 2017 ELN recommendations from an international expert panel. Blood
2017;129:424–447.

8. Fey MF, Buske C. Acute myeloblastic leukaemias in adult patients: ESMO Clinical
Practice Guidelines for diagnosis, treatment and follow-up. Ann Oncol
2013;24(Suppl 6):vi138–143.

9. Tallman MS,Wang ES, Altman JK, et al. Acute Myeloid Leukemia, Version 3.2019,
NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology. J Natl Compr Canc Netw
2019;17:721–749.

10. Ravandi F, Walter RB, Freeman SD. Evaluating measurable residual disease in acute
myeloid leukemia. Blood Adv 2018;2:1356–1366.

11. Lim SH, Dubielecka PM, Raghunathan VM. Molecular targeting in acute myeloid
leukemia. J Transl Med 2017;15:183.

12. Jen LC, Hong YC, Kuan AS, Yeh CM, Tsai CK, Liu YC, et al. The risk of early
mortality in elderly patients with newly diagnosed acute myeloid leukemia. Cancer
medicine. 2020;9:1572-1580.

13. Prassek VV, Thurley MR, Sauerland MC, Heroid T, Janke H, Ksienzyk B, et al.
Genetics of acute myeloid leukemia in the elderly: mutation spectrum and clinical
impact in intensively treated patients aged 75 years or older.
Haematologica.2018;103(11):1853-1861.
14. Boddu PC, Kantarijan HM, Ravandi F. Characteristics and outcomes of older patients
with secondary acute myeloid leukemia according to treatment
approach.Cancer.2017;123:3050-3060.

15. Medeiros BC, Satram-Hoang S, Hurst D, Hoang KQ, Momin F, Reyes C. Big data
analysis of treatment patterns and outcomes among elderly acute myeloid leukemia
patients in the United States. Ann Hematol.2015;94:1127-1138.

Anda mungkin juga menyukai