Oleh :
Tanjaya A, Lasut P
didefinisikan sebagai jumlah leukosit darah yang lebih dari 100.000/mm3, muncul
paling umum pada subtipe LMA monositik (M4/5) dan pada LMA dengan FLT3-
ITD. Hiperleukositosis merupakan keadaan emergensi yang berhubungan dengan
leukostasis di paru dan sistem saraf pusat (SSP) serta dapat berakibat fatal. Gejala
leukostasis sangat bervariasi, tergantung lokasi sumbatannya. Gejala yang sering
dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak nafas, nyeri dada dan priapismus. Angka
leukosit yang sangat tinggi juga dapat menimbulkan gangguan metabolisme berupa
hiperurisemia dan hipoglikemia. Hiperurisemia terjadi akibat sel-sel leukosit yang
berproliferasi sangat secapat dalam jumlah yang besar.8,9
Pada pasien di atas menunjang dari anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang dimana didapatkan lemah badan dan sesak napas. Kemudian
dari pemeriksaan fisik didapatkan organomegali . Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan peningkatan leukosit , hiperurisemia dan pemeriksaan gds yang kadar gula
darahnya kadang turun.
Infiltrasi sel-sel blast akan menyebabkan tanda/gejala yang bervariasi
tergantung organ yang di infiltrasi. Infiltrasi sel-sel blast di kulit akan menyebabkan
leukemia kutis yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit,
sedangkan infiltrasi sel-sel blast di jaringan lunak akan menyebabkan nodul di bawah
kulit (kloroma). Lesi kulit sering berbentuk noduler, tidak nyeri, dapat menyebar atau
terlokalisir. Lesi meninggi dan dapat diraba. Diagnosis dipastikan dengan biopsi. Lesi
kulit dapat mendahului diagnosis LMA atau dapat muncul bersamaan dengan LMA
pada saat Manifestasi klinis dari LMA didominasi oleh tanda kegagalan sumsum
tulang disebabkan oleh akumulasi dari sel ganas pada sumsum tulang. Infeksi, anemia
dan trombositopenia juga dapat ditemukan. Gejala paling umum adalah lemah letih
yang tidak spesifik atau malaise yang muncul selama beberapa bulan sebelum
diagnosis ditegakkan. Gejala konstitusional lainnya jarang terjadi. Penurunan berat
badan terdapat pada 50% pasien. Pucat dan kelemahan terjadi akibat anemia. Demam
sering terjadi dan merupakan keluhan utama pada 15% hingga 20% pasien, yang
dapat disebabkan oleh infeksi akibat neutropenia atau akibat leukemia itu sendiri. 9,10
Pada kasus di atas pasien mengeluhkan lemah badan sejak 1 minggu yang lalu dan
mengeluhkan ada demam dirasakan hilang timbul selain itu pada pemeriksaan fisik
dan penunjang ditemukan pasien dengan anemia.
Infiltrasi sel-sel blast akan menyebabkan tanda/gejala yang bervariasi
tergantung organ yang di infiltrasi. Infiltrasi sel-sel blast di kulit akan menyebabkan
leukemia kutis yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit,
sedangkan infiltrasi sel-sel blast di jaringan lunak akan menyebabkan nodul di bawah
kulit (kloroma). Lesi kulit sering berbentuk noduler, tidak nyeri, dapat menyebar atau
terlokalisir. Lesi meninggi dan dapat diraba. Diagnosis dipastikan dengan biopsi. Lesi
kulit dapat mendahului diagnosis LMA atau dapat muncul bersamaan dengan LMA
pada saat diagnosis atau relaps. Leukemia kutis bersifat radiosensitif, namun pasien
biasanya harus diobati dengan kemoterapi sistemik Infiltrasi pada gusi dapat
menyebabkan hipertrofi. 10,11
Pada kasus di atas telah dilakukan FNAB dan didapatkan jaringan adanya
Leukemia kutis dengan saran perlu dilakukan biopsy untuk penegakkan lebih lanjut
Berdasarkan klasifikasi WHO pada tahun 2016 diagnosis Leukemia akut
ditegakkan jika terdapat 20% atau lebih sel blast pada darah perifer atau sumsum
tulang. Walaupun leukemia akut juga dapat didiagnosis dengan sel blast yang kurang
dari 20% jika terdapat kelainan yang terkait leukemia akut pada pemeriksaan spesifik
seperti pemeriksaan sitogenetik. Leukemia mieloid akut didiagnosis berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, bone marrow core biopsy (BMP), morfologi sel,
pengecatan sitokimia, immunophonotyping dan analisis sitogenetika Pada LMA
diagnosis dapat ditegakkan bila ditemukan sel blast yang kurang dari 20% disertai
dengan abnormalitas sitogenetik berupa t(15;17), t(8;21), t(16;16), atau inv(16) atau
transkrip yang sesuai. Pada pemeriksaan morfologi sel tampak sel blast, banyak
granul auer rods (eosinofil batang-seperti inklusi). 12
Dari kasus ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yaitu
Dari anamnesis di dapatkan riwayat kelemahan badan seluruh tubuh dan ditemukan
benjolan di perut di berbagai sisi yang tidak nyeri. Kemudian ada penurunan berat
badan yang dikeluhkan pasien. Pasien mengeluhkan juga ada demam . dari
pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis dan organomegali. Kemudian di
temukan benjolan di berbagai ekstermitas badan terutama di bagian perut yang tidak
teraba nyeri. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan Leukosit meningkat 230.900
dan didapatkan hb 4,7. bloodsmear di dapatkan kesan AML kemudian dilakukan
pemeriksaan BCR ABL tidak terdeteksinya adanya fusi gen dan hasil FNAB
Hematolimfoid Malignancy dengan kesan Cutaneus Limfoma
Tujuan utama pengobatan LMA adalah untuk mengeradikasi sel-sel leukemik
di dalam sumsum tulang. Umumnya regimen kemoterapi untuk pasien LMA terdiri
dari dua fase: fase induksi dan fase konsolidasi. Kemoterapi fase induksi adalah
regimen kemoterapi yang intensif yang bertujuan untuk mengeradikasi sel-sel
leukemik secara maksimal sehingga tercapai remisi komplit. Remisi komplit adalah
jika sel-sel darah di peredaran darah tepi kembali normal serta pulihnya populasi sel
di sumsum tulang termasuk tercapainya jumlah sel-sel blast <5%. Pasien yang
mempunyai peluang besar untuk mencapai tujuan kuratif adalah yang berusia kurang
dari 60 tahun, tanpa komorbiditas yang berat serta memiliki profil sitogenetik yang
favorable.
Pemilihan terapi induksi pada pasien LMA ditentukan oleh karakteristik
individu masing-masing pasien yang terdiri dari usia, adanya komorbiditas yang
mempengaruhi status fungsional, dan adanya riwayat mielodisplasia (MDS) serta
mendapatkan terapi sitotoksik sebelumnya. Pasien dengan status fungsional yang
jelek, sehingga menjadikannya bukan sebagai kandidat untuk mendapatkan
kemoterapi standar maka pilihan terapi yang dapat digunakan adalah berdasarkan uji
coba klinis atau terapi intensitas rendah. 13
Terapi standar 7+3 adalah kemoterapi induksi dengan regimen sitarabin dan
daunorubisin dengan protokol sitarabin 100 mg/m2 diberikan secara infus kontinyu
selama 7 hari dan daunorubisin 45-60 mg/m2/hari iv selama 3 hari. Sekitar 30-40%
pasien mengalami remisi komplit dengan terapi sitarabin dan daunorubisin yang
diberikan sebagai obat tunggal. 14
Pilihan untuk terapi post remisi dapat berupa kemoterapi konsolidasi,
transplantasi sel stem hematopoetik (hematopoetic stem cell transplantation/HSCT)
autolog, atau HSCT alogenik. Jenis terapi pada paska remisi ditentukan berdasarkan
usia. 15
Untuk jenis terapi pada pasien ini masih dengan simptomatik dan awalnya
diberikan Hydroksiurea 3x500mg dikarenakan pasien baru direncanakan untuk Biopsi
dan BMP kemudian pasien meninggal dunia
KESIMPULAN
Telah dilaporkan Seorang Pria berumur 57 tahun dengan AML . Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, tanda dan gejala klinis, serta pemeriksaan
penunjang. Penanganan lanjutan diperlukan tindakan BMP untuk penegakkan
diagnosa
CONCLUSION
It has been reported a case of male age 57 years old with AML. Diagnosis was
made based on patient’s history, signs and clinical symptoms, and investigations
Follow-up treatment requires BMP action for diagnosis
Lampiran bagian ekstremitas pasien
Lampiran hasil lab pasien
Lampiran Laboratorium
Foto thoraks pasien dan Ct Scan abdomen pasien
Lampiran hasil Bloodsmear
Lampiran Hasil BCR ABL
Lampiran Hasil FNAB
DAFTAR PUSTAKA
1. Bell J A, Galaznik A, Huelin R, Stokes M, Guo Y, Fram RJ, et al. Effectiveness and
safety of therapeutic regimens for elderly patients with acute myeloid leukemia: A
systematic literature review. clinical lymphoma, myeloma & leukemia.
2018;18(7):303-14.
2. Siegel RL, Miller KD, Jemal A. Cancer statistics, 2020. CA Cancer J Clin 2020;70:7–
30.
4. Juliusson G. Older patients with acute myeloid leukemia benefit from intensive
chemotherapy: an update from the Swedish Acute Leukemia Registry. Clin
Lymphoma Myeloma Leuk 2011;11(Suppl 1):S54–59.
5. Arber DA, Orazi A, Hasserjian R, et al. The 2016 revision to the World Health
Organization classification of myeloid neoplasms and acute leukemia. Blood
2016;127:2391–2405.
6. Wei AH, Do¨ hner H, Pocock C, et al. The QUAZAR AML-001 maintenance trial:
results of a phase III international, randomized,
double-blind, placebo-controlled study of CC-486 (oral formulation of azacitidine) in
patients with acute myeloid leukemia (AML) in first remission [abstract]. Blood
2019;134(Suppl): Abstract LBA-3.
7. Do¨hner H, Estey E, Grimwade D, et al. Diagnosis and management ofAML in
adults: 2017 ELN recommendations from an international expert panel. Blood
2017;129:424–447.
8. Fey MF, Buske C. Acute myeloblastic leukaemias in adult patients: ESMO Clinical
Practice Guidelines for diagnosis, treatment and follow-up. Ann Oncol
2013;24(Suppl 6):vi138–143.
9. Tallman MS,Wang ES, Altman JK, et al. Acute Myeloid Leukemia, Version 3.2019,
NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology. J Natl Compr Canc Netw
2019;17:721–749.
10. Ravandi F, Walter RB, Freeman SD. Evaluating measurable residual disease in acute
myeloid leukemia. Blood Adv 2018;2:1356–1366.
11. Lim SH, Dubielecka PM, Raghunathan VM. Molecular targeting in acute myeloid
leukemia. J Transl Med 2017;15:183.
12. Jen LC, Hong YC, Kuan AS, Yeh CM, Tsai CK, Liu YC, et al. The risk of early
mortality in elderly patients with newly diagnosed acute myeloid leukemia. Cancer
medicine. 2020;9:1572-1580.
13. Prassek VV, Thurley MR, Sauerland MC, Heroid T, Janke H, Ksienzyk B, et al.
Genetics of acute myeloid leukemia in the elderly: mutation spectrum and clinical
impact in intensively treated patients aged 75 years or older.
Haematologica.2018;103(11):1853-1861.
14. Boddu PC, Kantarijan HM, Ravandi F. Characteristics and outcomes of older patients
with secondary acute myeloid leukemia according to treatment
approach.Cancer.2017;123:3050-3060.
15. Medeiros BC, Satram-Hoang S, Hurst D, Hoang KQ, Momin F, Reyes C. Big data
analysis of treatment patterns and outcomes among elderly acute myeloid leukemia
patients in the United States. Ann Hematol.2015;94:1127-1138.