Anda di halaman 1dari 3

PMR, Ekstrakurikuler Wajibkah?

Sebelum bicara panjang lebar tentang PMR, sebenarnya apa arti


PMR itu? Palang Merah Remaja atau yang biasa disingkat dengan PMR
adalah wadah pembinaan dan pengembangan anggota remaja yang
dilaksanakan oleh Palang Merah Indonesia. Dari pengertian tersebut, dapat
kita kutip bahwa PMR adalah wadah pembinaan dan pengembangan
remaja. Dari kutipan itu saja kita bisa menyimpulkan bahwa PMR adalah
wadah bagi para remaja untuk membina dan mengembangkan karakter
remaja. Di setiap sekolah pun mulai digalakkan kegiatan-kegiatan PMR.
Hal ini didasari oleh kesepakan bersama antara Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan Ketua Umum Palang Merah Indonesia Nomor
1/II/KB/2012, nomor 0317/MOU PMI-KEMENDIKBUD/II/2012 Tentang
Pembinaan dan Pengembangan kegiatan kepalangmerahan di kalangan
pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik. Namun yang menjadi
masalah mengapa PMR dewasa ini kurang diminati oleh siswa-siswi di
Indonesia?
Kurang diminatinya PMR ini didasari oleh beberapa faktor. Faktor
pertama adalah adanya pandangan bahwa PMR hanya dikhususkan bagi
perempuan saja. Hal ini masih menjadi masalah pelik di sekolah-sekolah
tak terkecuali di Blitar. Sudah menjadi rahasia umum ketika jumlah
anggota perempuan tidak sebanding dengan jumlah anggota laki-laki. Pola
pikir yang telah terbentuk di kalangan siswa laki-laki adalah bahwa PMR
adalah salah satu ekstrakurikuler yang bersifat kewanitaan. Pola pikir
seperti inilah yang harus dirubah agar masalah gender ini tidak menjadi
masalah lagi.
Faktor kedua kurang diminatinya PMR adalah kurangnya perhatian
dari pihak sekolah. Kurangnya perhatian dari pihak sekolah kepada ekstra
PMR ini berimbas kepada minimnya fasilitas yang menunjang kegiatan
PMR di setiap unit. Ujung-ujungnya, anggota PMR pun kian hari kian
menyusut. Inilah yang terkesan menjadi efek domino dari suatu problema
yaitu kurangnya perhatian dari pihak sekolah.
Mayoritas sekolah kurang memperhatikan PMR karena kurang
adanya prestasi dari ekstra ini. Sekolah menginginkan adanya prestasi yang
dihasilkan dari ekstra ini. Karena sudah budaya ketika suatu ekstra
mengukir prestasi maka sekolah tak segan-segan untuk menggelontorkan
dana ke ekstra tersebut. Lalu yang menjadi pertanyaan bagaimana bisa
memperoleh suatu prestasi ketika tidak adanya fasilitas yang menunjang
semua kegiatan PMR ?
Kedua faktor diatas menjadi bahan rundingan bagi kita semua, tak
hanya anggota PMR, tapi juga tenaga pendidik baik itu dari pihak guru,
maupun pihak PMI. Untuk mengatasi minimnya anggota PMR ini haruskah
ekstrakurikuler ini diwajibkan layaknya Pramuka di setiap sekolah-
sekolah?
Kurang pas rasanya jika PMR menjadi salah satu ekstrakurikuler
yang wajib di sekolah-sekolah. Ekstra wajib yang dipenuhi oleh anggota-
anggotanya yang hadir tetapi hanya untuk formalitas “absen”. Karena
memang PMR ini didasari oleh kesukarelaan. Anggota-anggota PMR
bergabung tanpa adanya paksaan. Semua anggota bergabung memang
karena adanya dorongan dari dalam hati untuk membantu sesama. Yang
menjadi tugas kita selanjutnya adalah bagaimana upaya kita untuk merubah
paradigma yang ada mulai dari pandangan yang berseberangan sampai
dukungan dari pihak sekolah.
Kita sebagai anggota PMR pantas bangga menjadi remaja-remaja
yang berjiwa besar. Jangan pernah ragu untuk tetap menebar uluran tangan
untuk membantu sesama. Karena telah terpatri di hati kita rasa
kemanusiaan, rasa welas asih pada sesama, tanpa membeda-bedakan bulu.
Marilah kita bersama-sama memajukan PMR di Indonesia pada umumnya
dan Kota Blitar khususnya.
ARTIKEL PMR
PMR UNIT SMA NEGERI 2 BLITAR

BAYU SENO AJI

Anda mungkin juga menyukai