Pedoman Surveilans Campak 2011 (90112)
Pedoman Surveilans Campak 2011 (90112)
PENDAHULUAN
B. Latar Belakang
Sidang World Health assembly (WHA) pada bulan Mei 2010 menyepakati target
pencapaian pengendalian penyakit campak pada tahun 2015 yaitu :
Mencapai cakupan imunisasi campak dosis pertama > 90 % secara nasional dan
minimal 80 % di seluruh kabupaten/kota.
Menurunkan angka insiden campak menjadi <5/1000.000 setiap tahun dan
mempertahankannya.
Menurunkan angka kematian campak minimal 95 % dari perkiraan angka
kematian tahun 2000.
Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982, kemudian pada tahun
1991 berhasil dicapai status imunisasi dasar lengkap atau universal child immunization
(UCI) secara nasional. Sejak tahun 2000 imunisasi campak kesempatan kedua diberikan
kepada anak sekolah kelas I – VI (Catch up) secara bertahap yang kemudian dilanjutkan
dengan pemberian imunisasi campak secara rutin kepada anak sekolah dasar kelas I SD
(BIAS). Untuk mempercepat tercapainya perlindungan campak pada anak, sejak tahun
1
2005 sampai Agustus 2007 dilakukan kegiatan crash program campak terhadap anak usia
6 – 59 bulan dan anak usia sekolah dasar di seluruh provinsi dalam 5 phase dan follow up
campaign dilakukan bertahap sejak tahun 2009 – 2011 dengan sasaran anak usia 9 – 59
bulan.
Untuk menilai dampak imunisasi dalam mencapai regional strategic goal diperlukan
surveilans campak yang adekuat agar dapat memberikan arahan kepada program secara
efektif dan efisien. Oleh karena surveilans campak di Indonesia belum dapat
menggambarkan angka kematian campak, maka dilkukan perhitungan estimasi dengan
(1).
menggunakan mathematical models Berdasarkan cakupan imunisasi campak rata-rata
sejak tahun 1996 – 2000 sebesar 91,8 % di Indonesia, maka diperkirakan terdapat
10.336 - 31.000 kematian karena campak pada tahun 2000.
Surveilans berbasis individu secara intensif telah dilaksanakan sejak tahun 2007 di tingkat
puskesmas, mulai tahun 2008 secara bertahap dilakukan pemeriksaan serologis
terhadap kasus klinis dan sejak tahun 2011 telah dapat dilaksanakan di seluruh propinsi di
Indonesia. Kegiatan ini disebut “Case Based Measles Surveillance” (CBMS).
Penyakit campak dikenal juga sebagai Morbili atau Measles, merupakan penyakit yang
sangat menular (infeksius) yang disebabkan oleh virus. Sembilan puluh persen 90%)
anak yang tidak kebal akan terserang penyakit campak. Manusia diperkirakan satu-
satunya reservoir, walaupun monyet dapat terinfeksi tetapi tidak berperan dalam
penyebaran.
1
1
1. Stein et al. The Global Burden of Measles in the year 2000-A model that uses country-specific indicators.
JID 2003; 187 (Suppl 1): S8-14.
2. Wolfson LJ et al. Has the 2005 Measles Mortality reduction goal been achieved? A Natural History
Modelling Study. Lancet 2007; 369: 191-200
2
Sejak vaksinasi campak diberikan secara luas, terjadi perubahan epidemiology campak
terutama di negara berkembang.
Walau cakupan imunisasi cukup tinggi, KLB campak mungkin saja masih akan terjadi yang
disebabkan adanya akumulasi anak-anak rentan karena tidak imunisasi ditambah 15%
anak yang walaupun diimunisasi tetapi tidak terbentuk imunitas.
1. Penyebab
Paramyxoviridae (RNA), jenis Morbillivirus yang mudah mati karena panas dan
cahaya.
3. Masa Inkubasi
7-18 hari , rata-rata 10 hari.
3
4. Gejala dan tanda-tanda
a. Panas badan biasanya > 38 derajat celcius selama 3 hari atau lebih, disertai
salah satu atau lebih gejala batuk, pilek, mata merah atau mata berair
b. Khas (Pathognomonis) ditemukan Koplik’s spot atau bercak putih keabuan
dengan dasar merah di pipi bagian dalam (mucosa bucal)
c. Bercak kemerahan/rash yang dimulai dari belakang telinga pada tubuh
berbentuk makulo papular selama 3 hari atau lebih, beberapa hari (4-7 hari)
keseluruh tubuh.
5. Komplikasi
Sebagian besar penderita campak akan sembuh, komplikasi sering terjadi pada anak
usia < 5 tahun dan penderita dewasa usia >20 th. Kasus campak pada penderita
malnutrisi dan defisiensi Vitamin A serta immune defisiency (HIV), komplikasi
campak dapat menjadi lebih berat atau fatal. Komplikasi yang sering terjadi yaitu :
Diare
Bronchopneumonia
Malnutrisi
Otitis media
Kebutaan
Encephalitis
Measles encephalitis hanya 1/1000 penderita campak
Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE), hanya 1/100.000 penderita campak
Ulkus mucosa mulut
4
6. Penyebab kematian
Kematian penderita campak umumnya disebabkan karena komplikasinya, seperti :
Bronchopneumonia, Diare berat dan gizi buruk serta penanganan yang terlambat.
7. Diagnosa banding
a. Rubella (campak Jerman), terdapat pembesaran kelenjar getah bening di
belakang telinga.
b. DHF atau DBD, dalam 2-3 hari bisa terjadi mimisan, turniket test (Rumple
Leede) positip, perdarahan diikuti shock, laboratorium menunjukkan trombosit
<100.000/ml dan serologis positif IgM DHF (spesimen akut dan spesimen
penyembuhan)
c. Cacar air (varicella), ditemukan vesikula atau gelembung berisi cairan
d. Allergi obat, kemerahan di tubuh setelah minum obat/disuntik, disertai gatal-
gatal.
e. Miliaria atau keringat buntet : Gatal-gatal, bintik kemerahan.
8. Patogenesis
Campak adalah penyakit infeksi sistemik yang dimulai infeksi pada bagian epitel
saluran pernafasan di nasopharing. Virus campak dikeluarkan dari nasopharing
mulai dari masa prodromal sampai 3 -4 hari setelah rash.
8
IgG
Relative
levels of
6
antibody
4
virus excretion IgM
2
0
- 21 -14 -7 0 7 14 21 28 35 42
Rash Days after rash onset
Infection
onset
5
9. Imunitas
Infeksi alami karena penyakit campak cenderung menimbulkan antibodi lebih baik
dibanding antibodi yang terbentuk karena vaksinasi campak. Setelah terjadi infeksi virus,
maka terjadi respons seluler segera yg kemudian diikuti oleh respon imunitas pd saat
timbulnya rash. Bila pada seorang anak tidak terdeteksi adanya titer antibody campak,
maka anak tersebut kemungkinan masih rentan. Penyembuhan terhadap penyakit
campak tergantung kepada kemampuan respon dari T-cell yang adekuat.
Dengan adanya maternal antibody, biasanya anak-anak akan terlindung dari penyakit
campak untuk beberapa bulan, biasanya antibody akan sangat berkurang setelah anak
berumur 6 – 9 bulan, yang menyebabkan anak menjadi rentan terhadap penyakit
campak. Suatu infeksi dengan kadar virus yang tinggi kadang kala dapat melampaui
tingkat perlindungan dari maternal antibody sehingga anak dapat terserang penyakit
campak pada umur 3 – 4 bulan.
Indonesia menggunakan vaksin beku-kering jenis life attenuated measles vaccines Cam-
70 produksi PT Biofarma. Puncak dari pembentukan antibody terjadi 21 – 28 hari setelah
pemberian vaksinasi atau setelah terinfeksi virus campak. Untuk sebagian besar individu
imunitas akan terjadi seumur hidup (life long) begitu juga imunitas yang terbentuk akibat
terserang penyakit campak.
Vaccine efficacy campak pada anak yang mendapatkan vaksin pada usia 9 bulan sebesar
> 85 %, pada anak yang menerima vaksin campak pada usia 12 bulan sebesar >95%
dan pada anak usia 15 bulan sebesar >98 %.
C. Pengertian
Pada tahap ini strategi imunisasi adalah meningkatkan cakupan imunisasi campak dosis
pertama >90% dan memberikan imunisasi kesempatan kedua pada semua anak.
Sedangkan kegiatan surveilans campak pada fase ini adalah surveilans campak klinis
6
dengan data agregat dan secara bertahap dilakukan pemeriksaan laboratorium. Setiap
KLB dilakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan konfirmasi laboratorium serta
peningkatan manajemen kasus.
2. Tahap Eliminasi
Adalah tahap tidak adanya daerah endemik campak selama ≥ 12 bulan di suatu wilayah
(Kabupaten/Kota) yang dibuktikan dengan surveilans campak yang berkualitas.
Pada tahap ini cakupan imunisasi campak dosis pertama dipertahankan sangat tinggi
>95%. Sedangkan Surveilans campak pada fase ini adalah surveilans berbasis individu
(individual record). Setiap kasus campak dilakukan penyelidikan lapangan dan
pemeriksaan laboratorium. Setiap KLB dilakukan “full investigation” dan manajemen
kasus.
3. Endemis Campak
Adanya transmisi campak indigenous atau import secara terus menerus selama ≥ 12
bulan di suatu wilayah (Kabupaten/Kota).
7
Campak Klinis : Kasus yang memenuhi kriteria klinis campak yang tidak dilakukan
pemeriksaan laboratorium dan tidak mempunyai hubungan epidemiologi dengan
kasus pasti secara laboratorium.
Bukan Kasus Campak (Discarded) : Kasus tersangka campak , yang setelah
dilakukan pemeriksaan laboratorium, hasilnya negatif.
4. Definisi KLB
a. Tersangka KLB : Adanya 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 1 bulan yang
terjadi mengelompok dan dibuktikan adanya hubungan epidemiologi.
b. Pasti KLB: Apabila minimum 2 spesimen positif IgM campak dari hasil
pemeriksaan kasus pada tersangka KLB campak.
5. Kematian Campak
Adalah : kematian dari seorang penderita campak pasti (klinis, laboratorium maupun
epidemiologi) yang terjadi dalam 30 hari setelah timbul rash, bukan disebabkan oleh hal-
hal lain seperti : trauma atau penyakit kronik yang tidak berhubungan dengan komplikasi
campak.
Kasus campak
IgM positif Pasti secara
laboratorium
Kasus Campak
Klinis Ada hubungan
epidemiologi Kasus campak
dengan kasus pasti secara
pasti epidemiologi
laboratorium (biasanya
dalam kasus
KLB)
Tdk ada spesimen/
spesimen tidak
Tidak ada
adekuat
hubungan Kasus campak
epidemiologi klinis
dengan kasus
pasti
8
7. Spesimen adekuat adalah :
a). Spesimen darah : pengambilan spesimen serum dilakukan pada hari ke 4 - 28
sejak hari pertama timbulnya rash dan tiba di laboratorium dalam keadaan
baik*. Specimen diterima di laboratorium tidak lebih dari 7 hari sejak
pengambilan. Namun spesimen serum tetap harus diambil pada saat pertama
kasus datang ke fasilitas kesehatan walaupun timbul rash masih kurang 4 hari,
namun tidak lebih 28 hari.
b). Spesimen urin : Spesimen diambil sesegera mungkin sampai hari kelima setelah
timbul rash dan dikirim ke laboratorium dalam waktu 1 x 24 jam setelah
pengambilan
9
II. TUJUAN SURVEILANS CAMPAK
A. Tujuan Umum
B. Tujuan Khusus
10
III. KEBIJAKAN DAN STRATEGI
A. Kebijakan
Dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak rutin dan ditunjang dengan
keberhasilan pelaksanaan kampanye campak di seluruh Indonesia pada tahun 2005 -
2007, dan follow up campaign 2009 - 2011, maka perlu dilakukan penguatan surveilans
campak yang lebih sensitif, dengan melaksanakan surveilans campak berbasis individu
(case based surveillance) dan melakukan konfirmasi laboratorium (serology) secara
bertahap.
Memeriksakan Konfirmasi
Menigkatkan sensitifitas dengan serum dari campak atau
identifikasi seluruh kasus klinis campak beberapa kasus rubella
Menganalisis
Pencarian data untuk
Mangemen kasus Investigasi kasus
dan pemberian mengetahui
vitamin A KLB tambahan penyebab
KLB
11
B. Strategi
12
IV. KEGIATAN SURVEILANS CAMPAK
Untuk mendapatkan gambaran kasus campak pasti maka dilakukan Surveilans campak
berbasis individu (Case Based Measles surveillance atau CBMS), dimana setiap kasus
campak klinis dicatat secara individual (case linelisted) dan konfirmasi laboratorium
dengan pemeriksaan serologis (IgM) serta setiap KLB campak dilakukan “full
investigation”.
Dengan dilaksanakannya crash program campak pada tahun 2005 – 2007 yang diikuti
follow up campaign 2009 – 2011, diharapkan insiden dan daerah endemis campak
menurun. Oleh sebab itu surveilans campak secara bertahap dilakukan hampir sama
dengan surveilans pada fase eliminasi (transisi menuju eliminasi) dengan menggunakan
indikator-indikator eliminasi.
1. Pengumpulan Data
Sumber data surveilans rutin di puskesmas adalah:
a. Puskesmas, Puskesmas Pembantu
b. Praktek dokter,bidan, perawat dan pelayanan kesehatan swasta lainnya
c. Masyarakat/Posyandu maupun petugas desa siaga
13
a. Sumber data dari puskesmas dan puskesmas pembantu
Semua kasus campak yang datang ke puskesmas maupun puskesmas pembantu
ditanyakan pada keluarga penderita apakah ada kasus yang sama disekitar tempat tinggal
atau teman sekolah penderita. Apabila keluarga penderita menyatakan ada kasus lain,
maka petugas kesehatan harus melakukan pengecekan ke lapangan untuk mencari kasus
tambahan lainnya. Jika jumlah kasus memenuhi kriteria KLB, maka dilakukan
penyelidikan Epidemiologi KLB campak.
Setiap kasus campak yang datang ke pelayanan kesehatan ditindak lanjuti dengan
melakukan pencarian informasi kasus tambahan di sekitar tempat tinggal penderita.
Apabila ditemukan kasus tambahan dicatat dalam C-1, jika jumlah kasus memenuhi
kriteria KLB, maka dilakukan penyelidikan epidemiologi KLB.
14
telah dicatat dlm form C1 dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/kota
setiap bulan.
2) Setiap minggu direkap dalam W2/PWS KLB dan dilaporkan Ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai alat SKD KLB.
3) Setiap kasus campak yang datang ke puskesmas diberi nomor Epid oleh
petugas puskesmas, tata cara pemberian nomor Epid lihat penjelasan
pemberian nomor Epid kasus individu dan kasus KLB pada butir VII.
3. Pengambilan Spesimen
a. Puskesmas
Kasus campak yang datang di Puskesmas diambil sampel darah untuk
mendapatkan serum.
o Serum dikirim langsung atau setiap hari Senin atau Kamis ke Kab/Prop.
o Bila tidak dikirim langsung, spesimen disimpan di lemari es (bukan di
freezer).
b. Praktek Swasta
Rujuk ke Lab RS atau Lab Puskesmas untuk pengambilan spesimen serum
4. Umpan Balik
a. Sasaran : Kepala Puskesmas dan seluruh pengelola program, petugas pustu.
b. Frekuensi : Setiap bulan
c. Caranya : Pertemuan MINILOK Bulanan Puskesmas
d. Isi :
PWS Imunisasi
Maping populasi rentan (Area map)
Spot map kasus campak, KLB maupun rutin
Grafik kecendrungan kasus campak
Status imunisasi kasus dan distribusi kasus menurut umur
Permasalahan imunisasi dan surveillans secara umum (logistik,
ketenagaan, dll)
15
B. Di Rumah Sakit (Surveilans Aktif)
Kegiatan surveilans campak di RS lebih ditekankan pada penemuan kasus secara aktif.
Oleh sebab itu perlu ditetapkan kontak person RS yang bertanggung jawab terhadap
pelaporan kasus. Agar lebih mudah dalam sosialisasi sebaiknya kontak person campak
sama dengan kontak person surveilans AFP.
1. Penemuan kasus
Setiap hari kontak person di bangsal dan poliklinik anak memeriksa adanya kasus
maupun kematian campak. Perlu diingat bahwa kematian akibat campak sebagian besar
disebabkan oleh komplikasi terutama broncho pneumonia, diare dan encephalitis. Oleh
sebab itu bila ada kematian yang disebabkan oleh penyakit tersebut harus ditelusuri
apakah kondisi tersebut merupakan komplikasi campak.
4. Pengambilan Spesimen
1. Petugas RS mengambil spesimen darah (dan memisahkan serumnya) dan
memberikan label pada tabung spesimen. Pada label dicantumkan nama, umur
dan tanggal ambil. (Tata cara pengambilan spesimen dapat dilihat pada
“Laboratorium Surveilans Campak “ butir VIII).
2. Simpan spesimen serum ke dalam refrigerator, setiap Senin dan Kamis diambil
oleh petugas kabupaten/kota dan selanjutnya dikirim ke LCN langsung atau
melalui propinsi.
16
3. Mencatat data kasus ke dalam buku khusus sebagai dokumen di lab RS yang
dapat dimanfaatkan sebagai kontrol data.
C. Di Kabupaten/Kota
1. Penemuan kasus
Setiap minggu petugas dinas kesehatan kabupaten/kota mengunjungi rumah sakit di
wilayah kerjanya untuk mencari dan menemukan secara aktif kasus campak
(diintegrasikan dengan surveilans AFP). Tata cara pelaksanaan surveilans aktif RS lebih
rinci lihat buku pedoman surveilans AFP tahun 2007. Setiap kasus campak yang
dilaporkan dari rumah sakit segera diinformasikan ke puskesmas lokasi kasus untuk
pencarian kasus tambahan.
17
3. Pengiriman Spesimen
Spesimen serum dari RS, dan dari puskesmas dikirimkan ke provinsi atau ke
Laboratorium Campak Nasional (LCN) seminggu sekali atau 2 kali dalam seminggu
(Selas/Kamis). Sebelum spesimen dikirim ke LCN, spesimen disimpan di dalam
lemari es, bukan dalam freezer.
4. Umpan balik
a. Sasaran : Puskesmas dan Rumah Sakit.
b. Frekuensi : Setiap bulan
c. Caranya :
Tertulis
Disampaikan pada saat pertemuan
Menggunakan SMS atau telepon (insidentil)
d. Isi :
Absensi kelengkapan dan ketepatan laporan C1 dan W2.
Rekap data campak per puskesmas berdasarkan sumber laporan RS dan
Puskesmas
Rekap data PD3I lainnya sesuai permasalahan setempat
Analisa sederhana tentang situasi kasus campak yang meliputi :
o Area map untuk menggambarkan cakupan imunisasi dan spot map
menggambarkan distribusi kasus campak menurut puskesmas
o Trend kasus campak perbulan sebelum dan sesudah campaign campak
o Ucapan terima kasih dan pujian terhadap puskesmas yang sudah
mengirimkan laporan C1, terutama pelaporan yang tepat waktu
o Rekomendasi/saran untuk memecahkan permasalahan yang ada.
D. Di Propinsi
18
bahan konsultasi tahunan WHO (SEARO Technical Advisary Group Meeting) untuk
mendapatkan dukungan teknis dan pendanaan WHO dan donor internasional lainnya.
a) Data Rutin
1) Laporan Integrasi
Rekap data campak dari laporan integrasi kabupaten/kota (form Integrasi/K)
menggunakan formulir integrasi/P (Lampiran 10).
2) Laporan C1 kasus campak yang berisikan data kasus yang diambil
spesimennya dari kabupaten/kota dipindahkan/direkap ke formulir C1 dan
dikirimkan ke Pusat (cq. Subdit Surveilans) bersama laporan integrasi setiap
bulannya.
b) Kelengkapan dan Ketepatan Laporan
Rekap kelengkapan laporan W2, laporan C1 dan laporan FP-PD yang
bersumber dari formulir Kelengkapan dan Ketepatan Laporan Surveilans
kabupaten/kota (formulir Absensi/K) ke dalam formulir Kelengkapan dan
Ketepatan Laporan Surveilans Integrasi provinsi (Form Absensi/P)
(Lampiran 12).
Bagi provinsi yang melaksanakan EWARS, kelengkapan laporan mingguan
(zero report) puskesmas menggunakan kelengkapan laporan EWARS.
Hitung kelengkapan dan ketepatan laporan tersebut, kirim ke pusat setiap
bulan bersama laporan integrasi provinsi.
c) KLB :
Pastikan setiap KLB “Fully investigated” oleh kabupaten/kota dan puskesmas.
Bila diperlukan berikan bantuan teknis (tim provinsi ikut terlibat dalam
penyelidikan tersebut).
Fasilitasi pengiriman spesimen ke laboratorium campak nasional, mekanisme
pengiriman spesimen sama dengan mekanisme pengiriman spesimen AFP.
Pastikan juga setiap KLB telah dilaporkan ke pusat cq Subdit Surveilans setiap
bulan sesuai formulir C KLB/P. Laporan ini harus dikirim secara teratur
walaupun pada bulan tersebut tidak ada KLB campak. (Lihat formulir Rekap C
KLB/P (Lampiran 7).
19
Pelaporan Laporan Rutin Bulanan Campak
2. Umpan Balik
a. Sasaran : Kabupaten/Kota
b. Frekuensi : Setiap bulan
c. Caranya :
Tertulis
Disampaikan pada saat Pertemuan
Melalui SMS atau Telephon (insidentil)
d. Isi :
Absensi kelengkapan dan ketepatan laporan Integrasi dan laporan
Rekap KLB (C KLB/K)
Rekap data campak perkabupaten/kota berdasarkan sumber laporan RS
(SARS) dan Puskesmas (C1).
Rekap data KLB berdasarkan status imunisasi, golongan umur, masalah
dan TL
Rekap data PD3I lainnya sesuai format integrasi
Analisa sederhana tentang situasi kasus campak yang meliputi :
Area map cakupan imunisasi dan spot map kasus campak menurut
kabupaten/kota.
Trend kasus campak perbulan sebelum dan sesudah kampanye imunisasi
campak.
Rekomendasi/saran untuk memecahkan permasalahan yang ada.
Ucapan terima kasih dan pujian terhadap kabupaten/kota yang sudah
mengirimkan laporan, terutama pelaporan yang tepat waktu
20
V. KEJADIAN LUAR BIASA CAMPAK DAN
PENANGGULANGANNYA
KLB dinyatakan berhenti apabila tidak ditemukan kasus baru dalam waktu dua kali masa
inkubasi atau rata-rata satu bulan setelah kasus terakhir.
Penyelidikan KLB campak bertujuan untuk mengetahui besar masalah KLB dan gambaran
epidemiologi KLB berdasarkan waktu kejadian, umur, status imunisasi penderita, wilayah
terjangkit maupun faktor risiko terjadinya KLB. Informasi ini akan dapat memberikan
arahan kepada program imunisasi dalam rangka penanggulangan atau pemutusan
transmisi secara lebih tepat
21
b). Tujuan Khusus :
1) Mengetahui karakteristik epidemiologi KLB menurut umur, waktu, tempat
dan status imunisasi, status gizi serta risiko kematiannya.
2) Mengkaji pelaksanaan imunisasi yang meliputi, cakupan, rantai dingin
dan manajemen imunisasi.
3) Mengidentifikasi populasi dan desa risiko tinggi untuk mengevaluasi dan
merumuskan strategi program imunisasi.
4) Memperkirakan terjadinya KLB yang akan datang untuk segera diambil
tindakan.
5) Memastikan terlaksananya penyelidikan KLB sesuai pedoman yang
ditetapkan.
6) Mengidentifikasi dan merekomendasikan respon imunisasi.
2. Langkah-langkah Penyelidikan :
2.1. Konfirmasi awal KLB
2.2. Pelaporan Segera KLB
2.3. Persiapan penyelidikan
2.4. “Fully investigated”
2.4.1. Kunjungan rumah ke rumah
2.4.2. Individual record
2.4.3. Pengambilan specimen
2.5. Mengumpulkan Informasi Faktor Risiko
2.6. Tatalaksana kasus
2.7. Pengolahan dan Analisa data
2.8. Penulisan Laporan
2.9. Pelaporan
2.10. Umpan Balik dan rencana tindak lanjut
22
Mengirimkan laporan W1/ telepon ke Dinkes Kabupaten/Kota apabila benar terjadi
KLB dalam waktu 1 x 24 jam
23
• Jika KLB terjadi di sekolah, dan penderita berasal dari beberapa wilayah, maka
dilakukan kunjungan disekitar penderita tinggal sesuai perkiraan penyebaran kasus
secara epidemiologis.
24
2.6 Tatalaksana Kasus
Tatalaksana kasus, lihat pada point C Penanggulangan KLB Campak.
25
2.9 Pelaporan KLB
a. Laporan segera
Kabupaten/Kota :
• Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota segera meneruskan formulir C1 dan C2 ke Dinas
Kesehatan propinsi dan mendiskusikan perkembangan KLB agar permasalahan KLB
campak dapat segera diketahui di tingkat provinsi maupun nasional.
• Setelah KLB dinyatakan berakhir yaitu setelah 1 bulan tidak ditemukan kasus baru,
maka data dari formulir C 1 direkap ke dalam formulir C KLB/K
• Buat laporan tertulis
• Kirim form C KLB/K dan laporan tertulis bersama laporan bulanan STP ke Propinsi.
Propinsi :
• Dinas Kesehatan Propinsi segera meneruskan laporan hasil investigasi (formulir C1
dan C2) ke Subdit Surveillans/Subdit Imunisasi dan mendiskusikan perkembangan
KLB
• Rekap data dari formulir C KLB/K ke dalam formulir C KLB/P.
26
• Kirim form C KLB/P dan laporan tertulis bersama laporan bulanan STP ke Subdit
Surveillans.
Penanggulangan KLB campak didasarkan analisis dan rekomendasi hasil penyelidikan KLB
, dilakukan sesegera mungkin untuk meminimalisasi jumlah penderita.
2. Langkah-langkah penanggulangan :
a. Tata laksana kasus
b. Imunisasi
c. Penyuluhan
27
a. Tata laksana kasus
Tatalaksana kasus di lapangan dilakukan oleh tim investigasi yang meliputi :
Pengobatan simptomatis penderita yang tidak komplikasi
Pemberian vitamin A dosis tinggi sesuai usia
Pengobatan Komplikasi di puskesmas (antibiotik )
Apabila keadaan penderita cukup berat, segera rujuk ke RS
Pemberian vitamin A :
Vitamin A dosis tinggi diberikan pada penderita usia 6 – 5 tahun dengan ketentuan
sebagai berikut:
Bila ada komplikasi pada mata, maka berikan vitamin A dosis ketiga, 2 minggu kemudian,
sesuai dosis diatas.
Pada penderita campak, diberikan sebanyak 2 kapsul yaitu kapsul pertama diberikan saat
penderita ditemukan, kapsul kedua diberikan keesokan harinya sesuai umur penderita:
Bagi penderita campak yang berumur < 6 bulan yang mendapatkan ASI, tidak perlu
diberikan vitamin A, karena kebutuhan vitamin A sudah terpenuhi melalui ASI (air susu
28
ibu). Sehingga ibu nifas (1- 42 hari setelah melahirkan) perlu diberikan kapsul vitamin A
dosis tinggi melalui program.
b. Imunisasi :
Respon imunisasi pada KLB campak dilakukan berdasarkan kajian cakupan imunisasi
maupun faktor lain yang mempengaruhi terjadinya kasus campak. Dalam
pelaksanaannya terdapat dua strategi yaitu :
Imunisasi selektif :
Imunisasi selektif dilakukan pada daerah dengan risiko sedang, yaitu bila cakupan
imunisasi >90% atau jumlah balita rentan belum mendekati jumlah kohort bayi satu
tahun, maka :
Dilakukan imunisasi campak kepada seluruh anak usia 6 bl – 59 bln yang tidak
mempunyai riwayat imunisasi campak (lisan maupun berdasarkan kartu/catatan)
yang berkunjung ke puskesmas maupun posyandu hingga 1 bulan dari kasus
terakhir.
Meningkatkan cakupan imunisasi rutin di desa terjangkit dan sekitarnya, upayakan
semua anak sudah diimunisasi.
29
Daerah dimana cakupan imunisasi rendah (< 80%) atau jumlah Balita rentan telah
mendekati jumlah kohort bayi satu tahun
Mobilitas penduduk tinggi
Daerah rawan gizi
Daerah pengungsi maupun daerah padat dan kumuh.
Pada keadaan ini dilakukan imunisasi campak secara masal kepada seluruh anak pada
golongan umur tertentu tanpa melihat status imunisasi anak tersebut. Golongan umur
dan luas wilayah yang menjadi sasaran sesuai dengan hasil kajian epidemiologi.
Pelaksanaan imunisasi masal ini harus dilaksanakan sesegera mungkin, sebaiknya pada
saat daerah tersebut diperkirakan belum terjadi penularan secara luas. Selanjutnya
cakupan imunisasi rutin tetap dipertahankan tinggi dan merata.
c. Penyuluhan:
1) Masyarakat diingatkan akan bahaya penyakit campak dan pentingnya
imunisasi dan makanan cukup gizi.
2) Segera membawa anaknya ke fasilitas kesehatan bila ada gejala panas.
4) Mencegah kematian dan komplikasi dengan pemberian vitamin A
30
VI. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA
Who (Person):
Orang yang terserang dapat didasarkan kepada kelompok umur, jenis kelamin, status
imunisasi, atau status gizi penderita campak
Where (Place):
Tempat kejadian, bisa digambarkan berdasarkan RW, Desa, Kecamatan atau
Kabupaten/Kota, kondisi wilayah (urban, rural)
When (Time):
Waktu kejadian penyakit yang bisa ditetapkan berdasarkan minggu, bulan atau tahun.
Why (Kenapa):
Mengapa KLB atau terjadi peningkatan kasus, hal ini lebih mengarah pada analisis faktor
risiko seperti masalah program imunisasi, keterjangkauan fasilitas kesehatan oleh
masyarakat, status gizi, dll.
How (Bagaimana):
Apabila masalah sudah dapat diketahui, maka tindakan selanjutnya adalah merumuskan
upaya penanggulangan dalam mengatasi masalah tersebut yang akan direkomendasikan
kepada program imunisasi.
31
A. Pengolahan dan Analisis Data Rutin
Pengolahan dan analisa data dilakukan di setiap tingkat, mulai Puskesmas,
Kabupaten/Kota, Propinsi maupun Nasional.
32
Dengan Spot map seperti gambar diatas akan dapat diketahui adanya pengelompokan
kasus (clustering). Dengan menggambarkan spot map atau area map ditingkat yang paling
kecil seperti mapping kasus berdasarkan desa, akan lebih membantu dalam perencanaan
pelaksanaan imunisasi. Area map lebih bermanfaat untuk menentukan daerah yang
menjadi prioritas, dengan membandingkan besar masalah antara satu wilayah dengan
wilayah lainnya , sebaiknya menggunakan angka insiden. Dalam analisis harus dihubungkan
dengan faktor risiko lainnya seperti cakupan imunisasi atau jumlah akumulasi populasi
rentan selama 5 tahun terakhir, kepadatan penduduk atau status gizi masyarakat secara
umum.
Dalam pembuatan spotmap atau area map, diupayakan dapat menggambarkan wilayah
pelayanan yang lebih kecil, seperti distribusi kasus perdesa, atau per kecamatan, tergantung
kebutuhan analisis atau di tingkat mana analisis dilakukan.
33
terserang campak dan ini biasanya digunakan pada analisis data KLB. Hal serupa juga
dapat digunakan untuk menggambarkan distribusi campak berdasarkan status imunisasi.
34
B. Pengolahan dan Analisa Data KLB
Analisis data KLB hampir sama dengan analisis data rutin, prinsip time, place dan person
yang akan menjawab pertanyaan siapa, kapan, dimana, mengapa dan bagaimana suatu
kejadian KLB akan dapat memberikan masukan kepada program imunisasi. Oleh sebab itu
tidak boleh ada dari komponen diatas yang tidak bisa dijawab agar hasil investigasi secara
tepat dapat mengarahkan program dalam upaya penanggulangan.
Oleh sebab itu penyajian data dalam bentuk table, grafik dan spotmap akan membantu
analisis yang akan dilakukan.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan rekapitulasi data dari format C1
dan C2 kedalam master table seperti table 1 berikut selanjutnya menghitung attack rate
dan vaksin efikasi.
Contoh rekapitulasi data hasil penyelidika dapat dilihat pada tabel 1 berikut :
Buat spotmap, kurva epidemik dan pie diagram kasus menurut golongan umur dan
status imunisasi seperti gambar berikut.
35
Contoh analisis data KLB
Berikut adalah analisis data KLB berupa kurva epidemik, spotmap kasus, pie diagram kasus
menurut kelompok umur dan status imunisasi. Kurva epidemik sebaiknya digambarkan
dengan grafik batang.
Selanjutnya lakukan analisis kesimpulan tentang faktor risiko terjadinya KLB dan
rekomendasi tindak lanjut.
Contoh rekomendasi : Dari gambar diatas, desa yag terjangkit adalah desa A, terhadap
desa A dilakukan penanggulangan KLB (tatalaksana kasus dan respon imunisasi sesuai
dengan cakupan campak di daerah tersebut). Sedangkan Desa B (merah) adalah desa
yang jumlah suceptibel cohort (populasi rentan) selama 5 th terakhir mendekati jumlah
sasaran (satu kohort kelahiran), desa ini berpotensi untuk terjadi KLB (high risk), maka perlu
dilakukan imunisasi massal.
Desa D dan G (kuning) dengan daerah risiko sedang, perlu dilakukan imunisasi selektif
Desa E, F dan C (hijau), desa dengan risiko rendah, cakupan imunisasi campak
dipertahankan tinggi dan merata.
36
Attack Rate (AR) :
Attack rate merupakan insiden Rate, biasanya dinyatakan dalam persen, digunakan pada
populasi terpapar terhadap campak pada periode waktu terbatas. Attack Rate
menggambarkan jml kasus campak di populasi terpapar dan luasnya epidemik.
Cara perhitungan :
Denominator yang dipakai yaitu populasi kelompok umur sesuai kelompok umur kasus.
Semakin kecil proporsi kasus pada anak yang divaksinasi , semakin tinggi vaksin
efikasinya.
37
Pemantauan Populasi Rentan
Populasi rentan ( susceptible ) atau tak terlindungi imunisasi campak dapat dihitung secara
sederhana dengan rumus :
Populasi Balita rentan didapat dengan menghitung populasi rentan setiap tahun selama 5
tahun terakhir, kemudian dijumlahkan hasil perhitungan selama 5 tahun tersebut, sehingga
didapat jumlah balita rentan.
Catatan : Apabila jumlah akumulasi populasi rentan telah mendekati jumlah kohort
kelahiran satu tahun, maka wilayah tersebut merupakan daerah risiko tinggi.
38
Bagan Perhitungan Populasi yang Terbentuk Kekebalan Campak Berdasarkan
Cakupan Imunisasi
Pada bagan diatas dapat dilihat, bahwa dengan cakupan imunisasi 80% maka tingkat
kekebalan pada masyarakat hanya akan terbentuk sebesar 68%.
39
VII. PEMBERIAN NOMOR EPID
KASUS INDIVIDU DAN KLB
Setiap kasus campak diberi nomer Epid di tingkat puskesmas, caranya sama dengan cara
penomoran kasus AFP, tetapi ditambah dengan nomor urut puskesmas. Pemberian nomor
Epid berurutan selama 1 tahun, dan pada tahun berikutnya penomoran dimulai
kembali dari nomor satu.
Cara penulisan nomor Epid sbb :
Digit 1 dan 2 kode provinsi
Digit 3 dan 4 kode kabupaten / kota
Digit 5,6 dan 7 kode puskesmas di kabupaten/kota tersebut
Digit 8 dan 9 kode tahun
Digit 10,11, dan 12 kode kasus yang dimulai dengan 001
Contoh:
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, kota Banda Aceh, puskesmas X dilaporkan kasus
pertama campak tahun 2012 maka penomoran Epidnya adalah sbb : 010200112001
Nomor EPID kasus campak yang dilaporkan rumah sakit diberikan oleh Kabupaten :
Kabupaten menginformasikan ke puskesmas setiap kasus campak yang
dilaporkan oleh RS untuk dilakukan pencarian kasus tambahan serta meminta
nomor EPID penderita, atau
Kabupaten dapat memberikan nomor EPID kasus setiap bulan sekali yaitu setelah
kabupaten menerima laporan C1 dari puskesmas dan menambahkan kasus
campak di formulir C1 puskesmas mengurut nomor EPID yang sudah ada dan
selanjutnya menginformasikan ke puskesmas bersangkutan.
40
C. Pemberian Nomor Epid Kasus KLB Campak
Setiap KLB campak diberi nomor epid di tingkat puskesmas, caranya adalah dengan
menambahkan huruf K dan nomor urut KLB dibelakang nomor Epid setiap kasus campak
pada KLB tersebut. Pemberian nomor Epid berurutan selama 1 tahun, dan pada tahun
berikutnya penomoran dimulai kembali dari nomor satu.
Contoh :Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, kota Banda Aceh, puskesmas X dilaporkan KLB
pertama campak tahun 2012 maka penomoran Epidnya adalah sbb:
Kasus 1 : 010200112001/K1
Kasus 2 : 010200112002/K1
Kasus 3 : 010200112003/K1
Kasus 4 : 010200112004/K1
Kasus 5 : 010200112005/K1
dan seterusnya.
Bila KLB terjadi diperbatasan dua wilayah puskesmas atau lebih, nomor KLB ditentukan oleh
puskesmas dimana kasus indeks berada. Penyelidikan dan penanggulangan dilakukan secara
bersama-sama oleh puskesmas terjangkit.
41
VIII. LABORATORIUM SURVEILANS CAMPAK
Karena gejala klinisnya yang sering menyerupai penyakit infeksi virus lainnya, maka untuk
menegakkan diagnosa pasti dari suatu kasus tersangka campak adalah melalui pemeriksaan
laboratorium.
1. Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk membantu menegakkan diagnosa dengan mendeteksi
adanya antibody spesifik dari virus campak. Infeksi campak didiagnosa melalui pemeriksaan
serologis dengan cara deteksi antibody IgM spesifik campak. Antibody tersebut akan
terbentuk optimal dalam waktu 4 - 28 hari timbulnya rash. Pada 72 jam pertama rash,
sekitar 30 % sampel hasilnya akan menghasilkan negative palsu (fals negative). Oleh sebab
42
itu penting untuk mencantumkan tanggal mulainya rash, dan tanggal pengambilan spesimen
darah untuk interpretasi hasil. IgM ini juga meningkat setelah 8 hari – 6 minggu imunisasi,
tetapi akan lebih cepat menurun bila dibandingkan dengan penurunan kadar IgM campak
pada penderita campak. Sehingga juga diperlukan adanya riwayat imunisasi untuk
melakukan interpretasi hasil pemeriksaan.
Untuk konfirmasi KLB, satu sample serum setiap kasus diambil pada saat kontak pertama
dalam waktu 28 hari setelah rash dengan pertimbangan spesimen adekuat. Setiap KLB
tersangka campak, diambil 5 spesimen serum untuk konfirmasi laboratorium.
2. Isolasi Virus.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk identifikasi virus campak dan pemeriksaan genotype
ataupun epidemiologi molecular (tetapi bukan untuk diagnosa), jumlah virus campak optimal
dalam urin penderita pada hari 1 – 5 hari timbulnya rash.
Virus campak dapat diisolasi dari spesimen urin, nasopharyngeal, hapus tenggorok dan
limfosit darah tepi.
a. Spesimen Urin
Mudah cara pengambilannya tetapi mudah terkontaminasi namun tidak dapat
untuk isolasi rubella.
b. Aspirasi Nasopharyngeal & Hapus tenggorok
Cocok untuk isolasi campak maupun rubella, memerlukan tenaga medis terlatih
untuk mengambilnya dan peralatan khusus untuk proses pengambilan spesimen.
c. Darah/Lymphocytes
Tidak cocok untuk rubella, mempunyai teknik pemeriksaan yang lebih sulit.
43
c) Bila tidak ada centrifuge, diamkan selama 30 menit – 1 jam sampai serum
terpisah
d) Serum diambil dengan menggunakan pipet steril, masukkan ke dalam tabung
serum.
e) Selanjutnya tabung serum dimasukkan dalam plastik, yang telah diberi tissue /
kertas yang bisa menyerap, ikat yang rapat / selotip lalu masukkan dalam
wadah primer (box plastik)
Masukkan wadah primer kedalam spec. carrier dan diberi ice pack 3 - 4 buah,
tata sedemikian rupa sehingga tidak pecah saat terjadi goncangan
Catatan:
1) Darah dapat disimpan dulu pada 2-8C 24 jam sebelum dipisahkan serumnya
2) Darah tidak boleh dibekukan dalam freezer.
3) Spesimen harus dikirim dengan es (2-8C) dengan maksimum lama pengiriman 48 jam
4) Spesimen boleh disimpan dalam lemari es (bukan freezer) maksimal 7 hari sebelum
diperiksa laboratorium
5) Isi formulir C KLB data pasien disertai surat pengantar dan dikirimkan ke Laboratorium
Campak Nasional.
6) Tiga tanggal yang penting;
Tanggal imunisasi campak terakhir
Tanggal timbulnya rash (kemerahan)
Tanggal pengambilan sampel
44
e) Masukkan ke dalam spesimen carrier yang telah diberi 3 – 4 buah ice pack beku,
diatur sedemikian rupa sehingga tidak pecah saat terjadi goncangan saat
pengiriman.
Setiap spesimen kasus campak berupa darah, urin, maupun usapan tenggorok, setiba di
laboratorium campak nasional, diberi nomor laboratorium yang juga khas untuk setiap
spesimen. Pemberian nomor ini dilakukan oleh laboratorium campak nasional pemeriksa
spesimen.
Tata cara pemberian nomor spesimen oleh laboratorium adalah sebagai berikut:
1. Spesimen darah untuk pemeriksaan serologi: I / TT / NNN / SR
I : Inisial laboratorium pemeriksa spesimen (B:Bandung, J: Jakarta, S:
Surabaya, Y: Yogyakarta).
TT : Tahun penerimaan spesimen.
NNN : No urut spesimen pada jenis pemeriksaan serologi.
SR : Pemeriksaan serologi.
2. Spesimen urin untuk pemeriksaan isolasi virus: I / TT / NNN / UI
I : Inisial laboratorium pemeriksa spesimen (B: Bandung, J: Jakarta, S:
Surabaya, Y: Yogyakarta).
TT : Tahun penerimaan spesimen.
NNN : No urut spesimen pada jenis pemeriksaan isolasi virus untuk spesimen urin.
UI : Pemeriksaan isolasi virus dengan spesimen urin.
3. Spesimen throat swab untuk pemeriksaan isolasi virus: I / TT / NNN / TI
I : Inisial laboratorium pemeriksa spesimen (B:Bandung, J: Jakarta, S:
Surabaya, Y: Yogyakarta).
TT : Tahun penerimaan spesimen.
NNN : No urut spesimen pada jenis pemeriksaan isolasi virus untuk spesimen
throat swab.
TI : Pemeriksaan isolasi virus dengan spesimen throat swab
45
G. Laboratorium Nasional dan Wilayah Pelayanan Pemeriksaan
Spesimen Campak
Jl. Pasteur 28
Bandung 40161
Telp.: +62 22 233755 – 57, 2037430
Fax: +62 22 204136, 2037430
Yogyakarta Yogyakarta
46
IX. MONITORING DAN EVALUASI
Untuk memantau jalannya pelaksanaan program, maka perlu dilakukan kegiatan monitoring
dan evaluasi yang meliputi :
47
X. INDIKATOR KINERJA SURVEILANS CAMPAK
B. KLB
Kelengkapan Laporan C-KLB 90%
KLB Dilakukan “Fully Investigated” 100%
48
Kontributor :
49