Anda di halaman 1dari 49

I.

PENDAHULUAN

B. Latar Belakang

Sidang World Health assembly (WHA) pada bulan Mei 2010 menyepakati target
pencapaian pengendalian penyakit campak pada tahun 2015 yaitu :
 Mencapai cakupan imunisasi campak dosis pertama > 90 % secara nasional dan
minimal 80 % di seluruh kabupaten/kota.
 Menurunkan angka insiden campak menjadi <5/1000.000 setiap tahun dan
mempertahankannya.
 Menurunkan angka kematian campak minimal 95 % dari perkiraan angka
kematian tahun 2000.

Untuk mencapai tujuan pengendalian penyakit Campak tersebut dilakukan beberapa


upaya :
1. Imunisasi :
a. Melaksanakan imunisasi rutin campak anak usia 9 – 11 bulan dengan
cakupan >90 %, dilakukan sweeping jika cakupan belum tercapai.
b. Back Log Fighting (BLF) dilakukan di desa yang tidak mencapai Universal
Child Immunization (UCI) selama 2 tahun berturut-turut.
c. Melaksanakan imunisasi campak kesempatan kedua dengan cakupan
>95% pada anak usia kurang 5 tahun melalui kegiatan crash program dan
pemberian imunisasi campak pada anak saat masuk sekolah dasar.
2. Penyelidikan dan manajemen kasus pada semua KLB campak.
3. Melaksanakan surveilans campak berbasis kasus individu (Case Based Surveillance)
dengan pemeriksaan serology terhadap kasus tersangka campak (suspect).

Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982, kemudian pada tahun
1991 berhasil dicapai status imunisasi dasar lengkap atau universal child immunization
(UCI) secara nasional. Sejak tahun 2000 imunisasi campak kesempatan kedua diberikan
kepada anak sekolah kelas I – VI (Catch up) secara bertahap yang kemudian dilanjutkan
dengan pemberian imunisasi campak secara rutin kepada anak sekolah dasar kelas I SD
(BIAS). Untuk mempercepat tercapainya perlindungan campak pada anak, sejak tahun

1
2005 sampai Agustus 2007 dilakukan kegiatan crash program campak terhadap anak usia
6 – 59 bulan dan anak usia sekolah dasar di seluruh provinsi dalam 5 phase dan follow up
campaign dilakukan bertahap sejak tahun 2009 – 2011 dengan sasaran anak usia 9 – 59
bulan.

Untuk menilai dampak imunisasi dalam mencapai regional strategic goal diperlukan
surveilans campak yang adekuat agar dapat memberikan arahan kepada program secara
efektif dan efisien. Oleh karena surveilans campak di Indonesia belum dapat
menggambarkan angka kematian campak, maka dilkukan perhitungan estimasi dengan
(1).
menggunakan mathematical models Berdasarkan cakupan imunisasi campak rata-rata
sejak tahun 1996 – 2000 sebesar 91,8 % di Indonesia, maka diperkirakan terdapat
10.336 - 31.000 kematian karena campak pada tahun 2000.

Dengan dilakukannya berbagai upaya tersebut, angka kematian campak diharapkan


menurun sehingga upaya program dan jumlah wilayah endemis campak juga berkurang.
Dengan demikian pemberantasan campak dari tahap reduksi mulai diarahkan ke tahap
eliminasi dengan penguatan strategi imunisasi dan surveilans berbasis kasus individu
(Case Based Measles Surveillance).

Surveilans berbasis individu secara intensif telah dilaksanakan sejak tahun 2007 di tingkat
puskesmas, mulai tahun 2008 secara bertahap dilakukan pemeriksaan serologis
terhadap kasus klinis dan sejak tahun 2011 telah dapat dilaksanakan di seluruh propinsi di
Indonesia. Kegiatan ini disebut “Case Based Measles Surveillance” (CBMS).

B. Epidemiologi Penyakit Campak

Penyakit campak dikenal juga sebagai Morbili atau Measles, merupakan penyakit yang
sangat menular (infeksius) yang disebabkan oleh virus. Sembilan puluh persen 90%)
anak yang tidak kebal akan terserang penyakit campak. Manusia diperkirakan satu-
satunya reservoir, walaupun monyet dapat terinfeksi tetapi tidak berperan dalam
penyebaran.
1

1
1. Stein et al. The Global Burden of Measles in the year 2000-A model that uses country-specific indicators.
JID 2003; 187 (Suppl 1): S8-14.
2. Wolfson LJ et al. Has the 2005 Measles Mortality reduction goal been achieved? A Natural History
Modelling Study. Lancet 2007; 369: 191-200

2
Sejak vaksinasi campak diberikan secara luas, terjadi perubahan epidemiology campak
terutama di negara berkembang.
Walau cakupan imunisasi cukup tinggi, KLB campak mungkin saja masih akan terjadi yang
disebabkan adanya akumulasi anak-anak rentan karena tidak imunisasi ditambah 15%
anak yang walaupun diimunisasi tetapi tidak terbentuk imunitas.

1. Penyebab
Paramyxoviridae (RNA), jenis Morbillivirus yang mudah mati karena panas dan
cahaya.

2. Cara dan Masa Penularan


a. Penularan dari orang ke orang melalui percikan ludah dan transmisi melalui
udara terutama melalui batuk, bersin atau sekresi hidung.
b. Masa penularan 4 hari sebelum rash sampai 4 hari setelah timbul rash, puncak
penularan pada saat gejala awal (fase prodromal), yaitu pada 1-3 hari pertama
sakit.

3. Masa Inkubasi
7-18 hari , rata-rata 10 hari.

3
4. Gejala dan tanda-tanda
a. Panas badan biasanya > 38 derajat celcius selama 3 hari atau lebih, disertai
salah satu atau lebih gejala batuk, pilek, mata merah atau mata berair
b. Khas (Pathognomonis) ditemukan Koplik’s spot atau bercak putih keabuan
dengan dasar merah di pipi bagian dalam (mucosa bucal)
c. Bercak kemerahan/rash yang dimulai dari belakang telinga pada tubuh
berbentuk makulo papular selama 3 hari atau lebih, beberapa hari (4-7 hari)
keseluruh tubuh.

d. Bercak kemerahan makulo papular setelah 1 minggu


sampai 1 bulan berubah menjadi kehitaman
(hiperpigmentasi) disertai kulit bersisik. Untuk
kasus yang telah menunjukkan hiperpigmentasi
(kehitaman) perlu dilakukan anamnesis dengan
teliti, dan apabila pada masa akut (permulaan
sakit) terdapat gejala-gejala tersebut di atas maka
kasus tersebut termasuk kasus campak klinis.

5. Komplikasi
Sebagian besar penderita campak akan sembuh, komplikasi sering terjadi pada anak
usia < 5 tahun dan penderita dewasa usia >20 th. Kasus campak pada penderita
malnutrisi dan defisiensi Vitamin A serta immune defisiency (HIV), komplikasi
campak dapat menjadi lebih berat atau fatal. Komplikasi yang sering terjadi yaitu :
 Diare
 Bronchopneumonia
 Malnutrisi
 Otitis media
 Kebutaan
 Encephalitis
 Measles encephalitis hanya 1/1000 penderita campak
 Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE), hanya 1/100.000 penderita campak
 Ulkus mucosa mulut

4
6. Penyebab kematian
Kematian penderita campak umumnya disebabkan karena komplikasinya, seperti :
Bronchopneumonia, Diare berat dan gizi buruk serta penanganan yang terlambat.

7. Diagnosa banding
a. Rubella (campak Jerman), terdapat pembesaran kelenjar getah bening di
belakang telinga.
b. DHF atau DBD, dalam 2-3 hari bisa terjadi mimisan, turniket test (Rumple
Leede) positip, perdarahan diikuti shock, laboratorium menunjukkan trombosit
<100.000/ml dan serologis positif IgM DHF (spesimen akut dan spesimen
penyembuhan)
c. Cacar air (varicella), ditemukan vesikula atau gelembung berisi cairan
d. Allergi obat, kemerahan di tubuh setelah minum obat/disuntik, disertai gatal-
gatal.
e. Miliaria atau keringat buntet : Gatal-gatal, bintik kemerahan.

8. Patogenesis
Campak adalah penyakit infeksi sistemik yang dimulai infeksi pada bagian epitel
saluran pernafasan di nasopharing. Virus campak dikeluarkan dari nasopharing
mulai dari masa prodromal sampai 3 -4 hari setelah rash.

RESPON ANTI BODY TERHADAP VIRUS CAMPAK


Measles virus infection
10

8
IgG
Relative
levels of
6
antibody
4
virus excretion IgM
2

0
- 21 -14 -7 0 7 14 21 28 35 42
Rash Days after rash onset
Infection
onset

5
9. Imunitas
Infeksi alami karena penyakit campak cenderung menimbulkan antibodi lebih baik
dibanding antibodi yang terbentuk karena vaksinasi campak. Setelah terjadi infeksi virus,
maka terjadi respons seluler segera yg kemudian diikuti oleh respon imunitas pd saat
timbulnya rash. Bila pada seorang anak tidak terdeteksi adanya titer antibody campak,
maka anak tersebut kemungkinan masih rentan. Penyembuhan terhadap penyakit
campak tergantung kepada kemampuan respon dari T-cell yang adekuat.

Dengan adanya maternal antibody, biasanya anak-anak akan terlindung dari penyakit
campak untuk beberapa bulan, biasanya antibody akan sangat berkurang setelah anak
berumur 6 – 9 bulan, yang menyebabkan anak menjadi rentan terhadap penyakit
campak. Suatu infeksi dengan kadar virus yang tinggi kadang kala dapat melampaui
tingkat perlindungan dari maternal antibody sehingga anak dapat terserang penyakit
campak pada umur 3 – 4 bulan.

Indonesia menggunakan vaksin beku-kering jenis life attenuated measles vaccines Cam-
70 produksi PT Biofarma. Puncak dari pembentukan antibody terjadi 21 – 28 hari setelah
pemberian vaksinasi atau setelah terinfeksi virus campak. Untuk sebagian besar individu
imunitas akan terjadi seumur hidup (life long) begitu juga imunitas yang terbentuk akibat
terserang penyakit campak.

Vaccine efficacy campak pada anak yang mendapatkan vaksin pada usia 9 bulan sebesar
> 85 %, pada anak yang menerima vaksin campak pada usia 12 bulan sebesar >95%
dan pada anak usia 15 bulan sebesar >98 %.

C. Pengertian

1. Tahap Reduksi /Penurunan Kematian Campak


Adalah tahapan menurunkan angka kematian campak sebesar >95% pada tahun 2015
dibanding angka perkiraan kematian campak tahun 2000, serta menurunkan angka
insiden campak sebesar <5/1.000.000 populasi pada tahun yang sama.

Pada tahap ini strategi imunisasi adalah meningkatkan cakupan imunisasi campak dosis
pertama >90% dan memberikan imunisasi kesempatan kedua pada semua anak.
Sedangkan kegiatan surveilans campak pada fase ini adalah surveilans campak klinis

6
dengan data agregat dan secara bertahap dilakukan pemeriksaan laboratorium. Setiap
KLB dilakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan konfirmasi laboratorium serta
peningkatan manajemen kasus.

2. Tahap Eliminasi
Adalah tahap tidak adanya daerah endemik campak selama ≥ 12 bulan di suatu wilayah
(Kabupaten/Kota) yang dibuktikan dengan surveilans campak yang berkualitas.

Pada tahap ini cakupan imunisasi campak dosis pertama dipertahankan sangat tinggi
>95%. Sedangkan Surveilans campak pada fase ini adalah surveilans berbasis individu
(individual record). Setiap kasus campak dilakukan penyelidikan lapangan dan
pemeriksaan laboratorium. Setiap KLB dilakukan “full investigation” dan manajemen
kasus.

3. Endemis Campak
Adanya transmisi campak indigenous atau import secara terus menerus selama ≥ 12
bulan di suatu wilayah (Kabupaten/Kota).

4. Definisi Kasus Campak


Definisi Kasus Campak yang digunakan dalam sistem surveilans epidemiologi nasional
adalah sebagai berikut:
a. Definisi Klinis Kasus Tersangka Campak
 Demam, dan
 Bercak merah berbentuk mokulopapular, dan
 Batuk/pilek atau mata merah (conjunctivitis)
Atau
Didiagnosa oleh dokter sebagai kasus campak

b. Klasifikasi Kasus Campak


Pasti Secara Laboratorium : Kasus campak klinis yang telah dilakukan konfirmasi
laboratorium dengan hasil positif terinfeksi virus campak (IgM campak positive) dan
tidak ada riwayat imunisasi campak pada 4-6 minggu terakhir sebelum muncul rash.
Pasti Secara Epidemiologi : Semua kasus klinis yang mempunyai hubungan
epidemiologi dengan kasus yang pasti secara laboratorium atau dengan kasus pasti
secara epidemiologi yang lain.

7
Campak Klinis : Kasus yang memenuhi kriteria klinis campak yang tidak dilakukan
pemeriksaan laboratorium dan tidak mempunyai hubungan epidemiologi dengan
kasus pasti secara laboratorium.
Bukan Kasus Campak (Discarded) : Kasus tersangka campak , yang setelah
dilakukan pemeriksaan laboratorium, hasilnya negatif.

4. Definisi KLB
a. Tersangka KLB : Adanya 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 1 bulan yang
terjadi mengelompok dan dibuktikan adanya hubungan epidemiologi.
b. Pasti KLB: Apabila minimum 2 spesimen positif IgM campak dari hasil
pemeriksaan kasus pada tersangka KLB campak.

5. Kematian Campak
Adalah : kematian dari seorang penderita campak pasti (klinis, laboratorium maupun
epidemiologi) yang terjadi dalam 30 hari setelah timbul rash, bukan disebabkan oleh hal-
hal lain seperti : trauma atau penyakit kronik yang tidak berhubungan dengan komplikasi
campak.

6. Skema Klasifikasi Campak


Bukan kasus
IgM Negatif Campak
Spesimen darah
adekuat

Kasus campak
IgM positif Pasti secara
laboratorium

Kasus Campak
Klinis Ada hubungan
epidemiologi Kasus campak
dengan kasus pasti secara
pasti epidemiologi
laboratorium (biasanya
dalam kasus
KLB)
Tdk ada spesimen/
spesimen tidak
Tidak ada
adekuat
hubungan Kasus campak
epidemiologi klinis
dengan kasus
pasti

8
7. Spesimen adekuat adalah :
a). Spesimen darah : pengambilan spesimen serum dilakukan pada hari ke 4 - 28
sejak hari pertama timbulnya rash dan tiba di laboratorium dalam keadaan
baik*. Specimen diterima di laboratorium tidak lebih dari 7 hari sejak
pengambilan. Namun spesimen serum tetap harus diambil pada saat pertama
kasus datang ke fasilitas kesehatan walaupun timbul rash masih kurang 4 hari,
namun tidak lebih 28 hari.

b). Spesimen urin : Spesimen diambil sesegera mungkin sampai hari kelima setelah
timbul rash dan dikirim ke laboratorium dalam waktu 1 x 24 jam setelah
pengambilan

*Yang dimaksud dalam keadaan baik adalah :


 Volume cukup (minimal 1 cc serum)
 Dalam keadaan dingin 2 – 8 o C
 Waktu pengiriman (“transport time”) tidak lebih dari 48 jam

8. Daerah Risiko Campak


Yang dimaksud daerah risiko tinggi campak yaitu daerah yang berpotensi terjadinya KLB
campak, dilihat dari :
• Daerah dengan cakupan imunisasi rendah (< 80%)
• Lokasi yang padat dan kumuh antara lain pengungsian
• Daerah rawan gizi
• Daerah sulit dijangkau atau jauh dari pelayanan kesehatan
• Daerah dimana budaya masyarakatnya tidak menerima imunisasi

9
II. TUJUAN SURVEILANS CAMPAK

A. Tujuan Umum

 Mengidentifikasi daerah maupun populasi risiko tinggi kemungkinan


akan terjadinya transmisi campak , dapat diketahui setelah dilakukan analisis
terhadap cakupan imunisasi dengan menghitung jumlah balita rentan dan
melakukan kajian terhadap data campak dari laporan rutin maupun hasil
penyelidikan KLB. Daerah ini akan menjadi prioritas pelaksanaan imunisasi
campak tambahan.
 Memantau kemajuan program pemberantasan campak, dari kajian
cakupan imunisasi maupun kasus campak dari laporan rutin maupun hasil
penyelidikan KLB akan dapat diketahui phase pengendalian untuk masuk ke phase
eliminasi dan seterusnya. Phase ini akan dapat mengarahkan program tentang
strategi yang akan dilakukan.

B. Tujuan Khusus

1. Terlaksananya pengumpulan data campak untuk mengetahui gambaran


epidemiologi yang meliputi waktu, tempat kejadian, umur dan status imunisasi di
setiap puskesmas dan rumah sakit.
2. Terlaksananya Penyelidikan Epidemiologi setiap KLB campak dan konfirmasi
laboratorium
3. Terlaksananya analisis data campak dan faktor risiko di setiap tingkat administrasi
kesehatan
4. Terdiseminasinya hasil analisis/informasi kepada unit terkait
5. Terwujudnya pengambilan keputusan dengan menggunakan data surveilans.

10
III. KEBIJAKAN DAN STRATEGI

A. Kebijakan

Dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak rutin dan ditunjang dengan
keberhasilan pelaksanaan kampanye campak di seluruh Indonesia pada tahun 2005 -
2007, dan follow up campaign 2009 - 2011, maka perlu dilakukan penguatan surveilans
campak yang lebih sensitif, dengan melaksanakan surveilans campak berbasis individu
(case based surveillance) dan melakukan konfirmasi laboratorium (serology) secara
bertahap.

Surveilans Campak & Rubella


Memperkuat sistem pada daerah dengan kasus
surveilans ke arah
surveilans individu sedikit

Memeriksakan Konfirmasi
Menigkatkan sensitifitas dengan serum dari campak atau
identifikasi seluruh kasus klinis campak beberapa kasus rubella

Identifikasi KLB adanya 5 kasus dengan cluster dalam


waktu 4 minggu, dan melakukan investigasi

Menganalisis
Pencarian data untuk
Mangemen kasus Investigasi kasus
dan pemberian mengetahui
vitamin A KLB tambahan penyebab
KLB

Positif IgM campak Konfirmasi KLB


(2 atau lebih kasus) campak

Sampel serum Postif IgM Rubella Konfirmasi KLB Laporan


(2 atau lebih kasus) Rubella
5-10 kasus berjenjang

Campak dan rubella


KLB campuran
IgM positif Respons
Program

11
B. Strategi

1. Melaksanakan Case Based Measles Surveilans (CBMS) di seluruh puskesmas


dan rumah sakit menggunakan formulir C1.
2. Pemeriksaan laboratorium IgM untuk kasus klinis secara bertahap, minimal 50 % di
setiap kabupaten.
3. Pemeriksaan urin untuk penentuan type virus (virology) minimal 1 kasus pertahun di
setiap kabupaten/kota.
4. Pelaksanaan Surveilans di tingkat dinas kesehatan kabupaten/kota, provinsi dan
pusat adalah data agregat menggunakan formulir integrasi. Sedangkan propinsi
yang sudah melaksanakan pemeriksaan specimen untuk semua kasus klinis campak
(total kasus), maka pelaksanaan surveilans campak adalah individual record sampai
Pusat
5. Semua tersangka KLB campak harus dilakukan penyelidikan secara lengkap (“fully
investigated”) yang meliputi penyelidikan dari rumah ke rumah, mencatat kasus
secara individu “individual record” menggunakan formulir C1, mengambil 5
spesimen darah penderita dan 3 specimen urine dan melaporkannya ke tingkat
yang lebih tinggi.
6. Pelaksanaan surveilans campak diintegrasikan dengan surveilans AFP.

12
IV. KEGIATAN SURVEILANS CAMPAK

Untuk mendapatkan gambaran kasus campak pasti maka dilakukan Surveilans campak
berbasis individu (Case Based Measles surveillance atau CBMS), dimana setiap kasus
campak klinis dicatat secara individual (case linelisted) dan konfirmasi laboratorium
dengan pemeriksaan serologis (IgM) serta setiap KLB campak dilakukan “full
investigation”.

Dengan dilaksanakannya crash program campak pada tahun 2005 – 2007 yang diikuti
follow up campaign 2009 – 2011, diharapkan insiden dan daerah endemis campak
menurun. Oleh sebab itu surveilans campak secara bertahap dilakukan hampir sama
dengan surveilans pada fase eliminasi (transisi menuju eliminasi) dengan menggunakan
indikator-indikator eliminasi.

Pemeriksaan spesimen dilakukan secara bertahap yaitu :


1. Pada tahun 2008, pemeriksaan spesimen dilakukan terhadap semua
suspect campak di dua provinsi (Yogyakarta dan Bali) kemudian pada
tahun 2010 dikembangkan ke empat provinsi lainnya (NTB, Bangka
belitung, Gorontalo dan Bengkulu). Selanjutnya mulai tahun 2012 akan
dikembangkan di provinsi lainnya hingga Indonesia melaksanakan CBMS
sepenuhnya pada tahun 2015.
2. Mulai tahun 2012, Propinsi yang belum melaksanakan pemeriksaan
spesimen terhadap seluruh kasus klinis, pemeriksaan spesimen minimal
dilakukan 50% dari seluruh kasus.

A. Pelaksanaan Di Tingkat Puskesmas

1. Pengumpulan Data
Sumber data surveilans rutin di puskesmas adalah:
a. Puskesmas, Puskesmas Pembantu
b. Praktek dokter,bidan, perawat dan pelayanan kesehatan swasta lainnya
c. Masyarakat/Posyandu maupun petugas desa siaga

13
a. Sumber data dari puskesmas dan puskesmas pembantu
Semua kasus campak yang datang ke puskesmas maupun puskesmas pembantu
ditanyakan pada keluarga penderita apakah ada kasus yang sama disekitar tempat tinggal
atau teman sekolah penderita. Apabila keluarga penderita menyatakan ada kasus lain,
maka petugas kesehatan harus melakukan pengecekan ke lapangan untuk mencari kasus
tambahan lainnya. Jika jumlah kasus memenuhi kriteria KLB, maka dilakukan
penyelidikan Epidemiologi KLB campak.

b. Sumber data dari dokter praktek, bidan, perawat dan pelayanan


kesehatan swasta
Pelayanan kesehatan swasta termasuk dokter, bidan, perawat praktek swasta diminta
mencatat ke formulir C1 semua kasus tersangka campak dan melaporkan ke puskesmas
di wilayah kerjanya setiap bulan. Laporan dapat juga dilakukan secara aktif yaitu petugas
puskesmas mengambil secara aktif setiap minggu atau minimal setiap bulan, terutama di
daerah perkotaan. Pelayanan kesehatan swasta diprioritaskan pada pelayanan yang
banyak pasien.

c. Masyarakat/Posyandu maupun petugas desa siaga


Penderita campak pada umumnya jarang mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan,
sehingga tidak tercatat dalam sistem pelaporan yang sudah ada. Oleh sebab itu perlu
peran aktif kader/petugas desa siaga untuk mendorong masyarakat melaporkan ke
Petugas kesehatan terdekat apabila menemukan adanya kasus campak di daerahnya.
Kasus campak yang tidak datang ke pelayanan kesehatan dapat dilaporkan melalui
kader/petugas desa siaga atau petugas kesehatan terdekat. Kasus campak yang
dilaporkan oleh kader/petugas desa siaga harus dikonfirmasi oleh petugas Puskesmas
sebelum dicatat kedalam form C-1.

Setiap kasus campak yang datang ke pelayanan kesehatan ditindak lanjuti dengan
melakukan pencarian informasi kasus tambahan di sekitar tempat tinggal penderita.
Apabila ditemukan kasus tambahan dicatat dalam C-1, jika jumlah kasus memenuhi
kriteria KLB, maka dilakukan penyelidikan epidemiologi KLB.

2. Pencatatan dan Pelaporan


1) Petugas surveilans puskesmas harus memastikan bahwa setiap kasus campak
yang ditemukan, baik yang berasal dari dalam maupun luar wilayah kerja,

14
telah dicatat dlm form C1 dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/kota
setiap bulan.
2) Setiap minggu direkap dalam W2/PWS KLB dan dilaporkan Ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai alat SKD KLB.

Catatan :Puskesmas yang tidak mempunyai akses mingguan ke kabupaten, laporan


mingguan (W2/PWS KLB) dapat dikirim ke kabupaten menggunakan SMS dan
laporan tertulis dikirim setiap bulannya.

3) Setiap kasus campak yang datang ke puskesmas diberi nomor Epid oleh
petugas puskesmas, tata cara pemberian nomor Epid lihat penjelasan
pemberian nomor Epid kasus individu dan kasus KLB pada butir VII.

3. Pengambilan Spesimen
a. Puskesmas
 Kasus campak yang datang di Puskesmas diambil sampel darah untuk
mendapatkan serum.
o Serum dikirim langsung atau setiap hari Senin atau Kamis ke Kab/Prop.
o Bila tidak dikirim langsung, spesimen disimpan di lemari es (bukan di
freezer).
b. Praktek Swasta
 Rujuk ke Lab RS atau Lab Puskesmas untuk pengambilan spesimen serum

4. Umpan Balik
a. Sasaran : Kepala Puskesmas dan seluruh pengelola program, petugas pustu.
b. Frekuensi : Setiap bulan
c. Caranya : Pertemuan MINILOK Bulanan Puskesmas
d. Isi :
 PWS Imunisasi
 Maping populasi rentan (Area map)
 Spot map kasus campak, KLB maupun rutin
 Grafik kecendrungan kasus campak
 Status imunisasi kasus dan distribusi kasus menurut umur
 Permasalahan imunisasi dan surveillans secara umum (logistik,
ketenagaan, dll)

15
B. Di Rumah Sakit (Surveilans Aktif)

Kegiatan surveilans campak di RS lebih ditekankan pada penemuan kasus secara aktif.
Oleh sebab itu perlu ditetapkan kontak person RS yang bertanggung jawab terhadap
pelaporan kasus. Agar lebih mudah dalam sosialisasi sebaiknya kontak person campak
sama dengan kontak person surveilans AFP.

1. Penemuan kasus
Setiap hari kontak person di bangsal dan poliklinik anak memeriksa adanya kasus
maupun kematian campak. Perlu diingat bahwa kematian akibat campak sebagian besar
disebabkan oleh komplikasi terutama broncho pneumonia, diare dan encephalitis. Oleh
sebab itu bila ada kematian yang disebabkan oleh penyakit tersebut harus ditelusuri
apakah kondisi tersebut merupakan komplikasi campak.

2. Pencatatan dan Pelaporan


Setiap kasus atau kematian campak dicatat dlm form C1 (individual). Sebagian besar
kasus campak tidak dirawat inap, oleh sebab itu sebaiknya di poliklinik anak tersedia
formulir C-1. Apabila ada penderita campak, maka kontak person di poliklinik anak
langsung mengisi formulir C1. Formulir C1 yang sudah terisi tersebut akan diambil oleh
petugas surveilans aktif kabupaten/kota setiap minggu pada saat melaksanakan
surveilans aktif AFP, campak dan TN.

3. Nomor EPID kasus campak yang dilaporkan RS


Kasus campak yang dilaporkan dari rumah sakit harus diberi nomor Epid sesuai dengan
alamat puskesmas dimana penderita berdomisili. (Penjelasan tentang pemberian nomor
Epid dibahas pada bagian Pemberian nomor Epid kasus Individu dan KLB, butir VII).

4. Pengambilan Spesimen
1. Petugas RS mengambil spesimen darah (dan memisahkan serumnya) dan
memberikan label pada tabung spesimen. Pada label dicantumkan nama, umur
dan tanggal ambil. (Tata cara pengambilan spesimen dapat dilihat pada
“Laboratorium Surveilans Campak “ butir VIII).
2. Simpan spesimen serum ke dalam refrigerator, setiap Senin dan Kamis diambil
oleh petugas kabupaten/kota dan selanjutnya dikirim ke LCN langsung atau
melalui propinsi.

16
3. Mencatat data kasus ke dalam buku khusus sebagai dokumen di lab RS yang
dapat dimanfaatkan sebagai kontrol data.

C. Di Kabupaten/Kota

1. Penemuan kasus
Setiap minggu petugas dinas kesehatan kabupaten/kota mengunjungi rumah sakit di
wilayah kerjanya untuk mencari dan menemukan secara aktif kasus campak
(diintegrasikan dengan surveilans AFP). Tata cara pelaksanaan surveilans aktif RS lebih
rinci lihat buku pedoman surveilans AFP tahun 2007. Setiap kasus campak yang
dilaporkan dari rumah sakit segera diinformasikan ke puskesmas lokasi kasus untuk
pencarian kasus tambahan.

2. Pencatatan dan pelaporan


Data campak dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi untuk mendapatkan dukungan
teknis, logistik dan pendanaan, disamping untuk tukar menukar informasi epidemiologi
antar Kabupaten/Kota dan Provinsi.
a. Data yang bersumber dari laporan C1 puskesmas diolah sebagai berikut :
 Data KLB dipisahkan dan direkap dalam formulir C-KLB/K (Lampiran 6)
 Data kasus yang diambil spesimen (CBMS) dipindahkan/direkap ke
formulir C1.(Lampiran 4).
 Sedangkan data kasus rutin yang tidak diambil spesimen direkap ke
dalam formulir Integrasi/K dan digabung dengan data dari laporan
surveilans aktif RS. (Lampiran 9).
b. Buat absensi laporan bulanan C.1 dan kelengkapan kegiatan surveilans aktif
RS serta laporan mingguan PWS KLB atau W.2 diintegrasikan dengan
surveilans AFP menggunakan form Absensi/K (Lampiran 11).
c. Laporan yang harus dikirim setiap bulan ke propinsi :
1) Laporan Integrasi (AFP, campak, TN dan difteri)
2) Laporan rekapitulasi KLB Campak (Form rekap C KLB/K)
3) Laporan C1 kasus campak yang diperiksa spesimen (Jika ada)
4) Laporan Kelengkapan Surveilans aktif RS dan C1 puskesmas
(Form Absensi/K)

17
3. Pengiriman Spesimen
Spesimen serum dari RS, dan dari puskesmas dikirimkan ke provinsi atau ke
Laboratorium Campak Nasional (LCN) seminggu sekali atau 2 kali dalam seminggu
(Selas/Kamis). Sebelum spesimen dikirim ke LCN, spesimen disimpan di dalam
lemari es, bukan dalam freezer.

4. Umpan balik
a. Sasaran : Puskesmas dan Rumah Sakit.
b. Frekuensi : Setiap bulan
c. Caranya :
 Tertulis
 Disampaikan pada saat pertemuan
 Menggunakan SMS atau telepon (insidentil)
d. Isi :
 Absensi kelengkapan dan ketepatan laporan C1 dan W2.
 Rekap data campak per puskesmas berdasarkan sumber laporan RS dan
Puskesmas
 Rekap data PD3I lainnya sesuai permasalahan setempat
 Analisa sederhana tentang situasi kasus campak yang meliputi :
o Area map untuk menggambarkan cakupan imunisasi dan spot map
menggambarkan distribusi kasus campak menurut puskesmas
o Trend kasus campak perbulan sebelum dan sesudah campaign campak
o Ucapan terima kasih dan pujian terhadap puskesmas yang sudah
mengirimkan laporan C1, terutama pelaporan yang tepat waktu
o Rekomendasi/saran untuk memecahkan permasalahan yang ada.

D. Di Propinsi

1. Pencatatan dan pelaporan


Propinsi melaporkan data campak ke Unit Surveilans Pusat Cq. Subdit Surveilans atau
email ke afpdata@yahoo.com setiap bulan untuk dipergunakan sebagai bahan kajian
Technical Working Group on Immunization (TWG) yang dilaksanakan setiap bulan untuk
membantu pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan pemberantasan campak.
Disamping itu data tersebut dikirim ke Regional WHO secara bulanan, serta sebagai

18
bahan konsultasi tahunan WHO (SEARO Technical Advisary Group Meeting) untuk
mendapatkan dukungan teknis dan pendanaan WHO dan donor internasional lainnya.

a) Data Rutin
1) Laporan Integrasi
Rekap data campak dari laporan integrasi kabupaten/kota (form Integrasi/K)
menggunakan formulir integrasi/P (Lampiran 10).
2) Laporan C1 kasus campak yang berisikan data kasus yang diambil
spesimennya dari kabupaten/kota dipindahkan/direkap ke formulir C1 dan
dikirimkan ke Pusat (cq. Subdit Surveilans) bersama laporan integrasi setiap
bulannya.
b) Kelengkapan dan Ketepatan Laporan
 Rekap kelengkapan laporan W2, laporan C1 dan laporan FP-PD yang
bersumber dari formulir Kelengkapan dan Ketepatan Laporan Surveilans
kabupaten/kota (formulir Absensi/K) ke dalam formulir Kelengkapan dan
Ketepatan Laporan Surveilans Integrasi provinsi (Form Absensi/P)
(Lampiran 12).
 Bagi provinsi yang melaksanakan EWARS, kelengkapan laporan mingguan
(zero report) puskesmas menggunakan kelengkapan laporan EWARS.
 Hitung kelengkapan dan ketepatan laporan tersebut, kirim ke pusat setiap
bulan bersama laporan integrasi provinsi.
c) KLB :
 Pastikan setiap KLB “Fully investigated” oleh kabupaten/kota dan puskesmas.
Bila diperlukan berikan bantuan teknis (tim provinsi ikut terlibat dalam
penyelidikan tersebut).
 Fasilitasi pengiriman spesimen ke laboratorium campak nasional, mekanisme
pengiriman spesimen sama dengan mekanisme pengiriman spesimen AFP.
 Pastikan juga setiap KLB telah dilaporkan ke pusat cq Subdit Surveilans setiap
bulan sesuai formulir C KLB/P. Laporan ini harus dikirim secara teratur
walaupun pada bulan tersebut tidak ada KLB campak. (Lihat formulir Rekap C
KLB/P (Lampiran 7).

19
Pelaporan Laporan Rutin Bulanan Campak

Puskesmas ============== Kabupaten/Kota


(C1) ( Tgl 5 )

Kabupaten/Kota ============== Propinsi


( Integrasi ) ( Tgl 10 )

Propinsi ============== Subdit Surveilans Epidemiologi


( Integrasi ) V. PENYELIDIKAN
( Tgl 15 ) DAN PENANGGULANGAN

2. Umpan Balik
a. Sasaran : Kabupaten/Kota
b. Frekuensi : Setiap bulan
c. Caranya :
 Tertulis
 Disampaikan pada saat Pertemuan
 Melalui SMS atau Telephon (insidentil)
d. Isi :
 Absensi kelengkapan dan ketepatan laporan Integrasi dan laporan
Rekap KLB (C KLB/K)
 Rekap data campak perkabupaten/kota berdasarkan sumber laporan RS
(SARS) dan Puskesmas (C1).
 Rekap data KLB berdasarkan status imunisasi, golongan umur, masalah
dan TL
 Rekap data PD3I lainnya sesuai format integrasi
 Analisa sederhana tentang situasi kasus campak yang meliputi :
 Area map cakupan imunisasi dan spot map kasus campak menurut
kabupaten/kota.
 Trend kasus campak perbulan sebelum dan sesudah kampanye imunisasi
campak.
 Rekomendasi/saran untuk memecahkan permasalahan yang ada.
 Ucapan terima kasih dan pujian terhadap kabupaten/kota yang sudah
mengirimkan laporan, terutama pelaporan yang tepat waktu

20
V. KEJADIAN LUAR BIASA CAMPAK DAN
PENANGGULANGANNYA

A. Definisi Operasional KLB Campak

Adanya 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 1 bulan yang


terjadi mengelompok dan dibuktikan adanya hubungan
epidemiologi

KLB dinyatakan berhenti apabila tidak ditemukan kasus baru dalam waktu dua kali masa
inkubasi atau rata-rata satu bulan setelah kasus terakhir.

B. Penyelidikan Epidemiologi KLB

Penyelidikan KLB campak bertujuan untuk mengetahui besar masalah KLB dan gambaran
epidemiologi KLB berdasarkan waktu kejadian, umur, status imunisasi penderita, wilayah
terjangkit maupun faktor risiko terjadinya KLB. Informasi ini akan dapat memberikan
arahan kepada program imunisasi dalam rangka penanggulangan atau pemutusan
transmisi secara lebih tepat

Setiap KLB Campak Dilakukan “Full Investigation “, yaitu :

a. Penyelidikan dari rumah ke rumah minimal satu kali


b. Mencatat kasus secara individu (individual record) menggunakan C1
c. Mengambil 5 specimen serum dan 3 spesimen urine

1. Tujuan Penyelidikan KLB


a). Tujuan Umum :
Mengetahui penyebab terjadinya KLB, luas wilayah terjangkit dan mencegah
penyebaran yang lebih luas.

21
b). Tujuan Khusus :
1) Mengetahui karakteristik epidemiologi KLB menurut umur, waktu, tempat
dan status imunisasi, status gizi serta risiko kematiannya.
2) Mengkaji pelaksanaan imunisasi yang meliputi, cakupan, rantai dingin
dan manajemen imunisasi.
3) Mengidentifikasi populasi dan desa risiko tinggi untuk mengevaluasi dan
merumuskan strategi program imunisasi.
4) Memperkirakan terjadinya KLB yang akan datang untuk segera diambil
tindakan.
5) Memastikan terlaksananya penyelidikan KLB sesuai pedoman yang
ditetapkan.
6) Mengidentifikasi dan merekomendasikan respon imunisasi.

2. Langkah-langkah Penyelidikan :
2.1. Konfirmasi awal KLB
2.2. Pelaporan Segera KLB
2.3. Persiapan penyelidikan
2.4. “Fully investigated”
2.4.1. Kunjungan rumah ke rumah
2.4.2. Individual record
2.4.3. Pengambilan specimen
2.5. Mengumpulkan Informasi Faktor Risiko
2.6. Tatalaksana kasus
2.7. Pengolahan dan Analisa data
2.8. Penulisan Laporan
2.9. Pelaporan
2.10. Umpan Balik dan rencana tindak lanjut

2.1 Konfirmasi Awal KLB


Petugas surveilans puskesmas atau penanggung jawab surveilans melakukan konfirmasi
awal untuk memastikan terjadinya KLB campak dengan cara :
 Review register Puskesmas untuk melihat jumlah kasus pada desa dugaan KLB
 Wawancara dengan petugas puskesmas lainnya dan beberapa pengunjung
puskesmas pada saat penyelidikan untuk mengetahui adanya kasus campak di
daerah tempat tinggal mereka

22
 Mengirimkan laporan W1/ telepon ke Dinkes Kabupaten/Kota apabila benar terjadi
KLB dalam waktu 1 x 24 jam

2.2 Pelaporan Segera KLB


Puskesmas : Apabila puskesmas telah mengidentifikasi adanya KLB campak sesuai
kriteria KLB Campak, maka dalam waktu 1 x 24 jam dilaporkan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan SMS atau telepon yang diikuti dengan laporan W1.
Selanjutnya laporan hasil penyelidikan KLB dikirim setelah selesai penyelidikan.
Kabupaten/Kota : Setelah adanya laporan KLB dari puskesmas, dalam waktu 1 x 24
jam kabupaten/kota menginformasikan ke Dinas Kesehatan Propinsi, dapat dilakukan
menggunakan SMS atau telepon yang diikuti laporan W1.
Propinsi : Setelah laporan KLB diterima di Propinsi, Dinas Kesehatan Propinsi
meneruskan laporan tersebut ke Ditjen PP&PL Depkes Cq Subdit Surveillans dengan cara
yang sama dalam waktu 1 x 24 jam.

2.3 Persiapan Penyelidikan


 Persiapan lapangan, menginformasikan adanya KLB campak kepada masyarakat,
tokoh masyarakat, lurah, RT,RW, dll
 Persiapan formulir penyelidikan ( form C 1 dan C2)
 Persiapan tim Kabupaten/Kota dan apabila diperlukan dapat mengikut sertakan
dokter ahli anak RS dan tim provinsi atau pusat
 Persiapan vitamin A, antibiotik dan antipiretik
 Persiapan pengambilan spesimen serum oleh puskesmas atau petugas
Kabupaten/Kota.

2.4 Fully Investigated (Pelacakan kasus secara lengkap)

2.4.1. Kunjungan Rumah ke Rumah


Tujuan :
Kunjungan rumah ke rumah bertujuan untuk mencari kasus tambahan, populasi teresiko
(population at risk) dan mereview status imunisasi campak pada populasi di daerah KLB.

Luas wilayah yang dikunjungi :


• Luas wilayah yang dikunjungi seluas perkiraan terjadinya transmisi berdasarkan
kajian epidemiologi.

23
• Jika KLB terjadi di sekolah, dan penderita berasal dari beberapa wilayah, maka
dilakukan kunjungan disekitar penderita tinggal sesuai perkiraan penyebaran kasus
secara epidemiologis.

Dalam epidemiologi, penentuan luas wilayah penyelidikan tergantung berbagai faktor


seperti : mobilitas, kepadatan penduduk, kondisi yang membatasi wilayah dll. Semua
rumah sesuai kriteria diatas harus dikunjungi walaupun tidak ada kasus campak, untuk
memastikan tidak ada kasus yang lolos dan untuk mendapatkan populasi berisiko
(population at risk). Pada saat kunjungan rumah, jelaskan kepada orang tua penderita
tentang maksud kedatangan , gejala, bahaya dan cara pencegahan campak (imunisasi).

2.4.2. Individual record menggunakan formulir C1


Catat semua keluarga yang ada di setiap rumah yang dikunjungi ke dalam formulir C1.
Tanyakan apakah ada anak yang menderita campak selama 1 bulan terakhir dengan
menyebutkan tanda-tanda campak dan catat juga nama semua anggota keluarga di
setiap rumah yang dikunjungi, umur dan status imunisasinya. Dimaksudkan untuk
mendapatkan populasi teresiko dan memprediksi status imunisasi populasi di daerah KLB
tersebut. Bila ada kasus tambahan, beri nomor Epid sesuai ketentuan.

2.4.3. Pengambilan Spesimen


Ambil 5 spesimen serum dan 3 spesimen urin penderita (Penjelasan tentang pengambilan
spesimen dibahas pada bagian Aspek Laboratorium Surveilans campak, butir VIII).

2.5 Mengumpulkan Informasi Faktor Risiko


Informasi faktor risiko dikumpulkan agar dapat diketahui penyebab terjadinya KLB
menggunakan formulir C2 yang meliputi :
• Cakupan imunisasi campak di tingkat puskesmas dan desa terjangkit selama 3 - 5
tahun terakhir.
• Informasi keterjangkauan ke pelayanan kesehatan
• Ketenagaan, ketersediaan vaksin dan penyimpanan vaksin
• Status gizi masyarakat secara umum, daerah kumuh atau padat atau daerah
pengungsi.

24
2.6 Tatalaksana Kasus
Tatalaksana kasus, lihat pada point C Penanggulangan KLB Campak.

2.7 Pengolahan dan Analisa Data


Setiap selesai melakukan penyelidikan KLB, dilakukan pengolahan dan analisa data untuk
mengambil kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut. (Penjelasan tentang pengolahan
data KLb dibahas pada bagian “ Pengolahan dan Analisa Data “, butir V).

2.8 Penulisan Laporan KLB


Setelah selesai melakukan penyelidikan KLB maka buat laporan tertulis tentang hasil
investigasi dan perkembangan KLB yang mencakup :
 Latar Belakang yang mencakup riwayat KLB dan gambaran umum daerah terserang
(Urban, rural, sarana pelayanan kesehatan, ketenagaan, status gizi masyarakat
secara umum).
 Metodologi
 Analisa kasus campak :
o Distribusi kasus menurut waktu (Time), Tempat (Place) dan orang (person).
o Kurva epidemi kasus, Mapping kasus, Grafik kasus menurut kelompok umur
dan status imunisasi
o Attack rate menurut kelompok umur
o Attack Rate perdesa
o Menghitung vaksin evikasi bila memungkinkan
 Analisa pelaksanaan program imunisasi (Manajemen, logistik, cakupan)
 Upaya yang sudah dilakukan seperti pengobatan, pemberian vitamin A, penyuluhan
maupun pemeriksaan laboratorium.
 Outbreak response bila ada
 Kesimpulan dan rekomendasi

25
2.9 Pelaporan KLB
a. Laporan segera

Puskesmas ============== Kabupaten


( SMS/Tlp. ) (1 x 24 Jam)

Kabupaten ============== Propinsi


(SMS/Tlp.) (1 x 24 Jam)

Propinsi ============== Subdit Surveilans


(SMS/Tlp. ) (1 x 24 Jam )

Catatan : Kemudian diikuti dengan laporan W-1

b. Laporan Akhir penyelidikan


Puskesmas :
• Tim investigasi puskesmas terus memantau perkembangan KLB sampai 2 kali masa
inkubasi atau rata-rata 1 bulan setelah kasus terakhir, jika tidak ada kasus baru,
maka KLB dinyatakan berakhir.
• Apabila ditemukan kasus baru maka diinformasikan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan catat dalam formulir C 1.
• Laporan hasil investigasi yaitu formulir C-1 dan C-2 segera dikirim ke
kabupaten/Kota setelah investigasi selesai dilaksanakan.

Kabupaten/Kota :
• Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota segera meneruskan formulir C1 dan C2 ke Dinas
Kesehatan propinsi dan mendiskusikan perkembangan KLB agar permasalahan KLB
campak dapat segera diketahui di tingkat provinsi maupun nasional.
• Setelah KLB dinyatakan berakhir yaitu setelah 1 bulan tidak ditemukan kasus baru,
maka data dari formulir C 1 direkap ke dalam formulir C KLB/K
• Buat laporan tertulis
• Kirim form C KLB/K dan laporan tertulis bersama laporan bulanan STP ke Propinsi.

Propinsi :
• Dinas Kesehatan Propinsi segera meneruskan laporan hasil investigasi (formulir C1
dan C2) ke Subdit Surveillans/Subdit Imunisasi dan mendiskusikan perkembangan
KLB
• Rekap data dari formulir C KLB/K ke dalam formulir C KLB/P.

26
• Kirim form C KLB/P dan laporan tertulis bersama laporan bulanan STP ke Subdit
Surveillans.

Puskesmas ============== Kabupaten


( C-1 & C-2 ) ( Segera )

Kabupaten ============== Propinsi


(C-1 & C-2)  (Segera/fax)
( C KLB/K )  (Tanggal 10)

Propinsi ============== Subdit Surveilans


( C-1 & C-2)  (Segera/fax)
( C KLB/P )  (Tanggal 15)

2.10 Diseminasi informasi hasil penyelidikan KLB


Petugas Kabupaten/kota mendiskusikan hasil penyelidikan dengan pimpinan puskesmas,
pengelola program imunisasi puskesmas dan Kasubdin P2, Kasi imunisasi dan Surveilans
Kabupaten/Kota/Propinsi untuk tindak lanjut. Laporaran juga sebaiknya disampaikan
kepada pemerintah daerah (Bupati/Walikota) untuk mendapatkan dukungan perbaikan
program.

C. Penanggulangan KLB campak

Penanggulangan KLB campak didasarkan analisis dan rekomendasi hasil penyelidikan KLB
, dilakukan sesegera mungkin untuk meminimalisasi jumlah penderita.

1. Tujuan Penanggulangan KLB Campak.


a. Menurunkan frekuensi kasus dengan cara mempercepat pemutusan rantai
penularan
b. Mencegah komplikasi dan kematian
c. Mencegah penularan KLB ke wilayah lain
d. Memperpendek periode KLB

2. Langkah-langkah penanggulangan :
a. Tata laksana kasus
b. Imunisasi
c. Penyuluhan

27
a. Tata laksana kasus
Tatalaksana kasus di lapangan dilakukan oleh tim investigasi yang meliputi :
 Pengobatan simptomatis penderita yang tidak komplikasi
 Pemberian vitamin A dosis tinggi sesuai usia
 Pengobatan Komplikasi di puskesmas (antibiotik )
 Apabila keadaan penderita cukup berat, segera rujuk ke RS

Pengobatan Penderita tanpa komplikasi :


Bagi penderita yang tidak ada komplikasi maka beri pengobatan simptomatik seperti
antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh penderita, minta orang tua untuk merawat
anaknya di rumah dan terus menyusui bagi bayi yang masih mendapatkan ASI serta
memberikan makanan cukup gizi dan memberi minum air putih.

Pengobatan penderita dengan komplikasi :


Antibiotika hanya diberikan kepada penderita dengan komplikasi yang disesuikan dengan
jenis komplikasi.

Pemberian vitamin A :
Vitamin A dosis tinggi diberikan pada penderita usia 6 – 5 tahun dengan ketentuan
sebagai berikut:

Umur Dosis Segera Dosis hari ke 2


Penderita 0 - 6 bl * 50.000 IU 50.000 IU
6 - 11 bl 100.000 IU 100.000 IU
12 - 59 bl 200.000 IU 200.000 IU

(*) : Bagi bayi yang tidak mendapat ASI

Bila ada komplikasi pada mata, maka berikan vitamin A dosis ketiga, 2 minggu kemudian,
sesuai dosis diatas.

Pada penderita campak, diberikan sebanyak 2 kapsul yaitu kapsul pertama diberikan saat
penderita ditemukan, kapsul kedua diberikan keesokan harinya sesuai umur penderita:
Bagi penderita campak yang berumur < 6 bulan yang mendapatkan ASI, tidak perlu
diberikan vitamin A, karena kebutuhan vitamin A sudah terpenuhi melalui ASI (air susu

28
ibu). Sehingga ibu nifas (1- 42 hari setelah melahirkan) perlu diberikan kapsul vitamin A
dosis tinggi melalui program.

Merujuk Penderita : Penderita harus segera dirujuk apabila menunjukkan gejala :


• Kondisi secara umum memburuk,
• Nafas cepat atau susah bernafas
• Diare berat yang menunjukkan gejala dehidrasi, tidak mau minum
• Nadi cepat, mulut merah, semua makanan dimuntahkan.
• Penderita kejang
• Mata nyeri dan kabur atau perubahan penglihatan

b. Imunisasi :
Respon imunisasi pada KLB campak dilakukan berdasarkan kajian cakupan imunisasi
maupun faktor lain yang mempengaruhi terjadinya kasus campak. Dalam
pelaksanaannya terdapat dua strategi yaitu :

Imunisasi selektif :
Imunisasi selektif dilakukan pada daerah dengan risiko sedang, yaitu bila cakupan
imunisasi >90% atau jumlah balita rentan belum mendekati jumlah kohort bayi satu
tahun, maka :
 Dilakukan imunisasi campak kepada seluruh anak usia 6 bl – 59 bln yang tidak
mempunyai riwayat imunisasi campak (lisan maupun berdasarkan kartu/catatan)
yang berkunjung ke puskesmas maupun posyandu hingga 1 bulan dari kasus
terakhir.
 Meningkatkan cakupan imunisasi rutin di desa terjangkit dan sekitarnya, upayakan
semua anak sudah diimunisasi.

Selanjutnya lakukan evaluasi, apabila KLB berlanjut, konsultasikan dengan Subdit


Surveillans/Imunisasi Pusat/Propinsi, untuk mempertimbangkan pelaksanaan imunisasi
massal di wilayah KLB dan desa sekitarnya yang mempunyai hubungan epidemiologi.
(desa yang terserang) upayakan cakupan 100%.

Pemberian imunisasi campak masal :


Imunisasi masal dilakukan di daerah risiko tinggi, yaitu dengan mempertimbangkan hal-
hal sebagai berikut :

29
 Daerah dimana cakupan imunisasi rendah (< 80%) atau jumlah Balita rentan telah
mendekati jumlah kohort bayi satu tahun
 Mobilitas penduduk tinggi
 Daerah rawan gizi
 Daerah pengungsi maupun daerah padat dan kumuh.
Pada keadaan ini dilakukan imunisasi campak secara masal kepada seluruh anak pada
golongan umur tertentu tanpa melihat status imunisasi anak tersebut. Golongan umur
dan luas wilayah yang menjadi sasaran sesuai dengan hasil kajian epidemiologi.

Pelaksanaan imunisasi masal ini harus dilaksanakan sesegera mungkin, sebaiknya pada
saat daerah tersebut diperkirakan belum terjadi penularan secara luas. Selanjutnya
cakupan imunisasi rutin tetap dipertahankan tinggi dan merata.

c. Penyuluhan:
1) Masyarakat diingatkan akan bahaya penyakit campak dan pentingnya
imunisasi dan makanan cukup gizi.
2) Segera membawa anaknya ke fasilitas kesehatan bila ada gejala panas.
4) Mencegah kematian dan komplikasi dengan pemberian vitamin A

30
VI. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

Kegiatan surveilans bertujuan untuk mempelajari gambaran epidemiologi dari kasus


campak , sehingga dapat menjawab pertanyaan Who, Where, When, Why dan How. Bila
pertanyaan tersebut tidak bisa dijawab oleh data surveilans, maka fungsi surveilans telah
gagal dalam memberikan informasi tentang adanya suatu masalah kesehatan. Apabila
masalah tidak dapat diketahui dengan jelas, maka upaya yang dilakukan dalam mengatasi
masalah kesehatan tidak terarah dan terkendali, hal ini sama halnya dengan menembak
dalam kegelapan.
Oleh sebab itu dalam melakukan analisa data harus bisa menjawab pertanyaan tersebut
dengan memperhatikan beberapa komponen berikut :

Who (Person):
Orang yang terserang dapat didasarkan kepada kelompok umur, jenis kelamin, status
imunisasi, atau status gizi penderita campak

Where (Place):
Tempat kejadian, bisa digambarkan berdasarkan RW, Desa, Kecamatan atau
Kabupaten/Kota, kondisi wilayah (urban, rural)

When (Time):
Waktu kejadian penyakit yang bisa ditetapkan berdasarkan minggu, bulan atau tahun.

Why (Kenapa):
Mengapa KLB atau terjadi peningkatan kasus, hal ini lebih mengarah pada analisis faktor
risiko seperti masalah program imunisasi, keterjangkauan fasilitas kesehatan oleh
masyarakat, status gizi, dll.

How (Bagaimana):
Apabila masalah sudah dapat diketahui, maka tindakan selanjutnya adalah merumuskan
upaya penanggulangan dalam mengatasi masalah tersebut yang akan direkomendasikan
kepada program imunisasi.

31
A. Pengolahan dan Analisis Data Rutin
Pengolahan dan analisa data dilakukan di setiap tingkat, mulai Puskesmas,
Kabupaten/Kota, Propinsi maupun Nasional.

Contoh Analisis data Menurut waktu (Time)

Gambar diatas dapat membantu mengetahui waktu kejadian, kecendrungan,


puncak/peningkatan kasus, pola musiman (seasonal pattern) dan periode tahunan (siklus).
Pada saat KLB sebaiknya digambarkan kurva epidemik mingguan, hal ini akan membantu
mengetahui puncak kejadian, lama KLB, waktu terpapar dan dampak dari upaya
pengendalian KLB.

Contoh Analisis data Menurut Tempat (Place) menggunakan Spot map

32
Dengan Spot map seperti gambar diatas akan dapat diketahui adanya pengelompokan
kasus (clustering). Dengan menggambarkan spot map atau area map ditingkat yang paling
kecil seperti mapping kasus berdasarkan desa, akan lebih membantu dalam perencanaan
pelaksanaan imunisasi. Area map lebih bermanfaat untuk menentukan daerah yang
menjadi prioritas, dengan membandingkan besar masalah antara satu wilayah dengan
wilayah lainnya , sebaiknya menggunakan angka insiden. Dalam analisis harus dihubungkan
dengan faktor risiko lainnya seperti cakupan imunisasi atau jumlah akumulasi populasi
rentan selama 5 tahun terakhir, kepadatan penduduk atau status gizi masyarakat secara
umum.

Dalam pembuatan spotmap atau area map, diupayakan dapat menggambarkan wilayah
pelayanan yang lebih kecil, seperti distribusi kasus perdesa, atau per kecamatan, tergantung
kebutuhan analisis atau di tingkat mana analisis dilakukan.

Contoh Analisis data Menurut Tempat (Place) menggunakan Area map

Contoh Analisis data berdasarkan Orang (Person)


Distribusi kasus campak menurut kelompok umur atau status imunisasi dapat digambarkan
dalam bentuk grafik batang maupun pie diagram. Keuntungan menggunakan grafik batang
adalah dapat diketahui kecendrungan kasus dari tahun ke tahun berdasarkan kelompok
umur, pergeseran kelompok umur dan kelompok umur yang paling tinggi terserang campak.
Sedangkan pie diagram hanya dapat mengetahui kelompok umur yang paling tinggi

33
terserang campak dan ini biasanya digunakan pada analisis data KLB. Hal serupa juga
dapat digunakan untuk menggambarkan distribusi campak berdasarkan status imunisasi.

Contoh pengolahan data campak dengan menggunakan grafik batang

Contoh pengolahan kasus campak menggunakan pie diagram

Distribusi kasus campak berdasarkan


kelompok umur maupun cakupan
imunisasi yang digambarkan dengan Pie
diagram seperti gambar berikut :

34
B. Pengolahan dan Analisa Data KLB

Analisis data KLB hampir sama dengan analisis data rutin, prinsip time, place dan person
yang akan menjawab pertanyaan siapa, kapan, dimana, mengapa dan bagaimana suatu
kejadian KLB akan dapat memberikan masukan kepada program imunisasi. Oleh sebab itu
tidak boleh ada dari komponen diatas yang tidak bisa dijawab agar hasil investigasi secara
tepat dapat mengarahkan program dalam upaya penanggulangan.

Oleh sebab itu penyajian data dalam bentuk table, grafik dan spotmap akan membantu
analisis yang akan dilakukan.

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan rekapitulasi data dari format C1
dan C2 kedalam master table seperti table 1 berikut selanjutnya menghitung attack rate
dan vaksin efikasi.

 Contoh rekapitulasi data hasil penyelidika dapat dilihat pada tabel 1 berikut :

Tabel Rekapitulasi data hasil penyelidikan KLB

 Buat spotmap, kurva epidemik dan pie diagram kasus menurut golongan umur dan
status imunisasi seperti gambar berikut.

35
Contoh analisis data KLB
Berikut adalah analisis data KLB berupa kurva epidemik, spotmap kasus, pie diagram kasus
menurut kelompok umur dan status imunisasi. Kurva epidemik sebaiknya digambarkan
dengan grafik batang.

 Selanjutnya lakukan analisis kesimpulan tentang faktor risiko terjadinya KLB dan
rekomendasi tindak lanjut.

Contoh rekomendasi : Dari gambar diatas, desa yag terjangkit adalah desa A, terhadap
desa A dilakukan penanggulangan KLB (tatalaksana kasus dan respon imunisasi sesuai
dengan cakupan campak di daerah tersebut). Sedangkan Desa B (merah) adalah desa
yang jumlah suceptibel cohort (populasi rentan) selama 5 th terakhir mendekati jumlah
sasaran (satu kohort kelahiran), desa ini berpotensi untuk terjadi KLB (high risk), maka perlu
dilakukan imunisasi massal.
Desa D dan G (kuning) dengan daerah risiko sedang, perlu dilakukan imunisasi selektif
Desa E, F dan C (hijau), desa dengan risiko rendah, cakupan imunisasi campak
dipertahankan tinggi dan merata.

36
Attack Rate (AR) :
Attack rate merupakan insiden Rate, biasanya dinyatakan dalam persen, digunakan pada
populasi terpapar terhadap campak pada periode waktu terbatas. Attack Rate
menggambarkan jml kasus campak di populasi terpapar dan luasnya epidemik.
Cara perhitungan :

Attack Rate (AR) :

Attack Rate = Jumlah kasus campak X 100%


Jumlah populasi at risk

Age Spesific Attack Rate (AR) :

Attack Rate = Jumlah kasus campak pada kelompok umur X X 100%


Jumlah populasi at risk (kelompok umur X tersebut)

Denominator yang dipakai yaitu populasi kelompok umur sesuai kelompok umur kasus.

Case - Fatality Rate (CFR) :

Jumlah kasus campak meninggal


CFR = Jumlah kasus campak X 100%

Data yang didapat dari penyelidikan epidemiologi memberikan informasi tentang


efikasi vaksin yang dihitung dengan cara sebagai berikut :

AR Tak Imunisasi – AR Imunisasi


Efikasi Vaksin = AR Tak Imunisasi X 100%

Semakin kecil proporsi kasus pada anak yang divaksinasi , semakin tinggi vaksin
efikasinya.

37
Pemantauan Populasi Rentan
Populasi rentan ( susceptible ) atau tak terlindungi imunisasi campak dapat dihitung secara
sederhana dengan rumus :

Penghitungan populasi rentan( susceptible ) :

Populasi rentan = (A – B) + (15% x B)

Populasi Rentan = Jumlah populasi rentan campak pada tahun (Y)


A = Jumlah populasi bayi di desa x pada tahun (Y)
B = Jumlah bayi yang diimunisasi di desa x pada tahun (Y)

Populasi Balita rentan didapat dengan menghitung populasi rentan setiap tahun selama 5
tahun terakhir, kemudian dijumlahkan hasil perhitungan selama 5 tahun tersebut, sehingga
didapat jumlah balita rentan.

Perkiraan Balita Rentan di Puskesmas X,


Kabupaten Y, Tahun 2003 – 2007
Tahun Jml Cakupan Jml Tak 15 % Tak Pop
Sasaran Imunisasi Imunisasi Terbentuk Balita
Campak Imunitas Rentan
(1) (2) (3) (4) (5)
1-(2 x 1) (1 – 3) x 15% (3 + 4)
2003 2500 75 % 625 281 906
2004 2525 80 % 631 284 915
2005 2545 80 % 509 305 814
2006 2575 85 % 386 328 714
2007 2650 75 % 662 497 1159
Jumlah Balita 2813 1695 4508
Rentan

Catatan : Apabila jumlah akumulasi populasi rentan telah mendekati jumlah kohort
kelahiran satu tahun, maka wilayah tersebut merupakan daerah risiko tinggi.

38
Bagan Perhitungan Populasi yang Terbentuk Kekebalan Campak Berdasarkan
Cakupan Imunisasi

Pada bagan diatas dapat dilihat, bahwa dengan cakupan imunisasi 80% maka tingkat
kekebalan pada masyarakat hanya akan terbentuk sebesar 68%.

39
VII. PEMBERIAN NOMOR EPID
KASUS INDIVIDU DAN KLB

A. Pemberian Nomor Epid Kasus Individu di Puskesmas

Setiap kasus campak diberi nomer Epid di tingkat puskesmas, caranya sama dengan cara
penomoran kasus AFP, tetapi ditambah dengan nomor urut puskesmas. Pemberian nomor
Epid berurutan selama 1 tahun, dan pada tahun berikutnya penomoran dimulai
kembali dari nomor satu.
Cara penulisan nomor Epid sbb :
 Digit 1 dan 2 kode provinsi
 Digit 3 dan 4 kode kabupaten / kota
 Digit 5,6 dan 7 kode puskesmas di kabupaten/kota tersebut
 Digit 8 dan 9 kode tahun
 Digit 10,11, dan 12 kode kasus yang dimulai dengan 001
Contoh:
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, kota Banda Aceh, puskesmas X dilaporkan kasus
pertama campak tahun 2012 maka penomoran Epidnya adalah sbb : 010200112001

B. Pemberian Nomor Epid Kasus Individu di Rumah Sakit

Nomor EPID kasus campak yang dilaporkan rumah sakit diberikan oleh Kabupaten :
 Kabupaten menginformasikan ke puskesmas setiap kasus campak yang
dilaporkan oleh RS untuk dilakukan pencarian kasus tambahan serta meminta
nomor EPID penderita, atau
 Kabupaten dapat memberikan nomor EPID kasus setiap bulan sekali yaitu setelah
kabupaten menerima laporan C1 dari puskesmas dan menambahkan kasus
campak di formulir C1 puskesmas mengurut nomor EPID yang sudah ada dan
selanjutnya menginformasikan ke puskesmas bersangkutan.

40
C. Pemberian Nomor Epid Kasus KLB Campak

Setiap KLB campak diberi nomor epid di tingkat puskesmas, caranya adalah dengan
menambahkan huruf K dan nomor urut KLB dibelakang nomor Epid setiap kasus campak
pada KLB tersebut. Pemberian nomor Epid berurutan selama 1 tahun, dan pada tahun
berikutnya penomoran dimulai kembali dari nomor satu.
Contoh :Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, kota Banda Aceh, puskesmas X dilaporkan KLB
pertama campak tahun 2012 maka penomoran Epidnya adalah sbb:
Kasus 1 : 010200112001/K1
Kasus 2 : 010200112002/K1
Kasus 3 : 010200112003/K1
Kasus 4 : 010200112004/K1
Kasus 5 : 010200112005/K1
dan seterusnya.

Bila KLB terjadi diperbatasan dua wilayah puskesmas atau lebih, nomor KLB ditentukan oleh
puskesmas dimana kasus indeks berada. Penyelidikan dan penanggulangan dilakukan secara
bersama-sama oleh puskesmas terjangkit.

41
VIII. LABORATORIUM SURVEILANS CAMPAK

Karena gejala klinisnya yang sering menyerupai penyakit infeksi virus lainnya, maka untuk
menegakkan diagnosa pasti dari suatu kasus tersangka campak adalah melalui pemeriksaan
laboratorium.

A. Peranan dan Fungsi Laboratorium

1. Monitoring dan pengujian transmisi virus campak


2. Konfirmasi suatu outbreak campak
3. Konfirmasi suatu kasus campak
4. Identifikasi strain dari virus ataupun karakter genetiknya.
5. Monitoring profil dari populasi yang rentan
 Melihat distribusi umur yang memerlukan imunisasi
 Evaluasi dari imunisasi masal

B. Pemeriksaan Laboratorium Untuk Diagnosa Campak

Pemeriksaan Serologi bertujuan untuk membantu menegakkan diagnosa dengan mendeteksi


adanya antibody spesifik dari virus campak. Antibody tersebut akan terbentuk optimal dalam
waktu 4 - 28 hari timbulnya rash.
Pemeriksaan isolasi bertujuan untuk identifikasi virus campak dan pemeriksaan genotype
ataupun epidemiologi molecular (tetapi bukan untuk diagnosa), jumlah virus campak optimal
dalam urin penderita pada hari 1 – 5 hari timbulnya rash.

C. Pemeriksaan Laboratorium Campak di Indonesia

1. Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk membantu menegakkan diagnosa dengan mendeteksi
adanya antibody spesifik dari virus campak. Infeksi campak didiagnosa melalui pemeriksaan
serologis dengan cara deteksi antibody IgM spesifik campak. Antibody tersebut akan
terbentuk optimal dalam waktu 4 - 28 hari timbulnya rash. Pada 72 jam pertama rash,
sekitar 30 % sampel hasilnya akan menghasilkan negative palsu (fals negative). Oleh sebab

42
itu penting untuk mencantumkan tanggal mulainya rash, dan tanggal pengambilan spesimen
darah untuk interpretasi hasil. IgM ini juga meningkat setelah 8 hari – 6 minggu imunisasi,
tetapi akan lebih cepat menurun bila dibandingkan dengan penurunan kadar IgM campak
pada penderita campak. Sehingga juga diperlukan adanya riwayat imunisasi untuk
melakukan interpretasi hasil pemeriksaan.

Untuk konfirmasi KLB, satu sample serum setiap kasus diambil pada saat kontak pertama
dalam waktu 28 hari setelah rash dengan pertimbangan spesimen adekuat. Setiap KLB
tersangka campak, diambil 5 spesimen serum untuk konfirmasi laboratorium.

2. Isolasi Virus.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk identifikasi virus campak dan pemeriksaan genotype
ataupun epidemiologi molecular (tetapi bukan untuk diagnosa), jumlah virus campak optimal
dalam urin penderita pada hari 1 – 5 hari timbulnya rash.
Virus campak dapat diisolasi dari spesimen urin, nasopharyngeal, hapus tenggorok dan
limfosit darah tepi.
a. Spesimen Urin
Mudah cara pengambilannya tetapi mudah terkontaminasi namun tidak dapat
untuk isolasi rubella.
b. Aspirasi Nasopharyngeal & Hapus tenggorok
Cocok untuk isolasi campak maupun rubella, memerlukan tenaga medis terlatih
untuk mengambilnya dan peralatan khusus untuk proses pengambilan spesimen.
c. Darah/Lymphocytes
Tidak cocok untuk rubella, mempunyai teknik pemeriksaan yang lebih sulit.

D. Pengambilan, Penyimpanan, dan Pengiriman Sampel


Laboratorium Campak

1. Spesimen (serum/darah) untuk pemeriksaan serologi


a) Siapkan label identitas pasien lekatkan pada syringe atau tabung vacutainer dan
tabung serum
b) Darah diambil 3-5 ml dengan menggunakan syringe atau vacutainer lalu di
centrifuge 3000 rpm selama 10 menit.

43
c) Bila tidak ada centrifuge, diamkan selama 30 menit – 1 jam sampai serum
terpisah
d) Serum diambil dengan menggunakan pipet steril, masukkan ke dalam tabung
serum.
e) Selanjutnya tabung serum dimasukkan dalam plastik, yang telah diberi tissue /
kertas yang bisa menyerap, ikat yang rapat / selotip lalu masukkan dalam
wadah primer (box plastik)
 Masukkan wadah primer kedalam spec. carrier dan diberi ice pack 3 - 4 buah,
tata sedemikian rupa sehingga tidak pecah saat terjadi goncangan

Catatan:
1) Darah dapat disimpan dulu pada 2-8C 24 jam sebelum dipisahkan serumnya
2) Darah tidak boleh dibekukan dalam freezer.
3) Spesimen harus dikirim dengan es (2-8C) dengan maksimum lama pengiriman 48 jam
4) Spesimen boleh disimpan dalam lemari es (bukan freezer) maksimal 7 hari sebelum
diperiksa laboratorium
5) Isi formulir C KLB data pasien disertai surat pengantar dan dikirimkan ke Laboratorium
Campak Nasional.
6) Tiga tanggal yang penting;
 Tanggal imunisasi campak terakhir
 Tanggal timbulnya rash (kemerahan)
 Tanggal pengambilan sampel

2. Spesimen urin untuk isolasi campak


Pada daerah yang belum diketahui Genotype virus campak, maka perlu diambil
spesimen urin.
Tatalaksana spesimen :
a) Diperlukan 10-50 ml dari urin untuk setiap kasus.
b) Saat yang optimal pengambilan sampel adalah hari pertama sampai hari ke lima
timbulnya rash
c) Urine ditampung pada wadah yang steril/bersih
d) Secepatnya pot ditutup rapat lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diikat
kuat

44
e) Masukkan ke dalam spesimen carrier yang telah diberi 3 – 4 buah ice pack beku,
diatur sedemikian rupa sehingga tidak pecah saat terjadi goncangan saat
pengiriman.

E. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Laboratorium :

1. KLB Campak : Minimal dua positif IgM campak


2. KLB Rubela : Minimal dua positif IgM rubella
3. KLB Mix : Minimal satu positif IgM rubela dan satu positif IgM campak

F. Pemberian Nomor Spesimen Laboratorium Campak

Setiap spesimen kasus campak berupa darah, urin, maupun usapan tenggorok, setiba di
laboratorium campak nasional, diberi nomor laboratorium yang juga khas untuk setiap
spesimen. Pemberian nomor ini dilakukan oleh laboratorium campak nasional pemeriksa
spesimen.
Tata cara pemberian nomor spesimen oleh laboratorium adalah sebagai berikut:
1. Spesimen darah untuk pemeriksaan serologi: I / TT / NNN / SR
I : Inisial laboratorium pemeriksa spesimen (B:Bandung, J: Jakarta, S:
Surabaya, Y: Yogyakarta).
TT : Tahun penerimaan spesimen.
NNN : No urut spesimen pada jenis pemeriksaan serologi.
SR : Pemeriksaan serologi.
2. Spesimen urin untuk pemeriksaan isolasi virus: I / TT / NNN / UI
I : Inisial laboratorium pemeriksa spesimen (B: Bandung, J: Jakarta, S:
Surabaya, Y: Yogyakarta).
TT : Tahun penerimaan spesimen.
NNN : No urut spesimen pada jenis pemeriksaan isolasi virus untuk spesimen urin.
UI : Pemeriksaan isolasi virus dengan spesimen urin.
3. Spesimen throat swab untuk pemeriksaan isolasi virus: I / TT / NNN / TI
I : Inisial laboratorium pemeriksa spesimen (B:Bandung, J: Jakarta, S:
Surabaya, Y: Yogyakarta).
TT : Tahun penerimaan spesimen.
NNN : No urut spesimen pada jenis pemeriksaan isolasi virus untuk spesimen
throat swab.
TI : Pemeriksaan isolasi virus dengan spesimen throat swab

45
G. Laboratorium Nasional dan Wilayah Pelayanan Pemeriksaan
Spesimen Campak

Laboratorium Propinsi yang dilayani


PT. Biofarma Bandung  Jawa Barat

Jl. Pasteur 28
Bandung 40161
Telp.: +62 22 233755 – 57, 2037430
Fax: +62 22 204136, 2037430

Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis  DKI Jakarta


dan Farmasi, Badan Litbangkes,
 Banten
Depkes RI  Seluruh propinsi di Pulau Sumatera
 Seluruh propinsi di Pulau Kalimantan
Jl. Percetakan Negara 29
Jakarta 10560
Telp.: +62 21 4259860
+62 21 4261088 pesawat 301
Fax: +62 21 4245386

Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK)  Jawa Timur


Surabaya  Bali
 NTB
Jl. Karangmenjangan  NTT
Surabaya  Papua
 Irian Jaya Barat
Telp.: + 62 31 5020388, 5341451  Maluku Utara
Fax: + 62 31 5020388  Maluku
 Seluruh propinsi di Pulau Sulawesi

Balai Laboratorium Kesehatan (BLK)  Jawa Tengah

Yogyakarta  Yogyakarta

Jl. Ngadinegaran MJ III/62, Yogyakarta


Telp.: +62 274 378187
Fax: +62 274 381582

46
IX. MONITORING DAN EVALUASI

Untuk memantau jalannya pelaksanaan program, maka perlu dilakukan kegiatan monitoring
dan evaluasi yang meliputi :

1. Analisa pencapaian kinerja surveilans campak, untuk mengevaluasi pelaksanaan


surveilans campak, lakukan analisa terhadap pencapaian masing-masing indikator
kinerja surveilans campak dan analisa terhadap data campak. Hasil kajian dapat
mengarahkan pengelola surveilans untuk mengidentifikasi permasalahan dan
menentukan alternatif solusinya. Hasil analisa diumpan balikkan kepada pengelola
program surveilans dan program imunisasi.

2. Pertemuan Review atau pertemuan validasi data, dalam pelaksanaan pertemuan


review di tingkat kabupaten/kota maupun di tingkat propinsi dapat dibahas tentang :
a. Pencapaian kinerja surveilans Campak
b. Analisa kasus campak
c. Permasalahan dan upaya pemecahannya.

3. Bimbingan teknis dilakukan ke setiap tingkat kabupaten/kota, puskesmas dan rumah


sakit. Dalam melakukan bimbingan teknis agar menggunakan Ceck list supervisi
sesuai lampiran 10. Hasil bimbingan teknis diumpan balikkan kepada pimpinan
maupun pengelola surveilans.

47
X. INDIKATOR KINERJA SURVEILANS CAMPAK

Indikator Minimun Target


(%)
A. RUTIN

Rate kasus bukan campak secara nasional  2/100.000


populasi
Persentase Kabupaten melaporkan rate kasus bukan  80 %
campak  2/100.000 populasi
Kelengkapan Laporan Puskesmas (C-1)  90%
Ketepatan Laporan Puskesmas (C1)  80%
Kelengkapan Laporan Surveilans Aktif Rumah Sakit  90%
Spesimen adekuat untuk pemeriksaan IgM  80%
Spesimen adekuat untuk pemeriksaan virology  80%

B. KLB
Kelengkapan Laporan C-KLB  90%
KLB Dilakukan “Fully Investigated” 100%

48
Kontributor :

dr. Andi Muhadir, MPH


Dr. Hari Santoso, SKM, M.Epid.
Niprida Mardin, SKM, M.Kes
dr. Sidik Utoro, MPH
dr. Rusipah, M.Kes
dr. Ratna, M.Epid
dr. Juzi Deliana, M.Kes
dr. Novita Indriani
Ubaidillah, Ssi

49

Anda mungkin juga menyukai