Abstract
Drug abuse is one of the most dangerous social phenomenon in the modern era and
unfortunately, the youth are the most vurnerable group for this kind of substance abuse.
Despite it’s hazardous nature, drug abuse are still known to be one of the most prevalent
attributes among young people, warranting efforts to increase awereness about it’s harmful
and negative effects. One of them is social anxiety in the context of psychological problem.
This study was conducted to assess the relationship between self-confidence and social anxiety
among drug abuser. Purposive sampling technique was used on rehabilitated drugs addict in
Parmadi Siwi, Jakarta as partisipants of this research. Two instruments have been develoved
for the study. One is a questionnaire comprising of item for social anxiety and the other is
scale for self-confidence. Results of the study lead to conclusion that there was a statistically
significant and negative relationship between self-confidence and social anxiety among young
drug addict.
Keywords: self-confidence, social anxiety, drug abuse.
Abstrak
Penyalahgunaan NAPZA merupakan salah satu fenomena sosial yang paling berbahaya pada
era modern dan sayangnya, generasi muda adalah kelompok yang paling rentan terhadap
jenis penyalahgunaan obat ini. Meskipun sifatnya berbahaya, penyalahgunaan obat tetap
saja dikenal sebagai salah satu atribut yang lazim didapati di antara generasi muda, yang
mengharuskan adanya upaya untuk meningkatkan kesiagaan tentang efek-efeknya yang
berbahaya dan negative. Salah satu di antaranya adalah kecemasan sosial dalam konteks
masalah psikologis. Studi ini dilakukan untuk menilai hubungan antara kepercayaan diri
dengan kecemasan sosial di antara para pengguna NAPZA. Teknik sampel purposive digunakan
pada pengguna NAPZA yang direhabilitasi di Balai Kasih Sayang ParmaSiwi, Jakarta sebagai
partisipan dalam penelitian ini. Terdapat dua instrumen yang dikembangkan untuk studi ini.
Satu adalah daftar-daftar pertanyaan yang menyangkut tentang kecemasan sosial, dan lainnya
lagi adalah skala kepercayaan diri. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan dan negatif secara statistik antara kepercayaan diri dan kecemasan sosial di
antara para pecandu NAPZA dari golongan generasi muda.
Kata-kata kunci: kepercayaan diri, kecemasan sosial, penyalahgunaan NAPZA.
*
Drs. Togiaratua Nainggolan, M.Si, Peneliti Muda pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraa n Sosial,
Kementerian Sosial RI.
161
Sosiokonsepsia, Vol. 16 No. 02, Tahun 2011
162
Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Kecemasan Sosial Pada Pengguna Napza Togiaratua Nainggolan
normal sebagai tanda atau isyarat untuk dapat sebelumnya telah berprasangka dan
lebih waspada bahwa ada suatu bahaya yang berpandangan negatif pada orang lain atau
mengancam. lingkungan sekitarnya, terutama jika sedang
berada dalam keadaan yang tidak nyaman,
Kecemasan sosial merupakan salah satu
keadaan yang membuatnya merasa malu, dan
bentuk dari kecemasan. American Psychiatric
sebagainya.
Association (dalam Edelmann,1992) juga
mengatakan “bahwa kecemasan sosial Secara sosial individu-individu yang cemas
merupakan gangguan yang terus menerus, rasa cenderung memperlihatkan beberapa ciri atau
khawatir yang tidak rasional, dan keinginan yang karakteristik (dalam Leary & Dobbins, 1983)
memaksa untuk menghindari situasi dimana sebagai berikut,
individu dapat menunjukkan dirinya yang
a. Cenderung mengurangi keterlibatan dirinya
memungkinkan orang lain dapat
dalam situasi pertemuan dengan lingkungan
memperhatikannya”.
sosial.
Brecht (2000) menjelaskan bahwa b. Cenderung menarik diri dari lingkungan
kecemasan sosial merupakan rasa takut dan sosial ketika merasa dirinya tidak nyaman.
khawatir yang berlebihan jika berada bersama
c. Cenderung menghindari situasi sosial yang
dengan orang lain dan merasa cemas pada
diperkirakan dapat menimbulkan
situasi sosial karena kekhawatir akan
kecemasan bagi dirinya.
mendapat penilaian atau bahkan evaluasi dari
orang lain, tetapi akan merasa baik ketika Pendapat senada dikemukakan oleh
sedang sendirian. Maleshko & Alden (1993) bahwa individu yang
mengalami kecemasan sosial memiliki
Pendapat di atas berarti bahwa individu ini karakteristik sebagai berikut,
cenderung menutup diri dan pada umumnya
disertai dengan perilaku menghindar karena a. Cenderung mengalami kesulitan dalam
tidak tahan terhadap kritikan yang mungkin menjalin hubungan persahabatan dengan
akan diterimanya. Hal tersebut sering dikaitkan individu lain.
dengan ketakutan yang berlebihan bahwa orang b. Sulit untuk berkomunikasi dengan individu
lain akan mengadilinya. Pendapat yang sama lain.
juga diungkapkan oleh Midwest Center (2000) c. Cenderung lebih menutup diri terhadap
bahwa, “Gangguan kecemasan sosial ini lingkungan sosial.
merupakan suatu karakter dari kekhawatiran
Senada dengan Jones dan Carpenter,
yang terlalu berlebihan karena adanya
Brecht (2000) menjelaskan beberapa ciri
perhatian dari orang lain, atau rasa khawatir
(karakteristik) individu yang cemas secara
yang berkepanjangan terhadap adanya
sosial, yaitu,
penghinaan dan keadaan yang membuatnya
malu pada situasi sosial”. a. Cenderung lebih menutup diri
Pengertian yang lebih luas diberikan oleh b. Tidak tahan terhadap kritikan dari individu
Richards (2000) bahwa “sosial anxiety as lain yang mungkin akan diterimanya
discomfort in the presence of other”. c. Mengalami ketakutan yang berlebihan
Kecemasan sosial merupakan suatu perasaan bahwa orang lain akan mengadilinya.
mendapat penilaian tidak menyenangkan dari American Psychiatric Association
orang lain. Artinya bahwa individu yang (dalam British Medical Journal, 2003)
mengalami gangguan kecemasan takut dan mengatakan bahwa individu yang mengalami
khawatir secara berlebihan terhadap situasi kecemasan sosial seringkali menghindari untuk
sosial dan berinteraksi dengan orang lain karena ikut serta dalam kegiatan sosial dan situasi
163
Sosiokonsepsia, Vol. 16 No. 02, Tahun 2011
sosial, seperti berbicara di depan umum, besar atau kecil, gangguan kulit, berkeringat,
perkumpulan sosial, dan rapat. mulut kering, gagap, berhenti berbicara dan
terjadi perubahan suara.
Dayakisni dan Hudaniah (2003) yang
menjelaskan beberapa karakteristik individu Hal senada dijelaskan oleh Kaplan &
yang mengalami cemas secara sosial, yaitu, Sadock (1997) yang mengatakan bahwa gejala
kecemasan dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek,
a. Cenderung menolak orang lain
yaitu,
b. Cenderung menarik diri dan tidak efektif
dalam interaksi sosial a. Kesadaran adanya sensasi fisiologis (seperti
jantung berdebar-debar dan berkeringat).
c. Merasa kurang memiliki kemampuan untuk
berhubungan secara sosial b. Kesadaran adanya sensasi psikologis
(kesadaran sedang gugup atau ketakutan).
Untuk membahas kecemasan sosial dalam
penelitian ini digunakan pendekatan kognitif dari c. Kesadaran adanya sensasi kognitif.
Leary (1983). Pendekatan ini berisi penjelasan Kecemasan cenderung menimbulkan
mengenai bagaimana individu memandang diri kebingungan dan distorsi persepsi, tidak
berdasarkan anggapan individu tentang cara hanya pada ruang dan waktu tetapi pada
individu lain memandang dirinya, terutama orang dan arti peristiwa. Distorsi tersebut
dalam kehidupan sosialnya. Pendekatan dapat mengganggu proses kognitif individu
kognitif tentang kecemasan sosial dapat dengan menurunkan kemampuan
dibedakan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu memusatkan perhatian, menurunkan daya
evaluasi diri yang negatif, keyakinan yang tidak ingat, dan mengganggu kemampuan untuk
rasional, dan standar yang terlalu tinggi. menghubungkan satu hal dengan hal lain
untuk membuat asosiasi.
Proses kognitif ini pada akhirnya akan
mempengaruhi cara individu tersebut Sedangkan menurut Ibrahim (1997) objek,
mempresentasikan diri serta membentuk situasi, atau kondisi tertentu yang akan membuat
keyakinan akan keberhasilan dalam melakukan penderita mengalami kecemasan sosial
presentasi diri. Menurut Bandura (dalam memberikan reaksi psikologis seperti malu dan
Hidayat, 1996), hal ini dapat terjadi karena kemudian menimbulkan ketakutan ataupun
“Motivasi untuk melakukan presentasi diri kekhawatiran.
didasari oleh 2 (dua) aspek, yaitu standar yang Ibrahim (1997) juga mengatakan bahwa
ada dalam diri dan keyakinan akan kemampuan pada 70-80% kecemasan sosial disertai dengan
dirinya untuk mencapai tujuan dari presentasi perilaku negatif lainnya. Pada kondisi tersebut
dirinya.” banyak diantara penderita kecemasan sosial
memiliki pikiran untuk melakukan bunuh diri
2. Gejala-Gejala (Symptom) Kecemasan ataupun kegiatan negatif lainnya.
Sosial
Setiap individu yang mengalami 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
kecemasan sosial memiliki gejala yang Kecemasan Sosial
berbeda-beda. Gejala ter sebut dapat Disamping beberapa sebab yang
dikategorikan menjadi gejala psikis, gejala fisik, dikemukakan dalam pendekatan kognitif,
dan gejala kognitif. (dalam Mardiah dkk, 2001) beberapa penelitian menemukan faktor-faktor
menjelaskan bahwa individu yang mengalami yang mempengaruhi hingga individu mengalami
kecemasan memiliki gejala-gejala fisik atau kecemasan sosial. Rapee (1998) menjelaskan
somatik berupa: iritabilitas, hiperaktivitas, energi beberapa faktor-faktor tersebut seperti, (a)
menurun, nadi cepat, sulit tidur, muntah-muntah, thinking style (cara berpikir); (b) focusing
nyeri pada gastrointestinal, sering buang air
164
Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Kecemasan Sosial Pada Pengguna Napza Togiaratua Nainggolan
attention (fokus perhatian); dan (c) avoidance tidak beres dan tanpa disadari diperlihatkan
(penghindaran). di depan umum. Misanya takut jika dirinya
Hal yang sama juga diutarakan oleh Barry akan pingsan di depan umum, dan
Schlenker & Mark Leary (dalam Myers, 1996) sebagainya.
yang juga menjelaskan beberapa faktor-faktor c. Cemas apabila memperlihatkan
yang dapat mempengaruhi individu dalam ketidakmampuannya
kecemasan sosial, seperti, Golongan ini biasanya merasa tidak
a. Berhubungan dengan kekuasaan dan status diperlakukan sebagaimana mestinya dan
sosial yang tinggi. tidak dihargai. Merasa rendah diri, merasa
bersalah, dan membenci dirinya sendiri.
b. Dalam konteks evaluasi, ketika membuat
Misalnya takut bila harus berbicara di depan
kesan awal sama dengan saat individu
umum tanpa ada persiapan sebelumnya.
bertemu dengan mertua / orangtua
pasangan. 5. Situasi-situasi Pemicu Kecemasan
c. Fokus interaksi pada pusat kesan diri Sosial
individu Dari klasifikasi yang dilakukan oleh Leary
d. Situasi sosial yang tidak terstruktur seperti (1983) dapat disimpulkan bahwa situasi-situasi
ketika pertama kali sekolah dansa atau pemicu kecemasan sosial dapat dibagi 2 (dua)
pertama kali makan malam secara formal yaitu situasi sosial timbal balik dan situasi sosial
dapat mempengaruhi kecemasan sosial searah. Di bawah ini akan dijelaskan situasi-
karena individu belum mengetahui secara situasi pemicu kecemasan sosial tersebut:
pasti aturan sosialnya.
e. Kesadaran diri dan perhatian yang terfokus a. Situasi sosial timbal balik
pada diri sendiri dan sikap dalam Pada situasi ini individu akan saling
menghadapi lingkungan sosial tergantung satu sama lainnya. Respon individu
akan dipengaruhi oleh bagaimana perilaku
4. Bentuk-bentuk Kecemasan Sosial individu lain. Pada situasi ini setiap pihak
Febri dkk (1994) mengatakan bahwa biasanya memiliki gagasan mengenai apa yang
terdapat beberapa bentuk kecemasan sosial, akan dibicarakan atau dikerjakan namun respon
yaitu: selanjutnya biasanya didasari oleh perilaku atau
respon pihak lain. Dalam hal ini sering terjadi
a. Kecemasan memperlihatkan diri di dialog yang tidak direncanakan. Misalnya
depan umum situasi percakapan sehari-hari antar satu atau
Mereka yang termasuk golongan ini adalah beberapa orang, kencan pertama, situasi-situasi
orang yang pemalu, penakut, merasa tidak formal, dan lain-lain. Situasi-situasi timbal balik
tentram bila berkumpul dengan orang-orang dapat berupa: situasi perjumpaan dengan orang
yang masih asing baginya. Misalnya cemas yang belum dikenal, situasi yang mengandung
jika berbicara dengan atasan atau orang standar penilaian yang kuat atau situasi yang
yang dihormati, takut untuk menggunakan memiliki pengaruh terhadap masa depan
telepon umum atau menelepon seseorang individu, situasi interaksi dengan lawan jenis,
yang belum dikenal dengan baik, dan dan situasi perjumpaan dengan figur otoritas.
sebagainya.
b. Situasi sosial searah
b. Cemas apabila kehilangan kontrol akan
dirinya Pada situasi ini respon individu tidak begitu
didasari oleh respon atau perilaku individu lain.
Terutama kehilangan kontrol atas tubuhnya.
Apa yang akan individu bicarakan atau lakukan
Cemas jika ada sesuatu dari tubuhnya yang
165
Sosiokonsepsia, Vol. 16 No. 02, Tahun 2011
telah direncanakan dan dipandu oleh semacam membuatnya merasa mampu untuk bisa
skenario. Respon individu lain, baik negatif mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya.
maupun yang positif, tidak begitu mempengaruhi
Balke (2002) mendefinisikan kepercayaan
apa yang akan dibicarakan atau dilakukan.
diri sebagai kemauan seseorang untuk
Situasi-situasi tersebut antara lain berbicara di
melakukan sesuatu yang paling menakutkan
depan audience atau kelompok, situasi di atas
bagi dirinya dan meyakini bahwa dirinya
panggung, melakukan presentasi, dan situasi
mampu mengelola apapun yang timbul. Artinya
yang mengandung self conscious yang tinggi
bahwa kepercayaan diri dapat dikaitkan dengan
seperti berada di depan kamera, kaca atau
kemampuan atau keberanian dalam mengambil
berbicara dengan mikrofon.
resiko, keputusan, maupun tantangan yang
Kecemasan sosial yang tinggi akan bukan hanya membawa resiko fisik melainkan
cenderung menimbulkan: juga resiko psikologis karena timbul perasaan
yang pasti tentang dirinya. Hal ini diperkuat
1) Respon-respon cemas seperti keringat
dengan pendapat Kuntari (dalam Nusyafitri,
dingin, gemetar dan lain-lain.
1998) yang mengartikan kepercayaan diri
2) Kesukaran berkomunikasi seperti gagap, sebagai suatu perasaan pasti dan mantap di hati
lupa untuk mengucapkan kalimat yang tentang keadaan diri maupun lingkungan
sesuai atau tidak bisa berkata sesuai dengan sekitarnya.
apa yang dipikirkan.
Percaya diri berarti yakin terhadap
3) Menghindari kontak dengan situasi sosial
kemampuan diri sendiri. Hal ini sejalan dengan
baik secara fisik maupun psikologis (tingkah
pendapat Angelis (1997) yang mengatakan
laku menghindar) seperti berbicara sedikit, bahwa kepercayaan diri adalah perasaan yakin
kontak mata yang sedikit, atau menarik diri. dan mampu pada diri sendiri. Artinya bahwa
4) Tingkah laku yang menutupi kesan diri (self percaya diri terbina dari keyakinan diri sendiri.
image) akan ketidakmampuannya. Kepercayaan diri itu lahir dari kesadaran akan
kemampuan yang dimiliki individu. Mappiare
6. Kepercayaan Diri
(1995) memperkuat pendapat di atas dengan
Menurut Rogers (dalam Hall & Lindzey, mengemukakan bahwa, “Kepercayaan diri
1993) konsep kepribadian yang paling penting dihasilkan oleh keyakinan bahwa individu
adalah diri (self). Diri berisi persepsi-persepsi mampu untuk menentukan diri, memandang
tentang sifat-sifat dari ‘diri subjek’ atau ‘diri individu untuk bertanggung jawab terhadap
objek’ dan persepsi-persepsi tentang hubungan- perkembangan hidup.” Artinya bahwa rasa
hubungan antara ‘diri subjek’ atau ‘diri objek’ percaya diri berasal dari dalam diri individu
dengan orang-orang lain dan dengan berbagai yang memiliki konsep diri yang baik sehingga
aspek kehidupan beserta nilai-nilai yang melekat seor ang individu mampu mengelola
pada persepsi-persepsi ini. Hal ini menunjukkan kemampuan yang dimilikinya dengan baik dan
bahwa untuk dapat berinteraksi sosial dengan menimbulkan rasa tanggung jawab terhadap
baik diperlukan pemahaman tentang diri sendiri hidup individu tersebut. Individu yang memiliki
dan keyakinan akan kemampuan diri sendiri. kepercayaan diri yang tinggi akan dapat
Individu yang yakin akan kemampuan mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya
dirinya merupakan indikasi dari rasa percaya dengan yakin dan mantap (Andayani dan
diri seseorang. Hal ini didasari oleh apa yang Afiatin, 1996).
dikatakan Hakim (2002:) bahwa rasa percaya
7. Karakteristik (Ciri-Ciri) Kepercayaan
diri bisa dikatakan sebagai suatu keyakinan
Diri
seseorang terhadap segala aspek kelebihan
yang dimilikinya dan keyakinan tersebut Pemahaman tentang hakekat percaya diri
166
Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Kecemasan Sosial Pada Pengguna Napza Togiaratua Nainggolan
akan lebih jelas jika seseorang melihat secara hidup yang berat justru semakin
langsung berbagai peristiwa yang dialami oleh memperkuat rasa percaya diri seseorang.
dirinya sendiri atau orang lain. Berdasarkan Sedangkan ciri-ciri rasa percaya diri yang
berbagai peristiwa atau pengalaman, bisa dilihat kurang sebagai berikut (Hakim, 2002):
gejala-gejala tingkah laku seseorang yang
menggambarkan adanya rasa percaya diri atau a. Mudah cemas dalam menghadapi persoalan
tidak. Berikut akan dikemukakan beberapa dengan tingkat kesulitan tertentu
pendapat mengenai ciri-ciri (karakteristik) b. Memiliki kelemahan atau kekurangan dari
kepercayaan diri atau individu yang memiliki segi mental, fisik, sosial, atau ekonomi
kepercayaan diri yang baik. Selain itu sebagai c. Sulit menetralisasi timbulnya ketegangan di
perbandingan juga akan dikemukakan pendapat dalam suatu situasi
mengenai ciri-ciri individu yang kurang memiliki
d. Gugup dan terkadang bicara gagap
kepercayaan diri.
e. Memiliki latar belakang pendidikan keluarga
Berdasarkan pengamatan mendalam yang yang kurang baik
dilakukan Hakim (2002) kita akan melihat
f. Memiliki perkembangan yang kurang baik
adanya ciri-ciri tertentu dari orang-orang yang
sejak masa kecil.
mempunyai rasa percaya diri yang tinggi
sebagai berikut: g. Kurang memiliki kelebihan pada bidang
tertentu dan tidak tahu bagaimana cara
a. Selalu bersikap tenang dalam menghadapi mengembangkan diri untuk memiliki
sesuatu kelebihan tertentu
b. Mempunyai potensi dan kemampuan yang h. Sering menyendiri dari kelompok yang
memadai dianggapnya lebih dari dirinya
c. Mampu menetralisasi ketegangan yang i. Mudah putus asa
muncul di dalam berbagai situasi
j. Cenderung tergantung pada orang lain
d. Mampu menyesuaikan diri dan dalam mengatasi masalah
berkomunikasi di berbagai situasi
k. Pernah mengalami trauma
e. Memiliki kondisi mental dan fisik yang cukup
l. Sering bereaksi negatif dalam menghadapi
menunjang penampilannya
masalah, misalnya dengan menghindari
f. Memiliki kecerdasan yang cukup tanggung jawab atau mengisolasi diri, yang
g. Memiliki tingkat pendidikan formal yang menyebabkan rasa tidak percaya dirinya
cukup semakin buruk.
h. Memiliki keahlian atau keterampilan lain Individu yang percaya diri dapat diindikasi
yang menunjang kehidupannya. memiliki perasaan yang adekuat terhadap
i. Memiliki kemampuan bersosialisasi tindakan yang dilakukan, memiliki ketenangan
j. Memiliki latar belakang pendidikan keluarga sikap, dapat berkomunikasi dengan baik,
yang baik kemampuan untuk bersosialisasi, merasa
optimis, dapat mengendalikan perasaannya,
k. Memiliki pengalaman hidup yang menempa percaya akan kompetensi/kemampuan diri,
mentalnya menjadi kuat dan tahan di dalam dan memiliki internal locus of control
menghadapi berbagai cobaan hidup (memandang keberhasilan atau kegagalan,
l. Selalu bereaksi positif dalam menghadapi tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak
berbagai masalah, misalnya dengan tetap mudah menyerah pada nasib atau keadaan
tegar, sabar, dan tabah dalam menghadapi serta tidak tergantung/mengharapkan bantuan
persoalan hidup. Dengan ini, adanya masalah orang lain).
167
Sosiokonsepsia, Vol. 16 No. 02, Tahun 2011
168
Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Kecemasan Sosial Pada Pengguna Napza Togiaratua Nainggolan
169
Sosiokonsepsia, Vol. 16 No. 02, Tahun 2011
170
Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Kecemasan Sosial Pada Pengguna Napza Togiaratua Nainggolan
sensus. Menurut Sugiyono (2005) teknik Hakim (2002), memperkuat penelitian ini
sampling sensus atau teknik sampling jenuh dengan mengungkapkan ciri-ciri yang tampak
adalah teknik penentuan sampel dimana semua pada individu yang kurang memiliki
populasi digunakan sebagai sampel penelitian. kepercayaan diri, seperti mudah cemas dalam
menghadapi persoalan dengan tingkat kesulitan
3. Teknik Pengumpulan Data tertentu, gugup dan terkadang bicara gagap,
Dalam penelitian ini metode pengumpulan sering bereaksi negatif dalam menghadapi
data yang dipakai adalah skala kepercayaan masalah, misalnya dengan menghindari
diri dan skala kecemasan sosial. tanggung jawab atau mengisolasi diri, yang
menyebabkan rasa tidak percaya dirinya
4. Analisis Data semakin buruk.
Metode analisis data yang digunakan Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa
dalam penelitian ini didasarkan pada tujuan dan responden berada di panti rehabilitasi ini
hipotesis penelitian ini. Analisa data dilakukan memiliki nilai kepercayaan diri pada kategori
dengan metode statistik korelasi bivariat. Semua sedang yang didapatkan pada skala
perhitungan analisis dalam penelitian ini kepercayaan diri yang diisi. Sedangkan untuk
menggunakan program komputer SPSS 11.5 kecemasan sosial juga memiliki nilai pada
for Windows. kategori sedang. Artinya, kondisi kecemasan
sosial dan kepercayaan yang diri responden
masih relatif lebih mudah diterapi.
E. Pembahasan
Dari hasil uji statistik diperoleh koefisien Sejalan dengan hasil penelitian ini, untuk
kor elasi (r xy) sebesar -0,429. Hal ini mengatasi kecemasan sosial responden, pihak
menunjukkan bahwa terdapat hubungan pengelola Balai Kasih Sayang Parmadi Siwi perlu
dengan arah negatif yang mengacu pada tabel memasukkan materi peningkatan kepercayaan
korelasi dalam Sugiyono (2005). Dengan diri dalam terapi sosialnya sehingga kecemasan
demikian hipotesis yang mengatakan bahwa ada sosialnya berkurang. Mengacu pada pendapat
hubungan antara kepercayaan diri dengan Hakim (2002) sebagaimana dijelaskan di atas,
kecemasan sosial pada pengguna NAPZA di untuk meningkatkan kepercayaan diri responden,
Balai Kasih Sayang Parmadi Siwi diterima. pengelola Balai Kasih Sayang Parmadi Siwi
harus memperhatikan faktor-faktor
Hasil penelitian ini sejalan dengan mempengaruhi kepercayaan diri seperti,
pendapat Dayakisni dan Hudaniyah (2003)
yang mengungkapkan bahwa kecemasan sosial a. Mengenali kepribadian klien dengan baik
berhubungan dengan keyakinan individu yang dengan segala kelebihan dan
merasa kurang memiliki kemampuan yang kekurangannya.
dibutuhkan untuk keberhasilan dalam menjalin b. Menelusuri pemahaman klien terhadap
hubungan sosial. kelebihan-kelebihan yang dimiliki dan
keyakinannya untuk berbuat sesuatu dengan
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan
pendapat Angelis (1997) bahwa individu yang memanfaatkan kelebihan yang dimiliki itu.
memiliki kepercayaan diri yakin terhadap c. Pemahaman dan reaksi positif klien terhadap
kemampuan untuk menyatukan diri dengan kelemahan-kelemahan yang dimilikinya.
kehidupan individu lain, dalam pergaulan yang d. Pengalaman responden dalam menjalani
positif dan penuh pengertian. Artinya individu berbagai aspek kehidupan dengan
tidak mengalami kecemasan secara sosial menggunakan segala kelebihan yang ada
ketika berhubungan dengan orang lain. pada dirinya sehingga tidak menimbulkan
rasa sulit menyesuaikan diri.
171
Sosiokonsepsia, Vol. 16 No. 02, Tahun 2011
172
Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Kecemasan Sosial Pada Pengguna Napza Togiaratua Nainggolan
173
Sosiokonsepsia, Vol. 16 No. 02, Tahun 2011
Edelmann, J.R. (1992). “Sosial Anxiety and Maleshko & Alden. (1993). “Anxiety and Self-
Sosial Phobia.” Anxiety: Theory Disclosure: Toward a Motivational
Research and Intervention in Clinical Model.” Journal of Personality and
and Health Psychology. UK: University Sosial Psychology, Vol. 64, No. 6, 1000-
of Surrey. 1009.
Gunarsa, Y. Singgih (1995). Psikologi Untuk Mardiah, Wiwi; Rahayuwati, Laili, &
Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hermayanti, Yanti. (2001). Hubungan
Hadiman. (1996). Menghindari Obat-obatan Pengetahuan dan Sosial Ekonomi
Terlarang. Jakarta: Balai Pustaka Klien Dengan Tingkat Kecemasan
Yayasan Al Wasyilah. Klien Pre-Operasi Seksio Sesaria di
Ruang 17 B dan Ruang 7 RSUP DR.
Hakim, Thursan. (2002). Mengatasi Rasa
Hasan Sadikin Bandung. Laporan
Tidak Percaya Diri. Jakarta: Puspa
Swara. Midwest Centre For Stress and Anxiety. Inc.
(2001). Sosial Anxiety Disorder. http://
Hall & Lindzey. (1993). Psikologi
www.midwestcenter.com
Kepribadian 2: Teori-teori Holistik
( O rg a n i s m i k- Fe n o m en o l o g i s ) . Myers, David. G (1996). Social Psychology:
Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 5th Edition. New York: The McGraw Hill
Companies, Inc.
Hawari, H. D.(2003). Penyalahgunaan dan
Ketergantungan NAPZA. Jakarta: Badan Rapee, R.M. (1998). Overcoming Shyness
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas and Sosial Phobia. Chapter2, pg 11-22;
Indonesia. passim, Lifestyle Pr ess. http://
www.anxietyhelp.com.au
Hidayat, Rahmat; Singgih, W.S, & Indati, Aisah.
(1996). Anteseden Perkembangan dari Richards, A.T. (2001). What is Sosial
Kepencemasan Sosial. Jurnal Psikologi. Anxiety? The Social Anxiety Institute.
Yogyakarta: UGM. http://www.socialanxietyinstitute.org
174