Anda di halaman 1dari 31

PENUNTUN PRAKTIKUM

KULTUR JARINGAN TANAMAN

DISUSUN OLEH:
Dra. M.G. Isworo Rukmi, M.Kes
Dr. Yulita Nurchayati, M.Si

PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI


DEPARTEMN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020

1
KATA PENGANTAR

Buku Penuntun Praktikum Kultur Jaringan Tanaman ini dipersiapkan dan disusun untuk
membantu mahasiswa Program Bioteknologi dalam melaksanakan praktikum Kultur Jaringan
Tanaman. Buku ini memuat tuntunan langkah-langkah perbanyakan tanaman secara in vitro,
hal-hal mendasar yang harus diketahui mahasiswa, yaitu pengenalan peralatan dan medium
kultur, serta melaksanakan praktik kultur jaringan tanaman. Praktikum meliputi pengenalan dan
praktik bekerja secara aseptis dan ketrampilan dalam menyiapkan medium serta penyiapan
eksplan tanaman untuk perbanyakan secara in vitro. Melalui praktikum yang diselenggarakan,
diharapkan mahasiswa dapat memahami dan mempunyai ketrampilan dasar dalam bidang kultur
jaringan tanaman, sehingga nantinya dapat mendukung pengembangan keilmuan mahasiswa
secara mandiri.

Praktikum kultur jaringan tanaman, merupakan suatu praktikum yang menuntut perilaku
tekun, teliti, bersih dan rapih dalam bekerja, yang akan mendukung hasil praktikum seperti
yang diharapkan. Untuk mencapai keberhasilan dalam praktikum ini, mahasiswa diharap
mempelajari setiap acara yang akan dipraktikumkan hari itu. Persiapan ini akan mendukung
kelancaran pengerjaan di dalam laboratorium.

Kami menyadari bahwa penuntun praktikum ini masih jauh dari sempurna, saran perbaikan
dan kritik kami harapkan demi semakin sempurnanya buku penuntun ini. Semoga buku ini dapat
memberi tambahan pengetahuan bagi yang membacanya.

Semarang, Maret 2020


Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman
Daftar Isi 2
Acara Praktikum I. PENGENALAN ALAT 3
Acara Praktikum II. STERILISASI ALAT 6
Acara Praktikum III. PEMBUATAN MEDIUM 10
Acara Praktikum IV. KULTUR KALUS 19
Acara Praktikum V. KULTUR PUCUK 22
Acara Praktikum VI AKLIMATISASI 27

3
Acara Praktikum I
PENGENALAN ALAT

A. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa memahami dan dapat menjelaskan fungsi dan cara kerja peralatan dasar yang
digunakan dalam kultur jaringan tanaman

B. DASAR TEORI
Kultur jaringan tanaman merupakan suatu teknik perbanyakan propagasi in vitro
dengan berdasarkan teori totipotensi sel. Setiap sel tanaman mempunyai kemampuan
untuk beregenerasi menjadi individu yang sempurna bila mendapatkan lingkungan yang
sesuai. Teknik propagasi in vitro ini merupakan teknik menumbuhkan sel, jaringan atau
organ tanaman pada medium buatan yang mengandung unsur hara. Kultur jaringan
tanaman harus dikerjakan secara aseptik, karena pertumbuhan sel sangat rawan terhadap
kontaminasi mikroorganisme, mengingat medium yang digunakan kaya nutrisi. Kondisi
aseptik ini merupakan syarat mutlak agar pekerjaan kultur tanaman dapat berhasil dengan
baik.
Untuk itu diperlukan alat-alat khusus guna mendukung keberhasilan kultur jaringan
tanaman yang dikerjakan. Alat-alat minimal yang wajib ada di laboratorium kultur jaringan
antar alain
1. Untuk pembuatan medium,misalnya glassware, neraca analitik, hotplate-magnetic
stirrer, kompor, pH meter , refrigerator dll.;
2. Untuk sterilisasi, misalnya: oven, autoklaf, milipore filter, dll.
3. Untuk inkubasi, misalnya orbital shaker, rak-rak,
4. Untuk kerja aseptis, misalnya lampu spiritus, ‘transfer box ‘atau Laminar Air Flow,
meja kerja .
5. Untuk manipulasi jaringan tanaman, misalnya pinset, pisau diseksi, dll.

C. TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk memperkenalkan mahasiswa alat-alat standar yang
digunakan dalam kultur jaringan tanaman.

4
D. ALAT
1. Laminar air flow cabinet
2. Autoklaf
3. Timbangan analitik
4. pH meter
5. Oven
6. Hot plat and stirer
7. Refrigerator
8. Alat-alat diseksi
9. Glassware

E. CARA KERJA :
1. Praktikan mempelajari bagian dan cara kerja peralatan yang ditunjukkan oleh asisten.
2. Praktikan membuat dokumentasi gambar alat dan membuat resume kegunaan dan cara
kerja alat yang bersangkutan.

F. EVALUASI
1. Apa fungsi dari magnetic stirrer, autoklaf dan laminar air flow?
2. Bagaimana cara kerjanya?
3. Mengapa kondisi steril senantiasa harus dijaga dalam pekerjaan kultur jaringan?

5
Acara Praktikum II

STERILISASI

A. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa dapat memahami cara dan melakukan sterilisasi peralatan yang
akan digunakan untuk propagasi in vitro

B. DASAR TEORI
Syarat utama dalam pekerjaan propagasi in vitro atau kultur jaringan adalah kerja
aseptic dengan menggunakan peralatan steril. Aseptik adalah suatu usaha untuk
mengerjakan sesuatu seseteril mungkin, dengan menggunakan peralatan, medium yang
steril dan menggunakan bunsen atau pembakar spiritus. Teknik aseptik diperlukan untuk
mendapatkan kultur aksenik, yaitu kultur murni yang tidak tercampur dengan organisme
lain. Sterilisasi sebaiknya dilakukan dalam autoklaf baik untuk medium, peralatan gelas
maupun peralatan yang terbuat dari logam.
Untuk pekerjaan kultur jaringan pengendalian microorganisme merupakan hal yang
sangat penting. Reaksi mikroorganisme terhadap perlakuan dekontaminasi secara fisik
dan kimiawi , tidak sama. Sensitivitas mikroorganisme terhadap perlakuan dekontaminasi
fisik dan kimia, ditentukan oleh jenis mikroorganisme dan tahap siklus hidupnya saat
dikenai perlakuan desinfeksi. Saat memilih dan menggunakan metode dekontaminasi,
sangat penting untuk sebelumnya mengetahui jenis mikroba yang akan dihilangkan dan
resistensi relatifnya terhadap perlakuan desinfeksi yang akan diberikan.
1. Sifat paling tahan ditunjukkan oleh endospora bakteri, yang paling tahan terhadap
perlakuan desinfeksi. Endospore bersifat ubiquitous di lingkungan.
2. Sifat ‘moderate’ ditunjukkan oleh kista, spora seksual jamur, virus telanjang,
Mycobacterium tuberculosis, Staphylococcus aureus and species-species dari genus
Pseudomonas.
3. Sifat yang paling peka ditunjukkan oleh sel-sel vegetatif dari kebanyakan
mikroorganisme, virus berseludang, dan spora aseksual jamur.

Ada beberapa istilah berkaitan dengan sterilitas, yaitu:


1. Dekontamniasi : merusak/menghilangkan mikroorganisme dari permukaan benda,
peralatan, dll., yang dapat dilakukan secara fisik maupun kimiawi.

6
2. Sterilisasi mengacu pada proses yang menghancurkan atau menghilangkan semua
mikroorganisme termasuk endospora dan virus.
3. Disinfeksi mengacu pada proses fisik atau penggunaan bahan kimia apapun yang
akan membunuh sel mikroba tumbuh (vegetatif). Proses ini tidak dapat membunuh
atau menonaktifkan endospore. Disinfektan merupakan bahan kimia yang mampu
membunuh sel mikroba, dan hanya digunakan pada benda mati dan tidak digunakan
pada permukaan tubuh.
4. Sanitasi mengacu pada proses mekanis (menggosok, membilas, dll) yang
mengurangi beban mikroba pada permukaan. Sanitizers adalah bahan kimia yang
membantu mengurangi jumlah mikroba, misalnya sabun atau deterjen.
5. Agen mikrobisidal adalah bahan kimia yang akan membunuh atau menghancurkan
mikroorganisme. Di antara agen mikrobicidal adalah bahan kimia yang targetnya
adalah mikroorganisme tertentu termasuk:
a). fungisida agen yang digunakan untuk membunuh jamur;
b). agen bakterisida untuk membunuh bakteri;
c). agen sporisida untuk menghancurkan endospora;
d). viricidal agen yang digunakan untuk menghancurkan virus
6. Mikrobiostasis adalah penghambatan pertumbuhan mikroorganisme,
mikoorganisme tidak terbunuh hanya dihambat, sehingga tidak dapat tumbuh.
Pendinginan dan obat antimikroba banyak menunjukkan efek microbistatic.
a). agen bakteriostatik adalah bahan kimia yang menghambat pertumbuhan bakteri.
b). agen Fungistatic adalah bahan kimia yang menghambat pertumbuhan jamur.

Panas basah (Autoclaving)


Merupakan metode pilihan untuk sterilisasi di sebagian besar laboratorium, sterilkisasi
menggunakan uap bertekanan untuk memanaskan bahan yang akan disterilisasi. Metode
ini sangat efektif untuk membunuh semua jenis mikroba, spora dan virus. Autoklaf akan
membunuh mikroba dengan hidrolisis dan koagulasi protein seluler. Panas yang tinggi
berasal dari uap bertekanan yang pada 100oC akan 7 kali lebih panas dari air pada suhu
yang sama. Pada suhu ini air menghidrolisis protein, sehingga semua jenis bentuk
kehidupan akan mati. Prinsip sterilisasi dengan autoklaf adalah sterilisasi dengan
menggunakan tekanan uap air jenuh pada suhu tinggi (2 atm, 121oC), dengan perlakuan
ini semua jenis bentuk kehidupan akan dimatikan. Ada berbagai jenis autoklaf yang
7
tersedia di pasaran dari yang sederhana sampai yang canggih. Fungsi autoklaf sebagai alat
sterilisasi dapat digantikan dengan ‘pressure cooker’, karena cara kerja kedua alat ini sama.

Panas kering (pemijaran, pemanasan)


Pemanasan kering akan membunuh mikroba melalui oksidasi komponen seluler. Hal
ini membutuhkan lebih banyak energi dari hidrolisis protein sehingga suhu yang lebih
tinggi diperlukan untuk sterilisasi yang efisien dengan panas kering. Sebagai contoh
sterilisasi biasanya dapat dicapai dalam 15 menit dengan autoklaf di 121oC, sedangkan
pemanasan kering umumnya membutuhkan suhu 160oC untuk mensterilkan dalam jumlah
waktu yang sama.

Filtrasi
Filtrasi merupakan cara terbaik untuk mensterilisasi dengan cepat larutan yang tidak
tahan panas. Filter yang digunakan mempunyai diameter pori yang ukurannya lebih kecil
dari diameter mikroba, umumnya diameter pori 0.2 µm. Filter dapat berupa corong kaca
yang terbuat dari partikel kaca yang menyatu dengan panas atau, filter membran yang
terbuat dari selulosa. Perlu diperhatikan bahwa virus tetap dapat melewati filter ini,
sehingga filtrasi bukanlah pilihan yang baik jika ingin menghilangkan virus.

Pelarut
Etanol dan isopropyl alcohol umumnya digunakan sebagai disinfektan, isopropanol
adalah pelarut yang lebih baik untuk lemak. Selain itu etanol dan IPA dapat mendenaturasi
protein melalui proses yang membutuhkan air, sehingga harus diencerkan menjadi 60-70%
dalam air supaya lebih efektif. Perlu diingat bahwa etanol dan IPA tidak berpengaruh pada
spora.

Radiasi
UV, sinar-x dan sinar gamma adalah jenis-jenis radiasi elektromagnetik yang memiliki
efek yang sangat merusak pada DNA, sehingga sangat baik digunakan untuk sterilisasi.
Perbedaan efektivitas antar jenis radiasi tersebut terletak pada kemampuan penetrasinya.
UV mempunyai kemampuan penetrasi yang terbatas di udara, sehingga sterilisasi hanya
terjadi di daerah yang cukup kecil di sekitar lampu, namun relatif aman dan cukup

8
berguna untuk mensterilisasi area kecil, seperti kerudung aliran Laminar. Sinar-X dan
sinar gamma mempunyai kemampuan penetrasi yang jauh lebih besar, sinar-sinar ini lebih
berbahaya namun sangat efektif untuk sterilisasi dingin skala besar di pabrik untuk benda-
benda plastik (misalnya jarum suntik). Sterilisasi lAF dan transfer box umum
menggunakan sinar UV.
Untuk sterilisasi alat-alat yang terbuat dari logam (misalnya pinset, pisau, spatula,
skapel, dll.), peralatan sebelumnya harus dibungkus rapat dengan kertas, cara
membungkus harus sedemikian rupa, supaya saat dibuka ujung alat yang harus
bersentuhan dengan jaringan tanaman tidak tersentuh tangan. Peralatan yang terbuat dari
logam juga dapat disterilkan dengan udara panas dengan menggunakan oven pada suhu
170oC selama 2 jam. Sebelum diseterilisasi mulut botol kultur harus ditutup dengan
aluminium foil , perlu juga mensterilkan potongan lembar aluminium foil yang nantinya
akan digunakan untuk mengganti aluminium penutup botol kultur. Sterilisasi akuades
dilakukan dalam autoklaf, dengan menempatkannya di dalam botol. Apabila botol tersebut
bertutup, hendaknya tutup agak dilonggarkan untuk agar udara yang memuai di dalam
botol dapat keluar.

C. TUJUAN
Mempersiapkan peralatan steril untuk pembuatan kultur jaringan tanaman.

D. ALAT
1. Alat Diseksi
2. Botol Kultur
3. Kertas
4. Cawan petri
5. Autoklaf
6. Almunium Foil
7. Akuades

E. CARA KERJA
1. Sebelum disterilisasi, semua alat gelas dan logam harus dicuci dengan baik
menggunakan sabun, bilas dengan cermat untuk menghilangkan sisa-sisa sabun, dan
selanjutnya dikeringkan sampai kering sempurna.

9
2. Bungkus cawan petri, alat-alat diseksi dan pisau dengan kertas (perhatikan cara
membungkus, supaya mudah dibuka dan saat dibuka sterilitas alat tetap terjaga
3. Tutup botol kultur dengan aluminium foil, dan lapisi dengan kertas
4. Potong-potong lembaran aluminium sesuai dengan ukuran mulut botol kultur,
masukkan ke dalam botol selai dan tutup, lapisi tutup dengan kertas.
5. Isi botol kultur / Erlenmeyer 100 ml dan isi dengan akuades sebanyak 50 ml, tutup
rapat dengan aluminium foil dan lap[isi dengan kertas.
6. Untuk alat logan dan cawan petri dapat distrilisasi dengan oven pada suhu 160-170oC
selama 2 jam, sedangkan akuades dan aluminium foil disetrilkan dalam autoklaf pada
suhu 121oC selama 15 menit.
7. Setelah selesai semua peralatan dibiarkan mendingin dan disimpan sampai saat akan
digunakan.

F. EVALUASI
1. Mengapa semua peralatan yang digunakan dalam kultur jaringan tanaman harus dalam
keadaan steril?
2. Mengapa semua peralatan harus dibungkus sebelum di sterilisasi?
3. Bagaimana cara kerja aseptik yang dapat dilakukan dalam praktek kultur jaringan
tanaman untuk mendapatkan kultur aksenik?

10
Acara Praktikum III.

PEMBUATAN MEDIUM KULTUR

A. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa dapat membuat menghitung kebutuhan bahan kimia, menimbang
dengan tepat dan membuat medium kultur jaringan dengan cara yang tepat untuk
mendapatkan medium yang steril.

B. DASAR TEORI
Sebagaimana dengan tanaman di alam yang mendapatkan nutrisi dari dalam tanah,
maka dalam upaya memperbanyak dan mengembangbiakan tanaman secara in vitro
9mikropropagasi) dibutuhkan pula nutrisi yang akan mendungkung perkebangan
sel dan jaringan. Kebutuhan akan nutrisi akan disediakan dalam media, hal ini
menjadikan media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan
metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media . Media
tumbuh yang digunakan pada kultur jaringan sangat berpengaruhnya terhadap
pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit tanaman yang dihasilkannya.
Keberhasilan perbanyakan dengan kultur jaringan sangat tergantung pada jenis
medium yang digunakan. Medium kultur jaringan yang pertama adalah medium
Murashige dan Skoog (atau MSO atau MS0 (MS-nol)) adalah suatu medium untuk
pertumbuhan tanaman yang digunakan di laboratorium untuk menumbuhkan kultur
sel tanaman. MSOditemukan oleh seorang ahli tanaman Toshio Murashige dan
Folke K. Skoog pada tahun 1962, selama penelitian Murashige untuk menemukan
zat pengatur tumbuh yang baru. Angka di belakang hurus MS menunjukkan
konsentrasi sukrosa dalam medium, misalnya, MS0 tidak mengandung sukrosa,
MS20 mengandung sukrosa 20 g/l. Sejalan dengan berkembangnya peneliian,
dilakukan berbagai modifikasi sehingga diperoleh komposisi medium MS yang
sekarang dikenal luas sebagai medium umum untuk penelitian kultur jaringan
tanaman.ndi laboratorium.
Berbagai macam media kultur jaringan telah ditemukan, dan sekarang dikenal
cukup banyak jenisnya. Nama-nama media tumbuh untuk eksplan ini biasanya

11
sesuai dengan nama penemunya, antara lain Murashige dan Skoog (MS)
(Murashige & Skoog, 1962), medium B5 (Gamborg et al., 1968), medium SH
(Schenk & Hilderdrandt), medium WPM (Woody Plant Medium), dan medium N6.
Komposisi media tanam kultur jaringan, terdiri dari hormon (zat pengatur tumbuh)
dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang dikelompokkan ke
dalam unsur makro, unsur mikro yang terdiri dari garam-garam anorganik, vitamin,
asam amino, karbohidrat dan zat pengatur tumbuh. Hasil yang lebih baik akan
diperoleh bila, ke dalam media tersebut ditambahkan vitamin, asam amino, dan
hormon, bahan pemadat media (agar), glukosa dalam bentuk gula maupun sukrosa,
air destilata (akuades), dan bahan organik tambahan.

Garam-garam anorganik
Jaringan tumbuhan yang dikulturkan membutuhkan berbagai sumber zat kimia
anorganik tertentu yang harus tersedia secara kontinyu. Berbegai elemen mineral
sangat penting dalam kehidupan tanaman, selain C, H, N, dan O, yang meupakan
elemen makro. Ada 12 macam elemen lain yang esensial bagi pertumbuhan
tanaman. Menurut International Association for Plant Physiology, elemen yang
dibutuhkan oleh tanaman dalam konsentrasi yang lebih besar dari 0,5 mmol/l ,
dikelompokan sebagai makroelemen atau elemen mayor, sedangkan mikroelemen
elemen atau elemen minor adalah elemen yang diperlukan dalam konsentrasi
kurang dari 0,5 mmol/l elemen minor.Garam potassium (K), nitrogen (N),
calcium (Ca), magnesium (Mg), phosphor (P) dan sulphur (S) diperlukan dalam
jumlah besar (makro/milimole). Sumber Nitrogen umumnya diberikan dalam
bentuk garam nitrat atau ammonium. Sulphur diberikan dalam bentuk sulphate,
sedangkan Phosphor diberikan dalam bentuk phosphat. Garam cooper (Cu), zinc
(Zn), manganese (Mn), iron (Fe), boron (B), molybdenum (Mo), cobalt (Co) dan
iodine (I) diperlukan dalam konsentrasi micromolar dan dianggap sebagai garam
minor. Garam-garam ini esensial untuk pertumbuhan jaringan dan diperlukan dalam
jumlah sangat sedikit.

12
Sumber karbon dan energi
Gula merupakan sumber karbon dan sumber energi yang terkandung dalam
semua jenis medium. Sumber karbon standar yang digunalan dalam medium kultur
jaringan tanaman adalah sukrosa, walaupun beberapa jaringan tanaman dapat
menggunakan berbagai macam sumber karbohidrat lain, seperti glukosa, fruktosa,
laktosa, maltosa, galaktosa dan pati. Proses fotosintesis dalam sel dan jaringan yang
dikulturkan umumnya terhambat, oleh sebab itu diperlukan suplai karbohidrat
dalam medium. Sukrosa biasanya ditambahkan dengan konsentrasi 20.000-45.00
mg/L. Gula dapat terhidrolisis saat sterilisasi dengan autoklaf, namun kejadian
ini tidak mengganggu pertumbuhan kultut tanaman.

Vitamin
Di alam tanaman dapat mensintesis vitamin yang diperlukan untuk pertumbuhan
dan perkembangan, namun hal ini terjadi pada sel-sel tanaman yang dikulturkan
secara in vitro. Vitamin pada tanaman berfungsi sebagai katalisator dalam berbagai
sistem enzim dan diperlukan dalam jumlah kecil. Sel atau jaringan yang dikulturkan
memerlukan vitamin B1 (thiamine), vitamin B6 (pyridoxine), dan asam nicotinat.
Beberapa media mengandung asam pantotenat, biotin, asam folat, asam bensoat,
asam askorbat dan riboflavin..

Myo-inositol
Myo-inositol kadang juga disebut meso-inositol perlu ditambahkan dalam
medium untuk membantu pertumbuhan dan diferensiasi tumbuhan. Myo-inositol
terlibat dalam beberapa reaksi metabolik penting, berperan sebagai senyawa antara
pada perubahan glukosa menjadi asam galakturonat dan sebagai prekursor pektin
serta penyusun dinding sel tanaman.

Zat pengatur tumbuh (ZPT)


Zat pengatur tumbuh yang diperlukan oleh sebagian besar kultur jaringan
tanaman adalah kelompok auksin dan sitokinin. Auksin merupakan kelompok
senyawa yang menstimulasi pemanjangan sel, sedangkan sitokinin merupakan
senyawa yang memacu pembelahan sel. Auksin yang digunakan dalam kultur
jaringan tanaman adalah IAA, NAA dan 2,4-D. Zat pengatur tumbuh IAA

13
merupakan auksin alami yang mudah terdegradasi oleh cahaya dan teroksidasi
secara enzimatik. Dalam jaringan yang dikulturkan kandungan IAA oksidase
tinggi, sehingga IAA yang ditambahkan sebaiknya dalam konsentrasi tinggi, yaitu
1- 30 mg/l, sedangkan NAA dan 2,4-D bisa diberikan dalam konsentrasi yang lebih
rendah, yaitu 0,1-2 mg/l. ZPT sitokinin yang sering digunakan dalam medium kultur
jaringan tanaman adalah kinetin, benzyladenin (BA) dan zeatin. Kinetin dan BA
adalah senyawa sintetik , sedangkan zeatin adalah senyawa alami.

Suplemen organik
Senyawa komplek tertentu seringkali perlu ditambahkan ke dalam medium,
misalnya sumber nitrogen organik, karbon atau vitamin. Penambahan sumber
nitrogen organik dapat diberikan dalam bentuk casein hydrlolisate (0,2-1 g/l) atau
asam amino, misalnya glutamin dan asparagin, selain itu dapat juga ditambahkan
nukleotida seperti adenin ke dalam medium. Penambahan asam-asam senyawa
antara dalam siklus Kreb, seperti asam sitrat, asam malat, suksinat atau fumarat
dapat memacu pertumbuhan sel tanaman yang dikulturkan pada medium yang
hanya mengandung ammonium sebagai sumber nitrogen. Pertumbuhan sel/jaringan
yang dikulturkan dapat dipacu dengan penambahan beberapa macam ekstrak,
misalnya yeast extract, malt extract, air kelapa, jus tomat atau jeruk. Medium dasar
untuk kultur jaringan tanaman yang paling umum digunakan adalah medium dasar
MS (Tabel 3.1.). Untuk membuat medium kultur jaringan, setiap komponen bahan
kimia dapat disiapkan secara langsung. Untuk larutan elemen mikronutrien dan
vitamin serta zat pengatur tumbuh yang jumlah konsentrasinya sangat kecil, harus
dibuat larutan larutan stok terlebih dahulu. Cara pembuatan larutan stok dapat
dilihat di Table 4 dan Lampiran.
Saat ini sudah tersedia media basal MS siap pakai yang sudah mengandung
vitamin, dalam pembuatannya hanya memerlukan penambahan sukrosa sebanyak
30 g/L. (Gambar 3.1.)

14
Gambar 3.1. Medium basal Murashige & Skoog, siap pakai

C. TUJUAN
1. Mempelajari susunan dan cara membuat medium kultur jaringan
2. Mempersiapkan medium dasar MS untuk inisasi kalus.

D. ALAT PRAKTIKUM
1. Neraca analitik,
2. pipet ukur,
3. gelas ukur,
4. beaker glass,
5. erlenmeyer,
6. botol kultur
7. aluminium foil
8. pH meter
9. microwave oven,
10. kompor/hotplat -magnetic stirrer
11. autoklav.

15
E. BAHAN
Bahan-bahan kimia sesuai yang tertera dalam Tabel 3.1. dan Tabel 3.2. di bawah
ini, NaOH 1N dan HCl 0.1N.

Tabel 3.1. Komposisi Medium Dasar Murashige dan Skoog (MS)

Komponen Jumlah (mg/L)


Makronutrien
KNO3 1 900
NH4 NO3 1 650
CaCl2 .2H2O 440
MgSO4 .7H2 O 370
KH2 PO4 170
Mikronutrien
MnSO4 .4H2 O 22,3
ZnSO4.7H2 O 8,6
H3BO3 6,2
KI 0,83
Na2 MoO4 .2H2 O 0,25
CuSO4 .5H2 O 0,025
CoCl2 .6H2O 0,025
FeSO4.7H2 O (dilarutkan
27,8
dengan Na2 EDTA 37,3 mg/l)
Vitamin
Thiamin-HCl 0,1
Nicotinic acid 0,5
Pyridoxine HCl 0,5
Glycin 2
Myo-inositol 100
Sukrosa 30 000
pH 5.5 - 5.8

Gambar 3.2. Medium siap pakai untuk kultur jaringan tanaman

16
Tabel 3.2. Standart penimbangan untuk pembuatan stok medium MS
Larutan
Berat (g) untuk Pengambilan untuk
STOK+I5:L24L Bahan
volume 100 ml 1L medium
5I5:L20
A (5x) NH4NO3 8.25 20 ml
B (5x) KNO3 9.50 20 ml
C (10x) CaCl2.H2O 4.40 10 ml
MgSO4.7H2O 3.70
D (10x) 10 ml
KH2PO4 1.70
FeSO4.7H2O 0.56
E (20x) 5 ml
Na2EDTA.2H2O 0.75
H3BO3 0.12
F (20x) MnSO4.4H2O 0.34 5 ml
ZnSO4.7H2O 0.17
KI 0.20
Na2MoO4.2H2O 0.05
G (200x) CuSO4.5H2O 0.005 0.5 ml

CoCl2.6H2O 0.005

Nicotinic acid 0.05


Pyridoxine-HCl 0.05
Vitamin (100x) 1 ml
Thiamine-HCl 0.01
Glycine 0.20
Myo (10x) Myo-Inositol 1.00 10 ml

Zpt Auksin/sitokinin 0.10 1ml untuk 1 ppm

Ket: Cara pembuatan larutan stok terdapat dalam lampiran

F. CARA KERJA:
Membuat medium MS 1 liter
1. Ambil larutan stok A, B, C, D, E, F, G, vitamin, myoinositol dengan volume
sesuai dalam Tabel 2., masukkan ke dalam Erlenmeyer 1 liter.
2. Tambahkan sukrosa 30 g/L dan zat pengatur tumbuh dengan konsentrasi sesuai
perlakuan, dan tambahkan aquadest sampai volume 900 ml.
3. Ukur pH medium dengan pH meter antara 5,5-5,8. Jika pH terlalu rendah
naikkan dengan menambahkan NaOH 0,1 N dan jika pH terlalu tinggi turunkan

17
dengan menambahkan HCl 0,1 N.
4. Tambahkan agar 9 g/L, kemudian tambahkan aquadest sampai volume 1 liter.
Sambil diaduk panaskan medium dia tas kompor, hotplate sambil diaduk, atau
di dalam oven macrowave, sampai mendidih dan semua agar larut. Masukkan
20 ml medium (sesuaikan dengan volume botol) ke dalam botol kultur dan
tutup rapat dengan aluminium foil. Beri label yang bertuliskan jenis dan
konsentrasi zpt yang ditambahkan.
5. Sterilkan medium dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.
Keluarkan dari autoklaf dan selanjutnya disimpan di ruang penyimpanan.

Pengamatan :
Dilakukan setiap hari selama 7 hari, dengan mengamati munculnya
kontaminan baik bakteri ataupun jamur yang ditunjukkan dengan pertumbuhan
koloni.

Parameter
1. Waktu munculnya kontaminasi
2. Jenis kontaminan yang tumbuh
3. Posisi kontaminan
4. Persentase jumlah botol media yang mengalami kontaminasi

Tabel 3.3. Pengamatan sterilitas medium

Jenis Kontaminasi Jenis Posisi Persentase


Medium muncul hari kontaminan kontaminan medium yang
ke.. (bakteri/jamur) terkontaminasi

18
G. EVALUASI
1. Mengapa dalam pembuatan medium beberapa komponen medium perlu dibuat
stok sedangkan yang lain tidak ?
2. Bagaimanakah kondisi fisik larutan medium sampai medium menjadi padat ?
3. Mengapa media yang selesai disterilkan dengan autoklaf perlu disimpan dulu
beberapa hari sebelum dapat digunakan?
4. Jika terjadi kontaminasi pada media, apa jenis kontaminan dan dari mana
sumbernya?

19
Acara Praktikum IV
KULTUR KALUS

A. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa dapat menguasai teknik induksi kalus dan memahami respon
eksplan yang ditumbuhkan dalam medium kultur

B. DASAR TEORI
Kultur jaringan merupakan suatu budidaya di atas media buatan berisi nutrisi, di
dalam botol tertutup dan dilakukan dalam kondisi yang steril. Kultur jaringan atau
sering disebut dengan teknik in vitro memerlukan bagian tanaman (eksplan) yang
berukuran relatif kecil yang akan mengalami proliferasi. Jenis kultur yang sudah
berkembang saat ini antara lain kultur suspensi sel dan kultur kalus.
Kalus merupakan kumpulan sel yang dihasilkan dari proses dedifernsiasi
jaringan atau organ di dalam medium kultur. Kultur kalus adalah metode
memelihara kalus, yang diawali dengan tahap induksi kalus dari eksplan tumbuhan.
Eksplan yang digunakan dapat berasal dari organ vegetatif (akar, batang, dan daun)
maupun dari anther / serbuk sari.
Kultur kalus dapat menjadi tahap yang mendukung perbanyakan tanaman,
karena kalus dapat diregenerasikan dan mengalami perkembangan sehingga
memiliki bagian – bagian tanaman yang lengkap (planlet).
Faktor yang mempengaruhi induksi kalus adalah media dan jenis esplan.
Komposisi media yang digunakan pada kultur kalus umumnya terdiri atas unsur
hara makro, hara mikro, gula, vitamin, asam amino, bahan-bahan organik, dan
dilengkapi dengan zat pengatur tumbuh (ZPT) auksin dan sitokinin. Pembentukan
kalus sangat dipengaruhi oleh jenis eksplan, varietas eksplan, umur eksplan,
kondisi fisiologis, dan ukuran eksplan. Jenis eksplan seperti tunas pucuk, tunas
ketiak (aksilar), ujung akar, mata tunas, hipokotil, daun, embrio, dan kotiledon akan
memberikan perbedaan yang signifikan pada pertumbuhan eksplan.

20
C. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mempelajari langkah- langkah membuat kultur kalus
2. Mempelajari cara mengisolasi eksplan dan merangsang pembentukan kalus
3. Mengidentifikasi terbentuknya kalus dari potongan eksplan

D. ALAT PRAKTIKUM
1. Alat gelas : cawan petri, gelas ukur, erlenmeyer, gelas beker, bunsen,
2. Dissecting set :pinset, scalpel, kuvet gunting,
3. Alumunium foil, plastic wrap, label,
4. Laminar air flow, sarung tangan, masker

E. BAHAN
1. Daun atau hipokotil kecambah
2. Medium MS yang mengandung ZPT
3. Akuades steril
4. Larutan Nahipoklorit
5. Fungisida

F. CARA KERJA
1. Sehelai daun dicuci dengan air mengalir selama 3 menit, kemudian dicuci
dengan air deterjen dan dibilas.
2. Di dalam Laminar Air Flow daun kemudian disterilisasi dengan larutan sodium
hypochlorite 5% selama 5 menit, selanjutnya dibilas 3x menggunakan akuades
steril.
3. Daun yang telah disterilkan dipotong ukuran 1x1 cm2 di atas cawan petri
kemudian ditanam di dalam medium MS yang mengandung ZPT (BAP 1mg/L
+ NAA 1mg/L dan 2,4-D 1 ppm tunggal).
4. Botol kultur berisi eksplan ditutup dengan alumunium foil dan dilapisi dengan
plastik wrap. Botol diberi label sesuai perlakuan dan tanggal penanamannya,
dan terakhir botol diletakkan di atas rak kultur. dengan cahaya lampu 200 lux.

21
Daun yang sudah steril diletakkan
dalam cawan petri dialasi dengan
kertas saring steril

Gambar 1. Tata cara urutan sterilisasi eksplan untuk induksi kalus

Gambar 2. Bagan penanaman eksplan untuk induksi kalus

22
Pengamatan
Pengamatan dilakukan tiap 2 hari sekali selama 35 hari setelah eksplan ditanam
pada botol kultur. Tanaman diamati setiap hari dengan mendokumentasikan dan
mencatat parameter yang diamati. Kultur yang terkontaminasi disingkirkan dari rak
kultur.

Parameter
1. Waktu Inisiasi Kalus
Inisiasi kalus diamati berdasarkan waktu kalus mulai muncul pertama kali pada
permukaan eksplan.
2. Persentase kultur yang kontaminasi
3. Morfologi kalus (warna/tekstur kalus)

G. SOAL LATIHAN
1. Apa sajakah tujuan dari kultur kalus?
2. Sebutkan komposisi medium yang diperlukan untuk pembentukan kalus
3. Mengapa kalus dapat terbentuk dari jaringan vegetatif?

23
ACARA PRAKTIKUM V
KULTUR PUCUK

A. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa memahami cara membuat kultur pucuk dan memahami pertumbuhan
pucuk tanaman – tunas secara in vitro.

B. DASAR TEORI
Kultur jaringan merupakan suatu budidaya untuk dapat mendukung
perbanyakan tanaman atau mikropropgasi. Berbagai teknik yang dapat digunakan
yaitu antara lain kultur tunas aksiler, kultur kalus, kultur pucuk dan kultur meristem.
Kultur kalus dapat menjadi tahap yang mendukung perbanyakan tanaman, karena
kalus dapat diregenerasikan dan mengalami perkembangan sehingga memiliki
bagian – bagian tanaman yang lengkap (planlet).
Teknik kultur jaringan dapat dilakukan secara langsung tanpa melalui fase
kalus. Salah satu teknik ini dilakukan dengan cara induksi tunas. Perlakuan induksi
tunas secara in vitro dapat dilakukan melalui tunas aksilar (Mastuti, 2017). Teknik
kultur tunas aksilar dapat diterapkan untuk perbanyakan beberapa tanaman secara
in vitro karena mempunyai beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan
perbanyakan konvensional. Teknik tersebut mampu menghasilkan bibit tanaman
/clone dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif singkat dan tidak tergantung
musim.
Regenerasi tanaman secara in vitro dapat dilakukan dengan cara menginduksi
terbentuknya tunas secara langsung dari eksplan. Eksplan yang digunakan adalah
tunas aksilar (ketiak) yang dapat distimulasi perbanyakan tunasnya dengan
penambahan hormon sitokinin. Tunas aksilar memiliki kemampuan multiplikasi
dengan sangat cepat, sehingga sangat sesuai untuk tujuan produksi bibit tanaman
dengan gen yang identik sehingga diperoleh tunas yang seragam. kelebihan dari
perbanyakan tanaman kentang menggunakan tunas aksilar secara in vitroadalah
tunas dapat tumbuh dengan mudah dan resisten terhadap perubahan genotip. Kultur
tunas aksilar akan mengalami pemanjangan tunas dan diferensi akar untuk
mendapatkan tanaman yang lengkap.

24
C. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mempelajari langkah- langkah membuat kultur pucuk
2. Mengetahui cara mengisolasi eksplan dan menumbuhkan dalam medium
kultur
3. Mengetahui terbentuknya tunas dari potongan eksplan.

D. ALAT PRAKTIKUM
1. Alat gelas : cawan petri, gelas ukur, erlenmeyer, gelas beker, bunsen,
2. Dissecting set :pinset, scalpel, kuvet gunting,
3. Alumunium foil, plastic wrap, label,
4. Laminar air flow, sarung tangan, masker

E. BAHAN
1. Potongan cabang / daun
2. Medium MS yang mengandung sitokinin
3. Akuades steril
4. Larutan Nahipoklorit
5. Fungisida

F. CARA KERJA
1. Ambil satu potong batang dicuci dengan air mengalir selama 3 menit, kemudian
dicuci dengan air deterjen dan dibilas.
2. Di dalam Laminar Air Flow segmen batang kemudian disterilisasi dengan larutan
sodium hypochlorite 5% selama 5 menit, selanjutnya dibilas 3x menggunakan
akuades steril.
3. Bagian segmen batang dipotong pada daerah ruas yang ada mata tunas aksilar
sepanjang 2 cm secara steril sebagai eksplan.
4. Eksplan selanjutnya ditanam pada media dengan konsentrasi BAP yang berbeda (0,
1, 2 dan 3 ppm). Potongan batang yang terdapat tunas aksilar ditanam dalam botol
berisi media dengan posisi horizontal maupun vertikal. Masing-masing botol diisi
2 batang.
5. Buat potongan lain yang hnya menggunakan mata tunas saja sebagai eksplan.

25
6. Botol kultur diberi label keterangan konsentrasi BAP dan tanggal penanaman.
Kultur diletakkan pada tempat yang steril dengan intensitas cahaya 500-900 lux
dengan suhu sekitar 250C.
7. Botol kultur berisi eksplan ditutup dengan alumunium foil dan dilapisi dengan
plastik wrap.

Gambar 3. Bagan penanaman mata tunas dan kultur pucuk


(Sumber : https://www.slideshare.net/sofda/panduan-kultur-jaringan-gaharu?from_action=save)

Pengamatan

Pengamatan dilakukan tiap 2 hari sekali selama 35 hari setelah eksplan ditanam
pada botol kultur. Tanaman diamati setiap hari dengan mendokumentasikan dan
mencatat parameter yang diamati. Kultur yang terkontaminasi disingkirkan dari rak
kultur.

Parameter
1. Waktu Inisiasi tunas baru
2. Inisiasi kalus diamati berdasarkan waktu tunas mulai muncul pertama kali pada
eksplan.
3. Jumlah tunas yang muncul

26
4. Perkembangan kultur setelah 35 hari penananaman : muncul daun atau akar
pada bagian basal eksplan

G. SOAL LATIHAN:
1. Apakah tujuan adanya BAP dalam medium kultur pucuk?
2. Tulislah perbedaan kultur tunas aksiler dan kultur pucuk !
3. Apakah kelebihan kultur pucuk diabndingkan dengan kultur kalus ?

27
ACARA PRAKTIKUM VI
AKLIMATISASI

A. KOMPETENSI DASAR

Mahasiswa memahami dan dapat melakukan proses aklimatisasi dengan benar.


Mahasiswa dapat mengetahui persentase keberhasilan planlet tumbuh di lingkungan
alamiah

B. DASAR TEORI

Mikropropagasi merupakan adalah memperbanyak bibit tanaman dalam skala besar.


Untuk itu maka planlet yang dihasilkan dari dalam medium kultur harus dipindahkan ke
media alami. Pada tahap ini, planlet yang berukuran kecil harus beradaptasi dengan
lingkungan di luar botol, sehingga tahapnya cukup rumit.

Tujuan dari aklimatisasi adalah untuk menyediakan fase adaptasi dari lingkungan in
vitro ke lingkungan in vivo yang tidak steril. Keadaan demikian akan memberikan
goncangan (stress) yang sangat berat bilamana planlet dalam botol harus hidup di luar botol
yang kondisi atmosfernya serba kompleks dan tidak konstan. Akar yang tumbuh dari
pangkal planlet biasanya sangat rapuh sehingga mudah patah. Jumlah akar planlet juga
masih sangat kurang sehingga perlu diberikan zat perangsang perakaran.

Planlet yang diaklimatisasi akan tumbuh di lingkungan baru atau sebaliknya dapat mati
karena tidak dapat beradaptasi dengan baik. Penanganan planlet harus dilakukan dengan
hati-hati dan cermat termasuk penyiapan ruang inkubasi nya yang diatur sedemikian rupa
sehingga kelembaban tetap terjaga. Langkah-langkah yang harus dipersiapkan untuk
menanam planlet ke pot utamanya ditujukan untuk mengkondisikannya menjadi bibit-bibit
tanaman yang secara perlahan-lahan menyesuaikan diri dengan atmosfer baru di luar botol.
Beberapa zat kimia yang digunakan adalah untuk menjaga sterilitas planlet dari
serangan jamur / bakteri di luar botol dan zat-zat yang merangsang pertumbuhan akar.
Sehingga tanaman kecil dapat melanjutkan pertumbuhannya, sehat dan subur seperti ketika
masih dalam botol. Pertumbuhan planlet dapat diamati dari bertambah besarnya ukuran
tanaman, bertambah nya jumlah daun dan warna hijau segar pada daunnya.

28
Gambar 4. Bagan tahap-tahap mikropropagasi hingga aklimatisasi
(Sumber : sumberbelajar.belajar.kemdikbud.go.id)

C. ALAT PRAKTIKUM :
1. Kawat pengait
2. Baskom
3. Kertas koran
4. Pot

E. BAHAN :
1. Planlet dalam botol yang siap dipindahkan
2. Fungisida
3. Zat perangsang perakaran
4. Potongan pakis
5. Arang , pot
6. Paranet atau sungkup

29
F. CARA KERJA
1. Botol yang berisi planlet diisi dengan air dan digoyang-goyang untuk melunakkan
agar.
2. Planlet ditarik keluar menggunakan kawat pengait.
3. Planlet selanjutnya dicuci dari sisa media dan dicelup ke dalam baskom yang berisi
fungisida.
4. Bibit yang telah dibilas kemudian direndam dalam larutan rootone / NAA beberapa
saat.
5. Bibit diletakkan di atas koran bersih dan dikering-anginkan.

Penanaman bibit:
1. Pot diisi dengan arang sampai 2/3 volume pot, kemudian 1/3-nya diisi dengan cacahan
pakis (yang telah direndam dengan pupuk NPK (1:1:1) selama 1 hari).
2. Bibit ditanam berderet-deret rapat dengan bagian akar tertimbun.
3. Pot / compot (community pot) diberi label (tanggal aklimatisasi) dan ditutup dengan
plastic atau paranet, diletakkan di tempat teduh.
4. Setelah 5-7 hari sungkup dibuka dan secara bertahap dikenakan cahaya matahari.
5. Pengamatan dilakukan selama empat minggu.
Parameter
1. Persentase bibit yang hidup.
2. Jumlah bibit yang pertumbuhannya lambat / konstan.
3. Jumlah daun baru yang muncul setelah 4 minggu

G. SOAL LATIHAN
1. Apakah tujuan adanya paranet / sungkup pada saat aklimatisasi?
2. Bagaimana mengetahui bibit dapat teraklimatisasi dengan baik ?
3. Ceritakan urutan tahap aklimatisasi hingga bibit siap diatanam di lingkungan alamiah

30
DAFTAR PUSTAKA

Dodds, J.H. & L.W. Roberts, 1993. Experiments in Plants Tissue Culture. 2nd Ed.
Cambridge Univ. Press.

Jain,M. 2016. Plant tissue culture- Lab practices made easy. International E – Publication
INDIA

Karl-Hermann Neumann,K-H., A. Kumar & J. Imani. 2009. Plant Cell and Tissue
Culture - A Tool in Biotechnology. Basics and Application. Springer.Heidelberg.
Germany.

31

Anda mungkin juga menyukai