Anda di halaman 1dari 1

.

Melihat dari sisi agama, menurut Romo Andrianus 1, jika dilihat dari dasar teologis,
perkawinana Katolik itu persekutuan atau ikatan seorang pria dan seorang wanita yang
melambangkan ikatan Tuhan Yesus dengan umat dan gereja-Nya, di mana Ia tidak pernah
berhenti mengasihi. Sehingga perlu digarisbawahi, berdasarkan Kitab Hukum Kanonik,
perkawinan Katolik tidak mengenal adanya perceraian, sebab apa yang telah dipersatukan
Allah, tidak boleh diceraikan manusia.

Namun jika kembali melihat pada hukum positif di Indonesia, menurut UU Perkawinan,
bahwa sebuah perkawinan dapat putus salah satunya karena perceraian, yang hanya bisa
dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak. Menurut hukum positif di Indonesia, menurut UU
Perkawinan dan perubahannya, perkawinan dapat putus salah satunya karena perceraian,
yang hanya bisa dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan berusaha dan
tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Sementara mengenai hak asuh anak, pasca
perceraian menurut hukum sipil, baik ibu atau bapak tetap wajib memelihara dan mendidik
anak-anaknya semata-mata untuk kepentingan anak dan jika ada perselisihan penguasaan
anak, pengadilan yang akan memberi keputusannya.2

1
Andre S, hasil wawancara penulis jurnal dengan Romo Adrianus dalam jurnal pencaharian keadilan, (Jakarta,
Vol 2, September 2017), hal.31
2
UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, pasal 41 huruf (a).

Anda mungkin juga menyukai