Anda di halaman 1dari 10

A.

PENGERTIAN HADITS, SUNNAH, KHABAR DAN ATSAR


1. Definisi Al-Hadits
Dalam kamus besar bahasa Arab [al-‘ashri], Kata Al-Hadits berasal dari bahasa Arab
“al-hadist” yang berarti baru, berita.  Ditinjau dari segi bahasa, kata ini memiliki banyak arti,
dintaranya:
a.    al-jadid (yang baru), lawan dari al-Qadim (yang lama)
b.    Dekat (Qarib), tidak lama lagi terjadi, lawan dari jauh (ba’id)
c.    Warta berita (khabar), sesuatu yang dipercayakan dan dipindahkan dari sesorang kepada
orang lain.[1]
Allah juga menggunakan kata hadits dengan arti khabar sebagaimana tersebut dalam firman-
Nya:

Artinya: “Maka hendaklah mereka mendatangkan suatu kabar (kalimat) yang semisal Al-
Qur’an itu, jika mereka orang-orang yang benar” (QS. At-Thur: 34).[2]
Secara terminologis, hadits ini dirumuskan dalam pengertian yang berbeda-beda
diantara para muhadditsin dan ahli ushul.mereka berbeda-beda pendapatnya dalam
menta’rifkan Al-hadits. Perbedaan tersebut disebabkan karena terpengaruh oleh terbatas dan
luasnya objek peninjauan mereka masing-masing, yang tentu saja mengandung
kecenderungan pada aliran ilmu yang didalaminya.[3]
Ibnu Manzhur berpendapat bahwa kata ini berasal dari kata Al-Hadits, jamaknya: Al-
Ahadits, Al-Haditsan dan Al-Hudtsan. Ada juga sebagian Ulama yang menyatakan, bahwa
ahadits bukan jamak dari haditsyang bermakna khobar, tetapi meruppakan isim
jamak.Mufrad ahadits yang sebenarnya, adalah uhdutsah, yang bermakna suatu berita yang
dibahas dan sampai dari seseorang ke seseorang.(Hasbi Ashidiqi, sejarah pengantar ilmu
hadits : 2)
Menurut istilah ahli ushul fiqih, pengertian hadits ialah:

‫كل ماصدر عن النبي صلى هللا عليه وسلم غيرالقرأن الكريم من قول او فعل‬
‫اوتقرير مما يصله ان يكون دليال لحكم شرع‬
“Hadits yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW selain Al-Qur’an al-Karim,
baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir Nabi yang bersangkut paut dengan dengan
hukum syara”.  
Sedangkan Ulama Hadits mendefinisikan Hadits sebagai berikut:
‫كل ما أثرعن النبي صلى هللا عليه وسلم من قول او فعل اوتقرير اوصفة خلقية او‬
‫خلقية‬
“Segala sesuatu yang diberikan dari Nabi SAW baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-
sifat maupun hal ihwal Nabi”.[4]
Yang dimaksud dengan “hal ihwal” ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW
yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran dan kebiasaan-kebiasaan.
Kedua hadits tersebut di atas menyatakan bahwa unsur Hadits itu terdiri dari tiga
unsur yang ketiga unsur ini hanya bersumber dari Nabi Muhammad, ketiga unsur itu adalah:
a.    Perkataan. Yang dimaksud dengan perkataan  Nabi Muhammad ialah sesuatu yang pernah
dikatakan oleh beliau dalam berbagai bidang.
b.    Perbuatan. Perkataan Nabi merupakan suatu cara yang praktis dalam menjelaskan peraturan
atau hukum syara’. Contohnya cara Sholat.
c.    Taqrir. Arti taqrir adalah keadaan beliau mendiamkam, tidak menyanggah atau menyetujui
apa yang dilakukan para sahabat.
Sementara kalangan ulama ada yang menyatakan bahwa apa yang dikatakan hadits itu
bukan hanya yang berasal dari Nabi SAW, namun yang berasal dari sahabat dan tabi’in
disebut juga hadits. Sebagai buktinya, telah dikenal adanya istilah hadits marfu’, yaitu hadits
yang dinisbahkan kepada Nabi SAW, hadits mauquf, yaitu hadits yang dinisbahkan pada
shahabat dan hadits maqtu’ yaitu hadits yang dinisbahkan kepada tabi’in.Jumhur Al-
Muhadditsin berpendapat bahwa pengertian hadits merupakan pengertian yang terbatas
sebagai berikut: “Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Baik berupa
perkataan, perbuatan, penyataan (taqrir) dan sebagainya”
Sebagaimana disebutkan oleh Muhammad Mahfuzh Al-Tirmizi, yaitu:

‫أن الحديث اليحتث بالمرفوع اليه صلى هللا عليه وسلم بل جاء بلموقوف وهو ما‬
‫أضيف الى الصحابى والمقطوع وهو ما أضيف للتبعي‬
Artinya: “Bahwasanya hadits itu bukan hanya untuk sesuatu yang marfu’ yaitu sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW, melainkan bisa juga untuk sesuatu yang mauquf,yang
disandarkan kepada sahabat dn yang maqtu, yaitu yang disandarkan kepada tabi’in” Munzier
Suparta (2001:3)
Berdasarkan pengertian hadits diatas maka kami menyimpulkan bahwa hadits adalah
segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan
yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang disyariatkan kepada
manusia. Selain itu tidak bisa dikatakan hadits karena ahli ushul membedakan diri Nabi
Muhammad dengan manusia biasa. Yang dikatakan hadits adalah sesuatu yang berkaitan
dengan misi dan ajaran Allah yang diemban oleh Muhammad SAW sebagai Rasulullah. Ini
pun, menurut mereka harus berupa ucapan, perbuatan dan ketetapannya. Sedangkan
kebiasaan-kebiasaan, tata cara berpakaian dan sejenisnya merupakan kebiasaan manusia dan
sifat kemanusiaan tidak dapat dikategorikan sebagai hadits. Dengan demikian, pengertian
hadits menurut ahli ushul lebih sempit dibanding dengan hadits menurut ahli hadits.[5]
Disamping itu, ada beberapa kata yang bersinonim (muradif) dengan kata hadits
seperti: sunnah, khabar, dan atsar.
2. Definisi As-Sunnah          
Menurut bahasa sunnah berarti

‫الطريقة محمودة كانت اومذمونة‬


“Jalan yang terpuji atau tercela”.[6]
Firman Allah s.w.t

“Dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnah Allah”.
            Adapun menurut istilah, ta’rif Sunnah antara lain sebagaimana dikemukakan
oleh Muhammad ajaj al-khathib:

‫م من قول اوفعل اوتقريراوصفةخلقية‬.‫ما أثر عن النبى ص‬


Artinya: “Segala yang dinukilkan dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup baik sebelum Nabi diangkat jadi rasul atau
sesudahnya”.
Sabda Nabi SAW,

‫لتتبعن سنن من قبلكم شبرا بشبرودراعابدراع حتى لودخلواحجرالضب لدخلتموه‬


Artinya:”sungguh kamu akan mengikuti sunnah-sunnah (perjalanan-perjalan) orang yang
sebelummu” sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga sekiranya mereka
memasuki seorang dan (berupa biawak) sungguh kamu memasuki juga”.[7](HR. Muslim)
Menurut istilah as-sunnah adalah pensarah Al-Qur’an, karena Rasulullah bertugas
menyampaikan Al-Qur’an dan menjelaskan pengertiannya. Maka As-asunnah menerangkan
ma’na Al-Qur’an, adalah dengan cara:
a.       Menerangkan apa yang dimaksud dari ayat-ayat mudjmal, seperti menerangkan waktu-waktu
sembayang, bilangan raka’at, kaifiyat ruku’, kaifiyat sujud, kadar-kadar zakat, waktu-waktu
memberikan zakat, macam-macamnya dan cara-cara mengerjakan haji. Karena inilah
Rasulullah s.a.w. bersabda:
Artinya “ambillah olehmu dariku perbuatan-perbuatan yang dikerjakan dalam ibadah haji”.
b.      Menerangkan hukum-hukum yang tidak ada didalam Al-Qur’an seperti mengharamkan kita
menikahi seseorang wanita bersamaan dengan menikahi saudaranya ayahnya, atau saudara
ibunya, seperti mengharamkan kita makan binatang-binatang yang bertaring.
c.       Menerangkan ma’na lafad, seperti mentafsirkan al maghdlubi ‘alaihim dengan orang yahudi
dan mantafsirkan adldlallin, dengan orang nasroni.[8]

3. Khabar
Secara etimologis khabar  berasal dari kata :khabar, yang berarti ‘berita’.Adapun
secara terminologis, para ulama Hadits tidak sepakat dalam menyikapi lafadz
tersebut.sebagaimana mereka berpendapat adalah sinonim dari kata hadits dan sebagian lagi
tidak demikian.Karena Khabar adalah berita, baik berita dari Nabi SAW, maupun dari
sahabat atau berita dari tabi’in.[9]
Sementara Khabar menurut ahli Hadits, yaitu : “Segala sesuatu yang disandarkan atau
berasal dari Nabi SAW atau dari yang selain Nabi SAW”. [10]
Ulama lain mengatakan Khabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi SAW,
sedang yang datang dari Nabi SAW disebut Hadits. Ada juga ynag mengatakan bahwa Hadits
lebih umum dan lebih luas daripada Khabar, sehingga tiap Hadits dapat dikatakan Khabar,
tetapi  tidak setiap Khabar  dikatakan Hadits.[11]Karena itu, sebagian ulama berpendapat
bahwa Khabar itu menyangkut segala sesuatu yang datang dari selain Nabi SAW. Sedangkan
Hadits khusus untuk segala sesuatu yang berasal dari Nabi SAW.[12]
4. Atsar
Atsar dari segi bahasa artinya bekas sesuatu atau sisa. Sesuatu dan berarti pula nukilan
(yang dinukilkan). Karena doa yang dinukilkan / berasal dari Nabi SAW. Dinamkan doa
maksur.[13]
Sedangkan atsar menurut istilah terjadi perbedaan pendapat diantara pendapat para
ulama. Sedangkan menurut istilah:

‫ماروي عن الصحابة ويحوزاطالقه على كالم النبى ايضا‬


Artinya: “yaitu segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat danboleh juga
disandarkan pada perkataan Nabi SAW”.[14]Jumhur ulama mengatakan bahwa atsar sama
dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat dan tabi’in.
sedangkan menurut ulama Khurasan bahwa atsar untuk yang mauquf dan khabar untuk yang
marfu’. (Mudasir : 1999: 32).
5. ANALISIS
  Perbedaan Hadits dengan Sunnah, Khabar dan Atsar
Dari keempat istilah, yaitu hadits, sunnah, khabar dan atsar, menurut jumhur ulama
hadits dapat dipergunakan untuk maksud yang sama, yaitu bahwa hadits disebut juga dengan
sunnah, khabar dan atsar. Begitu pula halnya sunnah, dapat disebut dengan hadits, khabar dan
atsar. Maka hadits mutawatir dapat juga disebut dengan sunnah mutawatir atau khabar
mutawatir. Begitu juga hadits shahih dapat disebut dengan sunnah shahih, khabar shahih dan
astar shahih. Dari keempat tema tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tema tersebut
sangat berguna sebagai ilmu tambahan bagi masyarakat Islam untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan menentukan kulitas dan kuwantitas Hadits, sunnah, Khabar dan Atsar.[15]
Para ulama juga membedakan antara hadits, sunnah, khabar dan atsar sebagai berikut:
a.    Hadits dan sunnah: hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, takrir yang bersumber pada
Nabi SAW, sedangkan sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan,
perbuatan, takrir, tabiat, budi pekerti atau perjalanan hidupnya, baik sebelum di angkat
menjadi rasulmaupun sesudahnya.
b.    Hadits dan khabar: sebagian ulama hadits berpendapat bahwa khabar sebagai suatu yang
berasal atau disandarkan kepada selain nabi SAW., hadits sebagai sesuatu yang berasal atau
disandarkan pada Nabi SAW.
c.    Hadits dan atsar: jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan khabar dan
hadits. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu
yang disandarkan pada Nabi SAW, sahabat dan tabiin.[16]
B. KRITERIA AL-HADITS
1. Sanad
Kata “Sanad” menurut bahasa adalah “sandaran” atau sesuatu yang akan dijadikan
sandaran. Dikatakan demikian, karena hadist bersandar kepadanya. Sedangkan menurut
istilah, terdapat perbedaan rumusan pengertian. Al-Badru bin Jama’ah dan Al-Thiby
mengatakan bahwa : “Berita tentang jalan matan”.
Ada juga yang menyebutkan :“Silsilah para perawi yang menukilkan hadist dari
sumbernya yang pertama”.[17]
Sedangkan menurut Ahli Hadist: “Jalan yang menyampaikan kepada matan hadits.
[18]
Yang berkaitan dengan istilah sanad,terdapat kata-kata seperti, al-isnad, al-musnid
dan al-musnad. Kata-kata ini secara terminologis mempunyai arti yang cukup luas,
sebagaimana yang dikembangkan oleh para ulama.
Kata al-isnad berarti menyandarkan, mengasalkan (mengembalikan ke asal) dan
mengangkat. Yang dimaksud disini ialah menyandarkan hadits kepada orang yang
mengatakannya (raf’u hadits ila qa ‘ilih atau ‘azwu hadits ila qa’ilih). Menurut At-thiby,
“Kata al-isnad dan al-sanad digunakan oleh para ahli dengan pengertian yang sama”.Kata
al-musnad mempunyai beberapa arti, bisa berarti hadits yang disandarkan atau diisnadkan
oleh seseorang, bisa berarti nama suatu kitab yang menghimpun hadits-hadits dengan system
penyusunan berdasarkan nama-nama para sahabat, perawi hadits, seperti kitab Musnad
Ahmad, bisa juga berarti nama bagi hadits yang marfu’ dan muttashil.
2. Matan
Kata “matan” atau “al-matn” menurut bahasa berarti Mairtafa’a min al-ardi (tanah
yang meninggi). Sedangkan menurut istilah ahli hadits adalah : “Perkataan yang disebut
pada akhir sanad, yakni sabda Nai SAW. Yang disebutkan sanadnya”.[19]
3. Rawi ( periwayat)
Kata “rawi” atau “al-rawi” berarti orang yang meriwayatkan atau memberitakan
hadits (naqil al-hadits).
Sebenarnya antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang tidak dapat
dipisahkan. Sanad-sanad hadits pada tiap-tiap tabaqahnya juga disebut rawi, jika yang
dimaksud rawi adalah orang yang meriwayatkan dan memindahkan hadits. Akan tetapi yang
membedakan antara sanad dan rawi adalah terletak pada pembukuan atau pentadwinan
hadits. Orang yang menerima hadits dan kemudian menghimpunnya dalam suatu kitab
tadwin, disebut dengan perawi. Dengan demikian, maka perawi dapat disebut mudawwin
(Orang yang membukan dan menghimpn hadits).
Dari berbagai pengertian tentang sanad, matan dan rawi dengan berbagai urgensi
yang berbeda-beda yang menunjukan begitu indah perbedaan pemikiran yang menghiasi
pengertian tentang sanad, matan dan rawi. Dengan ini kami menyimpulkan bahwa yang
dimaksud sanad adalah orang-orang yang meriwayatkan hadits atau yang menyampaikan
hadits pada matan. Matan adalah isi, materi atau lafadz hadits itu sendiri sedangkan rawi
adalah orang yang menghimpun dan membukukan hadits.[20]
C. KEDUDUKAN DAN FUNGSI AL- HADITS
Hadits Nabi SAW. Merupakan penafsiran Al-Qur’an dalam praktek atau penerapan
ajaran Islam secara faktual dan ideal. Demikian ini mengingat bahwa pribadi Rasulullah
merupakan perwujudan dari Al-Qur’an yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam
yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun kedudukan hadits terhadap Al-Qur’an, sedikitnya mempunya tiga fungsi
pokok yaitu:
1.    Memperkuat dan menetapkan hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an (sebagai
bayan taqrir).
2.    Memberikan penafsiran terhadap ayat-ayat yang masih bersifat mujmal dan bersifat mutlak
(bayan tafsir). Penjelasan (penafsiran) Rasulullah terhadap ayat-ayat yang demikian, dapat
berupa:
a.    Menafsirkan kemujmalannya seperti pemerintah mengerjakan salat, membayar zakat, dan
menunaikan haji.
b.    Menaqyidkan (memberikan persyaratan), misalnya ketentuan tentang anak-anak dapat
memusakai harta orang tuanya dan keluarganya didalam Al-Qur’an dilukiskan secara umum.
c.    Memberikan kekhususan (bayan takhsis), ayat yang masih bersifat umum, misalnya tentang
keharaman bangkai dan darah.
3.    Menetapkan hukum aturan-aturan yang tidak didapati( diterangkan di dalam Al-Qur’an),
misalnya dalam masalah perkawinan (nikah).[21]  
Adapun fungsi perbandingan hadits dengan Al-Qur’an, Sunnah atau hadits dalam
Islam merupakan sumber hukum kedua dan kedudukannya setingkat lebih rendah dari pada
Al-Qur’an.Al-Qur’an adalah kalamullah yang diwahyukan Allah lewat Malaikat Jibril secara
lengkap berupa lafaz dan sanadnya sekaligus, sedangkan lafaz hadits bukanlah dari Allah
melainkan dari Nabi sendiri.Dari segi kekuatan dalalah-nya, Al-Qur’an adalah mutawatir
yang Qat’i sedangkan hadits kebanyakannya khabar ahad yang hanya memiliki dalalah
Danni. Sekalipun ada hadits yang mencapai martabat mutawatir namun jumlahnya hanya
sedikit.Para sahabat mengumpulkan Al-Qur’an dalam mushaf dan menyampaikan kepada
umat dengan keadaan aslinya, satu huruf pun tidak berubah atau hilang. Dan mushaf itu terus
terpelihara dengan sempurna dari masa ke masa.
Sedangkan hadits tidak demikan keadaannya, karena hadits Qauli hanya sedikit yang
mutawatir. Kebayakan hadits yang mutawatir mengenai amal prakter sehari-hari seperti
bilangan rakaat salat dan tatacaranya.Al-Qur’an merupakan hukum dasar yang isinya pada
umumnya bersifat mujmal dan mutlak. Sedangkan hadits sebagai ketentuan-ketentuan
pelaksanaan (praktisnya).[22]
D. Pengertian Hadits Qudsi
Secara etimologi Hadits Qudsi merupakan nisbah kepada kata Quds[23] yang
mempunyai arti bersih atau suci. Sedangkan secara terminologis, pengertian hadits qudsi
terdapat dua versi.Yang pertama hadits qudsi merupakan kalam Allah SWT (baik dalam
sturiktur maupun substansi bahasanya), dan Nabi hanya sebagai penyampai Yang kedua
hadits qudsi adalah perkataan dari Nabi, sedangkan isi dari perkataan tersebut berasal dari
Allah SWT.Maka dalam redaksinya sering memakai ]24[.‫قال هللا تعالى‬

Contoh Hadits Qudsi

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬


َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬
َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ َ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ ق‬ ِ ‫َع ْن أَبِي هُ َري َْرةَ َر‬
“‫ت فَقَ ْد أَ ْفلَ َح‬ ْ ‫صلُ َح‬ َ ‫ فَإِ ْن‬.ُ‫صاَل تُه‬َ ‫إِ َّن أَ َّو َل َما ي َُحا َسبُ بِ ِه ْال َع ْب ُد يَ ْو َم ْالقِيَا َم ِة ِم ْن َع َملِ ِه‬
‫يضتِ ِه َش ْي ٌء قَا َل الرَّبُّ َع َّز‬ َ َ‫ فَإِ ْن ا ْنتَق‬،‫اب َو َخ ِس َر‬
َ ‫ص ِم ْن فَ ِر‬ ْ ‫ َوإِ ْن فَ َس َد‬،‫َوأَ ْن َج َح‬
َ ‫ت فَقَ ْد َخ‬
َ ‫ص ِم ْن ْالفَ ِري‬
ُ ‫ ثُ َّم يَ ُك‬،‫ض ِة‬
‫ون‬ ٍ ‫ ا ْنظُرُوا هَلْ لِ َع ْب ِدي ِم ْن تَطَ ُّو‬:َّ‫َو َجل‬
َ َ‫ع فَيُ َك َّم َل بِهَا َما ا ْنتَق‬
َ ِ‫” َسائِ ُر َع َملِ ِه َعلَى َذل‬.
‫ك‬
‫) وكذلك أبو داود والنسائي وابن ماجه وأحمد‬1(‫رواه الترمذي‬
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., beliau berkata, telah bersabda
Rasulullah.“Sesungguhnya perkara/amal seorang hamba yang dihisab pertama kali adalah
shalatnya. Seandainya (shalatnya) baik, maka benar-benar paling beruntung dan paling
sukses, dan seandainya (sholatnya) buruk, maka dia benar-benar akan kecewa dan merugi,
dan seandainya kurang sempurna shalat fardlunya, Allah ‘azza wa jalla berfirman, ‘lihatlah
apakah bagi hambaku ini (ada amal) sholat sunnah (mempunyai sholat sunnah) yang bisa
menyempurnakan sholat fardlunya,’ kemudian begitu juga terhadap amal-amal yang lainnya
juga diberlakukan demikian ”

َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬


‫ال‬ ِ ‫َع ْن أَبِي هُ َري َْرةَ َر‬
َ ‫ َعن النَّبِ ِّي‬،ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬
” ‫ع َش ْه َوتَهُ َوأَ ْكلَهُ َو ُشرْ بَهُ ِم ْن‬ ُ ‫ يَ َد‬،‫ َوأَنَا أَجْ ِزي بِ ِه‬،‫ الص َّْو ُم لِي‬:َّ‫يَقُو ُل هَّللا ُ َع َّز َو َجل‬
‫ين يَ ْلقَى‬
َ ‫ َوفَرْ َحةٌ ِح‬،ُ‫ين يُ ْف ِطر‬ ِ َ‫ َولِلصَّائِ ِم فَرْ َحت‬،)1(ٌ‫ َوالص َّْو ُم ُجنَّة‬،‫أَجْ لِي‬
َ ‫ فَرْ َحةٌ ِح‬:‫ان‬
ِ ‫يح ْال ِم ْس‬ ْ
‫ك‬ ِ ‫) فَ ِم الصَّائِ ِم أَطيَبُ ِع ْن َد هَّللا ِ ِم ْن ِر‬2(‫وف‬
ُ ُ‫ َولَ ُخل‬،ُ‫” َربَّه‬.
(‫رواه البخاري (وكذلك مسلم ومالك والترمذي النسائي وابن ماجه‬
Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a., dari Nabi Muhammad, beliau bersabda, ”Allah Azza wa
Jalla berfirman, ‘Puasa itu untukku, dan Aku yang akan memberikan ganjarannya,
disebabkan seseorang menahan syahwatnya dan makannya serta minumnya karena-Ku, dan
puasa itu adalah perisai, dan bagi orang yang berpuasa dua kebahagiaan, yaitu kebahagian
saat berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Tuhannya, dan bau mulut orang yang
berpuasa lebih harum disisi Allah, daripada bau minya misk/kesturi’ ”.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Definisi Al-Hadits
Dalam kamus besar bahasa Arab [al-‘ashri], Kata Al-Hadits berasal dari bahasa Arab
“al-hadist” yang berarti baru, berita.  Ditinjau dari segi bahasa, kata ini memiliki banyak arti,
dintaranya:
a.al-jadid (yang baru), lawan dari al-Qadim (yang lama)
b. dekat (Qarib), tidak lama lagi terjadi, lawan dari jauh (ba’id)  
c.warta berita (khabar), sesuatu yang dipercayakan dan dipindahkan dari sesorang kepada orang
lain.
Disamping itu, ada beberapa kata yang bersinonim (muradif) dengan kata hadits seperti:
sunnah, khabar, dan atsar.
2. Definisi As-Sunnah          
Menurut bahasa sunnah berarti

‫الطريقة محمودة كانت اومذمونة‬


 “Jalan yang terpuji atau tercela”.

3. Khabar
Secara etimologis khabar  berasal dari kata :khabar, yang berarti ‘berita’.Adapun
secara terminologis, para ulama Hadits tidak sepakat dalam menyikapi lafadz
tersebut.sebagaimana mereka berpendapat adalah sinonim dari kata hadits dan sebagian lagi
tidak demikian. Karena Khabar adalah berita, baik berita dari Nabi SAW, maupun dari
sahabat atau berita dari tabi’in.
4. Atsar
Atsar dari segi bahasa artinya bekas sesuatu atau sisa. Sesuatu dan berarti pula nukilan
(yang dinukilkan). Karena doa yang dinukilkan / berasal dari Nabi SAW. Dinamakan doa
maksur.
B. Kriteria al-hadits
Adapun kriteria hadits dibagi menjadi tiga yaitu: sanat, matan, rawi.
C. Kedudukan dan fungsi al- hadits
        Hadits Nabi SAW. Merupakan penafsiran Al-Qur’an dalam praktek atau
penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal. Demikian ini mengingat bahwa pribadi
Rasulullah merupakan perwujudan dari Al-Qur’an yang ditafsirkan untuk manusia, serta
ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun kedudukan hadits terhadap Al-Qur’an, sedikitnya mempunya tiga fungsi pokok
yaitu:
1.    Memperkuat dan menetapkan hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an (sebagai
bayan taqrir).
2.    Memberikan penafsiran terhadap ayat-ayat yang masih bersifat mujmal dan bersifat mutlak
(bayan tafsir).
3.    Menetapkan hukum aturan-aturan yang tidak didapati( diterangkan di dalam Al-Qur’an),
misalnya dalam masalah perkawinan (nikah).

Anda mungkin juga menyukai