Anda di halaman 1dari 3

Perjalanan Laksamana Cheng Ho ke Nusantara

Dari Kasim Menjadi Komandan Maritim

Nama aslinya Zheng He, kemudian dikenal sebagai Cheng Ho. Ia lahir di Yunnan pada 1371. Suku Hui
adalah salah satu dari 5 suku terbesar di Cina. Kebanyakan orang Hui memeluk Islam karena kerap
bersinggungan dengan saudagar dari Persia (Iran) dan Arab sejak abad ke-7 Masehi (Michael Dillon,
China's Muslim Hui Community, 2013:45).

Tahun 1381, Yunnan diserbu oleh balatentara Dinasti Ming. Zheng He alias Cheng Ho yang saat itu masih
berusia 10 tahun ikut tertangkap dan dibawa ke pusat pemerintahan Kekaisaran Cina di Nanjing. Di
masa-masa itulah ia dikebiri dan menjadi kasim.

Cheng Ho ditugaskan sebagai pelayan di kediaman salah seorang pangeran Dinasti Ming, Pangeran Yan
(Zhu Di) namanya, yang nantinya menjelma sebagai salah satu kaisar terbaik dalam sejarah Cina.
Kesetiaan dan kecakapan Cheng Ho membuatnya tumbuh menjadi orang kepercayaan sekaligus
penasihat sang pangeran (Louise Levathes, When China Ruled the Seas, 1996).

Pangeran Yan sering melibatkan Cheng Ho dalam banyak peristiwa penting, termasuk di berbagai
pertempuran. Cheng Ho menjadi tangan kanan Pangeran Yan saat meraih kemenangan besar atas
Mongol pada 2 Maret 1390 (Edward L. Dreyer, Zheng He: China and the Oceans in the Early Ming,
2007:16). Ia juga berperan besar dalam membantu sang pangeran merebut takhta Kekaisaran Cina.

Pangeran Yan akhirnya menduduki singgasana Dinasti Ming pada 1402 dan sejak saat itu dikenal sebagai
Kaisar Yongle (1402-1424). Cheng Ho pun mendapat jabatan tinggi di kerajaan. Ia diangkat menjadi
panglima yang paling diandalkan sang kaisar, jabatan yang membawanya menjadi laksamana penjelajah
samudra, termasuk menyambangi Kepulauan Nusantara.

Misi Penjelajahan Samudra

Pada tahun ketiga masa pemerintahannya, Kaisar Yongle memerintahkan Cheng Ho untuk mengarungi
lautan. Tujuan utama ekspedisi ini adalah memperluas pengaruh Cina di belahan benua lainnya, akan
tetapi tidak memakai cara kekerasan, melainkan dengan jalan perdagangan dan saling bertukar buah
tangan dengan negeri-negeri yang dikunjungi. Armada yang dipersiapkan tidak sembarangan. Sebanyak
307 kapal dan lebih dari 27.800 orang dilibatkan dalam petualangan besar itu. Setidaknya 62 kapal
besar, ditambah 190 kapal lain yang berukuran lebih kecil dan sisanya kapal-kapal tambahan. (Dreyer,
2007: 122-124).Selain perbekalan yang terdiri dari berbagai macam barang, termasuk bahan pangan
seperti sapi, kambing, dan ayam, kapal-kapal tersebut juga mengangkut komoditas yang akan dijual atau
dibarter di negeri tujuan, seperti emas, perak, porselen, dan terutama kain sutera (Shih-Shan Henry Tsai,
Perpetual Happiness: The Ming Emperor Yongle, 2002).

Akhirnya, perjalanan panjang pun dimulai. Armada laut raksasa pimpinan Laksamana Cheng Ho berlayar
mengarungi samudra dan berlangsung dalam beberapa kali periode. Salah satu tujuan ekspedisi Dinasti
Ming ini adalah mengunjungi kerajaan-kerajaan di daratan sekitar Samudra Hindia yang namanya telah
samar-samar terdengar.

Jejak Cheng Ho di Nusantara

Setidaknya ada 7 periode yang menjadi masa-masa pelayaran armada Cina yang dipimpin oleh
Laksamana Cheng Ho, berlangsung hampir mencapai tiga dekade, antara tahun 1405 hingga 1433.
Sebagian besar dari periode itu, kapal-kapal niaga utusan Dinasti Ming singgah di berbagai negeri di
kawasan Asia Tenggara, termasuk Nusantara.

Periode pertama (1405-1407), misalnya, armada Cheng Ho yang mengarungi Laut Cina Selatan mampu
mencapai Jawa setelah terlebih dulu merapat di Champa (sekarang wilayah Vietnam). Dari pesisir utara
Jawa, rombongan ini melanjutkan pelayarannya ke barat, menuju Sumatra, lalu menyusuri Selat Malaka,
berlanjut ke Srilanka dan India, sebelum kembali ke Cina. Sebagian besar dari 7 periode pelayaran
armada Cheng Ho selalu mengunjungi Nusantara dan singgah bahkan menetap sejenak untuk berniaga
di sejumlah wilayah, kecuali ekspedisi ke-6 (1421-1422) yang fokus untuk menjelajahi kawasan Afrika
Timur dan Timur Tengah.

Kong Yuanzhi (2011:61) Cheng Ho Muslim Tionghoa: Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara mencatat
beberapa wilayah atau kerajaan di Indonesia yang dikunjungi armada dari Dinasti Ming itu dalam
periode berbeda, di antaranya adalah Jawa (Kerajaan Majapahit), Palembang, Aceh (Kerajaan Lamuri
dan Samudera Pasai), Kalimantan, dan pulau-pulau lainnya di Nusantara. Pada 1406, armada Cheng Ho
mengunjungi Majapahit dengan berlabuh di Tuban. Selanjutnya menyusuri Pantai Utara Jawa dan
singgah di beberapa kota pelabuhan, termasuk Semarang, Cirebon, dan Sunda Kelapa (Dhurorudin
Mashad, Muslim Bali: Mencari Kembali Harmoni yang Hilang, 2014:80). Kapal-kapal Cina itu melanjutkan
perjalanan ke barat dan sempat merapat di Palembang, Riau, Aceh, hingga Malaka.

Setelah itu, armada Cheng Ho beberapa kali ke Nusantara dalam periode yang relatif berdekatan, yakni
pada 1408, 1409, 1413, dan 1416. Kunjungan terakhir Cheng Ho ke Nusantara adalah pada 1430, ketika
usianya sudah hampir mencapai 60 tahun. Tiga warsa berselang, sang laksamana meninggal dunia.
Cheng Ho datang ketika Nusantara, terutama di Jawa dan Sumatra, sedang menatap masa peralihan dari
era kerajaan Hindu-Buddha ke Islam. Cheng Ho disebut-sebut berperan penting dalam penyebaran
ajaran Islam di Nusantara yang nantinya menjadi agama mayoritas di Indonesia meskipun ia adalah
orang asli Cina, bahkan duta resmi Dinasti Ming.

Barulah sekitar abad XIV perjalanan Laksamana Cheng Ho memasuki Way Tulangbawang dan
berinteraksi dengan warga sekitar. Selain itu juga ada pintu masuk lain, yakni Labuhanmaringgai,
terbukti ada beberapa daerah yang dinamai Lawangkuri di Gedungwani dari Sultan Banten.

Anda mungkin juga menyukai