Anda di halaman 1dari 46

INTERAKSI SIMBOLIK CAKAK PEPADUN DALAM ACARA BEGAWI

BUAY UNYI
(Studi di Kecamatan Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Tengah)

(Proposal Skripsi)

Oleh:
RICKY OKTARIZAL SAPUTRA
Npm: 161310016

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TULANG BAWANG LAMPUNG
2019
DAFTAR ISI

Daftar Isi.................................................................................................................. i
Daftar Table........................................................................................................... iii
BAB I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1
1.2 Pertanyaan Penelitian........................................................................................ 5
1.3 Tujuan Dan Kegunaan Penelitian...................................................................... 6
1.3.1 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6
1.3.2 Kegunaan penelitian ................................................................................. 6
1.3.2.1 Kegunaan Teoritis .............................................................................. 6
1.3.2.2 Kegunaan Praktis ............................................................................... 7

BAB II Kajian Pustaka Dan Kerangka Pikir

2.1 Kajian Pustaka ................................................................................................. 8

2.1.1 Penelitian Terdahulu ................................................................................ 8

2.1.2 Pendekatan Teori...................................................................................... 11

2.1.2.1 Interaksi Simbolik ............................................................................. 11

2.1.3 Konsep Teori ........................................................................................... 15

2.1.3.1 Pengertian Komunikasi................................................................... 15

2.1.3.2 Komunikasi Simbolik...................................................................... 16

2.1.3.3 Begawi ............................................................................................ 19

2.1.3.4 Tahapan Proses Adat Begawi Cakak Pepadun................................ 20

2.1.3.5 Peralatan Begawi ............................................................................ 23

2.1.3.6 Cakak Pepadun................................................................................ 26

2.1.3.7 Begawi Cakak Pepadun................................................................... 27

ii
2.1.3.8 Media Komunikasi Tradisional Bagi Orang Lampung .................. 27

2.2 Kerangka Pemikiran.......................................................................................... 29

BAB III Metodologi Penelitian

3.1. Lokasi dan waktu penelitian............................................................................. 32

3.1.1 Lokasi Peneliti........................................................................................ 32

3.1.2 Waktu Penelitian .................................................................................... 32

3.2. Metode Peneliti................................................................................................ 32

3.2.1 Jenis Penelitian....................................................................................... 33

3.2.2 Sumber Data........................................................................................... 34

3.2.2.1 Data Primer..................................................................................... 34

3.2.2.2 Data Skunder................................................................................... 35

3.2.2.3 Penentuan Key Informan Dan Informan......................................... 36

3.3. Teknik Pengumpulan Data............................................................................... 38

3.3.1 Teknik Observasi.................................................................................... 38

3.3.2 Teknik Dokumentasi............................................................................... 38

3.3.3 Teknik Analisis Data.............................................................................. 39

3.2.4 Reduksi Data........................................................................................... 39

3.2.5 Penyajian Data........................................................................................ 40

3.2.6 Menarik Kesimpulan.............................................................................. 40

Daftar pustaka

iii
DAFTAR TABLE

2.1 Referensi Kajian Terdahulu............................................................................... 9

3.2 Daftar Narasumber............................................................................................ 31

iv
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lampung menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

beragam etnik kebudayaan dan adat istiadat di masyarakat, Kebudayaan di

lampung secara umum terbagi menjadi dua kelompok besar, Masyrakat adat

saibatin dan pepadun, masyarakat saibatin yang berkediaman di sepanjang

pantai pesisir dan masyarakat adat adat pepadun yang berkediaman di daerah

bagian pedalaman lampung.

“Kebudayaan terjadi pada proses belajar dari lingkungan Alam

maupun lingkungan Sosial artinya, hubungan antara manusia dengan

lingkungan dihubungkan dengan kebudayaan.Jadi terbentuknya kebudayaan

berawal dari timbal balik sebuah proses kebudayaan tersebut. Terdapat tujuh

unsur kebudayaan yaitu bahasa, ilmu pengetahuaan, religi, teknologi, sistem

sosial masyarakat, kesenian,dan mata pencarian”Koentjraningrat (1985:2).

Kata lampung sendiri berasal dari kata “anjak lambung” yang brarti

berasal dari ketinggian dan seperti diketahui bahwa kaki gunung pesagi dan

dataran tinggi sekala brak, lampung barat yang menjadi tempat asal mula

suku lampung atau ulun lampung adalah puncak tertinggi di tanah lampung.

karena kebutuhan untuk memenuhi hidup yang sudah tidak terpenuhi lagi di

dataran tinggi skala brak menurun ke lembah dengan mengikuti aliran sungai.

Kelompok atau kaum tersebut kemudian membentuk sebuah kebuayan.


2

Catatan lain menyebutkan bahwa perpindahan suku asli lampung

disebabkan adanya penyerangan dari luar, sebagai mana dijelaskan dalam

kitab kuntara raja niti, bahwa orang-orang bajaw (peropak laut) datang

menyerang, akhirnya keratuan pemanggilan menjadi pecah. Sedangkan

warganya beralih tempat meninggalkan sekala brak menuju ke daerah dataran

rendah lampung sekarang.

Sejak saat itu ulun lampung menjadi beberapa buay yang kemudian

menjadi sub-suku lampung seperti sekarang ini, yaitu komering, peminggir

teluk semangka, pemanggilan, melinting atau meninting, way kanan, sungkai,

pubian, abung, dan tulang bawang. Termasuk juga ranau dan cikoneng.

Di Lampung juga mengenal sebutan masyarakat beradat Pepadun,

yakni pribumi suku Lampung yang melaksanakan musyawarah adatnya

menggunakan kursi Pepadun. Adat Pepadun, adat istiadat pribumi Lampung

Abung Siwo Mego; Abung Siwo Megou, Pubian Telu Suku (termasuk Pubian

Dua Suku di Pesawaran) dan Megou Pak Tulang Bawang.

Pepadun, tahta kedudukan penyimbang atau tempat seorang duduk

dalam kerajaan adat. Pepadun biasanya digunakan saat pengambilan gelar

kepenyimbangan dalam menjalin hubungan sosial.

Masyarakat adat dan budaya Lampung, bahwa Piil Pesenggiri

merupakan nilai dasar atau filsafah hidup ulun (orang) Lampung. Terlihat

dalam pola tingkah laku dan pola pergaulan hidup mereka, baik sesama

kelompok maupun kelompok lain. Makna Piil Pesenggiri juga sering

diartikan sebagai tanda atau simbol “hargadiri” bagi pribumi Lampung.


3

Pandangan hidup sebagai simbol nampak dalam sikap dan prilaku kehidupan

seharihari” Hilman Hadikusma (1990:19).

Menurut Hilman Hadikusuma, orang la, pun mewarisi perilaku dan

pandangan hidup yanga disebut piil pesenggiri yang berunsur sebagai

berikut:

1. Pesenggiri, mengandung arti tidak mau kalah dalam tindakan

dan prilaku.

2. Juluk adek mengandung arti suka dengan nama baik atau gelar

kehormatan.

3. Nemui nyimah mengandung arti suka menerima dan memberi

dalam suka duka.

4. Nengah nyappur mengandung arti suka bergaul dan

bermusyawarah dalam menyelesaikan suatu masalah.

5. Sakai sambayan mengandung arti suka menolong dan

bergotong royong (hilman hadikusuma, 1990:50).

Seperti yang dikatakan yulius indra jaya, Pengiran Rajo Adat


“Orang lampung sedari masih bayi mereka sudah diberi juluk/adek
oleh keluarga yang harus digunakan didalam keluarga nantinya oleh
yang menandakan falsafah hidup orang lampung.”

Begitu banyak interaksi yang terjadi didalam masyarakat melaui

sebuah simbol simbol yang meraka lakukan dalam melakukan aktivitas

keseharian yang melambangkan falsafah hidup orang lampung itu sendiri.

Dalam adat lampung saibatin maupun adat lampung pepadun

terdapat juga rangkaian upacara adat yang umumnya di tandai dengan

adanya perkawinan atau pernikahan yang di lakukan menurut tata cara adat
4

tradisional di samping kewajiban di laksanakannya hukum islam yang di

anggap bagian dari tata cara adat itu sendiri.

Bagi masyarakat adat pepadun perkawinan merupakan hal yang

sangat di tunggu-tunggu karena melihat perkawinan menurut hukum adat,

Perkawinan adat pepadun ini perlu adanya peresmian atau pengesahan

dalam upacara yang resmi menurut adat, sehingga perkawinan dilaksanakan

serangkaian prosesi upacara adat cakak pepadun.

Begawi cakak pepadun (naik tahta adat) merupakan sebuah

pengambilan gelar adat. Selain itu upacara ini bertujuan untuk meningkatkan

status adat seseorang yaitu status tertinggi atau suttan. Seseorang yang telah

melakukan begawi cakak pepadun dapat memiliki kursi di dalam sesat atau

balai adat dengan para penyimbang adat.

Pada prosesi begawi cakak pepadun ini mempunyai makna

memalui simbol-simbolnya dan dalam serangkaian prosesinya memiliki arti

penting sebagai nilai-nilai budaya yang harus dilestarikan di dalam simbol

terdapat begitu banyhak interaksi yang terjadi, khususnya pada prosesi

pemberian gelar cakak pepadun.

Seperti yang diutarakan oleh Mutaridi, Penggiran Putra Negara

“Begawi cakak pepadun dalam pelaksanaanya terdapat 7 tahapan

seperti: ngurau, merwatin, manjau, ngediyo, cangget, turun

mandei, dan cakak pepadun.


5

Berdasakan pernyataan diatas bahwa makna interaksi simbolik

rangkaian prosesi adat begawi cakak pepadun buay unyi gunung sugih,

terdapat 7 tahapan prosesi begawi cakak pepadun.

Lokasi penelitian ini bertempat di kelurahan gunung sugih, gunung

sugih, lampung tengah. Dimana mayoritas masyarakat lampung pepadun

dan lampung tengah merupakan salah satu daerah tempat menyebarnya etnik

pepadun.

Peneliti memilih prosesi pemberian gelar cakak pepadun

dikarenakan dalam prosesi adat terdapat pesan-pesan simbolik dari gelar

adat tersebut di masyrakat tanpa di sadari menjadi sebuah interaksi simbolik

yang akan menjadi tolak ukur dalam keseharian para penyimbang adat itu

sendiri nantinya didalam lingkup tempat mereka tinggal terkhusus dia

kampung buay unyi gunung sugih dan para jajaran penyimbang adat lain.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah interaksi simbolik cakak pepadun dalam acara begawi

buay unyi Gunung Sugih?

2. Bagaimana tahapan-tahapan proses begawi cakak pepadun buay unyi

Gunung Sugih?

3. Bagaimana simbol yang digunakan dalam begawi cakak pepadun buay

unyi Gunung Sugih?


6

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui interaksi simbolik begawi cakak pepadun

buay unyi gunung sigih.

2. Untuk mengetahui tahapan-tahapan proses begawi cakak

pepadun buay unyi gunung sigih.

3. Untuk mengetahui simbol yang digunakan dalam begawi

cakak pepadun buay unyi gunung sigih.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitan dalam pembahasan ini adalah:

1.3.2.1 Kegunaan Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan

pemahaman serta wawasan terhadap pewarisan nilai budaya

memalui simbol gelar adat lampung bagi masyarakat buay unyi

kelurahan gunung sugih.


7

1.3.2.2 Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

bagi masyarakat khususnya kelurahan gunung sugih, lampung

tengah. Karena penelitian ini dapat digunakan sebagai penerapan

ilmu yang diperoleh melalui simbol pada gelar adat pada proses

begawi cakak pepadun yang mengandung makna sebagai

pewarisan nilai budaya yang sangat penting untuk di lestarikan dan

di pertahankan bagi masyrakat lampung.


8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

2.1. Kajian Pustaka

2.1.1. Penelitian Terdahulu

Didalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian

terdahulu sebagai perbandingan dan tolak ukur serta mempermudah

peneliti dalam menyusun penelitian ini. Peneliti harus belajar dari

peneliti lain, untuk menghindari duplikasi dan pengulangan penelitian

atau kesalahan yang sama seperti yang di buat oleh peneliti sebelumnya

dipakai sebagai acuan dan referensi peneliti dan memudahkan peneliti

dalam membuat penelitian ini. Peneliti telah menganalisis penelitian

terdahulu yang berkaitan dengan bahasan didalam penelitian ini,

mencakup tentang adat lampung

Berikut ini tabel perbedaan mengenai tujuan penelitian

terdahulu beserta konstribusi bagi penelitian ini.


9

N Nama dan tahun Judul penelitian Metode penelitian Hasil penelitian


o penelitian
1 Garinca Reza Pemahaman makna Menggunakan Teknik Hasil penelitian
Pahlevi (2011) simbolik pengumpulan data menunjukan dalam
pelaksanaan begawi dilakukan dengan pelaksanaan begawi
sebagai alat wawancara, observasi banyak terkadung
pemersatu partisipan dan makna simbolik
masyarakat dokumentasi sebagai alat
lampung pepadun pemersatu, bukan
hanya di kehidupan
sosial lingkungan
sekitar ternyata di
prosesi adat pun
dapat menjadi alat
pemersatu
masyarakat lampung
pepadun.
2 Putri yosi Komunikasi Menggunakan Teknik Hasil penelitian
Yolanda (2016) simbolik dalam wawancara, informan menunjukan dalam
prosesi pemberian dan Teknik observasi prosesi pemberian
gelar adat gelar adat
penyimbang penyimbang
ternyata bukan
hanya komunikasi
simbolik dalam
pelaksanaan prosesi
pemberian gelar
adat penyimbang.

3 Abi ilham Komunikasi Menggunakan Teknik Hasil penelitian


yurinza (2016) simbolik dalam pengumpulan data menunjukan gelar
proses pemberian dilakukan dengan suttan pada adat
gelar adat suttan wawancara, observasi lampung pepadun
pada masyarakat partisipan dan untuk anak laki-laki
adat marga abung dokumentasi tertua dalam suatu
keluarga dari orang
tua bapak terhadap
anak yang dapat
diberi gelar suttan
diwajibkan begawi
adat lampung
pepadun dengan
menyembelih atau
memotong hewan
kerbau 7 ekor
4 Sarah fhadilah Pewarisan nilai Menggunakan Teknik Hasil penelitian
bilhaqqi 2017 budaya melalui wawancara, observasi menunjukan prosesi
simbol gelar adat dan dokumentasi pengambilan gelar
lampung buay adat mempunyai
nunyai serangkaian prosesi
yang memiliki
simbol yang erat
kaitannya dengan
makna atau arti
sebagai sebuah
10

pewarisan nilai
budaya.
5 Marheta ghassani Begawi cakak Menggunakan Teknik Hasil penelitian
2019 pepadun sebagai wawancara, informan menunjukan gelar
prosese dan Teknik observasi. adat tertinggi yang
memperoleh adek dimiliki seseorang
pada buay nunyai khususnya pada
yang bergelar suttan
harus menjadi
contoh teladan dan
lebih aktif dalam
acara adat karena
merupakan ciri khas
lampung.

Tabel 1. Tinjauan Peneltian Terdahulu

Penelitian pertama tentang pemahaman pemahaman makna simbolik

pelaksanaan adat begawi sebagai alat pemersatu masyarakat lampung pepadun

yang dilakukan oleh garinca reza pahlevi, mahasiswa universitas lampung,

program sarjana ilmu komunikasi pada tahun 2011. Penelitian gerinca reza

pahlevi memfokuskan pada pemahaman makna simbolik pelaksanaan adat begawi

sebagai alat pemersatu masyarakat lampung pepadun.

Penelitian kedua tentang komunikasi simbolik dalam prosesi pemberian

gelar adat penyimbang yang di lakukan oleh putri yosi Yolanda, mahasiswi

universitas lampung, program sarjana ilmu komunikasi pada tahun 2016,

penelitian putri yosi Yolanda memfokuskan pada bagaimana komunikasi simbolik

dalam pemberiangelar adat penyimbang.

Penelitian ketiga tentang pemahaman pewarisan nilai budaya melalui

simbol gelar adat lampung buay unyi yang di lakukan oleh sarah fadhilah

baihaqqi, mahasiswi universitas lampung, program sarjana ilmu komunikasi pada


11

tahun 2017, penelitian sarah fhadilah baihaqqi memfokuskan pada pewarisan

simbol gelar adat lampung buay nunyai.

Penelitian ke empat tentang komunikasi simbolik dalam proses pemberian

gelar adat suttan pada masyarakat adat marga abung yang dilakukan oleh abi

ilham yurinza, mahasiswa universitas lampung, program sarjana ilmu komunikasi

pada tahun 2016, penelitian abi ilham yurinza memfokuskan pada proses

pemberian gelar adat suttan pada masyarakat adat marga abung.

Penelitian kelima tentang begawi cakak pepadun sebagai proses memperoleh

adek pada buay nunyai di seda mulang maya yang di lakukan oleh marheta

ghassani, mahasiswi universitas lampung, program sarjana keguruan dan ilmu

Pendidikan pada tahun 2019, penelitian marheta ghassani memfokuskan pada

proses memperoleh adek pada buay nunyai di desa mulang maya kecamatan kota

bumi selatan.

2.1.2. Pendekatan Teori

2.1.2.1 Interaksi Simbolik

Teori interaksi simbolik yang masih merupakan pendatang

baru dalam studi ilmu komunikasi, yaitu sekitar awal abad ke-19

yang lalu, sampai akhirnya interaksi simbolik terus berkembang

sampai saat ini, dimana secara tidak langsung interaksi simbolik

merupakan cabang sosiologi dari perspektif interaksional

(Ardianto. 2007:40).
12

Teori simbolik menekankan pada hubungan antara simbol

dan interaksi, serta inti dari pandangan pendekatan ini adalah

individu (soeprapto, 2007). Banyak ahli dibelakang perspektif ini

yang mengatakan bahwa individu merupakan hal yang paling

penting dalam konsep sosiologi. Mereka mengatakan bahwa

individu adalah objek yang bisa secara langsung ditelaah dan

dianalisis melalui interaksinya dengan individu yang lain.

Peneliti menggunakan teori interaksi simbolik, karena

didalam prosesi begawi cakak pepadun buay unyi gunung sugih

begitu banyak prosesi atau tata caranya yang menggunakan

simbol-simbol yang terdapat pada prosesi atau tata caranya yang

menggunakan simbol-simbol yang terdapat pada prosesi begawi

bahkan sampai peralatan dan sarana adat yang digunakan di

dalam proses begawi memiliki arti tersendiri yang belum tentu

khalayak umum mengetahuinya.

banyak simbol-simbol yang digunakan sebagai cara

berinteraksi satu sama lain. Contohnya seperti munggah bumei

atau yang kita ketahui cakak pepadun. Ketika seseorang yang

melakukan begitu banyak proses ataupun tahapan-tahapannya

untuk sampai ke acara begawi itu sendiri acara terakhir dalam

proses begawi adalah pemberian sebuah gelar baik itu, panggiran,

atau suttan sekalipun, sebelum mereka mendapatkan gelar tersebut


13

mereka harus duduk diatas sebuah jepano, mengapa demikian

harus duduk,

Karena simbol jepano tersebut adalah simbol seseorang naik

tahta di dalam sebuah adat lampung pepadun atau kepenyimbangan

adat, mereka ditandu dari rumah mereka menuju sesat secara

beramai-ramai dan silih berganti menggotong jepano yang

diduduki seseorang yang melakukan begawi adat tersebut untuk

melakukan munggah bumei/cakak pepadun. yang telah ditunggu

penyimbang tuho rajo di sesat/ balai kencana adat. Dari situ dapat

kita lihat terjadinya sebuah interaksi melalui simbol jepano

tersebut,

Mereka beramai-ramai akan menyambut calon penyimbang

baru. Setelah seseorang yang melaksanakan begawi duduk diatas

pepadun/cakak pepadun dan diberikan sebuah gelar panggiran atau

suttan oleh penyimbang tuho.

Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam

membentuk makna yang berasal dari :

Pikiran manusia (mind) sebelom seseorang melaksanakan

begawi cakak pepadun orang tersebut telah berfikir secara matang

untuk mengambil sebuah keputusan nantinya didalam masyarakat

dan keluarga.
14

Diri (self) didalam proses begawi cakak pepadun seseorang

yang akan melaksanakan begawi cakak pepadun telah berfikir

secara matang atas apa yang akan dia lakukan terhadap dirinya.

contohnya seperti tarian igel tuho dari tarian tersebut

seseorang yang telah melaksanakan serangkain proses begawi

cakak pepadun akan melakuan tarian tersebut bersama

penyimbang adat lain sebelum dirinya dibawa masuk kedalam

sesat untuk didudukan diatas pepadun lalu diberikan gelar,

panggiran atau suttan, setelah memiliki gelar yang sama seperti

penyimbang penyimbang lainya dapat dikatakan bahwa diri,

seseorang yang telah melaksanakan begawi sama rata didalam

kepunyimbangan adat buay unyi gunung sugih itu sendiri.

Hubungannya ditengah interaksi sosial, dan bertujuan akhir

untuk memedisiasi, serta menginterprestasi makna ditengah

masyarakat (society) dimana individu tersebut menetap.

Seseorang yang telah melaksanakan begawi cakak pepadun

itu sendiri nantinya akan menjadi tolak ukur didalam kelurga

maupun masyarakat adat buay unyi gunung sugih. Seperti yang

dicatat oleh douglas (1970) dalam ardianto (2007:136), makna itu

berasal dari interaksi, dan tidak ad acara lain untuk membentuk

makna, selain dengan membangun hubungan dengan individu lain

melalui interaksi.
15

2.1.3 Konsep Teori

2.1.3.1 Pengertian Komunikasi

Istilah kata komunikasi dari bahasa inggris communication, dari

bahasa latin comunicatus atau comunicatio atau comunicare yang

mempunyai arti “berbagi” atau “menjadi milik bersama”. Dengan

demikian, kata komunikasi menurut kamus besar bahasa mengacu

pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan

(riswandi, 2009:1)

Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang

menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada

siapa? Dengan akibat apa atau hasil apa? (who? says what? in wich

channel? , to whom?, whit what effect?) (Mulyana,2005:69).

Komponen komunikasi adalah hal hal yang harus ada agar

komunikasi bisa berlangsung dengan baik. Menurut Harold Lasswell

komponen-komponen komunikasi adalah:

1) Komunikator, yaitu seorang atau sekelompok menyampaikan

pikiraannya atau perasaannya kepada orang lain.

2) Pesan, sebagai terjemahan bahasa asing “message” adalah

lambing bermakna, yakni lambing yang membawakan pikiran

atau peranan komunikator.


16

3) Komunikan, yaitu seseorang atau sejumlah orang yang menjadi

sasaran komunikator ketika menyampaikan pesan.

4) Media, yaitu sarana untuk menyalurkan pesan-pesan yang

disampaikan oleh komunikator kepada komunikan.

5) Efek, yaitu tanggapan, responsa tau reaksi dari komunikan

ketika menerima pesan dari komunikator, jadi efek adalah

akibat dari proses komunikasi. Efek di klarifikasikan menjadi

efek kognitif jika menyangkut pikiran atau nalar.

Menurut Rogers bersama D. Lawrence Kincaid dalam

Cangara (2005:19), bahwa komonikasi adalah suatu proses

dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan

pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, pada gilirannya

akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.

2.1.3.2 Komunikasi Simbolik

Dasar teori interaksi simbolik menyatakan bahwa lambang

atau simbol kebudayaan dipelajari melalui interaksi, orang memberi

makna terhadap segala hal yang akan mengontrol sikap tindak

mereka. Paham mengenai interaksi simbolik adalah suatu cara

berpikir mengenai pikiran, diri dan masyarakat. Dengan

menggunakan sosiologi sebagai fondasi, paham ini mengajarkan

bahwa ketika manusia berinteraksi satu sama lainnya, mereka saling

berbagi makna untuk jangka waktu tertentu dan untuk tindakan

tertentu (Anita l, 1990:57).


17

Georgeo Herbert mead (1994:199) dipandang sebagai

pembangun paham interaksi simbolik ini. ia mengajarkan bahwa

makna muncul sebagai hasil interaksi di antara manusia, baik secara

verbal maupun nonverbal. Melalu aksi dan respon yang terjadi, kita

memberikan makna ke dalam kata-kata atau tindakan dan karenanya

kita dapat memahami suatu peristiwa dengan cara-cara tertentu.

Menurut paham ini, masyarakat muncul dari percakapan yang saling

berkaitan di antara individu.

Dibawah ini dijelaskan pengertian komunikasi verbal dan

noverbal:

1. Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang menggunakan

tulisan ataupun lisan. Bentuk komunikasi ini membutuhkan alat

berupa bahasa yang outputnya berupa kata-kata komunikasi verbal

yang efektif selama orang yang berinteraksi mengerti bahasa yang

digunakan.

2. Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang tidak menggunakan

bahasa secara langsung. Hal seperti lambaian tangan untuk

menyatakan selamat tinggal adalah contoh yang paling sederhana.

Komunikasi tidak memiliki struktur yang standar seperti bahasa,

tetapi dengan interpretasi dan logika, orang dapat mengerti maksud

orang lain tanpanya.


18

Teori interaksi simbolik memfokuskan perhatiannya pada

cara-cara yang digunakan manusia untuk membentuk makna dan

struktur masyarakat melalui percakapan. Dalam hal ini, don faules

dan dnnis alexander (1978:3-4) mendefinisikan komunikasi sebagai

tingkah laku simbolik yang menimbulkan berbagai tingkatan makna

dan nilai bersama di antara para pesertanya. Menurut mereka,

interaksi simbolik adalah cara yang sangat bagus untuk menjelaskan

bagaimana komunikasi membentuk tingkah laku masyarakat.

Teori interaksi simbolik mendasarkan gagasannya pada tiga tema

penting:

a) Pentingnya makna dalam prilaku manusia,

b) Pentingnya konsep diri dan

c) Hubungan antara individu dengan masyarakat, ketiga

tema penting tersebut menghasilkan asumsi sebagai

berikut:

1) Manusia berprilaku berdasarkan makna yang diberikan

orang lain kepada dirinya

2) Makna diciptakan melakukan interaksi antar manusia

3) Makna mengalami modifikasi melalui proses

interprestasi

4) Manusia mengembangkan konsep diri melalui

interaksinya dengan orang lain

5) Konsep diri menjadi motif penting bagi prilaku.


19

Terdapat tiga konsep penting dalam teori yang dikemukakan mead ini yaitu

a) Masyarakat

Dijelaskan bahwa kita tidak dapat berkomunikasi dengan orang

lain tanpa memiliki makna bersama terhadap simbol yang kita

gunakan seperti interprestasi.

b) Diri

Menurut paham interaksi simbolik, individu berinteraksi dengan

individu lainnya sehingga menghasilkan suatu ide tertentu mengenai

diri, kita memiliki diri karena kita dapat menanggapi diri kita sebagai

objek.

c) Pikiran

Pikiran bukanlah suatu benda, tetapi suatu proses yang tidak lebih

dari kegiatan interaksi dengan diri anda. Kemampuan berinteraksi

yang berkembang bersama-sama dengan diri adalah sangat penting

bagi kehidupan manusia karena menjadi bagian dari setiap tindakan.

2.1.3.3 Begawi

Begawi adalah suatu pekerjaan atau membuat gawi. Begawi

merupakan suatu pesta adat. Begawi ini biasanya dilakukan oleh


20

masyarakat lampung beradat pepadun. Pepadun berasal dari kata

pepadun. Pepadun berasal dari kata pepadun dalam bahasa

lampungdisebut padu yang artinya berunding (kherustika, 1999:20).

a. Proses begawi

Syarat-syarat begawi

1. Pemandai gawi

2. Izin pemakaian sesat

3. Izin pemakaian nuwo/rumah

4. Membuat sesat (panggung adat) yang ditutup dengan kain

putih

5. Membuat penjarau (batang pinang) yang akan di panjat

pada saat acara begawi. Penjarau ini digunakan sebagai

acara hiburan bagi orang-orang yang sudah Lelah bekerja

mempersiapkan acara begawi tersebut.

2.1.3.4 Tahapan prosesi adat begawi cakak pepadun

1. tahap pertama meliputi:

a. upacara merwatin (musyawarah adat)

b. acara ngakuk majau (hibal serbo/bumbung aji)

c. pengaturan dan pemberangkatan arak-arakan dengan

ditandai tembakkan dan diiringi dengan tabuhan-tabuhan

serta pencak

d. acara Tanya jawab


21

e. didalam sessat secara resmi para penyimbang dan pihak

mempelai pria menyerahkan seluruh barang-barang

bawaan kepada para penyimbang mempelai wanita

f. acara temu atau paccah aji oleh para tumalo anow (istri

para penyimbang) dan dirangkai dengan acara musek,

yaitu menyuapi kedua mempelai.

g. acara ngebekas, orang tua atau ketua perwatin adat dan

pihak mempelai wanita menyerahkan mempelai wanita

kepada ketua perwatin adat pihak mempelai wanita kepada

ketua perwatin adat pihak mempelai pria.

2. tahap kedua meliputi:

a. ditempat mempelai pria adalah memberi judul

perkawinan yaitu musyawarah para penyimbang untuk

memberikan batasan acara perkawinan, apakah sampai

pada acara turun duway.

b. penyampaian undangan atau uleman adat.

3. Tahap ketiga meliputi:

a. upacara turun duway dipatcah aji

b. kedua mempelai diiringi tumalo anow (orang tua

mempelai), lebow kelamo (paman mempelai), benulung

(kakak mempelai), dan penyimbang menuju tempat

upacara.

c. acara pertemuan kedua jempol kaki


22

d. acara musek, kedua mempelai disuap penganan oleh

batang pangkal, lebow, benulung dan tumalo anow.

e. pembagian uang atau penyujutan kepada seluruh

penyimbang

f. pemberian gelar

g. penyampaian pepaccur atau nasihat

h. pemberian selamat sambil menyerahkan uang penyalinan

4. Tahap keempat meliputi:

a. tari cangget, yaitu tari adat cangget mepadun pada malam

hari

b. upacara cakak pepadun didahului dengan iringan calon

penyimbang menuju sesat dengan mengedarai jepano

yang diringi oleh penyimbang, tumalo anow, lebo

kelamo, mengiyan dan mirul.

c. acara tari ngigel (ngigel mepadun)

d. calon penyimbang didudukan diatas pepadun dan

diumumkan gelar tertinggi dalam adat.

b. Pra Begawi

Sebelum suatu kebuayan melakukan begawi adat yang dilakukan

adalah:

1. Ngulem (memberitahu dan mengundang)

2. Sidang penentuan biaya/biaya penumbukan

3. Menentukan waktu cangget


23

4. Penglaku sudah dapat mulai bekerja yaitu membuat sesat yang

dibuat atau dibagi menjadi kamar-kamar atau bilik.

2.1.3.5 Peralatan Begawi

Dijelaskan kherustika (1999:21-43), peralatan adat yang perlu

dipersiapkan dalam upacara begawi cakak pepadun adalah sebagai

berikut:

1. Pakaian adat lengkap

Pakaian adat adalah pakaian yang dipakai pada saat upacara

adat. Pakaian ini sudah menjadi tradisi sejak dahulu dan

merupakan suatu hasil dari perundingan atau musyawarah ada

yang disepakatii bersama dan menjadi tardisi secara turun

temurun hingga sekarang.

2. Sesat

Sesat atau balai adat adalah tempat permusyawaratan adat para

perwatin (majelis pemuka adat). Tempat ini biasanya digunakan

oleh masyarakat adat untuk bermusyawarah yang berhubungan

dengan upacara atau acara perkawinan seperti menata, merancang,

menimbang, mengingat sampai memutuskan sesuai dengan

permintaan yang punya gawei.

3. Lunjuk atau paccah aji


24

Lunjuk adalah tempat upacara adat atau tempat penobatan.

Bangunannnyaterpisah dari sessat dan mempunyai tangga dalam

sebutan ijan titian.

4. Rato

Rato adalah kereta dorong beroda empat yang merupakan sarana

adat bernilai tinggi.

5. Kuto maro

Kuto maro adalah suatu tempat duduk dari seseorang raja yang

tertua bagi wanita

6. Jepano

Jepano merupakan alat angkut raja adat dan mempunyai nilai

tertinggi drajatnya karena merupakan tandu adat yang digunakan

pada pengambilan gelar suttan.

7. Pepadun

Pepadun sebuah tahta kedudukan penyimbang adat tempat

seorang duduk dalam kerajaan adat dan pepadun dipergunakan saat

pengambilan gelar.

8. Panggo

Panggo digunakan sebagai alas pada saat dua anak putrid

penyimbang dipanggo atau di gotong oleh dua orag laki-laki yang

masih kerabatnya dari rumah sampai diterima panitia gawei di

sessat yang akan ikut meramaikan acara seperti cangget


25

9. Burung garuda

Burung garuda biasanya biasanya bersma dengan rato yang disebut

dengan rato burung garuda.

10. Kulintang/ talo

Kulintang yaitu alat tabuh atau bunyian seperti gamelan jawa tetapi

tidak lengkap hanya berupa gamelan sederhana.

11. Kepala kerbau

Kepala kerbau yang diletakkan diatas panggung kehormatan

sebagai lambang keperkasaan atau kejantanan

12. Payung agung

Payung agung adalah sebuah tanda kebesaran raja adat tersebut

dari bahan kain berwarna putih, kuning dan merah. Ketiga warna

dari paying tersebut melambangkan tingkat penyimbang

masyarakat lampung yang beradatkan pepadun

13. Lawang kuri

Lawang kuri merupakan pintu Gerang kerajaan adat

lingkungan masyarakat lampung beradat pepadun, fungsi dari

lawang kuri ini dalam upacara adat sebagai pembatas atau pintu

dimana ada lawang kuridipasang kain penutup berupa sanggar

14. Titian atau tangga


26

Titian tangga ini asal kata dari ijan titian, ijan titian juga

merupakan sarana adat. Ijan titian dipasang di sessat, lunjuk dan

ditangga rumah yang punya gawei

15. Kandang rarang

Kandang rarang adalah lembaran kain putih yang panjang

yang dipakai untuk membatasi rombongan para penyimbang atau

mempelai yang berjalan menuju tempat upacara adat

16. Kayu ara

Kayu ara terletak ditengah-tengah lunjuk (panggung

kehormatan) dan dikeempat sudut lunjuk. Tiangnya dibuat dari

pohon pinang yang dilingkari oleh lingkaran-lingkaran bamboo

berhias yang digantungi dengan berbagai macam benda seperti

kain, selendang, handuk dan lain-lain.

2.1.3.6 Cakak Pepadun

Cakak pepadun pada upacara perkawinan tetap memiliki

makna yang sama dengan cakak pepadun karena seseorang berhak

mendapat gelar suttan. Namun pada begawi mattah tata tertib adatnya

belum sempurna dan tidak lengkap, sebagai ganti tidak lengkapnya

upacara itu dibayar dengan biaya adat atau denda dikatakan begawi
27

matah (berupa cara mentah) karena pelaksanaan adatnya tidak

sepenuhnya di lakukan dengan perbuatan melaikan hanya dibayar

biaya adat atau nilai-nilai dan denda-denda adatnya (dua) saja kepada

siding peradilan adat (Syah, Iskandar. 2005:2)

Upacara adat pepadun matah , artinya upacara adat yang di

laksanakan tidak menurut semestinya melainkan hanya dengan

melakukan pembayaran-pembayaran adat saja kepada para

penyimbang, dimana segala sesuatunya “dirabung” (diganti) dengan

uang.

2.1.3.7 Begawi cakak pepadun

Begawi adalah membuat pekerjaan sedangkan begawi cakak

pepadun adalah berpesta adat naik tahta kepunyimbangan dengan

mendapat gelar nama yang tinggi (Kherustika,1999:4). Untuk

pelaksanaan begawi cakak pepadun biaya adat yang di keluarkan

untuk membayar kegiatan yang di laksanakan dan musyawarah sidang

peradilan adat oleh para penyimbang untuk pelantikan di syahkannya

suatu gelar kehormatan adat, kemudian uang adat tersebut dibagi-

bagikan kepada seluruh perwatin atau perwakilan yang hadir.

2.1.3.8 Media komunikasi tradisional bagi orang lampung

a. Kentongan
28

Kentongan sebagai media komunikasi tradional masih

memegang peranan yang cukup penting terutama di daerah-

daerah.

b. Talo/kolintang

Talo/kulintang adalah alat musik menyerupai gamelan. Alat

music talo/kolintang dari provinsi lampung ini merupakan alat

musik yang terbuat dari kuningan dan berjumlah 12 buah dengan

nada suara yang berbeda beda dimainkan dengan cara

dipukul/ditabuh.

c. Cerita rakyat

Bascom (dalam nurudin,2005:115) mengemukakan fungsi-

fungsi pokok dari folklor sebagai media tradisional adalah

sebagai berikut:

1. Sebagai sistem proyeksi (projective system)

2. Sebagai pengesahan atau penguat adat

3. Sebagai alat Pendidikan (pedagogical device)

4. Sebagai alat pelaksanaan dan pengendalian sosial agar

norma-norma masyarakat dipatuhi oleh anggota kolektifnya.

d. Seni drama dan tari (sendratari)

Warahan adalah teater tradisi etnis lampung yang berasal

dari tradisi mendongeng atau bercerita dan didasari dari tradisi

berpantun (sagata) menidurkan anak dan sebagai teka-teki di kala

anak beranjak besar dilingkungan keluarga.


29

e. Upacara rakyat

Upacara rakyat menurut tradisi lampung, biasanya

pernikaha dilaksanakan dirumah calon mempelai pria, namun

dengan perkembangan zaman dan kesepakatan, maka akad nikah

sudah sering diadakan dirumah calon mempelai wanita.

f. Tari

Tarian cangget agung merupakan salah satu tari tradisi yang

dimiliki oleh masyarakat lampung pepadun tari. Tari cangget

agung ditampilkan untuk acara begawi adat, seperti saat panen

raya, upacara mendirikan rumah ataupun untuk mengantar orang

yang akan pergi haji.

2.2 Kerangka Pemikiran

Dasar teori interaksi simbolik menyatakan bahwa lambang atau

simbol kebudayaan dipelajari melalui interaksi, orang memberi makna

terhadap segala hal yang akan mengontrol sikap tindak mereka. Paham

mengenai interaksi simbolik adalah suatu cara berpikir mengenai pikiran, diri

dan masyarakat. Dengan menggunakan sosiologi sebagai fondasi, paham ini

mengajarkan bahwa ketika manusia berinteraksi satu sama lainnya, mereka

saling berbagi makna untuk jangka waktu tertentu dan untuk tindakan

tertentu.
30

Begawi cakak pepadun adalah sebuah prosesi adat bagi masyarakat

lampung pepadun dalam mengambil gelar atau naik tahta yaitu seseorang

berhak mendapatkan gelar tertinggi dalam adat, yaitu gelar suttan. Hal

lainnya pada upacara perkawinan juga bertejuan untuk meningkatkan status

adat seseorang dalam kekerabatan, dikarenakan seseorang telah mendapatkan

kesempatan untuk duduk dalam sesat atau balai adat bersama-sama dengan

para penyimbang lainnya pada saat bermusyawarah peradilan adat.

Begawi adalah membuat pekerjaan sedangkan begawi cakak pepadun

adalah berpesta adat naik tahta kepunyimbangan dengan mendapat gelar

nama yang tinggi. Untuk pelaksanaan begawi cakak pepadun biaya adat yang

di keluarkan untuk membayar kegiatan yang di laksanakan dan musyawarah

sidang peradilan adat oleh para penyimbang untuk pelantikan di nobatkannya

suatu gelar kehormatan adat, kemudian uang adat tersebut dibagi-bagikan

kepada seluruh perwatin atau perwakilan yang hadir.


31

Begawi cakak pepadun

1. Diri
Interaksi simbolik 2. Pikiran
3. masyarakat

Bagaimana Bagaimana Bagaimana simbol


interaksi simbolik tahapan-tahapan yang digunakan
dalam begawi proses begawi dalam begawi
cakak pepadun cakak pepadan cakak pepadun
32

Tabel. 2. Kerangka Pikir bedasarkan interaksi simbolik (George Herbert Mead)


dimodivikasi oleh penulis

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu penelitian

3.1.1 Lokasi Peneliti

Lokasi peneliti adalah tempat yang berkaitan dengan sasaran atau

permasalahan penelitian dan juga merupakan salah satu jenis sumber data

yang dapat dimanfaatkan oleh peneliti. Pemilihan lokasi di tempat dimana

orang-orang terlibat di dalam kegiatan atau peristiwa yang akan diteliti.

Peneliti pengambil lokasi di gunung sugih, kabupaten lampung tengah.

Penelitian di lakukan di di wilayah tersebut karena wilayah tersebut

merupakan daerah yang masih kental dengan adat istiadat khususnya adat

lampung pepadun, sehingga diharapkan dapat digali informasi mengenai

begawi cakak pepadun yang ada di daerah tersebut.

3.1.2 Waktu peneliti


33

Penelitian tentang Interaksi Simbolik Cakak Pepadun Dalam Acara

Begawi di kecamatan Gunung Sugih, Gunung Sugih, Kabupaten Lampung

Tengah, diadakan selama 5 hari yaitu pada bulan November 2019.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif

ditujukan untuk memahami fenomena-fenomenasosial dari sudut pandang

partisipan. Dijelaskan oleh moleong, penelitian kualitatif adalah

penelitian yang menggunakan latar ilmiah den gan maksud menafsirkan

fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan metode wawancara,

pengamatan atau pemanfaatan dokumen. (moleong,2007:9). Pada

penelitian di mana data yang di peroleh berupa hasil observasi,

wawancara dan dokumentasi dari prosesi pemberian gelar adat suttan

begawi cakak pepadun.

3.2.1 Jenis Penelitian

Suatu penelitan untuk mendapat hasil yang optimal harus

menggunakan penelitian yang tepat. Dalam penelitian yang telah

dilakukan ini, peneliti menggunakan metode penelitan kualitatif karena

penelitan yang dilakukan oleh peneliti bermaksud memahami fenomena

tentang apa yang ada, dengan cara deskriptif dalam bentuk pembahasan,

menguraikan data, kata-kata sehingga tidak berupa angka.

Penelitian kualitatif dalam penelitan yang telah dilakukan adalah

bersifat deskriptif. Deskriptif aartinya data yang dikumpulkan adalah


34

berupa kata kata, gambar dan bukan angka (Moleong, 2010:11). Metode

deskriptif kualitatif adalah suatu metode yang digunakan untuk

menemukan pengetahuan terhadap subjek penelitian pada saat tertentu

(mukhtar,2013:10)

Pada penelitian ini, peneliti akan mencari dan mendapatkan data

serta penjelasan mengenai interaksi simbolik yang terjadi saat begawi

cakak pepadun buay unyi gunung sugih. Harapan peneliti dapat

menemukan jaaawaban-jaawaban permaasalahan yang ada dalam

penelitian ini.

3.2.2 sumber data

Data adalah bahan keterangan suatu objek penelitian yang lebih

menekankan pada aspek materi, muhajir (2002:44) menjelaskan

bahwa data kualitatif adalah data yang disajikan dalam bentuk kata

verbal, bukan dalam bentuk angka. Data dalam bentuk verbal sering

muncul dalam kata yang berbeda dengan maksud sama atau

sebaliknya.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

primer yaitu data dari subjek dan informan penelitan serta data

sekunder untuk melengkapi data primer.

3.2.2.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari

lapangan baik yang melalui pengamatan sendiri, maupun melalui


35

daftar pertanyaan yang telah disiapkan oleh peneliti. Data primer

dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dengan informan

yang di anggap mengetahui segala permasalahan yang akan diteliti.

A. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah beberapa

orang yang ikut andil dalam menjalankan begawi cakak pepadun. Subjek

penelitian dimaksudkan untuk memperoleh data yang memang

dibutuhkan dakam penelitian ini mengenai informasi yang memenuhi

kebutuhan data dalam penelitian.

Subjek penelitian menjadi informan yang akan memberikan

berbagai informasi yang diperlukan selama penelitian. Informan

penelitian adalah orang yang di manfaatkan untuk memberikan

informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian

diantaranya: (moeloeng 2000:97). Berikut daftar subjek penelitian ini

adalah :

No Nama Informan Umur Informan Jenis Kelamin Status

1 Ali Bastian 68 Laki-Laki Penyimbang


(Pn Tuan Rajo Migo)
2 Mutaridi 62 Laki-Laki penyimbang
(Pn Putra Negara)
3 Rudi alpiansyah 35 Laki-Laki Penyimbang
(Pn Rajo Indra Sakti)
4 Yordan yonia 42 Laki-Laki Penyimbang
(St Permato Bumei)
5 Yulius indra jaya 40 Laki-Laki Penyimbang
(Pn Rajo Adat)
6 Syahril 38 Laki-Laki Penyimbang
(Pn Rajo Mudo)
7 Zulkarnain 42 Laki-Laki Penyimbang
(St Penyimbang Asli)
36

Tabel 3. Daftar subjek penelitian

3.2.2.2 Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang mendukung data primer,

mencakup data lokasi penelitian dan data lain yang mendukung

masalah penelitian. Data skunder diperoleh dari observasi dan

literatur yang relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan.

3.2.2.3 Penentuan Key Informan Dan Informan

a. Key informan

Menurut moleong (2005:3) key informan adalah mereka

yang tidak hanya bisa memberi keterangan tentang sesuatu

kepada peneliti, tetapi juga bisa memberi saran tentang sumber

bukti yang mendukung serta menciptakan sesuatu terhadap

sumber yang bersangkutan pada penelitian ini. Dalam

penelitian ini yang menjadi key informan yang memenihi

kriteria diatas adalah:

1. Mutaridi selaku orang telah melakukan begawi

b. Informan

Informan menurut moleong (2006:132) adalah orang

dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan

kondisi latar penelitian.

Informan dalam penelitian ini adalah:

1. Syahril (wiraswasta) orang yag telah begawi


37

2. Ali Bastian (PNS) orang yang telah begawi

3. Rudi Alpiansyah (POLRI) ) orang yang telah

begawi

4. Yordan Yonia (PNS) orang yang telah begawi

5. Zulkarnain (PNS/CAMAT) orang yang telah

begawi

6. Yulius indra jaya (POL PP) orang yang telah begawi

Menurut Spradley (Moleong, 2004: 165) informan harus memiliki beberapa

kriteria yang harus dipertimbangkan, yaitu:

1. Informan yang intensif menyatu dengan suatu kegiatan atau medan

aktivitas yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian dan ini biasanya

ditandai oleh kemampuan memberikan informasi diluar kepala tentang

sesuatu yang ditanyakan.

2. Informan masih terikat secara penuh serta aktif pada lingkungan dan

kegiatan yang menjadi sasaran penelitian.

3. Informan mempunyai cukup banyak waktu dan kesempatan untuk dimintai

informasi.

4. Informan yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau

dikemas terlebih dahulu dan mereka relatif masih lugu dalam memberikan

informasi.
38

Berdasarkan kriteria informan yang dikatakan oleh Spradley diatas, peneliti

menentukan informan sebagai berikut:

1. merupakan orang yang telah melaksanakan begawi cakak pepadun.

2. merupakan orang telah masuk kedelam kepenyimbangan adat.

3. mempunyai waktu untuk di wawancara dan di mintai informasi.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

3.3.1 Teknik Observasi

Suatu pengamatan secara langsung terhadap suatu objek yang

terdapat dilingkungan (suharsimi ari kunto), baik yang sedang

berlangsung saat itu atau masih berjalan yang meliputi berbagai

aktifitas perhatian terhadap suatu kajian objek dengan menggunakan

pengindraan.

3.3.2 Teknik Dokumentasi


Dokumentasi dalam penelitian ini juga penulis lakukan,

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi dilakukan dengan

memanfaatkan data-data yang telah ada dilokasi penelitian dan data

yang tercatat diinstansi yang terkait yang dapat digunakan untuk

membantu menganalisa penelitian.

Dokumentasi merupakan catatan peritiwa yang telah berlalu,

dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental

lainnya sesorang (sugiyono, 2009:213). Hasil penelitian dari observasi


39

atau wawancara akan lebih kredibel kalua didukung oleh dokumen-

dokumen yang bersangkutan.

3.3.3 Teknik Analisis Data

Suatu proses upaya atau pengolahan data menjadi sebuah

informasi yang di temukan di lapangan. Teknik analisis data yang

digunakan adalah analisis kuantitatif yang berpijak dari data yang di

dapat dari hasil wawancara serta hasil dokumentasi. Teknik analisis

data dalam penelitian ini dilakukan meliputi (moleong,2007:288),

sebagai berikut:

3.3.4 Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi

data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.

Reduksi data berlangsung terus-menerus selama proyek yang

berorientasi penelitian kualitatif berlangsung.

Antisipasi akan adanya reduksi data sudah tampak waktu

penelitiannya memutuskan (seringkali tanpa disadari sepenuhnya)

kerangka konseptual wilayah penelitian, permasalahan penelitian,

dan pendekatan pengumpulan data mana yang dipilihnya. Reduksi


40

data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,

menggolongkan mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan

mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga

kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat di tarik dan di verifikasi.

3.3.5 Penyajian Data

Miles dan hubermen membatasi suatu penyajian sebagai

sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya

penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Mereka meyakini

bahwa penyajian-penyajian yang lebih baik merupakan suatu cara

yang utama bagi analisis kualitatif yang valid,yang meliputi: jenis

matrik, grafik, jaringan dan bagan.

Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang

tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih dengan

demikian seorang penganalisis dapat melihat apa yang sedang

terjadi, dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar

ataukah terus melangkah melakukan analisis yang menurut saran

yang dikisahkan oleh penyajian sebagai sesuatu yang mungkin

berguna.

3.3.6 Menarik Kesimpulan


41

Menarik kesimpulan yaitu kesimpulan selama penelitian

berlangsung makna-makna yang muncul dari data yang diuji

kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya sehingga diperoleh

kesimpulan yang jelas kebenaran dan kegunaannya (Bogdan &

Biklen dalam moleong, 2010:179).

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Eivinaro Dan Bambang Q-Anees 2007 Filsafat Ilmu Komunikasi

Bandung: Simbiosa Rekatama Media

Soeprapto. 2007 Interaksi Simbolik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Mulyana Deddy. 2005 Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya

Wijaya, R.P. 2009. Pengembangan budaya lampung. Provinsi lampung. Bandar

lampung.

Syah, Iskandar. 2017. Bunga rampai Adat budaya Lampung Bandar Lampung:

Histokultura

Hadikusuma, Hilman. 1990 Masyarakat dan Adat Budaya Lampung.

Mandar maju: Bandar Lampung

Hadikusuma, Hilman. 2003 Hukum Perkawinan Adat Dengan Adat Istiadat Dan

Upacara Adatnya. Bandung: Citra Aditya Bakti


42

Kherustika, zuraida. DKK. 1999. Masyarakat dan adat budaya lampung .

bandung: Depertemen Pendidikan Dan Kebudayaan.Museum Negeri

Peovinsi Lampung Ruwa Jurai

J. Moleong, Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Pt Remaja

Rosdakarya.

Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D Bandung:

Alfabeta

J. moleong, Lexy. 2000 metodologi penelitian kualitatif. Bandung:PT Remaja

Rosdakarya,

Koestoro, budi dan basrowi. 2006. Strategi penelitian sosial dan pendidikan.

Surabaya: yayasan kampusina

Anda mungkin juga menyukai