Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH SEMINAR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.W DENGAN DIAGNOSA MEDIS


ILEUS OBSTRUKTIF DI RUANG RAJUNGAN RSUD PANTURA M.A
SENTOT PATROL INDRAMAYU

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5

SRI WIDYASTUTI (421J0022)

CICA FIKROTUN AENI (421J0015)

MUTIARA (421J0026)

ICA WAHYUNI (421J0085)

NUR DZAKARIA PEADNARAH (421J0084)

SRIYANA DEWI (421J0027)

DWIYANTO RIVALDI KADAM (421J0083)

SILVIE KHOFIFAH PERMATASARI (421J0004)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARDIKA CIREBON

2021-2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus

dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau

menganggu jalannya isi usus (Sylvia A, Price, 2012). Hal ini dapat terjadi

dikarenakan kelainan didalam lumen usus, dinding usus atau benda asing

diluar usus yang menekan, serta kelainan vaskularisasi pada suatu segmen

usus yang dapat menyebabkan nekrosis segmen usus (Indrayani, 2013)

Berdasarkan data dari World Health Organization tahun 2008,

diperkiakan penyakit saluran cerna tergolong 10 besar penyakit penyebab

kematian didunia. Indonesia menempati urutan ke 107 dalam jumlah

kematian yang disebabkan oleh penyakit saluran cerna didunia tahun 2004,

yaitu 39,3 jiwa per 100.000 jiwa (World Health Organization,2008).

Setiap tahunnya, 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosis ileus.

Obstruksi usus sering disebut juga ileus obstruksi yang merupakan

kegawatan dalam bedah abdomen yang sering dijumpai. Ileus obstruksi

merupakan 60-70% seluruh kasus akut abdomen yang bukan apendiksitis

akut (Sjamsulhidajat dan De Jong, 2008).

Obstruksi ileus merupakan kegawatan dalam bedah abdominal

yang sering dijumpai.Sekitar 20% pasien datang kerumah sakit datang


dengan keluhan nyeri abdomen karena obstruksi pada saluran cerna, 80%

terjadi pada usus halus.Obstruksi ileus adalah suatu penyumbatan mekanis

pada usus dimana 1 menghambat proses pencernaan secara normal

(Sjamsuhidayat, 2006)

Kejadian ileus obstruksi sering didahului dengan munculnya gejala

klinis pada system gastroinstestinal. Tanda dan gejala yang biasa terjadi

serta penting untuk dikenali pada pasien ileus obstruksi diantaranya adalah

nyeri abdomen yang bersifat kram, nausea, distensi abdomen,

muntahempedu, konstipasi, singultus, kenaikan suhu tubuh, tidak

terdengarnya bising usus disebelah distal obstruksi serta penurunan berat

badan (Saputra, 2014).

Salah satu penanganan pada pasien dengan permasalahan obstruksi

ileus adalah dengan pembedahan laparotomi, penyayatan pada dinding

abdomen atau peritoneal (Fossum, 2002). Pasien dengan diagnosa

obstruksi ileus harus dilakukan tindakan pembedahan, keterlambatan

pembedahan menyebabkan berbagai masalah pada organ cerna,

diantaranya perforasi appendiks, peritonitis, pileflebitis, dan bahkan

kematian.

Obstruksi usus sebelum dilakukan tindakan pembedahan dapat

dilakukan tindakan dekompresi lambung yang bermaksud untuk

pengosongan isi lambung yang diharapkan dapat mengurangi mual,

muntah dan meredakan distensi. (Vicky P dkk, Volume 8) pada penelitian


Maria dkk (2011) dilakukan enema yaitu memasukan obat pencahar

melalui anus dengan tujuan mengosongkan atau mengurangi isi lambung.

Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk memparkan asuhan

keperawatan pada pasien dengan diagnosa ileus obstruktif dengan

penerapan pemantauan dekompresi lambung sebagai salah satu prosedure

preoperative gastroentestinal.

1.2 TUJUAN

1. Tujuan Umum

Tujuan penulisan laporan asuhan keperawatan pada Ny.W dengan

diagnosa medis ileus obtruktive dengan penerapan pemantauan

dekompresi lambung di Ruang Rajungan RSUD M.A Sentot Patrol

Indramyu.

2. Tujuan Khusus

a. Membuat laporan asuhan Keperawatan

b. Melakukan Pemantauan dekompresi lambung

1.3 MANFAAT

1. Manfaat bagi profesi

Hasil dari penulisan laporan asuhan keperawatan ini diharapkan dapat

menjadi bahan referensi tentang asuhan pada pasien preoperative ileus

obstruktive.
2. Manfaaat bagi institusi

Laporan ini diharapkan dapat menjadi referensi dan masukan dalam

pengembangan ilmu keperawatan medikal bedah, serta dapat

mengoptimalkan pelayanan keperawatan dan asuhan keperawatan pada

preoperative ileus obstruktive.

3. Manfaat bagi rumah sakit

Hasil laporan ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan dalam

melakukan perawatan pada pasien preoperative ileus obstruktive.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Ileus

Ileus adalah penurunan atau hilangnya fungsi usus akibat

paralisis atau obstruksi mekanis yang dapat menyebabkan

penumpukan atau penyumbatan zat makanan (Rasmilia Retno, 2013).

Menurut Margaretha Novi Indrayani (2013) Ileus adalah gangguan

atau hambatan isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus

akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan. Ileus

dibagi menjadi dua yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik. Ileus

obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi

lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena

adanya sumbatan atau hambatan mekanik yang disebabkan kelainan

dalam lumen usus (Ida Ratna, Nurhidayati, 2015). MedLine Plus

(2018) menyatakan Ileus obstruktif atau obstruksi usus adalah suatu

gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang

saluran isi usus. Sedangkan ileus paralitik adalah obstruksi usus akibat

kelumpuhan seluruh atau sebagian otot-otot usus yang menyebabkan

berkurangnya atau tidak adanya peristaltik (Megan Griffiths, 2020)


2.2 Etiologi

Etiologi Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus menurut

Margaretha Novi Indrayani (2013) antara lain

1) Hernia inkarserata : Hernia inkarserata timbul karena usus yang

masuk ke dalam kantung hernia terjepit oleh cincin hernia

sehingga timbul gejala obstruksi (penyempitan) dan strangulasi

usus (sumbatan usus menyebabkan terhentinya aliran darah ke

usus).

2) Non hernia inkarserata, antara lain

a. Adhesi atau perlekatan usus Adhesi bisa disebabkan oleh

riwayat operasi intra abdominal sebelumnya atau proses

inflamasi intra abdominal. Dapat berupa perlengketan

mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa

setempat atau luas.

b. Askariasis

Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum,

biasanya jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor.

Obstruksi bisa terjadi di mana-mana di usus halus, tetapi

biasanya di ileum terminal yang merupakan tempat lumen

paling sempit. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu

gumpalan padat terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor

cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat

cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko


tinggi untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan

perforasi.

c. Volvulus

Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus

yang abnormal dari segmen usus sepanjang aksis usus

sendiri, maupun pemuntiran terhadap aksis sehingga

pasase (gangguan perjalanan makanan) terganggu. Pada

usus halus agak jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan

volvulus didapat di bagian ileum

d. Tumor

Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi

Usus, kecuali jika ia menimbulkan invaginasi . Hal ini

terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis

(penyebaran kanker) di peritoneum atau di mesenterium

yang menekan usus.

e. Batu empedu yang masuk ke ileus.

Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan

fistul (koneksi abnormal antara pembuluh darah, usus,

organ, atau struktur lainnya) dari saluran empedu ke

duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu

empedu masuk ke raktus gastrointestinal.


2.3 Tanda dan Gejala

1) Mekanik sederhana

usus halus atas Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke

atas, distensi, muntah, peningkatan bising usus, nyeri tekan

abdomen.

2) Mekanik sederhana – usus halus bawah Kolik (kram) signifikan

midabdomen, distensi berat, bising usus meningkat, nyeri tekan

abdomen.

3) Mekanik sederhana – kolon Kram (abdomen tengah sampai

bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian terjadi muntah

(fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.

4) Obstruksi mekanik parsial Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi

ringan.

5) Strangulasi Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus

menerus dan terlokalisir, distensi sedang, muntah persisten,

biasanya bising usus menurun dan nyeri tekan terlokalisir hebat.

Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah

(Margaretha Novi Indrayani, 2013).

2.4 Penatalaksanaan Ileus Obstruktif

Penderita penyumbatan usus harus di rawat dirumah sakit (Kusuma

dan Nurarif, 2015). Penatalaksanaan pasien dengan ileus obstruktif

adalah:
1) Persiapan

Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah,

mencegah aspirasi danmengurangi distensi abdomen (dekompresi).

Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan

elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan

optimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi

parsial atau karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan

konservatif.

2) Operasi

Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-

organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering

dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah

dilakukan bila:

1. Strangulasi

2. Obstruksi lengkap

3. Hernia inkarserata

4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan

pemasangan NGT, infus,oksigen dan kateter) (Kusuma dan

Nurarif, 2015)

3) Pasca Bedah

Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan

dan elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan

harus memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca


bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik (Kusuma dan

Nurarif, 2015).

2.5 Patofisiologi

Ileus mengarah pada akumulasi cairan dan gas pada tekanan

intraluminal yang meningkat, disfungsi mikrosirkulasi dinding usus,

dan gangguan penghalang mukosa, selanjutnya dapat menyebabkan

pergeseran cairan, peritonitis transmigrasi, dan hipovolemia (Vilz TO,

2017). Fisiologi normal usus halus terdiri dari pencernaan makanan

dan penyerapan nutrisi. Usus besar turut membantu pencernaan dan

bertanggung jawab untuk sintesis vitamin, penyerapan air, dan

pemecahan bilirubin. Mekanisme obstruksi apapun akan menghalangi

komponen fisiologis ini.

Obstruksi usus halus akut menghasilkan gangguan fisiologis

dan patologis sistemik serta lokal. Obstruksi partial atau komplit yang

signifikan terkait dengan peningkatan insiden migrating clustered

contractions (MCC) dari proksimal ke lokasi obstruksi. Kontraksi ini

berhubungan dengan kram perut. Obstruksi parsial, MCC mendorong

konten intraluminal dan membiarkannya melewati titik obstruksi ke

distal. Obstruksi total yang tidak teratasi mengakibatkan isi usus tidak

dapat melewati distal, dengan akumulasi cairan intraluminal yang

progresif dan distensi usus proksimal, kemudian memulai retrograde

giant contractions (RGC) di usus halus sebagai fase pertama muntah.


Dalam migratory motorcomplexes (MMC) ileus adinamik dan

kontraksi dihambat (kontraksi yang dimulai di lambung dan usus halus

proksimal hampir secara bersamaan dan menyebar secara distal untuk

membersihkan usus). Ketika tekanan intraluminal di usus proksimal

terhadap obstruksi meningkat, aliran vena di dinding usus dan

mesenterium yang berdekatan berkurang, dan berhenti jika tekanan

mencapai tekanan sistolik. Aliran darah ke mukosa berkurang, diikuti

oleh ruptur kapiler dan infiltrasi hemoragik. Sentuhan mesenterium

atau tekanan langsung pada pembuluh mesenterika menyebabkan

oklusi vena dan arteri. Epitel usus sangat rentan terhadap anoksia

sehingga menjadi yang pertama mengalami nekrosis.

Perforasi dapat terjadi sebagai akibat dari nekrosis, iskemik

atau karena tekanan. Nekrosis tekanan dapat terjadi pada bagian di

mana adhesi pita ketat melewati usus, atau di mana batu empedu atau

fecaloma yang terkena menghasilkan ulserasi stercoral dan perforasi

berikutnya. Pada obstruksi sederhana usus proksimal akan 14 tampak

berat, edematosa, dan bahkan sianosis. Dalam kasus lanjut, serosal

tears muncul di batas antimesenterik usus

Obstruksi usus halus akut menghasilkan penurunan volume

dan gangguan elektrolit. Kehilangan volume lebih lanjut terjadi ketika

isi usus tertahan di bagian usus yang tersumbat, muntah, atau keluar di

dinding usus atau rongga peritoneum. Kehilangan air disertai dengan

kehilangan elektrolit tergantung pada tingkat obstruksi. Dengan


meningkatnya tekanan intraluminal, penyerapan air dan natrium

berkurang dan sekresi luminal air, natrium, dan kalium meningkat.

Selain itu dapat terjadi edema dinding usus dan kebocoran protein.

Strangulasi mengakibatkan eksudat kaya protein dan elektrolit

terakumulasi dalam rongga peritoneum dan sekuestrasi infark darah di

dinding usus terjadi. Eksudat cairan peritoneum berubah dari cairan

bening seperti plasma menjadi darah (eksudat menggelap). Terdapat

perubahan dalam ekologi populasi bakteri dengan meningkatnya tipe

koloni bakteri tinja di usus proksimal terhadap obstruksi dan

mengubah gradien proksimal ke distal pada flora bakteri. Penguraian

bakteri pada isi usus yang terhenti menyebabkan terbentuknya "cairan

feculent". Dengan strangulasi, perubahan fisiologis diperumit oleh

kehilangan darah di usus yang mengalami infark, kematian jaringan,

translokasi usus bakteri dan racun, serta hasil akhir perforasi (Kulayhat

MN, 2001).

Pengaruh obstruksi kolon tidak sehebat pada obstruksi usus 15

halus. Pada kolon hampir tidak pernah terjadi strangulasi kecuali oleh

volvulus. Kehilangan cairan dan elektrolit di kolon berjalan lambat

pada obstruksi distal akibat dari fungsinya sebagai tempat

penyimpanan feses yang secara relatif sebagai alat penyerap sedikit

sekali (Smith DA, Nehring SM, 2018: Sjamsuhidajat, 2014).


2.6 Pathway
2.7 Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan radiologia.

a. Foto polos abdomen

Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral

dekubitus)memperlihatkan dilatasi lengkung usus halus

disertai adanya batas antaraair dan udara atau gas(air-fluid

level) yang membentuk pola bagaikan tangga.

b. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema

Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi

usushalus. Pengujian Enema Barium terutama sekali

bermanfaat jika suatuobstruksi letak rendah yang tidak dapat

pada pemeriksaan foto polos abdomen. Pada anak-anak

dengan intussuscepsi, pemeriksaan enemabarium tidak hanya

sebagai diagnostik tetapi juga mungkin sebagai terapi.

c. CT– Scan

Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos

abdomen dicurigai adanya strangulasi. CT Scan akan

mempertunjukkan secara lebihteliti adanya kelainan-kelainan

dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum. CT– Scan harus

dilakukan dengan memasukkan zat kontraskedalam pembuluh

darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat derajatdan

lokasi dari obstruksi


d. USG

Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan

penyebabdari obstruksi.

e. MRI

Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan, tetapi tehnik dan

kontras yang ada sekarang ini belum secara penuh mapan.

Tehnik inidigunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenterik

kronis

f. Angiografi

Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk

mendiagnosisadanya herniasi internal, intussuscepsi, volvulus,

malrotation, dan adhesi

2.8 Konsep Asuhan Keperawatan pre-operative

1. Pengkajian

Pengkajian focus keperawatan pre operasi Arif muttaqin

(2014:122), menyatakan bahwa untuk mengkaji klien dengan

post operasi laparatomy ileus obstruktif di perlukan data data

sebagai berikut:

a. Identitas klien yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama, suku

atau bangsa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,

alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian

b. Riwayat keehatan atau perawatan meliputi :


1) Keluhan utama/alasan masuk rumah sakit .

Biasanya klien datang karena ada masalah dibagian

sistem pencernaannya

2) Riwayat kesehatan sekarang

sering untuk meminta pertolongan kesehatan adalah

nyeri pada bagian abdomen.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Apakah ada riwayat penyakit degeneratif dalam

keluarga Pada pengkajian diruang prabedah, perawat

melakukan pengkajian ringkas mengenai kondisi fisik

pasien dan kelengkapan yang berhubungan dengan

pembedahan. Pengkajian ringkas tersebut adalah sbb:

1) Validasi : perawat melakukan konfirmasi

kebenaran identitas pasien sebagai data dasar

untuk mencocokan prosedur jenis pembedahan

yang akan dilakukan

2) Kelengkapan administrasi : Status rekam medik,

data-data penunjang (Laboratorium, dan Radiologi

) serta kelengkapan informed consent

3) Tingkat kecemasan dan pengetahuan pembedahan

4) Pemeriksaan fisik terutama tanda-tanda vital dan

kondisi masa pada abdomen.


2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang sering muncul pada pre operasi adalah :

1. Ansietas b.d Krisis Situasional

2. Nyeri akut b.d agen pencidera fisiologis

3. Defisit pengetahuan b.d kurang terpaprnya informasi

(SDKI, 2018)

3. Rencana Intervensi

Menurut SIKI (2018) Intervensi keperawatan yang dilakukan

berdasarkan 3 diagnosa diatas adalah :

1. Ansietas b.d Krisis Situasional

Intervensi :

Observasi :

1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah ( misal :

kondisi, waktu, stresor)

2) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan

3) Monitor tanda-tanda ansietas ( verbal dan non verbal)

Teraupetik :

1) Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan

kepercayaan

2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan

3) Pahami situasi yang membuat ansietas

4) Dengarkan dengan penuh perhatian

5) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan


6) Tempatkan barang pribadi yang memberikan

kenyamanan

7) Motivasi mengidentifikasi situassi yang memicu

kecemasan

8) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa

yang akan datang

Edukasi :

1) Jelaskan prosedur serta sensasi yang mungkin dialami

2) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,

pengobatan dan prognosis

3) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien

4) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif

5) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi

6) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi

ketegangan

7) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang

tepat

8) Latih tekhnik relaksasi

Kolaborasi :

1) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu


2. Nyeri akut b.d agen pencidera fisiologis Intervensi

Observasi :

1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas, intensitas nyeri.

2) Identifikasi skala nyeri

3) Identifikasi nyeri non verbal

4) Identifikasi faktor yang memperberat dan

memperingan nyeri

5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

8) Monitor efek samping penggunaan analgetik

Teraupetik :

1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi

rasa nyeri ( misal : TENS, hipnosis, akupresure,

terapi musik, biofeedback ,terapi pijat, aromaterapi,

teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin.)

2) Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri ( misal :

suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.)

3) Fasilitasi istirahat dan tidur

4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam

pemilihan strategi meredakan nyeri


Edukasi

1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri

2. Jelaskan strategi meredakan nyeri

3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

5. Ajarkan eknik non farmakologis untuk mengurangi

rasa nyeri

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian analgetik , jika perlu

3. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi

Observasi :

1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima

informasi

2) Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan

dan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan

sehat

Teraupetik :

1) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan

2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan

3) Berikan kesempatan untuk bertanya


Edukasi :

1) Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi

kesehatan

2) Ajarkan perilaku hidup dan sehat

3) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk

meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas

a. Identitas klien

Nama : Ny. W

Umur : 47 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : Tidak Terkaji

Pekerjaan : Petani

Tanggal Masuk : 29-10-2021

Tanggal Pengkajian : 29-10-2021

No. MedRek : 226807

b. Identitas Penanggungjawab

Nama : Ny. D

Umur : 27 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : Tidak Terkaji

Hubunga dengan klien : Anak

Alamat : Kroya, Kabupaten Indramayu


2. Status Kesehatan

a. Status Kesehatan saat ini

1) Keluhan utama

Pasien mengeluh nyeri perut

2) Faktor pencetus

Tidak BAB sejak 5 hari SMRS, tidak kentut 4 hari SMRS, ketika

nyeri perut pasien melakukan urut pada bagian perutnya.

3) Lamanya keluhan

5 hari SMRS

4) Timbulnya Keluhan

Setelah diurut

5) Faktor yang memperberat

Tidak BAB, tidak kentut

b. Status kesehatan masa lalu

Pasien mengatakan sering telat makan karena terlalu giat bekerja,

tidak pernah dirawat di Rumah Sakit, HT (-), DM (-), operasi (-).

c. Status kesehatan keluarga

Tidak terkaji

3. Pengkajian pola fungsi

a. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan

1) Persepsi tentang kesehatan diri

Wanita karir dan pekerja keras


2) Pengetahuan dan persepsi pasien tantang penyakit dan

perawatannya

Ketika nyeri perut perawatan paling tepat adalah diurut

3) Upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan kesehatan

a) Kebiasaan diit yang adekuat, diit yang tidak sehat

Makan 1 hari 1 kali bahkan sering telat makan

b) Pemeriksaan kesehatan berkala, perawatan kebersihan diri,

imunisasi

Tidak terkaji

c) Kemampuan untuk mengontrol kesehatan.

1. Yang dilakukan bila sakit = Urut ke tukang urut

2. Kemana Pasien Bila Berobat = Obat warung atau Tukang

urut

3. Kebiasaan hidup (Konsumsi jamu/Alkohol/Kopi/Kebiasaan

Olahraga)

Tidak terkaji

d) Faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan kesehatan.

Asuransi/Jaminan kesehatan

e) Pola nilai Kepercayaan dan spiritual = Tidak terkaji

4. Kebutuhan Dasar

a) Rasa Nyaman dan Kebersihan

- Nyeri abdomen

- Kebersihan tempat tidur = Tampak rapih dan bersih


- Kebersihan pakaian = Pakaian pasien belum hanti sejak

masuk RS

- Kebersihan badan = Badan pasien tampak bersih

b) Oksigenisasi

- Penggunaan alat bantu = Terpasang oksigen

NRM 10L

- Takipnea (+) = R:30x/Menit

- Yang meningkatkan/mengurangi sesak = Distensi Abdoemn

(+)

c) Cairan dan Nutrisi

- Setiap makan pasien selalu mutah sejak 5 hari SMRS

d) Eliminasi

- Pola BAB = Tidak BAB dari 5 hari SMRS

- Penggunaan alat (Kateter) (+)

- Kesulitan BAK (+)

e) Istirahat dan Tidur

Pola tidur terganggu karena nyeri


f) Kemampuan Perawatan Diri

Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4


Makan dan minum √
Toiletting √
Berpakaian √
Mobilitas tempat tidur √
Ambulasi rom √

g) Keselamatan dan Keamanan

Tidak Terkaji

h) Peran Seksual

Tidak Terkaji

i) Psikososial

Orang terdekat dan lebih berpengaruh = Suami

5. Pemeriksaan Fisik

1) Penampilan Umum = Tampak Lemas

2) Kesadaran = Composmetis

3) TTV = T:100/60mmNg P:110/Menit

R:30x/Menit S:365

4) Kepala dan Wajah = Wajah tampak meringis

5) Mata = Konjungtua Anemis

6) Telinga = Pendengaran (+)

7) Hidung = Terpasang NGT dan Oksigen NGR

8) Mulut & Kerongkongan = Terpasang selang NGT

9) Leher = Tidak ada pembesaran Vena Jugularis

10) Dada = Retraksi dada cepat, pernafasan otot bantu


11) Jantung dan Paru = Diafragma meninggi akibat distensi

Abdomen

12) Abdomen = Distensi Abdomen (+), Kencang (+)

Nyeri tekan

13) Ginjal = Tidak Terkaji

14) Eksernitas = Tidak ada Priting Edema

15) Punggung = Tidak Terkaji

16) Rektum = Tidak Terkaji

17) Genetalia = Tidak Terkaji

6. Pemeriksaan Penunjang

Jenis Nilai
No Tanggal Hasil Interpretasi
Pemeriksaan Normal
1 29-10-21 rontgen Diafragma
meninggi
(+) dan
hampir
menutupi
paru-paru
kanan

2 29-10-21 Foto Distensi


abdomen abdomen
(+)
Obstruksi
usus (+)
7. Terapi dan penatalaksanaan medis

Tanggal dan jam Nama obat Rute terapi dosis


29-10-2021
08 Ceftriaxone IV 1x1
16 Keterolac IV 3x1
24 Ranitidine IV 2x1
30-10-2021
08 Ceftriaxone IV 1x1
16 Keterolac IV 3x1
24 Ranitidine IV 2x1
31-10-2021
08 Ceftriaxone IV 1x1
16 Keterolac IV 3x1
24 Ranitidine IV 2x1

8. Diit : puasa

9.

B. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DO: Nyeri abdomen Konstipasi
Distensi Abdomen (+)

DS Kebiasaan di urut
1. Pasien mengatakan
nyeri perut
2. Pasien mengatakan Flatus dan BAB (-)
memiliki kebiasaan
urut
3. Belum BAB sejak 5 Obstruksi pada usus
hari SMRS
4. Belum mengeluarkan
flatus sejak 4 hari Distensi abdomen
SMRS

konstipasi
2 DO: Tidak nafsu makan Nyeri akut bd
1. Distensi abdomen (+) distensi abdomen
2. Tampak meringis
3. Skala nyeri = 8 Asam lambung ↑
4. Nadi = 110x/menit
5. Mual (+)
6. Muntah (+) Nyeri perut
7. Gelisah (+)
8. Sulit tidur (+)
Kebiasaan di urut
DS
1. Belum BAB sejak 5
hari SMRS Penyumbatan Usus
2. Belum mengeluarkan
flatus sejak 4 hari
SMRS BAB (-) Flatus (-)
3. Pasien mengeluh
nyeri
4. Pasien mengatakan Distensi abdomen
perut begah
5. 6 hari SMSR di urut
ketika nyeri perut Mual (+) muntah (+)
Pasien mengatakan
kurang nafsu makan
Nyeri abdomen

Nyeri dipersepsikan
Nyeri

Nyeri akut

3 DO: Distensi abdomen Pola nafas tidak


1. Diafraghma meniggi efektif
(+)
2. Distensi Abdomen Diafraghma meninggi
(+)
3. Terdapat retraksi otot
dinding dada paru-paru kanan tampak tertutupi
4. R: 30x/menit
5. SPO2: 89%
sesak nafas
DS:
Pasien mengatakan sesak
pola nafas tidak efektif
4 DO: Nyeri abdomen Gangguan pola tidur
1. Px tampak terjaga
2. Skala nyeri : 8
3. N: 110 x/menit RAS teraktivasi (+)
(Sistem yang mengatur pola tidur)
DS:
1. Pasien mengatakan
sulit tidur karena REM ↓
nyeri perut

pasien terjaga

gangguan pola tidur


5 DS: Kurang informasi Kurang
Pasien mengatakan urut pengetahuan
adalah terapi paling
cocok untuk mengatasi Keterbatasan kognititf
nyeri perut

Kurang pengetahuan

C. Diagnosa Keperawatan
1. Konstipasi b/d kelemahan otot abdomen, penurunan mortilitas

gastroentestinal d/d pengeluaran feses lama dan sulit, peristaltik usus ↓,

dan adanya distensi abdomen

2. Nyeri akut b/d distensi abodmen d/d mengeluh nyeri, skala nyeri 8, dan

sulit tidur

3. Pola nafas tidak efektif b/d hambatan upaya napas dikarenakan diafragmh

meninggi d/d penggunaan otot bantu, dan dipsnea.

4. Gangguan pola tidur b/d nyeri abdomen d/d sering terjaga

5. Defisit pengetahuan b/d kurang terpapar informasi d/d menjalani

pemeriksaan yang tidak tepat.


D. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan kriteria intervensi rasional


Konstipasi b/d kelemahan otot Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda gejala 1. Mengetahui efektuvitas
abdomen keperawatan diharapkan konstipasi terapi yang diberikan
masalah teratasi dengan kriteria 2. Periksa pergerakan usus 2. Mengetahui kemajuan
hasil: 3. Bereikan enema atau irigasi bising usus
4. Kolaborasi untuk 3. Membantu tubuh untuk
kriteria Saat target peningkatan frekuensi bisng mengeluarkan flatus, feces
ini usus melalui selang NGT sebagai
1. Dispepsia 1 3 5. Monitor BAB (warna & irigasi lambung
2. Nyeri 1 3 frekuensi) 4. Membantu menungkatkan
abdomen aktivitas usus
3. Distensi 1 3 5. Mengetahui pengeluaran
abdomen BAB guna alat ukur bahan
4. Regurgitasi 1 3 evaluasi terapi yang sudah
5. Jumlah diberikan.
residu
6. Cairan 1 3
lambung
7. Peristaltik 1 3
usus
8. Mual 2 4
9. Muntah 2 4
10. Nafsu 1 3
makan

Nyeri akut b/d distensi Setelah dilakukan tindakan 1. Pengkajian nyeri 1. Mengetahui lokasi,
abdomen keperawatan diharapkan 2. Observasi skala nyeri karakteristik, durasi dan
masalah teratasi dengan kriteria 3. Kolaborasi pemberian frekuensi nyeri
hasil: analgetik 2. Mengetahui derajat nyeri
kriteria Saat Target 4. Berikan terapi non yang dirasakan pasien
ini farmakologis menggunakan skala nyeri
1. Nyeri 1 3 3. Membentu menurunkan
abdomen nyeri secara farmakologis
2. Meringis 1 3 4. Mengurangi nyeri secara
3. Mengeluh 1 3 non farmakologis
nyeri

Pola nafas tidak efektif b/d Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola nafas 1. Mengetahui pola napas
distensi abdomen keperawatan diharapkan 2. Monitor saturasi O2 pasien sebagai bahan
masalah teratasi dengan kriteria 3. Terapi oksigen evaluasi terapi yang
hasil: 4. Jelaskan tujuan dan diberikan.
kriteria Saa target prosedure pemantauan 2. Mengatahui kadar oksigen
t ini dalam darah
1. Penggunaan 2 4 3. Membantu tubuh mensuplai
otot bantu oksigen secara maksimal
napas untuk meningkatkan jumlah
2. Frekuensi 2 4 oksigen dalam darah dan
napas mengurangi sesak yang
dirasakan.
4. Memberi informasi pada
pasien dan keluarga manfaat
dan tujuan tindakan yang
diberikan
Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan 1. Memfasilitasi istirahat dan 1. Membantu pasien dalam
keperawatan diharapkan tidur memasuki waktu tidur
masalah teratasi dengan kriteria 2. Lakukan perawatan diri 2. Tubuh yang bersih dapat
hasil: 3. Memonitor kebersihan meningkatkan kenyamanan
kriteria Saat Target tubuh sehingga mudah dalam
ini 4. Kolaborasi terapi analgetik memasuki waktu tidur
1. Sulit 2 4 5. Identifikasi skala nyeri 3. Memantau keberihan tubuh
tidur pasien
2. Sering 2 4 4. Memantau penyebab
terjaga kesulitan tidur.

Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Ajarkan perilaku hidup 1. Membantu pasien
keperawatan diharapkan bersih dan sehat menentukan perilaku hidup
masalah teratasi dengan kriteria 2. Jelaskan strategi bersih dan sehat. (tidak
hasil: management nyeri menajadikan kebiasaan urut
kriteria Saat Target sebagai intervensi ketika
ini nyeri perut atau maag
1. Persepsi 1 3 kambuh)
yang 2. Management nyeri yang
keliru dikarenakan maag bukan
terhadap dengan urut tetapi lakukan
masalah dengan terapi lain yang
tepat dan sesuai

E. Implementasi dan Catatan Perkembangan

dx implementasi 29-10-2021 30-10-2021 31-10-2021 1-11-2021


1 1. Melakukan 1. BAB (-) dari 5 hari 1. Flatus (-) dari 5 hari SMRS 1. Flatus (-) dari 6 hari Operasi
Observasi tanda SMRS 2. Bising usus (-) SMRS Laparatomi
gejala konstipasi Flatus (-) dari 4 hari 3. Terpasang NGT untuk 2. Bising usus (-) Eksplorasi
2. memeriksa SMRS dekompresi lambung 3. Terpasang NGT Gastroentestinal
pergerakan usus 2. Bising usus (-) (Cairan berwarna coklat untuk dekompresi
3. membereikan enema 3. Terpasang NGT kehitaman dengan volume lambung (Cairan
atau irigasi untuk dekompresi 500CC disertai gas flatus) berwarna kuning
4. melakukan lambung kecoklatan dengan
kolaborasi untuk Dulcolax Supp per- volume 1000CC
peningkatan 24jam disertai gas flatus)
frekuensi bisng usus 4. Konsul ke dokter Dulcolax Supp
5. Memoonitor BAB spesialis bedah untuk per-24 jam
(warna & frekuensi) dilakukan operasi 4. Rencana operasi,
laparatomi eksploasi dipuaskan
gastroentestinal. 5. BAB cair disertai
5. BAB (-) serat

Dulcolax Supp per-24 jam


4. Rencana operasi, dipuaskan
5. BAB cair disertai serat

2 1. mengkajian nyeri 1. mengeluh nyeri (+) 1. mengeluh nyeri (+) 1. mengeluh nyeri (+) Operasi
2. melakukan observasi meringis (+) nyeri meringis (+) nyeri meringis (+) nyeri Laparatomi
skala nyeri diseluruh abdomen diseluruh abdomen dengan, diseluruh abdomen Eksplorasi
3. melakukan dengan, nyeri nyeri dirasakan terus dengan, nyeri Gastroentestinal
kolaborasi pemberian dirasakan terus menerus dirasakan terus
analgetik menerus N: 104x/menit menerus
4. memberikan terapi N: 110x/menit 2. skala nyeri 6 N: 98x/menit
non farmakologis 2. skala nyeri 8 3. adv dokter: 2. skala nyeri: 4
3. adv dokter: keterolac IV 3x1 3. adv dokter:
keterolac IV 3x1 4. Kompres air hangat keterolac IV 3x1
4. Kompres air hangat 4. Kompres air hangat
3 1. Memonitor pola 1. Dypsnea R: 30x/menit 1. Dypsnea R: 28x/menit 1. Dypsnea R: 31 Operasi
nafas 2. SPO2 89% 2. SPO2 98% x/menit Laparatomi
2. Memonitor saturasi 3. Oksigenasi NRM 10L 3. Oksigenasi NRM 10L 2. SPO2 98% Eksplorasi
O2 4. Mengatahui tujuan 3. Oksigenasi NRM Gastroentestinal
3. Memberikan erapi menggunakan oksigen 10L
oksigen
4. Menelaskan tujuan
dan prosedure
pemantauan
4 1. memfasilitasi 1. mengatur suhu
1. mengatur suhu ruangan 1. mengatur suhu Operasi
istirahat dan tidur ruangan sesuai
sesuai kenyamanan pasien ruangan sesuai Laparatomi
2. melakukan kenyamanan pasien 2. melibatkan keluarga pasien kenyamanan pasien Eksplorasi
perawatan diri 2. melibatkan keluarga untuk melakukan lap basah 2. melibatkan keluarga Gastroentestinal
3. memonitor pasien untukpada tubuh pasien pasien untuk
kebersihan tubuh melakukan lap basah3. adv dokter : melakukan lap
4. melakukan pada tubuh pasien keterolac Iv 3x1 basah pada tubuh
kolaborasi terapi 3. adv dokter : 4. pasien tampak bersih dan pasien
analgetik keterolac Iv 3x1 tidak berbau 3. adv dokter :
5. mengidentifikasi 4. pasien tampak
5. Skala Nyeri: 6 keterolac Iv 3x1
skala nyeri berkeringat dan badan 4. pasien tampak
berbau bersih dan tidak
5. Skala Nyeri: 8 berbau
5. Skala Nyeri: 4
5 1. mengajarkan 1. keluarga pasien Intervensi dihentikan Intervensi dihentikan Intervensi
perilaku hidup bersih mengerti management dihentikan
dan sehat nyeri yang tepat
2. menjelaskan strategi 2. keluarga pasien sudah
management nyeri dijelaskan resiko urut
bagian perut
3. pasien sudah
dijelaskan asupan
nutrisi harus seimbang

F. Evaluasi

dx 29-10-2021 30-10-2021 31-10-2021 1-11-2021


1 S: S: S: S:
- px mengatakan belum - px mengatakan sudah BAB - px mengatakan sudah BAB - px mengatakan hari ini belum
BAB sejak 5 hari SMRS. dengan konsentrasi cair dengan konsentrasi cair disertai BAB
- px mengatakan belum disertai sedikit serat sedikit serat - px mengatakan belum
mengeluarkan flatus sejak 4 - px mengatakan belum - px mengatakan belum mengeluarkan flatus sejak 7 hari
hari SMRS mengeluarkan flatus sejak 5 mengeluarkan flatus sejak 6 hari SMRS
O: hari SMRS SMRS O:
bising usus (-) O: O: bising usus (-)
distensi abdomen (+) bising usus (-) bising usus (-) distensi abdomen (+)
terpasang NGT sbg distensi abdomen (+) distensi abdomen (+) NGT (+)
dekompresi lambung NGT (+) 500CC cairan dan NGT (+) 1000CC cairan dan A: Konstipasi
A: Konstipasi gas gas P: masalah teratasi sebagian,
P: masalah belum teratasi, A: Konstipasi A: Konstipasi pasien dipuasakan, intervensi
intervensi dilanjutkan P: masalah teratasi sebagian, P: masalah teratasi sebagian, dilanjutkan, operasi Laparatomi
pasien dipuasakan, intervensi pasien dipuasakan, intervensi gastroentestinal
dilanjutkan dilanjutkan
2 S: S: S: S:
Pasien mengatakan nyeri Pasien mengatakan nyeri perut Pasien mengatakan nyeri perut Pasien mengatakan nyeri perut
perut
O: O: O:
O: tampak meringis tampak meringis tampak meringis
tampak meringis Skala nyeri 6 Skala nyeri 4 Skala nyeri 4
Skala nyeri 8 N: 104x/menit N: 98x/menit N: 89x/menit
N: 110x/menit
A: Nyeri akut A: Nyeri akut A: Nyeri akut
A: Nyeri akut
P: masalah belum teratasi, P: masalah belum teratasi, P: masalah belum teratasi,
P: masalah belum teratasi, intervensi dilanjutkan intervensi dilanjutkan intervensi dilanjutkan, operasi
intervensi dilanjutkan laparatomi gastroentestinal
3 S: S: S: S:
Pasien mengatakan sesak Pasien mengatakan sesak Pasien mengatakan sesak Pasien mengatakan sesak

O: O: O: O:
Dypsnea Dypsnea Dypsnea Dypsnea
R: 30x/menit R: 28x/menit R: 31x/menit NRM 10L
NRM 10L NRM 10L NRM 10L Otot bantu nafas (+)
SPO2 : 89% SPO2 : 98% SPO2 : 97%
Otot bantu nafas (+) Otot bantu nafas (+) Otot bantu nafas (+) A: pola nafas tidak efektif

A: pola nafas tidak efektif A: pola nafas tidak efektif A: pola nafas tidak efektif P: masalah belum teratasi,
intervensi dilanjutkan, operasi
P: masalah belum teratasi, P: masalah belum teratasi, P: masalah belum teratasi, laparatomi gastroentestinal.
intervensi dilanjutkan intervensi dilanjutkan intervensi dilanjutkan
4 S: S: S: S:
Pasien mengatakan sulit Pasien mengatakan sulit tidur Pasien mengatakan sulit tidur Pasien mengatakan sulit tidur
tidur dikarenakan nyeri dikarenakan nyeri perut dikarenakan nyeri perut dikarenakan nyeri perut
perut dan suhu ruangan
terasa panas
O: O: O: O:
Pasien tampak berkeringat Pasien tampak terjaga Pasien tampak terjaga Pasien tampak terjaga

A: Gangguan pola tidur A: Gangguan pola tidur A: Gangguan pola tidur A: Gangguan pola tidur

P: masalah belum teratasi, P: masalah belum teratasi, P: masalah belum teratasi, P: masalah belum teratasi,
lanjutkan intervensi lanjutkan intervensi lanjutkan intervensi lanjutkan intervensi, operasi
laparatomi gastroentestinal.
5 S: Intervensi dihentikan Intervensi dihentikan Intervensi dihentikan
Pasien mengatakan tidak
mengetahui efek samping
kebiasaan urut

O: tampak bingung

A: Defisit pengetahuan

P: setelah diberikan teapi


masalah teratasi, intervensi
dihentikan
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Analisa Kasus


Ny.W datang ke Rumah Sakit dengan keluhan nyeri pada abdomen, nyeri
dirasakan secara terus menerus, nyeri dirasakan diseluruh abdomen, abdomen
mengalami distensi, teraba kencang dan pasien merasa begah. Pasien mengatakan
setiap kali makan selalu muntah dan di diagnosa illeus obstruktif. Sejalan dengan
pendapat Indrayani (2013), tanda gejala pada pasien illues obstruktif yaitu nyeri hebat
yang dirasakan terus menerus, terdapat distensi pada abdomen dan muntah persisten.
Penatalaksanaan illeus obstruktif pada Ny. W akan dilakukan tindakan operasi
laparotomi eksplorasi gatroentestinal sebelum itu dilakukan persiapan pre-operatif
yaitu memasang selang NGT untuk dekompresi lambung untuk mengurangi muntah
dan mengurangi distensi pada abdomen selain itu pasien dipuasakan. Sejalan dengan
pendapat Kusuma & Nurarif (2015), prosedur persiapan pre-operatifpada pasien illeus
obstruktif adalah dipasang pipa lambung untuk mengurangi muntah, menvegaha
aspirasi, dan mengurangi distensi abdomen. Pasien dipuasakan, dan dilakukan
perbaikan keadaan umum pasien. Setelah keadaan pasien mencapai optimum maka
dilakukan laparotomi.
Hasil foto thoraks didapatkan hasil interpretasi paru-paru kanan hampir
tertutupi oleh diafraghma yang meninggi akibat distensi abdomen sehingga
menyebabkan sesak nafas. Sejalan dengan pendapat Pasaribu (2012), hasil foto
thoraks pada pasien illeus obstruktif ditemukan diafraghma meninggi akibat distensi
abdomen.
Ny. W memiliki tanda dan gejala tidak BAB sejak 5 hari SMRS dan tidak
mengeluarkan flatus sejak 4 hari SMRS. Sejalan dengan pendapat Syamsuhidajat R
(2014), yaitu retensi tinja dan flatus merupakan manifestasi klinis dari illeus yang
tidak muncul beberapa hari kemudian.
Hasil pemeriksaan darah lengkap Ny. W nilai leukosit menunjukan nilai
24.300 (4.300-11.300) yang menunjukkan adanya peningkata leukosit yang
menggambarkan adanya infeksi.sejalan dengan pendapat Indriyani (2013), yaitu nilai
laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi hemokonstrasi,
leukositosis dan ganggua elektrolit.
4.2 Data Kesenjangan

Teori Kasus
1. Menurut pendapat Indrayani (2013), 1. Pada pasien Ny. W bising usus tidak
tanda gejala yang muncul pada pasien terdengar.
illeus obstruktif salah satunya adalah
bising usus meningkat.
2. Menurut pandapat Indriyani (2013), 2. Pada pasien Ny. W penyabab illeus
etiologi peyebab terjadinya illeus obstruktif yaitu kebiasaan ketika
obstruktif pada usus halus mayoritas maag kambuh dilakukan pijat
riwayat hernia. abdomen.

4.3 Analisa Jurnal


1. Standard perioperative management in gastrointestinal surgery
A. Identitas Jurnal :
Judul jurnal : Manajemen perioperatif standar dalam operasi gastrointestinal
Nama pengarang : Kelas Maria & Michael Quintel & B.Michael Ghadimi
doi : DOI 10.1007/s00423-011-0782-y
B. Isi jurnal
Isi Jurnal Pasien yang dijadwalkan untuk operasi gastrointestinal
dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang paling penting adalah usia dan
komorbiditas pasien, kompleksitas prosedur pembedahan dan manajemen
pemulihan pasca operasi. Untuk meningkatkan hasil pasien, kerja sama yang
erat antara ahli bedah dan ahli anestesi (penilaian risiko bersama) sangat
penting. Kerja sama ini menjadi semakin penting karena semakin banyak
pasien dirujuk ke operasi pada usia lanjut dan dengan beberapa komorbiditas
dan karena prosedur bedah dan modalitas pengobatan multimodal menjadi
semakin kompleks.
Metode yang dilakukan Deskriptif retrospektif dengan menggunakan
data sekunder pasien di Instalasi Rekam Medik
Hasil penelitian hasil penelitian diperoleh pasien yang melakukan
pemeriksaan gastrointestinal sebanyak 59 orang. Mayoritas pasien ialah
pasien jenis kelamin laki-laki sebanyak 30 orang (51%), kelompok usia 50-59
tahun (30%), dengan indikasi dispepsia (nyeri epigastrium) (57%), tindakan
gastrointestinal jenis EGD (80%).
C. Pembahasan
Pada penelitian yang dilakukan oleh Putri et al.7 mendapatkan bahwa
pasien disepsia dengan keluhan nyeri pada epigastrium memiliki jumlah
terbanyak. Nyeri epigastrium merupakan keluhan dispepsia yang paling
sering menjadi alasan utama untuk berobat keahli gastroenterologi dan
penyebab bagi seseorang untuk tidak bekerja.
hasil penelitian yang dilakukan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado periode Januari – Agustus 2016, didapatkan pasien yang melakukan
pemeriksaan endoskopi gastrointestinal di poli endoskopi RSUP Prof. Dr. R.
D. KandouManado yang memenuhi criteria inklusi sebanyak 59 pasien. Dari
59 pasien tersebut didapatkan pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 30
pasien (51%) dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 29 pasien
(49%)
D. Kritik terhadap jurnal
Bagi peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai pemeriksaan endoskopi bahkan tindakan terapeutik endoskopi
mengingat kurangnya sumber data dan informasi. Diharapkan penelitian ini
dapat menjadi bahan acuan, sumber data sehingga penelitian selanjutnya
dapat melengkapi kekurangan dalam penelitian ini.
E. Manfaat keperawatan
Bagaimana aplikasi isi jurnal, atau pemanfaatan isi jurnal terhadap
keperawatan
2. Standard perioperative management in gastroentestinal surgery
A. Identitas Jurnal

1. Judul jurnal : mengobati pasien dengan usus halangan


2. Penulis : Vicky P. Kent RN, PhD, CNE
3. Nama jurnal : -
4. Tahun terbit : -
5. Vol. jurnal : vol 8, No. 1
6. Alamat jurnal : -

B. Isi Jurnal
Obsstruksi usus adalah segala sesuatu yang menyumbat, menghambat, atau
mengubah perkembangan makanan padat dan cair. Terjadinya obstruksi usus di
amerika serikat setara dengan temuan internasional. Sekitar 20%dari semua pasien
yang dirawat dirumah sakit dengan perut akut disebabkan oleh obstruksi usus.
Obstruksi usus adalah sumber 12% dari semua rawat inap di amerika serikat.
Awalnya dirawat melalui ruang gawat darurat, 10% hingga 20% adalah perawatan
bedah kritis. Intervensi segera sangat penting. Delapan puluh persen dari penerimaan
ini terkait dengan obstruksi usus kecil.hasil klinis dari obstruksi usus bergantung pada
diagnose yang tepat waktu dan akurat, sehingga tingkat mortalitas dan morbiditas
bervariasi. Obstruksi tercekik yang tidak diobati selalu mengakibatkan kematian
pasien. Perawatan bedah dalam waktu 36 jam mengurangi angka kematian hingga
8%. Lebih dari 36 jam, angka kematian dapat meningkat hingga 25%. Obstruksi usus
besar sangat penting dan memerlukan diagnosis dan pengobatan dini. Sangat penting
untukmembedakan antara obstruksi dan pseudo obstruksi sehingga penyedia layanan
kesehatan dapat memberikan perawatan yang tepat.

Menyajikan tanda dan gejala memberikan petunjuk untuk menentukan jenis


obstruksi, klasifikasi, lokasi dan derajat ketajaman. Indikator obstruksi usus meliputi
sensasi penuh, perut buncit, mual, regurgitasi ringan atau akut, kontraksi perut yang
menyakitkan, tidak adanya usus. Pasien yang tidak memiliki saluran GI fungsional
tidak boleh menerima makanan enteral untuk menentukan apakah pasien dapat di beri
makan secara enteral dengan aman, penilaian menyeluruh dari kondisi klinis mereka
harus dilakukan makanan enteral di kontraindikasikan untuk pasien dengan pseudo-
obstruksi, obstruksi usus total atau fistula keluaran tinggi dan nutrisi parenteral perlu
dipertimbangkan. Perdarahan saluran cerna atas juga merupakan kontraindikasi utama
untuk pemberian makanan enteral, meskipun telah terbukti aman untuk pasien
dengan perdarahan saluran cerna bawah. Nutrisi juga tidak sesuai untuk pasien yang
sakit parah. Dalam kasus ini, pertimbangan yang cermat harus diberikan pada ke
inginan pasien dan keluarganya.
Nutrisi enteral di indikasikan untuk pasien dengan saluran GI funsional yang
tidak dapat makan secara teratur. Ini secara signifikan lebih baik daripada nutrisi
parenteral karena mempertahankan integritas usus dan fungsi kekebalan tubu.
Istirahat usus selama sakit menyebabkan perubahan integritas lapisan mukosa usus
yang menyebabkan disfagia, asupan oral yang buruk pada pasien malnutrisi, pasien
sakit kritis dengan ventilator, pasien luka bakar, pasien trauma, pankreatitis berat
akut ( dimasukan ke usu kecil melewati ligament trietz), kanker, penyakit crohn,
penyakit saraf. Nutrisi enteral untuk pasien sakit kritis dikaitkan dengan penurunan
penting dalam komplikasi infeksi dan penurunan biaya dibandingkan dengan nutrisi
parenteral.
Pasien yang mendapat manfaat dari nutrisi enteral memiliki saluran pencernaan
yang fungsional tetaapi tidak dapat diberi makan secara oral karena kondisi klinis
yang menghalangi asupan oral. Selain itu, pasien yang beresiko malnutrisi atau yang
sudah malnutrisi karena mereka tidak dapat menelan kalori dan protein yang cukup
secara oral sesuai untuk makanan tambahan enteral pada malam hari. Populasi
pasein lain yang telah terbukti mendapat manfaat dan nutrisi enteral adalah mereka
yang memiliki fungsi neurologis yang dapat menyebabkan disfagia, pasien yang
dibius dan menggunakan ventilator, pasien luka bakar dan trauma, dan pasien
dengan luka dan peningkatan kebutuhan metabolisme karena penyakit kritis.
C. Kritik Jurnal
Sistematika cukup tersusun dengan baik dan jelas mulai dari judul penelitian,
nama penulis, pendahuluan, metode, analisis, hasil pembahasan, kesimpulan.
Tujuan dari jurnal tersebut sudah cukup jelas. Cara penulisan pada jurnal ini sering
melakukan pengulangan kata, dan bagian jurnal ini sudah cukup lengkap akan tetapi
tidak adanya abstrak dan hasil penelitian sebagai pendukung guna untuk
memperjelas tulisan. Dalam penulisannya masih kurang rapi.

D. Manfaat Jurnal

Manfaat dari jurnal ini adalah untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi
nutrisi enteral. Penelitian ini bisa menjadi tantangan untuk mendiagnosis obstruksi
usus. Kunci keberhasilan manajemen adalah mengindentifikasi tanda dan gejala
yang mungkin muncul dengan sangat halus pada awalnya, diikuti dengan komitmen
untuk membantu pasien sebelum kondisinya menjadi lebih parah. Apapun
perawatannya partisipasi perawat dalam perawatan dan perawatan pasca operasi
sangat penting. Tetap terkini dengan temuan dan metode baru adalah jalan terbaik.
Mendorong pasien untuk mengambil pendekatan yang cermat terhadap
perawatannya sendiri, rencana medis, dan gejalanya akan sangat berharga bagi
pasien dan pemberi perawatan.
Ileus obstruktif dikategorikan menjadi 2 yaitu sebagian dan total. Tanda gejla
yang ditunjukan yaitu sensasi penuh pada perut, perut tampak buncit, mual,
regurgitasi ringan, kontraksi perut, tidak adanya bising usus, konstipasi. Perbedaan
gejala yang muncul pada obstruksi usus sebagian yaitu kram pada perut, nyeri
secara intermiten dibagian perut tengah ke atas, sedangkan obstruksi usus total yaitu
perut buncit sensasi kembung, bising usus mengecil.
Obstruksi usus dapat terjadi akibat perlengketan usus, hernia, batu empedu,
volvulus, intussusepsi, tumor, atau penyakit lain yang dapat menurunkan mortilitas
usus.
Setelah didiagnosa obstruksi ileus dapat diberikan intervensi bedah dan non
bedah. Intervensi sebelum pembedahan dliakukan pengosongan lambung dengan
menggunakan tabung nasogastrik (NGT) dengan tujuan mengendalikan mual,
meredakan distensi, dan pengosongan lambung. Ileus obstruktif pada intervensi
bedah sangat diperlukan.
4.4 Proyek Inovasi

Judul/Nama Proyek : Perbedaan Pemberian Intervensi Huknah dan Enema dalam


Penatalaksaan Pasien dengan Pre Operatif Ileus Obstruktif di Ruang Rajungan RSUD
M.A Sentot Patrol Indramayu
1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Tujuan Proyek (Umum dan Khusus)
2. Persiapan
a. Analisa diri
b. Perencanaan
a) prosedur pelaksanaan program
 Alat dan bahan : draft literatur review, recording

3. Pelaksanaan
a. Pelaksanaan dilakukan tanggal 30 November 2021.
b. kegiatan
pelaksanaan dilakukan di Ruang Rajungan RSUD Pantura Sentot Patrol
Indramayu pukul 10.00 – 10.15 WIB.
c. melakukan sharing jurnal terkait kasus kelola dengan perawat ruangan.
4. Evaluasi
a. Proses
Sharing jurnal kasus kelolaan.
b. Hasil
Setelah dilakukan sharing jurnal bersama perawat Ruangan Rajungan RSUD
Pantura M.A Sentot Patrol Indramayu didapatkan hasil yaitu terdapat persamaan
persepi mengenai intervensi pada pasien dengan ileus obstruktif pre-operative
baik pada jurnal maupun implementasi pada lapangan.
5. Penutup
a. Kesimpulan
b. Rekomendasi
Daftar Pustaka
Treating a Patient with an Intestinal Obstruction. Vicky P. Kent RN, PhD, CNE.
Supported by an educational grant from Dale Medical Products Inc. Volume 8,
No. 1.
Standart Perioperative Management in Gastrointestinal Surgery. Marian Grade.
Michael Quintel. B. Michael Ghadimi. Langenbecks Arch Surg (2011)
396:591–606 DOI 10.1007/s00423-011-0782-y Received: 20 January 2011
/Accepted: 8 March 2011 / Published online: 30 March 2011 The Author(s)
2011.
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan kasus diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Asuhan keperawatan pada pasien ileus obstruktif pre-operatif dilakukan
prosedure persiapaan yaitu dengan dilakukan pemasangan dekompresi
lambung, enema, dan perbaikan kesadaran umum pasien
2. Pemantauan dekompresi lambung pada kasus di atas pada hari pertama
menghasilkan cairan yang di hasilkan berwarna coklat kehitaman sebanyak
500CC dan hari kedua sebannyak 1000CC

5.2 Saran
1. Selama operasi baik pada tahap preoperasi, intraoperasi, maupun postoperasi
harus tetap memegang prinsip steril agar tidak terjadi komplikasi akibat
tindakan pembedahan.
2. Selalu memonitor kebutuhan cairan selama tindakan operasi, dengan
menghitung balance cairan sehingga dengan kebutuhan cairan yang adekuat
dapat mencegah syok hipovolemik karena pada tindakan bedah banyak cairan
aktif yang hilang.

Anda mungkin juga menyukai