Anda di halaman 1dari 60

METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN KOLOM

PADA PROYEK CWP-01 PEMBANGUNAN GEDUNG


CENTRE OF EXCELLENCE
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Kajian Komprehensif
diajukan untuk memenuhi sebagian dari salah satu syarat kelulusan
mata kuliah Kajian Komprehensif

Dosen Pembimbing : Budi Kudwadi, M.T

Oleh :

Shabyyla Nurularasta

NIM. 1705650

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN


DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2021
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
LAPORAN KAJIAN KOMPREHENSIF
METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN KOLOM PADA PROYEK
CWP-01 PEMBANGUNAN GEDUNG CENTRE OF EXCELLENCE
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Menyetujui :

Dosen Pembimbing

Budi Kudwadi., M.T.


NIP.

Mengetahui :

Ketua Departemen Pendidikan Ketua Program Studi


Teknik Sipil Pendidikan Teknik Bangunan

Dr. Dra. Rina Marina Masri, M.P. Dr. Sudjani, M.Pd.


NIP. 19650530 199101 2 001 NIP. 19630628 198803 1 002
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanawata’ala, karena


atas berkat rahmat-Nya lah penulis telah mampu menyelesaikan laporan Kajian
Komprehensif berjudul “Metode Pelaksanaan Pekerjaan Kolom Pada Proyek
CWP-01 Pembangunan Gedung Centre of Excellence Universitas Pendidikan
Indonesia”. Laporan ini disusun untuk memenuhi kelulusan mata kuliah Kajian
Komprehensif.
Penulis menyadari bahwa selama penulisan laporan ini banyak
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Bapak Budi Kudwadi, M.T selaku dosen pembimbing yang senantiasa
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan laporan
ini;
2. PT. Pandu Persada selaku konsultan perencana proyek yang telah memberikan
data perencanaan kolom pada proyek ini.
3. PT. Adhi Karya selaku kontraktor pelaksana proyek yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mendapatkan infomasi di lingkungan
proyek.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih terdapat
banyak kekeliruan dan kekurangan sehingga jauh dikatakan sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih dan berharap agar laporan ini
dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.

Bandung, Januari 2021

Penulis

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


ADB AKSI UPI Program CoE pertama kali diluncurkan pada tahun 2012
sebagai Proyek Percontohan, dalam rangka merancang program Fakultas
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan menuju Centre of Excellence. Proyek Civil
Work Packet 01 Gedung CoE dibangun untuk memenuhi tujuan tersebut dengan
harapan mampu meningkatkan kualitas dan tingkat kompetensi calon guru SMK;
Meningkatkan relevansi lembaga pendidikan guru vokasi (UPI) dengan kebutuhan
industri; Meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah vokasi, melalui
perekrutan guru yang berkompetensi dan berkualifikasi dari UPI; Meningkatkan
produktivitas dan kualitas penelitian dosen yang mendukung kualitas kebijakan
pemerintah dalam pengembangan pendidikan vokasi; dan Peningkatan kerjasama
nasional dan internasional dengan berbagai pemangku kepentingan di bidang
pendidikan vokasi.

Proyek ini akan mendukung fasilitas dan peralatan baru, memperkuat


kapasitas staf, mendukung pendidikan dan penelitian berkualitas yang didorong
oleh permintaan yang sejalan dengan prioritas ekonomi lokal, dan memperkuat
pendidikan guru kejuruan. Proyek ini sejalan dengan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Indonesia (RPJMN) 2015-2019, dan strategi Kemitraan Asian
Development Bank (ADB) untuk Indonesia, 2016-2019, keduanya mempunyai
peran penting pendidikan kejuruan dan sekolah tinggi dalam menyediakan sumber
daya manusia yang terampil dan dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan sosial Indonesia.
Proyek ini bertujuan untuk memperkuat akses, relevansi, dan kualitas
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). UPI akan memfokuskan pusat
keunggulannya pada pendidikan untuk memenuhi prioritas nasional untuk
keterampilan dan sumber daya manusia yang sangat terampil.

Gedung Centre of Excellence dalam perancangan tersebut diperlukan


teknologi pendukung dalam perencanaan dan pelaksanaannya agar tujuan utama
itu tetap bisa terpenuhi. Tidak hanya dilihat dari fungsinya, struktur bangunan
tersebut juga harus aman dari berbagai kerusakan, baik yang disebabkan oleh
bencana alam atau kegagalan dari struktur bangunan itu sendiri.
Maka dari itu selain perencanaan, pelaksanaan pada pekerjaan struktur
perlu sesuai dengan standar pembangunan gedung yang ada. Bangunan Gedung
merupakan kumpulan / gabungan berbagai elemen struktur utama seperti pondasi,
balok, kolom, plat lantai, tangga dan atap. Salah satu elemen dalam struktur
bangunan yang sangat penting adalah kolom. Keberadaan kolom sangat penting
mengingat pembuatan kolom difungsikan sebagai rangka yang akan memastikan
bangunan tetap berdiri kokoh. Selain itu fungsi lain kolom adalah sebagai penerus
beban seluruh bangunan ke pondasi. Beban sebuah bangunan yang dimulai dari
atap akan diterima oleh kolom. Seluruh beban yang diterima oleh kolom
kemudian didistribusikan ke permukaan tanah di bawahnya.
Dalam proyek pembangunan gedung Centre of Excellence perencanaan
DED telah dilakukan oleh perencana sebelum bangunan itu dibuat, termasuk
elemen struktur kolom yang ditinjau dari berbagai aspek termasuk dari analisis
perhitungan kekuatannya. Namun, pada pelaksanaanya kontraktor dari perlu
merancang metode pelaksanaan yang sesuai dengan hasil perencanaan dan kondisi
aktual proyek.
Karena pentingnya pelaksanaan kolom penulis mencoba mengamati dan
mengkaji metode pelaksanaan kolom yang ada di gedung tersebut. Yang nantinya
perbandingan metode pelaksanaan di proyek dengan standar yang ada akan
penulis simpulkan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis membuat
kajian komprehensif dengan judul: Metode Pelaksanaan Pekerjaan Kolom pada
Proyek CWP-01 Pembangunan Gedung Centre Of Excellence Universitas
Pendidikan Indonesia.
5

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka rumusan
masalah dalam kajian ini berupa Metode Pelaksanaan Pekerjaan Kolom pada
Proyek CWP-01 Pembangunan Gedung Centre Of Excellence Universitas
Pendidikan Indonesia.

1.3 Batasan Masalah


Berdasarkan permasalahan yang ada perlu adanya pembatasan masalah
agar permasalahan kajian komprehensif ini lebih terarah, terfokus, dan tidak
meluas, penulis membatasi kajian pada metode pelaksanaan kolom yang hasilnya
berupa perbandingan antar metode yang digunakan di lapangan dengan
standarisasi yang digunakan. Adapun untuk pelaksanaanya dilakukan dengan
mengambil sampel pada salah kolom K1 yang berada pada as () sebagai kolom
yang terhubung dengan balok secara vertikal dan horizontal.

1.4 Tujuan Kajian


Adapun tujuan dari kajian komprehensif yang ingin diperoleh, untuk
mengetahui perbandingan metode pelaksanaan kolom yang diamati oleh penulis
di lapangan dengan standarisasi yang digunakan pada Proyek CWP-01
Pembangunan Gedung Centre of Excellence Universitas Pendidikan Indonesia.

1.5 Manfaat Kajian


Manfaat yang dapat diperoleh dari kajian ini, yaitu memberikan
pemahaman mengenai Metode Pelaksanaan Pekerjaan Kolom pada Proyek CWP-
01 Pembangunan Gedung Centre Of Excellence Universitas Pendidikan
Indonesia.

1.6 Sistematika Penulisan Kajian


Sistematika penyajian yang dibahas sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
6

Pada bab ini dibahas mengenai latar belakang kajian, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan kajian, manfaat serta strujtur
organisasi kajian.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bagian ini menyajikan uraian-uraian dasar teori, studi literatur, pedoman
yang berkaitan dengan kajian yang dilakukan dan kerangka pemikiran pada kajian
ini.
BAB III DATA
Bagian ini menyajikan tentang teknik pengumpulan data, prosedur
pengumpulan data, data proyek dan rumus perhitungan sebagai perencanaan
struktur kolom.
BAB IV HASIL KAJIAN
Bagian ini menyajikan hasil temuan kajian dan pembahasan dari analisa
kolom.yang telah dilakukan serta diperoleh kesimpulan hasil kajian.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Bagian ini berisi tentang simpulan dan saran-saran atau saran untuk
perbaikan dalam perencanaan proyek yang diambil dari kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Struktur Atas Bangunan


Struktur merupakan satu kesatuan dan rangkaian dari beberapa elemen
yang dirancang agar konstruksi mampu menerima dan menahan beban luar
maupun beban berat sendiri tanpa mengalami perubahan bentuk yang
melampaui batas persyaratan. Perencanaan struktur dilakukan untuk menghitung
kekuatan konstruksi bangunan gedung. ()
Struktur atas adalah seluruh bagian struktur gedung yang berada di atas
muka tanah (SNI 2002). Struktur atas ini terdiri atas kolom, pelat, balok,dinding
geser dan tangga, yang masing-masing mempunyai peran yang sangat penting.
Struktur Beton adalah merupakan struktur yang terdiri dari beton yang
merupakan suatu elemen dalam konstrusi yang merupakan struktur sederhana
yang dibentuk oleh campuran semen, air, agregat halus, agregat kasar yang
berupa batu pecah atau kerikil, udara serta bahan campuran lainnya. (,2019)
selain itu terdapat juga tulangan baja sebagai bahan utama lainnya.
Pelaksanaan struktur atas beton, pada dasarnya dapat dilaksanakan
dengan berbagai metode, yaitu :
a. Cast in place / cast in site atau sering juga disebut Metode Konvensional
yaitu komponen struktur dicor ditempatnya.
b. Campuran precast dan cast in place. Metode ini sekarang sudah mulai
banyak digunakan dengan berbagai macam kombinasi antara balok, slab, dan
kolom.
c. Precast, komponen struktur dicor di pabrik (plant), kemudian ditransfer
kelapangan dan dipasang ditempatnya. Metode ini sekarang semakin
berkembang, menuju full precast untuk seluruh struktur atas, seiring dengan
kemajuan alat transportasi vertikal, yang merupakan alat penunjang utamanya.

2.2 Definisi Kolom


Pada suatu konstruksi bangunan gedung, kolom berfungsi sebagai
pendukung beban-beban dari balok dan pelat, untuk diteruskan ke tanah dasar

5
6

melalui fondasi. Beban dari balok dan pelat ini berupa beban aksial tekan serta
momen lentur (akibat kontinuitas konstruksi). Maka dari itu dapat didefinisakn
kolom ialah suatu struktur yang mendukung aksial dengan atau tanpa momen
lentur. (Asroni, Ali. 2010)
Sedangkan dalam (RSNI 2847:2019) Kolom (Column) merupakan
komponen struktur umumnya vertikal, digunakan untuk memikul beban tekan
aksial, tapi dapat juga memikul momen, geser atau torsi. Kolom yang digunakan
sebagai bagian sistem rangka pemikul gaya lateral menahan kombinasi beban
aksial, momen dan geser.
Pada struktur bangunan atas, kolom merupakan struktur yang paling
penting untuk diperhatikan, karena apabila kolom ini mengalami kegagalan, maka
dapat keruntuhan struktur bangunan atas secara keseluruhan.
Dalam buku struktur beton bertulang (Asroni, Ali. 2010) kolom dibedakan
menjadi beberapa jenis menurut bentuk dan susunan tilangan. Serta letak /posisi
beban aksial pada penampang kolom. Di samping itu juga dapat dibedakan
menurut ukuran panjang-pendek kolom dalam hubungannya dengan dimensi
lateral.
Jenis kolom berdasarkan bentuk dan susunan tberdasarkan bentuk dan
susunanan tulangannya kolom dibedakan menjadi sebagi berikut :
1) Kolom Segi Empat, baik berbentuk empat persegi panjang maupun bujur
sangkar, dengan tulangan memanjang dan Sengkang.
2) Kolom bulat dengan tulanagan memanjang dan Sengkang atau spiral
3) Kolom Komposit, yaitu kolom yang terdiri atas beton dan profil baja
structural yang berada di dalam beton.
7

Gambar 2.1 Jenis kolom berdasarkan bentuk dan suusnan tulangan


Sumber : Asroni, Ali. 2010
2.3 Metode Pelaksanaan Struktur
Metode pelaksanaan struktur merupakan penjabaran tata cara dan teknik
teknik persyaratan pekerjaan struktur. Adapun persyaratan teknis yang
mendukung suatu metode pelaksanaan pekerjaan struktur sebelum memulai
kegiatan konstruksi, seperti persyaratan struktur beton, dan peryaratan teknis
metode pelaksanaan pekerjaan.

2.3.1 Persyaratan Struktur Beton


Menurut Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk bangunan Gedung
(SNI 03-2847-2019), dalam perencanaan struktur beton bertulang harus dipenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
1. Analisa struktur dilakukan dengan cara-cara mekanika teknik yang baku.
2. Analisis dengan komputer, harus sesuai dengan penjelasan mengenai prinsip
cara kerja program, data masukan serta penjelasan mengenai data keluaran.
3. Percobaan model diperbolehkan bila diperlukan untuk menunjang analisis
teoritis.
Persyaratan Struktur MENURUT KEMEN PU 1998
a. Struktur bangunan yang direncanakan secara umum harus memenuhi
persyaratan keamanan (safety) dan kelayakan (serviceability).
b. Struktur bangunan harus direncanakan dan dilaksanakan sedemikian rupa,
sehingga pada kondisi pembebanan maksimum, keruntuhan yang terjadi
menimbulkan kondisi struktur yang masih dapat mengamankan penghuni, harta
benda dan masih dapat diperbaiki.
c. Struktur bangunan harus direncanakan mampu memikul semua beban dan /
atau pengaruh luar yang mungkin bekerja selama kurun waktu umur layan
struktur, termasuk kombinasi pembebanan yang kritis (antara lain: meliputi beban
gempa yang mungkin terjadi sesuai zona gempanya), dan beban-beban lainnya
yang secara logis dapat terjadi pada struktur.

2.3.2 Persyaratan Teknis Metode Pelaksanaan


8

Menurut peraturan Menteri Pekerjaan Umum (2009), menyusun metode


pelaksanaan pekerjaan struktur, diantaranya :
1. Persyaratan alat kerja dan bahan bangunan.
2. Persyaratan pekerjaan bekisting.
3. Persyaratan detail penulangan.
4. Persyaratan pekerjaan beton/pengecoran

a. Persyaratan Peralatan Kerja


Alat kerja sangat berperan penting dalam menunjang keberhasilan suatu
proyek, terutama dalam membantu melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang sulit
dikerjakan dengan tangan manusia, sekaligus mempermudah, memperlancar dan
memperbesar intensitas pekerjaan, serta menghindari pemborosan waktu, biaya
dan tenaga kerja. Secara ringkas perlatan digunakan untuk efisiensi biaya waktu
dan tenaga kerja dalam suatu proyek sehingga proyek sangat tergantung pada
peralatan yang tersedia.
Oleh karena itu, perlu adanya perawatan dan pemeliharaan alat kerja untuk
menghindari resiko kerusakan alat kerja, (Ary Wibowo 2011) Dalam (SNI 03-
4433-1997), menyebutkan peralatan untuk produksi beton siap pakai harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut :
1. Perlatan untuk menakar harus mempunyai ketelitian ± 3 % terhadap berat
semen, air atau seluruh agregat yang sedang ditakar dan ketelitian ± 5 %
untuk bahan tambahan yang sedang ditakar.
2. Semua alat penakar harus dirawat baik agar selalu bersih dan siap pakai.
3. Semua alat penakar harus ditepatkan titik nolnya setiap hari dan harus
dikalibrasi setiap enam bulan.
4. Mesin pengaduk harus memenuhi persyaratan standar yang berlaku untuk
standar lain yang disepakati bersama.
Secara umum tujuan penggunaan alat kerja dalam pelaksanaan proyek,
baik itu alat berat maupun ringan bertujuan untuk :
1. Mempercepat penyelesaian pekerjaan.
2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pekerjaan.
3. Meningkatkan efisiensi dan produktifitas pekerjaan.
9

4. Mengemat biaya.

b. Persyaratan Bahan Bangunan


Berdasarkan Keputussan Menteri Pekerjaan Umum (1998), bahan untuk
struktur yang digunakan harus memenuhi semua persyaratan keamanan, termasuk
keselamatan terhadap lingkungan dan pengguna bangunan, serta sesuai standar
teknis yang terkait.
Bahan yang dibuat atau dicampurkan di lapangan harus diproses sesuai
dengan standar tata cara yang baku untuk keperluan yang dimaksud. Bahan
bangunan perfabrikasi harus dirancang sehingga memiliki sistem hubungan yang
baik dan mampu mengembangkan kekuatan bahan-bahan yang dihubungkan serta
mampu bertahan terhadap gaya angkat pada saat pelaksanaan.
SNI 1998
1. Bahan struktur yang digunakan harus sudah memenuhi semua persyaratan
keamanan, termasuk keselamatan terhadap lingkungan dan pengguna
bangunan, serta sesuai standar teknis (SNI) yang terkait.
2. Dalam hal bilamana bahan struktur bangunan belum mempunyai SNI maka
bahan struktur bangunan tersebut harus memenuhi ketentuan teknis yang
sepadan dari negara/ produsen yang bersangkutan.
3. Bahan yang dibuat atau dicampurkan di lapangan, harus diproses sesuai dengan
standar tata cara yang baku untuk keperluan yang dimaksud.
4. Bahan bangunan prefabrikasi harus dirancang sehingga memiliki sistem
hubungan yang baik dan mampu mengembangkan kekuatan bahan-bahan yang
dihubungkan, serta mampu bertahan terhadap gaya angkat pada saat
pemasangan/pelaksanaan.
Penggunaan bahan yang tepat akan sangat mempengaruhi kualitas
bangunan yang dikerjakan, demikian juga penyediaan bahan yang sangat sesuai
dengan jadwal akan sangat mempengaruhi kelancaran pelaksanaan pekerjaan.
Penyediaan bahan tambah bangunan harus sesuai dengan item pekerjaan yang
telah ditentukan dalam time schedule (Ary Wibowo, 2004)
1. Agregat

Menurut (SNI 03-2847-2019), icampurkan.


10

Agregat (Aggregate) — Bahan berbutir, seperti pasir, kerikil, batu pecah,


dan slag tanur (blast-furnace slag), yang digunakan dengan media perekat untuk
menghasilkan beton atau mortar semen hidrolis.

a) Agregat halus untuk beton harus terdiri dari pasir kerjas dan harus disetujui
Pengawas Lapangan. Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut :

b) Agregat halus tidak boleh mengandung bahan – bahan anorganik, asam,


alkali dan bahan lain yang merusak. Agregat halus harus merata degradasi
dan harus memenuhi ketentuan gradasi berikut :

Agregat kasar untuk konstruksi harus terdiri dari batu butiran, batu
pecah, terak dapur tinggi atau bahan lainnya yang disetujui yang memiliki
karakteristik serupa yang keras, tahan lama dan bebas dari bahan – bahan
yang tidak diinginkan. Agregat kasar harus bebas dari bahan – bahan yang
merusak dan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
11

2. Air

Air untuk campuran, perawatan atau aplikasi lainnya harus bersih dan
bebas dari unsur – unsur yang merusak seperti alkali, asam, garam dan bahan
anorganik lainnya. Air dari kualitas yang dikenal dan untuk konsumsi manusia
tidak perlu diuji. Bagaimanapun, bila hal ini terjadi, semua air kecuali yang telah
disebutkan di atas, harus diuji dan memenuhi ketentuan AASHTO T26 dan / atau
disetujui Pengawas Lapangan/MK.

Ketentuan penggunaan air berdasarkan persyaratn yang diberlakukan,


dalam hal ini di tetapkan menurut (SNI 03-2847-2002), antara lain :

a) Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-
bahan merusakn yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik,
atau bahan-bahan lainya yang merugakan terhadap beton atau tulangan
b) Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali
memenuhi ketentuan dalam pemilihan proporsi campuran beton harus
didasarkan pada campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang
sama.

2. Baja Tulangan
a) Baja Tulangan Polos.

Semua baja tulangan lunak harus dalam keadaan baru, tidak berkarat atau
memiliki cacat lainnya serta harus memenuhi ketentuan dalam Spesifikasi Teknis
ini. Kecuali ditentukan lain, baja tulangan polos dengan ∅ < 13 mm harus dari
baja mutu BJTP – 24 dengan tegangan leleh minimal 2400 kg/cm2, dan
memenuhi ketentuan SNI 07-2052-2002. Diameter yang digunakan harus sesuai
ketentuan dalam Gambar Kerja.

a. Baja Tulangan Berulir.

Kecuali ditentukan lain, baja tulangan berulir dengan ∅ ≥ 13 mm harus


dari mutu BJTD – 40 dengan tegangan leleh minimal fy = 400 Mpa, dan
memenuhi ketentuan SNI 07-2052- 2002 dan Struktur rangka Pemikul Momen
12

Khusus (SRPMK) Diameter yang digunakan harus sesuai ketentuan dalam


Gambar Kerja

Baja tulangan yang digunakan harus memenuhi ketentuan- ketentuan berikut ini.

1. Tidak boleh mengandung serpih-serpih, lipatan-lipatan, retak-retak,


gelombang-gelombang, cerna-cerna yang dalam, atau berlapislapis.
2. Hanya diperkenankan berkarat ringan pada permukaan saja .
3. Untuk tulangan utama (tarik/tekan lentur) harus digunakan baja tulangan
deform (BJTD 40), dengan jarak antara dua sirip melintang tidak boleh lebih
dari 70 % diameter nominalnya, dan tinggi siripnya tidak boleh kurang dari 5
% diameter nominalnya.
4. Tulangan dengan Ø 13 mm memakai BJTD 40 (deform) bentuk ulir.
5. Kualitas dan diameter nominal dari baja tulangan yang digunakan harus
dibuktikan dengan sertifikat pengujian laboratorium, yang pada prinsipnya
menyatakan nilai kuat - leleh dan berat per meter panjang dari baja tulangan
dimaksud.
6. Diameter nominal baja tulangan (baik deform/BJTD) yang digunakan harus
ditentukan dari sertifikat pengujian tersebut dan harus ditentukan dari rumus :

dimana :

d = diameter nominal dalam mm,

B = berat baja tulangan (N/mm)

G = berat baja tulangan (kg/m)

Toleransi berat batang contoh yang diijinkan di dalam pasal ini

sebagai berikut :
13

h. Persyaratan material baja tulangan

Spesifikasi Baja tulangan menurut SNI 2847 – 2013 diatur sebagai

berikut:

1. ASTM A 61 5M (Specification for Deformed and Plain Billet-Steel Bars for


Concrete Reinforcement)  fu/fy > 1,25 (actual measurement).

2. ASTM A 706M (Specification for Low_alloy Steel Deformed and Plain Bars
for Concrete Reinforcement)  ductile,  (elongation) ≥ 14 %; fu/fy < 1,35
(actual measurement).

Tabel. Persyaratan Baja Tulangan


14

4. Semen

Menurut (SNI 03-4433-1997), Semen untuk campuran beton dapat


memakai jenis-jenis semen Portland yang memenuhi mutu dan cara uji semen
portland. Bahan semen untuk campuran beton harus disimpan sedemikian rupa
untuk mncegah kerusakan atau pengaruh bahan yang dapat mengganggu, setiap
bahan yang telah terganggu atau terkontaminasi tidak boleh digunakan untuk
pembuatan beton.

Semen. Semen harus memiliki sertifikat dari pabrik pembuat, yang


menunjukkan berat per zak, bahan alkali yang sesuai. Semen harus dari tipe I dan
memenuhi persyaratan SNI 15- 2049-1994 atau ASTM C150. Semen harus
berasal dari satu merek dagang, seperti Indocement, Cibinong atau Gresik.

Proses pencampuran bahan tambahan yang disyaratkan, adalah sebagai


berikut:

 Semua bahan beton harus diaduk secara seksama dan harus dituangkan
seluruhnya sebelum pencampuran disis kembali.

 Beton siap pakai harus dicampur dan diantarkan


15

2.5.2.3 Persyaratan Pekerjaan Bekisting

Bekisting merupakan struktur sementara yang berfungsi sebagai alat bantu


dalam membentuk beton dimana perkembangannya sejalan dengan perkembangan
beton itu sendiri. Bekisting berfungsi sebagai acuan untuk mendapatakan bentuk
profil yang diinginkan serta sebagai penampung dan penumpu sementara beton
basah selama proses pengeringan. Dengan adanya inovasi teknologi dalam bidang
bekisting, saat ini produksi dilakukan oleh pabrik dengan desain sedemikian rupa
sehingga bekisting mudah dibongkar, dipasang serta memungkinkan untuk
dimanfaatkan lebih dari satu kali (Widhyawati, yana, dan Asmara, 2010)

Proses pembongkaran bekisting bergantung pada kecepatan mengerasnya


beton, dan baru dibongkar setelah ditanyakan aman. Pembuatan dan pemasangan
bekisting tergantung dari banyak faktor yang mempengaruhi yaitu bahan yang
tersedia atau yang diperlukan, cara dan pengadaan tenaga kerja, tuntutan akan
hasil pengerjaan yang dibutuhkan terutama terutama dalam hal akurasi dan
kerapian serta biaya alat-alat yang digunakan (Widhyawati, Yana, dan Asmara,
2010)

Pengangkatan beton pada bekisting dapat dihindari dengan melumasi


penampang bekisting yang bersentuhan itu dengan minyak bekisting. Namum
pemakaian minyak bekisting tidak boleh terlalu banyak karena dapat merubah
warna permukaan beton. Apabila papan bekisting dikerjakan dengan sederhana,
maka papan bekisting dapat dipakai sekitar 3 sampai 5 kali. Sedangkan untuk
balok persegi dan bulat dapat dipakai sekitar 7 sampai 10 kali. Bekisting
hendaknya disusun rapih sehingga dpat dipergunakan kembali. (Widhyawati,
Yana, dan Asmara 2010)

Menurut (SNI 03-2847-2019), pelaksanaan pekerjaan harus memenuhi


persyaratan yang diberlakukan. Dalam hal ini perencanaan bekisting,
pembongkaran bekisting dan penopang, serta penopang kembali.

1. Perencanaan Bekisting Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan


bekisting, adalah sebagai berikut :
16

 Bekisting harus menghasilkan struktur akhir yang memenuhi bentuk, garis, dan
dimensi komponen struktur seperti yang disyaratkan pada gambar rencana dan
spesifikasi

 Bekisting harus kuat dan cukup rapat untuk mencegah kebocoran mortar

 Bekisting harus diperkaku dan diikat dengan baik untuk mempertahankan posisi
dan bentuknya.

 Bekisting dan tumpuannya harus direncanakan sedemikian sehingga tidak


merusak struktur yang dipasang sebelumnya.

 Perencanaan bekisting harus menyertakan pertimbangkan faktorfaktor sebagai


berikut :

26.11 - Bekisting

a) Desain bekisting harus mempertimbangkan ketentuan 1) hingga 5):

1) Metode pengecoran beton.

2) Laju pengecoran beton.

3) Beban konstruksi, termasuk beban vertikal, horizontal, dan impak.

4) Menghindari perusakan komponen

5) Untuk komponen struktur pascatarik, perpindahan komponen yang diizinkan


ketika terjadi gaya prategang tanpa merusak komponen struktur.

b) Fabrikasi bekisting dan pemasanganpada struktur akhir yang sesuai dengan


bentuk, garis, dan dimensi kompone struktur sesuai dengan dokumen konstruksi.

c) Bekisting harus dipasang dengan rapat untuk mencegah bocornya pasta atau
mortar.

d) Bekisting harus disokong dan diikat untuk mempertahankan posisi dan bentuk.
yang telah terpasang sebelumnya.Bekisting untuk elemen struktur beton harus
dirancang dan dibuat sedemikian rupa hingga elemen struktur dapat bergerak
tanpa menimbulkan kerusakan pada saat gaya prategang di aplikasikan
17

3. Pembongkaran Bekisting dan Penopang, Serta Penopangan Kembali

Pelepasan bekisting 26.11.2.1 Syarat penerimaan:


a) Sebelum memulai konstruksi, kontraktor harus membuat prosedur dan jadwal
bekisting dan pemasangan perancah, serta menghitung beban yang ditransfer ke
struktur saat tahap ini.
b) Analisis struktur dan persyaratan kekuatan beton yang digunakan dalam
perencanaan dan pelaksanaan pelepasan bekisting dan pemasangan kembali
perancah harus dilaksanakan dan diserahkan oleh kontraktor ke perencana ahli
bersertifikat dan pihak berwenang jika diminta.
c) Tidak boleh ada beban konstruksi maupun bekisting yang sebelumnya telah
dilepas yang diletakkan di bagian manapun dari struktur. Kecuali bagian
struktur tersebut cukup kuat untuk menahan berat sendiri.
d) Hasil analisis struktur harus menunjukkan bahwa struktur aman
dengan pertimbangan beban rencana, kekuatan bekisting, dan perkiraan kekuatan
tekan beton yang cor di tempat.

e)Perkiraan kekuatan beton cor di tempat diambil berdasarkan pengujian silinder


di lapangan, atau metode lain yang diterima oleh perencana ahli bersertifikat dan
bila disyaratkan harus disetujui oleh pihak berwenang

f) Pelepasan bekisting harus dilakukan dengan seksama agar tidak mengurangi


kemampuan lay\an dan keamanan struktur.
g) Beton yang terpapar karena pelepasan bekisting harus mempunyai kekuatan
tekan yang cukup agar tidak terpengaruh pelepasan bekisting.

h) Pendukung bekisting untuk komponen struktur pascatarik tidak boleh dilepas


sampai kondisi komponen struktur cukup kuat untuk menahan beban mati dan
beban konstruksi.

i) Beban konstruksi yang melebihi kombinasi beban mati dan beban hidup
serta reduksinya tidak boleh ditempatkan di bagian struktur tanpa perancah,
kecuali hasil analisis menunjukkan bahwa struktur memiliki kekuatan
yang cukup untuk menahan beban tersebut tanpa mengurangi kemampuan layan.
18

Pelepasan bekisting –

Dalam menentukan waktu pelepasan bekisting, harus mempertimbangkan


beban rencana, kekuatan tekan beton yang cor di tempat, dan kemungkinan
terjadinya defleksi yang lebih besar dari standar (ACI 347 dan ACI 347.2R).

Beban konstruksi mungkin saja lebih besar daripada beban hidup.


Meskipun struktur mempunyai kekuatan untuk mendukung beban pada umur
awal,
defleksi dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan layan struktur.
Pelepasan bekisting dalam konstruksi gedung bertingkat wajib dicantumkan
dalam perencanaan prosedur yang dilakukan oleh kontraktor dengan
mempertimbangkan dukungan sementara untuk keseluruhan struktur maupun
masing-masing komponen struktur. Perencanaan prosedur ini harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut :

a) Sistem struktur yang ada pada semua tahap konstruksi, serta beban
konstruksinya;

b) Kekuatan tekan beton yang cor di tempat, pada semua tahap konstruksi;
c) Pengaruh deformasi pada struktur dan sistem perancah dalam distribusi beban
mati dan beban konstruksi pada semua tahap konstruksi;
d) Kekuatan, jarak, dan metode perancah yang digunakan, serta bresing,
pelepasan dan pemasangan perancah, termasuk interval waktu minimum ketika
operasional;

e) Beban lain yang mempengaruhi keamanan maupun kemampuan layan struktur


ketika konstruksi;
Informasi mengenai pemasangan perancah untuk konstruksi gedung bertingkat
terdapat dalam ACI 347.2R.

a. Pembongkaran Bekisting Bekisting harus dibongkar dengan cara-cara yang


tidak mengurangi keamanan dan kemampuan layan struktur. Beton yang akan
dipengaruhi oleh pembongkaran cetakan harus memiliki kekuatan cukup sehingga
tidak akan rusak oleh operasi pembongkaran. Pembongkaran bekisting dapat
19

dilakukan minimal 2-3 hari setelah pengecoran, dengan syarat bekisting tidak
menerima beban.

b. Pembongkaran penopang dan penopangan kembali Hal-hal yang perlu


diperhatikan dalam pelaksanaan pembongkaran penopang dan penopangan
kembali, adalah sebagai berikut :

 Sebelum dimulainya pekerjaan konstruksi, kontraktor harus embuat prosedur


dan jadwal untuk pembongkaran penopang dan pemasangan kembali penopang

 Analisis struktur dan data kekuatan beton yang dipakai dalam perencanaan dan
pembongkaran cetakan dan penopang dan pemasangan kembali penopang harus
diserahkan oleh kontraktor kepada pengawas lapangan apabila diminta

 Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk plat lantai dan balok


dimana tidak boleh ada beban konstruksi yang bertumpu pada struktur, juga tidak
boleh ada penopang dibongkar dari suatubbagian struktur yang sedang dibangun.
Kecuali apabila bagian dari struktur tersebut bersama-sama dengan bekisting dan
penopang yang tersisa memiliki kekuatan yang memadai untuk menopang berat
sendiriii dan bebannn yang ditumpukan kepadanya.

Penopang cetakan untuk beton prategang tidak boleh dibongkar sampai


kondisi gaya prategang yang telah diaplikasikan mencukupi bagi komponen
struktur prategang tersebut untuk memikul beban matinya dan beban kostruksi
yang diantisipasi.

2.5.2.4 Persyaratan Perancah Konstruksi

Bekisting untuk struktur yang mendukung bebas terdiri dari suatu


konstruksi penyangga dari perancah kayu atau perancah baja
bersekrup/schaffolding (Widhyawati, Yana, dan Asmara, 2010)

1. Perancah Kayu atau Bambu Umumnya diletakan dibagian atas gelagar balok
yang cukup panjang dan lebarnya, untuk mencegah bekisting melesak. Penyetelan
tinggi perancah dapat menggunakan bantuan dua biji kayu yang dapat digeser.
Perancah ini termasuk tipe penyangga tradisional
20

2. Perancah baja Bersekrup (Scaffolding). Merupakan jenis perancah dengan


bermacam-macam panjang dan besarnya. Keunggulan perancah baja selain
pemasangannya yang muda dan cepat, perancah ini juga mampu menyangga
beban sampai dengan 5-20 kN (500-2000 kg).

Perancah baja sekrup terdiri dari dua pipa baja yang disambung dengan
selubung sekrup atau mur penyetl. Penggunaan perancah baja bersekrup
membutuhkan pengawasan serta ketelitian dan pemasangannya. Penyetelan dari
perancah kayu atau perancah baja bersekrup (scaffolding) memerlukan
persyaratan seperti dibawah ini :

 Perancah harus berdiri tegak lurus. Hal ini berguna untuk mencgah perubahan
bekisting akibat ari gaya-gaya horisontal. Penyetelan dalam arag tegak lurus arus
dengan waterpass.

 Bila beberapa lantai bertingkat akan dicor berurutan, maka lendutan akibat dari
lantai yang telah mengeras harus dihindarkan dengan menempatkan perancah
diperpanjang sebaik mungkin.

 Tempat dar perancah perlu dipilih sedemikian rupa sehingga bebaneban dapat
terbagi serta mungkin. Hal ini berguna untuk mencegah perubahan bentuk yang
berbeda-beda akibat dari perpendekan elastis perancah yang timbul karena
pembebanan dan berbedaan penurunan tanah. Langkah-langkah dalam
pemasangan perancah scaffolding menurut (Ari Wibowo, 2004) adalah sebagai
berikut :

a. Memasang Jack Base, yaitu bagian yang terdapat dibagian paling awah,
dilengkapi dengan ulir untuk mengatur ketinggian
b. Memasang main frame, yaitu portal besi yang dirangkai diatas jack base
c. Memasang cross brace, yaitu penghubungan dua main frame dipasang arah
melintang
d. Memasang U Head, yaitu bagian atas main frame dan leader yang
berfungsi untuk menyangga balok kayu pada bagian bekisting. Head Jack
kemudian di fungsikan menopang kayu yang nantinya akan menjadi dasar
sehingga dududkan bekisting balok.
21

e. Setelah selesai pemasangan perancah dilanjutkan pemasangan bekisting ,


dengan pertimbangan perancah telah siap dalam menopang pekerjaan
bekisting balok.

2.5.2.5 Persyaratan Detail Penulangan

Menurut (SNI 03-2847-2002), tulangan merupakan batang baja berbentuk


polos atau berbentuk ulir yang berfungsi untuk menahan gaya tarik pada
komponen struktur beton. Dalam penulangan beton terdapat berbagai tulangan
sebagai komponen baja yang menjadi bahan utama dalam pekerjaan struktur,
dalam hal ini:

 Tulangan polos, yaitu batangan baja yang permukaan sisi luarnya rata, tidak
bersirip dan tidak berukir

 Tulangan ulir, batangan baja yang permukaan sisi luarnya tidak rata, tetapi
bersirip atau berukir.

 Tulangan spiral, tulangan yang dililitkan secara menerus membentuk suatu ulir
lingkar silindris

 Sengkang, tulangan yang digunakan untuk menahan tegangan geser dan torsi
dalam suatu komponen struktur, terbuat dari batangan tulangan, kawat baja
persegi dan dipasang tegak lurus atau membentuk sudut terhadap tulangan
longitudinal, dipakai pada komponen struktur lentur balok.

1. Kait Standar Kait standar dalam pembengkokan tulangan harus memenuhi


ketentuan dalan (SNI 03-2847-2002), seperti :

 Bengkokkan 180° ditambah perpanjangan 4db, tapi kurang dari 60 mm pada


ujung bebas kait.

 Bengkokan 90° ditambah perpanjangan 12db pada ujung bebas kait.

 Untuk sengkang dan kait pengikat :

- Untuk batang D-16 mm dan yang lebih kecil, bengkokan 90° ditambah
perpanjangan 6db pada ujung bebas kait.
22

- Untuk batang D-19 mm, D-22 mm, dan D-25 mm, bengkokan 90° ditambah
perpanjangan db pada ujung bebas kait

Keterangan : D = jarak dari serat tekan terluar terhadap titik berat tulangan tarik
db= diameter nominal batang tulangan

2. Diameter Bengkokan Minimum

Diameter bengkokan minimum dalam pembengkokan tulangan harus memenuhi


ketentuan dalam (SNI 03-2847-2002), dalam hal ini :

 Diameter bengkokan yang diukur pada bagian dalam batang tulangan tidak
boleh kurang dari nilai dalam (Tabel 2.5), ketentuan ini tidak berlaku untuk
sengkang dan sengkang ikat dengan ukuran D-10 mm hingga D-16 mm.

 Diameter dalam dari bengkokan untuk sendkang dan sengkang ikat tidak boleh
kurang dari 4db untuk batang D-16 mm dan yang lebih kecil.

 Untuk batang yang lebih besar dari pada D-16 mm, diameter bengkokan harus
memenuhi (tabel 2.5) Tabel 2.5 Diameter bengkokan minimum Sengkang

3. Cara Pembengkokan

Proses pembengkokan harus memenuhi ketentuan dalam (SNI 03-2847-


2002), seperti :
23

 Toleransi letak tulangan longitudinal dari bengkokan dan ujung akhir tulangan
harus sebesar 50 mm kecuali pada ujung tidak menerus dari komponen struktur
dimana toleransinya harus sebesar 13 mm.

 Cara pembengkokan yaitu semua tulangan harus dibengkokan dalam keadaan


baik.

Tulangan yang sebagian sudah tertanam di dalam beton tidak boleh dibengkokan
di lapangan, kecuali seperti yang ditentukan pada gambar rencana, atau diizinkan
oleh pengawas lapangan.

4. Selimut Beton

Ketentuan toleransi untuk tinggi d dan selimut beton minimum dalam


komponen struktur lentur dan komponen struktur lentur dan komponen struktur
tekan harus memenuhi ketentuan toleransi tinggi dan selimut beton minimum
dalam (tabel 2.6).

Keterangan : d = Jarik dari serat tekan terluar terhadap titik berat tulangan tarik. 5.
Batasan Spasi Tulangan Batasan spasi tulangan harus memenuhi ketentuan,
dimana tulangan sejajar tersebut diletakkan dalam dua lapis atau lebih. Tulangan
pada lapis atas harus diletakkan tepat di atas tulangan di bawahnya dengan spasi
bersih antar lapisan tidak boleh kurang dari 25 mm.
24

Pada komponen struktur tekan yang deberi tulangan spiral atau sengkang
pengikat, jarak bersih antar tulangan longitudinal tidak boleh kurang dari 1,5db
(diameter tulangan)

6. Sengkang

Pengikat Ketentuan untuk penulangan sengkang pengikat pada komponen struktur


tekan, dilaksanakan sebagai berikut :

 Semua batang tulangan non prategang harus diikat dengan sengkang dan
sengkang ikat laterak, paling sedikit ukuran D-10 mm untuk tulangan longitudinal
lebih kecil dari D-32 mm, dan paling tidak D-13 mm untuk tulangan D-36 mm, D-
4 mm, dan D-56.

 Sengkang ikat harus diatus sedemikian hingga setiap sudut dan tulangan
longitudinal yang berselang harus mempunyai dukungan lateral atau perkuatan
sisi yang didapat dari sudut sebuah sengkang

 Jika terdapat balok atau konsol (satu ujungnua terpasang pada suatu penopang
tetap dan ujung lainnya bebas) pendek yang merangka pada keempat sisi suatu
tulangan kolom, sengkang dan sengkang ikat boleh dihentikan pada lokasi tidak
lebih dari 75 mm di bawah tulangan terbawah dari balok atau konsol pendek yang
paling kecil dimensi vertikalnya.

7. Pelindung Beton

Untuk Tulangan Beton bertulang dengan tebal selimut beton minimum harus
disediakan, dengan tulangan harus memenuhi ketentuan dalam persyaratan tebal
minimum selimut beton dalam tabel dibawah ini
25

2.5.2.6 Persyaratan Pekerjaan Beton

Menurut (SNI 03-2847-2002), beton merupakan campuran antara semen


portland atau semen hidrulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air,
dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk masa padat. Beton bertulang
26

adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah luas tulangan yang tidak
kurang dari nilai minimum, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua
material bekerja bersama-sama dalam menahan gaya yang bekerja. Ketentuan
pekerjaan beton dalam hal ini meliputi proses pemilihan dan pencampuran beton,
pengantaran, pengecoran, perawatan beton setelah pengecoran, sampai pada
evaluasi dan penerimaan beton.

1. Pemilihan Campuran Beton

Menurut (SNI 03-2847-2002), terdapat beberapa hal yang perlu untuk


diperhatikan dalam pemilihan campuran beton, dalam hal ini.

 Proporsi material untuk campuran beton harus ditentukan untuk menghasilkan


sifat-sifat :

- Kecelakaan dan konsistensi yang menjadikan beton mudah dicor kedalam


cetakan dan celah di sekeliling tulangan dengan bergabagai kondisi pelaksanaan
pengecoran yang harus dilakukan,tanpa terjadinya segregasi berlebih

- Ketahanan terhadap lingkungan

 Untuk setiap campuran beton yang berbeda, baik dari aspek material yang
digunakan ataupun proporsi campurannya harus dilakukan pengujian.

 Proporsi beton, termasuk rasio air-semen, dapat ditetapkan sesuai dengan


perancangan proporsi campuran berdasarkan pengalaman lapangan dan hasil
campuran uji, yaitu :

- Harus terdiri dari satu catatan hasil uji lapangan, beberapa catatan hasil uji kuat
tekan, atau hasil uji campuran percobaan.

2. Pencampuran Menurut (SNI 03-2847-2002), pencampuran merupakan adukan


antara agregat dan semen portland atau jenis semen hidraulik yang lain dan air.
Dalam proses pencampuran terdapat bahan agregat halus dan agregat kasar
sebagai bahan utama. Agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil disintegrasi
27

alami batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan
mempunyai ukuran butir sebesar 5mm, sementara agregat kasar adalah kerikil
sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh
dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir 5 mm – 40 mm. Adukan
beton yang dicampur di lapangan harus memenuhi ketentuan yang diberlakukan
dalam (SNI 03-2847-2002), dalam hal ini :

 Semua bahan beton harus diaduk secara seksama dan harus dituangkan
seluruhnya sebelum pencampur diisi kembali

 Beton siap pakai harus dicampurdan diantarkan sesuai persyaratan (SNI 03-
4433-1997), untuk Spesifikasi Beton Siap Pakai.

 Adukan beton yang dicampur di lapangan harus dibuat sebagai berikut: -


Pencampuran harus dilakukan dengan menggunakan jenis pencampur yang telah
disetujui

- Mesi pencampur harus diputar dengan kecepatan yang disarankan oleh pabrik
pembuat.

- Pencampuran harus dilakukan secara terus menerus selama sekurang-kurangnya


1½ menit stelah semua bahan berada dalam wadah pencampur, kecuali bila dapat
diperhatikan bahwa waktu yang lebih singkat dapat memenuhi persyaratan uji
keseragaman campuran berdasarkan Spesifikasi Beton Siap Pakai (SNI 03-4433-
1997)

 Pengolahan, penakaran, dan pencampuran bahan harus memenuhi aturan yang


berlaku berdasarkan Spesifikasi Beton Siap Pakai (SNI 03-4433-1997)

 Catatan rinci harus disimpan dengan data-data yang meliputi :

- Jumlah adukan yang dihasilkan;

- Proporsi bahan yang digunakan;

- Perkiraan lokasi pengecoran pada struktur;

- Tanggal dan waktu pencampuran dan pengecoran.


28

3. Pengantaran

Menurut (SNI 03-2847-2002), terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan


dalam pengantara campuran beton, dalam hal ini :

 Beton harus diantarkan dari suatu tempat pencampuran ke lokasi


pengecoran dengan cara-cara yang dapat mencegah terjadinya pemisahan
(segregasi) atau hilangnya bahan.
 Peralatan pengantaran harus mampu mengantarkan beton ke tempat
pengencoran tanpa pemisahan bahan dan tanpa sela yang dapat
mengakibatkan hilangnya plastisitas campuran.

4. Pengecoran

Menurut (SNI 03-2847-2002), terdapat beberapa hal yang perlu


diperhatikan dalam proses pengecoran beton, seperti :

 Beton harus dicor sedekat mungkin pada posisi akhirnya untuk menghindari
terjadinya segregasi akibat penanganan kembali atau segregasi akibat
pengaliran

 Pengecoran beton harus dilakukan dengan kecepatan sedemikian hingga


beton selama pengecoran tersebut tetap dalam keadaan plastis dan dengan
mudah dapat mengisi ruang di antara tulangan.

 Beton yang telah mengeras sebagian atau beton yang telah


terkontaminasi oleh bahan lain tidak boleh digunakan untuk
pengecoran
 Beton yang ditambah dengan air lagi atau beton yang telah dicampur
ulang setelah pengikatan awal tidak boleh digunakan, kecuali bila
disetujui oleh pengawas lapangan.
 Setelah dimulainya pengecoran, maka pengecoran tersebut harus
dilakukan secara terus menerus hingga mengisi secara penuh panel
atau penampang sampai batasnya, atau sambungan yang ditetapkan.
29

 Permukaan atas cetakan vertikal secara umum harus datar


 Semua beton harus dipadatkan secara menyeluruh dengan
menggunakan peralatan yang sesuai selama pengecoran dan harus
diupayakan mengisi sekeliling tulangan dan seluruh celah dan masuk
ke semua sudut cetakan.
 Kondisi permukaan baja tulangan pada saat beton dicor harus bebas
dari lumpur, minyak, atau segala jenis zat pelapis bukan logam yang
dapat mengurangi kapasitas lekatan.

5. Perawatan Beton Setelah Pengecoran

Menurut (SNI 03-2847-2002), terdapat ketentuan yang perlu diperhatikan


dalam perawatan beton setelah pengecoran, dalam hal ini :

 Beton harus dirawat pada suhu di atas 10̊C dan dalam kondisi lembab untuk
sekurang-kurangnya selama 7 hari setelah pengeoran.

 Beton kuat awal tinggi harus dirawat pada suhu diatas 10̊C dan dalam kondisi
lembab untuk sekurang-kurangnya selama 3 hari pertama.

 Proses perawatan harus sedemikian hingga beton yang dihasilkan mempunyai


tingkata keawetan paling tidak sama dengan yang dihasilkan oleh metode
perawatan pada perwatan beton setelah pengecoran.

 Bila diperlukan oleh pengawas lapangan, maka dapat dilakukan penambahan uji
kuat tekan beton sesuai dengan perawatan benda uji dilapangan untuk menjamin
bahwa proses perawatan yang dilakukan telah memenuhi persyaratan.

6. Evaluasi dan Penerimaan Beton Dalam (SNI 03-2847-2002), menyebutkan


untuk memenuhi ketentuan evaluasi dan penerimaaan beton stelah pengecoran,
harus melalui proses pengujian beton yang diuji coba dalam frekuensi pengujian.

a. Pengujian Beton

 Beton harus diuji dengan teknisi pengujian lapangan yang memenuhi kualifikasi
harus melakukan pengujian beton segar di lokasi konstruksi.
30

 Menyiapkan contoh-contoh ujii silinder yang diperlukan dan mencatat suhu


beton segar pada saat menyiapkan contoh uji untuk pengujian kuat tekan. Teknisi
labolatorium yang mempunyai kualifikasi harus melakukan semua pengujian-
pengujian labolatorium yang disyaratkan.

b. Frekuensi pengujian

 Pengujian masing-masing mutu beton yang dicor setiap harinya haruslah dari
satu contoh uji per hari, atau tiadak kurang dari satu contoh uji untuk setiap 120
m3 beton.

 Pada suatu pengerjaan pengecoran, jika volume total adalah sedemikian hingga
frekuensi pengujian yang disyaratkan oleh pengujian kekuatan masing-masing
mutu beton yang dicor setiap harinya hanya akan mengahsilkan jumlah uji
kekuatan beton kurang dari 5 unutk suatu mutu beton, maka contoh uji harus
diambil dari paling sedukit 5 adukan yang dipilih secara acak atau dari
masingmasing adukan bila mana jumlah adukan yang digunakan adlaha kurang
dari 5

 Contoh untuk uji kuat tekan harus diambil menurut metode pengujian dan
pengambilan contoh untuk campuran beto segar (SNI 03-2458- 1991). Benda uji
silinder yang digunakan untuk uji kuat tekan harus dibentuk dan dirawat di
laboraturium menurut metode pembuatan dan perawatan benda uji di lapangan
(SNI 03-4810-1998), dan diuji menurut metode pengujian kuat tekan beto (SNI
03-1978-1990).

 Jika volume total dari suatu mutu beton yang digunakan kurang dari 40 m3
maka pengujian kuat tekan tidak perlu dilakukan bila bukti terpenuhinya kuat
tekan diserahkan dan disetujui oleh pengawas lapangan
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Pada kajian mengenai “Analisa Struktur Kolom pada Proyek CWP-01
Pembangunan Gedung Centre of Excellence Universitas Pendidikan Indonesia”
ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, (Creswel, 2013)
mengemukakan :
Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan
memahami makna yang oleh sejumlah orang dianggap berasal dari
masalah social atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini
melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-
pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari
para partisipan , menganalisis data secara induktif mulai dari tema-
temakhusu ke tema-tema umum, dan menafsirkan makna data.
Sedangkan menurut, (Siyoto, 2015) menjelaskan bahwa :
Penelitian deskriptif berkaitan dengan pengkajian fenomena secara lebih
rinci atau membedakannya dengan fenomena yang lain.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendekatan ini sesuai dengan yang
dapat penulis lakukan yaitu dengan mancari data yang ada dengan berbagai upaya
sehingga menghasilkan data yang rinci untuk dianalisis dengan hasil perhitungan
yang akan penulis lakukan.

3.2 Partisipan
Menurut (Siyoto, 2015) Paritsipan adalah orang-orang yang diajak
berwawancara, diobservasi, diminta memberikan data, pendapat, pemikiran,
persepsinya. Peneliti kualitatif mengkaji perspekti partisipan dengan berbagai
macam strategi yang bersifat interaktif sepert observasi langsung, observasi
partisipatif, wawancara mendalam, dokumen-dokumen, teknik-teknik pelengkap.
Dalam penelitian ini penulis melibatkan beberapa pastisipan yaitu :
1. Proyek CWP-01 pembangunan gedung Centre of Excellence Universitas
Pendidikan Indonesia PT. Adhi Karya. Kegiatan peninjauan memerlukan

22
23

lokasi penelitian yang dijadikan sebagai latar memperoleh data-data yang


diperlukan guna mencapai tujuan penelitian.
2. Project Manajer (PT. Adhi Karya) pada pembangunan gedung Centre of
Excellence Universitas Pendidikan Indonesia PT. Adhi Karya. Yang
memiliki tugas menggerakan proses manajemen yang mengarah pada
strategi pengelolaan proyek dimana tujuan utamanya yaitu untuk mencapai
tujuan proyek, dalam pertimbangannya project manajer dapat memberi
informasi mengenai jalannya proyek, khususnya pada pekerjaan kolom.
3. Konsultan Manajemen Konstruksi pembangunan gedung Centre of
Excellence Universitas Pendidikan Indonesia PT. Adhi Karya. Kegiatan
tinjauan ini memerlukan pengetahuan mengenai data volume setiap
pekerjaan gedung Centre of Excellence Universitas Pendidikan Indonesia
PT. Adhi Karya khususnya pekerjaan kolom, dimana sebagian data itu
dapat diperoleh melalui Konsultan Manajemen Konstruksi.
4. Drafter pembangunan gedung Centre of Excellence Universitas
Pendidikan Indonesia PT. Adhi Karya. Gambar-gambar bestek sebagai
acuan perhitungan dapat diperoleh dari drafter proyek, dengan disetujui
project manager.
5. Drafter pembangunan gedung Centre of Excellence Universitas
Pendidikan Indonesia PT. Pandu Persada (Konsultan Perencana). Gambar-
gambar bestek sebagai acuan perhitungan dapat diperoleh dari konsultan
perencana, dengan disetujui project manager.
6. Pelaksana lapangan pembangunan gedung Centre of Excellence
Universitas Pendidikan Indonesia PT. Adhi Karya, pelaksana bertugas
memantau setiap pekerjaan yang berada dilapangan, dalam
pertimbangannya pelaksana dapat memberi informasi mengenai jalannya
proyek di lapangan, khususnya pada pekerjaan kolom.
24

3.3 Lokasi Proyek


Lokasi Proyek Pembangunan Gedung PPG, FPTK, dan COE berada di
Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung, Jawa
Barat.

Lokasi proyek
gedung COE UPI

Gambar 3.1 Lokasi Proyek Pembangunan Gedung COE UPI


Sumber : Google Earth, 2020

Gambar 3.2. Gedung Center Of Excellent (COE)


Sumber : adb-aksi.upi.edu , 2020

3.4
25

Populasi dan Sample


1. Populasi
Menurut (Siyoto, 2015) Populasi merupakan wilayah generalisasi yang
terdiri dari obyek/subyek yang memiliki kuantias dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Itulah defiisi populasi dalam penelitian. Populasi di sini maksudnya bukan hanya
orang atau makhluk hidup, akan tetapi juga benda-benda alam yang lainnya.
Populasi dalam tinjauan ini adalah seluruh kolom di pembangunan gedung
Centre of Excellence Universitas Pendidikan Indonesia berjumlah 8 tipe, dengan
volume pekerjaan sebagai berikut :

Gambar 3.1. Schedule Kolom Gedung COE


Sumber : PT. Adhi Karya, 2020

2. Sample
Sampel dalam penelitian merupakan sebagian dari populasi. Seperti yang
telah dikemukakan oleh (Siyoto, 2015) sampel adalah sebagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut, ataupun bagian kecil dari
anggota populasi yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat
mewakili populasinya. Untuk sample yang diambil pada penelitian ini adalah
26

kolom type K1 yang berada di lantai Basement as 7-C

Gambar 3.2. Detail Kolom Lantai 1 Gedung COE


Sumber : PT. Adhi Karya, 2020

3.5 Instrumen Penelitian


Dalam pengumpulan data sebuah tinjauan yang dilakukan dengan berbagai
metode-metode penelitian memerlukan alat bantu sebagai instrumen. Instrumen
yang dimaksud yaitu, telepon genggam untuk recorder, kamera, buku, ballpoint
dan pensil. Recorder atau perekam suara, digunakan saat merekam hasil
wawancara yang dilakukan saat pengumpulan data, baik menggunakan metode
wawancara, observasi dan sebagainya. Sedangkan kamera digunakan untuk
merekam kejadian penting pada suatu peristiwa baik dalam bentuk foto maupun
video. Sedangkan untuk buku, ballpoint, dan pensil digunakan untuk mecatat atau
menggambarkan informasi data yang didapat dari narasumber.
Instrumen yang digunakan adalah melalui observasi dan wawancara.
observasi yang dilakukan meliputi fokus kajian yang ditinjau yaitu Penulangan
Kolom, Pengecoran kolom, dan hal yang berkaitan dengan perhitungan kolom.
27

3.6 Prosedur Penelitian

Mulai

Survey Lokasi Proyek

Studi Pustaka

Pengumpulan Data

Pengolahan dan Analisa Data

Selesai

Gambar 3.1 Bagan Prosedur Penelitian


1. Mulai, pada tahap ini penulis memulai penelitian dengan memetukan judul
yang tapat untuk di bahas.
2. Survey awal lokasi, pada tahap ini dilakukan survey awal lokasi
peninjauan, yang bertujuan untuk mengetahui kondisi eksisting proyek,
penyesuaian jenis pekerjaan yang sedang dikerjakan dengan kajian yang
akan dilakukan.
3. Studi literatur, pada tahap ini dilakukan studi litertur mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan materi utama yang akan dibahas. Studi literatur
mengacu pada peneliti-peneliti terdahulu dengan maksud menghitung
ulang dan membuktikan penelitian terdahulu dengan subjek penelitian
yang baru.
4. Pengumpulan data, pada tahap ini pengumpulan data yang digunakan
dalam melakukan tinjauan ini diperoleh data :
a. Sumber Data Penelitian
1) Data Primer
28

Data primer diperoleh dari hasil observasi ke lapangan, wawancara


dengan tenaga kerja serta diskusi dengan pihak-pihak yang berkaitan
dengan tinjauan ini.
2) Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari pihak kontraktor berupa gambar
bestek, perhitungan volume pekerjaan.
b. Teknik pengumpulan data
1) Observasi
Pada kegitana pbservasi penulis mengamati berbagai situasi
dilapangan dan mencatat apa saja yang sekiranya penting dan
menunjang terhadap tujuan penelitian.
2) Wawancara
3) Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi digunakan sebagai teknik pengumpulan data
dengan mencari dokumen yang bersifat pribadi dan resmi sebagai
sumber data yang dapat dipergunakan untuk memecahkan
permasalahan dalam kajian.
5. Pengolahan dan Analisa Data
Setelah melakukan peninjauan dan mendapatkan data-data yang telah
diperlukan maka selanjutnya dilakukan pengolahan data dan analisis data
Analisis diperlukan untuk mendapatkan informasi yang berarti agar dapat
mengungkapkan permasalahan yang ditinjau yaitu metode pelaksanaan
kolom type K1.
6. Selesai, merupakan tahap terakhir dengan membuat suatu kesimpulan dari
hasil analisis yang kemudian disesuaikan dengan tujuan penelitian.

3.7 Data Proyek


3.7.1 Data Umum Proyek
Nama Pekerjaan : CWP-01 CONSTRUCTION
BUILDINGS FOR PPG, FPTK,
COE
29

Lokasi Pekerjaan :Universitas Pendidikan Indonesia Jl.


Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung
(Kota), Jawa Barat.
Pemilik : Universitas Pendidikan Indonesia
Jenis Bangunan : Universitas
Masa Pelaksanaan : 540 (Lima Ratus Empat Puluh)
Hari
Kalender
Waktu Mulai : 05 Oktober 2020
Waktu Selesai : 1 April 2021
Konsultan Perencana : PT. Pandu Persada
Konsultan Pengawas : PT. Ciriajasa Cipta Mandiri
Kontraktor : PT. Adhi Karya

3.7.2 Data Teknis Proyek


Jenis Bangunan : Universitas/Pendidikan
Luas Bangunan : 28.500 m²
Material yang digunakan : Beton Bertulang
Mutu Beton : K-350 (Untuk Kolom, dan Plat
Lantai)

Struktur Utama : Struktur Beton Bertulang


Sistem Struktur : SPRMK (Sistem Rangka Pemikul
Momen Khusus)
Mutu Beton : K-350 / fc = 29/30 MPa
Mutu Baja : fy = 390 N/mm2
Fy = 240 N/mm2
Jenis Bangunan : Highest Building
Tebal Plat Lantai : 10 cm,12 cm, 13 cm, dan 30 cm
Luas Basement : 1.278 m2
Luas Lantai 1 : 1.315 m2
Luas Lantai 2 : 1.233 m2
Luas Lantai 3 : 1.300 m2
30

Luas Lantai 4 : 1.250 m2


Luas Lantai 5 : 1.250 m2
Luas Lantai 6 : 1.250 m2
Luas Lantai 7 : 1.307 m2
Luas Atap : 1.300 m2
Jenis Atap : Dak, Concrete Plat Canopy, Atap
Struktur Baja
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Denah Proyek


Struktur Utama : Struktun Beton
Sistem Struktur : Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus
Mutu Beton : K-350
Mutu Baja : Fy
Fungsi Gedung : Universitas/Gedung Pendidikan
Tebal Plat Lantai : 10 cm,12 cm, 13 cm, dan 30 cm
Total Luas Denah : 28.500 m²
Luas Lantai 1 :

Untuk proyek “CWP-01 CONSTRUCTION BUILDINGS FOR PPPG,


FPTK, COE” menggunakan metode konvensional / Cast in place.

Adapun uraian pekerjaan struktur atas pada Proyek “CWP-01


CONSTRUCTION BUILDINGS FOR PPPG, FPTK, COE” adalah
sebagai berikut :
1. Zoning Area
2. Sequence pengecoran
3. Siklus Pekerjaan Balok, Pelat Lantai & Kolom
4. Pekerjaan Kolom, Shear wall/Core Wall
5. Pekerjaan Balok
6. Pekerjaan Tangga

22
23

4.2 Data Kolom


Pada pekerjaan kolom hal yang pertama dilakukan ialah menentukan titik
kolom, setelah itu tentukan stek tulangan kolom untuk lantai 1 dan marking kolom
tersebut, bersamaan pula dilakukan pekerjaan pabrikasi yang dilakukan dilos besi.
Setelah di pabrikasi angkut tulangan kolom tersebut ke area titik kolom dan
pasang tulangan kolom, kemudian pasang sepatu kolom setelah tulangan kolom
selasai dipasang, pemasangan bekisting dilakukan dengan bantuan alat berat tower
crane kemudian cek ketegakan kolom apabila kolom tersebut telah lurus kolom
siap di cor dan setelah 7 jam, bekisting kolom boleh dibongkar.
Rangkaian pekerjaan kolom tertera dalam diagram alir terlihat pada:
24

FLOW CHART PEKERJAAN KOLOM

Pekerjaan kolom yang ditinjau pada gedung akademik CoE UPI ialah
pekerjaan kolom struktur beton bertulang. Beton yang digunakan menggunakan
beton ready mix dengan mutu beton K-350. Dimensi kolom yang ditinjau
berbeda-beda sesuai perencanaan. Berikut tipe-tipe kolom yang ditinjau dalam
gambar shop drawing. Detail dan dimensi kolom terlampir pada lampiran 3.
Tahapan pekerjaan kolom meliputi pekerjaan tulangan, pekerjaan bekisting,
pekerjaan pengecoran dan pekerjaan pembongkaran bekisting.

a. Penentuan Titik Elevasi Kolom dan As Kolom serta Pemasangan Besi


Kolom
25

Gambar 4.19 Pengecekan Elevasi


Sumber : Dokumentasi Kelompok Praktik Industri, 2020

Pada tahapan ini tim surveyor akan melakukan pencariaan titik


koordinat untuk pengecekan elevasi, as, atau ketinggian sesuai dengan
koordinat yang sudah ditentukan (sesuai dengan gambar).

b. Pembesian

Gambar 4.20 Pabrikasi Besi


Sumber : Dokumentasi Kelompok Praktik Industri, 2020
Pada pekerjaan pembesian kolom diawali dengan memotong besi terlebih
dahulu menggunakan alat pemotong besi (bar cutter) dan pembengkokan besi
26

dengan menggunakan alat pembengkok besi (bar bender). Pengerjaannya dapat


dilakukan di tempat khusus atau disebut juga pabrikasi besi. Namun untuk
pekerjaan kolom yang berada dilantai dasar (basement) pembesian langsung
dilakukan di tempat, dengan menyusun besi/rangka yang sudah dibuat di
pabrikasi.

Gambar 4.21 Pabrikasi Pembesian Kolom


Sumber : Dokumentasi Kelompok Praktik Industri, 2020

Pekerjaan pembesiaan terdiri dari memotong, menekuk / membengkokkan


dan mengikat tulangan. Untuk proses pemotongan dan penekukkan dilakukan di
pabrikasi. Besi tulangan yang digunakan dengan mutu baja Fy 25 dan diameter
tulangan pokok dan sengkang yang bervariasi sesuai schedule kolom.

c. Bekisting

Gambar 4.22 Pabrikasi Bekisting Kolom


Sumber : Dokumentasi Kelompok Praktik Industri, 2020

Pekerjaan bekisting diawali dengan membersihkan bagian permukaan


panel bekisting dari kotoran lalu melapisinya dengan minyak pelumas kemudian
27

merakit bagian-bagian bekisting dimulai dari menyiapkan kayu penolik,


penyusunan kayu RPL /besi sebagai penyangga kayu penolik, kemudian dipasang
waller dikencangkan dengan tie root dengan wingnut. Dengan tujuan agar
bekisting mampu menahan beton ready mix pada saat pengecoran.

Gambar 4.23 Pekerjaan Pengangkutan dan Pemasangan Bekisting Kolom


Sumber : Dokumentasi Kelompok Praktik Industri, 2020

Pekerjaan beskisitng kolom umumnya dilakukan di tempat pabrikasi


bekisting, yang nantinya setiap bekisting yang siap dipakai akan dipindahkan ke
lokasi marking kolom yang telah ditentukan dengan tower crane. Lalu atur setiap
panel sesuai pada posisinya kemudian kencangkan tie root dengan wingnut yang
terdapat pada waller. Bekisting dan tulangan diberi jarak oleh beton decking
sebagai jarak selimut beton. Setelah bekisting kolom terpasang dengan benar lalu
pasang reproping pada sisi bekisting. Setelah itu lakukan cek kelurusan bekisting
pada as kolom agar tidak terjadi kemiringan bekisting kolom. Namun pada
pengerjaan kolom awal di lantai basement perakitan bekisting langsung dilakukan
di titik kolom yang sudah terpasang.
28

Gambar 4.24 Pekerjaan Pemasangan Bekisting Kolom


Sumber : Dokumentasi Kelompok Praktik Industri, 2020

Untuk menghasilkan dan menjaga life time bekisting, umumnya


dilakukan perawatan sebelum dan sesudah pemakaian bekisting. Metode
perawatan yang umum diberikan adalah oli bekisiting (oli bekas, solar, ali
sika, dll)

d. Pengecoran Kolom
29

Sebelum melakukan pengecoran tentukan lokasi dan hitung volume


area pengecoran, tentukan elevasi dan batas pengecoran, Pembersihan kolom
menggunakan kompresor jika ada kotoran, lakukan pengecekan pembesian
sesuai dengan gambar rencana.

Gambar 4.25 Sample Beton Kolom


Sumber : Dokumentasi Kelompok Praktik Industri, 2020

Sebelum pengecoran pastikan material yang dipergunakan pada


pekerjaan pengecoran telah sesuai dengan RKS atau material yang sudah di
approve oleh MK sebelum pengeceran dimulai dilakukan test slump beton
lalu ambil beton untuk sample benda uji.

Gambar 4.26 Proses Pengecoran Kolom


Sumber : Dokumentasi Kelompok Praktik Industri, 2020
30

Penuangan beton ke tempat yang di sediakan sesuai dengan


perencananan yang sudah disetujui. Dengan menggunakan placing boom atau
bucket cor. Setelah siap semua, kemudian dimulai pengecoran dari tahap-
tahap yang sudah direncanakan. Pemadatan beton dilakukan dengan
menggunakan vibrator tujuannya agar beton merata. Pada saat pengecoran
dilakukan monitoring levelling check pada scafolding dan juga levelling
elevasi cor.

Pembukaan Bekisting Kolom dilakukan setelah umur beton 10 jam


dan tergantung perhitungan yang didapat. Setelah bekisting dibuka kolom
disemprot dengan curing compound yang dipersyaratkan.

e. Peralatan yang Digunakan


Peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan Kolom proyek
pembangunan gedung Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan adalah
sebagai berikut :
Peralatan Pembesian
1. Bar Cutter
2. Bar Bender
3. Waterpass
4. Palu Batu
5. Alat Potong Besi

Peralatan Pekerjaan Bekisting


1. Base Jack
2. Kayu
3. Tie Root dan Wing Nut
4. Waller
5. Reproping
6. Tower Crane
7. Plywood
8. Siku
9. Benang(unting-unting)
10. Scafolding
31

Peralatan Pengecoran :

1. Concrete Pump Truck


2. Truck Mixer
3. Backhoe
4. Vibrator
5. Placing Boom
6. Bucker Cor
7. Meteran
8. Kerucut Abrams
9. Alat Cetak Benda Uji Beton

6. Material / Bahan yang Digunakan


Adapun material yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan Kolom
proyek pembangunan gedung Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
adalah sebagai berikut :
1. Beton Ready Mix sesuai mutu beton yang telah disetujui (K – 350)
2. Besi Tulangan (D13, D19, dan D22)
3. Kawat Bendrat
4. Beton Decking

7. Tenaga Kerja
Adapun tenaga kerja dalam pelaksanaan pekerjaan Kolom proyek
pembangunan gedung Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan adalah
sebagai berikut :

1. Tukang Besi
2. Teknisi Pengecoran
3. Mandor
4. Surveyor

8. Permasalahan Pekerjaan Kolom


32

1. Beton kolom tidak merata Sempurna Permukaan


Beton yang tidak merata (keropos). Hal ini biasanya disebabkan
karena penggunaan vibrator tidak maksimal atau pada saat pembukaan
bekisting beton belum benar-benar kering.

Gambar 4.27 Kegagalan Beton Kolom


Sumber : Dokumentasi Kelompok Praktik Industri, 2020
2. Besi yang digunakan berkarat
Pada saat pemasangan pembesian kolom, bagian besi / baja kolom
yang digunakan sudah berkarat. Karat yang terjadi diakibatkan karena
penyimpan besi atau baja tidak sesuai dengan standar, baik itu dengan
langsung menempel ketanah, terkena hujan dan terpapar sinar matahari.

Gambar 4.28 Karat Besi


Sumber : Dokumentasi Kelompok Praktik Industri, 2020

3. Aspek K3 yang kurang terpenuhi


33

Pada pekerjaan kolom merupakan pekerjaan yang memiliki risiko


bahaya / kecelakaan kerja yang dapat terjadi. Maka dari itu pekerja /
tukang diwajibkan menggunakan alat pelindung diri (APD) secara lengkap
untuk meminimalisir kecelakaan yang tejadi pada proses pekerjaan kolom.
Namun pada kenyataannya para pekerja tidak menggunakan APD secara
lengkap contohnya penggunaan body harness pada ketinggian.

Gambar 4.29 Pekerja yang Tidak Menggunakan APD


Sumber : Dokumentasi Kelompok Praktik Industri, 2020

6. Solusi Permasalahan Pekerjaan Kolom


Solusi permasalan pekerjaan kolom adalah sebagai berikut :
1. Adapun metode yang bisa dilaksanakan pada keroposnya beton kolom
adalah pendempulan/penambalan atau yang biasa disebut pacthing
dengan menggunakan semen. Untuk pengecoran selanjutnya perlu
diperhatikan kembali kualitas betonnya dan pada saat menggunakan
vibrator.
2. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menyikat bagian
tulangan yang berkarat dengan sikat kawat. Sehingga kawat sudah
tidak berkarat lagi ketika dicor.
34

3. Pekerja harus bisa lebih sering diingatkan agar mau memakai APD dan
berhati-hati. Perlunya pemantauan khusus oleh tim K3 proyek.
BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

EVALUASI

22
23

Evaluasi teknis Persyaratan teknis yang


penawaran metode harus dipenuhi penyedia
24

pelaksanaan, tidak dalam menyusun dan


mensyaratkan alat yang menggunakan metode kerja
digunakan tetapi dalam dapat meliputi penggunaan
metode dijelaskan atau alat utama dan alat bantu,
sebaliknya, bagaimana? perkakas, material dan
konstruksi sementara
dengan urutan kerja yang
sistematis, guna
mempermudah pekerja dan
operator bekerja dan dapat
melindungi pekerja, alat
dan material dari bahaya
dan risiko kegagalan
konstruksi dan kecelakaan
kerja. 

5.2 Saran
25

DAFTAR PUSTAKA

Asroni, Ali. 2010. Kolom Fondasi dan Balok T Beton Bertulang, Yogyakarta :
Graha Ilmu
Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung Tahun 1983
Standar Nasional Indonesia 2847:2019. Persyaratan beton struktural untuk
bangunan gedung dan penjelasan (ACI 318M-14 dan ACI 318RM-14,
MOD). Jakarta 2019
Siyoto, Sandu. 2015. Dasar Metodologi Penelitian; Cetakan 1. Yogyakarta:
Literasi Media Publishing
Creswell, W. J. 2013. Research Design Pendektan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed. Edisi Ketiga. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

adhyaksa. 2019 Sep. Apa Itu Struktur Beton dalam Konstruksi Bangunan. PT
Adhyaksa Persada Indonesia. [diunduh 2021 Jan 16]. Tersedia pada:
https://www.adhyaksapersada.co.id/apa-itu-struktur-beton/

Anda mungkin juga menyukai