Anda di halaman 1dari 15

II.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Citra
Citra atau image merupakan gambar pada suatu bidang dwimatra (dua dimensi). Dilihat
dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus dari intensitas cahaya pada suatu
bidang dwimatra. Sumber cahaya akan menerangi objek, lalu objek memantulkan kembali
sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya tersebut ditangkap oleh alat-alat optik,
misalnya seperti mata manusia, kamera, pemindai (scanner) dan sebagainya. Kemudian
bayangan objek yang disebut citra tersebut terekam (Sari dan Abdul, 2014).

Pengolahan citra digital (Digital Image Processing) merupakan sebuah disiplin ilmu yang
mempelajari mengenai teknik-teknik mengolah citra. Citra tersebut adalah gambar diam atau
foto maupun gambar bergerak atau yang berasal dari webcam. Lalu, digital disini mempunyai
maksud bahwa pengolahan citra/gambar dilakukan secara digital menggunakan komputer. Agar
dapat diolah dengan komputer digital suatu citra harus dipresentasikan secara numerik dengan
nilai-nilai diskrit. Repersentasi dari fungsi kontinyu menjadi nilai-nilai diskrit disebut dengan
digitalisasi citra. Sebuah citra digital dapat diwakili oleh sebuah matriks dua dimensi yaitu f(x,y)
yang terdiri dari M kolom dan N baris, dimana perpotongan antara kolom dan baris disebut
piksel (pixel = picture element) atau elemen terkecil dari sebuah citra (Kusumanto dan Alan,
2011).
Istilah pengolahan citra digital atau disebut dengan digital images processing secara umum
mengandung makna pengolahan citra dengan menggunakan komputer digital. Aplikasi
pengolahan citra digital mencakup bidang yang cukup luas, contohnya seperti aplikasi
pembacaan kode batang (bar code) yang terdapat di supermarket, pemampatan video (MPEG)
dalam keping CD, pengenalan sidik jari pada sistem absensi dan juga pengawasan produk
otomatis di bidang industri. Pengolahan citra tersebut bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra
semula ke bentuk yang lebih baik supaya mudah diinterpretasi oleh manusia atau oleh mesin
(komputer). Salah satu tujuan akhir dari pengolahan citra adalah agar ciri-ciri tertentu dalam citra
dapat diekstrak, lalu dapat dideskripsikan, diinterpretasikan, dan dipahami (Permata,2016).
2.2 DEM
DEM khususnya digunakan untuk menggambarkan relief medan. Gambaran model relief
rupabumi tiga dimensi. Bentuk 3 dimensi yang menyerupai keadaan sebenarnya di dunia nyata.
Bentuknya divisualisaikan dengan bantuan teknologi komputer grafis dan teknologi virtual
reality. Digital elevation model (DEM) dapat diartikan sebagai model bentuk tiga dimensi yang
mengandung data ketinggian saja (Hakim et al., 2017).
Pada prinsipnya, DEM adalah suatu model digital yang merepresentasikan bentuk
permukaan bumi dalam bentuk tiga dimensi (3D). Definisi lain yaitu menyatakan bahwa DEM
merupakan suatu file atau database yang dapat menampung titik-titik ketinggian dari suatu
permukaan. DEM dibedakan menjadi dua, yaitu, DSM dan DTM. DSM (Digital Surface Model)
memuat informasi mengenai ketinggian semua fitur di permukaan bumi yang meliputi vegetasi,
gedung-gedung dan fitur lainnya. Lalu yang kedua yaitu DTM (Digital terrain model) yang
hanya memuat informasi ketinggian permukaan tanah tanpa terpengaruh oleh vegetasi atau fitur
buatan manusia lainnya (Indarto dan Debby, 2014).
DEM atau disebut Digital Elevation Model terbentuk dari titik-titik yang mempunyai nilai
koordinat 3D yaitu X, Y, dan Z. Permukaan tanah dapat dimodelkan dengan memecah suatu area
menjadi bidang-bidang yang terhubung satu sama lain. Bidang-bidang tersebut terbentuk oleh
titik-titik pembentuk DEM. Titik-titik tersebut seperti titik sample permukaan tanah atau titik
hasil interpolasi atau ekstrapolasi titik-titik sample. DEM dibuat dengan penurunan dari DSM
dengan menggunakan suatu persamaan DSM2DEM yang selanjutnya ditambah dengan
interpolasi kringing. Persamaan tersebut dihitung dengan menggunakan perataan kuadrat
terkecil. Pemodelan 3D tersebut yaitu dengan interpolasi kringing harus memenuhi range
tertentu (Julzarika, 2009).

2.3. SRTM

Menurut Amin (2015), SRTM (shuttle radar topography mission) merupakan citra yang
saat ini banyak digunakan untuk melihat secara cepat bentuk permukaan. SRTM adalah data
elevasi resolusi tinggi mempresentasikan topografi bumi dengan cakupan global (80% luasan
dunia). Data SRTM adalah data elevasi bumi yang dihasilkan dari satelit yang diluncurkan
NASA (national aeronautics and space administration). Data ini dapat digunakan untuk
melengkapi informasi ketinggian dari produk peta 2D, seperti kontur, profil. Ketelitian bisa
mencapai 15 m dan berguna untuk pemetaan skala menengah sampai dengan skala tinggi. Alasan
menggunakan SRTM dalam GIS tentu karena SRTM memiliki kelebihan.

SRTM singkatan dari Shuttle Radar Topography Mission merupakan pesawat ulang-alik
yang mempunyai misi untuk mendapatkan data penginderaan jauh berupa elevasi atau ketinggian
permukaan bumi, data ini selanjutnya dikenal sebagai DEM (Digital Elevation Model). Pesawat
ulang-alik ini bekerja selama 11 hari (Februari 2000) untuk menyiam seluruh permukaan bumi
dengan menggunakan sistem radar (band C : 5,6 cm), data yang dihasilkan memiliki resolusi
spasial sebesar 3 detik (setara ≈ 90 meter) dan data SRTM 90m ini memiliki akurasi vertikal
lebih kurang 7.748 sampai 3.926 meter. Sebenarnya data SRTM ini memiliki resolusi spasial 30
meter, tetapi sampai saat ini untuk menghasilkan DEM yang beresolusi 30 meter hanya beberapa
wilayah di Amerika karena untuk mengolah data SRTM 30 meter menjadi data DEM seluruh
dunia dibutuhkan waktu yang lama (islam et al., 2017).

Menurut Hakim et al. (2017), adapun keuntungan daripada SRTM adalah gratis,
resolusinya yang tinggi, dan datanya berupa digital. SRTM memiliki struktur data yang sama
seperti format GRID lainnya, yaitu terdiri dari sel-sel yang setiap sel memiliki wakil nilai
ketinggian. Nilai ketinggian pada SRTM adalah nilai ketinggian dari datum WGS1984, bukan
dari permukaan laut. Karena datum WGS1984 hampir berimpit dengan permukaan laut maka
untuk skala tinjau dapat diabaikan perbedaan diantara keduanya. Kelemahan dari SRTM adalah
dalam pengambilan data menggunakan RADAR, antara pesawat dan obyek harus tidak
terhalangi. Untuk daerah yang bergunung hal ini sangat sulit dilakukan. SRTM memiliki 0.2%
data yang tidak terliputi dimuka bumi karena berupa pegunungan. Beberapa teknik telah
dikembangkan untuk menutupi kekurangan ini. Salah satunya adalah dengan menggunakan
algoritma otomatis dengan SRTM filler.

2.4 Data Raster dan Data Vektor


Data vektor adalah data yang diperoleh dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan,
menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area (poligon).
Terdapat tiga tipe bentuk data vektor (titik, garis, dan poligon) yang bisa digunakan untuk
menampilkan informasi pada peta. Model data raster merupakan model data yang berupa
image. Model data raster akan tersimpan dalam bentuk grid, didalam setiap grid mewakili suatu
data tertentu. Data raster dihasilkan dari system penginderaan jauh dan sangat baik untuk
merepresentasikan batas-batas yang berubah secara gradual seperti jenis tanah (Chang, 2002).

2.4.1 Data Raster


Model data raster merupakan model data yang berupa image. Model data raster akan
tersimpan dalam bentuk grid, didalam setiap grid mewakili suatu data tertentu. Foto digital
seperti areal fotografi atau foto satelit merupakan bagian dari data raster pada peta. Raster
mewakili data grid continue. Nilainya menggunakan gambar berwarna seperti fotografi, yang di
tampilkan dengan level merah, hijau, dan biru (RGB) pada proses analisis citra (Paundra et al.,
2016).
Objek geografis didalam data raster direpresentasikan sebagai struktur sel grid yang
disebut sebagai pixel (picture element). Resolusi (definisi visual) tergantung pada ukuran pixel-
nya, semakin kecil ukuran permukaan bumi yang direpresentasikan oleh sel, semakin tinggi
resolusinya. Data raster dihasilkan dari sistem penginderaan jauh dan sangat baik
untuk merepresentasikan batas-batas yang berubah secara gradual seperti jenis
tanah (Prahasta, 2002).
Data raster memiliki resolusi beragam dan ukuran sel dalam suatu grid tetap. Apabila
dilakukan zoom pada data raster akan terlihat bentuk dari jajaran sel tersebut. Dalam model data
raster setiap lokasi direpresentasikan sebagai suatu posisi sel. Sel ini diorganisasikan dalam
bentuk kolom dan baris sel-sel dan biasa disebut sebagai grid. Dengan kata lain, model data
raster menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur
matriks atau piksel-piksel yang membentuk grid. Setiap piksel atau sel ini memiliki atribut
tersendiri, termasuk koordinatnya yang unik (Chang, 2002).
2.4.2 Data Vektor
Model data vector merupakan model data yang didefinisikan dalam suatu bentuk garis,
poligon, titik dan sejenisnya. Format data vektor memiliki keuntungan yaitu ketepatan dalam
merepresentasikan fitur titik, batasan dan garis lurus. Ini berguna untuk analisa yang
membutuhkan ketepatan posisi. Analisa tersebut contohnya pada basis data batas-batas kadaster.
Contoh penggunaan lainnya adalah untuk mendefinisikan hubungan spasial dari beberapa fitur.
Kelemahan data vektor yang utama adalah ketidakmampuannya dalam mengakomodasi
perubahan gradual (Paundra et al., 2016).
Data vektor adalah data yang diperoleh dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan,
menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area (poligon).
Terdapat tiga tipe bentuk data vektor (titik, garis, dan poligon) yang bisa digunakan untuk
menampilkan informasi pada peta. Titik bisa digunakan sebagai lokasi sebuah tempat atau posisi
tertentu dalam peta. Garis bisa digunakan untuk menunjukkan route suatu perjalanan atau
menggambarkan batas suatu wilayah dan juga batas suatu kawasan hutan atau area tertentu.
Poligon bisa digunakan untuk menggambarkan sebuah danau atau sebuah luasan areal yang
kemudia dapat analisis luasan pada areal-areal
tersebut (Chang, 2002).
Dalam kaitannya dengan model data vektor mengenai entitas yang bergeometri garis,
sering pula digunakan istilah-istilah seperti halnya ‘arc’, ‘chain’, dan ‘string’; yang merupakan
sekumpulan pasangan-pasangan koordinat (x,y) yang mendeskripsikan garis kontinu yang
bersifat kompleks. Makin pendek segmen-segmen garis pembentuknya, makin banyak jumlah
pasangan koordinat (x,y) yang terlibat di dalamnya, dan makin halus bentuk kurva (kompleks)
yang dapat direpresentasikannya.Vektor garis sederhana dan chain tidak secara otomatis
membawa informasi spasial yang inherent (yang melekat secara otomatis) mengenai sebuah
keterhubungan atau network (yang mungkin diperlukan untuk memenuhi kebutuhan analisis
jaringan anak sungai, jalan raya, dan transportasi). Dengan demikian, untuk mendapatkan line
network yang dapat di-trace oleh sistem perangkat lunak komputer garis-demi-garis (atau jalur-
demi-jalur), diperlukan pointer di dalam struktur data
vector (Budiyanto, 2002).

2.5 Perbedaan data SRTM & DEM

SRTM merupakan suatu citra yang dapat menunjukkan bentuk permukaan bumi berupa
berupa elevasi permukaan bumi dalam bentuk data digital. SRTM dapat menunjukkan elevasi
dari topografi bumi dengan cakupan global. Data SRTM memiliki akurasi yang akurat karena
data didapatkan dari hasil pengambilan data satelit. Data SRTM memiliki banyak manfaat pada
pembuatan peta 2D secara digital. Salah satu pemanfaatan data SRTM adalah pada pembuatan
peta kontur secara digital. DEM yang dihasilkan oleh SRTM banyak dimanfaatkan dalam
analisis dengan menggunakan data ketinggian. Data SRTM dapat digunakan dalam pemetaan
skala menengah sampai menengah (Mahmudi et al., 2015).
DEM merupakan singkatan dari Digital Elevation Model. DEM merupakan suatu model
dari ketinggian permukaan bumi yang disajikan dalam bentuk digital. DEM adalah suatu model
digital yang menggambarkan bentuk permukaan bumi dalam bentuk tiga dimensi (3D). DEM
juga merupakan suatu file yang dapat menampung titik-titik ketinggian dari suatu permukaan.
Salah satu kelebihan model elevasi dari DEM adalah mampu memvisualisasikan tampilan peta
dalam bentuk 3 dimensi. Kelebihan tersebut merupakan pembeda yang paling menonjol antara
peta konvensional dengan DEM. Teknik pembentukan DEM adalah dengan cara pengukuran
pada suatu model objek yang dapat dilakukan dengan citra kemudian direkonstruksikan dalam
bentuk model stereo (Indarto dan Debby, 2014).
Data SRTM dapat dengan mudah diakses dan diunduh secara gratis pada beberapa situs
seperti USGS dan NASA. Data SRTM yang dapat diunduh secara mudah disediakan dalam
format .hgt. SRTM dapat menunjukkan data penginderaan jauh berupa elevasi atau ketinggian
permukaan bumi. Data SRTM yang menunjukkan elevasi permukaan bumi dikenal dengan nama
DEM (Digital Elevation Model). Data SRTM didapatkan dari mengambilan data menggunakan
radar yang terdapat pada satelit yang mengitari orbit bumi. Data tersebut dapat diakses dan
diunduh secara gratis dari situs penyedia data SRTM dalam bentuk data digital. Hasil dari data
SRTM yang cukup akurat dan dapat diunduh secara gratis menjadikan data SRTM banyak
dimanfaatkan dalam pembuatan peta digital yang membutuhkan data ketinggian permukaan
muka bumi (Indarto et al., 2012).
Menurut Islam et al. (2017), SRTM atau Shuttle Radar Topography Mission merupakan
pesawat ulang-alik yang mempunyai misi untuk mendapatkan data penginderaan jauh berupa
elevasi atau ketinggian permukaan bumi. DEM atau Digital Elevation Model adalah data yang
diperoleh dari SRTM. SRTM merupakan alat yang digunakan untuk memperoleh data DEM.

2.6 Jenis Kontur Yang Dapat Diolah Dengan Data DEM


Menurut Hakim et al. (2017), Digital Elevation Model (DEM) adalah model dengan
bentuk tiga dimensi yang menampilkan data ketinggian. Oleh karena itu, jenis kontur yang dapat
diolah dengan data DEM adalah kontur ketinggian. Data DEM digunakan secara khusus untuk
menggambarkan relief dari suatu medan, yaitu gambaran model relief rupa bumi tiga dimensi.
Data DEM memuat bentuk tiga dimensi yang menyerupai keadaan sebenarnya di dunia nyata.
Bentuk tersebut kemudian divisualisaikan dengan bantuan teknologi komputer grafis dan
teknologi virtual reality.
Menurut Hamdani et al. (2014), menentukan lokasi yang tepat terkadang ada syarat yang
mengharuskan kemiringan tertentu. Misalnya saja lokasi sekolah, perumahan, dan lain-lain.
Proses pengolahan data kelerengan yang dibuat pada peta dapat menggunakan metode DEM.
DEM sendiri biasanya data yang tersedia berupa kontur yaitu garis-garis yang merepresentasikan
ketinggian tertentu. ArcGIS memiliki fasilitas topografi untuk membuat DEM yang bertipe raster
agar lebih mudah di-overlay dengan kriteria-kriteria yang lain.
Menurut Raharjo dan Haji (2017), sistem informasi spasial untuk dalam pembuatan Indeks
Potensi Erosi di wilayah DAS Babakan memakai Digital Elevation Modelling (DEM). DEM ini
sudah terintegrasi dengan persamaan Moore dan Burc. Analisis ini dilakukan terhadap relief
permukaan tanah dalam bentuk 3 dimensi. Fungsi penggunaan metode ini untuk meningkatkan
kebenaran identifikasi kemiringan lahan, daerah tangkapan, arah aliran, akumulasi aliran,
panjang aliran, dan daerah aliran. Peta kontur yang digunakan dalam format grid dari peta
topografi digital memiliki skala 1 : 25.000. Jenis peta kontur berupa peta digital dalam format
grid untuk mengetahui karakteristik fisik daerah tersebut.
2.7 Topografi
Menurut Eriyanto et al. (2016) peta topografi memiliki arti sebagai peta yang
menggambarkan bentuk permukaan bumi dan mencakup tiap-tiap ketinggian. Peta yang
digambarkan diwakilkan melalui garis-garis kontur yang dihubungkan satu sama lain. Garis
kontur memiliki sifat-sifat tertentu, apabila jarak antara garis semakin rapat tandanya semakin
curam daerah tersebut. Garis-garis yang semakin renggang menunjukan bahwa daerah tersebut
landai. Sifat lain garis kontur yaitu, jika terdapat garis yang bergerigi berarti daerah tersebut ada
depresi atau cekungan.
2.7.1. Topografi Wilayah Banten
Menurut Oktaviani (2018), Provinsi Banten merupakan wilayah yang terletak di paling
ujung Pulau Jawa bagian barat. Komoditas utama di Banten yaitu lada, kopi, dan padi. Provinsi
Banten terletak di antara 5º7'50"- 7º1'11" Lintang Selatan dan 105º1'11"-106º7'12" Bujur Timur
yang merupakan salah satu wilayah penting penghasil lada. Letak di Ujung Barat Pulau Jawa
memposisikan Banten sebagai pintu gerbang Pulau Jawa dan Sumatera dan berbatasan langsung
dengan wilayah DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Posisi geostrategis ini tentunya
menyebabkan Banten sebagai penghubung utama jalur perdagangan Sumatera – Jawa bahkan
sebagai bagian dari sirkulasi perdagangan Asia dan Internasional serta sebagai lokasi aglomerasi
perekonomian dan permukiman yang potensial. Batas wilayah sebelah Utara berbatasan dengan
Laut Jawa, sebelah Barat dengan Selat Sunda, serta di bagian Selatan berbatasan dengan
Samudera Hindia, sehingga wilayah ini mempunyai sumber daya laut yang potensial.
Daerah Banten merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki populasi tinggi
disertai kecenderungan peningkatan yang cepat pula. Letaknya yang berada dekat pusat
pemerintahan dan disekitar pusat kegiatan industri berat tentunya akan memerlukan sumberdaya
lokal yang ada. Berbagai eksploitasi sumberdaya alam telah terasa pengaruhnya terhadap
kesetimbangan alam. Sebagai contoh adalah penambangan pasir di daerah Lontar, yang
mengakibatkan perubahan karakter hidrodinamika dan turbiditas tinggi di perairan laut dekat
pantai. Eksploitasi yang berlebihan juga menyebabkan perubahan tata guna lahan, dimana hutan
bakau (mangrove) dan tambak ikan berubah menjadi penambangan pasir Pada saat ini juga telah
terdeteksi adanya penurunan muka airtanah disertai penurunan permukaan tanah (subsidence) di
beberapa lokasi di Tangerang Utara yang berposisi terletak di sisi timur Provinsi Banten
(Handayani dan dadan, 2017).
Provinsi Banten terletak antara 105° 01’11” sampai 106° 07’’12” Bujur Timur, serta 05°
07’50” sampai 07° 01’01”. Luas wilayah Provinsi Banten berdasarkan Undang Undang Nomor
23 Tahun 2000 adalah 8.651,20 km² (100002,312 ha). Sebagai daerah pertanian dan industri,
Provinsi Banten memiliki potensi besar untuk memanfaatkan energi terbarukan sebagai sumber
energi, khususnya bio-oil. Keamanan energi adalah kondisi yang sangat penting untuk
dipertimbangkan bagi negara manapun, termasuk Indonesia. Kondisi ini penting untuk
memastikan pembangunan berkelanjutan. Sektor energi di Provinsi Banten sangat bergantung
bahan bakar fosil, minyak dan gas. Banten dan Jawa barat memiliki kontribusi jejak karbon
tertinggi pada 95 metrik ton CO2 per kapita (Hidayat et.al., 2019).
2.7.2. Topografi Wilayah Bengkulu
Bengkulu terletak di bagian pesisir barat Pulau Sumatera, memiliki Sembilan sub etnis
yang merupakan penduduk asli, yaitu Muko-muko, Pekal, Lembak, Melayu Bengkulu, Serawai,
Kaur, Rejang, Pasmah dan Enggano.Ada sembilan suku bangsa asli yang mendiami wilayah
Provinsi Bengkulu.Akibatnya, di Provinsi Bengkulu terdapat berbagai budaya daerah dengan
spesifikasi masingmasing.Keanekaragaman etnis melahirkan kekayaan budaya yang menjadi ciri
khas masing-masing, sebagai aset daerah yang perlu ditumbuh kembangkan (Sari et.al., 2018).
Secara geografis Provinsi Bengkulu terletak pada 101' 01" dan 103' 41" Bujur Timur
serta 20' 16" dan 3' 31" Lintang Selatan dengan ketinggian dari permukaan laut 0-20 m
(Bengkulu) sampai dengan 627-733 (Curup). Provinsi ini terletak di Pantai Barat Pulau
Sumatera, membujur dari Utara ke Selatan, di antara Bukit Barisan di sebelah Timur dan
Samudera Indonesia di sebelah Barat dengan luas wilayah lebih kurang 21.089,38 km2 atau
2.108.938 ha. Pada tahun 2012, penduduk provinsi Bengkulu tercatat sebanyak 1,77 juta jiwa.
Dengan demikian laju pertumbuhan penduduk provinsi Bengkulu di atas laju pertumbuhan
penduduk Indonesia yaitu 1,42 % sedangkan laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,32
%. Sementara itu, sex ratio sebesar 104 yang menunjukkan bahwa penduduk laki-laki lebih
banyak 4 % dibandingkan dengan penduduk perempuan. Sebaran penduduk menurut kabupaten
menunjukkan bahwa jumlah penduduk provinsi ini tidak merata tersebar dalam 10
kabupaten/kota dan masih terkonsentrasi di ibukota provinsi yaitu kota Bengkulu. Kota
Bengkulu memiliki kepadatan sebesar 208 jiwa per km2 sedangkan kabupaten tersepi adalah
Mukomuko dengan kepadatan hanya sebesar 40 jiwa per km2 (Anitasari dan Ahmad, 2015).
Provinsi Bengkulu terletak di pantai Barat Sumatera pada garis lintang 2 0 16’30 31 LS
dan garis bujur 1010 1’1030 41’ BT. Terletak di sebelah Barat pegunungan Bukit Barisan dan
memanjang dari perbatasan Provinsi Sumatera Barat sampai keperbatasan Provinsi Lampung
sepanjang kurang lebih 567 km. Kota Bengkulu dengan luas wilayah 151,70 km2 , terletak di
pantai Barat Pulau Sumatera dengan pantai sekitar 525 km (Pustikawati et.al. 2016).
2.7.3. Topografi Wilayah Bandung
Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat yang terletak pada 1070 36’ Bujur
Timur dan 6o 55’ Lintang Selatan. Untuk lokasi Kota Bandung sendiri cukup strategis jika
dilihat dari segi komunikasi dan perekonomian karena Kota Bandung dapat diakses dengan
mudah melalui Ibukota Negara Jakarta. Secara topografi Kota Bandung terletak pada ketinggian
791 meter diatas permukaan laut (dpl), dengan titik tertinggi adalah Bandung utara dengan
ketinggian 899 dpl dan 400 dpl untuk daerah Bandung selatan yang merupakan titik terendah.
Hal ini terlihat juga dari jenis datarannya dimana daerah utara permukaan tanah cenderung
berbentuk perbukitan dan daerah selatan lebih datar. Dengan adanya perbukitan di daerah utara
Bandung, orang-orang dapat menyaksikan panorama kota bandung secara langsung. Jika dilihat
dari keadaan geologisnya, tanah Bandung merupakan lapisan alluvial hasil dari letusan Gunung
Tangkuban Perahu. Untuk daerah Bandung Utara, lapisan tanah pada umumnya berjenis andosol
dan untuk daerah selatan dan timur berjenis alluvial kelabu dengan bahan endapan liat. Dan
untuk daerah tengah dan barat Kota Bandung berjenis andosol. Unntuk iklim Kota Bandung
sendiri dipengaruhi oleh iklim pegunungan yan gcenderung lembab dan sejuk. Ratarata
temperatur Kota Bandung adalah 23.5o C, dan curah hujan rata-rata 200.4 mm serta jumlah
hujan perhari rata-rata 21.3 hari perbulan (Maulana, 2017).
Bandung adalah Ibukota dari Provinsi Jawa Barat dan salah satu kota besar di Indonesia
yang menyimpan berbagai sejarah serta memiliki banyak nilai budaya yang beragam dan
menarik di dalamnya. Pemerintahan Kota Bandung telah menyediakan sarana berupa bangunan
yang nantinya akan dijadikan Museum Kota Bandung. Bangunan MKB ini dapat melayani
kebutuhan publik yang ingin mengetahui sejarah dan budaya kota Bandung juga sebagai
informasi dan sarana edukasi bagi pengunjungnya. Kota Bandung terletak di ketinggian ±768 m
di atas permukaan laut rata-rata (mean sea level). Daerah utara Kota Bandung pada umumnya
lebih tinggi daripadadaerah selatan. Rata-rata ketinggian di sebelah utara adalah ±1050 dpl,
sedangkan dibagian selatan adalah ±675 dpl. Bandung dikelilingi oleh pegunungan yang
membuat Bandung menjadi semacam cekungan (Arienda et.al., 2018).
Bandung terletak pada koordinat 107° BT and 6° 55’ LS. Luas Kota Bandung adalah
16.767 hektar. Kota ini secara geografis terletak di tengah-tengah provinsi Jawa Barat, dengan
demikian, sebagai ibu kota provinsi, Bandung mempunyai nilai strategis terhadap daerah-daerah
di sekitarnya. Kota Bandung terletak pada ketinggian ±768 m di atas permukaan laut rata-rata
(mean sea level), dengan di daerah utara pada umumnya lebih tinggi daripada di bagian selatan.
Ketinggian di sebelah utara adalah ±1050 msl, sedangkan di bagian selatan adalah ±675 msl.
Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga Bandung merupakan suatu cekungan yaitu
bandung basin (Suryani dan Teguh, 2018).
2.7.4. Topografi Wilayah Lombok
Pulau Lombok merupakaa salah satu pulau terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Barat
(NTB) juga memiliki tingkat kerawanan yang tinggi terhadap bencana tsunami. Hal ini
dikarenakan bagian selatan Pulau Lombok berhadapan langsung dengan Samudra Hindia yang
merupakan pertemuan dua lempeng benua yaitu lempeng Benua Asia dan lempeng Benua
Australia (santoro et.al., 2019).
Di Pulau Lombok terdapat 12 spesies dari kelas amfibi dengan ukuran populasi yang
berbeda-beda. Spesies yang paling banyak ditemukan selama pengamatan adalah Bufo
melanostictus (152 individu), diikuti oleh Fejervarya cancrivora, dan Limnonectes kadarsani
(120 individu), dan yang paling sedikit adalah Oreophryne monticola sebanyak 5 individu.
Spesies lain berkisar dari 12-81 individu. Jumlah individu, jika ditinjau dari aspek komunitas di
masingmasing lokasi sampling, maka yang terbesar adalah amfibi di TWA Suranadi (91
individu), kemudian amfibi di Lenek (81) individu, dan yang paling kecil adalah amfibi di
Sendang Gile (35 individu). Komunitas amfibi di lokasi lain berkisar dari 47-76 individu Tingkat
kemiringan lahan di Kabupaten Lombok Barat sangat bervariasi dan diklasifikasi kedalam 4
(empat) kelas kemiringan dengan rinciannya sebagai berikut : tingkat kemiringan 0-2 merupakan
tingkat kemiringan yang paling luas mencapai sekitar 31.841 ha atau 37,33% dari luas
Kabupaten Lombok Barat, selanjutnya diikuti tingkat kemiringan 15-40 % seluas 25.920 ha atau
30,39% dari luas Kabupaten Lombok Barat, tingkat kemiringan lahan >40% seluas 16.883 ha
atau 19,79% dari luas Kabupaten Lombok Barat dan terakhir tingkat kemiringan 2-15 %
mencapai seluas 10.657 ha atau 12,49 % dari luas wilayah Kabupaten Lombok Barat (Syazali
et.al., 2017).
Berdasarkan ketinggian wilayah Kabupaten Lombok Barat, wilayah yang berada pada
ketinggian 0-100 meter di atas permukaan laut mencakup luas sebesar 34.800 ha atau 40,80 %
dari luas wilayah Kabupaten Lombok Barat, ketinggian 100-500 meter mencakup luas wilayah
sebesar 40.966 ha atau 48,03 % dari luas wilayah Kabupaten Lombok Barat, ketinggian 500-
1000 meter dengan luas 8.650 ha atau 10,14% dari luas wilayah Kabupaten Lombok Barat, dan
ketinggian >1000 meter seluas 885 ha atau 1,04 % dari luas wilayah Kabupaten Lombok Barat
(Syazali et.al., 2017).
2.7.5. Topografi Wilayah Amuntai
Amuntai (disingkat: AMT[1]) adalah ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Utara. Kota Amuntai terletak
di pertemuan (bahasa Banjar: murung) antara sungai Negara, sungai Tabalong dan sungai Balangan dan
berjarak 190 km di sebelah utara Kota Banjarmasin, ibu kota provinsi Kalimantan Selatan. Ejaan
Amuntai pada zaman pendudukan Belanda adalah Amoentai,[2] Amoenthaij atau Amoenthay.
[3]
 Pada zaman Hindia Belanda dahulu dipakai sebagai nama kawedanan/Distrik
Amuntai (Amoenthaij) dan juga pernah dipakai sebagai nama kabupatennya yaitu Kabupaten
Amuntai. Dahulu kota Amuntai adalah sebuah kecamatan utuh hingga dimekarkan menjadi 3
kecamatan, yakni:
1. Amuntai Selatan dengan luas 174 km² dan jumlah populasi penduduk 26.545 jiwa
2. Amuntai Tengah dengan luas 80,50 km² dan jumlah populasi penduduk 46.631 jiwa
3. Amuntai Utara dengan luas 37 km² dan jumlah populasi penduduk 21.262 jiwa.[4]
Di kecamatan Amuntai Tengah-lah pusat pemerintahan dan perdagangan kabupaten Hulu Sungai
Utara yang ditandai dengan adanya kantor bupati, kantor-kantor dinas pemkab Hulu Sungai
Utara, sentra perdagangan, dan sarana/prasarana lainnya dan Amuntai Tengah merupakan
kecamatan dengan penduduk terpadat di kabupaten Hulu Sungai Utara (Anonim, 2019).
DAFTAR PUSTAKA

Amin, M. B. 2015. pemanfaatan teknologi lidar dalam analisis genangan banjir akibat luapan
sungai berdasarkan simulasi model hidrodinamik. info teknik. 16(1) : 21-32.

Anitasari, M., Ahmad S. 2015. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan


Ekonomi Di Proavinsi Bengkulu. Ekombis Review.
Anonim. 2019. Kota Amuntai. www.wikipedia.com. Diakses kamis, 17 Oktober 2019 pukul
17.50 WIB.
Arienda, A.P., Tita C., Ratri W. 2018. Perancancangan Interior Museum Kota Bandung. E-
Proceeding Of Art & Design : Vol.5, No.3 Desember 2018.
Budiyanto, E. 2002. Sistem Informasi Geografis menggunakan ARC VIEW GIS. Penerbit Andi
Yogyakarta.

Chang, K, 2002, Introdcution To Geographic Information Systems. New York : McGrawHill.

Eriyanto, D., E. Priadi, dan B. Purwoko. 2016. Pemetaan Konsistensi Tanah Berdasarkan Nilai
N-SPT Di Kota Pontianak. Jurnal Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Tanjung Pura, 3(3)
: 1-12.
Hakim, L., N. Ismail., dan Faisal. 2017. kajian awal penentuan daerah prospek panas bumi di
gunung bur ni telong berdasarkan analisis data DEM SRTM dan Citra Landsat 8. jurnal
rekayasa elektrika. 13(3) : 125-132.

Hamdani, H., S. Permana, dan A. Susetyaningsih. 2014. Analisa Daerah Rawan Banjir
Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Pulau Bangka). Jurnal
Konstruksi, vol 12(1) : 1-13.
Handayani, L.,Dadan D.W. 2017. Eksplorasi Gayaberat Untuk Airtanah Dan Topografi Batuan
Dasar Di Daerah Serang, Banten. Jurnal riset geologi dan pertambangan. Pusat Penelitian
Geoteknologi LIPI.
Hidayat, s., Fitriyah, Bakar M.A., Phusunti N. 2019. Pirolisis Alang – Alang (Imperata
Cilindrica) Sebagai Bioenergi Di Provinsi Banten Indonesia. Jurnal Kebijakan
Pembangunan Daerah, Vol.3, No.1, Juni 2019, Hal. 60 – 79 p-ISSN: 2597-4971.
Indarto dan D. R. Prasetyo. 2014. Pembuatan Digital Elevation Model Resolusi 10m dari Peta
RBI dan Survei GPS dengan Algoritma ANUDEM. Jurnal Keteknikan Pertanian, vol
2(1) : 55-63.
Indarto, B.Soesanto, D.R.Prasetyo. 2012. Pembuatan Digital Elevation Model (DEM) Dengan
Ketelitian Pixel ( 10 Meter x 10 Meter ) Secara Manual di Sub-Das Rawatamtu. Jurnal
Agrotek, vol 6(1): 78-89.
Islam, L. J. F., Y. Prasetyo., dan B. Sudarsono. 2017. analisis penurunan muka tanah (land
subsidence) kota semarang menggunakan citra sentinel-1 berdasarkan metode dinsar pada
perangkat lunak snap. jurnal geodesi undip. 6(2) : 29-36.

Julzarika A. 2009. Pemodelan 3D Pulau Batu Mandi Menggunakan Digital Elevation Model
(DEM) Turunan Digital Surface Model (DSM) Shuttle Radar Tophography Mission
(SRTM) 90 Dengan Interpolasi Cokriging. Jurnal Penginderaan Jauh, vol 6(1): 22-31.
Kusumanto R.D., A.N. Tompunu. 2011. Pengolahan Citra Digital Untuk Mendeteksi Obyek
Menggunakan Pengolahan Warna Model Normalisasi RGB. Seminar Nasional Teknologi
Informasi & Komunikasi Terapan.
Maulana, P. 2017. Perancangan Interior Hotel Dengan Pendekatan Urban Heritage Di Bandung.
e-Proceeding of Art & Design : Vol.4, No.3 Desember 2017.
Oktaviani, N.A.2018.Wilayah kesesuaian lahan untuk tanaman lada. Wilayah Kesesuaian Lahan
Untuk Tanaman Lada, Studi Kasus di Provinsi Banten.Universitas Indonesia.
Paundra Ksatrio Wahyutomo, Andri Suprayogi, Arwan Putra Wijaya. 2016. Aplikasi Sistem
Informasi Geografis Berbasis Web Untuk Persebaran Kantor Pos di Kota Semarang
dengan Google Maps API. Jurnal Geodesi Undip.,Vol 5(3) : 73.

Permata E. 2016. Identifikasi Obyek Benda Tajam Menggunakan Pengolahan Citra Digital
Pada Citra X-Ray. Jurnal Ilmiah Pendidikan Teknik Elektro, vol 1(1): 1-14
Prahasta, E. 2002, Konsep-konsep Dasar SIG, Informatika, Bandung : Informatika.
Pustikawati, M., Yar J., Dede M. 2016. Kajian Ekosistem Terumbu Karang Untuk
Pengembangan Ekowisata Bahari Pulau Tikus Bengkulu. Jurnal Enggano Vol. 1, No. 1,
April 2016: 113-119.
Raharjo, P. P., dan A. T. S. Haji. 2017. Implementasi Persamaan Moore and Burch untuk
Menentukan Indeks Erosi Potensial pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Babakan
Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Jurnal Reka Buana, vol 2(2) : 161-170.
Santoro, Yamin M. Mahrus M. 2019. Penyuluhan Tentang Mitigasi Bencana Tsunami Berbasis
Hutan Mangrove Di Desa Ketapang Raya Kecamatan Keruak Lombok Timur. Jurnal
Pengabdian Magister Pendidikan IPA.
Sari S.N.D., A. Fadli. 2014. Sistem Identifikasi Citra Jahe (Zingiber Officinale) Menggunakan
Metode Jarak Czekanowski. Jurnal Sarjana Teknik Informatika, vol 2(2).
Sari, E.P., Sri D. Syahril Y. 2018. Pengaruh Pemanfaatan Museum Sebagai Sumber Belajar
Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pakaian Adat Tradisional Bengkulu Di SD
Negeri 5 Kota Bengkulu. Jurnal Riset Pendidikan Dasar, 1 (2) : 126 – 132.
Suryani, I., Tri T.S. 2018. Strategi Destination Branding Event Budaya Pemerintah Kota
Bandung Sebagai Magnet Pariwisata. Jurnal AKRAB JUARA Volume 3 Nomor 4 Edisi
November 2018 (56-70).
Syazali, M. Agil A.A., Gito H., 2017. Densitas Amfibi Di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Jurnal Biologi Tropis, Januari-Juni 2017: Volume 17 (2).

Anda mungkin juga menyukai