Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Citra
Citra atau image merupakan gambar pada suatu bidang dwimatra (dua dimensi). Dilihat
dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus dari intensitas cahaya pada suatu
bidang dwimatra. Sumber cahaya akan menerangi objek, lalu objek memantulkan kembali
sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya tersebut ditangkap oleh alat-alat optik,
misalnya seperti mata manusia, kamera, pemindai (scanner) dan sebagainya. Kemudian
bayangan objek yang disebut citra tersebut terekam (Sari dan Abdul, 2014).
Pengolahan citra digital (Digital Image Processing) merupakan sebuah disiplin ilmu yang
mempelajari mengenai teknik-teknik mengolah citra. Citra tersebut adalah gambar diam atau
foto maupun gambar bergerak atau yang berasal dari webcam. Lalu, digital disini mempunyai
maksud bahwa pengolahan citra/gambar dilakukan secara digital menggunakan komputer. Agar
dapat diolah dengan komputer digital suatu citra harus dipresentasikan secara numerik dengan
nilai-nilai diskrit. Repersentasi dari fungsi kontinyu menjadi nilai-nilai diskrit disebut dengan
digitalisasi citra. Sebuah citra digital dapat diwakili oleh sebuah matriks dua dimensi yaitu f(x,y)
yang terdiri dari M kolom dan N baris, dimana perpotongan antara kolom dan baris disebut
piksel (pixel = picture element) atau elemen terkecil dari sebuah citra (Kusumanto dan Alan,
2011).
Istilah pengolahan citra digital atau disebut dengan digital images processing secara umum
mengandung makna pengolahan citra dengan menggunakan komputer digital. Aplikasi
pengolahan citra digital mencakup bidang yang cukup luas, contohnya seperti aplikasi
pembacaan kode batang (bar code) yang terdapat di supermarket, pemampatan video (MPEG)
dalam keping CD, pengenalan sidik jari pada sistem absensi dan juga pengawasan produk
otomatis di bidang industri. Pengolahan citra tersebut bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra
semula ke bentuk yang lebih baik supaya mudah diinterpretasi oleh manusia atau oleh mesin
(komputer). Salah satu tujuan akhir dari pengolahan citra adalah agar ciri-ciri tertentu dalam citra
dapat diekstrak, lalu dapat dideskripsikan, diinterpretasikan, dan dipahami (Permata,2016).
2.2 DEM
DEM khususnya digunakan untuk menggambarkan relief medan. Gambaran model relief
rupabumi tiga dimensi. Bentuk 3 dimensi yang menyerupai keadaan sebenarnya di dunia nyata.
Bentuknya divisualisaikan dengan bantuan teknologi komputer grafis dan teknologi virtual
reality. Digital elevation model (DEM) dapat diartikan sebagai model bentuk tiga dimensi yang
mengandung data ketinggian saja (Hakim et al., 2017).
Pada prinsipnya, DEM adalah suatu model digital yang merepresentasikan bentuk
permukaan bumi dalam bentuk tiga dimensi (3D). Definisi lain yaitu menyatakan bahwa DEM
merupakan suatu file atau database yang dapat menampung titik-titik ketinggian dari suatu
permukaan. DEM dibedakan menjadi dua, yaitu, DSM dan DTM. DSM (Digital Surface Model)
memuat informasi mengenai ketinggian semua fitur di permukaan bumi yang meliputi vegetasi,
gedung-gedung dan fitur lainnya. Lalu yang kedua yaitu DTM (Digital terrain model) yang
hanya memuat informasi ketinggian permukaan tanah tanpa terpengaruh oleh vegetasi atau fitur
buatan manusia lainnya (Indarto dan Debby, 2014).
DEM atau disebut Digital Elevation Model terbentuk dari titik-titik yang mempunyai nilai
koordinat 3D yaitu X, Y, dan Z. Permukaan tanah dapat dimodelkan dengan memecah suatu area
menjadi bidang-bidang yang terhubung satu sama lain. Bidang-bidang tersebut terbentuk oleh
titik-titik pembentuk DEM. Titik-titik tersebut seperti titik sample permukaan tanah atau titik
hasil interpolasi atau ekstrapolasi titik-titik sample. DEM dibuat dengan penurunan dari DSM
dengan menggunakan suatu persamaan DSM2DEM yang selanjutnya ditambah dengan
interpolasi kringing. Persamaan tersebut dihitung dengan menggunakan perataan kuadrat
terkecil. Pemodelan 3D tersebut yaitu dengan interpolasi kringing harus memenuhi range
tertentu (Julzarika, 2009).
2.3. SRTM
Menurut Amin (2015), SRTM (shuttle radar topography mission) merupakan citra yang
saat ini banyak digunakan untuk melihat secara cepat bentuk permukaan. SRTM adalah data
elevasi resolusi tinggi mempresentasikan topografi bumi dengan cakupan global (80% luasan
dunia). Data SRTM adalah data elevasi bumi yang dihasilkan dari satelit yang diluncurkan
NASA (national aeronautics and space administration). Data ini dapat digunakan untuk
melengkapi informasi ketinggian dari produk peta 2D, seperti kontur, profil. Ketelitian bisa
mencapai 15 m dan berguna untuk pemetaan skala menengah sampai dengan skala tinggi. Alasan
menggunakan SRTM dalam GIS tentu karena SRTM memiliki kelebihan.
SRTM singkatan dari Shuttle Radar Topography Mission merupakan pesawat ulang-alik
yang mempunyai misi untuk mendapatkan data penginderaan jauh berupa elevasi atau ketinggian
permukaan bumi, data ini selanjutnya dikenal sebagai DEM (Digital Elevation Model). Pesawat
ulang-alik ini bekerja selama 11 hari (Februari 2000) untuk menyiam seluruh permukaan bumi
dengan menggunakan sistem radar (band C : 5,6 cm), data yang dihasilkan memiliki resolusi
spasial sebesar 3 detik (setara ≈ 90 meter) dan data SRTM 90m ini memiliki akurasi vertikal
lebih kurang 7.748 sampai 3.926 meter. Sebenarnya data SRTM ini memiliki resolusi spasial 30
meter, tetapi sampai saat ini untuk menghasilkan DEM yang beresolusi 30 meter hanya beberapa
wilayah di Amerika karena untuk mengolah data SRTM 30 meter menjadi data DEM seluruh
dunia dibutuhkan waktu yang lama (islam et al., 2017).
Menurut Hakim et al. (2017), adapun keuntungan daripada SRTM adalah gratis,
resolusinya yang tinggi, dan datanya berupa digital. SRTM memiliki struktur data yang sama
seperti format GRID lainnya, yaitu terdiri dari sel-sel yang setiap sel memiliki wakil nilai
ketinggian. Nilai ketinggian pada SRTM adalah nilai ketinggian dari datum WGS1984, bukan
dari permukaan laut. Karena datum WGS1984 hampir berimpit dengan permukaan laut maka
untuk skala tinjau dapat diabaikan perbedaan diantara keduanya. Kelemahan dari SRTM adalah
dalam pengambilan data menggunakan RADAR, antara pesawat dan obyek harus tidak
terhalangi. Untuk daerah yang bergunung hal ini sangat sulit dilakukan. SRTM memiliki 0.2%
data yang tidak terliputi dimuka bumi karena berupa pegunungan. Beberapa teknik telah
dikembangkan untuk menutupi kekurangan ini. Salah satunya adalah dengan menggunakan
algoritma otomatis dengan SRTM filler.
SRTM merupakan suatu citra yang dapat menunjukkan bentuk permukaan bumi berupa
berupa elevasi permukaan bumi dalam bentuk data digital. SRTM dapat menunjukkan elevasi
dari topografi bumi dengan cakupan global. Data SRTM memiliki akurasi yang akurat karena
data didapatkan dari hasil pengambilan data satelit. Data SRTM memiliki banyak manfaat pada
pembuatan peta 2D secara digital. Salah satu pemanfaatan data SRTM adalah pada pembuatan
peta kontur secara digital. DEM yang dihasilkan oleh SRTM banyak dimanfaatkan dalam
analisis dengan menggunakan data ketinggian. Data SRTM dapat digunakan dalam pemetaan
skala menengah sampai menengah (Mahmudi et al., 2015).
DEM merupakan singkatan dari Digital Elevation Model. DEM merupakan suatu model
dari ketinggian permukaan bumi yang disajikan dalam bentuk digital. DEM adalah suatu model
digital yang menggambarkan bentuk permukaan bumi dalam bentuk tiga dimensi (3D). DEM
juga merupakan suatu file yang dapat menampung titik-titik ketinggian dari suatu permukaan.
Salah satu kelebihan model elevasi dari DEM adalah mampu memvisualisasikan tampilan peta
dalam bentuk 3 dimensi. Kelebihan tersebut merupakan pembeda yang paling menonjol antara
peta konvensional dengan DEM. Teknik pembentukan DEM adalah dengan cara pengukuran
pada suatu model objek yang dapat dilakukan dengan citra kemudian direkonstruksikan dalam
bentuk model stereo (Indarto dan Debby, 2014).
Data SRTM dapat dengan mudah diakses dan diunduh secara gratis pada beberapa situs
seperti USGS dan NASA. Data SRTM yang dapat diunduh secara mudah disediakan dalam
format .hgt. SRTM dapat menunjukkan data penginderaan jauh berupa elevasi atau ketinggian
permukaan bumi. Data SRTM yang menunjukkan elevasi permukaan bumi dikenal dengan nama
DEM (Digital Elevation Model). Data SRTM didapatkan dari mengambilan data menggunakan
radar yang terdapat pada satelit yang mengitari orbit bumi. Data tersebut dapat diakses dan
diunduh secara gratis dari situs penyedia data SRTM dalam bentuk data digital. Hasil dari data
SRTM yang cukup akurat dan dapat diunduh secara gratis menjadikan data SRTM banyak
dimanfaatkan dalam pembuatan peta digital yang membutuhkan data ketinggian permukaan
muka bumi (Indarto et al., 2012).
Menurut Islam et al. (2017), SRTM atau Shuttle Radar Topography Mission merupakan
pesawat ulang-alik yang mempunyai misi untuk mendapatkan data penginderaan jauh berupa
elevasi atau ketinggian permukaan bumi. DEM atau Digital Elevation Model adalah data yang
diperoleh dari SRTM. SRTM merupakan alat yang digunakan untuk memperoleh data DEM.
Amin, M. B. 2015. pemanfaatan teknologi lidar dalam analisis genangan banjir akibat luapan
sungai berdasarkan simulasi model hidrodinamik. info teknik. 16(1) : 21-32.
Eriyanto, D., E. Priadi, dan B. Purwoko. 2016. Pemetaan Konsistensi Tanah Berdasarkan Nilai
N-SPT Di Kota Pontianak. Jurnal Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Tanjung Pura, 3(3)
: 1-12.
Hakim, L., N. Ismail., dan Faisal. 2017. kajian awal penentuan daerah prospek panas bumi di
gunung bur ni telong berdasarkan analisis data DEM SRTM dan Citra Landsat 8. jurnal
rekayasa elektrika. 13(3) : 125-132.
Hamdani, H., S. Permana, dan A. Susetyaningsih. 2014. Analisa Daerah Rawan Banjir
Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Pulau Bangka). Jurnal
Konstruksi, vol 12(1) : 1-13.
Handayani, L.,Dadan D.W. 2017. Eksplorasi Gayaberat Untuk Airtanah Dan Topografi Batuan
Dasar Di Daerah Serang, Banten. Jurnal riset geologi dan pertambangan. Pusat Penelitian
Geoteknologi LIPI.
Hidayat, s., Fitriyah, Bakar M.A., Phusunti N. 2019. Pirolisis Alang – Alang (Imperata
Cilindrica) Sebagai Bioenergi Di Provinsi Banten Indonesia. Jurnal Kebijakan
Pembangunan Daerah, Vol.3, No.1, Juni 2019, Hal. 60 – 79 p-ISSN: 2597-4971.
Indarto dan D. R. Prasetyo. 2014. Pembuatan Digital Elevation Model Resolusi 10m dari Peta
RBI dan Survei GPS dengan Algoritma ANUDEM. Jurnal Keteknikan Pertanian, vol
2(1) : 55-63.
Indarto, B.Soesanto, D.R.Prasetyo. 2012. Pembuatan Digital Elevation Model (DEM) Dengan
Ketelitian Pixel ( 10 Meter x 10 Meter ) Secara Manual di Sub-Das Rawatamtu. Jurnal
Agrotek, vol 6(1): 78-89.
Islam, L. J. F., Y. Prasetyo., dan B. Sudarsono. 2017. analisis penurunan muka tanah (land
subsidence) kota semarang menggunakan citra sentinel-1 berdasarkan metode dinsar pada
perangkat lunak snap. jurnal geodesi undip. 6(2) : 29-36.
Julzarika A. 2009. Pemodelan 3D Pulau Batu Mandi Menggunakan Digital Elevation Model
(DEM) Turunan Digital Surface Model (DSM) Shuttle Radar Tophography Mission
(SRTM) 90 Dengan Interpolasi Cokriging. Jurnal Penginderaan Jauh, vol 6(1): 22-31.
Kusumanto R.D., A.N. Tompunu. 2011. Pengolahan Citra Digital Untuk Mendeteksi Obyek
Menggunakan Pengolahan Warna Model Normalisasi RGB. Seminar Nasional Teknologi
Informasi & Komunikasi Terapan.
Maulana, P. 2017. Perancangan Interior Hotel Dengan Pendekatan Urban Heritage Di Bandung.
e-Proceeding of Art & Design : Vol.4, No.3 Desember 2017.
Oktaviani, N.A.2018.Wilayah kesesuaian lahan untuk tanaman lada. Wilayah Kesesuaian Lahan
Untuk Tanaman Lada, Studi Kasus di Provinsi Banten.Universitas Indonesia.
Paundra Ksatrio Wahyutomo, Andri Suprayogi, Arwan Putra Wijaya. 2016. Aplikasi Sistem
Informasi Geografis Berbasis Web Untuk Persebaran Kantor Pos di Kota Semarang
dengan Google Maps API. Jurnal Geodesi Undip.,Vol 5(3) : 73.
Permata E. 2016. Identifikasi Obyek Benda Tajam Menggunakan Pengolahan Citra Digital
Pada Citra X-Ray. Jurnal Ilmiah Pendidikan Teknik Elektro, vol 1(1): 1-14
Prahasta, E. 2002, Konsep-konsep Dasar SIG, Informatika, Bandung : Informatika.
Pustikawati, M., Yar J., Dede M. 2016. Kajian Ekosistem Terumbu Karang Untuk
Pengembangan Ekowisata Bahari Pulau Tikus Bengkulu. Jurnal Enggano Vol. 1, No. 1,
April 2016: 113-119.
Raharjo, P. P., dan A. T. S. Haji. 2017. Implementasi Persamaan Moore and Burch untuk
Menentukan Indeks Erosi Potensial pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Babakan
Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Jurnal Reka Buana, vol 2(2) : 161-170.
Santoro, Yamin M. Mahrus M. 2019. Penyuluhan Tentang Mitigasi Bencana Tsunami Berbasis
Hutan Mangrove Di Desa Ketapang Raya Kecamatan Keruak Lombok Timur. Jurnal
Pengabdian Magister Pendidikan IPA.
Sari S.N.D., A. Fadli. 2014. Sistem Identifikasi Citra Jahe (Zingiber Officinale) Menggunakan
Metode Jarak Czekanowski. Jurnal Sarjana Teknik Informatika, vol 2(2).
Sari, E.P., Sri D. Syahril Y. 2018. Pengaruh Pemanfaatan Museum Sebagai Sumber Belajar
Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pakaian Adat Tradisional Bengkulu Di SD
Negeri 5 Kota Bengkulu. Jurnal Riset Pendidikan Dasar, 1 (2) : 126 – 132.
Suryani, I., Tri T.S. 2018. Strategi Destination Branding Event Budaya Pemerintah Kota
Bandung Sebagai Magnet Pariwisata. Jurnal AKRAB JUARA Volume 3 Nomor 4 Edisi
November 2018 (56-70).
Syazali, M. Agil A.A., Gito H., 2017. Densitas Amfibi Di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Jurnal Biologi Tropis, Januari-Juni 2017: Volume 17 (2).