Anda di halaman 1dari 33

Analisis Tata Kelola Perusahaan

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

PELAPORAN TATA KELOLA PERUSAHAAN


UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 2021

Disusun Oleh :

1842067 Fiorentina
1842095 Jessica
1842096 Ivy Lee
1842119 Felicia Aw
1842121 Alice

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS INTERNASIONAL BATAM
BATAM
2021

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................3
BAB II KAJIAN TEORI.....................................................................................................................4
2.1 Kode Etik dan Budaya Perusahaan....................................................................................4
2.2 Badan Usaha Milik Negara (BUMN)..................................................................................4
2.3 Prinsip dan Manfaat Penerapan Tata Kelola Perusahaan................................................4
2.4 Peranan Dewan Komisaris Dalam Penerapan Tata Kelola Perusahaan..........................4
2.5 Peranan Dewan Komisaris Dalam Penerapan Tata Kelola Perusahaan..........................4
2.6 Peranan Audit Internal dan Audit Eksternal Dalam Penerapan Tata Kelola
Perusahaan...........................................................................................................................4
2.7 Pengungkapan Laporan Keuangan Perusahaan................................................................4
BAB III ANALISIS PEMBAHASAN TEORI...................................................................................5
3.1 Kode Etik dan Budaya Perusahaan....................................................................................5
3.2 Badan Usaha Milik Negara (BUMN)..................................................................................5
3.3 Prinsip dan Manfaat Penerapan Tata Kelola Perusahaan................................................5
3.4 Peranan Dewan Komisaris Dalam Penerapan Tata Kelola Perusahaan..........................5
3.5 Peranan Dewan Komisaris Dalam Penerapan Tata Kelola Perusahaan..........................5
3.6 Peranan Audit Internal dan Audit Eksternal Dalam Penerapan Tata Kelola
Perusahaan...........................................................................................................................5
3.7 Pengungkapan Laporan Keuangan Perusahaan................................................................5
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................................................6
BAB V PEMBAGIAN TUGAS...........................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Kode Etik dan Budaya Perusahaan

2.2 Badan Usaha Milik Negara (BUMN)


Badan Usaha Milik Negara atau yang dikenal sebagai BUMN adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha
Milik Negara, 2003).
BUMN diklasifikasikan menjadi dua, yaitu perusahaan perseroan (persero)
dan perusahaan umum (perum). Menurut PER-01/MBU/2011 Tentang Penerapan
Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha
Milik Negara, perusahaan perseroan adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas
yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima
puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan
utamanya mengejar keuntungan. Sedangkan perusahaan umum adalah BUMN yang
seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk
kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan
sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Dari
pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan perseroan dimiliki oleh
negara dalam persentase saham yang paling sedikit 51% sedangkan perusahaan umum
tidak dimiliki oleh negara dalam bentuk saham perusahaan.
Tujuan dan maksudnya adanya BUMN tertera dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara
dimana yang dimaksud adalah memberikan sumbangan bagi perkembangan
perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya,
mengejar keuntungan, menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan
barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup
orang banyak, menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat
dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi, serta turut aktif memberikan bimbingan
dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Keterkaitan antara tata kelola perusahaan dengan BUMN terjadi ketika pada
masa krisis ekonomi Indonesia pada tahun 1990-an, pemerintah berharap untuk
mengawali perbaikan ekonomi (economy recovery) dan reformasi BUMN dengan
pemberlakuan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) No.KEP-
117/M-MBU/2002 tentang kewajiban penerapan praktik Good Corporate Governance
pada BUMN (Pahlevi et al., 2016). Berbagai prinsip tata kelola perusahaan yang
diterapkan pada BUMN dengan tujuan untuk:
1) Mengoptimalkan nilai BUMN agar perusahaan memiliki daya saing yang
kuat, baik secara nasional maupun internasional, sehingga mampu
mempertahankan keberadaannya dan hidup berkelanjutan untuk mencapai
maksud dan tujuan BUMN
2) Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, efisien, dan efektif,
serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ
Persero atau organ Perum
3) Mendorong agar organ Persero atau organ Perum dalam membuat
keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, serta kesadaran akan
adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap Pemangku Kepentingan
maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN
4) Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional
5) Meningkatkan iklim yang kondusif bagi perkembangan investasi nasional.
Dalam menjalankan tata kelola perusahaan BUMN dibutuhkan struktur dan
proses dimana struktur melibatkan Pemegang Saham, RUPS, Dewan Komisaris, dan
Manajemen sedangkan proses adalah kegiatan dalam perusahaan terdapat pada
berbagai manual yang disusunnya (Muslih & Rahadi, 2019). Maka dari itu dapat
disimpulkan bahwa BUMN dalam menjalankan tata kelola perusahaannya untuk
meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan dalam nilai pemegang
saham membutuhkan kerjasama antar organ perusahaan dalam proses kegiatan-
kegiatan yang terjadi di dalam perusahaan.

2.3 Prinsip dan Manfaat Penerapan Tata Kelola Perusahaan

2.4 Peranan Dewan Komisaris Dalam Penerapan Tata Kelola Perusahaan


Organ perusahaan merupakan salah satu hal terpenting supaya dapat
mengoperasionalkan kegiatan atau aktivitas perusahaan serta menerapkan tata kelola
perusahaan yang baik. Di dalam organ perusahaan ada dewan komisaris atau raad van
commissarisen yang merupakan lembaga pengawasan semata-mata untuk kepentingan
perseroan, dan tidak lagi bertindak atas nama pemegang saham, tetapi harus
mempertahankan kepentingan perseroan terhadap siapa saja, termasuk pemegang
saham (Rifai, 2009). Komisaris adalah organ Persero yang bertugas melakukan
pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan
pengurusan Persero (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003
Tentang Badan Usaha Milik Negara, 2003). Pada pasal 6 pula tercantumkan bahwa
dalam melaksanakan tugasnya, Komisaris dan Dewan Pengawas harus mematuhi
Anggaran Dasar BUMN dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta wajib
melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian,
akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran.
Komposisi dewan komisaris setiap perusahaan biasanya meliputi komisaris
utama, anggota komisaris dan komisaris independen. Didalam anggota dewan
komisaris tentu memiliki seorang pemimpin yang menjabati komisaris utama. Namun,
hal tersebut tidak menutupi kemungkinan adanya afiliasi dengan organ perusahaan
lainnya. Sehingga dibutuhkan komisaris independen sebagai komisaris yang pendapat
dan suaranya tidak dapat dipengaruhi oleh hubungannya dengan organ perusahaan.
Keberadaan komisaris independen telah diatur Bursa Efek Jakarta melalui peraturan
BEJ Tanggal 1 Juli 2000. Dikemukakan bahwa perusahaan yang terdaftar di bursa
harus mempunyai komisaris independen yang secara profesional sama dengan jumlah
saham yang dimiliki pemegang saham minoritas (bukan controlling shareholders).
Dalam peraturan ini, persyaratan jumlah minimal komisaris independen adalah 30%
dari seluruh anggota dewan komisaris (Fransisca W, 2013).
Dewan komisaris berbeda dengan dewan direksi. Dari tanggung jawab,
manajemen yang bertanggungjawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya
saing perusahaan, sedangkan dewan komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi
manajemen, maka dewan komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan
perusahaan. Maka hal ini dapat membuktikan pernyataan dari FCGI (Forum for
Corporate Governance in Indonesia) bahwa dewan komisaris memegang peranan
yang sangat penting dalam perusahaan, terutama dalam pelaksanaan Good Corporate
Governance (Rahmawati et al., 2017).
Dewan Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan
operasional, kecuali apabila ditentukan lain berdasarkan ketentuan UUPT dan
Anggaran Dasar. Namun demikian, Dewan Komisaris dapat turut serta mengambil
keputusan dalam hal terdapat suatu usulan Direksi mengenai rancana tindakan atau
rencana strategis yang akan dilakukan oleh Perusahaan (Kebijakan Tata Kelola
Perusahaan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, 2019).
2.5 Peranan Dewan Direksi Dalam Penerapan Tata Kelola Perusahaan
Perusahaan adalah lembaga ekonomi yang didirikan oleh pemilik untuk
mendapat keuntungan. Perusahaan memberi kontribusi besar kepada pertumbuhan
dan perkembangan ekonomi yang akan mengarah kepada perbaikan standar hidup dan
turunnya angka kemiskinan. Menurut Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Perseroan
Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, “Direksi adalah organ perseroan yang berwenang
dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan
perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik
di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar”.
(Wikisource, 2007).
Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang, dan, bertanggung, jawab,
penuh, atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan (Septiana et al., 2016).
Dewan Direksi bertugas dan bertanggung jawab dalam mengelola perusahaan dan
dituntut untuk dapat melaksanakan tugasnya serta mampu mengambil keputusan
sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Jumlah dewan direksi telah diatur dalam
UUD RI Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Pasal 92 ayat 3 dan 4,
yang menyatakan bahwa jumlah direksi pada perseroan terdiri atas 1 anggota, namun
untuk perusahaan yang berkaitan dengan menghimpun/mengelola dana maka jumlah
direksi minimal 2 orang anggota.
Sekelompok individu yang dipilih sebagai atau dipilih untuk bertindak sebagai
perwakilan para pemegang saham untuk membangun aturan yang terkait dengan
manajemen Perusahaan dan membuat keputusan-keputusan penting
Perusahaan.Keputusan-keputusan tersebut menyangkut pengangkatan para eksekutif
Perusahaan, memilih peraturan dan kompensasi atas para eksekutif tersebut. Setiap
Perusahaan Terbuka harus memiliki Dewan Direksi (Hanas, 2009).
Dengan demikian direksi adalah salah satu pihak yang bertanggung jawab
untuk pengurusan perseroan sesuai dengan tujuan perseroan. Hal ini dikarenakan
“direksi adalah trustee sekaligus agent bagi perseroan terbatas. Dikatakan sebagai
trustee karena direksi melakukan pengurusan terhadap harta kekayaan perseroan, dan
perseroan (Muskibah, 2014).
Secara tradisional, direktur terbagi manjadi dua, yaitu executive directors dan
non-executive directors. Biasanya executive directors adalah seorang direktur yang
berdedikasi penuh dalam peranan yang berkaitan dengan manajemen Perusahaan.
Non-executive directors adalah pihak eksternal yang masuk ke dalam jajaran
manajemen atas keahliannya dan memberikan pandangan yang lebih netral dalam
pengambilan keputusan strategis. Pada tahun 1990-an, banyak perusahaan
memfokuskan diri dalam peningkatan jumlah dan peranan non- executive directors
dalam perusahaan terbuka dengan harapan pandangan yang netral lebih membatasi
penyimpangan dan ego perusahaan dan mengurangi kemungkinan timbulnya kembali
skandal besar perusahaan. Dalam praktiknya, executive directors lebih mendominasi
Rapat Umum dengan kebijakannnya yang lebih familiar dengan Perusahaan dan
pekerjaan-pekerjaan internalnya (Hanas, 2009).
Direktur diangkat dan diberhentikan dengan persetujuan dari RUPS yang
kemudian dilaporkan kepada Menteri Hukum dan HAM untuk dicatatkan dalam
daftar wajib perusahaan atas pergantian direktur. Dalam pengangkatan direktur
diusulkan oleh anggota RUPS yang memiliki wewenang untuk mengusulkan direktur.
Tugas dan tanggung jawab direksi adalah tugas dan tanggung jawab direksi sebagai
suatu organ, yang merupakan tanggung jawab kolegial antara sesama anggota direksi
terhadap perseroan. Ini berarti setiap tindakan yang diambil atau dilakukan oleh salah
satu atau lebih anggota direksi akan mengikat anggota direksi lainnya. Akan tetapi
tidak berarti tidak diperkenankannya terjadi pembagian tugas di antara anggota
direksi.
Direksi bertanggung jawab penuh atas manajemen perusahaan. Setiap anggota
direksi bertanggung jawab penuh dan secara pribadi jika ia bersalah atau lalai dalam
menjalankan tugas-tugasnya. Dalam melaksanakan tugasnya, direksi harus mematuhi
anggaran dasar perseroan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam
hal ini direksi harus menjalankan tugas-tugasnya dengan itikad baik dan penuh
tanggung jawab (Muskibah, 2014). Direktur bertanggung jawab atas kerugian
Perseroan yang disebabkan direktur tidak menjalankan kepengurusan Perseroan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan anggaran dasar, kebijakan yang tepat dalam
menjalankan PT serta UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Atas
kerugian Perseroan, direktur akan dimintakan pertanggungjawabannya baik secara
perdata maupun pidana (Hanas, 2009)
Pada umumnya direktur memiliki tugas antara lain:
A) Eksternal
 mewakili Perseroan atas nama perseroan untuk melakukan bisnis
dengan perusahaan lain
 mewakili Perseroan dalam perkara pengadilan
B) Internal
 mengurus dan mengelola Perseroan untuk kepentingan Perseroan yang
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
 menjalankan kepengurusan Perseroan sesuai dengan kebijakan yang
tepat (keahlian, peluang, dan kelaziman usaha) yang ditentukan dalam
UU Perseroan Terbatas dan anggaran dasar Perseroan.
 memimpin perusahaan dengan menerbitkan kebijakan-kebijakan
perusahaan
 memilih, menetapkan, mengawasi tugas dari karyawan dan kepala
bagian (manajer)
 menyetujui anggaran tahunan perusahaan
 menyampaikan laporan kepada pemegang saham atas kinerja
perusahaan
Dalam kaitannya dengan Good Corporate Governance (GCG), direksi
dipandang sebagai kunci utama keberhasilan penerapan prinsip- prinsip GCG. Secara
teoritis harus diakui bahwa dengan melaksanakan prinsip-prinsip GCG ada beberapa
manfaat yang bisa diambil yakni :
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang baik.
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah yang pada
akhirnya akan meningkatkan corporate value
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia
4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus
akan meningkatkan shareholders.
2.6 Peranan Audit Internal dan Audit Eksternal Dalam Penerapan Tata Kelola
Perusahaan
Audit Internal
Audit Internal adalah suatu fungsi penilaian yang dilakukan oleh orang dalam
bagian perusahaan terhadap seluruh operasional yang terjadi di perusahaan guna
membantu pihak manajemen dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Kegiatan
Audit Internal adalah untuk menilai dan memberikan rekomendasi guna
meningkatkan proses tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance), agar
proses tersebut mampu mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh
perusahaan.
Peran Audit Internal yang independen sangat penting dalam penerapan Good
Corporate Governance di perusahaan. Auditor internal yang independen berfungsi
untuk mengawasi jalannya perusahaan dengan memastikan bahwa perusahaan
tersebut telah melakukan praktik dalam penerapan prinsip Good Corporate
Governance di dalam perusahaan yang meliputi accountability, responsibility,
transparency, independency, serta fairness. Ini merupakan upaya agar tercipta
keseimbangan antar kepentingan dari para stakeholder, karyawan perusahaan,
suppliers, pemerintah, konsumen yang merupakan indikator tercapainya
keseimbangan kepentingan, sehingga benturan kepentingan yang terjadi dapat
diarahkan dan dikontrol serta tidak menimbulkan kerugian pada masing-masing
pihak.
Sejalan dengan berkembangnya profesi Audit Internal dalam era globalisasi,
perubahan persepsi dan paradigma mengenai Audit Internal telah mengalami
perubahan yang cukup signifikan. Salah satu contoh adalah menyangkut fungsi dari
Audit Internal yang dahulu dipandang sebagai watchdog dan “si pencari kesalahan”
kini lebih dipandang sebagai konsultan (pemberi rekomendasi). Namun dalam
praktiknya masih terdapat pelaksanaan Audit Internal yang bersifat konvensional dan
bersikap sebagai “mata telinga” pimpinan organisasi. Bahkan ada yang
mempersepsikan Auditor Internal sebagai “si pencari kesalahan” ataupun “anjing
pengawas” pimpinan. Tentunya persepsi tersebut dapat menghambat kinerja auditor
internal, yang berimbas kepada dukungan yang terjalin baik yaitu sebagai mitra yang
mengarah kepada Control Self Assesment (CSA) dalam organisasi dan bersama
dengan manajer lainnya untuk mencapai tujuan organisasi (Suhartono & Yenny
Sugiarti, S.E., M.Ak., 2016).
Skala usaha dan sumber daya yang dikelola yang berdampak terhadap
tingginya volume transaksi, ketergantungan manajemen terhadap informasi yang
reliabel, dan adanya tuntutan regulasi telah menempatkan audit internal sebagai fungsi
yang terintegrasi dalam organisasi. Bagi organisasi bank, fungsi audit internalnya
ditetapkan berdasarkan peraturan Bank Indonesia, yaitu PBI No 1/6/PBI/1999 pasal 8
(1) dan pasal 9 yang menyatakan bahwa bank wajib menerapkan fungsi audit internal
bank (pasal 8 (1)) dengan membentuk Satuan Kerja Audit Intern – SKAI (pasal 9).
Lebih khusus lagi bagi bank umum milik pemerintah (BUMN) harus tunduk kepada
PP No 3 Th 1983 pasal 45 (1) yang dijabarkan lebih lanjut melalui Permen BUMN
No PER-01/BMU/2011 pasal 28 (2) yang menyebutkan adanya keharusan bagi
BUMN untuk membentuk Satuan Pengawasan Internal – SPI yang merupakan
aparatur pengawas fungsional.
Audit internal dibangun dalam suatu organisasi sebagai bagian/unit tersendiri
yang bekerja secara mandiri dengan maksud untuk membantu manajemen/ organisasi
mencapai tujuannya. The Institute of Internal Auditors (Pitt, 2014) mendefinisikan
audit internal sebagai aktivitas penjaminan dan konsultasi yang dilakukan secara
independen dan objektif yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan
memperbaiki operasi organisasi. Aktivitas yang dimaksud dimaksudkan untuk
membantu organisasi mencapai tujuannya dengan cara melakukan evaluasi secara
sistematis dan terarah untuk memperbaiki efektivitas pengelolaan risiko,
pengendalian, dan proses governance (Rustendi, 2018).
Berdasarkan definisi tersebut, ruang lingkup audit internal meliputi evaluasi
dan perbaikan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian, dan proses governance.
Aktivitas audit internal yang dimaksud diberikan dalam bentuk jasa penjaminan
(assurance) dan jasa konsultasi. Jasa penjaminan (assurance) merupakan aktivitas
penilaian secara independen atas bukti audit untuk memberikan pendapat atau
kesimpulan yang objektif mengenai operasi, fungsi, proses, sistem, dan masalah
lainnya dalam organisasi/entitas. Sedangkan jasa konsultasi merupakan aktivitas
pemberian advis/saran secara objektif berdasarkan permintaan manajemen/pihak yang
berkepentingan.
Aktivitas audit internal harus dilaksanakan secara independen dan objektif.
Independensi auditor internal mengacu kepada status organisasional dimana bagian
audit internal ditempatkan, dan bertanggungjawab kepada manajemen puncak (misal :
direktur utama) yang memiliki kewenangan dan tanggungjawab untuk mendukung
fungsi audit internal. Sementara itu, objektivitas auditor internal mengacu kepada
pemisahan organisasional yang mana auditor internal melaksanakan fungsi staf hanya
pada bidang pengauditan sehingga auditor internal memiliki sikap mental independen,
tidak memihak dan tidak bias. Moeller (2009) menegaskan pandangan Victor Brink
bahwa auditor internal harus terbebas dari restriksi yang membatasi ruang lingkup dan
efektivitas review, ataupun dalam pelaporan temuan audit dan kesimpulannya.
Aktivitas audit internal terkait jasa penjaminan dan konsultasi yang dilaksanakan
dengan pendekatan yang sistematis dan terarah dalam evaluasi dan perbaikannya
mengandung makna bahwa auditor internal melaksanakan pekerjaannya dengan
kecakapan dan ketelitian profesional. Dalam hal ini, auditor harus kompeten baik
secara individual maupun organisasional, dan melaksanakan setiap tahapan pekerjaan
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pelaporan/pengkomunikasian hasil audit,
dan tindak lanjut audit, secara sistematis dan terarah.
Secara keseluruhan, organisasi/ manajemen harus melakukan penjaminan
mutu dan pengembangan program fungsi audit internalnya melalui mekanisme
penilaian internal dan eksternal. Penilaian internal merupakan aktivitas supervisi,
review, dan pengukuran aktivitas audit internal oleh manajemen, serta penilaian
sendiri (self-assessments) secara periodik oleh pejabat dalam organiasi yang memiliki
pengetahuan memadai tentang praktek audit internal. Sedangkan penilaian eksternal
merupakan review oleh pihak asesor/penilai independen yang dilakukan setidaknya 5
(lima) tahun sekali. Hasil penilaian atas penjaminan mutu dan pengembangan
program fungsi audit internal harus dilaporkan kepada senior manajemen dan dewan
komisaris (Rustendi, 2018).
Standar Profesional Audit Internal
1. Independensi
Menurut Kusumawati, Halim, & wulandari, (2016) yang dimaksud dengan
independensi seorang auditor adalah auditor internal harus mandiri dan terpisah dari
berbagai kegiatan yang diperiksa. Auditor internal dianggap mandiri apabila dapat
melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian auditor internal
sangat penting terutama dalam memberikan penilaian yang tidak memihak (netral).
Sedangkan menurut Suhayati (2009) pengertian Independensi adalah cara pandang
yang tidak memihak di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan
penyusunan laporan audit. Sikap mental independen tersebut harus meliputi
Independece in fact dan independence in appearance”.
2. Kemampuan Profesional
Kemampuan profesional adalah tanggung jawab bagian audit internal dan
setiap auditor internal. Pimpinan audit internal dalam setiap pemeriksaan haruslah
menugaskan orang-orang secara bersama atau keseluruhan memiliki pengetahuan,
kemampuan, dan berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan
pemeriksaan secara tepat dan pantas (Kusumawati et al., 2016).
3. Lingkup Pekerjaan
Ruang lingkup pekerjaan audit internal meliputi pengujian dan evaluasi
terhadap kecukupan dan keefektivan sistem pengendalian internal yang dimiliki oleh
perusahaan dan kualitas pelaksanaan tanggung jawab. Sedangkan menurut
Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2005) auditor internal harus
mengidentifikasi, menganalisis, dan mendokumentasikan informasi yang memadai
untuk mencapai tujuan penugasan (Kusumawati et al., 2016).
4. Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan
Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan adalah kegiatan pemeriksaan harus
meliputi perencanaan pemeriksaan, pengujian dan pengevaluasian informasi,
pemberitahuan hasil dan menindaklanjuti (follow up). Pelaksanaan kegiatan
pemeriksaan menurut dapat dijelaskan sebagai berikut :
A. Perencanaan kegiatan pemeriksaan
Audit internal harus terlebih dahulu melakukan perencanaan pemeriksaan dengan
meliputi :
1. Penerapan tujuan pemeriksaan dan lingkup pekerjaan.
2. Memperoleh informasi dasar tentang yang akan diperiksa
3. Menentukan tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan.
4. Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu.
5. Manajemen Bagian Audit Internal
Manajemen bagian audit internal dinyatakan bahwa pimpinan audit internal
harus mengelola bagian audit internal secara tepat (Kusumawati et al., 2016).
Pimpinan audit internal bertanggung jawab mengelola bagian audit internal,
sehingga :
A. Pekerjaan pemeriksaan memenuhi tujuan umum dan tanggung jawab yang
disetujui oleh manajemen senior dan diterima oleh dewan.
B. Sumber daya bagian audit internal digunakan secara efisien dan efektif.
Pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan dilakukan sesuai dengan standar profesi.
Audit Eksternal
Audit eksternal adalah pihak ahli dan independen yang memberikan nilai
tambah bagi laporan keuangan perusahaan, karena pada akhirnya ia akan memberikan
pendapat mengenai kemajuan posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan
laporan arus kas (Merawati & Hatta, 2015). Audit eksternal dilakukan oleh KAP. Ada
4 perusahaan yang termasuk dalam Big4 sebagai perusahaan audit yang ternama dan
terpercaya yaitu Deloitte, Ernst & Young (EY), PricewaterhouseCoopers (PwC), dan
Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG). Perusahaan tersebut biasanya bekerja
sama dengan berbagai perusahaan di setiap negara seperti di Indonesia ada KAP
Imelda & Rekan yang bekerja sama dengan Deloitte, sehingga kualitas audit dinilai
lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak berafiliasi dengan big4.
Tanggung jawab auditor eksternal dalam tata kelola perusahaan adalah untuk
menyediakan opini atas pengungkapan laporan keuangan sesuai dengan standar dan
prinsip akuntansi yang ada seperti di Indonesia ada PSAK (Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan). Opini dari auditor eksternal merupakan hal yang dapat
diterima dalam tata kelola perusahaan yang baik untuk memberikan saran kepada
orang untuk berperilaku seperti direktur independen dalam menjalani perusahaan
dengan arah yang benar, melindungi transparansi dan akuntanbilitas serta standar
kinerja bagi pemegang saham, kreditor dan perlindungan bagi pemegang saham (Vaz
Ferreira, 2019).
Auditor melaksanakan kegiatan audit berdasarkan standar profesional akuntan
publik (SPAP). Dari SPAP terdiri dari berbagai standar audit seperti SA 230 yang
mengatur dokumentasi audit, SA 500 mengenai bukti audit, SA 620 mengenai
penggunaan pekerjaan pakar auditor dan standar audit lain-lainnya. Sehingga ketika
seorang auditor melakukan kesalahan akan dikenakan sanksi berdasarkan standar
audit yang telah ada.
2.7 Transparansi dan Pengungkapan Laporan Keuangan Perusahaan
Secara konseptual, pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan
keuangan. Secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses
akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statemen
keuangan.
Kerangka konseptual telah menetapkan bahwa investor dan kreditor
merupakan pihak yang dituju oleh pelaporan keuangan, sehingga pengungkapan
ditujukan terutama untuk mereka. Namun, pengungkapan yang dilakukan perusahaan
pada dasarnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi para pemangku
kepentingan, seperti investor, kreditor, pemerintah, masyarakat dan pihak-pihak lain
yang terkait. Oleh karena itu, pengungkapan menuntut lebih dari sekedar pelaporan
keuangan tetapi meliputi pula penyampaian informasi kuantitatif, maupun kualitatif.
Beragam pihak yang dituju dan model pengambilan keputusan yang kurang dapat
diidentifikasi, pengungkapan cenderung untuk meluas dan jarang menjadi sempit atau
spesifik (Wahyudi, 2017).
Dalam buku Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan menyatakan
bahwa secara umum, tujuan pengungkapan adalah menyajikan informasi yang
dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan untuk melayani
berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda. Dalam
implementasinya, investor dan kreditor bervariasi dalam hal kecanggihannya
(sophistication). Hal ini dikarenakan pasar modal merupakan sarana utama
pemenuhan dana dari masyarakat, sehingga pengungkapan dapat diwajibkan untuk
melindungi (protective), informatif (informative), dan melayani kebutuhan khusus
(differential).
1. Tujuan Melindungi
Tujuan melindungi dilandasi oleh gagasan bahwa tidak semua pemakai cukup
canggih sehingga pemakai yang naïf perlu dilindungi dengan mengungkapkan
informasi yang mereka tidak mungkin memperolehnya atau tidak mungkin
mengolah informasi untuk menangkap substansi ekonomi yang melandasi suatu
pos statemen keuangan. Dengan kata lain, pengungkapan dimaksudkan untuk
melindungi perlakuan manajemen yang mungkin kurang adil dan terbuka (unfair).
Dengan tujuan ini, tingkat dan volume pengungkapan akan menjadi tinggi.
2. Tujuan Informatif
Tujuan informatif dilandasi oleh gagasan bahwa pemakai yang dituju sudah jelas
dengan tingkat kecanggihan tertentu. Dengan demikian, pengungkapan diarahkan
untuk menyediakan informasi yang dapat membantu keefektifan pengambilan
keputusan pemakai tersebut.
3. Tujuan Kebutuhan Khusus
Tujuan ini merupakan gabungan dari tujuan perlindungan publik dan tujuan
informatif. Apa yang harus diungkapkan kepada publik dibatasi dengan apa yang
dipandang bermanfaat bagi pemakai yang dituju sementara untuk tujuan
pengawasan, informasi tertentu harus isampaikan kepada badan pengawas
berdasarkan peraturan melalui formulir-formulir yang menuntut pengungkapan
secara rinci.
Di sisi lain, dalam buku Accounting Theory, menjelaskan bahwa tujuan dari
pengungkapan diantaranya:
1. Untuk memberikan informasi yang akan membantu investor dan kreditor
menilai resiko dan potensial dari hal-hal yang diakui dan tidak diakui.
2. Untuk membantu para investor menilai pengembalian dari investasi mereka.
Sifat pengungkapan yang dilakukan perusahaan terbagi menjadi dua, yakni
pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) dan pengungkapan wajib
(discretionary disclosure). Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan yang
dilakukan perusahaan di luar apa yang diwajibkan oleh standar akuntansi atau
peraturan badan pengawas. Sebaliknya, pengungkapan wajib adalah
pengungkapan yang dilakukan perusahaan atas apa yang diwajibkan oleh standar
akuntansi atau peraturan badan pengawas (Eko Susilo Haryadi, 2015).
Metode pengungkapan berkaitan dengan masalah bagaimana secara teknis
informasi disajikan kepada pemakai dalam satu perangkat statemen keuangan
beserta informasi lain yang berpaut. Informasi dapat disajikan dalam pelaporan
keuangan diantaranya sebagai: pos statemen keuangan, catatan kaki (catatan atas
statemen keuangan), penggunaan istilah teknis (terminologi), penjelasan dalam
kurung, lampiran, penjelasan auditor dalam laporan auditor, dan komunikasi
manajemen dalam bentuk surat atau pernyataan resmi (Dini et al., 2018).
Dalam SFAC No. 1, FASB menyebutkan bahwa tujuan pelaporan keuangan
(financial reporting) tidak terbatas pada isi dari laporan keuangan (financial
statement). Dengan kata lain, cakupan pelaporan keuangan adalah lebih luas
dibandingkan laporan keuangan. FASB menyebutkan pelaporan keuangan
mencakup tidak hanya laporan keuangan tetapi juga media pelaporan informasi
lainnya, yang berkaitan langsung atau tidak langsung, dengan informasi yang
disediakan oleh sistem akuntansi yaitu informasi tentang sumber-sumber
ekonomi, hutang, laba periodik dan lain-lain (Wahyudi, 2017).
Tujuan dari pelaporan keuangan yang terdapat dalam SFAC No. 1 dapat
dijabarkan sebagai berikut:
2. Pelaporan keuangan memberikan informasi yang bermanfaat bagi investor
dan kreditor, dan pemakai lainnya dalam pengambilan keputusan investasi,
kredit dan yang serupa secara rasional.
3. Pelaporan keuangan memberikan informasi untuk membantu investor, kreditor
dan pemakai lainnya dalam menilai jumlah, pengakuan, dan ketidakpastian
tentang penerimaan kas bersih yang berkaitan dengan perusahaan.
4. Pelaporan keuangan memberikan informasi tentang sumber-sumber ekonomi
perusahaan, klaim terhadap sumber-sumber tersebut dan pengaruh transaksi,
peristiwa, dan kondisi yang mengubah sumber- sumber ekonomi dan klaim
terhadap sumber tersebut.
5. Pelaporan keuangan memberikan informasi tentang hasil usaha suatu
perusahaan selama satu periode.
6. Pelaporan keuangan memberikan informasi tentang bagaimana perusahaan
memperoleh dan membelanjakan kas, pinjaman dan pembayaran kembali
pinjaman, transaksi modal, termasuk deviden kas dan distribusi lainnya
terhadap sumber ekonomi perusahaan kepada pemilik, serta faktor-faktor
lainnya yang mempengaruhi likuiditas dan solvensi perusahaan.
7. Pelaporan keuangan memberikan informasi tentang bagaimana manajemen
perusahaan mempertanggungjawabkan pengelolaan kepada pemilik
(pemegang saham) atas pemakaian sumber ekonomi yang dipercayakan
kepadanya.
8. Pelaporan keuangan memberikan informasi yang bermanfaat bagi manajer dan
direktur sesuai kepentingan pemilik.
Environmental disclosure sebagai kumpulan informasi yang berhubungan
dengan aktivitas pengelolaan lingkungan oleh perusahaan di masa lalu, sekarang
dan yang akan datang (Wahyudi, 2017). Informasi ini dapat diperoleh dengan
banyak cara, seperti pernyataan kualitatif, asersi atau fakta kuantitatif, bentuk
laporan keuangan atau catatan kaki. Ada beberapa teknik pelaporan kinerja
lingkungan diantaranya yakni:
1. Pengungkapan dalam surat kepada pemegang saham baik dalam laporan
tahunan atau bentuk laporan lainnya.
2. Pengungkapan dalam catatan atas laporan keuangan.
3. Pembuatan dalam perkiraan tambahan misalnya, melalui adanya perkiraan
(akun) penyisihan kerusakan lokasi, biaya pemeliharaan lingkungan, dan
sebagainya.
Untuk mengukur luas pengungkapan lingkungan, berbagai penelitian
terdahulu menggunakan checklist berdasarkan acuan standar pengungkapan
lingkungan. Penelitian ini akan menggunakan Global Reporting Initiative (GRI)
dalam pengukuran luas pengungkapan lingkungan. Pemilihan GRI sebagai tolok
ukur luas pengungkapan lingkungan dilandasi pemikiran bahwa GRI merupakan
kerangka pelaporan berkelanjutan (sustainabilitas) yang paling banyak digunakan
di seluruh dunia.
Di sisi lain, beberapa perusahaan - perusahaan di Indonesia juga mengadopsi
GRI yang digunakan sebagai standar dalam melakukan pengungkapan
lingkungan. Global Reporting Initiative (GRI) adalah sebuah jaringan berbasis
organisasi yang telah mempelopori perkembangan dunia, paling banyak
menggunakan kerangka laporan keberlanjutan dan berkomitmen untuk terus-
menerus melakukan perbaikan dan penerapan di seluruh dunia
(www.globalreporting.org).
Oleh karena itu, pengungkapan sangatlah penting sebagai informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan agar dapat dipahami oleh para pembacanya,
untuk menghindari kesalahpahaman, harus dibuat Catatan atas Laporan Keuangan
yang berisi informasi untuk memudahkan pengguna dalam memahami Laporan
Keuangan (Eko Susilo Haryadi, 2015). Maka, penyajian Catatan atas Laporan
Keuangan dimaksudkan agar Laporan Keuangan dapat dipahami oleh pembaca
secara luas, tidak terbatas hanya untuk pembaca tertentu ataupun manajemen
entitas pelaporan.
BAB III
ANALISIS PEMBAHASAN TEORI
3.1 Kode Etik dan Budaya Perusahaan

3.2 Badan Usaha Milik Negara (BUMN)


Dikarenakan BUMN merupakan perusahaan milik negara, maka ketika
masuknya prinsip tata kelola perusahaan ke Indonesia yaitu pada masa krisis ekonomi
tahun 1997 BUMN merupakan salah satu pelaku bisnis yang mendominasi
perekonomian Indonesia sejak dilaksanakannya kebijakan nasionalisasi perusahaan
milik Belanda oleh pemerintah. Namun, dominasi tersebut hanya terlihat dari jumlah
dan bidang usaha yang dimasuki bukan dari peranan dan fungsinya sebagai motor
penggerak ekonomi. Pada masa tersebut BUMN belum memiliki pemilik sehingga
operasionalnya tidak efisien. Dari pandangan tersebut yang telah dibuktikan dalam
beberapa studi bahwa BUMN memiliki daya saing yang lemah dan juga kinerja yang
dicapai dikatakan rendah (Maksum, 2005). Dikarenakan hal tersebut pula, kasus KKN
pada BUMN bukan lagi menjadi sebuah rahasia perusahaan melainkan telah diketahui
oleh umum.
Dalam penelitian ini memfokuskan pada salah satu BUMN yaitu PT Garuda
Indonesia (Persero) Tbk atau yang kita kenali sebagai Garuda Indonesia. Garuda
Indonesia merupakan perusahaan persero dengan persentase saham dimiliki oleh
negara pada tahun 2018 sebesar 60,5363% atau sejumlah 15.670.777.620 lembar
saham. Sehingga hal tersebut memenuhi persyaratan sebagai perusahaan perseroan
BUMN yang persentase saham dimiliki oleh negara paling sedikitnya 51%.

Gambar 3.1 Modal Saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (Catatan Atas Laporan Keuangan
Konsolidasian, 2018)
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 pasal 12,
maksud dan tujuan pendirian Persero adalah menyediakan barang dan/atau jasa yang
bermutu tinggi dan berdaya saing kuat, serta mengejar keuntungan guna
meningkatkan nilai perusahaan. Salah satu tujuan dari BUMN adalah menghasilkan
keuntungan bagi ekonomi nasional dan juga bagi negara. Dari laporan laba rugi dan
penghasilan konsolidasian Garuda Indonesia, pada tahun 2017 perusahaan mengalami
kerugian sebesar 213.389.678 Dolar Amerika Serikat yang setara dengan
2,891,003,357,544 Rupiah. Hal tersebut menunjukan perusahaan tidak menghasilkan
keuntungan seperti tujuan yang diharapkan namun pada tahun 2018 perusahaan
berhasil mencatat laba sebesar 5.018.308 Dolar Amerika Serikat atau setara dengan
72,670,118,148 Rupiah. Perubahan yang sangat signifikan ini ternyata telah
melibatkan pendapatan lain-lain yang telah dimanipulasi sebagai kasus polemik
sehingga menghasilkan keuntungan yang begitu bertolak belakang dengan kerugian
dari tahun sebelumnya.

Gambar 3.2 Laporan Laba Rugi Konsolidasian PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., 2018

Maka dari itu, tata kelola perusahaan yang diterapkan dalam perusahaan
BUMN belum tentu bagus walaupun dimiliki oleh negara. Dikarenakan hal tersebut
bisa saja terpengaruhi oleh manajemen atau pengelola perusahaan sehingga tidak
dapat dideteksi oleh pemerintah sekalipun sebagai pemegang saham terbesar dalam
perusahaan tersebut. Selain daripada itu, Garuda Indonesia dari kejadian ini telah
gagal menjadi BUMN yang baik dalam memberikan kontribusi perekonomian
nasional dengan adanya kasus polemik dalam menutupi kerugian yang sangat besar
sehingga gagal meningkatkan perekonomian nasional.

3.3 Prinsip dan Manfaat Penerapan Tata Kelola Perusahaan

3.4 Peranan Dewan Komisaris Dalam Penerapan Tata Kelola Perusahaan


Dalam Laporan Tahunan Garuda Indonesia tercantum, Dewan Komisaris
bertanggung jawab atas fungsi pengawasan atas pelaksanaan strategi dan pengelolaan
Perseroan oleh Direksi serta pemberian rekomendasi pada Direksi guna memastikan
kesinambungan aktivitas bisnis. Selain itu, Dewan Komisaris juga diharapkan mampu
melakukan pemantauan atas pelaksanaan dan efektivitas penerapan GCG termasuk di
dalamnya memberikan saran konstruktif untuk penyempurnaan implementasi GCG
oleh Perseroan (Laporan Tahunan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., 2018).
Pada tahun 2018, dikatakan dewan komisaris perusahaan berjumlahkan 8
orang sebanding dengan jumlah dewan direktur. Hal ini kurang bagus dikarenakan
pengawasan dari dewan komisaris sebaiknya memiliki jumlah yang lebih banyak
daripada dewan direktur sebagai bentuk optimalisasi pengawasan berkenaan dengan
kapasitas dan ukuran Perseroan. Maka dari itu, bisa saja terjadi pengawasan yang
kurang optimal dari pihak dewan komisaris terhadap dewan direksi.
Peran dewan komisaris dalam kasus ini diabaikan oleh manajemen
perusahaan. Ketika Komisaris Garuda Chairal Tanjung dan Dony Oskaria, perwakilan
dari PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd selaku pemilik dan pemegang
28,08 persen saham Garuda Indonesia berpendirian senada, bahwa pendapatan
kompensasi atas hak pemasangan peralatan layanan konektivitas dan hiburan dalam
pesawat dan manajemen konten merupakan pendapatan royalti (Djumena, 2019).
Pendapatan tersebut tidak layak untuk diakui sebagai pendapatan lain-lain pada saat
itu dikarenakan belum menerima pembayaran sepeser pun. Namun, suara dari kedua
komisaris tersebut ditutupi dan tidak dipedulikan oleh manajemen demi
memperlihatkan angka keuntungan pada laporan tahunan 2018. Maka dari itu, dari
kasus tersebut, dewan komisaris telah mengawasi kerjaan manajemen namun
diabaikan oleh pihak manajemen. Bukan berarti dewan komisaris telah menjalankan
perannya dengan benar karena dari 8 anggota dewan komisaris yang ada, hanya dua
anggota dewan komisaris yang mengeluarkan pendapatnya mengenai hal tersebut, jika
seluruh anggota dewan komisaris mengeluarkan pendapatnya, bisa saja mereka
mampu menantangi kesalahan atau manipulasi yang dilakukan oleh pihak manajemen.

Gambar 3.3 Pendapatan Lain-Lain PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (Catatan Atas Laporan
Keuangan Konsolidasian, 2018)

3.5 Peranan Dewan Direksi Dalam Penerapan Tata Kelola Perusahaan


Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang, dan, bertanggung, jawab,
penuh, atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan (Septiana et al., 2016).
Dewan Direksi bertugas dan bertanggung jawab dalam mengelola perusahaan dan
dituntut untuk dapat melaksanakan tugasnya serta mampu mengambil keputusan
sesuai dengan tugas dan wewenangnya.
Direksi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menjadi sorotan setelah laporan
keuangan perseroan untuk tahun buku 2018 terbukti bermasalah, menyusul sanksi
yang diberikan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
hingga BEI (Kurniawan, 2019).
Diperoleh keterangan bahwa Garuda mencatatkan keuntungan sekitar Rp11
Miliar di Desember 2018, padahal pada tahun 2017, perusahaan mengalami defisit
hingga Rp3 Triliun. Selain itu, berdasarkan laporan keuangan 2018, juga ditemukan
perjanjian kerja sama antara PT Garuda Indonesia dengan perusahaan penyedia jasa
pemasangan WiFi, Mahata Aero Teknologi sebesar USD 239 juta. Namun kerja sama
itu tidak dapat dimasukan dalam Laporan Posisi Keuangan (LPK) 2018 karena kerja
sama ini untuk 15 tahun dan dana tersebut belum diterima Garuda sampai akhir tahun
2018.
Jika dikaitkan dengan tugas direktur, berikut analisis terhadap pelanggaran
yang dilakukan oleh dewan direksi perusahaan Garuda Indonesia:
1. Direksi tidak melaksanakan tugasnya dalam mengurus dan mengelola
Perseroan untuk kepentingan Perseroan yang sesuai dengan maksud dan
tujuan Perseroan. Tujuan perusahaan hendaknya tercapai dengan cara yang
sesuai dengan jalur hukum, dimana mengandung prinsip keterbukaan,
tanggung jawab. Dengan manipulasi laporan keuangan, direksi telah gagal
melaksanakan tugasnya sesuai dengan maksud dan tujuan yang elah
ditetapkan oleh perusahaan.

2. Direksi tidak menjalankan kepengurusan Perseroan sesuai dengan kebijakan


yang tepat (keahlian, peluang, dan kelaziman usaha) yang ditentukan dalam
UU Perseroan Terbatas dan anggaran dasar Perseroan. Manipulasi laporan
keuangan telah melanggar peraturan yang berkaitan dengan pengungkapan
laporan keuangan yang seharusnya mengandung prinsip keterbukaan
sebagaimana tertera dalam Peraturan Keterbukaan Laporan Keuangan
Perusahaan Publik oleh Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, (1995).

3. Direksi menyampaikan laporan kepada pemegang saham atas kinerja


perusahaan dengan ketentuan yang tidak sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya, dimana hal tersebut juga membawa dampak yang merugikan
untuk para investor perusahaan, pemegang saham, pihak publik, pelanggan
dan lainnya yang berkaitan dengan perusahaan.

4. Dalam kaitannya dengan Good Corporate Governance (GCG), direksi


dipandang sebagai kunci utama keberhasilan penerapan prinsip- prinsip GCG.
Direksi tidak meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses
pengambilan keputusan yang baik. Keputusan yang dilakukan oleh pihak
manajemen justru malah menyesatkan dan memperburuk kepercayaan investor
untuk menanamkan modalnya di Garuda Indonesia, harga saham juga
menurun diakibatkan oleh manipulasi yang dilakukan,
5. Dengan manipulasi Laporan Keuangan yang terjadi, Direksi telah melanggar
prinsip GCG seperti prinsip keterbukaan karena tidak menyajikan laporan
keuangan sebagaimana mestinya sesuai dengan keadaan sebenarnya yang
terjadi pada perusahaan saat itu. Tindakan direksi juga melanggar prinsip
akuntabilitas dan responsibilitas, dimana hal yang dilakukan oleh direksi tidak
mempertanggung jawabkan keberhasilan perusahaan dengan visi misi
perusahaan dengan tujuan dan sasaran serta pedoman yang telah ditetapkan
oleh perusahaan. Pengendalian internal perusahaan disini juga tidak sesuai
dengan pedoman yang telah ditetapkan karena tidak dijalankan, dikelola
secara efektif.
Kemudian perlakuan dewan direksi juga merugikan pemegang saham sudah
melanggar prinsip keadilan, dimana hal ini dianggap tidak adil bagi para
pemegang saham dan stakeholder. Perlakuan tidak wajar ini juga memberikan
dampak kerugian bagi pemegang saham walau kesalahan yang terjadi bukan
karena kesalahan oleh pihak pemegang saham, melainkan kesalahan yang
disebabkan oleh manajemen perusahaan.
3.6 Peranan Audit Internal dan Audit Eksternal Dalam Penerapan Tata Kelola
Perusahaan
Audit Internal
Kementerian Keuangan memaparkan tiga kelalaian Akuntan Publik (AP)
dalam mengaudit laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun 2018.
Hal itu akhirnya berujung sanksi dari Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK).
Adapun, laporan keuangan tersebut diaudit oleh AP Kasner Sirumapea dari Kantor
Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang, dan Rekan.
Sebelumnya, laporan keuangan Garuda Indonesia menuai polemik. Hal itu dipicu oleh
penolakan dua komisaris Garuda Indonesia, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria untuk
mendatangani persetujuan atas hasil laporan keuangan 2018. Keduanya memiliki
perbedaan pendapat terkait pencatatan transaksi dengan Mahata senilai US$239,94
juta pada pos pendapatan. Pasalnya, belum ada pembayaran yang masuk dari Mahata
hingga akhir 2018 (CNN Indonesia, 2019).
Disisi lain, peran Audit internal bertujuan untuk membantu semua bagian
dalam perusahaan agar dapat melaksanakan fungsinya secara efektif dan efisien.
Audit internal akan memberikan penilaian, pandangan ataupun saran-saran yang akan
dapat membantu semua bagian. Tujuan pelaksanaan audit internal adalah membantu
para anggota organisasi agar mereka dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara
efektif. Fungsi audit internal lebih berfungsi sebagai mata dan telinga manajemen,
karena manajemen butuh kepastian bahwa semua kebijakan yang telah ditetapkan
tidak akan dilaksanakan secara menyimpang. Fungsi audit internal adalah salah satu
persyaratan checks and balances untuk terlaksananya tata kelola yang baik (good
governance). Fungsi audit internal bagi manajemen sebagai berikut :
1. Mengawasi kegiatan-kegiatan yang tidak dapat diawasi sendiri oleh manajemen
puncak.
2. Mengidentifikasi dan meminimalkan risiko.
3. Memvalidasi laporan ke manajemen senior.
4. Membantu manajemen pada bidang-bidang teknis.
5. Membantu proses pengambilan keputusan.
6. Menganalisis masa depan bukan hanya untuk masa lalu.
7. Membantu manajer untuk mengelola perusahaan.
Pada fungsi audit internal poin nomor 1 seharusnya peran audit internal
melakukan pengawasan dengan lebih baik terutama dalam penentuan pengakuan-
pengakuan transaksi sesuai denan PSAK, dalam hal ini harusnya audit internal lebih
tegas dalam melakukan pengawasan. Pada poin nomor 3 seharusnya audit internal
tidak memvalidasi laporan keuangan PT Garuda Tbk dikarenakan kesalahan
pengakuan pendapatan tersebut. Pada poin 5 seharusnya audit internal membantu
manajer untuk mengambil keputusan sesuai dengan PSAK yang berlaku
Menurut Kusumawati et al., (2016) terdapat beberapa lingkup pekerjaan audit
internal diantaranya adalah , yaitu review kesesuaian atau ketaatan terhadap
kebijakan, rencana, prosedur, peraturan dan perundang-undangan, ruang lingkup ini
mengakibatkan timbulnya opini bahwa fungsi audit internal pada PT Garuda Tbk
tidak mampu dengan tegas mengarahkan manajemen untuk taat pada peraturan dan
perundang-undangan terutama pada PSAK .
Beriku hasil analisis terhadap pelanggaran audit internal Garuda Indonesia:
1. Kemampuan Profesional
Auditor internal belum memenuhi kemampuan professionalnya dalam
menjalankan tugas. Tim Audit menutupi kesalahan yang terjadi dan hal ini telah
melanggar prinsip tersebut. Menjadi seorang auditor seharusnya tetap professional
dalam pekerjaannya sehingga pekerjaan yang dihasilkan sesuai dengan dasar,
pedoman, peraturan yang berlaku sehingga memaparkan hal yang sebenarnya (fakta).
2. Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan
Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor internal, tim auditor
melewatkan titik manipulasi laporan keuangan sehingga kesalahsajian terjadi. Tim
auditor seharusnya lebih teliti dan saksama dalam melakukan pemeriksaan dan
hendaknya bertindak sesuai dengan pedoman perusahaan.
3. Manajemen Audit Internal
Tingkat pengelolaan manajemen dalam divisi audit internal masih kurang
terkendali sehingga pekerjaan tidak diselesaikan secara efisien dan efektif dan
melanggar standar etika profesi sebagai seorang auditor internal.
4. Hubungan Dengan Prinsip GCG
Audit internal tidak mengungkapkan kebenaran dalam laporan keuangan,
dimana tidak sesuai dengan kejadian yang terjadi sebenarnya, walaupun laporan
tersebut sudah dicek oleh auditor internal perusahaan. Prinsip keterbukaan tidak
terlaksanakan dalam tindakan ini. Fungsi pertanggung jawaban dan kesetaraan oleh
audit internal juga gagal dilakukan karena laporan yang dipublikasi tidak dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya. Laporan yang dipublikasikan justru
merugikan dan menyesatkan para investor, hingga pemegang saham dan pihak lainya
yang penting, yaitu publik.
Audit Eksternal
Auditor Eksternal yang mengaudit laporan keuangan PT Garuda Indonesia
(Persero) Tbk pada tahun 2018 adalah Akuntan Publik Kasner Sirumapea dari Kantor
Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang, dan Rekan. Sebagai
auditor, seharusnya memperoleh semua bukti dan mempertimbangkan seluruh fakta-
fakta setelah tanggal laporan keuangan sebagai dasar perlakuan akuntansi. Namun,
kasus ini dapat terjadi karena adanya kelalaian dari Kasner Sirumapea yang tidak
mendapatkan bukti audit yang cukup untuk menilai perlakuan akuntansi sesuai
dengan subtansi perjanjian transaksi tersebut sehingga melanggar SA 500. Kemudian
akuntan publik juga tidak bisa mempertimbangkan fakta-fakta setelah tanggal laporan
keuangan sebagai dasar perlakuan akuntansi, di mana hal ini melanggar SA 560.
Kelalaian yang terjadi diakibatkan oleh kurangnya pengendalian mutu dan
kualitas dari kantor akuntan publik sehingga menimbulkan kejadian seperti ini. Jadi
ada kesalahan dari akuntan publik dan juga KAP yang bersangkutan. Sehingga pada
akhirnya akuntan publik dijatuhkan sanksi pembekuan izin selama 12 bulan dan KAP
yang mengaudit laporan keuangan Garuda Indonesia dikenakan peringatan tertulis
disertai kewajiban untuk melakukan perbaikan terhadap Sistem Pengendalian Mutu
KAP dan dilakukan reviu oleh BDO International Limited kepada KAP Tanubrata,
Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan.
3.7 Transparansi dan Pengungkapan Laporan Keuangan Perusahaan
Mekanisme Penawaran umum perdana (Initial public offering) PT.Garuda
Indonesia (Persero) Tbk dilakukan dengan tiga tahap. Tahap persiapan yang terdiri
dari perencanaan pencarian dana dari masyarakat (go public) untuk menambah modal
perusahaan oleh manajemen, dewan komisaris dan direksi perusahaan, pelaksanaan
RUPS di antara pemilik saham, pencarian penjamin emisi, lembaga penunjang untuk
membantu proses go public, perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
perusahaan persiapan kelengkapan dokumen emisi, penandatangan perjanjian-
perjanjian emisi serta pengajuan pernyataan go public kepada Bapepam-LK. Tahap
persiapan dilanjutkan dengan pendaftaran di Bapepam- LK. Tahap penawaran yang
terdiri dari publikasi prospektus, pelaksanaan penawaran perdana, penjatahan efek
serta refund. Tahap pencatatan yang terdiri dari pencatatan setelah IPO di BEI dan
pembayaran biaya pencatatan (CASCARINA S, 2010).
Keterbukaan dalam pasar modal mempunyai makna bahwa menjadi suatu
keharusan bagi emiten, perusahaan publik dan pihak lain yang tunduk kepada UUPM.
Dari sisi yuridis, prinsip keterbukaan atau transparansi merupakan jaminan bagi hak
publik untuk mendapatkan akses penting dengan sanksi untuk hambatan atau
kelalaian yang dilakukan perusahaan. Di samping itu, penerapan prinsip keterbukaan
berfungsi untuk memelihara kepercayaan publik terhadap pasar modal, menciptakan
mekanisme pasar yang efisien serta mencegah penipuan.
Berikut analisis terhadap disclosure perusahaan Garuda Indonesia :
1. Secara umum, website perusahaan telah mengungkapkan keterbukaan informasi
dengan baik dimana tertera informasi yang dibutuhkan oleh pihak luar. Informasi
yang diberikan berupa profil perusahaan, unit bisnis strategi dan anak perusahaan,
hubungan investor, CSR, Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate
Social Responsibility (CSR), konsep layanan penerbangan dan lainnya.
2. Penyajian laporan posisi keuangan konsolidasian dalam laporan keuangan
tahunan telah disusun berdasarkan klasifikasi yang diatur oleh SAK dan telah
dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya. Pengungkapan dilakukan rinci
untuk setiap akun yang ada pada neraca dan dikelompokkan menurut jenis aset
per SKPD. Artinya pengungkapan untuk neraca baik itu aset lancar, aset tetap,
aset lainnya, kewajiban, maupun ekuitas telah terpenuhi.
3. Laporan laba rugi tahunan yang diungkapkan telah sesuai dengan format yang
ditentukan oleh SAK. Tetapi dalam pengungkapan laporan laba rugi di tahun
2018, terdapat kesalahan dalam penyajian dalam laba (rugi) usaha. Perusahaan
menyajikan pendapatan yang seharusnya merugi menjadi laba. Kemudian laporan
telah direvisi atas permintaan OJK. Untuk poin lainnya, penyajian laporan laba
rugi telah sesuai dengan ketetapan yang diklasifikasikan dengan masing-masing
pengelompokkan seperti pendapatan, beban dan lainnya.
4. Laporan perubahan ekuitas yang diungkapkan telah sesuai dengan standar
pelaporan yang ditetapkan oleh SAK. Laporan sudah mencantumkan rincian yang
dibutuhkan seperti modal disetor, tambahan modal, opsi saham, saldo laba,
surplus revaluasi dan lainnya.
5. Laporan Arus Kas yang merupakan laporan mengenai arus kas masuk dan arus
keluar kas dan setara kas pada perusahaan Garuda Indonesia yang meliputi arus
kas dari aktivitas operasi, aktivitas investasi, dan aktivitas pendanaan. Dari daftar
pengungkapan yang disajikan oleh Garuda Indonesia, Laporan Arus Kas disajikan
dengan kualitas pengungkapan yang sangat baik atau terpenuhi. Rincian dari
setiap jenis aktivitas dirincikan dengan jelas sehingga memudahkan untuk dibaca
dan dimengerti oleh pengguna laporan keuangan.
6. Catatan atas laporan keuangan telah mengungkapkan sesuai dengan pedoman
yang ditetapkan, dan telah dingkapkan secara jelas dan baik. Catatan atas masing-
masing penjelasan akun telah dijelaskan dan dirincikan sesuai permintaan standar
akuntansi. Setiap akun seperti aset tetap, liabilitas, beban dijelaskan secara
terperinci untuk masing-masing akunnya. Pengguna laporan keuangan dapat
membaca rincian yang jelas yang tidak ditampilkan secara terperinci di laporan
keuangan (arus kas, laba rugi, dan lainnya) di catatan atas laporan keuangan.
Segala jenis informasi dapat ditemuka dengan jelas dengan penjelasan yang
terperinci.
7. Laporan Tahunan diawali dengan informasi mengenai laporan tersebut, tema
laporan yang berkesinambungan setiap tahunnya serta daftar istilah dan daftar isi
keseluruhan laporan tahunan. Laporan tahunan telah berisikan berbagai informasi
mengenai kegiatan, biaya, rapat beserta hasilnya serta informasi lainnya yang
menampilkan aktivitas perusahaan sepanjang tahun. Format laporan telah diatur
sedemikian rupa untuk mempermudah pembaca dalam mencari informasi
mengenai perusahaan sebagaiman menjadi salah satu fungsi perantara pemegang
saham atau publik dengan kinerja perusahaan. Selain daripada informasi yang
menaungi segala kinerja dan kegiatan perusahaan, laporan tahunan juga tetap
diakhiri dengan laporan keuangan perusahaan sehingga mempermudah bagi
pembaca untuk sekaligus membaca laporan tahunan beserta laporan
keuangannya.
8. Laporan Berkelanjutan telah berisikan berbagai informasi berkaitan dengan
Corporate Social Responsibility (CSR) yang mengacu pada standar pelaporan
Global Reporting Initiative (GRI). Kemudian pada akhir laporan disertakan
dengan indeks GRI yang begitu lengkap sesuai dengan format indeks GRI pada
umumnya dari nomor GRI, judul, halaman serta alasan tidak dicantumkan. Dari
keseluruhan dapat terlihat halaman yang tercantum pada masing-masing GRI
telah sesuai dengan halaman yang ada di laporan berkelanjutan. Walaupun dari
GRI 400 perusahaan ada yang tidak mencantumkannya dalam laporan, namun
GRI tersebut tetap tercantum dalam indeks GRI dan diberi tanda N/A pada kolom
halaman sehingga dapat dikatakan laporan tersebut sangat lengkap. Selain dari
laporan berkelanjutan, kegiatan CSR perusahaan juga tercantum pada website
Garuda Indonesia Peduli - Garuda Indonesia (garuda-indonesia.com).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V
PEMBAGIAN TUGAS

No Nama NPM Keterangan


.
1 Fiorentina 1842067  Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
 Peran Dewan Komisaris dalam
Penerapan Tata Kelola Perusahaan
 Peran Audit Eksternal
 Transparansi dan Pengungkapan
Laporan Keuangan Perusahaan
2 Alice 1842121  Kode Etik dan Budaya Perusahaan
 Ringkasan dan Kesimpulan
3 Felicia Aw 1842119  Peran Dewan Direktur dalam Penerapan
Tata Kelola Perusahaan
 Peran Audit Internal
 Transparansi dan Pengungkapan
Laporan Keuangan Perusahaan
4 Ivy Lee 1842096  Prinsip & Manfaat Penerapan GCG
 Pelanggaran Prinsip yang Terjadi
 Solusi dan Saran
5 Jessica 1842095  Latar Belakang Perusahaan
 Kronologi Kasus
DAFTAR PUSTAKA

PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate
Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara, (2011).
CASCARINA S, S. (2010). ANALISIS YURIDIS PRINSIP KETERBUKAAN INFORMASI
(FULL DISCLOSURE) PADA PROSES INITIAL PUBLIC OFFERING(IPO)
PT.GARUDA INDONESIA (PERSERO) Tbk TERKAIT PRINSIP GOOD CORPORATE
GOVERNANCE (GCG). 24, 1–19.
CNN Indonesia. (2019). Kemenkeu Beberkan Tiga Kelalaian Auditor Garuda Indonesia.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190628124946-92-407304/kemenkeu-
beberkan-tiga-kelalaian-auditor-garuda-indonesia
CSR Garuda Indonesia. (n.d.).
Dini, A. L., Sabijono, H., & Gerungai, N. (2018). Analisis Pengungkapan Laporan Keuangan
Pemerintah Kota Manado Tahun 2015. Going Concern : Jurnal Riset Akuntansi, 13(02),
496–502. https://doi.org/10.32400/gc.13.02.19668.2018
Djumena, E. (2019). Kasus Garuda Dan Misteri Akuntansi. Kompas.
Eko Susilo Haryadi, K. & V. R. (2015). Analisis Pengungkapan (Disclosure) Laporan
Keuangan Kabupaten Yang Meraih Opini Audit Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Dua
Tahun Berturut-turut. 3(2), 184–195.
Fransisca W, M. (2013). Pengaruh Dewan Direksi, Komisaris Independen, Komite Audit,
Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional Terhadap Kinerja Keuangan.
Jurnal Ilmu Manajemen (JIM), 1(1).
Hanas, A. (2009). Pengaruh Dewan Komisaris, Dewan Direksi Dan Komite Audit Terhadap
Good Corporate Governance. Skripsi, 1–96.
Kebijakan Tata Kelola Perusahaan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (2019).
Kurniawan, A. (2019). Rekayasa Laporan Keuangan, Direksi Garuda Diminta Mundur. In
Sindo News.
Kusumawati, N., Halim, A., & wulandari, retno. (2016). Peran Audit Internal Dalam
Mewujudkan Good Corporate Governance (Studi pada Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Kabupeten Blitar). Jurnal Riset Mahasiswa Akuntansi Unikama, 4(1).
Laporan Tahunan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Tahun 2018. (2018).
Maksum, A. (2005). Tinjauan Atas Good Corporate Governance di Indonesia.
Merawati, E. E., & Hatta, I. H. (2015). Komite Audit, Audit Internal, dan Audit Eksternal
sebagai Pengawas Solvabilitas Perusahaan Asuransi. Jurnal Akuntansi Multiparadigma,
2002. https://doi.org/10.18202/jamal.2015.04.6002
Muskibah, H. (2014). Keywords : Direksi, Tanggung Jawab, Good Corporate Governance.
Jurnal Business Research.
Muslih, M., & Rahadi, D. R. (2019). Tata Kelola Berkelanjutan Bagi Bumn Bidang
Keuangan Non Publik. FIRM Journal of Management …, 4(2), 200–217.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik
Negara, (2003).
Pahlevi, M., Wilopo, W., & Mawardi, M. (2016). PENERAPAN PRINSIP GOOD
CORPORATE GOVERNANCE (GCG) PADA BUMN BERORIENTASI GLOBAL
(Studi Kasus pada PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. dalam Mengelola Thang Long
Cement Joint Stock Company). Jurnal Administrasi Bisnis S1 Universitas Brawijaya,
37(1), 86–96.
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, . MH. (1995). Peraturan Keterbukaan Laporan Keuangan
Perusahaan Publik. https://bismarnasution.com/peraturan-keterbukaan-laporan-
keuangan-perusahaan-publik/
Rahmawati, I. A., Rikumahu, B., & Dillak, V. J. (2017). Pengaruh Dewan Direksi, Dewan
Komisaris, Komite Audit Dan Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja
Keuangan Perusahaan. JURNAL AKUNTANSI & EKONOMI FE. UNPGRI Kediri, 2(2),
54–70.
Rifai, B. (2009). Peran Komisaris Independen dalam Mewujudkan Good Corporate
Governance di Perusahaan Publik. Jurnal Hukum Universitas Hasanuddin, 16 Juli(3),
396–442.
Rustendi, T. (2018). Pengaruh Fungsi Audit Internal Terhadap Pelaksanaan Good
Governance (survey pada kantor cabang bank umum di tasikmalaya). Jurnal Ekonomi
Manajemen, 4(2), 82–95.
Septiana, N., Sri, R. R. H., & Sulasmiyati, S. (2016). PENGARUH MEKANISME GOOD
CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PROFITABILITAS PERUSAHAAN.
Jurnal Administrasi Bisnis, 38(2).
Suhartono, S., & Yenny Sugiarti, S.E., M.Ak., Q. (2016). PERAN AUDIT INTERNAL
TERHADAP PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI PT. SASA
INTI. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.5 No.1 (2016).
Vaz Ferreira, J. M. B. (2019). The role of the external auditor in corporate governance: The
case of companies listed in the NYSE Euronext Lisbon. Risk Governance and Control:
Financial Markets and Institutions, 8(4), 38–51. https://doi.org/10.22495/rgcv8i4p5
Wahyudi, I. (2017). CSR disclosure – legitimacy dan perubahan retorika. Jurnal Akuntansi &
Auditing Indonesia, 21(1), 70–80. https://doi.org/10.20885/jaai.vol21.iss1.art7
Wikisource. (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas. In Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai