Anda di halaman 1dari 4

HADITS TENTANG UNTA JABIR DAN KESHAHIHANNYA

Oleh: Fadhilah Tul Ulya

NIM: 020.015.0364

Pendahuluan

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah Swt. Shalawat dan salam
kepada Rasulullah Muhammad SAW.

Islam telah banyak mengajarkan ummatnya tentang berbagai macam ilmu syar’i,
yang dengannya seseorang bisa lebih tertata kehidupannya dan terhindar dari kemaksiatan.
Baik itu melalui Al-Qur’an maupun hadits. Namun seseorang tidak bisa sembarangan dalam
mengamalkan atau memyakini suatu nash. Keduanya membutuhkan pengedukasian terlebih
dahulu, baik itu dari tafsir yang telah ditulis oleh para ulama mufassir atau syarah hadits yang
telah dijelaskan oleh para ulama muhaddits.

Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa hadits tentang unta Jabir yang dibeli oleh
Rasulullah merupakan hadits shahih. Namun di sini masih perlu penjelasan tentang
bagaimana sebab hadits ini shahih. Tentunya dengan cara memastikannya lewat syarat-syarat
hadits shahih yang telah dirangkum dalam ilmu hadits.

Artikel ini hanya akan mengulas ulang tentang kriteria hadits shahih. Karena hadits
ini telah dijelaskan keshahihannya sebelumnya oleh para ulama ilmu hadits.

Pembahasan

َّ‫يرة‬ َ 0‫ ٌر عَنْ ُم ِغ‬0‫ َّدثَنَا َج ِري‬0‫انُ َح‬00‫ا َل ُع ْث َم‬00َ‫ا َوق‬00َ‫ق أَ ْخبَ َرن‬ُ ‫س َح‬ ْ ِ‫ق بْنُ إِ ْب َرا ِهي َم َواللَّ ْفظُ لِ ُع ْث َمانَ قَا َل إ‬ َ ‫ثَنَا ُع ْث َمانُ بْنُ أَبِي‬
ْ ِ‫ش ْيبَةَ َوإ‬
ُ ‫س َح‬
‫ا‬00َ‫ ْد أَ ْعي‬0 ‫ض ٌح لِي َق‬
ِ ‫ق ِبي َوت َْحتِي نَا‬ َ ‫سلَّ َم فَتَاَل َح‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫سو ِل هَّللا‬ ُ ‫ش ْعبِ ِّي عَنْ َجابِ ِر ْب ِن َع ْب ِد هَّللا ِ قَا َل َغز َْوتُ َم َع َر‬
َّ ‫عَنْ ال‬
‫ا‬00‫هُ فَ َم‬0َ‫ا ل‬00‫ َرهُ َو َد َع‬0‫لَّ َم فَ َز َج‬0‫س‬
َ ‫ ِه َو‬0‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ُ ‫سي ُر قَا َل فَقَا َل لِي َما لِبَ ِعي ِر َك قَا َل قُ ْلتُ َعلِي ٌل قَا َل فَت ََخلَّفَ َر‬ ِ َ‫َواَل يَ َكا ُد ي‬
ُ‫ت َْحيَيْت‬0‫اس‬ْ َ‫ ِه ف‬0‫صابَ ْتهُ بَ َر َكتُ َك قَا َل أَفَتَبِي ُعنِي‬
َ َ‫سي ُر قَا َل فَقَا َل لِي َكيْفَ تَ َرى بَ ِعي َر َك قَا َل قُ ْلتُ بِ َخ ْي ٍر قَ ْد أ‬ ِ َ‫َي اإْل ِ بِ ِل قُدَّا َم َها ي‬
ْ ‫َزا َل بَيْنَ يَد‬
ُ ‫ا َر‬00َ‫هُ ي‬0َ‫ا َل فَقُ ْلتُ ل‬00َ‫ةَ ق‬0َ‫ َغ ا ْل َم ِدين‬0ُ‫ض ٌح َغ ْي ُرهُ قَا َل فَقُ ْلتُ نَ َع ْم فَبِ ْعتُهُ إِيَّاهُ َعلَى أَنَّ لِي فَقَا َر ظَ ْه ِر ِه َحتَّى أَ ْبل‬
ِ ‫و َل هَّللا‬0‫س‬ ِ ‫َولَ ْم يَ ُكنْ لَنَا نَا‬
‫ا‬00‫هُ بِ َم‬0ُ‫ ي ِر فَأ َ ْخبَ ْرت‬0‫أَلَنِي عَنْ ا ْلبَ ِع‬0‫س‬ َ َّ‫ستَأْ َذ ْنتُهُ فَأ َ ِذنَ لِي فَتَقَ َّد ْمتُ الن‬
َ َ‫ الِي ف‬0‫اس إِلَى ا ْل َم ِدينَ ِة َحتَّى ا ْنتَ َهيْتُ فَلَقِيَنِي َخ‬ ْ ‫وس فَا‬
ٌ ‫إِنِّي َع ُر‬
ُ‫ستَأْ َذ ْنتُهُ َما تَ َز َّو ْجتَ أَبِ ْك ًرا أَ ْم ثَيِّبًا فَقُ ْلت‬
ْ ‫سلَّ َم قَا َل لِي ِحينَ ا‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫صنَعْتُ فِي ِه فَاَل َمنِي فِي ِه قَا َل َوقَ ْد َكانَ َر‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ َ
ٌ‫ َوات‬0‫ ِه َد َولِي أَ َخ‬0‫ُش‬ ْ ‫ست‬ ْ ‫ ِدي أَ ْو ا‬0ِ‫ ُوفِّ َي َوال‬0ُ‫و َل هَّللا ِ ت‬0‫س‬ُ ‫ا َر‬00َ‫هُ ي‬0َ‫ا فَقُ ْلتُ ل‬00‫كَ َوتُاَل ِعبُ َه‬00ُ‫لَهُ تَزَ َّو ْجتُ ثَيِّبًا قَا َل أَفَاَل تَ َز َّو ْجتَ بِ ْك ًرا تُاَل ِعب‬
‫ ِد َم‬0َ‫ا َل فَلَ َّما ق‬0َ‫ َؤ ِّدبَ ُهنَّ ق‬0ُ‫و َم َعلَ ْي ِهنَّ َوت‬0ُ‫ا لِتَق‬0ً‫ص َغا ٌر فَ َك ِرهْتُ أَنْ أَتَ َز َّو َج إِلَ ْي ِهنَّ ِم ْثلَ ُهنَّ فَاَل تُ َؤ ِّدبُ ُهنَّ َواَل تَقُو ُم َعلَ ْي ِهنَّ فَتَ َز َّو ْجتُ ثَيِّب‬
ِ
‫سلَّ َم ا ْل َم ِدينَةَ َغد َْوتُ إِلَ ْي ِه بِا ْلبَ ِعي ِر فَأ َ ْعطَانِي ثَ َمنَهُ َو َر َّدهُ َعلَ َّي‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬
ُ ‫َر‬

“Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah dan Ishaq bin Ibrahim dan
ini adalah lafadz Utsman. Ishaq berkata; telah mengabarkan kepada kami, dan Utsman
berkata; telah menceritakan kepada kami Jarir dari Mughirah dari Asy Sya'bi dari Jabir bin
Abdullah dia berkata, "Dulu ketika saya berperang bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam beliau menemuiku, sedangkan saya tengah mengendarai untaku yang kelelahan
dan hampir tidak dapat berjalan. Setelah itu beliau bertanya kepadaku: "Ada apa dengan
untamu wahai Jabir?" Saya menjawab, "Sedang sakit wahai Rasulullah." Kemudian beliau
mundur ke belakang, lalu menghentak dan mendo'akan unta saya. Setelah itu unta saya
selalu berjalan di depan. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya lagi: "Bagaimana kamu
sekarang melihat untamu wahai Jabir?" saya menjawab, "Wah, sekarang untaku terlihat
kuat dan sehat kembali." Lalu beliau bertanya lagi: "Maukah kamu menjual untamu
kepadaku?" Sebenarnya saya merasa sungkan dan malu mendengar tawaran Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam, sebab saya tidak memiliki kendaraan selain untaku ini, namun
akhirnya saya menjawab, "Baiklah." Namun saya menjual unta tersebut dengan syarat saya
boleh mengendarainya hingga tiba di Madinah. Setelah itu saya berkata kepada beliau,
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya adalah pengantin baru, oleh karena itu saya hendak
meminta izin kepada anda untuk pulang terlebih dahulu." Ternyata Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam memberikan izin kepada saya, maka saya pun mendahului para sahabat
untuk pulang ke Madinah. Sesampainya di rumah, paman saya langsung menemui saya
seraya menanyakan unta kepunyaanku. Lalu saya menceritakan kepadanya tentang apa yang
telah terjadi." Jabir melanjutkan, "Pada saat saya meminta izin kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam untuk pulang terlebih dahulu -karena saya berstatus masih
pengantin baru- maka beliau bertanya kepada saya: "Wahai Jabir, siapakah yang kamu
nikahi, gadis ataukah janda?" saya menjawab, "Saya menikahi seorang janda." Beliau
melanjutkan sabdanya: "Mengapa kamu tidak menikahi gadis saja, sehingga dia dapat
mengajakmu bercumbu dan kamu dapat mengajaknya bercumbu juga?" saya menjawab,
"Wahai Rasulullah, ayahku telah meninggal dunia, sedangkan saya memiliki beberapa orang
saudara perempuan yang masih muda, dan saya tidak menyukai jika menikahi seorang gadis
yang seumuran dengan mereka, sehingga dia tidak bisa mendidik dan mengayomi mereka.
Oleh karena itulah saya menikah dengan seorang janda supaya dia dapat mengayomi dan
mendidik mereka." Jabir melanjutkan, "Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
sampai di Madinah, maka saya langsung pergi menemui beliau dengan membawa unta,
kemudian beliau membayarnya dan mengembalikan unta tersebut kepada saya."

Hadits di atas telah tercantum dalam Shahih Muslim no. 2999 – kitab pengairan.

Sebab sebuah hadits dikatakan shahih ialah dilihat dari kriteria perawih yang ada dalam
sanad hadits tersebut. Adapun syarat yang telah dirangkum oleh para ulama ilmu hadits
terbagi menjadi lima:

 Sanadnya harus bersambung


 Perawihnya adalah seorang yang adil
 Perawihnya adalah seorang yang dhobit
 Tidak ada syadz
 Tidak ada illah

Telah disebutkan di atas, bahwa hadits tersebut disampaikan Utsman bin Abu Syaibah
dan Ishaq bin Ibrahim, mereka mendapat hadits ini dari Jarir dari Mughirah dari Asy Sya'bi
dari Jabir bin Abdullah.

Di sini akan dijabarkan satu persatu tentang para perawih yang ada dalam sanad
tersebut,

 Utsman bin Abu Syaibah Dia bernama Abdullah bin Muhammad bin Al-Qadli Abu
Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman bin Kuwasta. Ia seorang imam yang alim, pemimpin para
hafidh, penulis kitab-kitab besar seperti Al-Musnad, Al-Mushannaf, dan At-Tafsir.
Kunyahnya adalah Abu bakr Al-‘Absi. Lahir tahun 159 H/775 M. Abu Bakr (Ibnu Abi
Syaibah) yang paling terhormat di kalangan mereka. Dia termasuk aqran (yang berdekatan
secara umur dan isnad) Imam Ahmad, Ishaq bin Rahawaih, Ali bin Al-Madini dari sisi umur,
kelahiran, dan hapalannya. Yahya bin Ma’in adalah yang paling tua beberapa tahun di antara
mereka. Dia menuntut ilmu sejak masih kecil. Guru dia yang paling tua adalah Syarik bin
Abdillah Al-Qadli.bin Abu Syaibah.
 Bernama lengkap Abu Ya’qub Ishaq bin Ibrahim bin Rahawaih Al-Maruzi al-
Handzali. Dikenal sebagai ulama pakar hadis. Kedudukannya dalam bidang hadits
digambarkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal sebagai Amirul Mu’minin fil Hadits, pemimpin
para ulama hadis. Julukan ini rasanya tidaklah berlebihan mengingat kadalaman dan
kemampuan hafalannya yang sangat tinggi.
 Jarir, Mughiroh, dan Asy-Sya’bi. Mereka merupakan pemikir islam, juru tulis nabi
Muhammad dan penghapal hadits.

Dari biografi ringkas di atas, bisa dipastikan bahwa mereka adalah para perawih yang
tsiqoh. Yang sudah tidak diragukan lagi keshahihn haditsnya. Begitupun dengan sanadnya
sudah seharusnya tersambung.

Sekian penjelasan dari keshahihan hadits ini.

Referensi
 Kitab Shahih Muslim Bisyarhi An-nawawi
 Kitab Musthhul Hadits Ath-Thahawi

Anda mungkin juga menyukai