PENDAHULUAN
Pendapat lain dikemukakan oleh Kartasasmita (1997), yang memberikan pengertian lebih
sederhana, yaitu sebagai 2 “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang
dilakukan secara terencana”. Konsep pembangunan di Indonesia tertuang dalam pembukaan
UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa, dan seluruh tumpah darah Indonesia, mewujudkan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Pelaksanaan pembangunan mencakup semua aspek kehidupan bangsa, yaitu aspek politik,
ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan secara berencana, menyeluruh, terarah,
terpadu, bertahap dan berkelanjutan untuk memacu peningkatan kemampuan nasional dalam
rangka untuk mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang lebih
maju. Proses pembangunan yang secara fisik dibutuhkan oleh suatu Negara adalah pembangunan
infrastruktur. Keberadaan infrastruktur memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan
interaksi sosial dan kelangsungan sistem perekonomian. Semakin baik keadaan infrastruktur,
semakin baik pula pengaruhnya terhadap interaksi sosial dan keadaan ekonomi suatu wilayah
serta akan memacu kemajuan dan perkembangan suatu wilayah.
Hal tersebut dimungkinkan karena sarana dan prasarana transportasi berfungsi sebagai
pembentuk, pengarah, dan pemacu pertumbuhan suatu wilayah. Penyediaan sarana infrastruktur
publik sangat berkaitan dengan pelayanan sosial yang akan diberikan oleh pemerintah daerah
kepada masyarakat setempat. Di era keterbukaan demokrasi pembangunan daerah tidak dapat
dilepaskan dari partisipasi masyarakat. Dengan demikian pembangunan menjadi bagian tak
terpisahkan dari masyarakat itu sendiri, sedangkan peran pemerintah adalah memberikan jalan
atau sebagai mediator untuk mewujudkan keinginan 3 masyarakat atas apa yang dikehendaki
untuk kemajuan masyarakat di daerah.
Pada hakekatnya pembangunan itu dilaksanakan oleh pemerintah bersama rakyat dengan
tujuan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan pada rakyat. Pembangunan sendiri bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peran pemerintah sebagai mobilisator
pembangunan sangat strategis dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat serta
pertumbuhan ekonomi negaranya. Salah satu pembangunan insfrastruktur yang memerlukan
lahan atau tanah sangat luas adalah pembangunan jalan tol. Sebab jalan tol didesain khusus
sebagai jalanalternatif jalur darat yang bebas dari hambatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2005 Tentang Jalan Tol pada Pasal 1 ayat (2)
menjelaskan bahwa jalan tol adalah jalanan umum yang merupakan bagian system jaringan jalan
dan sebagai jalan nasional yang penggunaannya diwajibkan membayar tol. Dengan adanya
pembangunan jalan tol ini bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas dan kapasitas jaringan
jalan dalam melayani lalu lintas.
2
berdampak terhadap perbaikan dan peningkatan taraf hidup masyarakat Indonesia. Pembangunan
infrastruktur dirasakan begitu meningkat selama tiga tahun terakhir ini, terutama proyek
konstruksi jalan tol.
Pembangunan jalan tol tidak lepas dari aspek fisik dan aspek non fisik pada masyarakat.
Aspek fisik berkaitan dengan lingkungan sedangkan aspek non fisik adalah masalah sosial
masyarakat. Kedua aspek tersebut tentunya dirasakan secara langsung oleh masyarakat yang
terkena dampak dari adanya pembangunan jalan tol tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh
Fathurosy (2018) menghasilkan adanya empat dinamika respon masyarakat atas pembangunan
jalan tol, yakni dinamika yang berkaitan dengan aspek perubahan pola pikir masyarakat, aspek
dinamika sosial yang berkaitan dengan interaksi masyarakat, aspek ekonomi terutama berkaitan
dengan mata pencaharian atau usaha masyarakat, dan aspek yang berkaitan dengan dampak atau
manfaat baik yang bersifat positif maupun negatif.
Sementara penelitian yang dilakukan oleh Egi (2018) 4 menghasilkan adanya dampak
positif dan dampak negatif pembangunan jalan tol. Dampak positifnya adalah : peluang kerja
terbuka bagi masyarakat sekitar, distribusi barang dan jasa lebih lancar, dan munculnya usaha-
usaha yang dilakukan masyarakat sebagai efek multiplier pembangunan jalan tol seperti
banyaknya masyarakat berjualan di rest area yang ada, interaksi social masyarakat menjadi lebih
baik. Sementara dampak negatifnya berupa: banyak petani kehilangan pekerjaan karena alih
fungsi lahan, dan keterpaksaan masyarakat menjadi pekerja kasar (buruh bangunan jakan).
Pembangunan jalan tol saat ini digunakan sebagai sarana angkutan barang/logistik antar
kota/daerah yang dapat meningkatkan mobilisasi serta meningkatkan perekonomian daerah,
sehingga kawasan-kawasan tersebut dapat ikut berkembang. Pembangunan di sektor jalan tol
adalah krusial untuk pengembangan wilayah dan peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat
di masa depan. Oleh karenanya sektor jalan tol merupakan salah satu sektor prioritas di industri
infrastruktur yang akan dibangun di seluruh Indonesia. Sehingga pada dasarnya peluang BUMN
dan/atau sektor swasta untuk berinvestasi dalam pengembangan jalan tol masih sangat besar.
Proyek Jalan Tol Trans-Sumatra merupakan proyek strategis nasional yang saat ini sedang
direncanakan. Jalan Tol Trans-Sumatra adalah jaringan jalan tol sepanjang 2.818 km di
Indonesia akan menghubungkan kota-kota di pulau Sumatra, dari Lampung hingga Aceh. Salah
3
satu pembangunan Jalan Tol Trans-Sumatra yakni Ruas Tol Jambi – Rengat Panjang ±198 km
yang menghubungkan antara Provinsi Jambi dan Provinsi Riau.
Jalan Tol Ruas Jambi – Rengat Seksi 2 STA. 40+000 s/d STA. 80+000 secara administratif
terletak di Kabupaten Tanjung Jabung Barat adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jambi. Luas
wilayahnya 5.009,82 km² dan ibukotanya ialah kota Kualatungkal, yang letaknya berada di
kecamatan Tungkal Ilir. Kabupaten ini terbagi menjadi 13 kecamatan dan memiliki 20 kelurahan
serta 138 desa. Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Batan Hari berada di Provinsi Jambi,
Indonesia. Kabupaten Muaro Jambi merupakan salah satu Kabupaten pemekaran dari Kabupaten
Batanghari, dengan luas wilayah 5.246 km², secara administratif terdiri dari 11 Kecamatan, 150
Desa dan 5 kelurahan, dengan batas-batas wilayah yaitu: Utara – Kabupaten Tanjung Jabung
Timur; Selatan – Provinsi Sumatera Selatan; Barat – Kabupaten Batang Hari dan Kabupaten
Tanjung Jabung Barat; Timur - Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Kajian lalu lintas lebih lanjut digunakan sebagai bahan masukan perencanaan geometric,
pengaturan dan manajemen serta rekayasa lalu lintas pada simpang sebidang akses tol.
Percepatan proyek infrastruktur pemerintah Indonesia merupakan salah satu strategi untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi berkesinambungan dan memiliki efek berganda. Salah satunya
adalah pembangunan jalan tol yang dapat mendorong kelancaran distribusi barang dan jasa serta
pengembangan potensi ekonomi di suatu kawasan. Jalan tol merupakan salah satu infrastruktur
4
transportasi darat penting untuk menunjang konektivitas, peningkatan mobilitas dan aksesibilitas
orang dan barang, serta penghematan biaya dan waktu.
1. Mengidentifikasi dampak lalu lintas akibat pembangunan dan pengoprasian jalan Tol
Jambi – Rengat Seksi 2.
2. Mengetahui perkiraan permintaan lalu lintas masing-masing segmen pada rencana jalan
Tol Jambi – Rengat Seksi 2.
3. Mengetahui kebutuhan lajur pada jalur utama (mainroad), jalur akses (accesroad), ramp,
kebutuhan gardu pada gerbang tol, dan analisis simpang sebidang pada jalan Tol Jambi –
Rengat Seksi 2.
4. Mengetahui penentuan rencana staging pembangunan Jalan Tol Jambi - Rengat Seksi 2
5. Mengetahui kebutuhan perencanaan geometric simpang sebidang akses tol Jambi – Rengat
Seksi 2.
5
o Data Lalu lintas yang ada di wilayah studi yang berasal dari kegiatan studi
terkait dan data lainnya yang dapat dijadikan sebagai data penunjang kajian
o Data sosial-ekonomi pada masing-masing wilayah dimana ruas jalan tol berada
o Data program kebijakan pembangunan di wilayah studi
o Data lainnya diluar yang disebutkan diatas yang dinilai berpengaruh secara
strategis terhadap rencana pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera
2) Data Primer
o Survei Penghitungan Volume Lalu Lintas Ruas dan Simpang
Survei ini bertujuan untuk mendapatkan besaran volume lalu lintas eksisting
yang melintas pada suatu ruas jalan dan mengetahui distribusi pergerakan
kendaraan pada simpang pada satu satuan waktu tertentu. Pemilihan lokasi
yang akan ditinjau harus dilakukan dengan cermat dimana pengaruh
pergerakan diperkirakan akan memberikan dampak terhadap rencana
pembangunan yang sedang dilakukan.
o Survei Asal Tujuan Perjalanan (Origin-Destination Survei)
Survei ini bertujuan untuk mendapatkan pola pergerakan yang terjadi di suatu
wilayah dengan keluaran berupa Matriks Asal Tujuan Perjalanan.
o Survei Waktu Perjalanan dan Tundaan (Travel Time and Delay)
Survey ini dilakukan untuk mengumpulkan data waktu tempuh suatu kendaraan
dari satu titik yang lain pada ruas jalan yang dikaji
o Survei Kesediaan dan Kemampuan Membayar (Willingness to Pay / WTP dan
Avalability to Pay/ATP)
Survei wawancara yang bertujuan untuk mengetahui keinginan dan
kemampuan membayar tol dari pihak pengguna jalan (road user), termasuk
pendapat pengguna jalan (road user) terhadap nilai waktu (Value of Time).
Hasil survei WTP dan ATP diperlukan guna menganalisa kesesuaian tarif tol,
sedangkan nilai waktu akan digunakan sebagai faktor penalti terhadap waktu
tempuh perjalanan pada ruas-ruas jalan tol dalam pemodelan, yang besarnya
akan tergantung dari tarif tol yang diterapkan. Hasil nilai ATP dan WTP
digunakan sebagai dasar pemodelan lalu lintas untuk mendapatkan proyeksi
volume lalu lintas.
6
o Survey Inventarisasi jaringan jalan
Survai inventarisasi jalan dilakukan untuk mengetahui keadaan eksisting di
sekitar daerah pembangunan jalan tol meliputi kondisi geometrik (lebar jalan,
lebar bahu jalan, saluran drainase dan median jalan) ruas jalan persimpangan
c. Melakukan pengolahan seluruh data hasil survey primer dan sekunder serta melakukan
penyusunan laporan, berupa:
1) Analisa terhadap faktor pertumbuhan yang terjadi di wilayah studi
2) Kajian terhadap kebijakan public dan kebijakan pembangunan pada daerah yang
terlintasi oleh koridor rencana jalan tol
3) Volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) yang terklasifikasi pada jenis kendaraan
sesuai dan besaran volume potensial tol
4) Kinerja jaringan jalan eksisting dan proyeksinya di masa mendatang
5) Distribusi pergerakan kendaraan pada masing-masing lengan di persimpangan yang
terjadi di saat ini
6) Matriks asal tujuan perjalanan, desired lines pergerakan yang terjadi saat ini serta
perbandingan pola pergerakan yang terjadi dengan Matriks Asal Tujuan Perjalanan
yang sudah ada
7) Kinerja jaringan jalan dari sisi kecepatan bebas dan waktu tempuh perjalanan
8) Melakukan Analisa dan evaluasi mengenai akibat yang ditimbulkan dari
pembangunan jalan tol terhadap kondisi lalu lintas yang ada terutama pada daerah
simpang sebidang jalan akses tol
9) Analisis data penunjang untuk tahapan pemodelan transportasi
d. Melakukan pemodelan transportasi
1) Pemodelan bangkitan dan tarikan perjalanan
2) Pemodelan sebaran perjalanan
3) Pemodelan pemilihan moda
4) Pemodelan pembebanan perjalanan
e. Melakukan analisis kinerja jaringan jalan tol
Dari hasil pemodelan transportasi yang dilakukan, tahapan selanjutnya adalah melakukan
analisis terhadap kinerja lalu lintas di Jalan Tol selama masa operasi dan masa konsesi
terkait dan tidak terbatas pada kebutuhan lajur pada jalur utama (mainroad), kebutuhan
7
lajur lalu lintas pada jalan akses (accesroad), kebutuhan lajur pada ramp, kebutuhan
gardu pada gerbang tol, serta analis simpang sebidang pada jalan akses.
Penentuan rencana staging pembangunan untuk setiap seksinya pada Ruas Pekanbaru –
Padang berdasarkan hasil kajian lalu lintas. Staging pembangunan dibuat dengan
berdasarkan besaran volume lalu lintas yang dominan dan yang berpotensi memberikan
dampak ekonomi dan finansial yang optimal.
f. Melakukan analisis kinerja jaringan jalan eksisting
Akibat dibangunnya jaringan jalan tol maka akan berdampak pada kondisi lalu lintas
yang ada pada daerah disekitarnya. Daerah pusat-pusat kegiatan di sekitar jalan tol yang
berpotensi menimbulkan kemacetan lalu lintas perlu di Inventarisasi. Penyedia jasa perlu
membuat dokumen Kajian lalu lintas dengan pendukung bahwa desain RTA pada
simpang sebidang sudah sesuai. Analisa dan desain penanganan simpang sebidang antara
jalan tol dengan jalan eksisting perlu dilakukan untuk memastikan kinerja dari jalan
eksisting tidak terganggu dengan adanya jalan tol. Perlu dibuat rekomendasi terhadap
penataan, manajemen dan rekayasa lalu lintas serta upaya-upaya untuk meminimalkan
titik konflik pada lokasi persimpangan tersebut.
Lokasi Pekerjaan Kajian Lalu Lintas RTA Jalan Tol Ruas Jambi - Rengat Seksi 3 STA.
80+000 s/d STA. 116+500 yang berada pada trase Jalan Tol Jambi Rengat seksi 3 dan
seluruh daerah sekitarnya yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. Lokasi
pekerjaan dapat dilihat pada Error: Reference source not found
8
Gambar 1. 1 Lokasi Pekerjaan
a. Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
b. Undang - Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis
Dampak Serta Manajemen Lalu Lintas.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 03/PRT/M/2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, Dan
Pemanfaatan Prasarana Dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan
e. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis
Jalan dan Kriteria Perencanaan Jalan
f. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/PRT/M/2010 tentang Pedoman Pemanfaatan
Dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan
g. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 4 tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu
9
h. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.630/KPTS/M/2009 Tentang Fungsi Jalan Arteri
dan Kolektor 1 bukan jalan tol.
i. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 13 tahun 2014 tentang Rambu Lalu lintas.
j. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 34 tahun 2014 tentang Marka Jalan
k. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 49 Tahun 2014 tentang Alat Pemberi Isyarat
Lalu Lintas.
l. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 75 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Analisis Dampak Lalu Lintas
m. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 96 tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kegiatan Manajemen Dan Rekayasa Lalu Lintas.
n. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 46 tahun 2016 tentang Perubahan Pertama Atas
Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 75 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Analisis
Dampak Lalu Lintas
o. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 11 tahun 2017 tentang Perubahan Ketiga Atas
Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 75 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Analisis
Dampak Lalu Lintas.
p. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 75 tahun 2017 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 75 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Analisis
Dampak Lalu Lintas.
q. Instruksi Direktur Jenderal Bina Marga No. 02/IN/Db/2012 tentang Panduan Teknis
Rekayasa Keselamatan Jalan.
r. Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Marga No. 10/SE/Db/2014 Standar Dokumen
Pengadaan dan Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3) Untuk Pekerjaan Konstruksi Jalan dan
Jembatan.
s. Peraturan Dirjendat No SK. 7234/AJ.401/DRJD/2013 Tentang Petunjuk Teknis
Perlengkapan Jalan.
t. RSNI T-14-2004 Geometri Jalan Perkotaan.
u. Pedoman No. 009/PW/2004 Perencanaan Fasilitas Pengendali Kecepatan Lalu Lintas.
v. Jalan No. 038/TBM/1997 Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota.
10
BAB II
TINJAUAN WILAYAH
11
Sebelah Utara: Kabupaten Tanjung Jabung Timur
Sebelah Selatan: Provinsi Sumateran Selatan
Sebelah Timur: Kabupaten Tanjung Jabung Timur
Sebelah Barat: Kabupaten Batang Hari dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat
Kabupaten Muaro Jambi memiliki Luas wilayah luas wilayah 526.400 Ha (5.264 km 2)
yang terdiri dari 11 kecamatan dan 155 desa/kelurahan. Wilayah terluas adalah Kecamatan
Kumpeh yaitu kurang lebih 1.658,93 km2 atau 31,51% dari bagian wilayah Kabupaten Muaro
Jambi. Sedangkan Kecamatan terkecil adalah Kecamatan Sungai Bahar seluas 160,50 km 2
atau 3,05% dari wilayah Kabupaten Muaro Jambi.
12
13 kecamatan. Kecamatan paling luas adalah Batang Asam 1.042,37 km2 dan paling kecil
terdapt pada kecamatan Tungkal Ilir dengan luasan 100,31 km2.
13
Tabel 2. 3 Ketinggian Wilayah Di atas Permukaan Laut Wilayah di Kabupaten Muaro Jambi
Tabel 2. 4 Ketinggian Wilayah Di atas Permukaan Laut Wilayah di Kabupaten Tanjung Jabung
Barat
Topografi/ Ketinggian Luas
Wilayah/ Kabupaten
(m/dpl) Ha %
Dataran Rendah (0 – 25) 213.424 42,8 Kecamatan Pengabuan, Senyerang, Tungkal Ilir, Bram Itam,
Seberang Kota, Betara dan Kuala Betara.
Kecamatan Tungkal Ulu, Merlung, Sebagian Batang
Dataran sedang (25 – 500) 273.090 54,8 Asam,Tebing Tinggi, Sebahagian Renah Mendaluh dan
Kecamatan Muara Papalik.
Tinggi (>500) 11.910 2,4 Sebahagian Batang Asam, Sebahagian Renah Mendaluh
Jumlah 500.982 100
14
2.4 Iklim Dan Curah Hujan
Tabel 2. 5 Keadaan Cuaca, Kelembaban dan Curah Hujan Kabupaten Muaro Jambi
Suhu Udara (°C) Hujan
Rata-rata
No Bulan Jumlah Hujan Curah Hujan
Minimum Maximum Rerata Kelembaban
(Hari) (mm)
1 Januari 24,10 31,20 26,7 87 20 160,1
2 Februari 23,90 30,90 26,6 86 11 185,8
3 Maret 24,00 32,00 27 86 18 393,7
4 April 24,40 32,60 27,3 86 19 303,6
5 Mei 23,90 32,70 26,3 87 24 241
6 Juni 23,50 33,30 26,5 84 8 92,4
7 Juli 23,00 31,70 26,7 86 16 174
8 Agustus 22,60 32,00 26,6 83 12 151,7
9 September 22,90 32,10 26,7 83 14 224
10 Oktober 23,70 31,50 26,6 86 19 137,5
11 Nopember 23,40 31,50 26,7 86 20 243,5
12 Desember 23,60 30,50 26,2 89 24 187,9
15
Tabel 2. 6 Keadaan Curah Hujan Kabupaten Muaro Jambi
Jumlah Hari Curah Hujan
No Bulan
Hujan (Hari) (mm)
1 Januari 13 160
2 Februari 18 89
3 Maret 14 325
4 April 12 77
5 Mei 9 56
6 Juni 8 206
7 Juli 12 368
8 Agustus 11 412
9 September 13 119
10 Oktober 15 265
11 November 21 449
12 Desember 22 781
2.5 Demografi
16
Tabel 2. 8 Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Muaro Jambi
Laju Pertumbuhan
Kecamatan
2010 2020
Mestong 2,3 0,59
Sungai Bahar 2,05 1,68
Bahar Selatan 1,94 1,56
Bahar Utara 0,35 0,45
Kumpeh Ulu 4,95 2,46
Sungai Gelam 5,57 1,96
Kumpeh 1,78 0,76
Maro Sebo 1,86 1,18
Taman Rajo 0,08 0,93
Jambi Luar Kota 2,51 1,7
Sekernan 3,7 1,23
Muaro Jambi 3,16 1,54
17
Tabel 2. 9 Jumlah Penduduk Kabupaten Tanjung Jabung Barat
Laju Pertumbuhan Kepadatan
Persentase
Kecamatan Penduduk (ribu) Penduduk per Penduduk per
Penduduk
Tahun km2
Tungkal Ilir 14.520 1,44 4,57 42,00
Seberang Kota 16.196 0,57 5,10 52,00
Bram Itam 32.423 3,18 10,21 31,00
Tungkal Ulu 36.228 0,60 11,41 106,00
Tebing Tinggi 15.166 2,55 4,78 32,00
Batang Asam 10.831 0,50 3,41 32,00
Merlung 25.514 0,87 8,04 58,00
Renah Mendaluh 24.249 0,85 7,64 57,00
Muara Papalik 72.795 0,93 22,93 726,00
Betara 18.345 2,22 5,78 59,00
Kuala Betara 8.824 0,73 2,78 73,00
Pengabuan 29.180 2,03 9,19 51,00
Senyerang 13.227 2,46 4,17 71,00
Kabupaten Jabung Barat 317.498 1,37 100,00 63,00
18
Tabel 2. 10 Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan
Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan Jalan di
Jenis Permukaan Jalan Kabupaten Tanjung Jabung Barat ( (km)
2018 2019 2020
Aspal/Paved 176,306 218,097 253,054
Kerikil/Gravel 673,024 475,476 392,231
Tanah/Soil 415 563 506,862
Lainnya/Others 0,874 8,52 113,057
Jumlah/Total 1265,204 1265,093 1265,204
600,000
400,000
Kilometer
300,000
200,000
100,000
-
Baik Sedang Rusak Rusak Berat
PDRB Kabupaten Tanjung Jabung Barat Tahun 2020 Atas Dasar Harga Berlaku sebesar
37.153,88 miliar rupiah. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tanjung Jabung Barat selama 4 tahun
terakhir dari tahun 2016 sampai tahun 2020 yang ditunjukkan oleh laju pertumbuhan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB ) atas dasar harga berlaku, mengalami pertumbuhan masing-
masing sebesar 3,14; 4.48; 6,67 dan pada tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 5,06
sedangkan pada tahun 2020 laju pertumbuhan ekonomi terkontraksi sebesar -0,64 persen.
Terkontraksinya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tanjung jabung Barat pada tahun 2020
ini sebagai dampak dari pandemi Covid-19 yang menyebabkan penurunan aktivitas produksi di
beberapa lapangan usaha. Kontribusi terbesar dalam perekonomian Tanjung Jabung Barat pada
tahun 2020 disumbangkan oleh kategori Pertambangan dan Penggalian; Pertanian, Kehutanan,
dan Perikanan; dan Industri Pengolahan.
19
Tabel 2. 11 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
20
Tabel 2. 12 PDRB Atas Dasar Harga Konstan
Lapangan Usaha/Industry 2016 2017 2018 2019 2020
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan/Agriculture, Forestry, Fishing 5 813,31 6 147,25 6 444,90 6 724,15 6 759,60
Pertambangan dan Penggalian/Mining and Quarrying 10 857,36 11 179,16 12 332,75 13 146,14 12 871,21
Industri Pengolahan/Manufacturing Industry 5 096,43 5 253,03 5 401,76 5 478,44 5 553,13
Pengadaan Listrik dan Gas/Electricity and Gas 3,62 3,77 3,94 4,11 4,36
Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah dan Daur Ulang/Water supply,
Sewerage, Waste Management and Ramediation Activities 14,22 14,79 15,40 16,02 16,21
Konstruksi/Construction 1 079,53 1 196,43 1 298,93 1 394,44 1 393,57
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor/Wholesale
and Repair Trade, Repair of Motor Vehicle anda Motorcycles 823,62 869,80 931,16 988,58 936,16
Transportasi dan Pergudangan/Transport & Storage 200,14 214,06 223,40 234,36 222,76
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum/Accomodation and Food Service
Activities 105,69 113,89 122,71 130,59 119,96
Informasi dan Komunikasi/Information and Communication 420,38 453,94 490,62 527,66 568,92
Jasa Keuangan dan Asuransi/Financial and Insurance Activities 273,96 285,97 287,00 295,07 312,27
Real Estate/Real Estate Activities 162,95 173,12 186,12 197,08 196,48
Jasa Perusahaan/Business Activities 285,70 299,73 317,13 330,84 311,70
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib/Public
Administration and Defence Compulsory Social Security 391,68 407,17 430,35 450,75 438,65
Jasa Pendidikan/Education 451,74 472,73 500,41 520,03 535,70
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial/Human Health and Social Work Activities 118,42 125,44 133,43 142,06 150,19
Jasa Lainnya/Other Service Activities 146,45 151,50 159,44 164,92 157,87
Total Produk Domestik Regional Bruto 26 245,20 27 421,79 29 279,46 30 745,22 30 548,74
21
50000.00 PDRB ADHB 8
Laju Pertumbuhan
45000.00 6.77 7
40000.00 6
35000.00 5.01 5
4.48
Milyar rupiah
30000.00 4
3.14
43042.12
25000.00 3
41458.28
%
37153.88
35670.94
20000.00 2
31444
15000.00 1
10000.00 0
-0.64
5000.00 -1
0.00 -2
2016 2017 2018 2019 2020
22
Perkotaan Serdang Jaya yang berfungsi sebagaipusat pemerintahan kecamatan,
perdagangan dan jasa sub regional, pusat kesehatan, industri pengolahan, pusat
pendidikan, pusat peribadatan, dan simpul transportasi;
Perkotaan Merlung di Kecamatan Merlung yang berfungsi sebagaipusat
pemerintahan kecamatan, perdagangan dan jasa sub regional, pusat kesehatan,
pusat rekreasi, olahraga dan wisata, pusat pendidikan, pusat peribadatan, dan
simpul transportasi; dan
Perkotaan Tebing Tinggi di Kecamatan Tebing Tinggi yang berfungsi
sebagaipusat pemerintahan kecamatan, pusat industry pengolahan hasil hutan
dan perkebunan, perdagangan dan jasa sub regional pelayanan transportasi
3. Pusat Kegiatan Kawasan (PPK) merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi
atau berpotensi sebagai pusat kegiatan perdagangan dan jasa yang melayani skala
kecamatan atau beberapa desa atau kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kecamatan atau
beberapa kecamatan. PPK di Kabupaten Tanjung Jabung Barat adalah :
23
Perdesaan Senyerang di Kecamatan Senyerang berfungsi sebagai transportasi
lokal, pasar lokal dan pusat pelayanan fasilitas umum;
Perdesaan Tungkal V di Kecamatan Seberang Kota berfungsi sebagai
transportasi lokal dan pusat pelayanan fasilitas umum;
Perdesaan Betara Kiri di Kecamatan Kuala Betara berfungsi berfungsi sebagai
pusat pelayanan fasilitas umum skala beberapa desa;
Perdesaan Lubuk Kambing di Kecamatan Renah Mendaluh berfungsi berfungsi
transportasi lokal dan pusat pelayanan fasilitas umum;
Perdesaan Rantau Badak di Kecamatan Muara Papalik berfungsi berfungsi
transportasi lokal dan pusat pelayanan fasilitas umum dan perdagangan dan
pendidikan.
2.8.2 Rencana Sistem Jaringan Transportasi Darat
Dalam rangka mendorong struktur ruang yang lebih berkesinambungan sesuai
dengan konsep hirarkhi pelayanan, maka diciptakan jaringan aksesibilitas yang merata
di seluruh wilayah Kabupaten khususnya menuju sentra produksi dari masing-masing
pusat pelayanan serta antar pusat pelayanan. Sistem jaringan prasarana transportasi jalan
terdiri atas jaringan arteri primer, jaringan jalan kolektor primer, dan jaringan jalan lokal
primer. Pengembangan sistem jaringan prasarana transportasi jalan meliputi
pengembangan jaringan jalan, peningkatan jaringan jalan dan pemeliharaan.
Pengembangan jaringan jalan ditujukan untuk penyediaan prasarana transportasi jalan
guna menunjang pembentukan sistem perkotaan yang direncanakan terutama pada akses
yang menghubungkan antara lintas jalan Provinsi/nasional dan meliputi peningkatan
fungsi jalan dan/atau pembangunan jalan baru, berdasarkan hal tersebut maka jaringan
transportasi yang membentuk struktur ruang wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat
adalah;
1) Jaringan jalan
a) Jalan bebas hambatan atau jalan tol yaitu jaringan jalan untuk
menghubungkan, antara PKN dan PKW, dan/atau PKN/PKW yang meliputi
ruas tol Jambi rengat sebagai penghubng antar Provinsi Jambi dan Provinsi
Riau
b) Jaringan Jalan Arteri Primer yaitu jaringan jalan untuk menghubungkan,
antara PKN dan PKW, dan/atau PKN/PKW dengan bandar udara pusat
24
penyebaran skala pelayanan primer/sekunder/tersier dan pelabuhan
internasional/nasional. Ruas jalan ini meliputi :
Ruas Batas. Provinsi Riau – Merlung
Ruas Merlung - BTS. Kab.Tanjab Barat.
c) Jaringan Jalan Kolektor Primer K1, yang yang menghubungkan pusat-pusat
produksi dengan kota pusat pelayanan (ibu kota kabupaten) dan sarana
pemasaran (pelabuhan). Umumnya ruas jalan kolektor primer di Kabupaten
Tanjung Jabung Barat dan berstatus jalan provinsi, yaitu ruas jalan:
Ruas Pematang Lumut – Batas Muara Jambi;
Ruas batas Kota Kuala Tungkal – Pematang Lumut;
Ruas jalan. Sultan Thaha (Kuala Tungkal);
Ruas jalan. Sudirman (Kuala Tungkal);
Ruas jalan. Sri Sudewi (kuala Tungkal).
d) Jaringan Jalan Kolektor Primer K2 meliputi ruas Rantau Badak –
Sgk.Tigedang dan ruas Sei Saren – Senyerang – Batas Riau.
e) Jaringan Jalan Lokal Primer, menghubungkan antar pusat kegiatan lokal
dalam wilayah kabupaten yang menghubungkan antar-PKL, menghubungkan
antara PKL dengan PPK. Ruas jalan kolektor primer di Kabupaten Tanjung
Jabung Barat dan berstatus jalan kabupaten, yaitu ruas jalan:
ruas jalan Kuala Tungkal – Parit Deli (Betara Kiri) – Sungai Gebar –
Sungai Dualap (Kuala Mendahara – Tanjung Jabung Timur);
ruas jalan Tebing Tinggi – Pematang Lumut;
ruas perkotaan Merlung– Rantau Badak;
ruas perkotaan Ruas jalan Simpang 91 – Desa Tebing Tinggi –Teluk
Ketapang;
ruas perkotaan Pelabuhan Dagang – Purwodadi – Simpang Abadi; dan
ruas perkotaan Merlung – Pinang Gading – Tanjung Bananak – Lampisi
Sari – Jaya Kesuma dan Pingan Gading – Kemang Manis
f) Jalan Strategis Nasional meliputi ruas Merlung – LubukKambing – Simpang
Nias dan ruas Sei Saren – Pelabuhan Roro.
25
Kabupaten Tanjung Jabung Barat merupakan salah satu wilayah yang dilintasi oleh
rencana jalur Kereta Api Nasioanal, hal ini tertuang dalam Sumatera Railway
Development Project dimana terdapat lintasan rencana jaringan kereta api di wilayah
Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang melintasi Desa Rantau Badak yaitu rencana
jaringan jalur kereta api Pekanbaru – Rengat – Jambi – Betung – Palembang.
Rencana pembangunan jalur kereta api ini, yang tertuang pada Masterplan
Pengembangan Kereta Api Sumatera merupakan salah satu koridor yang termasuk dalam
prioritas sedang untuk dikembangkan, koridor ini merupakan kelanjutan dari rencana
pembangunan jalan kereta api dari Medan – Lubuk Pakam – Tebing Tinggi – Kisaran –
Rantau Prapat – Dumai – Duri – Pekanbaru; dan Palembang – Kayu Agung – Menggala
– Bakauheni.
Sebagai tindak lanjut dari rencana pengembangan koridor jaringan jalan KA
tersebut, yang juga diperjelas lagi didalam RTRW Provinsi Jambi yaitu rencana
pembangunan jaringan angkutan Kereta Api Provinsi Jambi yang merupakan bagian dari
Rencana pembangunan jaringan Kereta Api Sumatera (Sumatera Railway) yang
menghubungkan:
Batas Sumatera Selatan – Tempino - Jambi – Sengeti – Merlung – Batas
Riau
Muara Tebo - Rantau Badak – Kuala Tungkal
Dengan rencana yang komprehensif tersebut maka jaringan jalan kereta api
tersebut nantinya akan menjadi alternatif untuk angkutan transportasi khususnya bagi
angkutan barang dimana wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat terdapat potensi
perkebunan,pertambangan, dan perikanan; selain itu terdapat Pelabuhan Kuala Tungkal
yang dalam RTRW Nasional telah ditetapkan sebagai Pelabuhan Nasional. Jika dikaitkan
dengan keuntungan yang didapat adalah tidak terjadainya double handling pada
pengangkutan sehingga lebih menghemat biaya transportasi. Selain itu, dengan
pengalihan angkutan langsung ke kereta api maka beban lalu lintas berat pada jaringan
jalan khususnya jaringan jalan perkotaan akan dapat diminimalisir. Dalam jangka
Panjang pada Kota Kuala Tungkal dan Rantau Badak juga berpeluang untuk dibangun
terminal yang terpadu dengan sistem angkutan kereta api.
26
Disamping pengembangan pusat-pusat pelayanan, struktur jaringan jalan dan
pengembangan fungsi primer suatu kawasan, pembentukan struktur ruang wilayah
Kabupaten Tanjung Jabung Barat didukung pula oleh :
Pengembangan pelabuhan Kuala Tungkal sebagai pelabuhan nasional. Sebagai
Kota Pelabuhan dan Pintu gerbang Provinsi Jambi melalui laut untuk menuju
Batam dan Negara Tetangga Singapura serta Malaysia, Pemerintah Kabupaten
Tanjung Jabung Barat menyediakan Armada Angkutan Laut Penumpang NV.
Tungkal Samudera dengan rote pelayaran Kuala Tungkal Batam Tanjung
Pinang. Untuk kelancaran arus lalu lintas kapal keluar masuk melalui
Pelabuhan Kuala Tungkal, cukup padat baik Kapal Angkutan Penumpang
maupun Kapal Angkutan Barang, untuk menjaga kelancaran Pelayaran dan
Mencegah terjadinya Kecelakaan di laut, telah memiliki Stasiun Radio Pantai
Kuala Tungkal yang beralamat di Jl. Kalimantan - Kuala Tungkal
Pengambangan Pelabuhan khusus meliputi Pelabuhan Kelagian di Kecamatan
Tebing Tinggi dan Pelabuhan Tebing Tinggi di Kecamatan Tebing Tinggi.
Alur pelayaran laut nantinya melewati jalur Kuala Tungkal – Kabupaten
Tanjung Jabung Timur – Kepulauan Riau – Provinsi Riau – SIJORI (Singapura,
Johor, Riau) – SIBAJO (Singapura – Batam –Johor) dan alur Pelayaran
Penyeberangan dengan jalur Kuala Tungkal – Kepulauan Riau – Provinsi Riau.
27
Sektor unggulan yang dapat menggerakan pertumbuhan ekonomi;
Potensi ekspor;
Dukungan jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi;
Kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;
Fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan dalam rangka mewujudkan
ketahanan pangan;
Fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka
mewujudkan ketahanan energi;
Kawasan yang dapat mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal di dalam
wilayah kabupaten.
28
Kawasan rawan bencana alam; atau
Kawasan yang sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai
dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.
29
Gambar 2. 4 Rencana Struktur Ruang Kabupaten
30
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Jalan Arteri yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan
masuk dibatasi secara berdaya guna.
31
3. Jalan Lokal yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat
dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah
masuk tidak dibatasi.
4. Jalan Lingkungan yaitu yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkung
Bahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu
lintas yang berfungsi sebagai: ruangan untuk berhenti, ruang untuk
menghindar dalam keadaan darurat, memberikan kelenggangan pengemudi,
pendukung konstruksi perkerasan jalan dari arah samping, ruang pembantu
pada saat perbaikan dan pemeliharaan jalan, ruang melintas kendaraan
patroli,ambulans, dll
4. Trotoar
32
berupakerb. Kebutuhan trotoar tergantung dari volume lalu lintas pemakai
jalan.
5. Median
33
Proyek Jalan Tol Trans-Sumatra merupakan proyek strategis nasional yang
saat ini sedang direncanakan. Jalan Tol Trans-Sumatra adalah jaringan jalan tol
sepanjang 2.818 km di Indonesia akan menghubungkan kota-kota di pulau
Sumatra, dari Lampung hingga Aceh. Salah satu pembangunan Jalan Tol Trans-
Sumatra yakni Ruas Tol Jambi – Rengat Panjang ±198 km yang menghubungkan
antara Provinsi Jambi dan Provinsi Riau.
Sejauh ini pembangunan jalan tol di Indonesia berjalan sangat lambat. Jumlah
ini tentunya relatif rendah bila dibandingkan dengan luas daratan Indonesia.
Berdasarkan data Industry Update Vol. 13, Juli 2009, hampir keseluruhan proyek
pembangunan jalan tol di Indonesia terlambat dari jadwal yang ditetapkan.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), (2007),
pembangunan infrastruktur jalan tol yang sudah beroperasi dari tahun 2000-2005
baru mencapai 26,57 km atau rata-rata pertumbuhannya 5,31 km per tahun;
sementara yang sudah beroperasi dari tahun 2005-2007 sepanjang 55,69 km atau
27,85 km per tahun, atau lahan yang sudah dibebaskan sekitar 55-80 Ha per tahun.
Pembangunan jalan tol tidak lepas dari aspek fisik dan aspek non fisik pada
masyarakat. Aspek fisik berkaitan dengan lingkungan sedangkan aspek non fisik
adalah masalah sosial masyarakat. Kedua aspek tersebut tentunya dirasakan secara
langsung oleh masyarakat yang terkena dampak dari adanya pembangunan jalan tol
tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Fathurosy (2018) menghasilkan adanya
empat dinamika respon masyarakat atas pembangunan jalan tol, yakni dinamika
yang berkaitan dengan aspek perubahan pola pikir masyarakat, aspek dinamika
sosial yang berkaitan dengan interaksi masyarakat, aspek ekonomi terutama
berkaitan dengan mata pencaharian atau usaha masyarakat, dan aspek yang
berkaitan dengan dampak atau manfaat baik yang bersifat positif maupun negatif.
34
Perkerasan jalan ialah bagian dari jalan raya yang dikeraskan dengan
lapisan konstruksi tertentu yang memiliki ketebalan, kekuatan, kekakuan dan
stabilitas tertentu agar dapat menyalurkan beban lalu lintas di atasnya ke tanah
dasar. Perkerasan jalan menggunakan campuran agregat dan bahan ikat. Agregat
yang digunakan ialah batu belah, batu pecah, batu kali atau bahan lainnya,
sedangkan bahan pengikat yang digunakan ialah aspal, semen atau tanah liat.
Berdasarkan bahan pengikat, konstruksi perkerasan dapat dibedakan menjadi:
35
Dalam pasal 43 (UU No.38/2004), jalan tol diselenggarakan untuk :
1. Memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang.
2. Meningkatkan hasil guna dan daya guna pelayanan distribusi barang dan jasa guna
menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi.
3. Meringankan beban dana pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan.
4. Meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan.
dan barang umumnya sangat tinggi sehingga dituntut adanya sarana perhubungan
darat atau jalan dengan mutu yang andal. Tanpa adanya jalan dengan kapasitas
cukup dan mutu yang andal, maka dipastikan lalu lintas orang maupun barang akan
Berdasarkan BPJT (Badan Pengatur Jalan Tol) manfaat jalan tol adalah sebagai
berikut:
36
2. Meningkatkan mobilitas dan aksesibilitas orang dan barang.
37
jalan dan perlengkapan jalan. Tuntutan lingkungan tersebut sangat
berpengaruh terhadap pengoperasian jalan tol sebagai jalan alternatif.
Proyek-proyek infrastruktur dibandingkan proyek gedung atau proyek
lainnya, khususnya pembangunan jalan tol memerlukan investasi besar dengan
masa konstruksi yang sangat panjang. Konsekuensinya, proyek semacam ini
mempunyai risiko tinggi pada masa konstruksi, yang antara lain ditunjukkan
dengan makin lamanya waktu yang diperlukan dalam penyelesaian konstruksi.
Akibatnya, biaya yang diperlukan semakin membengkak/cost-overruns.
Selain itu Pembangunan jalan tol akan berpengaruh pada perkembangan wilayah
dan peningkatan ekonomi, meningkatkan mobilitas dan aksesibilitas orang dan
barang, pengguna jalan tol akan mendapatkan keuntungan berupa penghematan
biaya operasi kendaraan (BOK) dan waktu dibanding apabila melewati jalan non
tol dan badan usaha mendapatkan pengembalian investasi melalui pendapatan tol
yang tergantung pada kepastian tarif tol.
38
d) Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan
kapasitas jalan dapat tercapai.
e) Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas lokal dan lalu
lintas ulang alik.
f) Tingkat kenyaman dan keamanan yang dinyatakan dengan Indeks
Permukaan tidak kurang dari 2 (dua).
g) Memiliki Standar Pelayanan Minimal
Kinerja Perkerasan Jalan Tol
- Kinerja Perkerasan jalan tol meliputi 3 (tiga) hal, yaitu : Keamanan,
yaitu ditentukan oleh besarnya gesekan akibat adanya kontak antara
ban dan permukaan jalan. Besarnya gaya gesek yang terjadi
dipengaruhi oleh bentuk dan kondisi ban, tekstur permukaan jalan,
kondisi cuaca dan lain sebagainya.
- Wujud perkerasan (struktur perkerasan), sehubungan dengan kondisi
fisik dari jalan tersebut seperti adanya retak-retak, amblas, alur dan
gelombang.
- Fungsi pelayanan, sehubungan dengan bagaimana perkerasan
tersebut memberikan pelayanan kepada pemakai jalan
39
- Sumbu tridem roda ganda (STrRG).
40
adalah sama dengan hasil dari perhitugan kapasitas jalan tol. Dalam analisa
perencanaan lebar optimum jalan dan jembatan ini menggunakan beberapa
parameter lalu lintas antara lain:
3.3.1 Volume Lalu Lintas (Q)
Volume lalu lintas merupakan jumlah kendaraan yang melewati satu titik
tertentu dari suatu segmen jalan selama waktu tertentu (menit, jam ataupun hari).
Dinyatakan dalam satuan kendaraan atau satuan mobil penumpang (smp).
a. Lalu Lintas Harian Rata-rata
Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT) adalah jumlah lalu lintas
kendaraan ratarata yang melewati satu jalur jalan selama 24 jam dan diperoleh dari
data selama satu tahun penuh.
Jumlah Lalu Lintas dalam 1tahun
LHRT =
365
LHRT dinyatakan dalam smp/hari/2 arah atau kendaraan/hari/2 arah untuk
jalan 2 lajur 2 arah, smp/hari/1 lajur atau kendaraan/hari/1 arah untuk jalan berlajur
banyak dengan median.
b. Ekivalensi Mobil Penumpang (EMP)
emp
Arus Total (ekivalensi mobil
Tipe Alinyemen
( kend/jam) penumpang)
MHV LB LT
0 1,2 1,2 1,6
1250 1,4 1,4 2,0
Datar
2250 1,6 1,7 2,5
≥2800 1,3 1,5 2,0
Bukit 0 1,8 1,6 4,8
41
900 2,0 2,0 4,6
1700 2,2 2,3 4,3
≥2250 1,8 1,9 3,5
0 3,2 2,2 5,5
700 2,9 2,6 5,1
Gunung
1450 2,6 2,9 4,8
≥2000 2,0 2,4 3,8
emp
Arus Total
Tipe Jalan H MC, lebar lajur
(kend/jam)
V ≤6 m >6m
0 1,3 0,50 0,40
Dua Lajur (2/2 UD)
Tidak ≥ 1800 1,2 0,35 0,25
Terbagi 0 1,3 0,40
Empat Lajur (4/2 UD)
≥ 1800 1,2 0,25
Empat Lajur (4/2 D) 0 1,3 0,40
Dua lajur 1 arah (2/1 D) ≥ 1800 1,2 0,25
Terbagi
Enam Lajur (6/2 D) 0 1,3 0,40
Tiga lajur 1 arah (3/1 D) ≥ 1800 1,2 0,25
Jalan di daerah komersial dan jalan arteri 0.07 - 0.08 0,08 - 0,10
42
Jalan di daerah permukiman 0,08 - 0,09 0,09-0,12
Merah semua =
[ V EV
+
]
V AV max
Dimana :
LEV, LAV = jarak dari garis henti ke titik konflik masing-masing untuk
kendaraan berangkat dan datang (m)
IEV = panjang kendaraan yang berangkat (m)
VEV, VAV = kecepatan masing-masing untuk kendaraan yang berangkat
dan yang datang (m/det)
Waktu hilang (LTI) merupakan jumlah semua periode antar hijau dalam siklus
yang lengkap (det). Waktu hilang dapat juga diperoleh dari beda antara
waktu siklus dengan jumlah waktu hijau dalam semua fase yang berurutan.
LTI = ∑ (Merahsemua + kuning) = IG∑
Waktu siklus sebelum penyesuaian (Cua) (MKJI, 1997)
Cua = (1,5 x LTI +5)/(1-IFR)
Waktu Hijau (g) (MKJI, 1997)
Gi = (Cua – LTI) x Pri
Waktu siklus yang disesuaiakan (MKJI,1997)
C= ∑ g+LTI
43
3) Penentuan Rasio Arus/Rasio Arus Jenuh
Rasio Arus (FR) ditentukan dengan persamaan (MKJI,1997) :
FR = Q/S
Rasio arus simpang (IFR) ditentukan dengan persamaan (MKJI, 1997) :
IFR = ∑(FRcrit )
Dimana FRcrit merupakan rasio arus kritis (tertinggi) pada masing-masing fase
Rasio Fase (PR), ditentukan dengan persamaan (MKJI,1997) :
PR = FRcrit/IFR
4) Derajat Kejenuhan (DS)
Derajat kejenuhan untuk simpang bersinyal dihitung dengan persamaan berikut
(MKJI, 1997) :
DS = Q/C =(Q x c)/(S x g)
Dimana :
Q = jumlah unsur lalu lintas yang melalui titik terganggu di hulu, pendekat per
satuan waktu
C = Kapasitas (smp/jam)
S = arus jenuh (smp/jam hijau)
c = waktu siklus sinyal (det)
g = waktu hijau (det)
3.3.3. Analisa kinerja simpang tidak bersinyal
A. Derajat Kejenuhan
Derajat Kejenuhan untuk simpang tidak bersinyal dihitung sebagai berikut :
(MKJI,1997)
Q smp
DS =
C
Dimana :
Qsmp = arus total (smp/jam) dihitung sebagai berikut :
Qsmp = Qkend x Fsmp
Fsmp = faktor smp, dihitung sebagai berikut :
emp LV x LV %+empHV x HV % + empMC x MC %
Fsmp =
100
Dimana emp LV, LV%, empHV, HV%, emp MC dan MC% adalah emp dan
komposisi lalu lintas untuk kendaraan ringan, kendaraan berat dan sepeda motor.
C = kapasitas (smp/jam)
B. Tundaan
Tundaan merupakan waktu tempuh tambahan untuk melewati simpang bila
dibandingkan dengan situasi tanpa simpang, yang terdiri dari tundaan lalu
44
lintas dan tundaan geometrik. Tundaan pada simpang dapat terjadi karena dua
sebab yaitu :
1) Tundaan Lalu Lintas (DT) akibat interaksi lalu lintas dengan gerakan lain
dalam simpang.
2) Tundaan Geometrik (DG) akibat perlambatan dan percepatan kendaraan
yang terganggu dan tidak terganggu.
Tundaan lalu lintas simpang (DTI) adalah tundaan lalu lintas, rata-rata untuk
semua kendaraan bermotor yang masuk simpang denga persamaan(MKJI,
1997):
Untuk DS 0,6 : DTI = 2 + 8,2708 x DS – (1 - DS)2
Untuk DS > 0,6 : DTI = 1,0504/(0,2742 – 0,2042 x DS) – (1 – DS)2
Tundaan lalu lintas jalan minor (DTMI) : Tundaan lalu lintas jalan minor
rata-rata, ditentukan berdasarkan tundaan simpang rata-rata dan tundaan jalan
utama rata-rata (MKJI, 1997).
DTMI = (QTOT x DTI – QMA x DTMA)/QMI
Dimana :
DTMI = tundaan lalu lintas jalan minor
DTMA = tundaan lalu lintas jalan utama
QTOT = arus total
QMA = arus jalan utama
QMI = arus jalan minor
Tundaan lalu lintas jalan utama (DTMA) : Tundaan lalu lintas rata-rata
semua kendaraan bermotor yang masuk persimpangan dari jalan utama.
(MKJI, 1997)
Untuk DS 0,6 : DTMA = 1,8 + 5,8234 x DS – (1- DS)1,8
Untuk DS > 0,6 : DTMA = 1,05034/ (0,346-0,246 x DS) – (1-DS)1,8 , dimana :
DTMA = tundaan lalu lintas jalan utama
DS = derajat kejenuhan
Tundaan geometrik simpang (DG) adalah tundaan geometrik rata-rata
seluruh kendaraan bermotor yang masuk simpang. DG dihitung dari persamaan
berikut. (MKJI, 1997)
Untuk DS < 1,0 :
DG = (1-DS) x (PT x 6 + (1- PT)3) + DS4 (det/smp)
45
Untuk DS 1,0 ; DG = 4
Dimana :
DS =derajat kejenuhan
PT = rasio arus belok terhadap arus total
6 dtk = tundaan geometrik normal untuk kendaraan belok yang tak
terganggau (det/smp).
C. Peluang Antrian
Peluang antrian ditentukan dari kurva peluang antrian/derajat kejenuhan
secara empiris.
QP%= 47,71 x DS-24,68 x DS2 + 56,47 x DS3
QP% = 9,02 x DS +20,66 x DS2 + 10,49 x DS3
46
3.3.3 Kapasitas Jalan
Untuk mengetahui nilai derajat kejenuhan suatu ruas jalan besarnya
kapasitas jalan terlebih dahulu diketahui nilainya. Kapasitas didefinisikan sebagai
arus maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan
jam pada kondisi tertentu. Untuk jalan dua-lajur dua-arah, kapasitas ditentukan
untuk arus dua arah (kombinasi dua arah), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur,
arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per lajur.
Nilai kapasitas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan selama
memungkinkan. Karena lokasi yang mempunyai arus mendekati kapasitas segmen
jalan sedikit (sebagaimana terlihat dari kapasitas simpang sepanjang jalan),
kapasitas juga telah diperkirakan dari analisa kondisi iringan lalu- lintas, dan
secara teoritis dengan mengasumsikan huhungan matematik antara kerapatan,
kecepatan dan arus, lihat di hawah. Kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil
penumpang (smp), lihat di bawah.
Perhitungan kapasitas menggunakan rumus:
C = C0 . FCW .FCSP .FCSF .FCCS.
dimana:
C : kapasitas (smp/jam)
C0 : kapasitas dasar (smp/jam)
FCSP : faktor penyesuaian distribusi
FCW : faktor penyesuaian lebar jalan
FCSf : faktor penyesuaian gangguan samping
FCcs : faktor penyesuaian ukuran kota
Sedangkan untuk Perhitungan kapasitas persimpangan tidak berlampu lalu
lintas ditetnukan dengan persamaan berikut: (MKJI, 1997: 3-39).
C = C0 x FW x FM x FCS x FRSU x FLT x FRT x FMI (smp/jam)
C : Kapasitas (smp/jam)
C0 : Kapasitas dasar (smp/jam)
FW : Faktor koreksi kapasitas untuk lebar jalan persimpangan
FM : Faktor koreksi kapasitas jika ada pembatas median pada lengan
FCS : Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (jumlah penduduk)
FRSU : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya tipe lingkungan & gangguan
samping
FLT : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kiri
FRT : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kanan
FMI : faktor koreksi kapasitas akibat adanya arus lalu lintas pada jalan minor
47
Tingkat pelayanan (level of service) adalah ukuran kinerja ruas jalan atau
simpang jalan yang dihitung berdasarkan tingkat penggunaan jalan, kecepatan,
kepadatan dan hambatan yang terjadi. Dalam bentuk matematis tingkat pelayanan
jalan ditunjukkan dengan V-C Ratio (V = volume lalu lintas, C = kapasitas
jalan).Perhitungan kinerja jalan menggunakan parameter tingkat pelayanan jalan
yang merupakan nisbah antara volume dan kapasitas.
LOS = V/C
V = Volume Kendaraan
C = Kapasitas Jalan
LEP = ∑= n j 1 LHR j x cj x Ej
dimana: n = Umur rencana
cj = koefisien distribusi kendaraan
Ej = angka ekuivalen beban sumbu gandar (MST.10 Ton)
c) Lintas ekuivalen Akhir (LEA)
LER = LET x FP
Dimana: FP = faktor penyesuaian = UR /10
48
BAB IV
METODE
4.1. Metode Perencanaan
Secara Umum, metode perencanaan yang akan diterapkan dalam pekerjaan Kajian
Lalu Lintas Penyusunan RTA Jalan Tol Ruas Jambi - Rengat Seksi 2 STA. 40+000 s/d
STA. 80+000 ini terdiri dari beberapa tahapan kegiatan yang tersusun secara sistematis
dan saling terkait antara kegiatan yang satu dengan kegiatan berikutnya guna tercapainya
tujuan dan sasaran yang direncanakan. Pelaksanaaan pekerjaan akan dilakukan dalam 3
tahapan utama, yaitu persiapan, pengumpulan data serta analisis data seperti pada Gambar
4.1.
49
data volume lalu lintas merupakan dasar dalam penentuan desain jalan, penentuan tingkat
pertumbuhan lalu lintas, analisis kecelakaan, perencanaan jaringan, pendanaan dan
sebagainya.
Survei volume lalu lintas pada pekerjaan ini digunakan untuk mengumpulkan data
mengenai tingkat penggunaan jaringan yang telah ada seperti volume lalu lintas per jam,
volume lalu lintas per hari, komposisi kendaraan, fluktuasi lalu lintas dan lain-lain. Data
lalu lintas ini berfungsi sebagai dasar evaluasi kinerja lalu lintas pada ruas jalan yang
sudah ada.
Pada pekerjaan ini survei pencacahan volume lalu lintas pada ruas jalan dilakukan
selama 24 jam selama 7 hari (weekday & weekend) untuk keperluan validasi data
sekunder. Pencacahan lalu lintas ruas masing-masing arah pergerakan dihitung secara
terpisah. Alat-alat yang diperlukan dalam survei ini adalah formulir survey, alat tulis dan
pencatat waktu (stop watch). Secara umum prosedur pelaksanaan survei ini yaitu surveyor
menempati suatu titik (pos) yang tetap di tepi jalan, sedemikian sehingga dia mendapatkan
pandangan yang jelas dan sedapat mungkin agar Surveyor terhindar dari panas dan hujan.
Untuk lebih jelasnya mengenai golongan dan Jenis Kendaraan dapat dilihat pada Tabel
4.1. Surveyor mencatat setiap kendaraan yang melintasi titik yang telah ditentukan pada
formulir survei lapangan seperti pada Gambar 4.2.
Tabel 4. 1Klasifikasi Kendaraan
Golongan /
Jenis Kendaraan
Kelompok
1 Sepeda motor dan kendaraan roda 3
2 Sedan, jeep, dan station wagon (kend.
pribadi)
3 Pick up, dan minibus (mobil penumpang
umum/ MPU)
4 Micro truck dan mobil hantaran (pick up)
5a Bus kecil
5b Bus besar
6a Truck/ truck tangki 2 sumbu 3/4*”
6b Truck/ truck tangki 2 sumbu
7a Truck/ truck tangki 3 sumbu
7b Truck/ truck tangki gandeng
7c Truck semi trailer dan truck trailer
8 Kendaraan tidak bermotor dan gerobag
50
Gambar 4. 2 Contoh Pelaksanaan Survey Cacah Lalin
51
Lokasi pengamatan kecepatan setempat sebaiknya dipilih pada ruas jalan diantara
persimpangan, sedangkan waktu pengamatan tergantung pada tujuan penggunaan hasil
survei. Kecepatan setempat hendaknya dilakukan pada saat udara yang baik dengan
kondisi lalu lintas normal. Pelaksanaan survei dapat secara manual atau otomatis. Pada
cara manual, kecepatan dihitung berdasarkan waktu selang pada jarak tertentu. Untuk
mengetahui kurva diversi lalu lintas berbasis kecepatan dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Tata cara ini diberikan untuk pengukuran kecepatan setempat dengan metode manual yang
umum dilakukan. Sampel yang perlu dipenuhi saat melakukan survei adalah:
a. kendaraan yang paling depan dari suatu arus hendaknya diambil sebagai sampel
dengan pertimbangan bahwa kendaraan kedua dan selanjutnya mempunyai
kecepatan yang sama dan kemungkinan tidak dapat menyiap
b. sampel untuk truk hendaknya diambil sesuai dengan proporsinya.
52
ditentukan menggunakan form pengisian pergerakan penumpang dan barang yang
menyangkut asal tujuan perjalanan, maksud perjalanan, jenis kendaraan berat, jenis
muatan, dan berat muatan.
Survei dilakukan dengan mengambil sejumlah sampel pengguna jalan yakni
kendaraan pribadi dan angkutan barang. Pelaksanaan survei dilakukan 2 periode Pagi-
Siang (08.00-11.00 WIB) dan Siang-Sore (14.00-17.00 WIB). Adapun informasi yang
dikumpulkan adalah:
- Jenis kendaraan
- Jenis kelamin
- Pekerjaan
- Jumlah Anggota keluarga
- Asal dan tujuan perjalanan
- Status kepemilikan
- Frekuensi perjalanan
- Waktu perjalanan
53
dari suatu lokasi dengan lokasi lainnya tergantung jaraknya, dimana biaya yang rendah
untuk orang-orang di dekat lokasi dan biaya yang tinggi bagi orang yang tinggal lebih
jauh. Metode TCM dilakukan dengan teknik survei revealed preference.
54
f. Respon sebagai jawaban yang diberikan oleh individu dianalisa untuk
mendapatkan ukuran secara kuantitatif mengenai hal yang penting pada setiap
atribut.
Survai untuk mendapatkan data primer dilakukan dengan cara surveyor
menanyakan langsung pertanyaan di kuesioner pada responden pengguna jalan yang
sedang beristirahat di rest area jalan tol, SPBU maupun rumah makan. Responden dipilih
secara acak dan diisi sesuai dengan kondisi sesungguhnya responden tersebut terdiri dari
dua bagian, yaitu:
a. Karakteristik Umum Pengguna Jasa
Bagian ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan
karakteristik umum pengguna jalan, terdiri dari 2 jenis data yaitu karakteristik
sosial ekonomi responden dan karakteristik perjalanan responden. Karakteristik
sosial ekonomi responden yang di bahas adalah: pendidikan terakhir,
pekerjaan, dan penghasilan per bulan. Karakteristik perjalanan responden yang
dibahas adalah maksud perjalanan, frekuensi perjalanan per bulan, jenis
pembiayaan perjalanan, alasan pemilihan moda dan frekuensi perjalanan.
b. Pemilihan Moda
Kuesioner ini dibuat dengan menggunakan teknik Stated-Preferences (SP).
Bagian ini terdiri dari tujuh tabel/atribut yang masing-masing berisi beberapa
situasi. Masing-masing situasi berisi pernyataan yang membandingkan antara
jalan tol dan jalan eksisting. Atribut-atribut yang dibandingkan meliputi 5
situasi skenario tarif dan 5 skenario kondisi derajat kejenuhan jalan.
Pelaksanaan Survey ATP/WTP dan Stated Preference dapat dilihat pada Gambar
4.5 berikut ini :
55
primer serta untuk mengetahui histori lalu lintas pada periode sebelumnya sebagai dasar
memprediksi kondisi pada masa yang akan datang. Pengumpulan data sekunder dilakukan
sesuai dengan mekanisme yang ada pada instansi dimana data tersebut ada. Dukungan
pemberi kerja untuk penyedia jasa dilakukan dengan penyediaan data realisasi jalan tol
dan dokumaen hasil studi sebelumnya serta penerbotan surat pengantar survey data
sekunder. Kebutuhan data skunder dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4. 3 Kebutuhan Data Sekunder
No Jenis Data Sumber Data
1 RTRW Kabupaten Bappeda Kabupaten
2 RTRW Provinsi Bappeda Provinsi
3 Data Sosial Ekonomi Badan Pusat Statistik
4 Data History Lalu Lintas Dinas Perhubungan
6 Data Realisasi Lalu Lintas Jalan Tol BUJT
7 Kajian lalu lintas dan persimpangan Dinas Perhubungan
8 Dokumen Andalalin Dinas Perhubungan
9 Basic design dan FS Dinas Perhubungan
56
4.2.2. Analisis Sistem Jaringan
Sesuai dengan inovasi yang ditawarkan penyedia jasa, untuk menyusun hasil
inventarisasi jalan dan sistem transportasi dalam suatu sistem jaringan yang terintegrasi.
Penyusunan analisis sistem jaringan ini akan dilakukan sesuai ketersediaan data yang ada.
Urgensi sistem jaringan ini adalah untuk mengetahui sistem pergerakan eksisting dan
potensi yang bisa dikembangkan pada sistem jaringan di sekitar kawasan pekerjaan.
Data-data yang diperlukan dalam penyusunan dan diupayakan terkumpul melalui
survei inventarisasi dan pengumpulan data sekunder adalah sebagai berikut:
Ringkasan Data Jalan
1) Data identifikasi ruas jalan yang meliputi:
Nomor dan panjang ruas jalan
Nama pengenal jalan
Titik awal ruas jalan
Titik akhir ruas jalan
Sistem jaringan jalan (primer, sekunder)
Status jalan (nasional, propinsi, kabupaten)
Peran jalan (arteri, kolektor)
2) Data lokasi ruas jalan yang meliputi:
Lokasi ruas jalan pada peta propinsi
Peta lokasi ruas jalan
3) Data Luas lahan dan daerah milik jalan,
4) Data teknik yang meliputi:
Jenis permukaan jalan (tanah, kerikil, beton aspal, dan beton semen), satuan
yang digunakan adalah km dan m2.
Jenis jembatan (belum ada, pelayangan, sementara, semi permanen, dan
permanen), satuan yang digunakan adalah buah dan meter.
Bangunan pengaman dan pelengkap (gorong-gorong, saluran permanen,
drainase bawah tanah, bak penampung, riol, bangunan penahan tanah, kerb,
penutup lereng, krib dan bangunan pengaman bangunan), satuan yang
digunakan adalah buah dan meter.
Perlengkapan jalan (pagar pengaman, dinding pengaman, patok pemandu,
marka jalan, rambu jalan, patok damija, rambu lalu lintas, lampu lalu lintas,
lampu penerangan, jembatan penyeberangan, shelter dan cermin jalan), satuan
yang digunakan adalah buah dan meter.
57
Data Sistem Transportasi:
a) Karakteristik sistem pengaturan lalu lintas (arah lalu lintas, prioritas, pengaturan
akses, lokasi rambu dan marka, pengaturan waktu sinyal, dan lain sebagainya);
b) Klasifikasi fungsi dan status jalan;
c) Fasilitas pejalan kaki;
d) Jaringan pelayanan/trayek/rute dan fasilitas angkutan umum;
e) Penyediaan kereb dan fasilitas parkir di luar kawasan yang dikembangkan;
58
Volume lalu lintas bervariasi dalam ruang dan waktu. Variasi volume lalu lintas ini
merupakan faktor terpenting yang menggambarkan bagaimana fasilitas jalan digunakan,
serta menjadi faktor yang menentukan dalam perencanaan dan desain serta evaluasi
kinerja jalan. Volume lalu lintas harian di jalan raya direpresentasikan dalam lalu lintas
harian rata-rata (ADT/Average Daily Traffic). Bila volume lalu lintas dihitung untuk
jangka waktu yang lama yang dimungkinkan dengan menggunakan alat permanen dan
perhitungan yang menerus maka AADT (Annual Average Daily Traffic) dapat ditentukan.
Volume lalu lintas untuk dinyatakan dalam kendaraan/hari, dalam hal ini volume
lalu lintas yang dihitung adalah volume kendaraan ringan, kendaraan berat, dan sepeda
motor. Sedangkan kendaraan tidak bermotor seperti becak dan dokar tidak dapat
diperhitungkan karena jumlahnya relatif tidak terlalu banyak dan terdapat hanya pada
beberapa ruas jalan tertentu saja. Untuk lebih jelasnya mengenai Emp Untuk Jalan
Perkotaan dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Pada umumnya kendaraan pada suatu ruas jalan terdiri dari berbagai komposisi
kendaraan sehingga volume lalu lintas menjadi lebih praktis jika dinyatakan dalam jenis
kendaraan standar, yaitu satuan mobil penumpang (smp). Untuk mendapatkan volume
dalam smp, maka diperlukan faktor konversi dari berbagai macam kendaraan menjadi
satuan mobil penumpang, yaitu faktor ekivalensi mobil penumpang atau emp.
Langkah pertama dalam menganalisis kinerja jalan adalah menyamakan satuan
kendaraan yang ada ke dalam satuan mobil penumpang (smp). Hasil tersebut ditampilkan
dalam bentuk pola fluktuasi lalu lintas selama periode survei. Pola ini penting untuk
mengetahui jam sibuk/jam puncak pada lokasi jalan tersebut serta untuk mengetahui pola
rata-rata dari lalu lintas. Selanjutnya setelah didapat jam puncak maka dilakukan analisis
untuk mengetahui kinerja jalan pada ruas-ruas jalan yang disurvei. Kinerja jalan
59
dinyatakan dalam Tingkat Pelayanan Jalan atau Level of Service (LoS), yang merupakan
fungsi dari tingkat kejenuhan jalan (DS).
A. Kapasitas Jalan
Untuk mengetahui nilai derajat kejenuhan suatu ruas jalan besarnya kapasitas jalan
terlebih dahulu diketahui nilainya. Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum melalui
suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Untuk
jalan dua-lajur dua-arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi dua arah),
tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan
per lajur.
Nilai kapasitas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan selama
memungkinkan. Karena lokasi yang mempunyai arus mendekati kapasitas segmen jalan
sedikit (sebagaimana terlihat dari kapasitas simpang sepanjang jalan), kapasitas juga telah
diperkirakan dari analisa kondisi iringan lalu- lintas, dan secara teoritis dengan
mengasumsikan huhungan matematik antara kerapatan, kecepatan dan arus, lihat di hawah.
Kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp), lihat di bawah.
Perhitungan kapasitas menggunakan rumus:
C = C0 . FCW .FCSP .FCSF .FCCS.
dimana:
C : kapasitas (smp/jam)
C0 : kapasitas dasar (smp/jam)
FCSP : faktor penyesuaian distribusi
FCW : faktor penyesuaian lebar jalan
FCSf : faktor penyesuaian gangguan samping
FCcs : faktor penyesuaian ukuran kota
Kapasitas Dasar (Co)
Kapasitas dasar CO ditentukan berdasarkan tipe jalan dengan nilai yang tertera
pada Tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5 Kapasitas dasar Jalan Perkotaan (CO)
Kapasitas Dasar
No Tipe Jalan/Tipe Alinyemen Catatan
(smp/jam)
1 Empat Lajur Terbagi 1650 Per lajur
2 Empat Lajur Tak Terbagi 1500 Per lajur
1 Dua lajur Tak terbagi 2900 Total 2 arah
Sumber: MKJI: Jalan Perkotaan, 1997:5-50
60
Lebar efektif jalan akan mempengaruhi kapasitas jalan, semakin lebar jalur efektif
yang bisa dimanfaatkan maka semakin besar juga kapasitasnya. Faktor penyesuaian lebar
perkerasan jalan (FCW) dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Kapasitas dasar Jalan Perkotaan (CO)
Lebar Perkerasan
Tipe Jalan FCw
(Wc) (m)
Empat lajur terbagi Per Lajur
atau jalan satu arah 3,00 0,92
3,25 0,96
3,50 1,00
3,75 1,04
4,00 1,08
Empat lajur tak Per Lajur
terbagi 3,00 0,91
3,25 0,95
3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09
Dua lajur tak terbagi Total Dua Arah
5 0,56
6 0,87
7 1,00
8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34
Pemisah Arah
Faktor arah adalah besarnya perbandingan pemisah arah dari jumlah dua arus
pergerakan. Pada jalan tanpa menggunakan pemisah, maka besarnya faktor penyesuaian
untuk jalan tersebut tergantung pada besarnya pemisah kedua arah seperti yang
ditampilkan pada Tabel 4.7 di bawah.
Tabel 4. 7 Faktor Pemisah Arah (FCsp)
50- 60-
Pemisahan Arah Sp %-% 50 55-45 40 65-35 70-30
Dua lajur 2/2 1.00 0.97 0.94 0.91 0.88
FCSP
Empat lajur 4/2 1.00 0.985 0.97 0.955 0.94
61
3) Jumlah kendaraan bermotor yang keluar masuk dari lahan samping jalan dan
jalan samping;
4) Arus kendaraan lambat yaitu sepeda, becak, delman, pedati.
Tingkat hambatan samping dikelompokkan kedalam lima kelas dari yang rendah
sampai sangat tinggi sebagai fungsi dari frekuensi kejadian hambatan samping sepanjang
segmen jalan yang diamati. Menurut MKJI 1997 kelas hambatan samping dikelompokkan
seperti pada Tabel 4.8 berikut :
Tabel 4. 8 Kelas Hambatan Samping
Jumlah Berbobot per
Kelas Hambatan
Kode 200m per jam (dua Kondisi Khusus
Samping
sisi)
Sangat Rendah VL <100 Daerah pemukiman; jalan dengan jalan samping
Rendah L 100-299 Daerah pemukiman; beberapa kendaraan umum dsb.
Sedang M 300-399 Daerah industri; beberapa toko disisi jalan
Tinggi H 500-899 Daerah komersial: aktivitas sisi jalan tinggi
Daerah komersial: dengan aktivitas pasar di samping
Sangat Tinggi VH >900
jalan
Sumber: MKJI: Jalan Perkotaan
Ukuran Kota
Faktor penyesuaian kapasitas berdasarkan ukuran kota dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut
ini.
Tabel 4. 9 Faktor kapasitas untuk Ukuran Kota (FCCS)
Ukuran kota Faktor penyesuaian untuk ukuran kota
(Juta Penduduk) (FCCS)
< 0,1 0.86
0,1-0,5 0.90
0,5-1,0 0.94
1,0-0,3 1.00
>0,3 1.04
B. Derajat Kejenuhan (DS)
Kinerja jaringan jalan diindikasikan dengan indeks tingkat pelayanan (ITP) lalu
lintasnya, ITP ini ditentukan dengan berdasarkan nilai derajat kejenuhan ruas jalan yang
biasa disebut VCR (volume capacity ratio) yang bermanfaat dalam penentuan rekomendasi
jenis penanganan bagi ruas jalan. Langkah pertama dalam menganalisis kinerja jalan
adalah menyamakan satuan kendaraan yang ada dalam satuan mobil penumpang (smp)
dengan menggunakan koefisien emp (ekivalensi mobil penumpang). Untuk mengetahui
parameter tingkat pelayanan dapat disimak pada Tabel 4.10.
Selanjutnya hasil tersebut ditampilkan dalam bentuk pola fluktuasi lalu lintas selama
periode survei untuk mengetahui jam sibuk/jam puncak pada lokasi jalan tersebut serta
untuk mengetahui pola rata-rata dari lalu lintas. Volume jam puncak kemudian akan
digunakan untuk menghitung kinerja jalan yang diindikasikan dengan derajat kejenuhan
62
jalan. Tingkat pelayanan (LoS) didasarkan pada nilai derajat kejenuhan (DS) pada ruas
jalan dengan persamaan berikut.
DS = Q / C
Dimana:
DS : Tingkat Pelayanan Jalan
Q : Volume Lalu lintas (smp/jam)
C : Kapasitas Jalan (smp/jam)
63
dan Sepeda Motor (MC). Perbedaan yang signifikan dalam penggolongan ini adalah untuk
sepeda motor menurut tipe pendekat, pada pendekat terlawan yang memungkinkan
terjadinya konflik antar arus yang berlawanan memiliki emp sepeda motor yang lebih
besar dari pendekat tipe terlindung. Pendekat tipe terlindung ini tidak mengijinkan
terjadinya konflik arus yang berlawanan dengan pemisahan fase tersendiri. Adapun Bagan
Alir Analisis Simpang Tak Bersinyal dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Tabel 4. 11 Ekivalensi Mobil Penumpang Untuk Simpang
emp Untuk Tipe Pendekat
Jenis Kendaraan Simpang Bersinyal Simpang
Terlindung Terlawan Tak Bersinyal
Kendaraan Ringan (LV) 1,0 1,0 1,0
Kendaraan Berat (HV) 1,3 1,3 1,3
Sepeda Motor (MC) 0,2 0,4 0,5
Sumber : MKJI, 1997
LANGKAH B: KAPASITAS
PERUBAHAN B1: Lebar pendekat dan tipe simpang
B2: Kecepatan dasar
B3: Faktor Penyesuaian lebar pendekat
B4: Faktor penyesuaian median jalan utama
B5: Faktor penyesuaian ukuran kota
B6: Faktor penyesuaian tipe lingkungan, hambatan
sampig dan kend. Tak bermotor
B7: Faktor penyesuaian belok kiri
B8: Faktor penyesuaian belok kanan
B-9: Faktor penyesuaian arus jalan minor
B-10: Kapasitas
TIDAK
Akhir analisa
64
Perhitungan kapasitas persimpangan tidak berlampu lalu lintas ditetnukan dengan
persamaan berikut: (MKJI, 1997: 3-39).
C = C0 x FW x FM x FCS x FRSU x FLT x FRT x FMI (smp/jam)
C : Kapasitas (smp/jam)
C0 : Kapasitas dasar (smp/jam)
FW : Faktor koreksi kapasitas untuk lebar jalan persimpangan
FM : Faktor koreksi kapasitas jika ada pembatas median pada lengan
FCS : Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (jumlah penduduk)
FRSU : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya tipe lingkungan & gangguan
samping
FLT : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kiri
FRT : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kanan
FMI : faktor koreksi kapasitas akibat adanya arus lalu lintas pada jalan minor
1) Tipe Simpang
Tipe simpang menentukan jumlah lengan simpang dan jumlah lajur pada jalan
utama dan jalan minor pada lengan minor pada lengan simpang tersebut dengan kode
tiga angka. Jumlah lengan simpang adalah lengan dengan lalu lintas masuk dan keluar
atau keduanya. Untuk mengetahui tipe sampang tak bersinyal dapat dilihat pada Tabel
4.12.
Tabel 4. 12 Tipe Simpang Tak Bersinyal
Jumlah lengan Jumlah lajur Jumlah lajur
Kode
Simpang jalan minor jalan utama
322 3 2 2
324 3 2 4
342 3 4 2
422 4 2 2
424 4 2 4
2) Kapasitan Dasar
Tipe kapasitas dasar dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut ini:
Tabel 4. 13 Tipe kapasitas Dasar
Kode IT (Tipe simpang) Kapasitas Dasar (smp/jam)
322 2700
342 2900
324 atau 344 3200
422 2900
424 atau 444 3400
65
3) Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat
Faktor Penyesuaiam Lebar Pendekat dapat dilihat pada Tabel 3.14 dibawah ini:
Tabel 3. 14 Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat
Kode IT (Tipe Faktor penyesuaian Lebar
simpang) Pendekat (FW)
322 0,73 + 0,0760 W1
342 0,67 + 0,0698 W1
324 atau 344 0,62 + 0,0646 W1
422 0,70 + 0,0866 W1
424 atau 444 0,61 + 0,0740 W1
66
Untuk Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan dan Hambatan Samping lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.17 dibawah ini:
B. Derajat Kejenuhan
67
Derajat Kejenuhan untuk simpang tidak bersinyal dihitung sebagai berikut :
(MKJI,1997)
Q smp
DS =
C
Dimana :
Qsmp = arus total (smp/jam) dihitung sebagai berikut :
Qsmp = Qkend x Fsmp
Fsmp = faktor smp, dihitung sebagai berikut :
emp LV x LV %+empHV x HV % + empMC x MC %
Fsmp =
100
Dimana emp LV, LV%, empHV, HV%, emp MC dan MC% adalah emp dan
komposisi lalu lintas untuk kendaraan ringan, kendaraan berat dan sepeda motor.
C = kapasitas (smp/jam)
C. Tundaan
Tundaan merupakan waktu tempuh tambahan untuk melewati simpang bila
dibandingkan dengan situasi tanpa simpang, yang terdiri dari tundaan lalu lintas dan
tundaan geometrik. Tundaan pada simpang dapat terjadi karena dua sebab yaitu :
1) Tundaan Lalu Lintas (DT) akibat interaksi lalu lintas dengan gerakan lain
dalam simpang.
2) Tundaan Geometrik (DG) akibat perlambatan dan percepatan kendaraan yang
terganggu dan tidak terganggu.
Tundaan lalu lintas simpang (DT I) adalah tundaan lalu lintas, rata-rata untuk
semua kendaraan bermotor yang masuk simpang denga persamaan(MKJI, 1997):
Untuk DS 0,6 : DTI = 2 + 8,2708 x DS – (1 - DS)2
Untuk DS > 0,6 : DTI = 1,0504/(0,2742 – 0,2042 x DS) – (1 – DS)2
Tundaan lalu lintas jalan minor (DTMI) : Tundaan lalu lintas jalan minor rata-rata,
ditentukan berdasarkan tundaan simpang rata-rata dan tundaan jalan utama rata-rata
(MKJI, 1997).
DTMI = (QTOT x DTI – QMA x DTMA)/QMI
Dimana :
DTMI = tundaan lalu lintas jalan minor
DTMA = tundaan lalu lintas jalan utama
QTOT = arus total
68
QMA = arus jalan utama
QMI = arus jalan minor
Tundaan lalu lintas jalan utama (DTMA) : Tundaan lalu lintas rata-rata semua
kendaraan bermotor yang masuk persimpangan dari jalan utama. (MKJI, 1997)
Untuk DS 0,6 : DTMA = 1,8 + 5,8234 x DS – (1- DS)1,8
Untuk DS > 0,6 : DTMA = 1,05034/ (0,346-0,246 x DS) – (1-DS)1,8 , dimana :
DTMA = tundaan lalu lintas jalan utama
DS = derajat kejenuhan
Tundaan geometrik simpang (DG) adalah tundaan geometrik rata-rata seluruh
kendaraan bermotor yang masuk simpang. DG dihitung dari persamaan berikut.
(MKJI, 1997)
Untuk DS < 1,0 :
DG = (1-DS) x (PT x 6 + (1- PT)3) + DS4 (det/smp)
Untuk DS 1,0 ; DG = 4
Dimana :
DS =derajat kejenuhan
PT = rasio arus belok terhadap arus total
6 dtk = tundaan geometrik normal untuk kendaraan belok yang tak terganggau
(det/smp).
D. Peluang Antrian
Peluang antrian ditentukan dari kurva peluang antrian/derajat kejenuhan secara
empiris.
QP%= 47,71 x DS-24,68 x DS2 + 56,47 x DS3
QP% = 9,02 x DS +20,66 x DS2 + 10,49 x DS3
69
Ketika volume melebihi kapasitas dari lajur, tundaan yang parah akan disertai
dengan panjang antrian yang mungkin berpengaruh pada pergerakan lalu lintas di
persimpangan-persimpangan. Kondisi ini biasanya membutuhkan perbaikan geometrik
pada persimpangan. Tingkat pelayanan untuk persimpangan tidak bersinyal dapat dilihat
pada tabel 4.19.
Tabel 4. 19 Tingkat Pelayanan Pada Simpang Tak Bersinyal
Kapasitas Tingkat
Tundaan untuk lalu lintas jalan minor
sisa pelayanan
> 400 A Sedikit dan tidak ada tundaan
300-399 B Tundaan lalu lintas singkat
200-299 C Tundaan lalu lintas rata-rata
100-199 D Tundaan lalu lintas lama
0-99 E Tundaan lalu lintas sangat lama
* F *
4.2.5. Analisis Kinerja Simpang Bersinyal
A. Kapasitas Persimpangan Bersinyal
Kapasitas lengan persimpangan berlampu lalu lintas dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu nilai arus jenuh, waktu hijau efektif dan waktu siklus seperti yang dinyatakan
dalam persamaan berikut (MKJI, 1997) :
S. g
C=
c (smp/jam)
Dimana :
C : Kapasitas (smp/jam)
S : Arus jenuh
G : Waktu hijau efektif
c : Waktu siklus
1) Penentuan Arus Jenuh
Adanya nilai arus jenuh suatu persimpangan berlampu lalu lintas dapat dihitung dengan
persamaan (MKJI, 1997) :
S = S0 x FCS x FSF x FG x FP x FLT x FRT (smp/waktu hijau efektif)
Dimana
S : Arus jenuh (smp/waktu hijau efektif)
SO : Arus jenuh dasar (smp/waktu hijau efektif)
FCS : Faktor koreksi arus jenuh akibat ukuran kota (jumlah penduduk)
FSF : Faktor koreksi arus jenuh akibat adanya gangguan samping yang meliputi
faktor tipe lingkungan jalan dan kendaraan tidak bermotor
FG : Faktor koreksi arus jenuh akibat kelandaian jalan
70
FP : Faktor koreksi dengan arus jenuh akibat adanya kegiatan perparkiran dekat
lengan persimpangan
FLT : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kiri
FRT : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kanan
Bagan Alir tentang Analisis Simpang Bersinyal dapat dilihat pada Gambar 4.7.
PERUBAHAN
Ubah penentuan fase LANGKAH C: PENENTUAN WAKTU SIGNAL
sinyal, lebar pendekat, C1: Tipe pendekat
aturan membelok, C2: Lebar pendekat efektif
dsb. C3: Arus jenuh dasar
C4: Faktor-faktor penyesuaian
C5: Rasio arus-arus jenuh
C6: Waktu siklus dan waktu hijau
LANGKAH D: KAPASITAS
D1: Kapasitas
D2: Keperluan untuk perubahan
71
Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan dan Hambatan Samping dapat
dilihat pada Tabel 4.20.
Untuk Faktor Penyesuaian Ukuran Kota dapat dilihat seperti Tabel 4.21 berikut:
Tabel 4. 21 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
Untuk Faktor Koreksi Arus Jenuh Akibat Kelandaian (FG) seperti Gambar 4.8.
72
Gambar 4. 8 Faktor Penyesuaian Untuk Kelandaian (FG)
Faktor Koreksi Arus Jenuh Akibat Kegiatan Parkir Dekat Lengan Simpang (FP)
Faktor Koreksi Arus Jenuh Akibat Kegiatan Parkir Dekat Lengan Simpang
(FP) dapat dilihat pada Gambar 4. 9 berikut:
Gambar 4. 9 Faktor Penyesuaian Pengaruh Parkir dan Lajur Belok kiri yang Pendek (FC)
Faktor penyesuaian belok kiri (FLT)
Faktor penyesuaian akibat pergerakan belok kiri khusus untuk pendekat Tipe P
ditentukan dengan persamaan (MKJI, 1997) :
FLT = 1,0 – PLT x 0,16
Faktor penyesuaian belok kanan (FRT)
Faktor penyesuaian akibat pergerakan belok kiri khusus untuk pendekat P
ditentukan dengan persamaan (MKJI, 1997) :
FRT = 1,0 –PRT x 0,26
73
semua adalah waktu dimana sinyal merah menyala bersamaan dalam pendekat-
pendekat yang dilayani oleh dua fase sinyal yang berurutan (det).
( L EV +I EV ) L AV
Merah semua =
[ V EV
+
V AV ] max
Dimana :
LEV, LAV = jarak dari garis henti ke titik konflik masing-masing untuk
kendaraan berangkat dan datang (m)
IEV = panjang kendaraan yang berangkat (m)
VEV, VAV = kecepatan masing-masing untuk kendaraan yang berangkat dan
yang datang (m/det)
Waktu hilang (LTI) merupakan jumlah semua periode antar hijau dalam
siklus yang lengkap (det). Waktu hilang dapat juga diperoleh dari beda antara
waktu siklus dengan jumlah waktu hijau dalam semua fase yang berurutan.
C= ∑ g+LTI
IFR = ∑ (FRcrit )
Dimana FRcrit merupakan rasio arus kritis (tertinggi) pada masing-masing fase
Rasio Fase (PR), ditentukan dengan persamaan (MKJI,1997) :
PR = FRcrit/IFR
74
B. Derajat Kejenuhan (DS)
Derajat kejenuhan untuk simpang bersinyal dihitung dengan persamaan berikut
(MKJI, 1997) :
DS = Q/C =(Q x c)/(S x g)
Dimana :
Q = jumlah unsur lalu lintas yang melalui titik terganggu di hulu, pendekat per
satuan waktu
C = Kapasitas (smp/jam)
S = arus jenuh (smp/jam hijau)
c = waktu siklus sinyal (det)
g = waktu hijau (det)
C. Panjang Antrian
Panjang antrian (QL) merupakan jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal
hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1)
ditambah dengan jumlah smp yang datang selama fase merah (NQ2). (MKJI, 1997:)
NQ = NQ1 + NQ2
Dengan :
NQ1 = 0,25 x C x
[ √
( DS−1 + ( DS−1)2 +
8 x ( DS−0,5)
C ]
1−GR Q
x
NQ2 = c x 1−GR−DS 3600
NQ max ×20
QL = W masuk
75
Gambar 3. 10 Perhitungan Jumlah Antrian NQmax
D. Kendaraan Terhenti
Laju henti (NS) merupakan jumlah rata-rata berhenti per smp (termasuk berhenti
berulang dalam antrian) dengan persamaan (MKJI,1997) :
NQ
x 3600
NS = 0,9 x
Q XC
E. Tundaan
Tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui simpang
apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui simpang. Tundaan rata-rata untuk suatu
pendekat j dihitung sebagai (MKJI, 1997) :
Dj = DTj + DGj
Dimana :
Dj = tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
DTj = tundaan lalu lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
DGj = tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari
persamaan berikut (MKJI,1997):
76
0,5 x (1 − GR )2 NQ1 x 3600
+
DTj = c x (1 − GR x DS ) C
Dimana :
DTj = Tundaan lalu lintas rata-rata pada pendekat j (det/smp)
GR = rasio hijau (g/c)
DS = derajat kejenuhan
C = kapasitas (smp/jam)
NQ1 = jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya.
Tundaan geometrik rata-rata pada suatu pendekatan j dapat diperkirakan
sebagai berikut (MKJI, 1997) :
DGj = (1- PSV) x PT x 6 + (PSV x 4)
Dimana :
DGj = tundaan geometrik rata-rata pada pendekat j (det/smp)
PSV = rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat
PT = rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat
77
arus lalu lintas tiap pendekat menentukan pengaturan yang tepat untuk simpang, Penentuan
tipe pengaturan simpang berdasarkan arus ditampilkan pada Gambar 4.11.
78
Gambar 4. 11 Contoh Hubungan ATP-WTP
Dari grafik diatas akan didapatkan 3 kesimpulan hasil yaitu:
(a) ATP > WTP (kemampuan lebih besar dari keinginan membayar)
(b) ATP < WTP (kemampuasn lebih rendah dari keinginan membayar)
(c) ATP =WTP (kemampuan dan keinginan sama besar).
Nilai tarif ideal yang dimaksud juga dipengaruhi oleh tingkat perkembangan
wilayah studi yang ditinjau berdasarkan PDRB (Produk Domestik regional Bruto), BPS
menyatakan 3 pendekatan dalam perhitungan PDRB suatu daerah yaitu, pendekatan
produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran. Tarif ideal yang didapatkan
akan disesuaikan dengan komposisi tarif per Golongan kendaraan oleh Direktorat Jendral
Bina Marga pada tahun 2007. Golongan 1 = 1, Golongan 2 = 1,5, Golongan 3 = 2,
Golongan 4 = 2,5, dan Golongan 5 = 3.
79
Teknik Stated Preference merupakan pendekatan terhadap responden untuk
mengetahui respon mereka terhadap situasi yang berbeda. Masing-masing individu ditanya
tentang responnya jika mereka dihadapkan kepada situasi yang diberikan dalam keadaan
yang sebenarnya (bagaimana preferensinya terhadap pilihan yang ditawarkan). Dalam
proses wawancara probabilitas berpindah dengan metode ini, derajat kejenuhan
diasosiasikan dengan kecepatan dan waktu tempuh melalui jalan eksisting bila
dibandingkan dengan waktu tempuh melalui jalan tol. Untuk mengetahui Nilai Koefisien
Rating dapat dilihat pada Tabel 4.23 dibawah ini:
Tabel 4. 23 Nilai Koefisien Rating
Tingkat kesukaan/ Skala Probabilitas
Pilihan
Degree odf Prefreence (Berkson-Theil Transformastion)
1 Pasti memilih A 0,1
2 Mungkin memilih A 0,3
3 Pilihan Berimbang 0,5
4 Pasti memilih B 0,7
5 Mungkin memilih B 0,9
Dari hasil survai yang telah dilakukan didapat data dengan skala kualitatif, data ini
diubah menjadi skala kuantitatif kemudian meregresi skala tersebut dengan regresi linier
dan regresi linier berganda sehingga didapatkan persamaan pemilihan moda. Skala
probabilitas tersebut akan menjadi variabel terikat, sedangkan selisih tiap-tiap atribut akan
menjadi variabel bebasnya. Model yg sudah terbentuk dari hasil wawancara atas beberapa
kondisi kinerja jalan, kemudian diplotkan sesuai kondisi VCR saat ini pada jalan ekstisng.
Data hasil survey dengan keluaran pilihan responden terhadap tarif tol yang
berdasarkan atas tingkat pelayanan atau kondisi jalan eksisting ditabulasi sehingga data
dikelompokan berdasarkan nilai VCR dan variasi pilihan tarifnya beserta nilai rating yang
merupakan koefisien utilitasnya seperti pada tabel di bawah ini.
Sumbu x (horizontal) merupakan tarif tol per km dan sumbu y (vertikal) merupakan
persentase pengguna jalan, sehingga dari masing-masing kondisi eksisting yang
digambarkan dengan besar nilai VCR maka besar preferensi pengguna jalan dengan besar
tarif pada sumbu x ditarik garis kearah sumbu y. Fungsi utilitas adalah mengukur daya
tarik setiap pilihan (scenario hipotesa) yang diberikan pada responden. Fungsi ini
merefleksikan pengaruh pilihan responden pada seluruh atribut yang termasuk dalam
Stated Preference.
80
Pemodelan transportasi adalah upaya merepresentasikan permintaan perjalanan
pergerakan secara sederhana yang akan digunakan untuk memprediksikan (forecasting)
jumlah perjalanan pada masa yang akan datang. Permintaan perjalanan ini umumnya
dimodelkan dalam 4 tahapan (four step models) yang terdiri atas (Salter, 1976) yaitu:
1. Model bangkitan dan tarikan perjalanan (trip generation model)
2. Model distribusi Perjalanan (trip distribution model)
3. Model pemilihan moda (modal split model)
4. Model pembebanan perjalanan (trip assignment model
Keempat tahapan pemodelan transportasi ini dilakukan untuk mngetahui
karakteristik perjalanan untuk setiap guna lahan dengan menghitung jumlah perjalanan
dari suatu zona dan yang tertarik ke suatu zona, jenis kendaraan yang digunakan, distribusi
perjalanan antar zona serta pembebanannya pada rute yang tersedia. Masing - masing
tahap dalam model berupa pengembangan hubungan secara matematis guna
mensimulasikan situasi yang sebenarnya berdasarkan hasil pengumpulan data dengan
tahapan sesuai bagan alir pelaksanaan pekerjaan. Secara umum metode pemodelan yang
akan dilakukan meliputi sub-sub tahapan berikut ini:
a) Pembagian zona
b) Pemodelan jaringan jalan
c) Perhitungan bangkitan dan tarikan perjalanan
d) Perhitungan sebaran perjalanan
e) Menghasilkan Matriks Asal Tujuan perjalanan di wilayah studi
f) Pembebanan rute jaringan jalan di wilayah studi
g) Perhitungan faktor pertumbuhan
h) Perhitungan Matriks Asal Tujuan masa depan di wilayah studi
81
PEMODELAN ZONA DATA TATA GUNA LAHAN,
KEPENDUDUKAN DAN EKONOMI
Fixed Route
Sumber: Tamin, 2000
Arus pada jaringan
82
No Urutan Penjelasan
A hambatan antara dua moda yang bersaing dan menggunakan variasi dari
model III.
Keterangan :
G G G = Bangkitan Pergerakan
(Trip Generation)
G G - MS D = Sebaran/Distribusi Pergerakan (Trip Distribution)
MS D MS = Pemilihan Moda (Modal Split)
A = Pembebanan Jaringan
D - MS D (Trip Assignment)
D MS
A A A A
83
Rencana tata guna lahan Prediksi Demografi
masa mendatang sesuai zona dan Sosio Ekonomi
84
tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona seperti diilustrasikan pada Gambar 3.15.
Pergerakan lalu lintas merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan
lalu lintas. Bangkitan lalu lintas ini mencakup:
Lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi (traffict production atau
trip production)
Lalu lintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi ((traffict attraction
atau trip attraction)
i d
- Pendapatan
- Pemilikan kendaraan
- Struktur rumah tangga
- Ukuran rumah tangga
- Nilai lahan
85
- Kepadatan daerah permukiman
- Aksesibiltas
86
Tabel 4. 25 Contoh analisis Distrbusi Perjalanan Metode Furness
Dari \ Ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 oi Oi Ei
1 0 0 0 0 0 0 0 3 0 1 1 1 20 26 26 1,00
2 0 0 0 2 0 0 3 2 0 8 5 5 4 31 31 1,00
3 1 0 0 1 0 0 1 0 0 2 3 4 23 35 35 1,00
4 1 0 1 0 0 0 1 1 1 16 10 2 8 41 41 1,00
5 0 0 0 1 0 1 7 1 0 4 2 2 28 46 46 1,00
6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 1 29 32 32 1,00
7 1 2 0 4 0 0 0 5 1 17 11 10 48 99 99 1,00
8 2 1 1 2 0 0 3 0 1 9 6 5 5 35 35 1,00
9 0 0 1 0 1 0 3 1 0 2 1 38 214 261 261 1,00
10 1 2 8 5 0 1 41 7 1 0 14 65 61 205 205 1,00
11 0 1 0 2 1 0 22 4 1 12 0 7 33 84 84 1,00
12 12 3 5 7 21 1 12 10 90 33 21 0 92 305 305 1,00
13 14 25 22 20 26 32 7 6 161 97 12 160 0 582 582 1,00
dd 30 35 39 45 50 37 101 39 256 202 86 299 565 1.782 1.782
Dd 30 35 39 45 50 37 101 39 256 202 86 299 565 1.782
Ed 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
87
5) Model Pembebanan Jaringan
Tahap pembebanan jaringan dilakukan dengan melakukan pembebanan atas
permintaan perjalanan ke sistem jaringan jalan dengan tujuan untuk mendapatkan arus
di ruas jalan dan/atau total biaya perjalanan di dalam jaringan yang ditinjau. Dalam
tahap ini terjadi interaksi langsung antara permintaan dan sediaan, yang hasilnya dapat
dijadikan sebagai ukuran dalam penilaian kinerja (performance) jaringan jalan akibat
adanya perubahan (skenario) permintaan dan/atau sediaan. Tahap ini menyangkut tiga
komponen utama, yaitu matriks pergerakan, jaringan (supply) dan mekanisme
pembebanan.
Pembebanan lalu lintas menggunakan prinsip batasan minimum (shortest path),
yaitu para pengemudi diasumsikan telah mengenal kondisi lalu lintas yang ada,
sehingga mereka akan memilih rute dengan perjalanan minimum. Berdasarkan
pertimbangan terhadap lintasan minimum tersebut, selanjutnya perjalanan kendaraan
dari tempat asal ke tempat tujuan dibebankan pada masing-masing ruas jalan yang
membangun lintasan minimum tersebut.
Metode pembebanan yang dipergunakan adalah model All or Nothing Capacity
Restraint dimana pembebanan dilakukan adalah secara paket demi paket kedalam
lintasan minimum, kemudian akan menghasilkan suatu pola lalu lintas tertentu pada
jaringan yang digunakan untuk iterasi berikutnya ketika masing – masing paket kembali
dibebankan ke dalam lintasan minimum yang baru sehingga tercapai equilibrium trip
assignmen.
Data yang di butuhkan Untuk aplikasi contram ialah data nyata yang di ambil dari
lapangan data Input terbagi menjadi 3 yaitu:
88
moda/kendaraan yang dipergunakan yaitu berdasarkan modal split pada daerah
studi dan disimpan dalam File (.dem).
Data Sistem pengendalaian jaringan (Control Data).di bentuk dalam file (.con)
Kondisi pembebanan yang diterapkan dalam pemodelan ini adalah kondisi tanpa
penanganan/’do-nothing’ untuk melihat seberapa jauh penurunan kinerja jaringan jalan
bila tidak dilakukan penanganan serta kondisi dengan penanganan/’do-something’untuk
mengetahui kebutuhan penanganan serta kinerja jaringan dengan adanya penanganan.
Pembebanan yang dilakukan adalah secara paket demi paket ke dalam lintasan
minimum, dimana hal ini akan menghasilkan suatu pola lalu lintas tertentu pada
jaringan yang kemudian digunakan untuk iterasi berikutnya ketika masing-masing paket
dibebankan kembali ke dalam lintasan minimum yang baru. Diperlukan beberapa iterasi
agar dapat dicapai pola arus lalu lintas yang setimbang (stabil), yaitu suatu pola dimana
semua kendaraan yang dibebankan pada jaringan jalan akan menggunakan rute yang
sama pada 2 (dua) buah iterasi yang berurutan. Proses iterasi ini dapat dipertimbangkan
sebagai pembiasaan diri dari para pengemudi terhadap kondisi jaringan jalan dan
kondisi lalu lintas.
6) Perkiraan Permintaan
Perkiraan permintaan jalan tol diperoleh dari pengendara dengan asal tujuan
yang sama dengan gerbang tol. Selain itu adanya penghematan waktu tempuh dan
preferensi terhadap tarif tol dapat menjadi faktor pengguna jalan eksisting berpindah
menggunakan jalan tol. Potensi lalu lintas pada pengembangan jalan tol dihitung
menggunakan rumus berikut ini.
T tol=T 1 +T 2 +T 3 (1)
Keterangan:
T1 = lalulintas di tol saat ini = 0
T2 = tambahan lalulintas akibat:
89
fAT = faktor kesesuaian asal tujuan dengan tol
fpref = faktor potensi perpindahan berdasarkan model
perpindahan
Volume Tol di masa yang akan datang:
V tol −n=V tol ×(1+i)n (3)
i = tingkat pertumbuhan
n = n tahun ke depan
BAB V
ANALISA
Volume lalu lintas bervariasi dalam ruang dan waktu. Variasi volume lalu lintas
ini merupakan faktor terpenting yang menggambarkan bagaimana fasilitas jalan
digunakan. Variasi volume kendaraan setiap jam menunjukkan beberapa karakteristik
pergerakan pengguna jalan. Karakteristik pergerakan ini terutama dipengaruhi pengaruh
kegiatan harian pengguna jalan antar kota serta moda yang digunakan pengguna jalan
sehingga berpengaruh terhadap tingginya volume lalu lintas pada jam tertentu, pada
ruas wilayah studi ini komposisi kendaraan berat relatif besar, hal ini dikarenakan ruas
jalan studi yang menghubungkan antar kota dan mendukung kegiatan industri dan
pergudangan.
Survey cacah lalu lintas yang dilakukan disemua ruas jalan terkait dengan
kajian kelayakan Jalan Tol Jambi – Rengat Seksi 2. Waktu pelaksanaan dilakukan
dengan mengambil sampel pada hari kerja (weekday) pada tanggal 26-27 Agustus
2020 dan hari libur (weekend) pada tanggal 28-29 Agustus 2020 , hal tersebut
bertujuan untuk mengetahui gambaran kondisi lalu lintas pada hari kerja dan hari
libur pada kawasan studi.
Berdasarkan hasil pengolahan data hasil survey cacah lalu lintas antara lain
fluktuasi lalu lintas masing-masing ruas di atas pada fluktuasi lalu lintas selama tiga
hari memiliki karakteristik yang berbeda pada setiap ruas jalan. Ruas Bts. Jambi – Bts.
Riau memiliki fluktuasi lalu lintas yang mirip pada weekday dan weekend seperti pada
Gambar 5.1 dan Gambar 5.2. Sedangkan pada Ruas Badang – Tungkal Ulu, fluktuasi
90
pada weekday lebih besar dibandingkan weekend seperti pada Gambar 5.3 dan Gambar
5.4. Ruas Merlung – Lubuk Kambing memiliki fluktuasi lalu lintas yang lebih besar
pada hari libur (weekend) dibandingkan pada hari kerja (weekday) seperti Gambar 5.5
dan Gambar 5.6. Fluktuasi kendaraan menunjukkan padatnya volume lalu lintas pada
saat periode pagi dan sore akan tetapi lebih terdistribusi diluar jam berangkat dan
pulang kerja. Sepeda motor (MC) lebih mendominan dibandingkan mobil dan
kendaraan niaga, dengan volume yang paling besar mencapai 2.700 kend/jam.
Gambar 5. 2 Jam Puncak Lalu Lintas Ruas Bts. Jambi – Bts. Riau
91
Gambar 5. 3 Fluktuasi Kendaraan Ruas Badang – Tungkal Ulu
500
92
Gambar 5. 6 Jam Puncak Lalu Lintas Ruas Ruas Merlung – Lubuk Kambing
93
B. Komposis Kendaraan
Dalam survey lalu lintas, kendaraan dibagi menurut pembagian jenis mobil
penumpang. Komposisi pembagiannya mengacu pada lima golongan jenis kendaraan
bermotor pada jalan tol yang sudah beroperasi berdasarkan Kepmen PU No
370/KPTS/M/2007sebagai berikut:
Komposisi lalu lintas ini menggambarkan jenis moda yang melintas di suatu
ruas jalan, dengan mengetahui tingkat penggunaan jalan oleh masing - masing moda
dapat digunakan sebagai pertimbangan perencanaan, khususnya pada studi ini untuk
keperluan perhitungan prediksi kendaraan yang terdiversi menggunakan jalan tol,
pada pada Gambar 5.7, Gambar 5.8, dan Gambar 5.9 berikut ditampilkan proposi
kendaraan sesuai penggolongan kendaraan di jalan tol.
Weekday Weekend
1,29% 2,54% 1,25% 4,30%
8,93% 8,38%
20,40% 21,80%
66,84% 64,28%
Gol 1 Gol 2 Gol 3 Gol 4 Gol 5 Gol 1 Gol 2 Gol 3 Gol 4 Gol 5
94
Weekday Weekend
1,47% 3,58% 1,46% 3,23%
6,30% 5,92%
21,08% 19,04%
67,57% 70,35%
Gol 1 Gol 2 Gol 3 Gol 4 Gol 5 Gol 1 Gol 2 Gol 3 Gol 4 Gol 5
Weekday Weekend
1,08% 0,71% 1,66%
7,94% 0,95% 9,97%
23,93%
24,36%
63,73%
65,68%
95
Berdasarkan hasil survey geometrik jalan yang telah dilakukan pada ruas
jalan studi atau ruas jalan yang terkoneksi dengan rencana jalan tol sejumlah 3 ruas
jalan dengan kondisi geometrik seperti pada Tabel 5.1.
Jika kondisi ruas jalan telah mencapai nilai jenuhnya maka diperlukan perbaikan
geometrik untuk memperbesar kapasitas jalanya sehingga nilai DS atau perbandingan
dari volume kendaraan dan kapasitas jalan rendah atau tingkat pelayanan yang lebih
baik. Tabel 5.3 dan Tabel 5.4 merupakan parameter yang digunakan dalam perhitungan
kinerja pelayanan ruas jalan.
96
Tabel 5. 3 Batas Minimum Pelayanan Ruas Jalan
D/S Maks
LoS Karakteristik Kondisi V
Arteri Kolektor
Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi. Pengemudi dapat
A memilih kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan. Kepadatan 80 0,20 0,30
lalu lintas sangat rendah
Arus stabil, tetapi kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kondisi
lalu lintas. Pengemudi memiliki kebebasan untuk memilih
B 70 0,45 0,50
kecepatan. Kepadatan lalu lintas belum mempengaruhi
kecepatan.
Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan dikendalikan.
C Pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan. Kepadatan lalu 60 0,70 0,75
lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas meningkat.
Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dikendalikan, VCR
masih dapat ditolerir untuk waktu singkat. Kepadatan lalu lintas
D 50 0,85 0,90
sedang namun fluktuasi lalu lintas dan hambatan temporer bisa
menyebabkan penurunan kecepatan yang besar.
Volume lalulintas mendekati / berada pada kapasitas arus tidak
stabil, kecepatan terkadang terhenti. Kepadatan lalu lintas tinggi
E 30 1,00 1,00
karena hambatan internal lalu lintas internal tinggi. Pengemudi
mulai merasakan kemacetan durasi pendek
Arus yang dipaksakan atau macet, kecepatan rendah. Antrian
panjang dan terjadi hambatan-hambatan yang besar. Kepadatan
F < 30 >1,00 >1,00
lalu lintas sangat tinggi, volume rendah serat kemacetan durasi
lama.
Hasil tabulasi data survey cacah lalu lintas yang telah dilakukan pada wilayah studi
menghasilkan volume pada jam puncak yang berarti volume maksimal yang ditampung
oleh ruas jalan tersebut pada satu periode waktu tertentu sehingga perbandingan antara
volume lalu lintas pada kondisi maksimal tersebut dengan kapasitas jalan menjadi
parameter dari penilaian tingkat pelayanan ruas jalan pada jam puncak atau tingkat
pelayanan ruas jalan pada kondisi volume lalu lintas maksimal sedangkan tingkat
pelayanan ruas jalan rata-rata merupakan gambaran kondisi VCR rata-rata dalam 24 jam.
Berikut hasil tabulasi kinerja jalan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan seperti
pada Tabel 5.6 dan Tabel 5.7.
97
Tabel 5. 5 Kinerja Jalan Studi
Volume
No Ruas Jam Kapasitas VCR ITP
Puncak
Ruas Bts. Jambi – Bts. Riau WD
1.909 3.007 0,635 C
1
Ruas Bts. Jambi – Bts. Riau WE
2.173 3.007 0,723 C
Ruas Badang – Tungkal Ulu WD
2.403 3.563 0,674 C
2
Ruas Badang – Tungkal Ulu WE
1.769 3.563 0,496 B
Ruas Merlung – Lubuk Kambing
2.128 3.069 0,693 C
WD
3
Ruas Merlung – Lubuk Kambing WE
2.164 3.069 0,705 C
Kinerja ruas jalan studi di atas menunjukan perbandingan besar VCR pada jam
puncak tertinggi sebesar 0.723 dimiliki oleh Ruas Bts. Jambi – Bts. Riau pada saat
weekend dan besar VCR rata-rata adalah 0,46. Batas VCR pada ruas jalan dikatakan jenuh
adalah 0,75 (nilai LoS C) yang berarti arus stabil tetapi kepadatan lalu lintas sedang
sehingga pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan. Jika ditinjau dari kondisi ruas
jalan di sekitar Jalan Tol Jambi – Rengat Seksi 2 berada pada <0,75 sehingga masih
tergolong belum memenuhi indikator jenuh. LoS di ketiga ruas masih berada di kategori
C, yakni:
98
5.1.2. Karakteristik Lalu Lintas Simpang
Kinerja suatu persimpangan dinilai dari parameter tundaan simpang, yaitu total
waktu hambatan rata-rata yang dialami oleh kendaraan sewaktu melewati persimpangan.
Hambatan tersebut muncul jika kendaraan terhenti karena antrian di persimpangan sampai
kendaraan ini keluar dari persimpangan karena adanya pengaruh kapasitas persimpangan
yang sudah tidak memadai. Semakin tinggi nilai tundaan, semakin tinggi pula waktu tempuh
suatu kendaraan. Ukuran-ukuran kinerja dapat diperkirakan untuk kondisi tertentu
sehubungan dengan geometri, lingkungan dan lalu-lintas.
Pada umumnya, sinyal lalu lintas digunakan dengan satu atau lebih alasan berikut ini:
1. Untuk emnghindari kemacetan sebuah simpang oleh arus lalu lintas yang
berlawanan, sehingga kapasitas simpang dapat dipertahankan selama keadaan lalu
lintas jam puncak.
2. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh tabrakan
antara kendaran-krndaraan yang berlawanan arah. Pemasangan sinyal lalu lintas
dengan alsan keselamatan lalu lintas umumnya diperlukan bila kecepatan
kendaraan yang mendekati simpang sangat tinggi dan/atau jarak pandang
terhadap gerakan lalu lintas yang berlawanan tidak memadai yang disebabkan
oleh bangunan-bangunan atau tumbuh-tumbuhan yang dekat pada sudut-sudut
simapng.
3. Untuk mempermudah menyeberangi jalan utama bagi kendaraan dan/atau pejalan
kaki dari jalan minor.
Emasangan sinyal lalu lintas tidak selalu menambah kapasitas dan keselamatan pada
sebuah simpang. Penggunaan metode simpang memungkinkan perkiraan dampak
pemasangan sinyal terhadap kapasitas dan ukuran kinerja bila dibandingkan dengan
pengaturan simpang tak bersinyal atau bundaran.
A. Fluktuasi Kendaraan
Jumlah kendaraan yang melintasi suatu titik pada penggal jalan tertentu, pada
periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam kendaraan per jam atau sering disebut LHR
(Lalu lintas Harian Rerata). Volume kendaraan setiap jam menunjukkan beberapa
karakteristik pergerakan pengguna jalan. Karakteristik pergerakan ini terutama dipengaruhi
pengaruh kegiatan harian pengguna jalan antar kota serta moda yang digunakan pengguna
jalan sehingga berpengaruh terhadap tingginya volume lalu lintas. Volume kendaraan
ditampilkan dengan fluktuasi berdasarkan jenis kendaraan MC, LV, dan MHV seperti
Gambar 5.10 . Lokasi survei simpang terdiri dari tiga titik, yakni Simpang Merlung A,
Simpang Merlung B, dan Simpang Merlung C. Simpang Merlung dianalisis dengan metode
jalinan seperti Gambar 5.11.
100
Gambar 5. 10 Fluktasi Kendaraan Simpang Merlung
10000
9000 TOTAL
8000 Smp/Jam
7000
6000
5000
4000
3000
05.00-06.00
2000
1000
05.45-06.45
18,9% MC
LV
56,9% HV
24,2%
C. Kinerja Simpang
Jalinan C DS
AB 8092 0,285
BC 6438 0,481
CA 9828 0,412
DS (Max) 0,481
Tundaaan Lalu Lintas Rata-rata 3,76 det/smp
Tundaan Bundaran Rata-Rata 7,76 det/smp
Peluang Antrian Bundaran 0,57%
102
Potensi lalu lintas didasarkan pada potensi sebagai berikut:
1. Potensi Mikro, yakni potensi lalu lintas di sekitar Seksi 2 yang berpotensi untuk
berpindah ke jalan tol. Survey asal tujuan dilakukan di Simpang Merlung dan
Gerbang Tol Jambi.
2. Potensi Makro, yakni potensi lalu lintas Jalan Tol Jambi – Rengat Seksi 2 setelah
adanya junction Krian. Diasumsikan adanya junction dapat menjadi alternatif
jalan tol dari lalu lintas Jambi menuju ke Riau sehingga pengguna tidak perlu
memutar melalui jalan nasional.
5.2.1. Matrik Asal Tujuan Gerbang Tol Jambi
Survey asal tujuan di Gerbang Tol Jambi dilakukan untuk mengetahui sebaran
pergerakan mikro yang tertangkap pada titik survey. Jumlah sampel pergerakan pada
Gerbang Tol Jambi adalah 382 pergerakan yang didapatkan melalui survey pada tahun
2021. Hasil rekapitulasi survey dianalisis untuk mendapatkan MAT sebagai berikut.
103
Tabel 5. 10 Matriks Asal Tujuan Simpang Merlung
Bunder Tujuan
Total
Asal 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12
Merlung 0,00% 0,34% 0,17% 0,85% 0,00% 0,17% 4,25% 0,17% 0,17% 0,00% 0,00% 6,12%
Tungkal ulu 0,85% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,17% 10,03% 2,38% 0,00% 0,00% 0,00% 13,44%
Pengabuan 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 1,53% 1,02% 0,17% 0,00% 0,00% 2,72%
Senyerang 0,51% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,68% 1,70% 0,00% 0,00% 0,00% 2,89%
Tungkal Ilir 0,34% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 6,12% 4,42% 0,00% 0,00% 0,00% 10,88%
Bram Itam 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,17% 0,17% 0,00% 0,00% 0,00% 0,34%
Betera 0,51% 0,00% 0,00% 0,17% 0,00% 0,00% 0,17% 0,17% 0,00% 0,00% 0,00% 1,02%
Mestong 0,68% 0,34% 0,17% 0,17% 2,38% 0,00% 0,00% 2,89% 0,00% 0,68% 0,00% 7,31%
Sungai Bahar 0,00% 0,17% 2,21% 0,68% 8,84% 0,17% 0,17% 15,65% 0,00% 0,00% 0,00% 27,89%
Taman Rajo 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Kempeh Ulu 0,34% 0,00% 0,00% 0,00% 1,53% 0,17% 0,00% 20,24% 2,21% 0,17% 0,00% 24,66%
Sekernan 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,17% 0,00% 0,00% 2,04% 0,51% 0,00% 0,00% 2,72%
Total 3,23% 0,51% 2,72% 1,19% 13,78% 0,34% 0,51% 60,88% 15,65% 0,51% 0,68% 0,00% 100,00%
Realisasi data terkait lalu lintas Jalan Tol Jambi – Rengat Seksi 2 berada pada
rentang 2.700 – 9.000 pergerakan. Kondisi ini menurun pasca diberlakukan tarif tol
sebesar Rp1.500/km. selain itu, penurunan ini juga dapat dikarenakan adanya alternatif
jalan tol lain, yakni Tol Trans-Sumatra dengan tarif Rp850/km. selain itu, kondisi jalan
nasional di sekitar ruas Jalan Tol Jambi – Rengat Seksi 2 tergolong lancar dengan rata-rata
VCR 0,3-0,5 seperti pada Gambar 5. 13 dan Tabel 5.11.
10.000
9.000
8.000
7.000
6.000
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
0
6 Des 7 Des 10 Des 11 Des 12 Des 13 Des 14 Des
Berbayar
Seksi 1 Seksi 2 Seksi 3
Tabel 5. 11 Perbandingan Beban Ruas Jalan Tol dan Non Tol Jambi – Rengat Seksi 2
104
Tanggal Seksi 1 Seksi 2 Seksi 3
Tol 6.333 6.855 8.376
Beban Ruas 24 Non Tol 11.100 8.222 12.424
Agus Total 17.433 15.077 20.800
Proporsi tol 36,33% 45,47% 40,27%
Tol 5.931 6.383 7.873
Beban Ruas 25 Non Tol n.a n.a 16.162
Agus Total 5.931 6.383 24.035
Proporsi tol 100,00% 100,00% 32,76%
Tol 5.753 6.132 7.483
Beban Ruas 26 Non Tol 13.427 7.918 12.184
Agus Total 19.180 14.050 19.667
Proporsi tol 29,99% 43,64% 38,05%
Tol 3.201 3.651 4.581
Beban Ruas 27 Non Tol n.a n.a 14.437
Agus Total 3.201 3.651 19.018
Proporsi tol 100,00% 100,00% 24,09%
Rata-rata total 66,58% 72,28% 33,79%
Rata-rata tanpa tanggal 25 dan 27
pada Seksi 1 2 33,16% 44,56% 33,79%
Berdasarkan Gambar 5.14 dan Gambar 5.15, diketahui bahwa beban ruas jalan
nasional (non tol) lebih besar dibandingkan jalan tol. Hal ini menunjukkan bahwa
penduduk masih banyak yang memilih untuk menggunakan jalan nasional dibandingkan
jalan tol. Kondisi jalan nasional saat ini masih tergolong sangat baik dengan VCR rata-
rata 0,3-0,5 atau dapat dikatakan tergolong lancar. Oleh karena itu, minat penduduk untuk
berpindah ke jalan tol masih rendah.
14000
12000
10000
8000
6000
4000
Seksi 1 Seksi 2 Seksi 3
2000
Tol Non Tol
0
16000
14000 105
12000
10000
6000
4000
2000
Gambar
0 5. 15 Perbandingan Beban Ruas Tol dan Non Tol – Weekend
Seksi 1 Seksi 2 Seksi 3
5.4. Mengetahui Kebutuhan Lajur dan Jalur
Tol Non Tol
Volume lalu lintas bervariasi dalam ruang dan waktu. Variasi volume lalu lintas ini
merupakan faktor terpenting yang menggambarkan bagaimana fasilitas jalan digunakan,
serta menjadi faktor yang menentukan dalam perencanaan dan desain serta evaluasi
kinerja jalan. Volume lalu lintas harian di jalan raya direpresentasikan dalam lalu lintas
harian rata-rata (ADT/Average Daily Traffic). Bila volume lalu lintas dihitung untuk
jangka waktu yang lama yang dimungkinkan dengan menggunakan alat permanen dan
perhitungan yang menerus maka AADT (Annual Average Daily Traffic) dapat ditentukan.
Volume lalu lintas untuk dinyatakan dalam kendaraan/hari, dalam hal ini volume
lalu lintas yang dihitung adalah volume kendaraan ringan, kendaraan berat, dan sepeda
motor. Sedangkan kendaraan tidak bermotor seperti becak dan dokar tidak dapat
diperhitungkan karena jumlahnya relatif tidak terlalu banyak dan terdapat hanya pada
beberapa ruas jalan tertentu saja. Untuk lebih jelasnya mengenai Emp Untuk Jalan
Perkotaan dapat dilihat pada Tabel 5.12.
Pada umumnya kendaraan pada suatu ruas jalan terdiri dari berbagai komposisi
kendaraan sehingga volume lalu lintas menjadi lebih praktis jika dinyatakan dalam jenis
kendaraan standar, yaitu satuan mobil penumpang (smp). Untuk mendapatkan volume
dalam smp, maka diperlukan faktor konversi dari berbagai macam kendaraan menjadi
satuan mobil penumpang, yaitu faktor ekivalensi mobil penumpang atau emp.
Langkah pertama dalam menganalisis kinerja jalan adalah menyamakan satuan
kendaraan yang ada ke dalam satuan mobil penumpang (smp). Hasil tersebut ditampilkan
dalam bentuk pola fluktuasi lalu lintas selama periode survei. Pola ini penting untuk
mengetahui jam sibuk/jam puncak pada lokasi jalan tersebut serta untuk mengetahui pola
106
rata-rata dari lalu lintas. Selanjutnya setelah didapat jam puncak maka dilakukan analisis
untuk mengetahui kinerja jalan pada ruas-ruas jalan yang disurvei. Kinerja jalan
dinyatakan dalam Tingkat Pelayanan Jalan atau Level of Service (LoS), yang merupakan
fungsi dari tingkat kejenuhan jalan (DS).
5.1.1. Kapasitas Jalan
Untuk mengetahui nilai derajat kejenuhan suatu ruas jalan besarnya kapasitas jalan
terlebih dahulu diketahui nilainya. Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum melalui
suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Untuk
jalan dua-lajur dua-arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi dua arah),
tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan
per lajur.
Nilai kapasitas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan selama
memungkinkan. Karena lokasi yang mempunyai arus mendekati kapasitas segmen jalan
sedikit (sebagaimana terlihat dari kapasitas simpang sepanjang jalan), kapasitas juga telah
diperkirakan dari analisa kondisi iringan lalu- lintas, dan secara teoritis dengan
mengasumsikan huhungan matematik antara kerapatan, kecepatan dan arus, lihat di hawah.
Kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp), lihat di bawah.
Perhitungan kapasitas menggunakan rumus:
C = C0 . FCW .FCSP .FCSF .FCCS.
dimana:
C : kapasitas (smp/jam)
C0 : kapasitas dasar (smp/jam)
FCSP : faktor penyesuaian distribusi
FCW : faktor penyesuaian lebar jalan
FCSf : faktor penyesuaian gangguan samping
FCcs : faktor penyesuaian ukuran kota
107
1 Dua lajur Tak terbagi 2900 Total 2 arah
Sumber: MKJI: Jalan Perkotaan, 1997:5-50
Pemisah Arah
Faktor arah adalah besarnya perbandingan pemisah arah dari jumlah dua arus
pergerakan. Pada jalan tanpa menggunakan pemisah, maka besarnya faktor penyesuaian
untuk jalan tersebut tergantung pada besarnya pemisah kedua arah seperti yang
ditampilkan pada Tabel 5.15 di bawah.
Tabel 5. 15 Faktor Pemisah Arah (FCsp)
50- 60-
Pemisahan Arah Sp %-% 50 55-45 40 65-35 70-30
Dua lajur 2/2 1.00 0.97 0.94 0.91 0.88
FCSP
Empat lajur 4/2 1.00 0.985 0.97 0.955 0.94
Aktivitas
Hambatan Samping
108
Hambatan samping yang berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan perkotaan
adalah:
1) Jumlah pejalan kaki;
2) Jumlah kendaraan berhenti;
3) Jumlah kendaraan bermotor yang keluar masuk dari lahan samping jalan dan
jalan samping;
4) Arus kendaraan lambat yaitu sepeda, becak, delman, pedati.
Tingkat hambatan samping dikelompokkan kedalam lima kelas dari yang rendah
sampai sangat tinggi sebagai fungsi dari frekuensi kejadian hambatan samping sepanjang
segmen jalan yang diamati. Menurut MKJI 1997 kelas hambatan samping dikelompokkan
seperti pada Tabel 5.16.
Tabel 5. 16 Kelas Hambatan Samping
Jumlah Berbobot per
Kelas Hambatan
Kode 200m per jam (dua Kondisi Khusus
Samping
sisi)
Sangat Rendah VL <100 Daerah pemukiman; jalan dengan jalan samping
Rendah L 100-299 Daerah pemukiman; beberapa kendaraan umum dsb.
Sedang M 300-399 Daerah industri; beberapa toko disisi jalan
Tinggi H 500-899 Daerah komersial: aktivitas sisi jalan tinggi
Daerah komersial: dengan aktivitas pasar di samping
Sangat Tinggi VH >900
jalan
Sumber: MKJI: Jalan Perkotaan
Ukuran Kota
Faktor penyesuaian kapasitas berdasarkan ukuran kota dapat dilihat pada Tabel 5.17
berikut ini.
Tabel 5. 17 Faktor kapasitas untuk Ukuran Kota (FCCS)
Ukuran kota Faktor penyesuaian untuk ukuran kota
(Juta Penduduk) (FCCS)
< 0,1 0.86
0,1-0,5 0.90
0,5-1,0 0.94
1,0-0,3 1.00
>0,3 1.04
109
dengan menggunakan koefisien emp (ekivalensi mobil penumpang). Untuk mengetahui
parameter tingkat pelayanan dapat disimak pada Tabel 5.18.
Selanjutnya hasil tersebut ditampilkan dalam bentuk pola fluktuasi lalu lintas selama
periode survei untuk mengetahui jam sibuk/jam puncak pada lokasi jalan tersebut serta
untuk mengetahui pola rata-rata dari lalu lintas. Volume jam puncak kemudian akan
digunakan untuk menghitung kinerja jalan yang diindikasikan dengan derajat kejenuhan
jalan. Tingkat pelayanan (LoS) didasarkan pada nilai derajat kejenuhan (DS) pada ruas
jalan dengan persamaan berikut.
DS = Q / C
Dimana:
DS : Tingkat Pelayanan Jalan
Q : Volume Lalu lintas (smp/jam)
C : Kapasitas Jalan (smp/jam)
110
pengumpulan data terdiri daru survei sekunder dan survei primer. Tahap analisa data
terdiri dari evaluasi kinerja jalan, analisis asal tujuan, analisis preferensi tarif, pemodelan
permintaan lalu lintas dan proyeksi lalu lintas jalan tol.
Data yang dibutuhkan dalam pekerjaan Kajian Lalu Lintas Penyusunan RTA Jalan
Tol Ruas Jambi - Rengat Seksi 2 STA. 40+000 s/d STA. 80+000 ini meliputi data primer
dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi volume lalu lintas, waktu
tempuh, geometrik jaringan jalan serta preferensi berpindah pengguna jalan. Sementara
data sekunder yang dibutuhkan untuk mendukung analisis data primer antara lain data
history lalu lintas ruas jalan eksisting, realisasi lalu lintas jalan tol, dokumen tata ruang
111
serta data sosio ekonomi kawasan. Metode pengumpulan data dan informasi ini akan
dijelaskan pada subbab metode pengumpulan data di bagian lain bab ini.
112
jaringan jalan, jika kinerja persimpangannya sangat rendah maka kinerja seluruh sistem
jaringan jalan tersebut akan menjadi rendah pula. (Tamin, 1997).
Volume lalu lintas merupakan komponen penting dalam analisis kinerja
persimpangan, dimana tipe pengaturan simpang akan berpengaruh pada komposisi lalu
lintas pada simpang. Volume lalu lintas pada simpang terdiri dari beberapa pergerakan
mebelok kendaraan sesuai pengendalian da pengaturan yang ada pada simpang. Seperti
halnya pada ruas jalan jumlah kendaraan pada simpang disetarakan dengan
menggunakakoefisien ekivalensi mobil penumpang (emp) yang berbeda-beda. Untuk
mengatahui Ekivalensi Mobil Penumpang Untuk Simpang dapat dilihat pada Tabel 5.19.
Pembagian kendaraan untuk penentuan ekivalensi mobil penumpang (emp) pada
analisis simpang lebih sederhana dibandingkan dengan analisis ruas jalan. Pada simpang
bersinyal kendaraan dipisahkan menjadi Kendaraan Ringan (LV), Kendaraan Berat (HV),
dan Sepeda Motor (MC). Perbedaan yang signifikan dalam penggolongan ini adalah untuk
sepeda motor menurut tipe pendekat, pada pendekat terlawan yang memungkinkan
terjadinya konflik antar arus yang berlawanan memiliki emp sepeda motor yang lebih
besar dari pendekat tipe terlindung. Pendekat tipe terlindung ini tidak mengijinkan
terjadinya konflik arus yang berlawanan dengan pemisahan fase tersendiri. Adapun Bagan
Alir Analisis Simpang Tak Bersinyal dapat dilihat pada Gambar 5.19.
Tabel 5. 19 Ekivalensi Mobil Penumpang Untuk Simpang
emp Untuk Tipe Pendekat
Jenis Kendaraan Simpang Bersinyal Simpang
Terlindung Terlawan Tak Bersinyal
Kendaraan Ringan (LV) 1,0 1,0 1,0
Kendaraan Berat (HV) 1,3 1,3 1,3
Sepeda Motor (MC) 0,2 0,4 0,5
Sumber : MKJI, 1997
113
LANGKAH A: DATA MASUKAN
A1: Kondisi Geometrik
A2: Kondisi lalu-lintas
A3: Kondisi lingkungan
LANGKAH B: KAPASITAS
PERUBAHAN B1: Lebar pendekat dan tipe simpang
B2: Kecepatan dasar
B3: Faktor Penyesuaian lebar pendekat
B4: Faktor penyesuaian median jalan utama
B5: Faktor penyesuaian ukuran kota
B6: Faktor penyesuaian tipe lingkungan, hambatan
sampig dan kend. Tak bermotor
B7: Faktor penyesuaian belok kiri
B8: Faktor penyesuaian belok kanan
B-9: Faktor penyesuaian arus jalan minor
B-10: Kapasitas
TIDAK
Akhir analisa
114
Tabel 5. 20 Tipe Simpang Tak Bersinyal
Jumlah lengan Jumlah lajur Jumlah lajur
Kode
Simpang jalan minor jalan utama
322 3 2 2
324 3 2 4
342 3 4 2
422 4 2 2
424 4 2 4
2) Kapasitan Dasar
Tipe kapasitas dasar dapat dilihat pada Tabel 5.21 berikut ini:
Tabel 5. 21 Tipe kapasitas Dasar
Kode IT (Tipe simpang) Kapasitas Dasar (smp/jam)
322 2700
342 2900
324 atau 344 3200
422 2900
424 atau 444 3400
115
5) Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
Untuk Faktor Penyesuaian berdasarkan Ukuran Kota dapat dilihat pada Tabel
5.24 dibawah ini:
Tabel 5. 24 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
Penduduk Faktor penyesuaian ukuran
Ukuran kota (CS)
(Juta) kota (FCS)
Sangat kecil < 0,1 0,82
Kecil 0,1-0,5 0,88
Sedang 0,5-1,0 0,94
Besar 1,0-3,0 1,00
Sangat besar > 3,0 1,05
6) Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan
Kendaraan Tak Bermotor
Untuk Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan dan Hambatan Samping lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.25 dibawah ini:
Tabel 5. 25 Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan dan Hambatan Samping
Rasio kendaraan tak bermotor (PUM)
Tipe lingkungan
Kelas hambatan samping SF 0,0 0,1 0,1
jalan 0,05 0,20 > 0,25
0 0 5
0,9 0,8 0,7
Tinggi 0,88 0,74 0,70
3 4 9
0,9 0,8 0,8
Komersial Sedang 0,89 0,75 0,70
4 5 0
0,9 0,8 0,8
Rendah 0,90 0,76 0,71
5 6 1
0,9 0,8 0,8
Tinggi 0,91 0,77 0,72
6 6 2
0,9 0,8 0,8
Permukiman Sedang 0,92 0,77 0,73
7 7 2
0,9 0,8 0,8
Rendah 0,93 0,78 0,74
8 8 3
1,0 0,8 0,8
Akses terbatas Tinggi/sedang/rendah 0,95 0,80 0,75
0 5 5
116
Tabel 5. 26 Faktor Penyesuaian Rasio Arus Jalan Minor
IT FMI PMI
422 1,19 x PMI2 1,19 x PMI + 1,19 0,1 0,9
424 16,6 x PMI4 – 33,3 x PMI3 + 25,3 x PMI2 – 8,6 x PMI + 1,95 0,1 – 0,3
444 1,11 x PMI2 – 1,11 x PMI + 1,11 0,3 – 0,9
1,19 x PMI2 – 1,19 x PMI + 1,19 0,1 – 0,5
322
-0,595 x PMI2 + 0,595 x PMI3 + 0,74 0,5 – 0,9
1,19 x PMI2 – P2,38 x PMI + 1,49 0,1 – 0,5
342
1,19 x PMI2 – P 2,38 x PMI + 1,49 0,5 – 0,9
16,6 x PMI4 – 33,3 x PMI3 + 25,3 x PMI2 – 8,6 x PMI + 1,95 0,1 – 0,3
324
1,11 x PMI2 – 1,11 x PMI + 1,11 0,3-0,5
344
-0,555 x PMI2 + 0,555 x PMI + 0,69 0,5-0,9
117
Untuk DS > 0,6 : DTI = 1,0504/(0,2742 – 0,2042 x DS) – (1 – DS)2
Tundaan lalu lintas jalan minor (DTMI) : Tundaan lalu lintas jalan minor rata-rata,
ditentukan berdasarkan tundaan simpang rata-rata dan tundaan jalan utama rata-rata
(MKJI, 1997).
DTMI = (QTOT x DTI – QMA x DTMA)/QMI
Dimana :
DTMI = tundaan lalu lintas jalan minor
DTMA = tundaan lalu lintas jalan utama
QTOT = arus total
QMA = arus jalan utama
QMI = arus jalan minor
Tundaan lalu lintas jalan utama (DTMA) : Tundaan lalu lintas rata-rata semua
kendaraan bermotor yang masuk persimpangan dari jalan utama. (MKJI, 1997)
Untuk DS 0,6 : DTMA = 1,8 + 5,8234 x DS – (1- DS)1,8
Untuk DS > 0,6 : DTMA = 1,05034/ (0,346-0,246 x DS) – (1-DS)1,8 , dimana :
DTMA = tundaan lalu lintas jalan utama
DS = derajat kejenuhan
Tundaan geometrik simpang (DG) adalah tundaan geometrik rata-rata seluruh
kendaraan bermotor yang masuk simpang. DG dihitung dari persamaan berikut.
(MKJI, 1997)
Untuk DS < 1,0 :
DG = (1-DS) x (PT x 6 + (1- PT)3) + DS4 (det/smp)
Untuk DS 1,0 ; DG = 4
Dimana :
DS =derajat kejenuhan
PT = rasio arus belok terhadap arus total
6 dtk = tundaan geometrik normal untuk kendaraan belok yang tak terganggau
(det/smp).
118
DG = tundaan geometrik simpang
DTI = tundaan lalu lintas simpang
119
5) Penentuan Arus Jenuh
Adanya nilai arus jenuh suatu persimpangan berlampu lalu lintas dapat dihitung dengan
persamaan (MKJI, 1997) :
S = S0 x FCS x FSF x FG x FP x FLT x FRT (smp/waktu hijau efektif)
Dimana
S : Arus jenuh (smp/waktu hijau efektif)
SO : Arus jenuh dasar (smp/waktu hijau efektif)
FCS : Faktor koreksi arus jenuh akibat ukuran kota (jumlah penduduk)
FSF : Faktor koreksi arus jenuh akibat adanya gangguan samping yang meliputi
faktor tipe lingkungan jalan dan kendaraan tidak bermotor
FG : Faktor koreksi arus jenuh akibat kelandaian jalan
FP : Faktor koreksi dengan arus jenuh akibat adanya kegiatan perparkiran dekat
lengan persimpangan
FLT : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kiri
FRT : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kanan
Bagan Alir Pelaksanaan Simpang Bersinyal dapat dilihat pada Gambar 5.17.
LANGKAH A: DATA MASUKAN
A1: Geometrik, pengaturan lalu-lintas dan kondisi lingkungan
A2: Kondisi Geometrik
PERUBAHAN
Ubah penentuan fase LANGKAH C: PENENTUAN WAKTU SIGNAL
sinyal, lebar pendekat, C1: Tipe pendekat
aturan membelok, C2: Lebar pendekat efektif
dsb. C3: Arus jenuh dasar
C4: Faktor-faktor penyesuaian
C5: Rasio arus-arus jenuh
C6: Waktu siklus dan waktu hijau
LANGKAH D: KAPASITAS
D1: Kapasitas
D2: Keperluan untuk perubahan
120
Merupakan besarnya keberangkatan antrian dalam suatu pendekatan selama
kondisi ideal (smp/jam hijau). Perhitungan arus jenuh dasar untuk pendekat
terlindung (P) adalah (MKJI, 1997) :
SO = 600 x We, dimana (We = lebar efektif)
Untuk pendekat tipe terlawan (O), nilai SO ditentukan sebagai fungsi dari
lebar efektif pendekat (We) dan arus lalu lintas belok kanan pada pendekat tersebut
(QRT) dan juga pendekat terlawan (QRTO).
Untuk Faktor Penyesuaian Ukuran Kota dapat dilihat seperti Tabel 5.29 berikut:
Tabel 5. 29 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
Untuk Faktor Koreksi Arus Jenuh Akibat Kelandaian (FG) seperti Gambar
5.18.
121
Gambar 5. 18 Faktor Penyesuaian Untuk Kelandaian (FG)
Faktor Koreksi Arus Jenuh Akibat Kegiatan Parkir Dekat Lengan Simpang (FP)
Faktor Koreksi Arus Jenuh Akibat Kegiatan Parkir Dekat Lengan Simpang
(FP) dapat dilihat pada Gambar 5.19 berikut:
Gambar 5. 19 Faktor Penyesuaian Pengaruh Parkir dan Lajur Belok kiri yang Pendek (FC)
Faktor penyesuaian belok kiri (FLT)
Faktor penyesuaian akibat pergerakan belok kiri khusus untuk pendekat Tipe P
ditentukan dengan persamaan (MKJI, 1997) :
FLT = 1,0 – PLT x 0,16
122
Waktu antar hijau (IG) merupakan waktu dimana periode kuning + merah
semua antar dua fase sinyal yang berurutan (detik). Sedangkan waktu merah
semua adalah waktu dimana sinyal merah menyala bersamaan dalam pendekat-
pendekat yang dilayani oleh dua fase sinyal yang berurutan (det).
( L EV +I EV ) L AV
Merah semua =
[ V EV
+
V AV ] max
Dimana :
LEV, LAV = jarak dari garis henti ke titik konflik masing-masing untuk
kendaraan berangkat dan datang (m)
IEV = panjang kendaraan yang berangkat (m)
VEV, VAV = kecepatan masing-masing untuk kendaraan yang berangkat dan
yang datang (m/det)
Waktu hilang (LTI) merupakan jumlah semua periode antar hijau dalam
siklus yang lengkap (det). Waktu hilang dapat juga diperoleh dari beda antara
waktu siklus dengan jumlah waktu hijau dalam semua fase yang berurutan.
C= ∑ g+LTI
8) Penentuan Rasio Arus/Rasio Arus Jenuh
Rasio Arus (FR) ditentukan dengan persamaan (MKJI,1997) :
FR = Q/S
Rasio arus simpang (IFR) ditentukan dengan persamaan (MKJI, 1997) :
IFR = ∑ (FRcrit )
Dimana FRcrit merupakan rasio arus kritis (tertinggi) pada masing-masing fase
Rasio Fase (PR), ditentukan dengan persamaan (MKJI,1997) :
PR = FRcrit/IFR
123
5.7.2. Derajat Kejenuhan (DS)
Derajat kejenuhan untuk simpang bersinyal dihitung dengan persamaan berikut
(MKJI, 1997) :
DS = Q/C =(Q x c)/(S x g)
Dimana :
Q = jumlah unsur lalu lintas yang melalui titik terganggu di hulu, pendekat per
satuan waktu
C = Kapasitas (smp/jam)
S = arus jenuh (smp/jam hijau)
c = waktu siklus sinyal (det)
g = waktu hijau (det)
NQ1 = 0,25 x C x
[ √
( DS−1 + ( DS−1)2 +
8 x ( DS−0,5)
C ]
1−GR Q
x
NQ2 = c x 1−GR−DS 3600
NQ max ×20
QL = W masuk
124
Gambar 5. 20 Perhitungan Jumlah Antrian NQmax
5.7.5. Tundaan
Tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui simpang
apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui simpang. Tundaan rata-rata untuk suatu
pendekat j dihitung sebagai (MKJI, 1997) :
Dj = DTj + DGj
Dimana :
Dj = tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
DTj = tundaan lalu lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
DGj = tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari
persamaan berikut (MKJI,1997):
125
0,5 x (1 − GR )2 NQ1 x 3600
+
DTj = c x (1 − GR x DS ) C
Dimana :
DTj = Tundaan lalu lintas rata-rata pada pendekat j (det/smp)
GR = rasio hijau (g/c)
DS = derajat kejenuhan
C = kapasitas (smp/jam)
NQ1 = jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya.
Tundaan geometrik rata-rata pada suatu pendekatan j dapat diperkirakan
sebagai berikut (MKJI, 1997) :
DGj = (1- PSV) x PT x 6 + (PSV x 4)
Dimana :
DGj = tundaan geometrik rata-rata pada pendekat j (det/smp)
PSV = rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat
PT = rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat
126
arus lalu lintas tiap pendekat menentukan pengaturan yang tepat untuk simpang, Penentuan
tipe pengaturan simpang berdasarkan arus ditampilkan pada Gambar 5.21.
127
c) Perhitungan bangkitan dan tarikan perjalanan
d) Perhitungan sebaran perjalanan
e) Menghasilkan Matriks Asal Tujuan perjalanan di wilayah studi
f) Pembebanan rute jaringan jalan di wilayah studi
g) Perhitungan faktor pertumbuhan
h) Perhitungan Matriks Asal Tujuan masa depan di wilayah studi
Fixed Route
Sumber: Tamin, 2000
Arus pada jaringan
128
No Urutan Penjelasan
transportasi. Jenis I mengasumsikan bahwa peubah sosio-ekonomi
sangat mempengaruhi proses dari pemilihan moda.
2 G MS D Jenis II ini lebih banyak digunakan untuk pengkajian perencanaan
A angkutan jalan raya, yang berarti untuk perencanaan angkutan umum
diabaikan. Konsep dari jenis II ini adalah proses sebaran pergerakan
langsung terkonsentrasi pada angkutan pribadi.
Pada pendekatan ini juga diasumsikan bahwa setiap moda dianggap
saling bersaing dalam merebut pangsa pasar sehingga penentu jenis
pergerakan menjadi faktor penting dalam penting dalam pemilihan
moda.
3 G D-MS A Jenis III mengkombinasikan model pemilihan moda dengan model
gravity dari pesebaran pergerakan yang dilakukan secara bersamaan.
Hal ini menandakan bahwa dalam pemilihan moda ikut
mempertimbangkan jenis pergerakan dan bentuk pergerakannya.
4 G D MS Pemodelan jenis IV ini menggunakan pendekatan nisbah atau selisih
A hambatan antara dua moda yang bersaing dan menggunakan variasi dari
model III.
Keterangan :
G G G = Bangkitan Pergerakan
(Trip Generation)
D = Sebaran/Distribusi Pergerakan (Trip Distribution)
MS G G - MS D MS = Pemilihan Moda (Modal Split)
A = Pembebanan Jaringan
(Trip Assignment)
D D - MS D MS
A A A A
129
Rencana tata guna lahan Prediksi Demografi
masa mendatang sesuai zona dan Sosio Ekonomi
130
tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona seperti diilustrasikan pada Gambar 5.24.
Pergerakan lalu lintas merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan
lalu lintas. Bangkitan lalu lintas ini mencakup:
Lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi (traffict production atau
trip production)
Lalu lintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi ((traffict attraction
atau trip attraction)
i d
131
Pola pergerakan dalam sistem transportasi sering dijelaskan dalam bentuk arus
pergerakan yang bergerak dari zona asal ke zona tujuan selama periode waktu tertentu.
Matriks asal tujuan (MAT) yang berisi informasi mengenai besar pergerakan antar lokasi
di dalam daerah tertentu sering digunakan untuk menggambarkan pola pergerakan dimana
baris menyatakan zona asal dan kolom menyatakan zona tujuan. Pola pergerakan dapat
dihasilkan jika MAT dibebankan pada jaringan transportasi, dengan mempelajari pola
pergerakan permasalahan yang ada dapat diidentifikasi sehingga dapat dihasilkan beberapa
solusi. MAT dapat memberikan indikasi rinci mengenai kebutuhan akan pergerakan
sehingga MAT memegang peranan penting dalam berbagai perencanaan transportasi.
Metode Furness memodelkan sebaran pergerakan masa mendatang dengan
mengalikan sebaran pergerakan eksisting dengan tingkat pertumbuhan zona asal dan zona
tujuan secara bergantian sampai total sel MAT untuk setiap arah sesuai dengan total sel
MAT yang diinginkan. Untuk lebih jelasnya contoh analisis Distrbusi Perjalanan Metode
Furness dapat dilihat pada Tabel 5.32. Pembentukan MAT melalui iterasi dengan metode
Furness ini lebih efisien dibandingkan metode analogi lainnya. Beberapa keuntungan
penggunaan metode ini diantaranya:
• Mudah dimengerti dan digunakan dengan data dasar MAT eksisting
• Proses pengulangan sederhana
• Penggunaannya fleksibel
132
Tabel 5. 32 Contoh analisis Distrbusi Perjalanan Metode Furness
Dari \ Ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 oi Oi Ei
1 0 0 0 0 0 0 0 3 0 1 1 1 20 26 26 1,00
2 0 0 0 2 0 0 3 2 0 8 5 5 4 31 31 1,00
3 1 0 0 1 0 0 1 0 0 2 3 4 23 35 35 1,00
4 1 0 1 0 0 0 1 1 1 16 10 2 8 41 41 1,00
5 0 0 0 1 0 1 7 1 0 4 2 2 28 46 46 1,00
6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 1 29 32 32 1,00
7 1 2 0 4 0 0 0 5 1 17 11 10 48 99 99 1,00
8 2 1 1 2 0 0 3 0 1 9 6 5 5 35 35 1,00
9 0 0 1 0 1 0 3 1 0 2 1 38 214 261 261 1,00
10 1 2 8 5 0 1 41 7 1 0 14 65 61 205 205 1,00
11 0 1 0 2 1 0 22 4 1 12 0 7 33 84 84 1,00
12 12 3 5 7 21 1 12 10 90 33 21 0 92 305 305 1,00
13 14 25 22 20 26 32 7 6 161 97 12 160 0 582 582 1,00
dd 30 35 39 45 50 37 101 39 256 202 86 299 565 1.782 1.782
Dd 30 35 39 45 50 37 101 39 256 202 86 299 565 1.782
Ed 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
133
5.8.5. Model Pembebanan Jaringan
Tahap pembebanan jaringan dilakukan dengan melakukan pembebanan atas
permintaan perjalanan ke sistem jaringan jalan dengan tujuan untuk mendapatkan arus di
ruas jalan dan/atau total biaya perjalanan di dalam jaringan yang ditinjau. Dalam tahap ini
terjadi interaksi langsung antara permintaan dan sediaan, yang hasilnya dapat dijadikan
sebagai ukuran dalam penilaian kinerja (performance) jaringan jalan akibat adanya
perubahan (skenario) permintaan dan/atau sediaan. Tahap ini menyangkut tiga komponen
utama, yaitu matriks pergerakan, jaringan (supply) dan mekanisme pembebanan.
Pembebanan lalu lintas menggunakan prinsip batasan minimum (shortest path),
yaitu para pengemudi diasumsikan telah mengenal kondisi lalu lintas yang ada, sehingga
mereka akan memilih rute dengan perjalanan minimum. Berdasarkan pertimbangan
terhadap lintasan minimum tersebut, selanjutnya perjalanan kendaraan dari tempat asal ke
tempat tujuan dibebankan pada masing-masing ruas jalan yang membangun lintasan
minimum tersebut.
Metode pembebanan yang dipergunakan adalah model All or Nothing Capacity
Restraint dimana pembebanan dilakukan adalah secara paket demi paket kedalam
lintasan minimum, kemudian akan menghasilkan suatu pola lalu lintas tertentu pada
jaringan yang digunakan untuk iterasi berikutnya ketika masing – masing paket kembali
dibebankan ke dalam lintasan minimum yang baru sehingga tercapai equilibrium trip
assignmen.
Data yang di butuhkan Untuk aplikasi contram ialah data nyata yang di ambil dari
lapangan data Input terbagi menjadi 3 yaitu:
Data jaringan jalan,Data simpang, data ruas Kapasitas, Kecepatan,panjang
link,waktu perjalanan,signal simpang yang di masukan di dalam file dengan
format (.net)
Data permintaan lalu Lintas atau Data perjalanan dalam bentuk Matrik O/D
dimana pendistribusiannya berdasarkan kelas – kelas kendaraan, yaitu “C”
(car) yaitu jenis kendaraan sedan/ kendaraan pribadi, “B” (bus) dalam hal ini
dapat digunakan sepeda motor, “L” yaitu untuk kendaraan barang. Adapun
distribusi kendaraan perjalanan asal tujuan dengan berdasarkan
moda/kendaraan yang dipergunakan yaitu berdasarkan modal split pada daerah
studi dan disimpan dalam File (.dem).
Data Sistem pengendalaian jaringan (Control Data).di bentuk dalam file (.con)
134
Kondisi pembebanan yang diterapkan dalam pemodelan ini adalah kondisi tanpa
penanganan/’do-nothing’ untuk melihat seberapa jauh penurunan kinerja jaringan jalan
bila tidak dilakukan penanganan serta kondisi dengan penanganan/’do-something’untuk
mengetahui kebutuhan penanganan serta kinerja jaringan dengan adanya penanganan.
Pembebanan yang dilakukan adalah secara paket demi paket ke dalam lintasan
minimum, dimana hal ini akan menghasilkan suatu pola lalu lintas tertentu pada jaringan
yang kemudian digunakan untuk iterasi berikutnya ketika masing-masing paket
dibebankan kembali ke dalam lintasan minimum yang baru. Diperlukan beberapa iterasi
agar dapat dicapai pola arus lalu lintas yang setimbang (stabil), yaitu suatu pola dimana
semua kendaraan yang dibebankan pada jaringan jalan akan menggunakan rute yang sama
pada 2 (dua) buah iterasi yang berurutan. Proses iterasi ini dapat dipertimbangkan sebagai
pembiasaan diri dari para pengemudi terhadap kondisi jaringan jalan dan kondisi lalu
lintas.
5.8.6. Perkiraan Permintaan
Perkiraan permintaan jalan tol diperoleh dari pengendara dengan asal tujuan yang
sama dengan gerbang tol. Selain itu adanya penghematan waktu tempuh dan preferensi
terhadap tarif tol dapat menjadi faktor pengguna jalan eksisting berpindah menggunakan
jalan tol. Potensi lalu lintas pada pengembangan jalan tol dihitung menggunakan rumus
berikut ini.
T tol=T 1 +T 2 +T 3 (1)
Keterangan:
T1 = lalulintas di tol saat ini = 0
T2 = tambahan lalulintas akibat:
Berpindahnya pengguna dari jalan nasional
Diversi pergerakan
T3 = tambahan lalulintas akibat bangkitan dari kawasan sekitar (dalam skenario
dilakukan secara bertahap)
T 2=T Nas × f AT × f pref (2)
TNAS = Trafik pada jalan nasional yang akan terpengaruh
fAT = faktor kesesuaian asal tujuan dengan tol
fpref = faktor potensi perpindahan berdasarkan model
perpindahan
Volume Tol di masa yang akan datang:
135
V tol −n=V tol ×(1+i)n (3)
i = tingkat pertumbuhan
n = n tahun ke depan
136
137