Anda di halaman 1dari 137

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering ditemukan adanya pemikiran yang
mengidentikkan pembangunan dengan perkembangan, dengan pembangunan dengan
modernisasi, dengan industrialisasi, dan bahkan pembangunan dengan westernisasi. Seluruh
pemikiran tersebut didasarkan pada aspek perubahan, di mana pembangunan, perkembangan,
modernisasi serta industrialisasi, secara keseluruhan mengandung unsur perubahan. Namun
begitu, keempat hal tersebut mempunyai perbedaan yang cukup prinsipil, karena masing-masing
mempunyai latar belakang, azas dan hakikat yang berbeda serta prinsip kontinuitas yang berbeda
pula, meskipun semuanya merupakan bentuk yang merefleksikan perubahan.

Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh sistem


sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi,
kelembagaan, dan budaya. Di sisi lain pembangunan juga diartikan sebagai proses perubahan
yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Siagian (1994),
memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha
pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa,
negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”.

Pendapat lain dikemukakan oleh Kartasasmita (1997), yang memberikan pengertian lebih
sederhana, yaitu sebagai 2 “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang
dilakukan secara terencana”. Konsep pembangunan di Indonesia tertuang dalam pembukaan
UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa, dan seluruh tumpah darah Indonesia, mewujudkan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Pelaksanaan pembangunan mencakup semua aspek kehidupan bangsa, yaitu aspek politik,
ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan secara berencana, menyeluruh, terarah,
terpadu, bertahap dan berkelanjutan untuk memacu peningkatan kemampuan nasional dalam
rangka untuk mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang lebih
maju. Proses pembangunan yang secara fisik dibutuhkan oleh suatu Negara adalah pembangunan
infrastruktur. Keberadaan infrastruktur memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan
interaksi sosial dan kelangsungan sistem perekonomian. Semakin baik keadaan infrastruktur,
semakin baik pula pengaruhnya terhadap interaksi sosial dan keadaan ekonomi suatu wilayah
serta akan memacu kemajuan dan perkembangan suatu wilayah.

Hal tersebut dimungkinkan karena sarana dan prasarana transportasi berfungsi sebagai
pembentuk, pengarah, dan pemacu pertumbuhan suatu wilayah. Penyediaan sarana infrastruktur
publik sangat berkaitan dengan pelayanan sosial yang akan diberikan oleh pemerintah daerah
kepada masyarakat setempat. Di era keterbukaan demokrasi pembangunan daerah tidak dapat
dilepaskan dari partisipasi masyarakat. Dengan demikian pembangunan menjadi bagian tak
terpisahkan dari masyarakat itu sendiri, sedangkan peran pemerintah adalah memberikan jalan
atau sebagai mediator untuk mewujudkan keinginan 3 masyarakat atas apa yang dikehendaki
untuk kemajuan masyarakat di daerah.

Pada hakekatnya pembangunan itu dilaksanakan oleh pemerintah bersama rakyat dengan
tujuan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan pada rakyat. Pembangunan sendiri bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peran pemerintah sebagai mobilisator
pembangunan sangat strategis dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat serta
pertumbuhan ekonomi negaranya. Salah satu pembangunan insfrastruktur yang memerlukan
lahan atau tanah sangat luas adalah pembangunan jalan tol. Sebab jalan tol didesain khusus
sebagai jalanalternatif jalur darat yang bebas dari hambatan.

Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2005 Tentang Jalan Tol pada Pasal 1 ayat (2)
menjelaskan bahwa jalan tol adalah jalanan umum yang merupakan bagian system jaringan jalan
dan sebagai jalan nasional yang penggunaannya diwajibkan membayar tol. Dengan adanya
pembangunan jalan tol ini bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas dan kapasitas jaringan
jalan dalam melayani lalu lintas.

Bangunan infrastruktur merupakan bagian dari pembangunan nasional yang merupakan


usaha yang dilakukan sebagai langkah untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana
masyarakat Indonesia. Hal ini mengandung arti bahwa setiap kebijakan yang akan diambil dan
berkaitan dengan pembangunan harus tertuju pada pembangunan yang merata di seluruh wilayah
Indonesia dan diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat. Hasil pembangunan tersebut
diharapkan benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat sehingga pada akhirnya dapat

2
berdampak terhadap perbaikan dan peningkatan taraf hidup masyarakat Indonesia. Pembangunan
infrastruktur dirasakan begitu meningkat selama tiga tahun terakhir ini, terutama proyek
konstruksi jalan tol.

Pembangunan jalan tol tidak lepas dari aspek fisik dan aspek non fisik pada masyarakat.
Aspek fisik berkaitan dengan lingkungan sedangkan aspek non fisik adalah masalah sosial
masyarakat. Kedua aspek tersebut tentunya dirasakan secara langsung oleh masyarakat yang
terkena dampak dari adanya pembangunan jalan tol tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh
Fathurosy (2018) menghasilkan adanya empat dinamika respon masyarakat atas pembangunan
jalan tol, yakni dinamika yang berkaitan dengan aspek perubahan pola pikir masyarakat, aspek
dinamika sosial yang berkaitan dengan interaksi masyarakat, aspek ekonomi terutama berkaitan
dengan mata pencaharian atau usaha masyarakat, dan aspek yang berkaitan dengan dampak atau
manfaat baik yang bersifat positif maupun negatif.

Sementara penelitian yang dilakukan oleh Egi (2018) 4 menghasilkan adanya dampak
positif dan dampak negatif pembangunan jalan tol. Dampak positifnya adalah : peluang kerja
terbuka bagi masyarakat sekitar, distribusi barang dan jasa lebih lancar, dan munculnya usaha-
usaha yang dilakukan masyarakat sebagai efek multiplier pembangunan jalan tol seperti
banyaknya masyarakat berjualan di rest area yang ada, interaksi social masyarakat menjadi lebih
baik. Sementara dampak negatifnya berupa: banyak petani kehilangan pekerjaan karena alih
fungsi lahan, dan keterpaksaan masyarakat menjadi pekerja kasar (buruh bangunan jakan).

Pembangunan jalan tol saat ini digunakan sebagai sarana angkutan barang/logistik antar
kota/daerah yang dapat meningkatkan mobilisasi serta meningkatkan perekonomian daerah,
sehingga kawasan-kawasan tersebut dapat ikut berkembang. Pembangunan di sektor jalan tol
adalah krusial untuk pengembangan wilayah dan peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat
di masa depan. Oleh karenanya sektor jalan tol merupakan salah satu sektor prioritas di industri
infrastruktur yang akan dibangun di seluruh Indonesia. Sehingga pada dasarnya peluang BUMN
dan/atau sektor swasta untuk berinvestasi dalam pengembangan jalan tol masih sangat besar.

Proyek Jalan Tol Trans-Sumatra merupakan proyek strategis nasional yang saat ini sedang
direncanakan. Jalan Tol Trans-Sumatra adalah jaringan jalan tol sepanjang 2.818 km di
Indonesia akan menghubungkan kota-kota di pulau Sumatra, dari Lampung hingga Aceh. Salah

3
satu pembangunan Jalan Tol Trans-Sumatra yakni Ruas Tol Jambi – Rengat Panjang ±198 km
yang menghubungkan antara Provinsi Jambi dan Provinsi Riau.

Jalan Tol Ruas Jambi – Rengat Seksi 2 STA. 40+000 s/d STA. 80+000 secara administratif
terletak di Kabupaten Tanjung Jabung Barat adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jambi. Luas
wilayahnya 5.009,82 km² dan ibukotanya ialah kota Kualatungkal, yang letaknya berada di
kecamatan Tungkal Ilir. Kabupaten ini terbagi menjadi 13 kecamatan dan memiliki 20 kelurahan
serta 138 desa. Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Batan Hari berada di Provinsi Jambi,
Indonesia. Kabupaten Muaro Jambi merupakan salah satu Kabupaten pemekaran dari Kabupaten
Batanghari, dengan luas wilayah 5.246 km², secara administratif terdiri dari 11 Kecamatan, 150
Desa dan 5 kelurahan, dengan batas-batas wilayah yaitu: Utara – Kabupaten Tanjung Jabung
Timur; Selatan – Provinsi Sumatera Selatan; Barat – Kabupaten Batang Hari dan Kabupaten
Tanjung Jabung Barat; Timur - Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan, serta studi-studi terdahulu mengenai


rencana induk jaringan jalan tol, menunjukkan perlu dilakukannya pembangunan ruas jalan tol
baru sebagai bentuk pengembangan jaringan jalan, khususnya jalan tol di Indonesia. Sesuai
dengan prosedur dalam penyiapan rencana secara lebih matang dan detail maka pihak PT
Hutama Karya (Persero) sebagai lembaga/ institusi operator jalan tol berdasarkan Surat Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. BM.06.03-Mn/1952 tanggal 14 oktober 2020
menugaskan PT Hutama Karya (Persero) untuk pengusahaan Jalan Tol Ruas Betung – Tempino
– Jambi, Jambi – Rengat, dan Rengat - Pekanbaru menitikberatkan untuk percepatan
Pembangunan Jalan Tol sehingga perlu melakukan penyusunan Kajian lalu lintas dimaksudkan
utuk mengetahui besaran permintaan perjalanan dalam hal ini volume lalu lintas yang terjadi
pada Jalan Tol Ruas Betung – Tempino – Jambi Seksi.

Kajian lalu lintas lebih lanjut digunakan sebagai bahan masukan perencanaan geometric,
pengaturan dan manajemen serta rekayasa lalu lintas pada simpang sebidang akses tol.
Percepatan proyek infrastruktur pemerintah Indonesia merupakan salah satu strategi untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi berkesinambungan dan memiliki efek berganda. Salah satunya
adalah pembangunan jalan tol yang dapat mendorong kelancaran distribusi barang dan jasa serta
pengembangan potensi ekonomi di suatu kawasan. Jalan tol merupakan salah satu infrastruktur

4
transportasi darat penting untuk menunjang konektivitas, peningkatan mobilitas dan aksesibilitas
orang dan barang, serta penghematan biaya dan waktu.

1.2. Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan pekerjaan ini adalah menyusun dokumen kajian lalu lintas jalan tol
sesuai dengan perkembangan kondisi saat ini dalam kaitannya dengan rencana pembangunan
jalan Tol Jambi - Rengat. Sehingga dapat diketahui kebutuhan lajur pada jalur utama (mainroad),
kebutuhan lajur lalu lintas pada jalan akses (accesroad), kebutuhan lajur pada ramp, kebutuhan
gardu pada gerbang tol, serta analis simpang sebidang pada jalan akses. Sementara tujuan dari
pekerjaan Studi Proyeksi Lalu Lintas Jalan Tol Jambi - Rengat :

1. Mengidentifikasi dampak lalu lintas akibat pembangunan dan pengoprasian jalan Tol
Jambi – Rengat Seksi 2.
2. Mengetahui perkiraan permintaan lalu lintas masing-masing segmen pada rencana jalan
Tol Jambi – Rengat Seksi 2.
3. Mengetahui kebutuhan lajur pada jalur utama (mainroad), jalur akses (accesroad), ramp,
kebutuhan gardu pada gerbang tol, dan analisis simpang sebidang pada jalan Tol Jambi –
Rengat Seksi 2.
4. Mengetahui penentuan rencana staging pembangunan Jalan Tol Jambi - Rengat Seksi 2
5. Mengetahui kebutuhan perencanaan geometric simpang sebidang akses tol Jambi – Rengat
Seksi 2.

1.3. Ruang Lingkup dan Lokasi Studi

1.3.1. Lingkungan Kegiatan


Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pekerjaan ini, maka lingkup kegiatan
dalam pekerjaan ini antara lain meliputi:
a. Perumusan metodologi studi, outcome, output dan inputan yang diperlukan dalam
melakukan pekerjaan ini.
b. Melakukan pengumpulan data primer maupun sekunder. Data primer merupakan data
yang diambil dengan melakukan survey primer, sedangkan data-data sekunder merupakan
data ataupun informasi dari instansi-instansi terkait yang menunjang dalam penyusunan
studi ini.
1) Data Sekunder

5
o Data Lalu lintas yang ada di wilayah studi yang berasal dari kegiatan studi
terkait dan data lainnya yang dapat dijadikan sebagai data penunjang kajian
o Data sosial-ekonomi pada masing-masing wilayah dimana ruas jalan tol berada
o Data program kebijakan pembangunan di wilayah studi
o Data lainnya diluar yang disebutkan diatas yang dinilai berpengaruh secara
strategis terhadap rencana pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera
2) Data Primer
o Survei Penghitungan Volume Lalu Lintas Ruas dan Simpang
Survei ini bertujuan untuk mendapatkan besaran volume lalu lintas eksisting
yang melintas pada suatu ruas jalan dan mengetahui distribusi pergerakan
kendaraan pada simpang pada satu satuan waktu tertentu. Pemilihan lokasi
yang akan ditinjau harus dilakukan dengan cermat dimana pengaruh
pergerakan diperkirakan akan memberikan dampak terhadap rencana
pembangunan yang sedang dilakukan.
o Survei Asal Tujuan Perjalanan (Origin-Destination Survei)
Survei ini bertujuan untuk mendapatkan pola pergerakan yang terjadi di suatu
wilayah dengan keluaran berupa Matriks Asal Tujuan Perjalanan.
o Survei Waktu Perjalanan dan Tundaan (Travel Time and Delay)
Survey ini dilakukan untuk mengumpulkan data waktu tempuh suatu kendaraan
dari satu titik yang lain pada ruas jalan yang dikaji
o Survei Kesediaan dan Kemampuan Membayar (Willingness to Pay / WTP dan
Avalability to Pay/ATP)
Survei wawancara yang bertujuan untuk mengetahui keinginan dan
kemampuan membayar tol dari pihak pengguna jalan (road user), termasuk
pendapat pengguna jalan (road user) terhadap nilai waktu (Value of Time).
Hasil survei WTP dan ATP diperlukan guna menganalisa kesesuaian tarif tol,
sedangkan nilai waktu akan digunakan sebagai faktor penalti terhadap waktu
tempuh perjalanan pada ruas-ruas jalan tol dalam pemodelan, yang besarnya
akan tergantung dari tarif tol yang diterapkan. Hasil nilai ATP dan WTP
digunakan sebagai dasar pemodelan lalu lintas untuk mendapatkan proyeksi
volume lalu lintas.

6
o Survey Inventarisasi jaringan jalan
Survai inventarisasi jalan dilakukan untuk mengetahui keadaan eksisting di
sekitar daerah pembangunan jalan tol meliputi kondisi geometrik (lebar jalan,
lebar bahu jalan, saluran drainase dan median jalan) ruas jalan persimpangan
c. Melakukan pengolahan seluruh data hasil survey primer dan sekunder serta melakukan
penyusunan laporan, berupa:
1) Analisa terhadap faktor pertumbuhan yang terjadi di wilayah studi
2) Kajian terhadap kebijakan public dan kebijakan pembangunan pada daerah yang
terlintasi oleh koridor rencana jalan tol
3) Volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) yang terklasifikasi pada jenis kendaraan
sesuai dan besaran volume potensial tol
4) Kinerja jaringan jalan eksisting dan proyeksinya di masa mendatang
5) Distribusi pergerakan kendaraan pada masing-masing lengan di persimpangan yang
terjadi di saat ini
6) Matriks asal tujuan perjalanan, desired lines pergerakan yang terjadi saat ini serta
perbandingan pola pergerakan yang terjadi dengan Matriks Asal Tujuan Perjalanan
yang sudah ada
7) Kinerja jaringan jalan dari sisi kecepatan bebas dan waktu tempuh perjalanan
8) Melakukan Analisa dan evaluasi mengenai akibat yang ditimbulkan dari
pembangunan jalan tol terhadap kondisi lalu lintas yang ada terutama pada daerah
simpang sebidang jalan akses tol
9) Analisis data penunjang untuk tahapan pemodelan transportasi
d. Melakukan pemodelan transportasi
1) Pemodelan bangkitan dan tarikan perjalanan
2) Pemodelan sebaran perjalanan
3) Pemodelan pemilihan moda
4) Pemodelan pembebanan perjalanan
e. Melakukan analisis kinerja jaringan jalan tol
Dari hasil pemodelan transportasi yang dilakukan, tahapan selanjutnya adalah melakukan
analisis terhadap kinerja lalu lintas di Jalan Tol selama masa operasi dan masa konsesi
terkait dan tidak terbatas pada kebutuhan lajur pada jalur utama (mainroad), kebutuhan

7
lajur lalu lintas pada jalan akses (accesroad), kebutuhan lajur pada ramp, kebutuhan
gardu pada gerbang tol, serta analis simpang sebidang pada jalan akses.
Penentuan rencana staging pembangunan untuk setiap seksinya pada Ruas Pekanbaru –
Padang berdasarkan hasil kajian lalu lintas. Staging pembangunan dibuat dengan
berdasarkan besaran volume lalu lintas yang dominan dan yang berpotensi memberikan
dampak ekonomi dan finansial yang optimal.
f. Melakukan analisis kinerja jaringan jalan eksisting
Akibat dibangunnya jaringan jalan tol maka akan berdampak pada kondisi lalu lintas
yang ada pada daerah disekitarnya. Daerah pusat-pusat kegiatan di sekitar jalan tol yang
berpotensi menimbulkan kemacetan lalu lintas perlu di Inventarisasi. Penyedia jasa perlu
membuat dokumen Kajian lalu lintas dengan pendukung bahwa desain RTA pada
simpang sebidang sudah sesuai. Analisa dan desain penanganan simpang sebidang antara
jalan tol dengan jalan eksisting perlu dilakukan untuk memastikan kinerja dari jalan
eksisting tidak terganggu dengan adanya jalan tol. Perlu dibuat rekomendasi terhadap
penataan, manajemen dan rekayasa lalu lintas serta upaya-upaya untuk meminimalkan
titik konflik pada lokasi persimpangan tersebut.

1.3.2. Lingkup Lokasi

Lokasi Pekerjaan Kajian Lalu Lintas RTA Jalan Tol Ruas Jambi - Rengat Seksi 3 STA.
80+000 s/d STA. 116+500 yang berada pada trase Jalan Tol Jambi Rengat seksi 3 dan
seluruh daerah sekitarnya yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. Lokasi
pekerjaan dapat dilihat pada Error: Reference source not found

8
Gambar 1. 1 Lokasi Pekerjaan

1.4. Standar Teknis


Standar teknis yang digunakan dalam penyusunan Kajian Lalu Lintas RTA Jalan Tol
Ruas Jambi - Rengat Seksi 2 adalah sebagai berikut:

a. Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
b. Undang - Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis
Dampak Serta Manajemen Lalu Lintas.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 03/PRT/M/2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, Dan
Pemanfaatan Prasarana Dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan
e. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis
Jalan dan Kriteria Perencanaan Jalan
f. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/PRT/M/2010 tentang Pedoman Pemanfaatan
Dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan
g. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 4 tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu

9
h. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.630/KPTS/M/2009 Tentang Fungsi Jalan Arteri
dan Kolektor 1 bukan jalan tol.
i. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 13 tahun 2014 tentang Rambu Lalu lintas.
j. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 34 tahun 2014 tentang Marka Jalan
k. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 49 Tahun 2014 tentang Alat Pemberi Isyarat
Lalu Lintas.
l. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 75 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Analisis Dampak Lalu Lintas
m. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 96 tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kegiatan Manajemen Dan Rekayasa Lalu Lintas.
n. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 46 tahun 2016 tentang Perubahan Pertama Atas
Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 75 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Analisis
Dampak Lalu Lintas
o. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 11 tahun 2017 tentang Perubahan Ketiga Atas
Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 75 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Analisis
Dampak Lalu Lintas.
p. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 75 tahun 2017 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 75 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Analisis
Dampak Lalu Lintas.
q. Instruksi Direktur Jenderal Bina Marga No. 02/IN/Db/2012 tentang Panduan Teknis
Rekayasa Keselamatan Jalan.
r. Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Marga No. 10/SE/Db/2014 Standar Dokumen
Pengadaan dan Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3) Untuk Pekerjaan Konstruksi Jalan dan
Jembatan.
s. Peraturan Dirjendat No SK. 7234/AJ.401/DRJD/2013 Tentang Petunjuk Teknis
Perlengkapan Jalan.
t. RSNI T-14-2004 Geometri Jalan Perkotaan.
u. Pedoman No. 009/PW/2004 Perencanaan Fasilitas Pengendali Kecepatan Lalu Lintas.
v. Jalan No. 038/TBM/1997 Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota.

10
BAB II
TINJAUAN WILAYAH

2.1 Orientasi Wilayah Studi


Jalan Tol Ruas Jambi – Rengat Seksi 2 STA. 40+000 s/d STA. 80+000 secara administratif
terletak di Kabupaten Tanjung Jabung Barat adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jambi. Luas
wilayahnya 5.009,82 km² dan ibukotanya ialah kota Kualatungkal, yang letaknya berada di
kecamatan Tungkal Ilir . Kabupaten ini terbagi menjadi 13 kecamatan dan memiliki 20 kelurahan
serta 138 desa. Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Batan Hari berada di Provinsi Jambi,
Indonesia. Kabupaten Muaro Jambi merupakan salah satu Kabupaten pemekaran dari Kabupaten
Batanghari, dengan luas wilayah 5.246 km², secara administratif terdiri dari 11 Kecamatan, 150
Desa dan 5 kelurahan, dengan batas-batas wilayah yaitu: Utara – Kabupaten Tanjung Jabung
Timur; Selatan – Provinsi Sumatera Selatan; Barat – Kabupaten Batang Hari dan Kabupaten
Tanjung Jabung Barat; Timur - Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Gambar 2.1 Lokasi Pekerjaan

2.2 Kondisi Geografis


2.2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Muaro Jambi
Kabupaten Muaro Jabi adalah salah satu Kabupaten yang terletak di Pantai Timur Provinsi
Jambi, tepatnya antara 1°15’ - 2°20’ Lintang Selatan dan di antara 103°10’ sampai dengan
104°20’ Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya, Kabupaten Muaro Jambi memiliki batas-
batas:

11
 Sebelah Utara: Kabupaten Tanjung Jabung Timur
 Sebelah Selatan: Provinsi Sumateran Selatan
 Sebelah Timur: Kabupaten Tanjung Jabung Timur
 Sebelah Barat: Kabupaten Batang Hari dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat
Kabupaten Muaro Jambi memiliki Luas wilayah luas wilayah 526.400 Ha (5.264 km 2)
yang terdiri dari 11 kecamatan dan 155 desa/kelurahan. Wilayah terluas adalah Kecamatan
Kumpeh yaitu kurang lebih 1.658,93 km2 atau 31,51% dari bagian wilayah Kabupaten Muaro
Jambi. Sedangkan Kecamatan terkecil adalah Kecamatan Sungai Bahar seluas 160,50 km 2
atau 3,05% dari wilayah Kabupaten Muaro Jambi.

Tabel 2. 1 Luas Daerah Kabupaten Muaro Jambi Berdasarkan Kecamatan


Persentase Terhadap
Kecamatan Ibu kota Kecamatan Luas (km2)
Luas Wilayah (%)
Mestong Sebapo 474,7 9,02
Sungai bahar Marga manunggal jaya 160,5 3,05
Bahar selatan Tanjung mulya 195,69 3,72
Baar utara Talang bukit 167,26 3,18
Kempeh ulu Pudak 386,65 7,35
Sungai gelam Sungai gelam 654,41 12,43
Kumpeh Tanjung mulya 1658,93 31,51
Maro sebo Jambi kecil 261,47 4,97
Taman rajo Kemingking dalam 352,67 6,70
Jambi luar kota Pijoan 280,12 5,32
Sekernan Sengeti 671,6 12,76
Muaro Jambi Sengeti 5264 100,00

2.2.2 Kondisi Geografis Kabupaten Tanjung Jabung Barat


Tanjung Jabung Barat adalah salah satu Kabupaten yang terletak di Pantai Timur
Provinsi Jambi, tepatnya antara 0o53’ – 01o41’ Lintang Selatan dan antara 103o23’ – 104o21’
Bujur Timur. Berdasarkan letak geografisnya Kabupaten Tanjung Jabung Barat berbatasan:
 Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Riau.
 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Batanghari
 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Selat Berhala dan Kabupaten Tanjung
Jabung Timur.
 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Batang Hari dan Kabupaten Tebo.
Kabupaten Tanjung Jabung Barat memiliki Luas wilayah 5.009,82 Km 2 atau sekitar ±
9,38% dari total luas Provinsi Jambi yang mencapai 53.435,72 Km 2. ibukotanya ialah kota
Kualatungkal, yang letaknya berada di kecamatan Tungkal Ilir. Kabupaten ini terbagi menjadi

12
13 kecamatan. Kecamatan paling luas adalah Batang Asam 1.042,37 km2 dan paling kecil
terdapt pada kecamatan Tungkal Ilir dengan luasan 100,31 km2.

Tabel 2. 2 Luas Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Barat Berdasarkan Kecamatan

Kecamatan Ibu Kota Kecamatan Luas Daerah (km2)

Tungkal Ilir Tungkal IV Kota 100,31


Seberang Kota Tungkal V 121,29
Bram Itam Bram Itam Kiri 312,66
Tungkal Ulu Pelabuhan Dagang 345,69
Tebing Tinggi Tebing Tinggi 342,89
Batang Asam Kebun Dusun 1.042,37
Merlung Merlung 311,65
Renah Mendaluh Lubuk Kambing 473,72
Muara Papalik Rantau Badak 336,38
Betara Mekar Jaya 570,21
Kuala Betara Betara Kiri 185,89
Pengabuan Teluk Nilau 440,13
Senyerang Senyerang 426,63
Kabupaten Jabung Barat 5.009,82

2.3 Kondisi Topografi

2.3.1 Kondisi Topografi Kabupaten Muaro Jambi


Sebagian besar wilayah dataran di Kabupaten Muaro Jambi berada pada ketinggian 10 –
35 meter di atas permukaan laut (74,95%) dan hanya sebagian kecil (25,05%) yang berada
kurang dari 10 meter di atas permukaan laut dan dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Muaro
Jambi merupakan daerah dataran rendah. Luas kemiringan Tanah di Kabupaten Muaro Jambi
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
 Datar (0 -2%) seluas 353.954 Ha
 Landai (2 – 15%) seluas 87.316 Ha
 Terjal (15 – 40%) seluas 80.810 Ha
 Sangat Terjal (diatas 40%) seluas 2.305 Ha
Kabupaten Muaro Jambi merupakan wilayah dengan permukaan tanah yang didominasi
oleh permukaan yang relative datar. Hal ini dibuktikan dengan data yang disajikan dalam
Muaro Jambi Dalam Angka Tahun 2014, bahwasanya wilayah Kabupaten Muaro Jambi
dengan ketinggian permukaan tanah antara 0 – 35 mdpl. Untuk lebih jelasnya mengenai tinggi
permukaan tanah wilayah Kabupaten Muaro Jambi diatas permukaan laut dijelaskan di tabel
dan peta berikut

13
Tabel 2. 3 Ketinggian Wilayah Di atas Permukaan Laut Wilayah di Kabupaten Muaro Jambi

Kecamatan Tinggi Wilayah Jarak ke Ibu Kota


Mestong 20-30 65
Sungai bahar 20-35 135
Bahar selatan 20-35 160
Baar utara 20-35 120
Kempeh ulu 8-13 42
Sungai gelam 10-13 60,00
Kumpeh 0-10 110
Maro sebo 8-13 14
Taman rajo 6-12 55
Jambi luar kota 15-25 50
Sekernan 10-38 3
Muaro Jambi 0-38  

2.3.2 Kondisi Topografi Kabupaten Tanjung Jabung Barat


Kabupaten Tanjung Jabung Barat memiliki topografi wilayah yang bervariasi mulai dari
ketinggian 0 meter dpl di bagian timur sampai pada ketingian di atas 500 meter dpl, ke arah
barat morfologi lahannya semakin tinggi dimana di bagian barat merupakan kawasan Taman
Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) yang berbatasan dengan Kabupaten Tebo dan Provinsi
Riau, untuk dataran rendah yang berkisar pada ketinggian 0 – 25 meter di atas permukaan
laut, maka strutur tanahnya sebagian besar merupakan tanah gambut dan dipengaruhi oleh
pasang/surutnya air laut.

Tabel 2. 4 Ketinggian Wilayah Di atas Permukaan Laut Wilayah di Kabupaten Tanjung Jabung
Barat
Topografi/ Ketinggian Luas
Wilayah/ Kabupaten
(m/dpl) Ha %

Dataran Rendah (0 – 25) 213.424 42,8 Kecamatan Pengabuan, Senyerang, Tungkal Ilir, Bram Itam,
Seberang Kota, Betara dan Kuala Betara.
Kecamatan Tungkal Ulu, Merlung, Sebagian Batang
Dataran sedang (25  – 500) 273.090 54,8 Asam,Tebing Tinggi, Sebahagian Renah Mendaluh dan
Kecamatan Muara Papalik.
 Tinggi (>500) 11.910 2,4 Sebahagian Batang Asam, Sebahagian Renah Mendaluh
Jumlah 500.982 100

14
2.4 Iklim Dan Curah Hujan

2.4.1 Iklim dan Curah Hujan Kabupaten Muaro Jambi


Termasuk daerah yang beriklim tropis dengan curah hujan merata sepanjang tahun rata-
rata 186 mm/hari dengan intensitas hujan rata-rata 16 hari hujan. Suhu udara ratarata di
Kabupaten Muaro Jambi mencapai 27 C dan suhu maksimum rata-rata 30 C, dengan suhu
minimum rata-rata 24 C. Kelembaban udara rata-rata 75,50% berkisar 74% hingga 77%.
Sedangkan perkembangan keadaan iklim di Muaro Jambi, dalam kurun waktu lima tahun,
menunjukkan rata-rata suhu udara berkisar antara 26,20 C dengan kelembaban udara yang
mengalami penurunan dari 77,15% menjadi 89,00%. Untuk lebih jelasnya mengenai
gambaran klimatologi Kabupaten Muaro Jambi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. 5 Keadaan Cuaca, Kelembaban dan Curah Hujan Kabupaten Muaro Jambi
Suhu Udara (°C) Hujan
Rata-rata
No Bulan Jumlah Hujan Curah Hujan
Minimum Maximum Rerata Kelembaban
(Hari) (mm)
1 Januari 24,10 31,20 26,7 87 20 160,1
2 Februari 23,90 30,90 26,6 86 11 185,8
3 Maret 24,00 32,00 27 86 18 393,7
4 April 24,40 32,60 27,3 86 19 303,6
5 Mei 23,90 32,70 26,3 87 24 241
6 Juni 23,50 33,30 26,5 84 8 92,4
7 Juli 23,00 31,70 26,7 86 16 174
8 Agustus 22,60 32,00 26,6 83 12 151,7
9 September 22,90 32,10 26,7 83 14 224
10 Oktober 23,70 31,50 26,6 86 19 137,5
11 Nopember 23,40 31,50 26,7 86 20 243,5
12 Desember 23,60 30,50 26,2 89 24 187,9

2.4.2 Iklim dan Curah Hujan Kabupaten Tanjung Jabung Barat


Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang terletak dibagian timur Provinsi Jambi beriklim
tropis dengan temperatur rata-rata 26.9oC, suhu minimun adalah 21,9oC dan maksimum 32oC.
Curah hujan rata-rata berkisar 3.307 mm/tahun atau rata berkisar antara 275,58 mm/bulan
dengan hari hujan berkisar antara 8–22 hari/bulan atau dalam satu tahun mencapai 168 hari.
Artinya distribusi hujan bulanan cukup merata. Puncak bulan basah terjadi pada bulan
Nopember – Desember dan bulan kering pada bulan Mei dan Juni sebagaimana daerah lain
yang ada di Provinsi Jambi.

15
Tabel 2. 6 Keadaan Curah Hujan Kabupaten Muaro Jambi
Jumlah Hari Curah Hujan
No Bulan
Hujan (Hari) (mm)
1 Januari 13 160
2 Februari 18 89
3 Maret 14 325
4 April 12 77
5 Mei 9 56
6 Juni 8 206
7 Juli 12 368
8 Agustus 11 412
9 September 13 119
10 Oktober 15 265
11 November 21 449
12 Desember 22 781

2.5 Demografi

2.5.1 Demografi Kabupaten Muaro Jambi


Penduduk yang ada di Kabupaten Muaro Jambi, rata-rata didominasi oleh kelompok
usia muda. Dari jumlah penduduk Kabupaten Muaro Jambi sebagaimana tercantum pada tabel
dibawah menunjukkan bahwa jumlah penduduk dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan. Bertambahnya jumlah penduduk ini disebabkan oleh pertumbuhan alami
maupun pengaruh migrasi.
Tabel 2. 7 Proyeksi Jumlah Penduduk Kabupaten Muaro Jambi
Proyeksi Penduduk (Jiwa)
Kecamatan
2018 2017 2016 2015
Mestong 23039 22619 22203 21764
Sungai Bahar 14723 14519 14313 14038
Bahar Selatan 7210 7185 7160 7135
Bahar Utara 8563 8433 8304 8164
Kumpeh Ulu 33078 31812 30589 29372
Sungai Gelam 43719 41861 40077 38312
Kumpeh 13482 13296 13109 12907
Maro Sebo 10818 10704 10579 10418
Taman Rajo 5948 5942 5938 5933
Jambi Luar Kota 35975 35257 34547 33806
Sekernan 26754 25970 25205 24428
Muaro Jambi 223309 217598 212024 206277

16
Tabel 2. 8 Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Muaro Jambi
Laju Pertumbuhan
Kecamatan
2010 2020
Mestong 2,3 0,59
Sungai Bahar 2,05 1,68
Bahar Selatan 1,94 1,56
Bahar Utara 0,35 0,45
Kumpeh Ulu 4,95 2,46
Sungai Gelam 5,57 1,96
Kumpeh 1,78 0,76
Maro Sebo 1,86 1,18
Taman Rajo 0,08 0,93
Jambi Luar Kota 2,51 1,7
Sekernan 3,7 1,23
Muaro Jambi 3,16 1,54

2.5.2 Demografi Kabupaten Tanjung Jabung Barat


Data kependudukan yang disajikan pada Tanjung Jabung Barat Dalam Angka tahun
2020 merupakan hasil sensus penduduk tahun 2020. Jumlah penduduk Kabupaten Tanjung
Jabung Barat tahun 2010 sebanyak 278.741 jiwa sedangkan tahun 2020 jumlah penduduk
sebanyak 317.498 jiwa. Selama kurun waktu 2010-2020 terjadi pertumbuhan penduduk rata-
rata per tahun sebesar 1,37 %. Dilihat dari segi kepadatan penduduk tahun 2020, maka
kepadatan penduduk 63 perKm2
Wilayah yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan Muara Papalik 726 jiwa
km2, terpadak kedua diduduki kecamatan Tungkal Ilir 106 jiwa per km2 sedangkan yang
paling rendah kepadatannya adalah Kecamatan Tebing Tinggi dan Kecamatan batang Asam
32 jiwa per km2
Keberadaan penduduk menurut kecamatan tidak menyebar secara merata. Penduduk
paling banyak berdomisili di Kecamatan Muara papalik selatan yaitu 22,93% dari total
penduduk Kabupaten Tanjung jabung Barat, sedangkan paling sedikit di Kecamatan
Bojongmangu 0,89%. sedangkan menurut rasio jenis kelamin penduduk laki-laki lebih
dominan dengan prosentase 50,99% dan sisanya adalah perempuan.

17
Tabel 2. 9 Jumlah Penduduk Kabupaten Tanjung Jabung Barat
Laju Pertumbuhan Kepadatan
Persentase
Kecamatan Penduduk (ribu) Penduduk per Penduduk per
Penduduk
Tahun km2
Tungkal Ilir 14.520 1,44 4,57 42,00
Seberang Kota 16.196 0,57 5,10 52,00
Bram Itam 32.423 3,18 10,21 31,00
Tungkal Ulu 36.228 0,60 11,41 106,00
Tebing Tinggi 15.166 2,55 4,78 32,00
Batang Asam 10.831 0,50 3,41 32,00
Merlung 25.514 0,87 8,04 58,00
Renah Mendaluh 24.249 0,85 7,64 57,00
Muara Papalik 72.795 0,93 22,93 726,00
Betara 18.345 2,22 5,78 59,00
Kuala Betara 8.824 0,73 2,78 73,00
Pengabuan 29.180 2,03 9,19 51,00
Senyerang 13.227 2,46 4,17 71,00
Kabupaten Jabung Barat 317.498 1,37 100,00 63,00

2.6 Kondisi Transportasi

Jalan merupakan prasarana untuk memperlancar kegiatan perekonomian, mendukung usaha


pembangunan. Peningkatan pembangunan jalan dapat memudahkan mobilitas penduduk dan
memperlancar perdagangan antar daerah. Panjang jalan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat pada
tahun 2020 yaitu 1265,204 km. Jika dirinci menurut jenis permukaan jalan, pada tahun 2020
sepanjang 117,376 km (9,74 %) dalam kondisi baik, sedangkan sepanjang 310,535 km (25,77 %)
dalam kondisi sedang, kedua kondisi tersebut jika dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya
mengalami penurunan sekitar 2% - 5%. Dalam keadaan rusak sekitar 22,28 km atau sekitar
1,85% dimana pada tahun sebelumnya menjapai 39% itu artinya secara prosentase mengalami
penurunan akan tetapi
Secara kondisi mengalami peningkatan kondisi atau lebih baik. Berbanding terbalik dengan
kondisi rusak berat semakin tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan mencapai
755,013 km atau 62,65% yang artinya kondisi semakin buruk. Dari panjang jalan sepanjang
1265,204 km yang sudah diaspal sepanjang 253,054 km, 392,231 km berkerikil, 506,862 km
masih berjenis tanah dan 113,057 lainnya.

18
Tabel 2. 10 Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan
Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan Jalan di
Jenis Permukaan Jalan Kabupaten Tanjung Jabung Barat ( (km)
2018 2019 2020
Aspal/Paved 176,306 218,097 253,054
Kerikil/Gravel 673,024 475,476 392,231
Tanah/Soil 415 563 506,862
Lainnya/Others 0,874 8,52 113,057
Jumlah/Total 1265,204 1265,093 1265,204

600,000

500,000 2018 2019

400,000
Kilometer

300,000

200,000

100,000

-
Baik Sedang Rusak Rusak Berat

Gambar 2. 2 Kondisi Jalan

2.7 Perekonomian Wilayah

PDRB Kabupaten Tanjung Jabung Barat Tahun 2020 Atas Dasar Harga Berlaku sebesar
37.153,88 miliar rupiah. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tanjung Jabung Barat selama 4 tahun
terakhir dari tahun 2016 sampai tahun 2020 yang ditunjukkan oleh laju pertumbuhan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB ) atas dasar harga berlaku, mengalami pertumbuhan masing-
masing sebesar 3,14; 4.48; 6,67 dan pada tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 5,06
sedangkan pada tahun 2020 laju pertumbuhan ekonomi terkontraksi sebesar -0,64 persen.
Terkontraksinya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tanjung jabung Barat pada tahun 2020
ini sebagai dampak dari pandemi Covid-19 yang menyebabkan penurunan aktivitas produksi di
beberapa lapangan usaha. Kontribusi terbesar dalam perekonomian Tanjung Jabung Barat pada
tahun 2020 disumbangkan oleh kategori Pertambangan dan Penggalian; Pertanian, Kehutanan,
dan Perikanan; dan Industri Pengolahan.

19
Tabel 2. 11 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

Lapangan Usaha/Industry 2016 2017 2018 2019 2020


Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan/Agriculture, Forestry, Fishing 8 717,00 9 744,14 10 204,27 10 795,04 11 198,47
Pertambangan dan Penggalian/Mining and Quarrying 10 387,00 12 228,73 16 302,67 16 435,48 9 994,20
Industri Pengolahan/Manufacturing Industry 6 064,00 6 666,72 7 146,06 7 271,47 7 369,26
Pengadaan Listrik dan Gas/Electricity and Gas 6,00 7,36 7,93 8,51 9,10
Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah dan Daur Ulang/Water
supply, Sewerage, Waste Management and Ramediation Activities 21,00 23,36 25,55 27,93 28,48
Konstruksi/Construction 1 416,00 1 647,35 1 833,66 2 012,30 2 028,16
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor/Wholesale and Repair Trade, Repair of Motor Vehicle anda
Motorcycles 1 279,00 1 433,64 1 593,48 1 725,00 1 675,38
Transportasi dan Pergudangan/Transport & Storage 281,00 311,99 331,52 355,53 327,73
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum/Accomodation and Food
Service Activities 148,00 171,37 198,91 225,75 206,72
Informasi dan Komunikasi/Information and Communication 594,00 684,76 789,09 891,69 955,55
Jasa Keuangan dan Asuransi/Financial and Insurance Activities 376,00 403,33 423,87 443,04 469,49
Real Estate/Real Estate Activities 232,00 258,40 288,22 319,48 322,65
Jasa Perusahaan/Business Activities 403,00 438,14 476,65 516,34 500,40
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib/Public Administration and Defence Compulsory Social
Security 591,00 638,99 712,14 797,16 810,37
Jasa Pendidikan/Education 598,00 659,56 729,92 791,02 820,60
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial/Human Health and Social Work
Activities 155,00 170,72 189,07 208,65 225,07
Jasa Lainnya/Other Service Activities 176,00 189,90 205,27 217,72 212,25
Total Produk Domestik Regional Bruto 31 443,00 35 670,94 41 458,28 43 042,12 37 153,88

20
Tabel 2. 12 PDRB Atas Dasar Harga Konstan
Lapangan Usaha/Industry 2016 2017 2018 2019 2020
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan/Agriculture, Forestry, Fishing 5 813,31 6 147,25 6 444,90 6 724,15 6 759,60
Pertambangan dan Penggalian/Mining and Quarrying 10 857,36 11 179,16 12 332,75 13 146,14 12 871,21
Industri Pengolahan/Manufacturing Industry 5 096,43 5 253,03 5 401,76 5 478,44 5 553,13
Pengadaan Listrik dan Gas/Electricity and Gas 3,62 3,77 3,94 4,11 4,36
Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah dan Daur Ulang/Water supply,
Sewerage, Waste Management and Ramediation Activities 14,22 14,79 15,40 16,02 16,21
Konstruksi/Construction 1 079,53 1 196,43 1 298,93 1 394,44 1 393,57
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor/Wholesale
and Repair Trade, Repair of Motor Vehicle anda Motorcycles 823,62 869,80 931,16 988,58 936,16
Transportasi dan Pergudangan/Transport & Storage 200,14 214,06 223,40 234,36 222,76
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum/Accomodation and Food Service
Activities 105,69 113,89 122,71 130,59 119,96
Informasi dan Komunikasi/Information and Communication 420,38 453,94 490,62 527,66 568,92
Jasa Keuangan dan Asuransi/Financial and Insurance Activities 273,96 285,97 287,00 295,07 312,27
Real Estate/Real Estate Activities 162,95 173,12 186,12 197,08 196,48
Jasa Perusahaan/Business Activities 285,70 299,73 317,13 330,84 311,70
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib/Public
Administration and Defence Compulsory Social Security 391,68 407,17 430,35 450,75 438,65
Jasa Pendidikan/Education 451,74 472,73 500,41 520,03 535,70
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial/Human Health and Social Work Activities 118,42 125,44 133,43 142,06 150,19
Jasa Lainnya/Other Service Activities 146,45 151,50 159,44 164,92 157,87
Total Produk Domestik Regional Bruto 26 245,20 27 421,79 29 279,46 30 745,22 30 548,74

21
50000.00 PDRB ADHB 8
Laju Pertumbuhan
45000.00 6.77 7
40000.00 6
35000.00 5.01 5
4.48
Milyar rupiah
30000.00 4
3.14

43042.12
25000.00 3

41458.28

%
37153.88
35670.94
20000.00 2

31444
15000.00 1
10000.00 0
-0.64
5000.00 -1
0.00 -2
2016 2017 2018 2019 2020

Gambar 2. 3 Laju Pertumbuhan Ekonomi

2.8 RENCANA STRUKTUR RUANG

2.8.1 Rencana Sistem Perkotaan


Rencana struktur ruang Kabupaten Tanjung Jabung Barat diwujudkan dalam 3
(tiga) hirarkhi pusat pelayanan yaitu;
1) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) merupakan kawasan perkotaan dengan fungsi
sebagai pusat pertumbuhan utama dengan orientasi kegiatan berupa pemerintahan,
perdagangan, transportasi dan pelayanan masyarakat serta sebagai pintu gerbang
perdagangan ke luar wilayah Kabupaten dengan kelengkapan sarana dan tingkat
pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Pusat Kegiatan Wilayah di Kabupaten
Tanjung Jabung Barat adalah Kuala Tungkal yang merupakan ibukota kabupaten.
Berdasarkan arahan RTRW Provinsi Jambi Kuala Tungkal dikembangkan sebagai
daerah transit dan pintu gerbang Provinsi Jambi terhadap wilayah segitiga
pertumbuhan SIBAJO (Singapura- Batam-Johor).
2) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yaitu kota-kota yang berfungsi sebagai pusat simpul
jasa distribusi barang dalam satu wilayah kabupaten dan mempunyai potensi untuk
mendorong pusat-pusat kecamatan (daerah belakangnya) atau kawasan perkotaan
yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang
melayani skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan dan/atau kawasan
perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang
melayani skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. PKL di Kabupaten
Tanjung Jabung Barat adalah :

22
 Perkotaan Serdang Jaya yang berfungsi sebagaipusat pemerintahan kecamatan,
perdagangan dan jasa sub regional, pusat kesehatan, industri pengolahan, pusat
pendidikan, pusat peribadatan, dan simpul transportasi;
 Perkotaan Merlung di Kecamatan Merlung yang berfungsi sebagaipusat
pemerintahan kecamatan, perdagangan dan jasa sub regional, pusat kesehatan,
pusat rekreasi, olahraga dan wisata, pusat pendidikan, pusat peribadatan, dan
simpul transportasi; dan
 Perkotaan Tebing Tinggi di Kecamatan Tebing Tinggi yang berfungsi
sebagaipusat pemerintahan kecamatan, pusat industry pengolahan hasil hutan
dan perkebunan, perdagangan dan jasa sub regional pelayanan transportasi
3. Pusat Kegiatan Kawasan (PPK) merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi
atau berpotensi sebagai pusat kegiatan perdagangan dan jasa yang melayani skala
kecamatan atau beberapa desa atau kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kecamatan atau
beberapa kecamatan. PPK di Kabupaten Tanjung Jabung Barat adalah :

 Perkotaan Dusun Kebun di Kecamatan Batang Asam yang berfungsi sebagai


pusat pemerintahan kecamatan, pusat pelayanan fasilitas umum, perdagangan
dan distribusi barang lokal, dan simpul transportasi;
 Perkotaan Bram Itam Kiri di Kecamatan Bram Itam yang berfungsi sebagai
pusat pemerintahan kecamatan, pusat pelayanan fasilitas umum, pasar lokal,
industri kecil dan kerajinan rumah tangga;
 Perkotaan Pelabuhan Dagang di Kecamatan Tungkal Ulu yang berfungsi pusat
pemerintahan kecamatan, pusat pelayanan fasilitas umum, perdagangan dan
jasa, industri kecil dan kerajinan rumah tangga; dan Perkotaan Teluk Nilau di
Kecamatan Pengabuan yang berfungsi sebagai pusat pusat pemerintahan
kecamatan, pusat pelayanan fasilitas umum, pasar lokal, industri kecil dan
kerajinan rumah tangga.
4. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) merupakan kawasan permukiman yang
berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan yang melayani kegiatan skala
antar desa atau kawasan permukiman yang berfungsi atau berpotensi sebagai
simpul transportasi yang melayani kegiatan skala antar desa. PPL di Kabupaten
Tanjung Jabung Barat adalah :

23
 Perdesaan Senyerang di Kecamatan Senyerang berfungsi sebagai transportasi
lokal, pasar lokal dan pusat pelayanan fasilitas umum;
 Perdesaan Tungkal V di Kecamatan Seberang Kota berfungsi sebagai
transportasi lokal dan pusat pelayanan fasilitas umum;
 Perdesaan Betara Kiri di Kecamatan Kuala Betara berfungsi berfungsi sebagai
pusat pelayanan fasilitas umum skala beberapa desa;
 Perdesaan Lubuk Kambing di Kecamatan Renah Mendaluh berfungsi berfungsi
transportasi lokal dan pusat pelayanan fasilitas umum;
 Perdesaan Rantau Badak di Kecamatan Muara Papalik berfungsi berfungsi
transportasi lokal dan pusat pelayanan fasilitas umum dan perdagangan dan
pendidikan.
2.8.2 Rencana Sistem Jaringan Transportasi Darat
Dalam rangka mendorong struktur ruang yang lebih berkesinambungan sesuai
dengan konsep hirarkhi pelayanan, maka diciptakan jaringan aksesibilitas yang merata
di seluruh wilayah Kabupaten khususnya menuju sentra produksi dari masing-masing
pusat pelayanan serta antar pusat pelayanan. Sistem jaringan prasarana transportasi jalan
terdiri atas jaringan arteri primer, jaringan jalan kolektor primer, dan jaringan jalan lokal
primer. Pengembangan sistem jaringan prasarana transportasi jalan meliputi
pengembangan jaringan jalan, peningkatan jaringan jalan dan pemeliharaan.
Pengembangan jaringan jalan ditujukan untuk penyediaan prasarana transportasi jalan
guna menunjang pembentukan sistem perkotaan yang direncanakan terutama pada akses
yang menghubungkan antara lintas jalan Provinsi/nasional dan meliputi peningkatan
fungsi jalan dan/atau pembangunan jalan baru, berdasarkan hal tersebut maka jaringan
transportasi yang membentuk struktur ruang wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat
adalah;
1) Jaringan jalan
a) Jalan bebas hambatan atau jalan tol yaitu jaringan jalan untuk
menghubungkan, antara PKN dan PKW, dan/atau PKN/PKW yang meliputi
ruas tol Jambi rengat sebagai penghubng antar Provinsi Jambi dan Provinsi
Riau
b) Jaringan Jalan Arteri Primer yaitu jaringan jalan untuk menghubungkan,
antara PKN dan PKW, dan/atau PKN/PKW dengan bandar udara pusat

24
penyebaran skala pelayanan primer/sekunder/tersier dan pelabuhan
internasional/nasional. Ruas jalan ini meliputi :
 Ruas Batas. Provinsi Riau – Merlung
 Ruas Merlung - BTS. Kab.Tanjab Barat.
c) Jaringan Jalan Kolektor Primer K1, yang yang menghubungkan pusat-pusat
produksi dengan kota pusat pelayanan (ibu kota kabupaten) dan sarana
pemasaran (pelabuhan). Umumnya ruas jalan kolektor primer di Kabupaten
Tanjung Jabung Barat dan berstatus jalan provinsi, yaitu ruas jalan:
 Ruas Pematang Lumut – Batas Muara Jambi;
 Ruas batas Kota Kuala Tungkal – Pematang Lumut;
 Ruas jalan. Sultan Thaha (Kuala Tungkal);
 Ruas jalan. Sudirman (Kuala Tungkal);
 Ruas jalan. Sri Sudewi (kuala Tungkal).
d) Jaringan Jalan Kolektor Primer K2 meliputi ruas Rantau Badak –
Sgk.Tigedang dan ruas Sei Saren – Senyerang – Batas Riau.
e) Jaringan Jalan Lokal Primer, menghubungkan antar pusat kegiatan lokal
dalam wilayah kabupaten yang menghubungkan antar-PKL, menghubungkan
antara PKL dengan PPK. Ruas jalan kolektor primer di Kabupaten Tanjung
Jabung Barat dan berstatus jalan kabupaten, yaitu ruas jalan:
 ruas jalan Kuala Tungkal – Parit Deli (Betara Kiri) – Sungai Gebar –
Sungai Dualap (Kuala Mendahara – Tanjung Jabung Timur);
 ruas jalan Tebing Tinggi – Pematang Lumut;
 ruas perkotaan Merlung– Rantau Badak;
 ruas perkotaan Ruas jalan Simpang 91 – Desa Tebing Tinggi –Teluk
Ketapang;
 ruas perkotaan Pelabuhan Dagang – Purwodadi – Simpang Abadi; dan
 ruas perkotaan Merlung – Pinang Gading – Tanjung Bananak – Lampisi
Sari – Jaya Kesuma dan Pingan Gading – Kemang Manis
f) Jalan Strategis Nasional meliputi ruas Merlung – LubukKambing – Simpang
Nias dan ruas Sei Saren – Pelabuhan Roro.

2) Jaringan Jalur Kereta Api

25
Kabupaten Tanjung Jabung Barat merupakan salah satu wilayah yang dilintasi oleh
rencana jalur Kereta Api Nasioanal, hal ini tertuang dalam Sumatera Railway
Development Project dimana terdapat lintasan rencana jaringan kereta api di wilayah
Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang melintasi Desa Rantau Badak yaitu rencana
jaringan jalur kereta api Pekanbaru – Rengat – Jambi – Betung – Palembang.
Rencana pembangunan jalur kereta api ini, yang tertuang pada Masterplan
Pengembangan Kereta Api Sumatera merupakan salah satu koridor yang termasuk dalam
prioritas sedang untuk dikembangkan, koridor ini merupakan kelanjutan dari rencana
pembangunan jalan kereta api dari Medan – Lubuk Pakam – Tebing Tinggi – Kisaran –
Rantau Prapat – Dumai – Duri – Pekanbaru; dan Palembang – Kayu Agung – Menggala
– Bakauheni.
Sebagai tindak lanjut dari rencana pengembangan koridor jaringan jalan KA
tersebut, yang juga diperjelas lagi didalam RTRW Provinsi Jambi yaitu rencana
pembangunan jaringan angkutan Kereta Api Provinsi Jambi yang merupakan bagian dari
Rencana pembangunan jaringan Kereta Api Sumatera (Sumatera Railway) yang
menghubungkan:
 Batas Sumatera Selatan – Tempino - Jambi – Sengeti – Merlung – Batas
Riau
 Muara Tebo - Rantau Badak – Kuala Tungkal
Dengan rencana yang komprehensif tersebut maka jaringan jalan kereta api
tersebut nantinya akan menjadi alternatif untuk angkutan transportasi khususnya bagi
angkutan barang dimana wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat terdapat potensi
perkebunan,pertambangan, dan perikanan; selain itu terdapat Pelabuhan Kuala Tungkal
yang dalam RTRW Nasional telah ditetapkan sebagai Pelabuhan Nasional. Jika dikaitkan
dengan keuntungan yang didapat adalah tidak terjadainya double handling pada
pengangkutan sehingga lebih menghemat biaya transportasi. Selain itu, dengan
pengalihan angkutan langsung ke kereta api maka beban lalu lintas berat pada jaringan
jalan khususnya jaringan jalan perkotaan akan dapat diminimalisir. Dalam jangka
Panjang pada Kota Kuala Tungkal dan Rantau Badak juga berpeluang untuk dibangun
terminal yang terpadu dengan sistem angkutan kereta api.

3) Jaringan jalur kereta api

26
Disamping pengembangan pusat-pusat pelayanan, struktur jaringan jalan dan
pengembangan fungsi primer suatu kawasan, pembentukan struktur ruang wilayah
Kabupaten Tanjung Jabung Barat didukung pula oleh :
 Pengembangan pelabuhan Kuala Tungkal sebagai pelabuhan nasional. Sebagai
Kota Pelabuhan dan Pintu gerbang Provinsi Jambi melalui laut untuk menuju
Batam dan Negara Tetangga Singapura serta Malaysia, Pemerintah Kabupaten
Tanjung Jabung Barat menyediakan Armada Angkutan Laut Penumpang NV.
Tungkal Samudera dengan rote pelayaran Kuala Tungkal Batam Tanjung
Pinang. Untuk kelancaran arus lalu lintas kapal keluar masuk melalui
Pelabuhan Kuala Tungkal, cukup padat baik Kapal Angkutan Penumpang
maupun Kapal Angkutan Barang, untuk menjaga kelancaran Pelayaran dan
Mencegah terjadinya Kecelakaan di laut, telah memiliki Stasiun Radio Pantai
Kuala Tungkal yang beralamat di Jl. Kalimantan - Kuala Tungkal
 Pengambangan Pelabuhan khusus meliputi Pelabuhan Kelagian di Kecamatan
Tebing Tinggi dan Pelabuhan Tebing Tinggi di Kecamatan Tebing Tinggi.
Alur pelayaran laut nantinya melewati jalur Kuala Tungkal – Kabupaten
Tanjung Jabung Timur – Kepulauan Riau – Provinsi Riau – SIJORI (Singapura,
Johor, Riau) – SIBAJO (Singapura – Batam –Johor) dan alur Pelayaran
Penyeberangan dengan jalur Kuala Tungkal – Kepulauan Riau – Provinsi Riau.

2.9 Rencana Kawasan Strategis

Kawasan strategis Kabupaten Tanjung Jabung Barat adalah wilayah yang


penataan ruangnya di prioritaskan karena mempunyai pengaruh yang sangat
penting dalam lingkup Kabupaten Tanjung Jabung Barat terhadap ekonomi, sosial,
budaya dan/atau lingkungan. Berdasarkan hasil kajian terhadap potensi,
permasalahan dan arahan kebijakan pembangunan yang ada maka Kawasan
strategis di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat dapat dilihat pada tabel di
bawah:
1) Kawasan Strategis Kepentingan Ekonomi
Perumusan penetapan Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) dapat berupa Kawasan
yang memiliki nilai trategis dari sudut kepentingan ekonomi yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten yaitu merupakan aglomerasi berbagai
kegiatan ekonomi yang memiliki:
 Potensi ekonomi cepat tumbuh;

27
 Sektor unggulan yang dapat menggerakan pertumbuhan ekonomi;
 Potensi ekspor;
 Dukungan jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi;
 Kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;
 Fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan dalam rangka mewujudkan
ketahanan pangan;
 Fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka
mewujudkan ketahanan energi;
 Kawasan yang dapat mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal di dalam
wilayah kabupaten.

2) Kawasan Strategis Kepentingan Sumber Daya Alam


Kawasan yang memiliki nilai strategis pendayagunaan sumber daya alam dan/atau
teknologi tinggi di wilayah kabupaten, antara lain:
 fungsi bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
berdasarkan posisi geografis sumber daya alam strategi, pengembangan
teknologi kedirgantaraan, serta tenaga atom dan nuklir;
 sumberdaya alam strategis;
 fungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan teknologi
kedirgantaraan;
 fungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir; atau e) fungsi
sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.
3) Kawasan Strategis Kepentingan Lingkungan
Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup seperti:
 empat perlindungan keanekaragaman hayati;
 Kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau
fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi
dan/atau dilestarikan;
 Kawasan yang memberikan pelindungan keseimbangan tata guna air yang
setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian;
 Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro;
 Kawasan yang menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan
hidup;

28
 Kawasan rawan bencana alam; atau
 Kawasan yang sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai
dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.

Tabel 2. 13 Kawasan Strategis Kabupaten

Jenis Kawasan Strategis Kawasan strategis


- Kawasan Perkotaan Kuala Tungkal Kecamatan Tungkal Ilir
- Kawasan Sepanjang Jalan lintas timur kabupaten
Kawasan Strategis
- Kawasan perkotaan tebing tinggi Kecamatan Tebing Tinggi
Kepentingan Ekonomi
- Kawasan Minapolitan Sungai Dualap di Kecamatan Kuala Betara
- Kawasan Pelabuhan di Kecamatan Tungkal Ilir
Kawasan Strategis - Kawasan pertambangan minyak dan gas bumi di Kecamatan Betara.
Kepentingan Sumber Daya
Alam
- Kawasan cagar alam hutan bakau pantai timur yang terletak di
3Kawasan Strategis Kecamatan tungkal ilir, kecamatan seberang kota dan kecamatan kuala betara
Kepentingan Lingkungan - Kawasan lindung gambut terletak di kecamatan betara kecamatan bram itam
dan kecamatan pengabuan.

29
Gambar 2. 4 Rencana Struktur Ruang Kabupaten

Gambar 2. 5 Rencana Kawasan Strategis

30
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ngertian Jalam Secara Umum

Berdasarkan UU RI No 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan


yang diundangkan setelah UU No 38 mendefinisikan: Jalan adalah seluruh bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi
Lalu lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel
dan jalan kabel. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.

Pada dasarnya Penyelenggara jalan umum wajib mengusahakan agar jalan


dapat digunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat, terutama untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional, dengan mengusahakan agar biaya umum perjalanan
menjadi serendah-rendahnya.(PPRI 34/2006, pasal 4) Sesuai dengan pasal 4 tersebut
terlihat bahwa penyelenggara jalan ini bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran
rakyat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, tapi saat ini peningkatan
kemakmuran rakyat dan pertumbuhan ekonomi nasional dirasa akan terhambat
karena saat ini banyak terjadi kerusakan di jalan raya dan jika ini dibiarkan
berlarutlarut tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kerusakan ini akan menghambat
peningkatan-peningkatan tersebut.

3.1.1 Klasifikasi menurut Fungsi Jalan (menurut UU no. 38/Th. 2004)


Klasifikasi menurut fungsi jalan terdiri atas 4 kategori, antara lain:

1. Jalan Arteri yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan
masuk dibatasi secara berdaya guna.

2. Jalan Kolektor yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan


pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-
rata sedang, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi

31
3. Jalan Lokal yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat
dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah
masuk tidak dibatasi.

4. Jalan Lingkungan yaitu yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkung

3.1.2 Bagian-bagian Jalan


Jalan juga memiliki bagian-bagian yang sangat penting, bagian-bagian
tersebut dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu bagian yang berguna untuk lalu
lintas,bagian yang berguna untuk drainase jalan, bagian pelengkap jalan, dan
bagiankonstruksi jalan.
a) Bagian yang beguna untuk lalu lintas terdiri dari:
1. Jalur lalu lintas

Jalur lalu lintas adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan yang


diperuntukn untuk lalu lintas kendaraan. Jalur lalu lintas terdiri daribeberapa
lajur (lane) kendaraan. Jalur lalu lintas untuk satu arah minimalterdiri dari
satu lajur lalu lintas.
2. Lajur lalu lintas

Merupakan bagian paling menentukan lebar melintang jalan secara


keseluruhan. Brsarnya lebar lajur lalu lintas dapat ditentukan dengan
pengamatan secara langsung.
3. Bahu jalan

Bahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu
lintas yang berfungsi sebagai: ruangan untuk berhenti, ruang untuk
menghindar dalam keadaan darurat, memberikan kelenggangan pengemudi,
pendukung konstruksi perkerasan jalan dari arah samping, ruang pembantu
pada saat perbaikan dan pemeliharaan jalan, ruang melintas kendaraan
patroli,ambulans, dll
4. Trotoar

Trotoar adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu


lintasyang dikhususkan untuk pejalan kaki. Untuk keamanan pejalan kaki
makatrotoar hatus di buat terpisah dari jalur lalu lintas oleh struktur fisik

32
berupakerb. Kebutuhan trotoar tergantung dari volume lalu lintas pemakai
jalan.

5. Median

Median adalah jalur pemisah yang teletak ditengah jalan untuk


membagijalan dalam masing-masing arah. Fungsi median antara lain sebagai
daera hnetral dimana pengemudi masih dapat mengontrol kendaraan pada
saat darurat, menyediakan jarak yang cukup untuk membatasi kesialuan
darikendaraan lain yang belawanan arah, mengamankan kebebasan samping
dari masing-masing arah, menyediakan ruang untuk kanalisasi
pertemuanpada jalan, menambah rasa kelegaan, kenyamanan, dan keindahan
bagi pengguna jalan.
b) Bagian Pelengkap Jalan meliputi:
1. Kereb
Kereb adalah penonjolan atau peninggian tepi perkerasan atau bahu jalan,
yang terutama dimaksudkan untuk keperluan-keperluan drainase, mencegah
ketegasan tepi perkerasan. Pada umumnya kereb digunakan pada jalan-jalan di
daerah perkotaan, sedangkan untuk jalan antar kota kereb hanya digunakan jika
jalan tersebut direncanakan untuk lalu lintas dengan kecepatan tinggi atau
apabila melintas perkampungan.
2. Pengaman Tepi
Mempunyai tujuan untuk memberi ketegasan tepi tubuh jalan, jika terjadi
kecelakaan dapat mencegah kendaraan keluar dari badan jalan. Umumnya
dipergunakan di sepanjang jalan yang menyusur jurang, pada tanah
timbunandengan tikungan yang tajam, pada tepi-tepi jalan dengan tinggi
timbunan lebih besar dari 2,5meter dan jalan-jalan dengan kecepatan tinggi.

3.2 Jalan Tol


Pembangunan infrastruktur jalan tol di Indonesia sangat dibutuhkan karena
dapat mengurangi inefisiensi akibat kemacetan pada ruas utama, serta untuk
meningkatkan proses distribusi barang dan jasa terutama di wilayah yang sudah
tinggi tingkat perkembangannya, serta dapat mengembangkan wilayah tersebut
menjadi sentra perekonomian.

33
Proyek Jalan Tol Trans-Sumatra merupakan proyek strategis nasional yang
saat ini sedang direncanakan. Jalan Tol Trans-Sumatra adalah jaringan jalan tol
sepanjang 2.818 km di Indonesia akan menghubungkan kota-kota di pulau
Sumatra, dari Lampung hingga Aceh. Salah satu pembangunan Jalan Tol Trans-
Sumatra yakni Ruas Tol Jambi – Rengat Panjang ±198 km yang menghubungkan
antara Provinsi Jambi dan Provinsi Riau.

Pembangunan jalan tol dilakukan untuk memfasilitasi lalu lintas di daerah


berkembang, meningkatkan hasil guna dan daya guna untuk distribusi barang dan
jasa untuk mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi, meringankan beban dana
pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan dan meningkatkan pemerataan dalam
hasil pembangunan dan keadilan (UU 38/2004 Pasal 43 ayat 1).

Sejauh ini pembangunan jalan tol di Indonesia berjalan sangat lambat. Jumlah
ini tentunya relatif rendah bila dibandingkan dengan luas daratan Indonesia.
Berdasarkan data Industry Update Vol. 13, Juli 2009, hampir keseluruhan proyek
pembangunan jalan tol di Indonesia terlambat dari jadwal yang ditetapkan.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), (2007),
pembangunan infrastruktur jalan tol yang sudah beroperasi dari tahun 2000-2005
baru mencapai 26,57 km atau rata-rata pertumbuhannya 5,31 km per tahun;
sementara yang sudah beroperasi dari tahun 2005-2007 sepanjang 55,69 km atau
27,85 km per tahun, atau lahan yang sudah dibebaskan sekitar 55-80 Ha per tahun.

Pembangunan jalan tol tidak lepas dari aspek fisik dan aspek non fisik pada
masyarakat. Aspek fisik berkaitan dengan lingkungan sedangkan aspek non fisik
adalah masalah sosial masyarakat. Kedua aspek tersebut tentunya dirasakan secara
langsung oleh masyarakat yang terkena dampak dari adanya pembangunan jalan tol
tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Fathurosy (2018) menghasilkan adanya
empat dinamika respon masyarakat atas pembangunan jalan tol, yakni dinamika
yang berkaitan dengan aspek perubahan pola pikir masyarakat, aspek dinamika
sosial yang berkaitan dengan interaksi masyarakat, aspek ekonomi terutama
berkaitan dengan mata pencaharian atau usaha masyarakat, dan aspek yang
berkaitan dengan dampak atau manfaat baik yang bersifat positif maupun negatif.

3.2.1 Perkerasan Jalan Raya

34
Perkerasan jalan ialah bagian dari jalan raya yang dikeraskan dengan
lapisan konstruksi tertentu yang memiliki ketebalan, kekuatan, kekakuan dan
stabilitas tertentu agar dapat menyalurkan beban lalu lintas di atasnya ke tanah
dasar. Perkerasan jalan menggunakan campuran agregat dan bahan ikat. Agregat
yang digunakan ialah batu belah, batu pecah, batu kali atau bahan lainnya,
sedangkan bahan pengikat yang digunakan ialah aspal, semen atau tanah liat.
Berdasarkan bahan pengikat, konstruksi perkerasan dapat dibedakan menjadi:

 Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), ialah perkerasan yang


menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan perkerasan memikul
dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

 Konstruksi perkerasan rigid pavement, ialah perkerasan yang menggunakan


semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau
tanpa tulangan ditempatkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis
pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar di tumpu oleh pelat beton.

 Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), ialah perkerasan


rigid pavement yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur bisa berupa
perkerasan lentur diatas perkerasan rigid pavement atau perkerasan rigid
pavement diatas perkerasan lentur.(Sukirman, 1999).

3.2.2 Pengertian Jalan Tol


Jalan Tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan
dan sebagai rasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Sedangkan tol
adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk pengguna jalan tol (UU
No.38/2004).
Berdasarkan PP No. 15 Tahun 2005 tentang jalan tol, dijelaskan bahwa
definisi jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan
dan sebagai jalan nasional yang penggunaanya diwajibkan membayar tol. Tol
merupakan sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol.
Besarnya tarif tol berbeda untuk setiap golongan kendaraan dan ketentuan tersebut
telah ditetapkan berdasarkan keputusan presiden. Sedangkan ruas jalan tol adalah
bagian atau penggal dari jalan tol tertentu yang pengusahaannya dapat dilakukan
oleh badan usaha tertentu.

35
Dalam pasal 43 (UU No.38/2004), jalan tol diselenggarakan untuk :
1. Memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang.
2. Meningkatkan hasil guna dan daya guna pelayanan distribusi barang dan jasa guna
menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi.
3. Meringankan beban dana pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan.
4. Meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan.

Pengguna tol dikenakan kewajiban membayar tol yang digunakan untuk


pengembalian investasi, pemeliharaan dan pengembangan jalan tol. Keberadaan
jalan tol diharapkan secara langsung dapat mengurangi beban lalu lintas,
kemacetan yang terjadi di jalan umum dan mengurangi polusi udara akibat
kendaraan berjalan lambat atau macet. Jalan tol memiliki peran strategis baik untuk
mewujudkan pemerataan pembangunan maupun untuk pengembangan wilayah.
Pada wilayah yang tingkat perekonomiannya telah maju, mobilitas orang

dan barang umumnya sangat tinggi sehingga dituntut adanya sarana perhubungan

darat atau jalan dengan mutu yang andal. Tanpa adanya jalan dengan kapasitas

cukup dan mutu yang andal, maka dipastikan lalu lintas orang maupun barang akan

mengalami hambatan yang pada akhirnya menimbulkan kerugian ekonomi.

3.2.3 Tujuan dan manfaat Jalan Tol

Berdasarkan BPJT (Badan Pengatur Jalan Tol) tujuan dari penyelenggaraan


jalan tol adalah sebagai berikut:

1. Memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang.

2. Meningkatkan pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang


pertumbuhan ekonomi.

3. Meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan.

4. Meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan

Berdasarkan BPJT (Badan Pengatur Jalan Tol) manfaat jalan tol adalah sebagai
berikut:

1. Pembangunan jalan tol akan berpengaruh pada perkembangan wilayah &


peningkatan ekonomi.

36
2. Meningkatkan mobilitas dan aksesibilitas orang dan barang.

3. Pengguna jalan tol akan mendapatkan keuntungan berupa penghematan biaya


operasi kendaraan (BOK) dan waktu dibanding apabila melewati jalan non-
tol.

4. Badan Usaha mendapatkan pengembalian investasi melalui pendapatan tol


yang tergantung pada kepastian tarif tol.

3.2.4 Karakteristik Penyelenggaraan Jalan Tol


Pernyataan ini yang disusun dengan memperhatikan sifat dan karakteristik
penyelenggaraan jalan tol di Indonesia dan berpedoman pada konsep dasar dan
peraturan perundangan yang berlaku.
Karakteristik pokok penyelenggaraan jalan tol diantaranya adalah:
a) Keberadaan jalan tol dan pengusahaannya diatur berdasarkan
undangundang. Berdasarkan peraturan yang berlaku, kepemilikan dan hak
penyelenggaraan jalan tol ada pada pemerintah. Pemerintah selain
menanggung biaya pengadaan tanah juga dapat memberikan wewenang
kepada suatu badan usaha negara untuk menyelenggarakan jalan tol yang
mencakup kegiatan membangun, memelihara dan mengoperasikan. Badan
usaha negara yang diberi wewenang penyelenggaraan jalan tol, atas
persetujuan pemerintah, boleh bekerja sama dengan Investor baik secara
keseluruhan maupun sebagian dalam penyelenggaraan jalan tol.
b) Jalan tol memiliki mutu yang andal, bebas hambatan dan pemakai jalan tol
wajib membayar tol. Secara umum jalan tol memiliki keandalan teknik
yang tinggi.Jika jalan tol dipelihara dan diperbaiki sebagaimana mestinya,
maka jalan tol akan berfungsi dan memiliki umur teknis yang sangat
panjang. Pemeliharaan dan perbaikan periodik diperlukan atas badan jalan
tol, misalnya pelapisan ulang pada pavement atau penggantian beberapa
komponen dalam jembatan tol yang mengalami proses keausan.
c) Pengadaan jalan tol sangat terkait dengan program pengembangan jaringan
jalan nasional, dan mendorong pengembangan wilayah di sekitar jalan tol.
Dalam pembangunan dan pengoperasian jalan tol tidak tertutup
kemungkinan adanya tuntutan lingkungan terhadap Penyelenggara jalan
tol, untuk mengembangkan jaringan jalan bukan tol, bangunan pelengkap

37
jalan dan perlengkapan jalan. Tuntutan lingkungan tersebut sangat
berpengaruh terhadap pengoperasian jalan tol sebagai jalan alternatif.
Proyek-proyek infrastruktur dibandingkan proyek gedung atau proyek
lainnya, khususnya pembangunan jalan tol memerlukan investasi besar dengan
masa konstruksi yang sangat panjang. Konsekuensinya, proyek semacam ini
mempunyai risiko tinggi pada masa konstruksi, yang antara lain ditunjukkan
dengan makin lamanya waktu yang diperlukan dalam penyelesaian konstruksi.
Akibatnya, biaya yang diperlukan semakin membengkak/cost-overruns.
Selain itu Pembangunan jalan tol akan berpengaruh pada perkembangan wilayah
dan peningkatan ekonomi, meningkatkan mobilitas dan aksesibilitas orang dan
barang, pengguna jalan tol akan mendapatkan keuntungan berupa penghematan
biaya operasi kendaraan (BOK) dan waktu dibanding apabila melewati jalan non
tol dan badan usaha mendapatkan pengembalian investasi melalui pendapatan tol
yang tergantung pada kepastian tarif tol.

3.2.5 Perencanaan dan Pelaksanaan Kontruksi Jalan Tol


Perencanaan konstruksi didasarkan pada fungsi jalan, kinerja jalan, umur
rencana, angka ekivalen beban sumbu kendaraan dan lapis perkerasan. Dasar
perencanaan konstruksi jalan tol dijabarkan sebagai berikut:
 Fungsi Jalan
Jalan tol termasuk dalam sistem jaringan jalan primer yang merupakan
sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk
pengembangan semua wilayah di tingkat nasional dengan semua simpul
jasa distribusi yang kemudian berwujud kota (UU No.13/1980 dan PP
No.26/1985).
Berdasarkan fungsinya, jalan tol merupakan jalan yang melayani
angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi
dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. Persyaratan yang harus
dimiliki sebuah jalan tol ialah:
a) Kecepatan rencana > 60 km/jam.
b) Lebar badan jalan > 8,0 m.
c) Kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.

38
d) Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan
kapasitas jalan dapat tercapai.
e) Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas lokal dan lalu
lintas ulang alik.
f) Tingkat kenyaman dan keamanan yang dinyatakan dengan Indeks
Permukaan tidak kurang dari 2 (dua).
g) Memiliki Standar Pelayanan Minimal
 Kinerja Perkerasan Jalan Tol
- Kinerja Perkerasan jalan tol meliputi 3 (tiga) hal, yaitu : Keamanan,
yaitu ditentukan oleh besarnya gesekan akibat adanya kontak antara
ban dan permukaan jalan. Besarnya gaya gesek yang terjadi
dipengaruhi oleh bentuk dan kondisi ban, tekstur permukaan jalan,
kondisi cuaca dan lain sebagainya.
- Wujud perkerasan (struktur perkerasan), sehubungan dengan kondisi
fisik dari jalan tersebut seperti adanya retak-retak, amblas, alur dan
gelombang.
- Fungsi pelayanan, sehubungan dengan bagaimana perkerasan
tersebut memberikan pelayanan kepada pemakai jalan

3.3 ASPEK LALU LINTAS


Lalu-lintas harus dianalisa berdasarkan hasil perhitungan volume lalulintas
dan konfigurasi sumbu. Jenis kendaraan yang ditinjau untuk perencanaan
perkerasan beton semen adalah kendaraan niaga (commercial vehicle) yang
mempunyai berat total minimum 5 ton. Konfigurasi sumbu untuk perencanaan
terdiri dari atas empat jenis kelompok sumbu dapat dilihat pada Gambar 3.1.
- Sumbu tunggal roda tunggal (STRT).
- Sumbu tunggal roda ganda (STRG).
- Sumbu tandem roda ganda (STdRG).

39
- Sumbu tridem roda ganda (STrRG).

Gambar 3.1 Konfigurasi Beban Sumbu (Suryawan, 2009).


Analisa terhadap lalu lintas diperlukan untuk mengetahui tingkat pelayanan
jembatan sampai umur rencana tertentu. Selain itu analisa terhadap lalu lintas juga
digunakan untuk memperkirakan besarnya lalu lintas yang akan melewati jalan tol
dimana perencanaaan jembatan akan dibangun. Persyaratan transportasi meliputi
kelancaran arus lalu lintas kendaraan yang melintasi jembatan tersebut. Dalam hal
ini, perencanaan lebar optimum jembatan sangat penting agar didapatkan tingkat
pelayanan lalu lintas yang maksimum. Perhitungan lebar jembatan ini mengikuti
jumlah ruas jalan Tol secara keseluruhan, sehingga perhitungan lebar jembatan

40
adalah sama dengan hasil dari perhitugan kapasitas jalan tol. Dalam analisa
perencanaan lebar optimum jalan dan jembatan ini menggunakan beberapa
parameter lalu lintas antara lain:
3.3.1 Volume Lalu Lintas (Q)

Volume lalu lintas merupakan jumlah kendaraan yang melewati satu titik
tertentu dari suatu segmen jalan selama waktu tertentu (menit, jam ataupun hari).
Dinyatakan dalam satuan kendaraan atau satuan mobil penumpang (smp).
a. Lalu Lintas Harian Rata-rata

Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT) adalah jumlah lalu lintas
kendaraan ratarata yang melewati satu jalur jalan selama 24 jam dan diperoleh dari
data selama satu tahun penuh.
Jumlah Lalu Lintas dalam 1tahun
LHRT =
365
LHRT dinyatakan dalam smp/hari/2 arah atau kendaraan/hari/2 arah untuk
jalan 2 lajur 2 arah, smp/hari/1 lajur atau kendaraan/hari/1 arah untuk jalan berlajur
banyak dengan median.
b. Ekivalensi Mobil Penumpang (EMP)

Ekivalensi mobil penumpang yaitu faktor konversi berbagai jenis kendaraan


dibandingkan dengan mobil penumpang sehubungan dengan ukuran dan kecepatan
rata–ratanya yang berdampak pada perilaku lalu lintas. Untuk mobil penumpang,
nilai emp adalah 1,0. Sedangkan nilai emp untuk masing-masing kendaraan untuk
jalan tol (jalan empat lajur-dua arah terbagi) dan jalan perkotaan dapat dilihat pada
Tabel 3.1 dan 3.2 berikut:
Tabel 3.1 Ekivalensi Mobil Penumpang (EMP) untuk Jalan Bebas Hambatan
Empat Lajur Dua Arah terbagi (MW 4/2 D)

emp
Arus Total (ekivalensi mobil
Tipe Alinyemen
( kend/jam) penumpang)
MHV LB LT
0 1,2 1,2 1,6
1250 1,4 1,4 2,0
Datar
2250 1,6 1,7 2,5
≥2800 1,3 1,5 2,0
Bukit 0 1,8 1,6 4,8

41
900 2,0 2,0 4,6
1700 2,2 2,3 4,3
≥2250 1,8 1,9 3,5
0 3,2 2,2 5,5
700 2,9 2,6 5,1
Gunung
1450 2,6 2,9 4,8
≥2000 2,0 2,4 3,8

Tabel 3. 2 Emp Untuk Jalan Perkotaan

emp
Arus Total
Tipe Jalan H MC, lebar lajur
(kend/jam)
V ≤6 m >6m
0 1,3 0,50 0,40
Dua Lajur (2/2 UD)
Tidak ≥ 1800 1,2 0,35 0,25
Terbagi 0 1,3 0,40
Empat Lajur (4/2 UD)
≥ 1800 1,2 0,25
Empat Lajur (4/2 D) 0 1,3 0,40
Dua lajur 1 arah (2/1 D) ≥ 1800 1,2 0,25
Terbagi
Enam Lajur (6/2 D) 0 1,3 0,40
Tiga lajur 1 arah (3/1 D) ≥ 1800 1,2 0,25

MHV: Kendaraan Menengah Berat (Truk 2 as)


LB: Bus Besar
LT: Truk Besar (Truk 3 as atau lebih, trailer)
C. Volume Jam Rencana (QDH)
Volume jam perencanaan (VJP) adalah prakiraan volume lalu lintas pada
jam sibuk rencana lalu lintas dan dinyatakan dalam smp/jam.
VJP dapat di hitung dengan rumus:
VJP = LHRT x k
Dimana:
LHRT = Lalu lintas harian rata-rata tahunan (kend/hari)
Faktor k = Faktor konversi dari LHRT menjadi arus lalu lintas jam
puncak
Klafikasi penentuan Faktor K pada rumus dapat dilihat pada table dibawah ini.
Tabel 3.3 Penentuan Faktor K secara umum

jumlah penduduk kota


Lingkungan Jalan
> 1 juta ≤ 1 Juta

Jalan di daerah komersial dan jalan arteri 0.07 - 0.08 0,08 - 0,10

42
Jalan di daerah permukiman 0,08 - 0,09 0,09-0,12

Khusus pada jalan bebas hambatan (jalan Tol) nilai k = 0,114.


3.3.2. Analisa kinerja simpang bersinyal
1) Penentuan Arus Jenuh
Adanya nilai arus jenuh suatu persimpangan berlampu lalu lintas dapat dihitung
dengan persamaan (MKJI, 1997) :
S = S0 x FCS x FSF x FG x FP x FLT x FRT (smp/waktu hijau efektif)
Dimana
S : Arus jenuh (smp/waktu hijau efektif)
SO : Arus jenuh dasar (smp/waktu hijau efektif)
FCS : Faktor koreksi arus jenuh akibat ukuran kota (jumlah penduduk)
FSF : Faktor koreksi arus jenuh akibat adanya gangguan samping yang
meliputi faktor tipe lingkungan jalan dan kendaraan tidak bermotor
FG : Faktor koreksi arus jenuh akibat kelandaian jalan
FP : Faktor koreksi dengan arus jenuh akibat adanya kegiatan perparkiran
dekat lengan persimpangan
FLT : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kiri
FRT : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kanan
2) Penentuan Waktu Sinyal
 Waktu Antar Hijau dan Waktu Hilang
Waktu antar hijau (IG) merupakan waktu dimana periode kuning + merah
semua antar dua fase sinyal yang berurutan (detik). Sedangkan waktu
merah semua adalah waktu dimana sinyal merah menyala bersamaan dalam
pendekat-pendekat yang dilayani oleh dua fase sinyal yang berurutan (det).
( L EV + I EV ) L AV

Merah semua =
[ V EV
+
]
V AV max
Dimana :
LEV, LAV = jarak dari garis henti ke titik konflik masing-masing untuk
kendaraan berangkat dan datang (m)
IEV = panjang kendaraan yang berangkat (m)
VEV, VAV = kecepatan masing-masing untuk kendaraan yang berangkat
dan yang datang (m/det)
Waktu hilang (LTI) merupakan jumlah semua periode antar hijau dalam siklus
yang lengkap (det). Waktu hilang dapat juga diperoleh dari beda antara
waktu siklus dengan jumlah waktu hijau dalam semua fase yang berurutan.
LTI = ∑ (Merahsemua + kuning) = IG∑
 Waktu siklus sebelum penyesuaian (Cua) (MKJI, 1997)
Cua = (1,5 x LTI +5)/(1-IFR)
 Waktu Hijau (g) (MKJI, 1997)
Gi = (Cua – LTI) x Pri
 Waktu siklus yang disesuaiakan (MKJI,1997)
C= ∑ g+LTI

43
3) Penentuan Rasio Arus/Rasio Arus Jenuh
 Rasio Arus (FR) ditentukan dengan persamaan (MKJI,1997) :
FR = Q/S
 Rasio arus simpang (IFR) ditentukan dengan persamaan (MKJI, 1997) :
IFR = ∑(FRcrit )
Dimana FRcrit merupakan rasio arus kritis (tertinggi) pada masing-masing fase
 Rasio Fase (PR), ditentukan dengan persamaan (MKJI,1997) :
PR = FRcrit/IFR
4) Derajat Kejenuhan (DS)
Derajat kejenuhan untuk simpang bersinyal dihitung dengan persamaan berikut
(MKJI, 1997) :
DS = Q/C =(Q x c)/(S x g)
Dimana :
Q = jumlah unsur lalu lintas yang melalui titik terganggu di hulu, pendekat per
satuan waktu
C = Kapasitas (smp/jam)
S = arus jenuh (smp/jam hijau)
c = waktu siklus sinyal (det)
g = waktu hijau (det)
3.3.3. Analisa kinerja simpang tidak bersinyal
A. Derajat Kejenuhan
Derajat Kejenuhan untuk simpang tidak bersinyal dihitung sebagai berikut :
(MKJI,1997)

Q smp
DS =
C
Dimana :
Qsmp = arus total (smp/jam) dihitung sebagai berikut :
Qsmp = Qkend x Fsmp
Fsmp = faktor smp, dihitung sebagai berikut :
emp LV x LV %+empHV x HV % + empMC x MC %
Fsmp =
100
Dimana emp LV, LV%, empHV, HV%, emp MC dan MC% adalah emp dan
komposisi lalu lintas untuk kendaraan ringan, kendaraan berat dan sepeda motor.
C = kapasitas (smp/jam)
B. Tundaan
Tundaan merupakan waktu tempuh tambahan untuk melewati simpang bila
dibandingkan dengan situasi tanpa simpang, yang terdiri dari tundaan lalu

44
lintas dan tundaan geometrik. Tundaan pada simpang dapat terjadi karena dua
sebab yaitu :
1) Tundaan Lalu Lintas (DT) akibat interaksi lalu lintas dengan gerakan lain
dalam simpang.
2) Tundaan Geometrik (DG) akibat perlambatan dan percepatan kendaraan
yang terganggu dan tidak terganggu.
 Tundaan lalu lintas simpang (DTI) adalah tundaan lalu lintas, rata-rata untuk
semua kendaraan bermotor yang masuk simpang denga persamaan(MKJI,
1997):
Untuk DS  0,6 : DTI = 2 + 8,2708 x DS – (1 - DS)2
Untuk DS > 0,6 : DTI = 1,0504/(0,2742 – 0,2042 x DS) – (1 – DS)2
 Tundaan lalu lintas jalan minor (DTMI) : Tundaan lalu lintas jalan minor
rata-rata, ditentukan berdasarkan tundaan simpang rata-rata dan tundaan jalan
utama rata-rata (MKJI, 1997).
DTMI = (QTOT x DTI – QMA x DTMA)/QMI

Dimana :
DTMI = tundaan lalu lintas jalan minor
DTMA = tundaan lalu lintas jalan utama
QTOT = arus total
QMA = arus jalan utama
QMI = arus jalan minor
 Tundaan lalu lintas jalan utama (DTMA) : Tundaan lalu lintas rata-rata
semua kendaraan bermotor yang masuk persimpangan dari jalan utama.
(MKJI, 1997)
Untuk DS  0,6 : DTMA = 1,8 + 5,8234 x DS – (1- DS)1,8
Untuk DS > 0,6 : DTMA = 1,05034/ (0,346-0,246 x DS) – (1-DS)1,8 , dimana :
DTMA = tundaan lalu lintas jalan utama
DS = derajat kejenuhan
 Tundaan geometrik simpang (DG) adalah tundaan geometrik rata-rata
seluruh kendaraan bermotor yang masuk simpang. DG dihitung dari persamaan
berikut. (MKJI, 1997)
Untuk DS < 1,0 :
DG = (1-DS) x (PT x 6 + (1- PT)3) + DS4 (det/smp)

45
Untuk DS  1,0 ; DG = 4

Dimana :
DS =derajat kejenuhan
PT = rasio arus belok terhadap arus total
6 dtk = tundaan geometrik normal untuk kendaraan belok yang tak
terganggau (det/smp).

4 dtk = tundaan geometrik normal untuk kendaraan yang terganggu


(det/smp)
 Tundaan simpang (D), dapat dihitung sebagai berikut : (MKJI, 1997)
DG = DG + DTI (det/smp)
Dimana :
DG = tundaan geometrik simpang
DTI = tundaan lalu lintas simpang

C. Peluang Antrian
Peluang antrian ditentukan dari kurva peluang antrian/derajat kejenuhan
secara empiris.
QP%= 47,71 x DS-24,68 x DS2 + 56,47 x DS3
QP% = 9,02 x DS +20,66 x DS2 + 10,49 x DS3

D. Tingkat Pelayanan Persimpangan Tak Bersinyal


Ketika volume melebihi kapasitas dari lajur, tundaan yang parah akan
disertai dengan panjang antrian yang mungkin berpengaruh pada pergerakan
lalu lintas di persimpangan-persimpangan. Kondisi ini biasanya membutuhkan
perbaikan geometrik pada persimpangan. Tingkat pelayanan untuk
persimpangan tidak bersinyal dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. 4 Tingkat Pelayanan Pada Simpang Tak Bersinyal
Kapasitas Tingkat Tundaan untuk lalu lintas jalan
sisa pelayanan minor
> 400 A Sedikit dan tidak ada tundaan
300-399 B Tundaan lalu lintas singkat
200-299 C Tundaan lalu lintas rata-rata
100-199 D Tundaan lalu lintas lama
0-99 E Tundaan lalu lintas sangat lama
* F *

46
3.3.3 Kapasitas Jalan
Untuk mengetahui nilai derajat kejenuhan suatu ruas jalan besarnya
kapasitas jalan terlebih dahulu diketahui nilainya. Kapasitas didefinisikan sebagai
arus maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan
jam pada kondisi tertentu. Untuk jalan dua-lajur dua-arah, kapasitas ditentukan
untuk arus dua arah (kombinasi dua arah), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur,
arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per lajur.
Nilai kapasitas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan selama
memungkinkan. Karena lokasi yang mempunyai arus mendekati kapasitas segmen
jalan sedikit (sebagaimana terlihat dari kapasitas simpang sepanjang jalan),
kapasitas juga telah diperkirakan dari analisa kondisi iringan lalu- lintas, dan
secara teoritis dengan mengasumsikan huhungan matematik antara kerapatan,
kecepatan dan arus, lihat di hawah. Kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil
penumpang (smp), lihat di bawah.
Perhitungan kapasitas menggunakan rumus:
C = C0 . FCW .FCSP .FCSF .FCCS.
dimana:
C : kapasitas (smp/jam)
C0 : kapasitas dasar (smp/jam)
FCSP : faktor penyesuaian distribusi
FCW : faktor penyesuaian lebar jalan
FCSf : faktor penyesuaian gangguan samping
FCcs : faktor penyesuaian ukuran kota
Sedangkan untuk Perhitungan kapasitas persimpangan tidak berlampu lalu
lintas ditetnukan dengan persamaan berikut: (MKJI, 1997: 3-39).
C = C0 x FW x FM x FCS x FRSU x FLT x FRT x FMI (smp/jam)
C : Kapasitas (smp/jam)
C0 : Kapasitas dasar (smp/jam)
FW : Faktor koreksi kapasitas untuk lebar jalan persimpangan
FM : Faktor koreksi kapasitas jika ada pembatas median pada lengan
FCS : Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (jumlah penduduk)
FRSU : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya tipe lingkungan & gangguan
samping
FLT : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kiri
FRT : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kanan
FMI : faktor koreksi kapasitas akibat adanya arus lalu lintas pada jalan minor

47
Tingkat pelayanan (level of service) adalah ukuran kinerja ruas jalan atau
simpang jalan yang dihitung berdasarkan tingkat penggunaan jalan, kecepatan,
kepadatan dan hambatan yang terjadi. Dalam bentuk matematis tingkat pelayanan
jalan ditunjukkan dengan V-C Ratio (V = volume lalu lintas, C = kapasitas
jalan).Perhitungan kinerja jalan menggunakan parameter tingkat pelayanan jalan
yang merupakan nisbah antara volume dan kapasitas.

LOS = V/C

V = Volume Kendaraan
C = Kapasitas Jalan

Dalam perencanaan perkerasan jalan ini digunakan metode Analisa Komponen


berdasarkan Standar Konstruksi Bangunan Indonesia (SKBI) yaitu sebagai berikut:
a) Lalu lintas harian rata-rata (LHR)
LHR setiap jenis kendaraan ditentukan sesuai dengan umur rencana.
b) Lintas ekuivalen permukaan (LEP)

LEP = ∑= n j 1 LHR j x cj x Ej
dimana: n = Umur rencana
cj = koefisien distribusi kendaraan
Ej = angka ekuivalen beban sumbu gandar (MST.10 Ton)
c) Lintas ekuivalen Akhir (LEA)

LEA = ∑= n j 1 LHR j(1+i) UR x cj x Ej


Dimana: i = Pertumbuhan lalu lintas
d) Lintas ekuivalen Tengah (LET)

LET = (LEP + LEA) * ½


e) Lintas ekuivalen rencana (LER)

LER = LET x FP
Dimana: FP = faktor penyesuaian = UR /10

48
BAB IV
METODE
4.1. Metode Perencanaan
Secara Umum, metode perencanaan yang akan diterapkan dalam pekerjaan Kajian
Lalu Lintas Penyusunan RTA Jalan Tol Ruas Jambi - Rengat Seksi 2 STA. 40+000 s/d
STA. 80+000 ini terdiri dari beberapa tahapan kegiatan yang tersusun secara sistematis
dan saling terkait antara kegiatan yang satu dengan kegiatan berikutnya guna tercapainya
tujuan dan sasaran yang direncanakan. Pelaksanaaan pekerjaan akan dilakukan dalam 3
tahapan utama, yaitu persiapan, pengumpulan data serta analisis data seperti pada Gambar
4.1.

Gambar 4. 1 Diagram Alir Pekerjaan

4.1.1. Pengumpulan Data Primer

A. Survei Cacah Lalu Lintas


Data pencacahan volume lalu lintas merupakan informasi dasar yang diperlukan
untuk fase perencanaan desain manajemen sampai pengoperasian jalan. Lebih jauh lagi

49
data volume lalu lintas merupakan dasar dalam penentuan desain jalan, penentuan tingkat
pertumbuhan lalu lintas, analisis kecelakaan, perencanaan jaringan, pendanaan dan
sebagainya.
Survei volume lalu lintas pada pekerjaan ini digunakan untuk mengumpulkan data
mengenai tingkat penggunaan jaringan yang telah ada seperti volume lalu lintas per jam,
volume lalu lintas per hari, komposisi kendaraan, fluktuasi lalu lintas dan lain-lain. Data
lalu lintas ini berfungsi sebagai dasar evaluasi kinerja lalu lintas pada ruas jalan yang
sudah ada.
Pada pekerjaan ini survei pencacahan volume lalu lintas pada ruas jalan dilakukan
selama 24 jam selama 7 hari (weekday & weekend) untuk keperluan validasi data
sekunder. Pencacahan lalu lintas ruas masing-masing arah pergerakan dihitung secara
terpisah. Alat-alat yang diperlukan dalam survei ini adalah formulir survey, alat tulis dan
pencatat waktu (stop watch). Secara umum prosedur pelaksanaan survei ini yaitu surveyor
menempati suatu titik (pos) yang tetap di tepi jalan, sedemikian sehingga dia mendapatkan
pandangan yang jelas dan sedapat mungkin agar Surveyor terhindar dari panas dan hujan.
Untuk lebih jelasnya mengenai golongan dan Jenis Kendaraan dapat dilihat pada Tabel
4.1. Surveyor mencatat setiap kendaraan yang melintasi titik yang telah ditentukan pada
formulir survei lapangan seperti pada Gambar 4.2.
Tabel 4. 1Klasifikasi Kendaraan
Golongan /
Jenis Kendaraan
Kelompok
1 Sepeda motor dan kendaraan roda 3
2 Sedan, jeep, dan station wagon (kend.
pribadi)
3 Pick up, dan minibus (mobil penumpang
umum/ MPU)
4 Micro truck dan mobil hantaran (pick up)
5a Bus kecil
5b Bus besar
6a Truck/ truck tangki 2 sumbu 3/4*”
6b Truck/ truck tangki 2 sumbu
7a Truck/ truck tangki 3 sumbu
7b Truck/ truck tangki gandeng
7c Truck semi trailer dan truck trailer
8 Kendaraan tidak bermotor dan gerobag

50
Gambar 4. 2 Contoh Pelaksanaan Survey Cacah Lalin

B. Travel Time Survey


Survey ini dilakukan untuk mengumpulkan data waktu tempuh suatu kendaraan
dari satu titik yang lain pada ruas jalan yang dikaji. Lokasi survey dipilih yang dapat
mewakili kondisi lalu lintas yang ada dengan waktu pengamatan pada jam puncak
pagi/sore dan jam kosong. Survey ini diperlukan sebagai data pendukung proyeksi lalu
lintas di jalan tol, dimana diveri lalu lintas akan dipengaruhi oleh rasio waktu tempuh jalan
tol terhadap jalan eksisting.
Kecepatan adalah tingkat pergerakan lalu lintas atau kendaraan tertentu yang sering
dinyatakan dalam kilometer per jam. Terdapat dua kategori kecepatan rata-rata. Yang
pertama adalah kecepatan waktu rata-rata yaitu rata-rata dari sejumlah kecepatan pada
lokasi tertentu. Yang kedua adalah kecepatan ruang rata-rata atau kecepatan perjalanan
yang mencakup waktu perjalanan dan hambatan. Kecepatan ruang rata-rata dihitung
berdasarkan jarak perjalanan dibagi waktu perjalanan pada jalan tertentu. Kecepatan ini
dapat ditentukan melalui pengukuran waktu perjalanan dan hambatan.
Waktu perjalanan bergerak dapat diperoleh dari metode kecepatan setempat.
Metode kecepatan setempat dimaksudkan untuk pengukuran karakteristik kecepatan pada
lokasi tertentu pada lalu lintas dan kondisi lingkungan yang ada pada saat studi. Sejumlah
kecepatan ini perlu diambil, agar dapat diperoleh hasil yang dapat diterima secara statistik.
Untuk lebih jelasnya mengenai Rekomendasi Panjang Jalan untuk Studi Kecepatan
Setempat dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4. 2 Rekomendasi Panjang Jalan untuk Studi Kecepatan Setempat


Perkiraan Kecepatan Rata-rata Penggal Jalan
Arus Lalu Lintas (km/jam) (m)
< 40 25
40 – 65 50
> 65 75

51
Lokasi pengamatan kecepatan setempat sebaiknya dipilih pada ruas jalan diantara
persimpangan, sedangkan waktu pengamatan tergantung pada tujuan penggunaan hasil
survei. Kecepatan setempat hendaknya dilakukan pada saat udara yang baik dengan
kondisi lalu lintas normal. Pelaksanaan survei dapat secara manual atau otomatis. Pada
cara manual, kecepatan dihitung berdasarkan waktu selang pada jarak tertentu. Untuk
mengetahui kurva diversi lalu lintas berbasis kecepatan dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Tata cara ini diberikan untuk pengukuran kecepatan setempat dengan metode manual yang
umum dilakukan. Sampel yang perlu dipenuhi saat melakukan survei adalah:
a. kendaraan yang paling depan dari suatu arus hendaknya diambil sebagai sampel
dengan pertimbangan bahwa kendaraan kedua dan selanjutnya mempunyai
kecepatan yang sama dan kemungkinan tidak dapat menyiap
b. sampel untuk truk hendaknya diambil sesuai dengan proporsinya.

Gambar 4. 3 Kurva Diversi Lalu Lintas Berbasis Kecepatan

C. Survey Asal Tujuan RSI


Survei asal tujuan perjalanan merupakan survei dasar dalam persiapan perencanaan
pengembangan jalan untuk mendistribusikan beban lalu lintas yang ada. Survei ini
dirancang untuk mendapatkan data jumlah dan tipe perjalanan dalam daerah penelitian,
termasuk pergerakan kendaraan, orang atau barang dari berbagai zona asal dan berbagai
zona tujuan.
Survey asal tujuan perjalanan dalam pekerjaan ini menggunakan metode
wawancara tepi jalan (road side interview). Survei ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengidentifikasi pola asal tujuan pergerakan lalu lintas di wilayah studi. Contoh
Pelaksanaan Survei Asal Tujuan dapat dilihat pada Gambar 4.4. Survei dilakukan dengan
cara melakukan wawancara terhadap pengemudi kendaraan pada ruas jalan yang telah

52
ditentukan menggunakan form pengisian pergerakan penumpang dan barang yang
menyangkut asal tujuan perjalanan, maksud perjalanan, jenis kendaraan berat, jenis
muatan, dan berat muatan.
Survei dilakukan dengan mengambil sejumlah sampel pengguna jalan yakni
kendaraan pribadi dan angkutan barang. Pelaksanaan survei dilakukan 2 periode Pagi-
Siang (08.00-11.00 WIB) dan Siang-Sore (14.00-17.00 WIB). Adapun informasi yang
dikumpulkan adalah:
- Jenis kendaraan
- Jenis kelamin
- Pekerjaan
- Jumlah Anggota keluarga
- Asal dan tujuan perjalanan
- Status kepemilikan
- Frekuensi perjalanan
- Waktu perjalanan

Gambar 4. 4 Contoh Pelaksanaan Survei Asal Tujuan

D. Survey ATP dan WTP


Ability To Pay (ATP) adalah kemampuan seseorang untuk membayar jasa
pelayanan yang diterimanya berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal. Analisis ATP
dapat dilakukan dengan pendekatan metode valuasi ekonomi (economic valuation
method). Salah satu metode yang digunakan dalam menganalisa nilai ATP yaitu metode
biaya perjalanan (Travel Cost Method, TCM). Metode TCM mengasumsikan bahwa
demand perjalanan menuju lokasi tertentu tergantung pada biaya perjalanan, pendapatan,
karakteristik situs, harga pengganti, dan lainnya. Biaya perjalanan tersebut dapat berbeda

53
dari suatu lokasi dengan lokasi lainnya tergantung jaraknya, dimana biaya yang rendah
untuk orang-orang di dekat lokasi dan biaya yang tinggi bagi orang yang tinggal lebih
jauh. Metode TCM dilakukan dengan teknik survei revealed preference.

E. Stated Preference Survey


Stated preference survey merupakan sebuah survei pada pengguna jalan yang
berpotensi menggunakan jalan tol terkait dengan probabilitasnya berpindah ke jalan tol.
Preferensi berpindah ke jalan tol ini dengan pertimbangan kondisi tingkat pelayanan jaan
eksisting dan rencana tarif tol per kilometer yang akan dibebankan pada pengguna jalan.
Teknik Stated Preference dicirikan oleh adanya penggunaan rancangan percobaan untuk
membangun alternatif hipotesa terhadap situasi saat ini yang kemudian diajukan kepada
responden.
Prinsip dasar dari survai Stated Preference adalah dengan mengajukan kepada
responden beberapa hipotesis pilihan situasi dan menanyakan dengan menunjukkan pilihan
mereka masing-masing situasi tersebut. Macam pilihan situasi ini misalnya, untuk
menyelidiki pilihan rute dalam hubungannya dengan perlengkapannya (tarif tol, tingkat
pelayanan jalan/LoS).
Kelebihan Stated Preference yang lain adalah terletak pada kebebasan membuat
disain percobaan dalam upaya menemukan variasi yang luas bagi keperluan penelitian.
Kemampuan ini harus dimbangi dengan keperluan untuk memastikan bahwa respon yang
diberikan cukup masuk akal. Menurut Pearmain (1991), karakteristik dari Stated
Preference adalah sebagai berikut:
a. Stated Preference didasarkan pada pernyataan pendapat responden tentang
bagaimana respon mereka terhadap beberapa alternatif hipotesa.
b. Setiap pilihan diwakili sebagai “paket” dari atribut yang berbeda seperti waktu,
ongkos, headway, reliability dan lain- lain.
c. Peneliti membuat alternatif hipotesa sedemikian rupa sehingga pengaruh
individu pada setiap atribut dapat diestimasi. Hal ini didapat dengan teknik
rancangan eksperimental.
d. Kuisioner harus memberikan alternatif hipotesa yang dapat dimengerti oleh
responden, tersusun rapi dan masuk akal.
e. Responden menyatakan pendapatnya pada setiap pilihan dengan melakukan
rating, ranking dan choice pendapat terbaiknya dari sepasang atau sekelompok
pertanyaan.

54
f. Respon sebagai jawaban yang diberikan oleh individu dianalisa untuk
mendapatkan ukuran secara kuantitatif mengenai hal yang penting pada setiap
atribut.
Survai untuk mendapatkan data primer dilakukan dengan cara surveyor
menanyakan langsung pertanyaan di kuesioner pada responden pengguna jalan yang
sedang beristirahat di rest area jalan tol, SPBU maupun rumah makan. Responden dipilih
secara acak dan diisi sesuai dengan kondisi sesungguhnya responden tersebut terdiri dari
dua bagian, yaitu:
a. Karakteristik Umum Pengguna Jasa
Bagian ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan
karakteristik umum pengguna jalan, terdiri dari 2 jenis data yaitu karakteristik
sosial ekonomi responden dan karakteristik perjalanan responden. Karakteristik
sosial ekonomi responden yang di bahas adalah: pendidikan terakhir,
pekerjaan, dan penghasilan per bulan. Karakteristik perjalanan responden yang
dibahas adalah maksud perjalanan, frekuensi perjalanan per bulan, jenis
pembiayaan perjalanan, alasan pemilihan moda dan frekuensi perjalanan.
b. Pemilihan Moda
Kuesioner ini dibuat dengan menggunakan teknik Stated-Preferences (SP).
Bagian ini terdiri dari tujuh tabel/atribut yang masing-masing berisi beberapa
situasi. Masing-masing situasi berisi pernyataan yang membandingkan antara
jalan tol dan jalan eksisting. Atribut-atribut yang dibandingkan meliputi 5
situasi skenario tarif dan 5 skenario kondisi derajat kejenuhan jalan.
Pelaksanaan Survey ATP/WTP dan Stated Preference dapat dilihat pada Gambar
4.5 berikut ini :

Gambar 4. 5 Contoh Pelaksanaan Survey ATP/WTP dan Stated Preference

4.1.2. Pengumpulan Data Sekunder


Data sekunder merupakan bagian penting dari sebuah proses perencanaan yaitu
sebagai pelengkap data pendukung perencanaaan yang tidak memungkinkan dengan data

55
primer serta untuk mengetahui histori lalu lintas pada periode sebelumnya sebagai dasar
memprediksi kondisi pada masa yang akan datang. Pengumpulan data sekunder dilakukan
sesuai dengan mekanisme yang ada pada instansi dimana data tersebut ada. Dukungan
pemberi kerja untuk penyedia jasa dilakukan dengan penyediaan data realisasi jalan tol
dan dokumaen hasil studi sebelumnya serta penerbotan surat pengantar survey data
sekunder. Kebutuhan data skunder dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4. 3 Kebutuhan Data Sekunder
No Jenis Data Sumber Data
1 RTRW Kabupaten Bappeda Kabupaten
2 RTRW Provinsi Bappeda Provinsi
3 Data Sosial Ekonomi Badan Pusat Statistik
4 Data History Lalu Lintas Dinas Perhubungan
6 Data Realisasi Lalu Lintas Jalan Tol BUJT
7 Kajian lalu lintas dan persimpangan Dinas Perhubungan
8 Dokumen Andalalin Dinas Perhubungan
9 Basic design dan FS Dinas Perhubungan

4.2. Metode Analisis Data

4.2.1. Analisis Kebijakan


Analisis isi (content analysis), yaitu suatu metode untuk mengkaji substansi dan
konsistensi dari suatu kebijakan, program, dan/atau perangkat hukum tertentu yang
berkaitan dengan suatu permasalahan tertentu. Dalam hal ini, analisis isi difokuskan untuk
menganalisis berbagai kebijakan dan strategi pembangunan yang tertuang dalam berbagai
dokumen pemerintah dan peraturan perundangan yang berlaku. Analisis ini merupakan
metode yang digunakan untuk mengetahui simpulan dari sebuah teks atau metode yang
ingin mengungkapkan gagasan penulis yang termanifestasi maupun yang laten.
Adapun langkah-langkah kajian/review kebijakan menggunakan analisis isi (content
analysis) sebagai berikut:
1. Review literatur dan kebijakan mengenai penelitian dan tulisan multidisipliner
lainnya yang berkaitan dengan studi proyeksi lalu lintas Jalan Tol Ruas Jambi -
Rengat. Tujuan tahapan ini untuk mendekonstruksi tulisan yang ada.
2. Pengenalan pola untuk mengidentifikasi kesesuaian rencana pekerjaan dengan tata
ruang yang terdapat pada wilayah studi sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan
pelanggaran tata ruang di Kabupaten Musi Banyuasin.

56
4.2.2. Analisis Sistem Jaringan
Sesuai dengan inovasi yang ditawarkan penyedia jasa, untuk menyusun hasil
inventarisasi jalan dan sistem transportasi dalam suatu sistem jaringan yang terintegrasi.
Penyusunan analisis sistem jaringan ini akan dilakukan sesuai ketersediaan data yang ada.
Urgensi sistem jaringan ini adalah untuk mengetahui sistem pergerakan eksisting dan
potensi yang bisa dikembangkan pada sistem jaringan di sekitar kawasan pekerjaan.
Data-data yang diperlukan dalam penyusunan dan diupayakan terkumpul melalui
survei inventarisasi dan pengumpulan data sekunder adalah sebagai berikut:
Ringkasan Data Jalan
1) Data identifikasi ruas jalan yang meliputi:
 Nomor dan panjang ruas jalan
 Nama pengenal jalan
 Titik awal ruas jalan
 Titik akhir ruas jalan
 Sistem jaringan jalan (primer, sekunder)
 Status jalan (nasional, propinsi, kabupaten)
 Peran jalan (arteri, kolektor)
2) Data lokasi ruas jalan yang meliputi:
 Lokasi ruas jalan pada peta propinsi
 Peta lokasi ruas jalan
3) Data Luas lahan dan daerah milik jalan,
4) Data teknik yang meliputi:
 Jenis permukaan jalan (tanah, kerikil, beton aspal, dan beton semen), satuan
yang digunakan adalah km dan m2.
 Jenis jembatan (belum ada, pelayangan, sementara, semi permanen, dan
permanen), satuan yang digunakan adalah buah dan meter.
 Bangunan pengaman dan pelengkap (gorong-gorong, saluran permanen,
drainase bawah tanah, bak penampung, riol, bangunan penahan tanah, kerb,
penutup lereng, krib dan bangunan pengaman bangunan), satuan yang
digunakan adalah buah dan meter.
 Perlengkapan jalan (pagar pengaman, dinding pengaman, patok pemandu,
marka jalan, rambu jalan, patok damija, rambu lalu lintas, lampu lalu lintas,
lampu penerangan, jembatan penyeberangan, shelter dan cermin jalan), satuan
yang digunakan adalah buah dan meter.

57
Data Sistem Transportasi:
a) Karakteristik sistem pengaturan lalu lintas (arah lalu lintas, prioritas, pengaturan
akses, lokasi rambu dan marka, pengaturan waktu sinyal, dan lain sebagainya);
b) Klasifikasi fungsi dan status jalan;
c) Fasilitas pejalan kaki;
d) Jaringan pelayanan/trayek/rute dan fasilitas angkutan umum;
e) Penyediaan kereb dan fasilitas parkir di luar kawasan yang dikembangkan;

4.2.3. Analisis Kinerja Lalu lintas


Karakteristik utama jalan yang mempengaruhi kapasitas dan kinerja jalan jika
dibebani oleh lalu lintas salah satunya adalah geometrik jalan. Dengan data geometrik
jalan, dapat diketahui ukuran dan kondisi jaringan jalan di lapangan. Analisa geometrik
hasil inventarisasi ini meliputi dua komponen pokok yaitu ruas dan simpang yang di
dalamnya termasuk pengaturan yang ada. Untuk keperluan penilaian kinerja simpang perlu
diketahui geometrik simpang secara detail diantaranya lebar jalan, keberadaan median, tipe
pengaturan, jarak konflik dan sebagainya.
Adapun analisis geometrik ruas jalan yang akan dilakukan meliputi data-data sebagai
berikut:
 Tipe jalan
 Lebar jalur
 Kereb
 Bahu
 Median
 Alinyemen Jalan
Dengan analisis geometrik jalan, dapat diketahui data-data riil segmen jalan di lapangan
yang digunakan sebagai dasar acuan untuk menghitung kapasitas suatu jalan.
Analisis data lalulintas yang didapat dari survei lapangan digunakan untuk 2
kebutuhan, yaitu untuk mengevaluasi tingkat pelayanan jalan eksisting pada saat ini dan
masa yang akan datang serta kebutuhan untuk memprediksi jumlah pembebanan lalu lintas
pada jaringan jalan sekitar jalan akses tol. Volume lalu lintas adalah ukuran jumlah
kendaraan pada suatu badan jalan selama periode tertentu. Arus lalu lintas pada suatu jalan
terdiri dari berbagai macam tipe kendaraan. Masing-masing memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap arus lalu lintas di sekitarnya.

58
Volume lalu lintas bervariasi dalam ruang dan waktu. Variasi volume lalu lintas ini
merupakan faktor terpenting yang menggambarkan bagaimana fasilitas jalan digunakan,
serta menjadi faktor yang menentukan dalam perencanaan dan desain serta evaluasi
kinerja jalan. Volume lalu lintas harian di jalan raya direpresentasikan dalam lalu lintas
harian rata-rata (ADT/Average Daily Traffic). Bila volume lalu lintas dihitung untuk
jangka waktu yang lama yang dimungkinkan dengan menggunakan alat permanen dan
perhitungan yang menerus maka AADT (Annual Average Daily Traffic) dapat ditentukan.
Volume lalu lintas untuk dinyatakan dalam kendaraan/hari, dalam hal ini volume
lalu lintas yang dihitung adalah volume kendaraan ringan, kendaraan berat, dan sepeda
motor. Sedangkan kendaraan tidak bermotor seperti becak dan dokar tidak dapat
diperhitungkan karena jumlahnya relatif tidak terlalu banyak dan terdapat hanya pada
beberapa ruas jalan tertentu saja. Untuk lebih jelasnya mengenai Emp Untuk Jalan
Perkotaan dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4. 4 Emp Untuk Jalan Perkotaan


emp
Arus Total
Tipe Jalan MC, lebar lajur
(kend/jam) HV
≤6 m >6m
0 1,3 0,50 0,40
Dua Lajur (2/2 UD)
Tidak ≥ 1800 1,2 0,35 0,25
Terbagi 0 1,3 0,40
Empat Lajur (4/2 UD)
≥ 1800 1,2 0,25
Empat Lajur (4/2 D) 0 1,3 0,40
Dua lajur 1 arah (2/1 D) ≥ 1800 1,2 0,25
Terbagi Enam Lajur (6/2 D) 0 1,3 0,40
Tiga lajur 1 arah (3/1
≥ 1800 1,2 0,25
D)

Pada umumnya kendaraan pada suatu ruas jalan terdiri dari berbagai komposisi
kendaraan sehingga volume lalu lintas menjadi lebih praktis jika dinyatakan dalam jenis
kendaraan standar, yaitu satuan mobil penumpang (smp). Untuk mendapatkan volume
dalam smp, maka diperlukan faktor konversi dari berbagai macam kendaraan menjadi
satuan mobil penumpang, yaitu faktor ekivalensi mobil penumpang atau emp.
Langkah pertama dalam menganalisis kinerja jalan adalah menyamakan satuan
kendaraan yang ada ke dalam satuan mobil penumpang (smp). Hasil tersebut ditampilkan
dalam bentuk pola fluktuasi lalu lintas selama periode survei. Pola ini penting untuk
mengetahui jam sibuk/jam puncak pada lokasi jalan tersebut serta untuk mengetahui pola
rata-rata dari lalu lintas. Selanjutnya setelah didapat jam puncak maka dilakukan analisis
untuk mengetahui kinerja jalan pada ruas-ruas jalan yang disurvei. Kinerja jalan

59
dinyatakan dalam Tingkat Pelayanan Jalan atau Level of Service (LoS), yang merupakan
fungsi dari tingkat kejenuhan jalan (DS).
A. Kapasitas Jalan
Untuk mengetahui nilai derajat kejenuhan suatu ruas jalan besarnya kapasitas jalan
terlebih dahulu diketahui nilainya. Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum melalui
suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Untuk
jalan dua-lajur dua-arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi dua arah),
tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan
per lajur.
Nilai kapasitas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan selama
memungkinkan. Karena lokasi yang mempunyai arus mendekati kapasitas segmen jalan
sedikit (sebagaimana terlihat dari kapasitas simpang sepanjang jalan), kapasitas juga telah
diperkirakan dari analisa kondisi iringan lalu- lintas, dan secara teoritis dengan
mengasumsikan huhungan matematik antara kerapatan, kecepatan dan arus, lihat di hawah.
Kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp), lihat di bawah.
Perhitungan kapasitas menggunakan rumus:
C = C0 . FCW .FCSP .FCSF .FCCS.
dimana:
C : kapasitas (smp/jam)
C0 : kapasitas dasar (smp/jam)
FCSP : faktor penyesuaian distribusi
FCW : faktor penyesuaian lebar jalan
FCSf : faktor penyesuaian gangguan samping
FCcs : faktor penyesuaian ukuran kota
 Kapasitas Dasar (Co)
Kapasitas dasar CO ditentukan berdasarkan tipe jalan dengan nilai yang tertera
pada Tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5 Kapasitas dasar Jalan Perkotaan (CO)
Kapasitas Dasar
No Tipe Jalan/Tipe Alinyemen Catatan
(smp/jam)
1 Empat Lajur Terbagi 1650 Per lajur
2 Empat Lajur Tak Terbagi 1500 Per lajur
1 Dua lajur Tak terbagi 2900 Total 2 arah
Sumber: MKJI: Jalan Perkotaan, 1997:5-50

 Lebar Efektif (FCw)

60
Lebar efektif jalan akan mempengaruhi kapasitas jalan, semakin lebar jalur efektif
yang bisa dimanfaatkan maka semakin besar juga kapasitasnya. Faktor penyesuaian lebar
perkerasan jalan (FCW) dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Kapasitas dasar Jalan Perkotaan (CO)
Lebar Perkerasan
Tipe Jalan FCw
(Wc) (m)
Empat lajur terbagi Per Lajur
atau jalan satu arah 3,00 0,92
3,25 0,96
3,50 1,00
3,75 1,04
4,00 1,08
Empat lajur tak Per Lajur
terbagi 3,00 0,91
3,25 0,95
3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09
Dua lajur tak terbagi Total Dua Arah
5 0,56
6 0,87
7 1,00
8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34

 Pemisah Arah
Faktor arah adalah besarnya perbandingan pemisah arah dari jumlah dua arus
pergerakan. Pada jalan tanpa menggunakan pemisah, maka besarnya faktor penyesuaian
untuk jalan tersebut tergantung pada besarnya pemisah kedua arah seperti yang
ditampilkan pada Tabel 4.7 di bawah.
Tabel 4. 7 Faktor Pemisah Arah (FCsp)

50- 60-
Pemisahan Arah Sp %-% 50 55-45 40 65-35 70-30
Dua lajur 2/2 1.00 0.97 0.94 0.91 0.88
FCSP
Empat lajur 4/2 1.00 0.985 0.97 0.955 0.94

 Aktivitas Hambatan Samping


Hambatan samping yang berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan perkotaan
adalah:
1) Jumlah pejalan kaki;
2) Jumlah kendaraan berhenti;

61
3) Jumlah kendaraan bermotor yang keluar masuk dari lahan samping jalan dan
jalan samping;
4) Arus kendaraan lambat yaitu sepeda, becak, delman, pedati.
Tingkat hambatan samping dikelompokkan kedalam lima kelas dari yang rendah
sampai sangat tinggi sebagai fungsi dari frekuensi kejadian hambatan samping sepanjang
segmen jalan yang diamati. Menurut MKJI 1997 kelas hambatan samping dikelompokkan
seperti pada Tabel 4.8 berikut :
Tabel 4. 8 Kelas Hambatan Samping
Jumlah Berbobot per
Kelas Hambatan
Kode 200m per jam (dua Kondisi Khusus
Samping
sisi)
Sangat Rendah VL <100 Daerah pemukiman; jalan dengan jalan samping
Rendah L 100-299 Daerah pemukiman; beberapa kendaraan umum dsb.
Sedang M 300-399 Daerah industri; beberapa toko disisi jalan
Tinggi H 500-899 Daerah komersial: aktivitas sisi jalan tinggi
Daerah komersial: dengan aktivitas pasar di samping
Sangat Tinggi VH >900
jalan
Sumber: MKJI: Jalan Perkotaan

 Ukuran Kota
Faktor penyesuaian kapasitas berdasarkan ukuran kota dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut
ini.
Tabel 4. 9 Faktor kapasitas untuk Ukuran Kota (FCCS)
Ukuran kota Faktor penyesuaian untuk ukuran kota
(Juta Penduduk) (FCCS)
< 0,1 0.86
0,1-0,5 0.90
0,5-1,0 0.94
1,0-0,3 1.00
>0,3 1.04
B. Derajat Kejenuhan (DS)
Kinerja jaringan jalan diindikasikan dengan indeks tingkat pelayanan (ITP) lalu
lintasnya, ITP ini ditentukan dengan berdasarkan nilai derajat kejenuhan ruas jalan yang
biasa disebut VCR (volume capacity ratio) yang bermanfaat dalam penentuan rekomendasi
jenis penanganan bagi ruas jalan. Langkah pertama dalam menganalisis kinerja jalan
adalah menyamakan satuan kendaraan yang ada dalam satuan mobil penumpang (smp)
dengan menggunakan koefisien emp (ekivalensi mobil penumpang). Untuk mengetahui
parameter tingkat pelayanan dapat disimak pada Tabel 4.10.
Selanjutnya hasil tersebut ditampilkan dalam bentuk pola fluktuasi lalu lintas selama
periode survei untuk mengetahui jam sibuk/jam puncak pada lokasi jalan tersebut serta
untuk mengetahui pola rata-rata dari lalu lintas. Volume jam puncak kemudian akan
digunakan untuk menghitung kinerja jalan yang diindikasikan dengan derajat kejenuhan

62
jalan. Tingkat pelayanan (LoS) didasarkan pada nilai derajat kejenuhan (DS) pada ruas
jalan dengan persamaan berikut.
DS = Q / C
Dimana:
DS : Tingkat Pelayanan Jalan
Q : Volume Lalu lintas (smp/jam)
C : Kapasitas Jalan (smp/jam)

Tabel 4. 10 Parameter Tingkat pelayanan


Tingkat Nilai D/S
Karakteristik-Karakteristik
Pelayanan Primer Sekunder
Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi. Pengemudi dapat 0,00 – 0,00 –
A
memilih kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan 0,30 0,60
Arus stabil, tetapi kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kondisi lalu 0,31 – 0,61 –
B
lintas. Pengemudi memiliki kebebasan untuk memilih kecepatan 0,50 0,75
Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan dikendalikan. 0,51– 0,71 –
C
Pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan 0,75 0,80
Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dikendalikan, V/C masih 0,76 – 0,81 –
D
dapat ditolerir 0,90 0,90
Volume lalulintas mendekati / berada pada kapasitas arus tidak stabil, 0,91– 0,91 –
E
kecepatan terkadang terhenti 1,00 1,00
Arus yang dipaksakan atau macet, kecepatan rendah. Antrian panjang
F >1,00 >1,00
dan terjadi hambatan yang besar

4.2.4. Analisis Kinerja Simpang Tak Bersinyal


Kapasitas persimpangan sistem jaringan jalan tidak saja dipengaruhi oleh kapasitas
ruas jalannya, tetapi juga kapasitas persimpangannya (baik yang diatur oleh lampu lalu
lintas maupun tidak). Bagaimana pun juga baiknya kinerja ruas jalan dari suatu sistem
jaringan jalan, jika kinerja persimpangannya sangat rendah maka kinerja seluruh sistem
jaringan jalan tersebut akan menjadi rendah pula. (Tamin, 1997).
Volume lalu lintas merupakan komponen penting dalam analisis kinerja
persimpangan, dimana tipe pengaturan simpang akan berpengaruh pada komposisi lalu
lintas pada simpang. Volume lalu lintas pada simpang terdiri dari beberapa pergerakan
mebelok kendaraan sesuai pengendalian da pengaturan yang ada pada simpang. Seperti
halnya pada ruas jalan jumlah kendaraan pada simpang disetarakan dengan
menggunakakoefisien ekivalensi mobil penumpang (emp) yang berbeda-beda. Untuk
mengatahui Ekivalensi Mobil Penumpang Untuk Simpang dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Pembagian kendaraan untuk penentuan ekivalensi mobil penumpang (emp) pada
analisis simpang lebih sederhana dibandingkan dengan analisis ruas jalan. Pada simpang
bersinyal kendaraan dipisahkan menjadi Kendaraan Ringan (LV), Kendaraan Berat (HV),

63
dan Sepeda Motor (MC). Perbedaan yang signifikan dalam penggolongan ini adalah untuk
sepeda motor menurut tipe pendekat, pada pendekat terlawan yang memungkinkan
terjadinya konflik antar arus yang berlawanan memiliki emp sepeda motor yang lebih
besar dari pendekat tipe terlindung. Pendekat tipe terlindung ini tidak mengijinkan
terjadinya konflik arus yang berlawanan dengan pemisahan fase tersendiri. Adapun Bagan
Alir Analisis Simpang Tak Bersinyal dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Tabel 4. 11 Ekivalensi Mobil Penumpang Untuk Simpang
emp Untuk Tipe Pendekat
Jenis Kendaraan Simpang Bersinyal Simpang
Terlindung Terlawan Tak Bersinyal
Kendaraan Ringan (LV) 1,0 1,0 1,0
Kendaraan Berat (HV) 1,3 1,3 1,3
Sepeda Motor (MC) 0,2 0,4 0,5
Sumber : MKJI, 1997

LANGKAH A: DATA MASUKAN


A1: Kondisi Geometrik
A2: Kondisi lalu-lintas
A3: Kondisi lingkungan

LANGKAH B: KAPASITAS
PERUBAHAN B1: Lebar pendekat dan tipe simpang
B2: Kecepatan dasar
B3: Faktor Penyesuaian lebar pendekat
B4: Faktor penyesuaian median jalan utama
B5: Faktor penyesuaian ukuran kota
B6: Faktor penyesuaian tipe lingkungan, hambatan
sampig dan kend. Tak bermotor
B7: Faktor penyesuaian belok kiri
B8: Faktor penyesuaian belok kanan
B-9: Faktor penyesuaian arus jalan minor
B-10: Kapasitas

LANGKAH C: PERILAKU LALU-LINTAS


C1: Derajat kejenuhan
C2: Tundaan
YA C3: Peluang antrian
C4: Penilaian perilaku lalu-lintas

Perlu penyesuaian anggapan mengenai perencanaan dsb.

TIDAK

Akhir analisa

Gambar 4. 6 Bagan Alir Analisis Simpang Tak Bersinyal


A. Kapasitas Simpang Tak Bersinyal

64
Perhitungan kapasitas persimpangan tidak berlampu lalu lintas ditetnukan dengan
persamaan berikut: (MKJI, 1997: 3-39).
C = C0 x FW x FM x FCS x FRSU x FLT x FRT x FMI (smp/jam)
C : Kapasitas (smp/jam)
C0 : Kapasitas dasar (smp/jam)
FW : Faktor koreksi kapasitas untuk lebar jalan persimpangan
FM : Faktor koreksi kapasitas jika ada pembatas median pada lengan
FCS : Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (jumlah penduduk)
FRSU : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya tipe lingkungan & gangguan
samping
FLT : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kiri
FRT : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kanan
FMI : faktor koreksi kapasitas akibat adanya arus lalu lintas pada jalan minor
1) Tipe Simpang
Tipe simpang menentukan jumlah lengan simpang dan jumlah lajur pada jalan
utama dan jalan minor pada lengan minor pada lengan simpang tersebut dengan kode
tiga angka. Jumlah lengan simpang adalah lengan dengan lalu lintas masuk dan keluar
atau keduanya. Untuk mengetahui tipe sampang tak bersinyal dapat dilihat pada Tabel
4.12.
Tabel 4. 12 Tipe Simpang Tak Bersinyal
Jumlah lengan Jumlah lajur Jumlah lajur
Kode
Simpang jalan minor jalan utama
322 3 2 2
324 3 2 4
342 3 4 2
422 4 2 2
424 4 2 4

2) Kapasitan Dasar
Tipe kapasitas dasar dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut ini:
Tabel 4. 13 Tipe kapasitas Dasar
Kode IT (Tipe simpang) Kapasitas Dasar (smp/jam)
322 2700
342 2900
324 atau 344 3200
422 2900
424 atau 444 3400

65
3) Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat
Faktor Penyesuaiam Lebar Pendekat dapat dilihat pada Tabel 3.14 dibawah ini:
Tabel 3. 14 Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat
Kode IT (Tipe Faktor penyesuaian Lebar
simpang) Pendekat (FW)
322 0,73 + 0,0760 W1
342 0,67 + 0,0698 W1
324 atau 344 0,62 + 0,0646 W1
422 0,70 + 0,0866 W1
424 atau 444 0,61 + 0,0740 W1

4) Faktor Penyesuaian Median Jalan Utama


Untuk mengetahui lebih jelas mengenai Faktor Penyesuaian Median Jalan
Utama dapat dilihat pada Tabel 4.15 dibawah ini:
Tabel 4. 15 Faktor Penyesuaian Median Jalan Utama
Uraian Tipe Median Faktor Penyesuaian

Tidak ada median pada jalan utama Tidak ada 1,00

Ada median jalan utama, lebar < 3 m Sempit 1,05

Ada median jalan utama, lebar > 3 m Lebar 1,20

5) Faktor Penyesuaian Ukuran Kota


Untuk Faktor Penyesuaian berdasarkan Ukuran Kota dapat dilihat pada Tabel
4.16 dibawah ini:
Tabel 4. 16 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
Penduduk Faktor penyesuaian ukuran
Ukuran kota (CS)
(Juta) kota (FCS)
Sangat kecil < 0,1 0,82
Kecil 0,1-0,5 0,88
Sedang 0,5-1,0 0,94
Besar 1,0-3,0 1,00
Sangat besar > 3,0 1,05

6) Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan


Kendaraan Tak Bermotor

66
Untuk Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan dan Hambatan Samping lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.17 dibawah ini:

Tabel 4. 17 Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan dan Hambatan Samping


Rasio kendaraan tak bermotor (PUM)
Tipe lingkungan
Kelas hambatan samping SF 0,0 0,1 0,1
jalan 0,05 0,20 > 0,25
0 0 5
0,9 0,8 0,7
Tinggi 0,88 0,74 0,70
3 4 9
0,9 0,8 0,8
Komersial Sedang 0,89 0,75 0,70
4 5 0
0,9 0,8 0,8
Rendah 0,90 0,76 0,71
5 6 1
0,9 0,8 0,8
Tinggi 0,91 0,77 0,72
6 6 2
0,9 0,8 0,8
Permukiman Sedang 0,92 0,77 0,73
7 7 2
0,9 0,8 0,8
Rendah 0,93 0,78 0,74
8 8 3
1,0 0,8 0,8
Akses terbatas Tinggi/sedang/rendah 0,95 0,80 0,75
0 5 5

7) Faktor Penyesuaian Belok Kiri (MKJI, 1997: 3-36)


FLT = 0,84 + 1,61 PLT
8) Faktor penyesuaian belok kanan (MKJI, 1997: 3-37)
4-lengan : FRT = 1,0

3-lengan : FRT = 1,09-0,922 PRT


9) Faktor penyesuaian belok kanan (MKJI, 1997: 3-37)
Untuk Faktor Penyesuaian Rasio Arus Jalan Minor dapat disimak pada Tabel
4.18 dibawah ini:
Tabel 4. 18 Faktor Penyesuaian Rasio Arus Jalan Minor
IT FMI PMI
422 1,19 x PMI2 1,19 x PMI + 1,19 0,1 0,9
424 16,6 x PMI4 – 33,3 x PMI3 + 25,3 x PMI2 – 8,6 x PMI + 1,95 0,1 – 0,3
444 1,11 x PMI2 – 1,11 x PMI + 1,11 0,3 – 0,9
1,19 x PMI2 – 1,19 x PMI + 1,19 0,1 – 0,5
322
-0,595 x PMI2 + 0,595 x PMI3 + 0,74 0,5 – 0,9
1,19 x PMI2 – P2,38 x PMI + 1,49 0,1 – 0,5
342
1,19 x PMI2 – P 2,38 x PMI + 1,49 0,5 – 0,9
16,6 x PMI4 – 33,3 x PMI3 + 25,3 x PMI2 – 8,6 x PMI + 1,95 0,1 – 0,3
324
1,11 x PMI2 – 1,11 x PMI + 1,11 0,3-0,5
344
-0,555 x PMI2 + 0,555 x PMI + 0,69 0,5-0,9

B. Derajat Kejenuhan

67
Derajat Kejenuhan untuk simpang tidak bersinyal dihitung sebagai berikut :
(MKJI,1997)

Q smp
DS =
C
Dimana :
Qsmp = arus total (smp/jam) dihitung sebagai berikut :
Qsmp = Qkend x Fsmp
Fsmp = faktor smp, dihitung sebagai berikut :
emp LV x LV %+empHV x HV % + empMC x MC %
Fsmp =
100
Dimana emp LV, LV%, empHV, HV%, emp MC dan MC% adalah emp dan
komposisi lalu lintas untuk kendaraan ringan, kendaraan berat dan sepeda motor.
C = kapasitas (smp/jam)
C. Tundaan
Tundaan merupakan waktu tempuh tambahan untuk melewati simpang bila
dibandingkan dengan situasi tanpa simpang, yang terdiri dari tundaan lalu lintas dan
tundaan geometrik. Tundaan pada simpang dapat terjadi karena dua sebab yaitu :
1) Tundaan Lalu Lintas (DT) akibat interaksi lalu lintas dengan gerakan lain
dalam simpang.
2) Tundaan Geometrik (DG) akibat perlambatan dan percepatan kendaraan yang
terganggu dan tidak terganggu.
 Tundaan lalu lintas simpang (DT I) adalah tundaan lalu lintas, rata-rata untuk
semua kendaraan bermotor yang masuk simpang denga persamaan(MKJI, 1997):
Untuk DS  0,6 : DTI = 2 + 8,2708 x DS – (1 - DS)2
Untuk DS > 0,6 : DTI = 1,0504/(0,2742 – 0,2042 x DS) – (1 – DS)2
 Tundaan lalu lintas jalan minor (DTMI) : Tundaan lalu lintas jalan minor rata-rata,
ditentukan berdasarkan tundaan simpang rata-rata dan tundaan jalan utama rata-rata
(MKJI, 1997).
DTMI = (QTOT x DTI – QMA x DTMA)/QMI

Dimana :
DTMI = tundaan lalu lintas jalan minor
DTMA = tundaan lalu lintas jalan utama
QTOT = arus total

68
QMA = arus jalan utama
QMI = arus jalan minor
 Tundaan lalu lintas jalan utama (DTMA) : Tundaan lalu lintas rata-rata semua
kendaraan bermotor yang masuk persimpangan dari jalan utama. (MKJI, 1997)
Untuk DS  0,6 : DTMA = 1,8 + 5,8234 x DS – (1- DS)1,8
Untuk DS > 0,6 : DTMA = 1,05034/ (0,346-0,246 x DS) – (1-DS)1,8 , dimana :
DTMA = tundaan lalu lintas jalan utama
DS = derajat kejenuhan
 Tundaan geometrik simpang (DG) adalah tundaan geometrik rata-rata seluruh
kendaraan bermotor yang masuk simpang. DG dihitung dari persamaan berikut.
(MKJI, 1997)
Untuk DS < 1,0 :
DG = (1-DS) x (PT x 6 + (1- PT)3) + DS4 (det/smp)
Untuk DS  1,0 ; DG = 4

Dimana :
DS =derajat kejenuhan
PT = rasio arus belok terhadap arus total
6 dtk = tundaan geometrik normal untuk kendaraan belok yang tak terganggau
(det/smp).

4 dtk = tundaan geometrik normal untuk kendaraan yang terganggu (det/smp)


 Tundaan simpang (D), dapat dihitung sebagai berikut : (MKJI, 1997)
DG = DG + DTI (det/smp)
Dimana :
DG = tundaan geometrik simpang
DTI = tundaan lalu lintas simpang

D. Peluang Antrian
Peluang antrian ditentukan dari kurva peluang antrian/derajat kejenuhan secara
empiris.
QP%= 47,71 x DS-24,68 x DS2 + 56,47 x DS3
QP% = 9,02 x DS +20,66 x DS2 + 10,49 x DS3

E. Tingkat Pelayanan Persimpangan Tak Bersinyal

69
Ketika volume melebihi kapasitas dari lajur, tundaan yang parah akan disertai
dengan panjang antrian yang mungkin berpengaruh pada pergerakan lalu lintas di
persimpangan-persimpangan. Kondisi ini biasanya membutuhkan perbaikan geometrik
pada persimpangan. Tingkat pelayanan untuk persimpangan tidak bersinyal dapat dilihat
pada tabel 4.19.
Tabel 4. 19 Tingkat Pelayanan Pada Simpang Tak Bersinyal
Kapasitas Tingkat
Tundaan untuk lalu lintas jalan minor
sisa pelayanan
> 400 A Sedikit dan tidak ada tundaan
300-399 B Tundaan lalu lintas singkat
200-299 C Tundaan lalu lintas rata-rata
100-199 D Tundaan lalu lintas lama
0-99 E Tundaan lalu lintas sangat lama
* F *
4.2.5. Analisis Kinerja Simpang Bersinyal
A. Kapasitas Persimpangan Bersinyal
Kapasitas lengan persimpangan berlampu lalu lintas dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu nilai arus jenuh, waktu hijau efektif dan waktu siklus seperti yang dinyatakan
dalam persamaan berikut (MKJI, 1997) :
S. g
C=
c (smp/jam)
Dimana :
C : Kapasitas (smp/jam)
S : Arus jenuh
G : Waktu hijau efektif
c : Waktu siklus
1) Penentuan Arus Jenuh
Adanya nilai arus jenuh suatu persimpangan berlampu lalu lintas dapat dihitung dengan
persamaan (MKJI, 1997) :
S = S0 x FCS x FSF x FG x FP x FLT x FRT (smp/waktu hijau efektif)
Dimana
S : Arus jenuh (smp/waktu hijau efektif)
SO : Arus jenuh dasar (smp/waktu hijau efektif)
FCS : Faktor koreksi arus jenuh akibat ukuran kota (jumlah penduduk)
FSF : Faktor koreksi arus jenuh akibat adanya gangguan samping yang meliputi
faktor tipe lingkungan jalan dan kendaraan tidak bermotor
FG : Faktor koreksi arus jenuh akibat kelandaian jalan

70
FP : Faktor koreksi dengan arus jenuh akibat adanya kegiatan perparkiran dekat
lengan persimpangan
FLT : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kiri
FRT : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kanan
Bagan Alir tentang Analisis Simpang Bersinyal dapat dilihat pada Gambar 4.7.

LANGKAH A: DATA MASUKAN


A1: Geometrik, pengaturan lalu-lintas dan kondisi lingkungan
A2: Kondisi Geometrik

LANGKAH B: PENGGUNAAN SIGNAL


B1: Fase awal
B2: Waktu anatar hijau dan waktu hilang

PERUBAHAN
Ubah penentuan fase LANGKAH C: PENENTUAN WAKTU SIGNAL
sinyal, lebar pendekat, C1: Tipe pendekat
aturan membelok, C2: Lebar pendekat efektif
dsb. C3: Arus jenuh dasar
C4: Faktor-faktor penyesuaian
C5: Rasio arus-arus jenuh
C6: Waktu siklus dan waktu hijau

LANGKAH D: KAPASITAS
D1: Kapasitas
D2: Keperluan untuk perubahan

LANGKAH E: PERILAKU LALU-LINTAS


E1: Persiapan
E2: Panjang antrian
E-3: Kendaraan terhenti
E-4: Tundaan

Gambar 4. 7 Bagan Alir Analisis Simpang Bersinyal


2) Penentuan Faktor Koreksi Arus Jenuh
 Arus Jenuh Dasar (S0)
Merupakan besarnya keberangkatan antrian dalam suatu pendekatan selama
kondisi ideal (smp/jam hijau). Perhitungan arus jenuh dasar untuk pendekat
terlindung (P) adalah (MKJI, 1997) :
SO = 600 x We, dimana (We = lebar efektif)
Untuk pendekat tipe terlawan (O), nilai SO ditentukan sebagai fungsi dari
lebar efektif pendekat (We) dan arus lalu lintas belok kanan pada pendekat tersebut
(QRT) dan juga pendekat terlawan (QRTO).

 Faktor Koreksi Arus Jenuh Akibat Gangguan Samping (FSF)

71
Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan dan Hambatan Samping dapat
dilihat pada Tabel 4.20.

Tabel 4. 20 Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan dan Hambatan Samping


Lingkungan Hambatan Rasio kendaraan tak bermotor
Tipe fase
Jalan Samping 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25
Komersil Tinggi Terlawan 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70
(COM) Terlindung 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,81
Sedang Terlawan 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,71
Terlindung 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82
Rendah Terlawan 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,72
Terlindung 0,95 0,93 0,90 0,89 0,87 0,83
Pemukiman Tinggi Terlawan 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72
(RES) Terlindung 0,96 0,94 0,92 0,99 0,86 0,84
Sedang Terlawan 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,73
Terlindung 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85
Rendah Terlawan 0,98 0,93 0,88 0,83 0,80 0,74
Terlindung 0,98 0,96 0,94 0,94 0,88 0,86
Akses Terlawan 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75
Terbatas Terlindung 1,00 0,98 0,95 0,93 0,90 0,88

 Faktor Koreksi Arus Jenuh Akibat Ukuran Kota (FCS)

Untuk Faktor Penyesuaian Ukuran Kota dapat dilihat seperti Tabel 4.21 berikut:
Tabel 4. 21 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota

Penduduk kota Faktor penyesuaian


(Juta Jiwa) ukuran Kota (FCS)
> 3,0 1,05
1,0 – 3,0 1,00
0,5 – 1,0 0,94
0,1 – 0,5 0,83
< 0,1 0,82

 Faktor Koreksi Arus Jenuh Akibat Kelandaian (FG)

Untuk Faktor Koreksi Arus Jenuh Akibat Kelandaian (FG) seperti Gambar 4.8.

72
Gambar 4. 8 Faktor Penyesuaian Untuk Kelandaian (FG)
 Faktor Koreksi Arus Jenuh Akibat Kegiatan Parkir Dekat Lengan Simpang (FP)
Faktor Koreksi Arus Jenuh Akibat Kegiatan Parkir Dekat Lengan Simpang
(FP) dapat dilihat pada Gambar 4. 9 berikut:

Gambar 4. 9 Faktor Penyesuaian Pengaruh Parkir dan Lajur Belok kiri yang Pendek (FC)
 Faktor penyesuaian belok kiri (FLT)
Faktor penyesuaian akibat pergerakan belok kiri khusus untuk pendekat Tipe P
ditentukan dengan persamaan (MKJI, 1997) :
FLT = 1,0 – PLT x 0,16
 Faktor penyesuaian belok kanan (FRT)
Faktor penyesuaian akibat pergerakan belok kiri khusus untuk pendekat P
ditentukan dengan persamaan (MKJI, 1997) :
FRT = 1,0 –PRT x 0,26

3) Penentuan Waktu Sinyal


 Waktu Antar Hijau dan Waktu Hilang
Waktu antar hijau (IG) merupakan waktu dimana periode kuning + merah
semua antar dua fase sinyal yang berurutan (detik). Sedangkan waktu merah

73
semua adalah waktu dimana sinyal merah menyala bersamaan dalam pendekat-
pendekat yang dilayani oleh dua fase sinyal yang berurutan (det).
( L EV +I EV ) L AV

Merah semua =
[ V EV
+
V AV ] max

Dimana :
LEV, LAV = jarak dari garis henti ke titik konflik masing-masing untuk
kendaraan berangkat dan datang (m)
IEV = panjang kendaraan yang berangkat (m)
VEV, VAV = kecepatan masing-masing untuk kendaraan yang berangkat dan
yang datang (m/det)
Waktu hilang (LTI) merupakan jumlah semua periode antar hijau dalam
siklus yang lengkap (det). Waktu hilang dapat juga diperoleh dari beda antara
waktu siklus dengan jumlah waktu hijau dalam semua fase yang berurutan.

LTI = ∑ (Merahsemua + kuning) = ∑ IG


 Waktu siklus sebelum penyesuaian (Cua) (MKJI, 1997)
Cua = (1,5 x LTI +5)/(1-IFR)
 Waktu Hijau (g) (MKJI, 1997)
Gi = (Cua – LTI) x Pri
 Waktu siklus yang disesuaiakan (MKJI,1997)

C= ∑ g+LTI

4) Penentuan Rasio Arus/Rasio Arus Jenuh


 Rasio Arus (FR) ditentukan dengan persamaan (MKJI,1997) :
FR = Q/S
 Rasio arus simpang (IFR) ditentukan dengan persamaan (MKJI, 1997) :

IFR = ∑ (FRcrit )
Dimana FRcrit merupakan rasio arus kritis (tertinggi) pada masing-masing fase
 Rasio Fase (PR), ditentukan dengan persamaan (MKJI,1997) :
PR = FRcrit/IFR

74
B. Derajat Kejenuhan (DS)
Derajat kejenuhan untuk simpang bersinyal dihitung dengan persamaan berikut
(MKJI, 1997) :
DS = Q/C =(Q x c)/(S x g)
Dimana :
Q = jumlah unsur lalu lintas yang melalui titik terganggu di hulu, pendekat per
satuan waktu
C = Kapasitas (smp/jam)
S = arus jenuh (smp/jam hijau)
c = waktu siklus sinyal (det)
g = waktu hijau (det)

C. Panjang Antrian
Panjang antrian (QL) merupakan jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal
hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1)
ditambah dengan jumlah smp yang datang selama fase merah (NQ2). (MKJI, 1997:)
NQ = NQ1 + NQ2

Dengan :

NQ1 = 0,25 x C x
[ √
( DS−1 + ( DS−1)2 +
8 x ( DS−0,5)
C ]
1−GR Q
x
NQ2 = c x 1−GR−DS 3600
NQ max ×20
QL = W masuk

NQmax merupakan nilai penyesuaian dari NQ yang ditentukan dari grafik


hubungan jumlah antrian rata-rata dengan peluang untuk pembebanan lebih (POL). Gambar
3.10 digunakan dalam penentuan nilai Nqmax untuk menyesuaikan NQ dalam peluang
yang diinginkan terjadinya pembebanan lebih POL (%). Untuk perancangan dan
perencanaan disarankan POL  5% sedangkan untuk operasi suatu nilai POL = 5 – 10%
mungkin dapat diterima . Untuk nilai NQmax dapat dilihat pada Gambar 3.10.

75
Gambar 3. 10 Perhitungan Jumlah Antrian NQmax

D. Kendaraan Terhenti
Laju henti (NS) merupakan jumlah rata-rata berhenti per smp (termasuk berhenti
berulang dalam antrian) dengan persamaan (MKJI,1997) :
NQ
x 3600
NS = 0,9 x
Q XC

Jumlah kendaraan terhenti (NSV)


NSV = Q x NS
Angka Henti Total (NSTOT)
∑ N sv
NSTOT = Qtot

E. Tundaan
Tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui simpang
apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui simpang. Tundaan rata-rata untuk suatu
pendekat j dihitung sebagai (MKJI, 1997) :
Dj = DTj + DGj
Dimana :
Dj = tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
DTj = tundaan lalu lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
DGj = tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari
persamaan berikut (MKJI,1997):

76
0,5 x (1 − GR )2 NQ1 x 3600
+
DTj = c x (1 − GR x DS ) C
Dimana :
DTj = Tundaan lalu lintas rata-rata pada pendekat j (det/smp)
GR = rasio hijau (g/c)
DS = derajat kejenuhan
C = kapasitas (smp/jam)
NQ1 = jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya.
Tundaan geometrik rata-rata pada suatu pendekatan j dapat diperkirakan
sebagai berikut (MKJI, 1997) :
DGj = (1- PSV) x PT x 6 + (PSV x 4)
Dimana :
DGj = tundaan geometrik rata-rata pada pendekat j (det/smp)
PSV = rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat
PT = rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat

F. Tingkat pelayanan persimpangan bersinyal


Tingkat pelayanan persimpangan bersinyal dapat dilihat dari tundaan dan
kapasitas sisa persimpangan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.22 berikut.
Tabel 4. 22 Tingkat Pelayanan Persimpangan Bersinyal
Tundaan per
ITP
kendaraan (detik)
A  5,0
B 5,1 – 15,0
C 15,1 – 25,0
D 25,1- 40,0
E 40,1 –60,0
F > 60,0
Sumber : Tamin, 2000

G. Tipe Penanganan Simpang


Tamin (1997) menyebutkan bahwa kapasitas sistem jaringan jalan tidak saja
dipengaruhi oleh kapasitas ruas jalannya, tetapi juga kapasitas persimpangannya.
Bagaimana pun juga baiknya kinerja ruas jalan dari suatu sistem jaringan jalan, jika kinerja
persimpangannya sangat rendah maka kinerja seluruh sistem jaringan jalan tersebut akan
menjadi rendah pula. (Tamin, 1997). Tujuan pengaturan lalu lintas pada simpang adalah
untuk menjaga keselamatan dengan memberikan petunjuk yang jelas dan terarah. Data

77
arus lalu lintas tiap pendekat menentukan pengaturan yang tepat untuk simpang, Penentuan
tipe pengaturan simpang berdasarkan arus ditampilkan pada Gambar 4.11.

Sumber : Alik, 2005


Gambar 4. 11 Penentuan Pengaturan Simpang

4.2.6. Analisis ATP WTP


Peninjauan terhadap kemampuan membayar pengguna dilakukan dengan
menggunakan metode ATP dan WTP.Dasar pendekatan yang akan digunakan menghitung
ATP untuk setiap anggota keluarga tersebut persatuan kilometer perjalanan yang ditempuh
dapat dihitung berdasarkan metode Travel Cost dengan persamaan:
Ic x %TC
ATP=
d
Keterangan:
ATP : Daya beli responden (Rp/kilometer)
Ic : Penghasilan (Rp/bulan)
d : frekuensi perjalanan
Perhitungan nilai WTP dipengaruhi oleh (a) Produk yang ditawarkan / disediakan
oleh operator jasa pelayanan transportasi, (b) kualitas dan kuantitas pelayanan yang
disediakan, (c) Utilitas atau maksud pengguna terhadap angkutantersebut, dan (d)
penghasilan pengguna. Berdasarkan Nilai ATP dan WTP akan didapatkan grafik hubungan
keduanya seperti contoh Gambar 4.11 berikut :

78
Gambar 4. 11 Contoh Hubungan ATP-WTP
Dari grafik diatas akan didapatkan 3 kesimpulan hasil yaitu:
(a) ATP > WTP (kemampuan lebih besar dari keinginan membayar)
(b) ATP < WTP (kemampuasn lebih rendah dari keinginan membayar)
(c) ATP =WTP (kemampuan dan keinginan sama besar).
Nilai tarif ideal yang dimaksud juga dipengaruhi oleh tingkat perkembangan
wilayah studi yang ditinjau berdasarkan PDRB (Produk Domestik regional Bruto), BPS
menyatakan 3 pendekatan dalam perhitungan PDRB suatu daerah yaitu, pendekatan
produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran. Tarif ideal yang didapatkan
akan disesuaikan dengan komposisi tarif per Golongan kendaraan oleh Direktorat Jendral
Bina Marga pada tahun 2007. Golongan 1 = 1, Golongan 2 = 1,5, Golongan 3 = 2,
Golongan 4 = 2,5, dan Golongan 5 = 3.

4.2.7. Analisis Stated Preference


Preferensi pengguna jalan eksisting untuk berpindah rute menuju jalan tol
dipengaruhi oleh dua variabel yaitu tarif tol per kilometer dan kinerja jalan eksisting yang
biasanya diindikasikan dengan waktu tempuh. Dalam kaitannya dengan tarif tol pengguna
jalan cenderung tertarik berpindah ke jalan tol apabila tarif yang dikenakan cukup
rendah,serta memberikan manfaat penghematan waktu yang cukup. Probabilitas berpindah
yang didasarkan pada besaran tarif akan diidentifikasi dengan metode stated preference.
Menurut Hensher (1994), Stated Preference berarti pernyataan preferensi tentang
suatu alternatif dibanding alternatif-alternatif yang lain, merupakan suatu pendekatan
dengan memberikan pernyataan pilihan berupa suatu hipotesa untuk dipilih atau dinilai
oleh responden. Teknik ini menggunakan pernyataan preferensi dari para responden untuk
menentukan alternatif rancangan yang terbaik dari beberapa macam pilihan rancangan.

79
Teknik Stated Preference merupakan pendekatan terhadap responden untuk
mengetahui respon mereka terhadap situasi yang berbeda. Masing-masing individu ditanya
tentang responnya jika mereka dihadapkan kepada situasi yang diberikan dalam keadaan
yang sebenarnya (bagaimana preferensinya terhadap pilihan yang ditawarkan). Dalam
proses wawancara probabilitas berpindah dengan metode ini, derajat kejenuhan
diasosiasikan dengan kecepatan dan waktu tempuh melalui jalan eksisting bila
dibandingkan dengan waktu tempuh melalui jalan tol. Untuk mengetahui Nilai Koefisien
Rating dapat dilihat pada Tabel 4.23 dibawah ini:
Tabel 4. 23 Nilai Koefisien Rating
Tingkat kesukaan/ Skala Probabilitas
Pilihan
Degree odf Prefreence (Berkson-Theil Transformastion)
1 Pasti memilih A 0,1
2 Mungkin memilih A 0,3
3 Pilihan Berimbang 0,5
4 Pasti memilih B 0,7
5 Mungkin memilih B 0,9

Dari hasil survai yang telah dilakukan didapat data dengan skala kualitatif, data ini
diubah menjadi skala kuantitatif kemudian meregresi skala tersebut dengan regresi linier
dan regresi linier berganda sehingga didapatkan persamaan pemilihan moda. Skala
probabilitas tersebut akan menjadi variabel terikat, sedangkan selisih tiap-tiap atribut akan
menjadi variabel bebasnya. Model yg sudah terbentuk dari hasil wawancara atas beberapa
kondisi kinerja jalan, kemudian diplotkan sesuai kondisi VCR saat ini pada jalan ekstisng.
Data hasil survey dengan keluaran pilihan responden terhadap tarif tol yang
berdasarkan atas tingkat pelayanan atau kondisi jalan eksisting ditabulasi sehingga data
dikelompokan berdasarkan nilai VCR dan variasi pilihan tarifnya beserta nilai rating yang
merupakan koefisien utilitasnya seperti pada tabel di bawah ini.
Sumbu x (horizontal) merupakan tarif tol per km dan sumbu y (vertikal) merupakan
persentase pengguna jalan, sehingga dari masing-masing kondisi eksisting yang
digambarkan dengan besar nilai VCR maka besar preferensi pengguna jalan dengan besar
tarif pada sumbu x ditarik garis kearah sumbu y. Fungsi utilitas adalah mengukur daya
tarik setiap pilihan (scenario hipotesa) yang diberikan pada responden. Fungsi ini
merefleksikan pengaruh pilihan responden pada seluruh atribut yang termasuk dalam
Stated Preference.

4.2.8. Pemodelan Empat Tahap

80
Pemodelan transportasi adalah upaya merepresentasikan permintaan perjalanan
pergerakan secara sederhana yang akan digunakan untuk memprediksikan (forecasting)
jumlah perjalanan pada masa yang akan datang. Permintaan perjalanan ini umumnya
dimodelkan dalam 4 tahapan (four step models) yang terdiri atas (Salter, 1976) yaitu:
1. Model bangkitan dan tarikan perjalanan (trip generation model)
2. Model distribusi Perjalanan (trip distribution model)
3. Model pemilihan moda (modal split model)
4. Model pembebanan perjalanan (trip assignment model
Keempat tahapan pemodelan transportasi ini dilakukan untuk mngetahui
karakteristik perjalanan untuk setiap guna lahan dengan menghitung jumlah perjalanan
dari suatu zona dan yang tertarik ke suatu zona, jenis kendaraan yang digunakan, distribusi
perjalanan antar zona serta pembebanannya pada rute yang tersedia. Masing - masing
tahap dalam model berupa pengembangan hubungan secara matematis guna
mensimulasikan situasi yang sebenarnya berdasarkan hasil pengumpulan data dengan
tahapan sesuai bagan alir pelaksanaan pekerjaan. Secara umum metode pemodelan yang
akan dilakukan meliputi sub-sub tahapan berikut ini:
a) Pembagian zona
b) Pemodelan jaringan jalan
c) Perhitungan bangkitan dan tarikan perjalanan
d) Perhitungan sebaran perjalanan
e) Menghasilkan Matriks Asal Tujuan perjalanan di wilayah studi
f) Pembebanan rute jaringan jalan di wilayah studi
g) Perhitungan faktor pertumbuhan
h) Perhitungan Matriks Asal Tujuan masa depan di wilayah studi

Adapun Diagram alir pemodelan empat tahap seperti Gambar 4.13 :

81
PEMODELAN ZONA DATA TATA GUNA LAHAN,
KEPENDUDUKAN DAN EKONOMI

MODEL BANGKITAN & TARIKAN

Estimasi trip end tiap zona

Survey Inventarisasi jaringan Survey Asal Tujuan


MODEL SEBARAN PERGERAKAN

Jaringan Transportasi Total Matriks Asal Tujuan

MODEL PEMILIHAN MODA


Biaya Perjalanan

MAT penumpang angkutan pribadi


MAT penumpang
angkutan umum

MODEL PEMBEBANAN JARINGAN

Fixed Route
Sumber: Tamin, 2000
Arus pada jaringan

Gambar 4. 13 Diagram alir pemodelan empat tahap

1) Variasi Urutan Konsep Pemodelan


Urutan tahap utama pemodelan dipilih berdasarkan kesesuaian dengan kondisi
yang ada. Pemilihan variasi urutan pemodelan yang tepat akan mempengaruhi ketepatan
model terhadap kondisi yang sebenarnya. Tabel 4.24 menampilkan beberapa variasi urutan
tahapan pemodelan dan penggunaannya.
Tabel 4. 24 Variasi Urutan Tahap Pemodelan
No Urutan Penjelasan
1 G-MS  D  A Pada jenis I, perhitungan bangkitan/tarikan dilakukan dengan
memisahkan moda yang digunakan antara kendaraan pribadi dan
kendaraan umum. Dari pernyataan di atas maka peubah dan parameter
yang digunakan berbeda untuk bangkitan/tarikan dan setiap moda
transportasi. Jenis I mengasumsikan bahwa peubah sosio-ekonomi
sangat mempengaruhi proses dari pemilihan moda.
2 G  MS  D Jenis II ini lebih banyak digunakan untuk pengkajian perencanaan
A angkutan jalan raya, yang berarti untuk perencanaan angkutan umum
diabaikan. Konsep dari jenis II ini adalah proses sebaran pergerakan
langsung terkonsentrasi pada angkutan pribadi.
Pada pendekatan ini juga diasumsikan bahwa setiap moda dianggap
saling bersaing dalam merebut pangsa pasar sehingga penentu jenis
pergerakan menjadi faktor penting dalam penting dalam pemilihan
moda.
3 G  D-MS  A Jenis III mengkombinasikan model pemilihan moda dengan model
gravity dari pesebaran pergerakan yang dilakukan secara bersamaan.
Hal ini menandakan bahwa dalam pemilihan moda ikut
mempertimbangkan jenis pergerakan dan bentuk pergerakannya.
4 G  D  MS Pemodelan jenis IV ini menggunakan pendekatan nisbah atau selisih

82
No Urutan Penjelasan
A hambatan antara dua moda yang bersaing dan menggunakan variasi dari
model III.

Keterangan :
G G G = Bangkitan Pergerakan
(Trip Generation)
G G - MS D = Sebaran/Distribusi Pergerakan (Trip Distribution)
MS D MS = Pemilihan Moda (Modal Split)
A = Pembebanan Jaringan
D - MS D (Trip Assignment)
D MS

A A A A

2) Prediksi kebutuhan Transportasi


Proses pengembangan model juga akan termasuk prosedur peramalan/prediksi
kebutuhan penyediaan jaringan jalan pada saat proses kalibrasi dan validasi model telah
dilakukan secara keseluruhan. Prosedur tersebut membutuhkan persiapan data-data sebagai
berikut:
1. Data sosio-ekonomi dan demografi untuk masa mendatang sesuai dengan
kebutuhan data untuk pemodelan bangkitan perjalanan sesuai dengan zona dalam
wilayah studi.
2. Data perencaraan pusat kegiatan , tata guna lahan dan perencanaan lainnya
untuk masa yang akan datang sesuai dengan kebutuhan data untuk pemodelan
tarikan perjalanan sesuai dengan zona dalam studi.
3. Kondisi jaringan jalan di masa mendatang, termasuk di dalamnya pekerjaan
pengembangan jaringan jalan dan angkutan umum yang sudah ditetapkan oleh
Pemerintah atau pengembangan lainnya yang bersifat rencana.
Berdasarkan data-data masukan tersebut, model transportasi dapat dijalankan untuk
mendapatkan pembebanan arus lalu lintas pada jaringan jalan di masa yang akan datang
dengan tahapan sesuai bagan alir pada Gambar 4.14.

83
Rencana tata guna lahan Prediksi Demografi
masa mendatang sesuai zona dan Sosio Ekonomi

Model Tarikan Model Bangkitan


Perjalanan Perjalanan

Sumber: Tamin, 2000

Prediksi Trip End


Masing-masing Zona
Rencana Pengembangan
Jaringan Jalan

Model Pemilihan Model Distribusi


Moda Perjalanan

Prediksi MAT dan Rekomendasi Prioritas


Pembebanan Jaringan Penyediaan JAringan

Gambar 4.14 Prosedur prediksi kebutuhan transportasi masa mendatang


Secara umum pemodelan transportasi di wilayah studi akan menggunakan metoda
pemodelan transportasi empat tahap (four step modelling). Model menghitung jumlah
perjalanan antara masing-masing zona asal dan tujuan untuk menghasilkan suatu Matriks
Asal Tujuan (MAT) perjalanan, dimana MAT ini akan ditambahkan dengan pergerakan
yang terbangkitkan akibat perubahan guna lahan.
Selanjutnya MAT yang dihasilkan dibebankan ke jaringan jalan untuk melihat
penyebaran dari jumlah perjalanan yang ada dalam MAT ke dalam model jaringan jalan
yang sudah dibuat. Hasil dari pemodelan harus divalidasi dan dibandingkan dengan data
hasil observasi langsung di lapangan guna menjamin tingkat akurasi model tersebut.
Dalam studi ini, urutan pentahapan sesuai dengan variasi III, di mana bangkitan
pergerakan (Trip Generation/G) dan pemilihan moda (Modal Split/MS) dimodelkan secara
bersamaan berdasarkan kajian yang pernah dilakukan, Sebaran pergerakan dalam kajian ini
dimodelkan dengan metode Furness, sedangkan proses pembebanan menggunakan
perangkat lunak CONTRAM 5.09.

3) Bangkitan dan Tarikan


Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah
pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang

84
tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona seperti diilustrasikan pada Gambar 3.15.
Pergerakan lalu lintas merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan
lalu lintas. Bangkitan lalu lintas ini mencakup:
 Lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi (traffict production atau
trip production)
 Lalu lintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi ((traffict attraction
atau trip attraction)

i d

Pergerakan yang berasal Pergerakan yang menuju


dari zona i ke zona d
Sumber: Tamin, 2000

Gambar 4. 15 Diagram bangkitan dan tarikan pergerakan


Model tarikan pergerakan adalah alat bantu untuk mencerminkan dan
menyederhanakan secara terukur besarnya tingkat pergerakan yang tertarik ke suatu tata
guna lahan atau zona. Sedangkan bangkitan pergerakan digunakan untuk suatu pergerakan
berbasis rumah yang mempunyai tempat asal dan atau tujuan adalah rumah maupun
pergerakan yang dibangkitkan oleh pergerakan berbasis bukan rumah (Ortuzar,1994 dalam
Tamin, 2000).
Keluaran dari perhitungan bangkitan dan tarikan lalu lintas berupa jumlah kendaraan,
orang atau angkutan barang per satuan waktu serta jumlah orang atau kendaraan yang
masuk atau keluar dari suatu luasan tanah tertentu dalam satuan waktu untuk mendapatkan
bangkitan dan tarikan perjalanan. Faktor-faktor bangkitan pergerakan untuk manusia yang
perlu diperhatikan (Tamin, O.Z, 2000) adalah:

- Pendapatan
- Pemilikan kendaraan
- Struktur rumah tangga
- Ukuran rumah tangga
- Nilai lahan

85
- Kepadatan daerah permukiman
- Aksesibiltas

4) Model Distribusi Perjalanan (Metode Furness)


Pola pergerakan dalam sistem transportasi sering dijelaskan dalam bentuk arus
pergerakan yang bergerak dari zona asal ke zona tujuan selama periode waktu tertentu.
Matriks asal tujuan (MAT) yang berisi informasi mengenai besar pergerakan antar lokasi
di dalam daerah tertentu sering digunakan untuk menggambarkan pola pergerakan dimana
baris menyatakan zona asal dan kolom menyatakan zona tujuan. Pola pergerakan dapat
dihasilkan jika MAT dibebankan pada jaringan transportasi, dengan mempelajari pola
pergerakan permasalahan yang ada dapat diidentifikasi sehingga dapat dihasilkan beberapa
solusi. MAT dapat memberikan indikasi rinci mengenai kebutuhan akan pergerakan
sehingga MAT memegang peranan penting dalam berbagai perencanaan transportasi.
Metode Furness memodelkan sebaran pergerakan masa mendatang dengan
mengalikan sebaran pergerakan eksisting dengan tingkat pertumbuhan zona asal dan zona
tujuan secara bergantian sampai total sel MAT untuk setiap arah sesuai dengan total sel
MAT yang diinginkan. Untuk lebih jelasnya contoh analisis Distrbusi Perjalanan Metode
Furness dapat dilihat pada Tabel 4.25. Pembentukan MAT melalui iterasi dengan metode
Furness ini lebih efisien dibandingkan metode analogi lainnya. Beberapa keuntungan
penggunaan metode ini diantaranya:
• Mudah dimengerti dan digunakan dengan data dasar MAT eksisting
• Proses pengulangan sederhana
• Penggunaannya fleksibel

86
Tabel 4. 25 Contoh analisis Distrbusi Perjalanan Metode Furness
Dari \ Ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 oi Oi Ei
1 0 0 0 0 0 0 0 3 0 1 1 1 20 26 26 1,00
2 0 0 0 2 0 0 3 2 0 8 5 5 4 31 31 1,00
3 1 0 0 1 0 0 1 0 0 2 3 4 23 35 35 1,00
4 1 0 1 0 0 0 1 1 1 16 10 2 8 41 41 1,00
5 0 0 0 1 0 1 7 1 0 4 2 2 28 46 46 1,00
6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 1 29 32 32 1,00
7 1 2 0 4 0 0 0 5 1 17 11 10 48 99 99 1,00
8 2 1 1 2 0 0 3 0 1 9 6 5 5 35 35 1,00
9 0 0 1 0 1 0 3 1 0 2 1 38 214 261 261 1,00
10 1 2 8 5 0 1 41 7 1 0 14 65 61 205 205 1,00
11 0 1 0 2 1 0 22 4 1 12 0 7 33 84 84 1,00
12 12 3 5 7 21 1 12 10 90 33 21 0 92 305 305 1,00
13 14 25 22 20 26 32 7 6 161 97 12 160 0 582 582 1,00
dd 30 35 39 45 50 37 101 39 256 202 86 299 565 1.782 1.782
Dd 30 35 39 45 50 37 101 39 256 202 86 299 565 1.782
Ed 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

87
5) Model Pembebanan Jaringan
Tahap pembebanan jaringan dilakukan dengan melakukan pembebanan atas
permintaan perjalanan ke sistem jaringan jalan dengan tujuan untuk mendapatkan arus
di ruas jalan dan/atau total biaya perjalanan di dalam jaringan yang ditinjau. Dalam
tahap ini terjadi interaksi langsung antara permintaan dan sediaan, yang hasilnya dapat
dijadikan sebagai ukuran dalam penilaian kinerja (performance) jaringan jalan akibat
adanya perubahan (skenario) permintaan dan/atau sediaan. Tahap ini menyangkut tiga
komponen utama, yaitu matriks pergerakan, jaringan (supply) dan mekanisme
pembebanan.
Pembebanan lalu lintas menggunakan prinsip batasan minimum (shortest path),
yaitu para pengemudi diasumsikan telah mengenal kondisi lalu lintas yang ada,
sehingga mereka akan memilih rute dengan perjalanan minimum. Berdasarkan
pertimbangan terhadap lintasan minimum tersebut, selanjutnya perjalanan kendaraan
dari tempat asal ke tempat tujuan dibebankan pada masing-masing ruas jalan yang
membangun lintasan minimum tersebut.
Metode pembebanan yang dipergunakan adalah model All or Nothing Capacity
Restraint dimana pembebanan dilakukan adalah secara paket demi paket kedalam
lintasan minimum, kemudian akan menghasilkan suatu pola lalu lintas tertentu pada
jaringan yang digunakan untuk iterasi berikutnya ketika masing – masing paket kembali
dibebankan ke dalam lintasan minimum yang baru sehingga tercapai equilibrium trip
assignmen.
Data yang di butuhkan Untuk aplikasi contram ialah data nyata yang di ambil dari
lapangan data Input terbagi menjadi 3 yaitu:

 Data jaringan jalan,Data simpang, data ruas Kapasitas, Kecepatan,panjang


link,waktu perjalanan,signal simpang yang di masukan di dalam file dengan
format (.net)
 Data permintaan lalu Lintas atau Data perjalanan dalam bentuk Matrik O/D
dimana pendistribusiannya berdasarkan kelas – kelas kendaraan, yaitu “C”
(car) yaitu jenis kendaraan sedan/ kendaraan pribadi, “B” (bus) dalam hal ini
dapat digunakan sepeda motor, “L” yaitu untuk kendaraan barang. Adapun
distribusi kendaraan perjalanan asal tujuan dengan berdasarkan

88
moda/kendaraan yang dipergunakan yaitu berdasarkan modal split pada daerah
studi dan disimpan dalam File (.dem).
 Data Sistem pengendalaian jaringan (Control Data).di bentuk dalam file (.con)
Kondisi pembebanan yang diterapkan dalam pemodelan ini adalah kondisi tanpa
penanganan/’do-nothing’ untuk melihat seberapa jauh penurunan kinerja jaringan jalan
bila tidak dilakukan penanganan serta kondisi dengan penanganan/’do-something’untuk
mengetahui kebutuhan penanganan serta kinerja jaringan dengan adanya penanganan.
Pembebanan yang dilakukan adalah secara paket demi paket ke dalam lintasan
minimum, dimana hal ini akan menghasilkan suatu pola lalu lintas tertentu pada
jaringan yang kemudian digunakan untuk iterasi berikutnya ketika masing-masing paket
dibebankan kembali ke dalam lintasan minimum yang baru. Diperlukan beberapa iterasi
agar dapat dicapai pola arus lalu lintas yang setimbang (stabil), yaitu suatu pola dimana
semua kendaraan yang dibebankan pada jaringan jalan akan menggunakan rute yang
sama pada 2 (dua) buah iterasi yang berurutan. Proses iterasi ini dapat dipertimbangkan
sebagai pembiasaan diri dari para pengemudi terhadap kondisi jaringan jalan dan
kondisi lalu lintas.

6) Perkiraan Permintaan
Perkiraan permintaan jalan tol diperoleh dari pengendara dengan asal tujuan
yang sama dengan gerbang tol. Selain itu adanya penghematan waktu tempuh dan
preferensi terhadap tarif tol dapat menjadi faktor pengguna jalan eksisting berpindah
menggunakan jalan tol. Potensi lalu lintas pada pengembangan jalan tol dihitung
menggunakan rumus berikut ini.
T tol=T 1 +T 2 +T 3 (1)
Keterangan:
T1 = lalulintas di tol saat ini = 0
T2 = tambahan lalulintas akibat:

 Berpindahnya pengguna dari jalan nasional


 Diversi pergerakan
T3 = tambahan lalulintas akibat bangkitan dari kawasan sekitar (dalam skenario
dilakukan secara bertahap)
T 2=T Nas × f AT × f pref (2)
TNAS = Trafik pada jalan nasional yang akan terpengaruh

89
fAT = faktor kesesuaian asal tujuan dengan tol
fpref = faktor potensi perpindahan berdasarkan model
perpindahan
Volume Tol di masa yang akan datang:
V tol −n=V tol ×(1+i)n (3)
i = tingkat pertumbuhan
n = n tahun ke depan
BAB V
ANALISA

5.1. Karesteristik Lalu Lintas


5.1.1. Karakteristik Lalu Lintas Ruas
A. Fluktuasi Kendaraan

Volume lalu lintas bervariasi dalam ruang dan waktu. Variasi volume lalu lintas
ini merupakan faktor terpenting yang menggambarkan bagaimana fasilitas jalan
digunakan. Variasi volume kendaraan setiap jam menunjukkan beberapa karakteristik
pergerakan pengguna jalan. Karakteristik pergerakan ini terutama dipengaruhi pengaruh
kegiatan harian pengguna jalan antar kota serta moda yang digunakan pengguna jalan
sehingga berpengaruh terhadap tingginya volume lalu lintas pada jam tertentu, pada
ruas wilayah studi ini komposisi kendaraan berat relatif besar, hal ini dikarenakan ruas
jalan studi yang menghubungkan antar kota dan mendukung kegiatan industri dan
pergudangan.
Survey cacah lalu lintas yang dilakukan disemua ruas jalan terkait dengan
kajian kelayakan Jalan Tol Jambi – Rengat Seksi 2. Waktu pelaksanaan dilakukan
dengan mengambil sampel pada hari kerja (weekday) pada tanggal 26-27 Agustus
2020 dan hari libur (weekend) pada tanggal 28-29 Agustus 2020 , hal tersebut
bertujuan untuk mengetahui gambaran kondisi lalu lintas pada hari kerja dan hari
libur pada kawasan studi.

Berdasarkan hasil pengolahan data hasil survey cacah lalu lintas antara lain
fluktuasi lalu lintas masing-masing ruas di atas pada fluktuasi lalu lintas selama tiga
hari memiliki karakteristik yang berbeda pada setiap ruas jalan. Ruas Bts. Jambi – Bts.
Riau memiliki fluktuasi lalu lintas yang mirip pada weekday dan weekend seperti pada
Gambar 5.1 dan Gambar 5.2. Sedangkan pada Ruas Badang – Tungkal Ulu, fluktuasi

90
pada weekday lebih besar dibandingkan weekend seperti pada Gambar 5.3 dan Gambar
5.4. Ruas Merlung – Lubuk Kambing memiliki fluktuasi lalu lintas yang lebih besar
pada hari libur (weekend) dibandingkan pada hari kerja (weekday) seperti Gambar 5.5
dan Gambar 5.6. Fluktuasi kendaraan menunjukkan padatnya volume lalu lintas pada
saat periode pagi dan sore akan tetapi lebih terdistribusi diluar jam berangkat dan
pulang kerja. Sepeda motor (MC) lebih mendominan dibandingkan mobil dan
kendaraan niaga, dengan volume yang paling besar mencapai 2.700 kend/jam.

Gambar 5. 1 Fluktuasi Kendaraan Ruas Bts. Jambi – Bts. Riau

Gambar 5. 2 Jam Puncak Lalu Lintas Ruas Bts. Jambi – Bts. Riau

91
Gambar 5. 3 Fluktuasi Kendaraan Ruas Badang – Tungkal Ulu

Gambar 5. 4 Jam Puncak Lalu Lintas Ruas Badang – Tungkal Ulu


3000
Weekday Weekend Weekday
2500
MC
2000 LV
MHV
1500 LB
LT
1000

500

Gambar 5. 5 Fluktuasi Kendaraan Ruas Merlung – Lubuk Kambing

92
Gambar 5. 6 Jam Puncak Lalu Lintas Ruas Ruas Merlung – Lubuk Kambing

93
B. Komposis Kendaraan
Dalam survey lalu lintas, kendaraan dibagi menurut pembagian jenis mobil
penumpang. Komposisi pembagiannya mengacu pada lima golongan jenis kendaraan
bermotor pada jalan tol yang sudah beroperasi berdasarkan Kepmen PU No
370/KPTS/M/2007sebagai berikut:

1. Golongan 1: Sedan, Jip, Pick Up/Truk Kecil, dan Bus


2. Golongan 2: Truk dengan 2 (dua) gandar
3. Golongan 3: Truk dengan 3 (tiga) gandar
4. Golongan 4: Truk dengan 4 (empat) gandar
5. Golongan 5: Truk dengan 5 (lima) gandar
Dari berbagai jenis kendaraan, tentunya disetiap jenis kendaraan tersebut
mempunyai karakteristik yang berbeda. Karakteristik kendaraan meliputi berat,
dimensi, dan kecepatan yang sangat mempengaruhi kemampuan satu ruas jalan.
Oleh karena itu, untuk mempermudah dalam menganalisa maka dari setiap jenis
kendaraan diperlukan pembanding. Pada umumnya nilai pembanding dinyatakan
dalam ekivalen mobil penumpang (emp).

Komposisi lalu lintas ini menggambarkan jenis moda yang melintas di suatu
ruas jalan, dengan mengetahui tingkat penggunaan jalan oleh masing - masing moda
dapat digunakan sebagai pertimbangan perencanaan, khususnya pada studi ini untuk
keperluan perhitungan prediksi kendaraan yang terdiversi menggunakan jalan tol,
pada pada Gambar 5.7, Gambar 5.8, dan Gambar 5.9 berikut ditampilkan proposi
kendaraan sesuai penggolongan kendaraan di jalan tol.

Weekday Weekend
1,29% 2,54% 1,25% 4,30%
8,93% 8,38%

20,40% 21,80%
66,84% 64,28%

Gol 1 Gol 2 Gol 3 Gol 4 Gol 5 Gol 1 Gol 2 Gol 3 Gol 4 Gol 5

Gambar 5. 7 Komposisi Kendaraan Ruas Bts. Jambi – Bts. Riau

94
Weekday Weekend
1,47% 3,58% 1,46% 3,23%
6,30% 5,92%

21,08% 19,04%

67,57% 70,35%

Gol 1 Gol 2 Gol 3 Gol 4 Gol 5 Gol 1 Gol 2 Gol 3 Gol 4 Gol 5

Gambar 5. 8 Komposisi Kendaraan Ruas Badang – Tungkal Ulu

Weekday Weekend
1,08% 0,71% 1,66%
7,94% 0,95% 9,97%

23,93%
24,36%
63,73%
65,68%

Gol 1 Gol 2 Gol 3 Gol 4 Gol 5


Gol 1 Gol 2 Gol 3 Gol 4 Gol 5
Gambar 5. 9 Komposisi Kendaraan Ruas Merlung – Lubuk Kambing
Komposisi kendaraan pada koridor rencana pembangunan Jalan Tol Jambi –
Rengat Seksi 2 tanpa sepeda motor (Motorcycle/MC) atau golongan 6 didominasi
oleh golongan 1 dengan proporsi antara 64% - 70%. Ruas Bts. Jambi – Bts. Riau
memiliki komposisi golongan 1 tertinggi, yakni sebesar 70,35%. Besarnya
persentase kendaraan berat dan kendaraan ringan pada ruas ini karena ruas tersebut
merupakan akses jalan nasional dan juga sebagai penghubung dari arah Jambi
menuju ke arah Riau serta sebagai pendukung kegiatan industri di sekitar Jambi .
C. Geometrik dan Kapasitas Ruas Jalan
Besar kapasitas ruas jalan dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut
geometrik jalan, hambatan samping serta faktor ukuran kota sehingga menunjukan
kemampuan ruas jalan untuk menampung arus lalu lintas. Semakin banyak
kendaraan yang melalui ruas jalan tersebut kecepatan akan semakin menurun sampai
pada periode tertentu kapasitas jalan tidak dapat menampung kendaraan jika volume
semakin bertambah melampauinya. Sehingga perbandingan antara besar kapasitas
dan volume lalu lintas menjadi parameter penilaian tingkat pelayanan ruas jalan.

95
Berdasarkan hasil survey geometrik jalan yang telah dilakukan pada ruas
jalan studi atau ruas jalan yang terkoneksi dengan rencana jalan tol sejumlah 3 ruas
jalan dengan kondisi geometrik seperti pada Tabel 5.1.

Tabel 5. 1 Geometrik Ruas Jalan Studi


No Ruas Tipe Lebar jalan (m) Lebar bahu (m)
Ruas Bts. Jambi – Bts. Riau
1 2/2 UD 7,2 1,50
Ruas Badang – Tungkal
2 2/2 UD 10,5 1
Ulu
Ruas Merlung – Lubuk
3 2/2 UD 7 1
Kambing
Geometrik jalan di atas selanjutnya dianalisis berdasarkan koefisien faktor
penyesuaian kapasitas jalan MKJI 1997 sehingga besaran kapasitas masing-masing ruas
jalan seperti pada Tabel 5.2.

Tabel 5. 2 Kapasitas Ruas Jalan Studi

Co Faktor Penyesuaian Kapasitas C


No Ruas FW FSP FSF (smp/jam)
(smp/jam)
Ruas Bts. Jambi – Bts. 2/2 UD 7,2 50-50 L; 1,5m CoxF(W,SP,SF)
1 Riau
3100 1,00 1,00 0,97 3007
Ruas Badang – 2/2 UD 10,5 50-51 L; 1 m CoxF(W,SP,SF)
2 Tungkal Ulu
3100 1,21 1,00 0,95 3563
Ruas Merlung – 2/2 UD 7,00 50-50 VL; 1 m CoxF(W,SP,SF)
3 Lubuk Kambing
3100 1,00 1,00 0,99 3069

D. Tingkat Pelayanan Jalan


Parameter dari tingkat pelayanan ruas jalan adalah tingkat LoS (Level of
Service) yang diklasifikasikan berdasarkan besar DS (derajat kejenuhan) pada suatu
ruas jalan, semakin besar nilai DS maka semakin rendah tingkat pelayanan ruas jalan
tersebut, batas normal nilai DS adalah 0,75 dimana masuk nilai LoS C yang artinya
kondisi ruas jalan tersebut memiliki arus yang stabil akan tetapi kecepatan dan gerak
kendaraan dikendalikan sehingga pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan.

Jika kondisi ruas jalan telah mencapai nilai jenuhnya maka diperlukan perbaikan
geometrik untuk memperbesar kapasitas jalanya sehingga nilai DS atau perbandingan
dari volume kendaraan dan kapasitas jalan rendah atau tingkat pelayanan yang lebih
baik. Tabel 5.3 dan Tabel 5.4 merupakan parameter yang digunakan dalam perhitungan
kinerja pelayanan ruas jalan.

96
Tabel 5. 3 Batas Minimum Pelayanan Ruas Jalan

Tingkat Layanan Minimum


No Tipe Fungsi primer Fungsi Sekunder
1 Jalan Anteri B C
2 Jalan Kolektor B C
3 Jalan Lokal C
4 Jalan Tol B D
5 Jalan Lingkungan D
Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: Km 14 Tahun 2006 Tentang
Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan
Tabel 5. 4 Parameter Tingkat Pelayanan Jala

D/S Maks
LoS Karakteristik Kondisi V
Arteri Kolektor
Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi. Pengemudi dapat
A memilih kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan. Kepadatan 80 0,20 0,30
lalu lintas sangat rendah
Arus stabil, tetapi kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kondisi
lalu lintas. Pengemudi memiliki kebebasan untuk memilih
B 70 0,45 0,50
kecepatan. Kepadatan lalu lintas belum mempengaruhi
kecepatan.
Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan dikendalikan.
C Pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan. Kepadatan lalu 60 0,70 0,75
lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas meningkat.
Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dikendalikan, VCR
masih dapat ditolerir untuk waktu singkat. Kepadatan lalu lintas
D 50 0,85 0,90
sedang namun fluktuasi lalu lintas dan hambatan temporer bisa
menyebabkan penurunan kecepatan yang besar.
Volume lalulintas mendekati / berada pada kapasitas arus tidak
stabil, kecepatan terkadang terhenti. Kepadatan lalu lintas tinggi
E 30 1,00 1,00
karena hambatan internal lalu lintas internal tinggi. Pengemudi
mulai merasakan kemacetan durasi pendek
Arus yang dipaksakan atau macet, kecepatan rendah. Antrian
panjang dan terjadi hambatan-hambatan yang besar. Kepadatan
F < 30 >1,00 >1,00
lalu lintas sangat tinggi, volume rendah serat kemacetan durasi
lama.

Hasil tabulasi data survey cacah lalu lintas yang telah dilakukan pada wilayah studi
menghasilkan volume pada jam puncak yang berarti volume maksimal yang ditampung
oleh ruas jalan tersebut pada satu periode waktu tertentu sehingga perbandingan antara
volume lalu lintas pada kondisi maksimal tersebut dengan kapasitas jalan menjadi
parameter dari penilaian tingkat pelayanan ruas jalan pada jam puncak atau tingkat
pelayanan ruas jalan pada kondisi volume lalu lintas maksimal sedangkan tingkat
pelayanan ruas jalan rata-rata merupakan gambaran kondisi VCR rata-rata dalam 24 jam.
Berikut hasil tabulasi kinerja jalan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan seperti
pada Tabel 5.6 dan Tabel 5.7.

97
Tabel 5. 5 Kinerja Jalan Studi

Volume
No Ruas Jam Kapasitas VCR ITP
Puncak
Ruas Bts. Jambi – Bts. Riau WD
1.909 3.007 0,635 C
1
Ruas Bts. Jambi – Bts. Riau WE
2.173 3.007 0,723 C
Ruas Badang – Tungkal Ulu WD
2.403 3.563 0,674 C
2
Ruas Badang – Tungkal Ulu WE
1.769 3.563 0,496 B
Ruas Merlung – Lubuk Kambing
2.128 3.069 0,693 C
WD
3
Ruas Merlung – Lubuk Kambing WE
2.164 3.069 0,705 C

Tabel 5. 6 Perbandingan VCR


Ruas Bts. Jambi – Ruas Badang – Ruas Merlung –
Bts. Riau Tungkal Ulu Lubuk Kambing
Parameter
Weekday Weekend Weekday Weekend Weekday Weekend
Rata-Rata VCR 24 0,360 0,463 0,382 0,331 0,301 0,329
Rata-Rata VCR 16 0,468 0,586 0,495 0,417 0,394 0,439
VCR Max 0,635 0,723 0,674 0,496 0,693 0,705

Kinerja ruas jalan studi di atas menunjukan perbandingan besar VCR pada jam
puncak tertinggi sebesar 0.723 dimiliki oleh Ruas Bts. Jambi – Bts. Riau pada saat
weekend dan besar VCR rata-rata adalah 0,46. Batas VCR pada ruas jalan dikatakan jenuh
adalah 0,75 (nilai LoS C) yang berarti arus stabil tetapi kepadatan lalu lintas sedang
sehingga pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan. Jika ditinjau dari kondisi ruas
jalan di sekitar Jalan Tol Jambi – Rengat Seksi 2 berada pada <0,75 sehingga masih
tergolong belum memenuhi indikator jenuh. LoS di ketiga ruas masih berada di kategori
C, yakni:

1) Arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan dikendalikan oleh


volume lalu lintas yang lebih tinggi;
2) Kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas meningkat;
3) Pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah lajur atau
mendahului.

98
5.1.2. Karakteristik Lalu Lintas Simpang
Kinerja suatu persimpangan dinilai dari parameter tundaan simpang, yaitu total
waktu hambatan rata-rata yang dialami oleh kendaraan sewaktu melewati persimpangan.
Hambatan tersebut muncul jika kendaraan terhenti karena antrian di persimpangan sampai
kendaraan ini keluar dari persimpangan karena adanya pengaruh kapasitas persimpangan
yang sudah tidak memadai. Semakin tinggi nilai tundaan, semakin tinggi pula waktu tempuh
suatu kendaraan. Ukuran-ukuran kinerja dapat diperkirakan untuk kondisi tertentu
sehubungan dengan geometri, lingkungan dan lalu-lintas.

Pada umumnya, sinyal lalu lintas digunakan dengan satu atau lebih alasan berikut ini:

1. Untuk emnghindari kemacetan sebuah simpang oleh arus lalu lintas yang
berlawanan, sehingga kapasitas simpang dapat dipertahankan selama keadaan lalu
lintas jam puncak.
2. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh tabrakan
antara kendaran-krndaraan yang berlawanan arah. Pemasangan sinyal lalu lintas
dengan alsan keselamatan lalu lintas umumnya diperlukan bila kecepatan
kendaraan yang mendekati simpang sangat tinggi dan/atau jarak pandang
terhadap gerakan lalu lintas yang berlawanan tidak memadai yang disebabkan
oleh bangunan-bangunan atau tumbuh-tumbuhan yang dekat pada sudut-sudut
simapng.
3. Untuk mempermudah menyeberangi jalan utama bagi kendaraan dan/atau pejalan
kaki dari jalan minor.
Emasangan sinyal lalu lintas tidak selalu menambah kapasitas dan keselamatan pada
sebuah simpang. Penggunaan metode simpang memungkinkan perkiraan dampak
pemasangan sinyal terhadap kapasitas dan ukuran kinerja bila dibandingkan dengan
pengaturan simpang tak bersinyal atau bundaran.

Pertimbangan keselamatan lalu-lintas terkait dengan angka kecelakaan lalu-lintas


pada simpang bersinyal diperkirakan sebesar 0,43 kecelakaan/juta kendaraan dibandingkan
dengan 0,60 pada simpang tak bersinyal dan 0,30 pada bundaran. Tujuan analisa
perencanaan dan operasional (untuk meningkatkan) simpang bersinyal yang sudah ada,
biasanya untuk penyesuaian waktu sinyal dan untuk perbaikan kecil pada geometri simpang
agar perilaku lalu lintas yang diinginkan dapat dipertahankan baik pada ruas jalan maupun
99
pada jaringan jalan bersinyal. Tundaan rata-rata (det/smp) sebagai fungsi rasio
arus/kapasitas simpang bersinyal dengan asumsi fase sinyal dan pengendalian waktu tetap
yang terisolir. Hasilnya, menunjukkan kapasitas kira-kira, faktor smp, dan rentang perilaku
lali lintas masing-masing tipe simpang. Hasil tersebut dapat digunakan untuk perancangan
atau pemilihan anggaran; misalnya dalam analisa perencanaan dan operasional untuk
peningkatan simpang yang sudah ada. Dalam hal demikian sebaiknya perlu berhati-hati
untuk tidak melewati rasio arus/kapasitas = 0,75 selama jam puncak tahun rencana.

Dampak perencanaan geometri simpang terdiri dari dua hal berikut:


1. Sinyal lalu-lintas mengurangi jumlah kecelakaan pada simpang dengan empat
lengan dibandingkan dengan simpang dengan tiga lengan
2. Kanalisasi gerakan membelok (lajur terpisah dan pulau-pulau) juga
mengurangi jumlah kecelakaan
Dampak keselamatan akibat pengaturan sinyal terdiri tiga hal berikut:
1. Hijau awal dapat menambah jumlah kecelakaan
2. Arus berangkat terlindung akan mengurangi jumlah kecelakaan dibandingkan
dengan arus berangkat terlawan
3. Penambahan antar hijau akan mengurangi jumlah kecelakaan

A. Fluktuasi Kendaraan
Jumlah kendaraan yang melintasi suatu titik pada penggal jalan tertentu, pada
periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam kendaraan per jam atau sering disebut LHR
(Lalu lintas Harian Rerata). Volume kendaraan setiap jam menunjukkan beberapa
karakteristik pergerakan pengguna jalan. Karakteristik pergerakan ini terutama dipengaruhi
pengaruh kegiatan harian pengguna jalan antar kota serta moda yang digunakan pengguna
jalan sehingga berpengaruh terhadap tingginya volume lalu lintas. Volume kendaraan
ditampilkan dengan fluktuasi berdasarkan jenis kendaraan MC, LV, dan MHV seperti
Gambar 5.10 . Lokasi survei simpang terdiri dari tiga titik, yakni Simpang Merlung A,
Simpang Merlung B, dan Simpang Merlung C. Simpang Merlung dianalisis dengan metode
jalinan seperti Gambar 5.11.

100
Gambar 5. 10 Fluktasi Kendaraan Simpang Merlung

10000
9000 TOTAL
8000 Smp/Jam
7000
6000
5000
4000
3000
05.00-06.00

2000
1000
05.45-06.45

Gambar 5. 11 Jam Puncak Simpang Merlung


B. Komposisi Kendaraan

Komposisi lalu lintas pada persimpangan ini juga diperlukan sebagai


pertimbangan perencanaan, khususnya pada studi ini untuk keperluan perhitungan prediksi
kendaraan yang terdiversi menggunakan jalan tol berikut ini merupakan komposisi
kendaraan di Simpang Merlung seperti Gambar 5.12.

18,9% MC
LV

56,9% HV
24,2%

Gambar 5. 12 Komposisi Kendaraan Simpang Merlung

Komposisi kendaraan pada Simpang Merlung menunjukkan bahwa sepeda motor


(MC) lebih mendominasi dengan proporsi sebesar 56,9%. Besarnya komposisi kendaraan
101
tersebut karena pada persimpangan ini merupakan akses jalan perkotaan dan juga sebagai
simpul penghubung pergerakan antar kabupaten, yakni Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

C. Kinerja Simpang

Lalu lintas persimpangan dianalisis menggunakan metode jalinan. Berdasarkan hasil


analisis kinerja simpang pada Tabel 5.7, diketahui bahwa nilai DS Simpang Bunder adalah
masih layak alam melayani arus lalu lintas yang ada. Hal ini dapat ditunjukan dengan hasil
analisis yang telah dilakukan bahwa untuk derajat kejenuhannya (DS) ≤ 0,75 untuk setiap
bagian jalinannya pada arus lalu lintas jam puncak.

Tabel 5. 7 Resume Kinerja Simpang Merlung

Jalinan C DS
AB 8092 0,285
BC 6438 0,481
CA 9828 0,412
DS (Max) 0,481
Tundaaan Lalu Lintas Rata-rata 3,76 det/smp
Tundaan Bundaran Rata-Rata 7,76 det/smp
Peluang Antrian Bundaran 0,57%

5.2. Permintaan Lalu Lintas

Pergerakan/perjalanan terjadi karena kebutuhan manusia melakukan aktivitas di


tempat yang berbeda dengan daerah tempat mereka tinggal. Artinya keterkaitan antar
wilayah sangat berperan dalam timbulnya suatu perjalanan. Sistem zona lalu lintas
merupakan tahapan awal dalam pengembangan model. Menurut pertimbangan ideal,
pembagian wilayah zona didasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain :

1. Berdasarkan pola penggunaan lahan, dengan mengacu kepada homogenitas


penggunaan lahan sebagai bahan untuk menentukan tarikan perjalanan.
2. Berdasarkan pertimbangan batas administrasi wilayah, sebagai bentuk pembagian
kepemerintahan serta mempertimbangkan ketersediaan data.
3. Berdasarkan pertimbangan pola jaringan transportasi (termasuk kelas jalan),
sebagai bentuk dari pengadaan fasilitas ketersediaan suplai prasarana (jaringan
jalan)
4. Berdasarkan aspek demografi sebagai unsur dinamis dari suatu parameter penentu
pergerakan perjalanan suatu zona.

102
Potensi lalu lintas didasarkan pada potensi sebagai berikut:

1. Potensi Mikro, yakni potensi lalu lintas di sekitar Seksi 2 yang berpotensi untuk
berpindah ke jalan tol. Survey asal tujuan dilakukan di Simpang Merlung dan
Gerbang Tol Jambi.
2. Potensi Makro, yakni potensi lalu lintas Jalan Tol Jambi – Rengat Seksi 2 setelah
adanya junction Krian. Diasumsikan adanya junction dapat menjadi alternatif
jalan tol dari lalu lintas Jambi menuju ke Riau sehingga pengguna tidak perlu
memutar melalui jalan nasional.
5.2.1. Matrik Asal Tujuan Gerbang Tol Jambi

Survey asal tujuan di Gerbang Tol Jambi dilakukan untuk mengetahui sebaran
pergerakan mikro yang tertangkap pada titik survey. Jumlah sampel pergerakan pada
Gerbang Tol Jambi adalah 382 pergerakan yang didapatkan melalui survey pada tahun
2021. Hasil rekapitulasi survey dianalisis untuk mendapatkan MAT sebagai berikut.

Tabel 5. 9 Matrik Asal Tujuan Gerbang Tol Manyar


GT Manyar Tujuan
Asal 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 Total
Merlung 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,93% 0,00% 0,31% 0,00% 0,00% 1,24%
Tungkal ulu 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 2,48% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 2,48%
Pengabuan 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 7,45% 0,00% 0,93% 0,00% 0,00% 8,39%
Senyerang 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 1,55% 0,00% 0,31% 0,00% 0,00% 1,86%
Tungkal Ilir 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 22,36% 0,00% 3,11% 0,00% 0,00% 25,47%
Bram Itam 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 5,90% 0,00% 0,93% 0,00% 0,00% 6,83%
Betera 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 2,80% 0,00% 0,31% 0,00% 0,00% 3,11%
Mestong 0,93% 1,86% 7,45% 1,55% 17,08% 6,21% 1,24% 0,31% 2,80% 3,11% 0,00% 42,55%
Sungai Bahar 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Taman Rajo 0,00% 0,31% 0,62% 0,93% 2,17% 0,93% 0,62% 1,86% 0,00% 0,31% 0,00% 7,76%
Kempeh Ulu 0,00% 0,00% 0,31% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,31%
Sekernan 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Total 0,93% 2,17% 8,39% 2,48% 19,25% 7,14% 1,86% 45,34% 0,31% 8,70% 3,42% 0,00% 100,00%

5.2.2. Matrik Asal Tujuan Simpang Merlung

Road side interview di Simpang Bunder dimaksudkan untuk mengetahui


sebaran pergerakan mikro pada lokasi survey studi. Jumlah sampel pergerakan
pada Simpang Bunder adalah 663 pergerakan yang didapatkan melalui survey
pada tanggal 24 Agustus Tahun 2021. Hasil rekapitulasi survey dianalisis untuk
mendapatkan MAT dapat dilihat pada Tabel 5.10.

103
Tabel 5. 10 Matriks Asal Tujuan Simpang Merlung
Bunder Tujuan
Total
Asal 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12
Merlung 0,00% 0,34% 0,17% 0,85% 0,00% 0,17% 4,25% 0,17% 0,17% 0,00% 0,00% 6,12%
Tungkal ulu 0,85% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,17% 10,03% 2,38% 0,00% 0,00% 0,00% 13,44%
Pengabuan 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 1,53% 1,02% 0,17% 0,00% 0,00% 2,72%
Senyerang 0,51% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,68% 1,70% 0,00% 0,00% 0,00% 2,89%
Tungkal Ilir 0,34% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 6,12% 4,42% 0,00% 0,00% 0,00% 10,88%
Bram Itam 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,17% 0,17% 0,00% 0,00% 0,00% 0,34%
Betera 0,51% 0,00% 0,00% 0,17% 0,00% 0,00% 0,17% 0,17% 0,00% 0,00% 0,00% 1,02%
Mestong 0,68% 0,34% 0,17% 0,17% 2,38% 0,00% 0,00% 2,89% 0,00% 0,68% 0,00% 7,31%
Sungai Bahar 0,00% 0,17% 2,21% 0,68% 8,84% 0,17% 0,17% 15,65% 0,00% 0,00% 0,00% 27,89%
Taman Rajo 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Kempeh Ulu 0,34% 0,00% 0,00% 0,00% 1,53% 0,17% 0,00% 20,24% 2,21% 0,17% 0,00% 24,66%
Sekernan 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,17% 0,00% 0,00% 2,04% 0,51% 0,00% 0,00% 2,72%
Total 3,23% 0,51% 2,72% 1,19% 13,78% 0,34% 0,51% 60,88% 15,65% 0,51% 0,68% 0,00% 100,00%

5.3. Jalan Tol Eksisting

Realisasi data terkait lalu lintas Jalan Tol Jambi – Rengat Seksi 2 berada pada
rentang 2.700 – 9.000 pergerakan. Kondisi ini menurun pasca diberlakukan tarif tol
sebesar Rp1.500/km. selain itu, penurunan ini juga dapat dikarenakan adanya alternatif
jalan tol lain, yakni Tol Trans-Sumatra dengan tarif Rp850/km. selain itu, kondisi jalan
nasional di sekitar ruas Jalan Tol Jambi – Rengat Seksi 2 tergolong lancar dengan rata-rata
VCR 0,3-0,5 seperti pada Gambar 5. 13 dan Tabel 5.11.

10.000
9.000
8.000
7.000
6.000
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
0
6 Des 7 Des 10 Des 11 Des 12 Des 13 Des 14 Des
Berbayar
Seksi 1 Seksi 2 Seksi 3

Gambar 5. 13 Realisasi Data Traffic Jalan Tol Jambi – Rengat Seksi 1 – 3

Tabel 5. 11 Perbandingan Beban Ruas Jalan Tol dan Non Tol Jambi – Rengat Seksi 2

104
Tanggal Seksi 1 Seksi 2 Seksi 3
Tol 6.333 6.855 8.376
Beban Ruas 24 Non Tol 11.100 8.222 12.424
Agus Total 17.433 15.077 20.800
Proporsi tol 36,33% 45,47% 40,27%
Tol 5.931 6.383 7.873
Beban Ruas 25 Non Tol n.a n.a 16.162
Agus Total 5.931 6.383 24.035
Proporsi tol 100,00% 100,00% 32,76%
Tol 5.753 6.132 7.483
Beban Ruas 26 Non Tol 13.427 7.918 12.184
Agus Total 19.180 14.050 19.667
Proporsi tol 29,99% 43,64% 38,05%
Tol 3.201 3.651 4.581
Beban Ruas 27 Non Tol n.a n.a 14.437
Agus Total 3.201 3.651 19.018
Proporsi tol 100,00% 100,00% 24,09%
Rata-rata total 66,58% 72,28% 33,79%
Rata-rata tanpa tanggal 25 dan 27
pada Seksi 1 2 33,16% 44,56% 33,79%

Berdasarkan Gambar 5.14 dan Gambar 5.15, diketahui bahwa beban ruas jalan
nasional (non tol) lebih besar dibandingkan jalan tol. Hal ini menunjukkan bahwa
penduduk masih banyak yang memilih untuk menggunakan jalan nasional dibandingkan
jalan tol. Kondisi jalan nasional saat ini masih tergolong sangat baik dengan VCR rata-
rata 0,3-0,5 atau dapat dikatakan tergolong lancar. Oleh karena itu, minat penduduk untuk
berpindah ke jalan tol masih rendah.

14000

12000

10000

8000

6000

4000
Seksi 1 Seksi 2 Seksi 3
2000
Tol Non Tol
0

Gambar 5. 14 Perbandingan Beban Ruas Tol dan Non Tol – Weekday

16000

14000 105
12000

10000
6000

4000

2000

Gambar
0 5. 15 Perbandingan Beban Ruas Tol dan Non Tol – Weekend
Seksi 1 Seksi 2 Seksi 3
5.4. Mengetahui Kebutuhan Lajur dan Jalur
Tol Non Tol
Volume lalu lintas bervariasi dalam ruang dan waktu. Variasi volume lalu lintas ini
merupakan faktor terpenting yang menggambarkan bagaimana fasilitas jalan digunakan,
serta menjadi faktor yang menentukan dalam perencanaan dan desain serta evaluasi
kinerja jalan. Volume lalu lintas harian di jalan raya direpresentasikan dalam lalu lintas
harian rata-rata (ADT/Average Daily Traffic). Bila volume lalu lintas dihitung untuk
jangka waktu yang lama yang dimungkinkan dengan menggunakan alat permanen dan
perhitungan yang menerus maka AADT (Annual Average Daily Traffic) dapat ditentukan.
Volume lalu lintas untuk dinyatakan dalam kendaraan/hari, dalam hal ini volume
lalu lintas yang dihitung adalah volume kendaraan ringan, kendaraan berat, dan sepeda
motor. Sedangkan kendaraan tidak bermotor seperti becak dan dokar tidak dapat
diperhitungkan karena jumlahnya relatif tidak terlalu banyak dan terdapat hanya pada
beberapa ruas jalan tertentu saja. Untuk lebih jelasnya mengenai Emp Untuk Jalan
Perkotaan dapat dilihat pada Tabel 5.12.

Tabel 5. 12 Emp Untuk Jalan Perkotaan


emp
Arus Total
Tipe Jalan MC, lebar lajur
(kend/jam) HV
≤6 m >6m
0 1,3 0,50 0,40
Dua Lajur (2/2 UD)
Tidak ≥ 1800 1,2 0,35 0,25
Terbagi 0 1,3 0,40
Empat Lajur (4/2 UD)
≥ 1800 1,2 0,25
Empat Lajur (4/2 D) 0 1,3 0,40
Dua lajur 1 arah (2/1 D) ≥ 1800 1,2 0,25
Terbagi Enam Lajur (6/2 D) 0 1,3 0,40
Tiga lajur 1 arah (3/1
≥ 1800 1,2 0,25
D)

Pada umumnya kendaraan pada suatu ruas jalan terdiri dari berbagai komposisi
kendaraan sehingga volume lalu lintas menjadi lebih praktis jika dinyatakan dalam jenis
kendaraan standar, yaitu satuan mobil penumpang (smp). Untuk mendapatkan volume
dalam smp, maka diperlukan faktor konversi dari berbagai macam kendaraan menjadi
satuan mobil penumpang, yaitu faktor ekivalensi mobil penumpang atau emp.
Langkah pertama dalam menganalisis kinerja jalan adalah menyamakan satuan
kendaraan yang ada ke dalam satuan mobil penumpang (smp). Hasil tersebut ditampilkan
dalam bentuk pola fluktuasi lalu lintas selama periode survei. Pola ini penting untuk
mengetahui jam sibuk/jam puncak pada lokasi jalan tersebut serta untuk mengetahui pola

106
rata-rata dari lalu lintas. Selanjutnya setelah didapat jam puncak maka dilakukan analisis
untuk mengetahui kinerja jalan pada ruas-ruas jalan yang disurvei. Kinerja jalan
dinyatakan dalam Tingkat Pelayanan Jalan atau Level of Service (LoS), yang merupakan
fungsi dari tingkat kejenuhan jalan (DS).
5.1.1. Kapasitas Jalan
Untuk mengetahui nilai derajat kejenuhan suatu ruas jalan besarnya kapasitas jalan
terlebih dahulu diketahui nilainya. Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum melalui
suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Untuk
jalan dua-lajur dua-arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi dua arah),
tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan
per lajur.
Nilai kapasitas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan selama
memungkinkan. Karena lokasi yang mempunyai arus mendekati kapasitas segmen jalan
sedikit (sebagaimana terlihat dari kapasitas simpang sepanjang jalan), kapasitas juga telah
diperkirakan dari analisa kondisi iringan lalu- lintas, dan secara teoritis dengan
mengasumsikan huhungan matematik antara kerapatan, kecepatan dan arus, lihat di hawah.
Kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp), lihat di bawah.
Perhitungan kapasitas menggunakan rumus:
C = C0 . FCW .FCSP .FCSF .FCCS.
dimana:
C : kapasitas (smp/jam)
C0 : kapasitas dasar (smp/jam)
FCSP : faktor penyesuaian distribusi
FCW : faktor penyesuaian lebar jalan
FCSf : faktor penyesuaian gangguan samping
FCcs : faktor penyesuaian ukuran kota

 Kapasitas Dasar (Co)


Kapasitas dasar CO ditentukan berdasarkan tipe jalan dengan nilai yang tertera
pada Tabel 5.13.
Tabel 5. 13 Kapasitas dasar Jalan Perkotaan (CO)
Kapasitas Dasar
No Tipe Jalan/Tipe Alinyemen Catatan
(smp/jam)
1 Empat Lajur Terbagi 1650 Per lajur
2 Empat Lajur Tak Terbagi 1500 Per lajur

107
1 Dua lajur Tak terbagi 2900 Total 2 arah
Sumber: MKJI: Jalan Perkotaan, 1997:5-50

 Lebar Efektif (FCw)


Lebar efektif jalan akan mempengaruhi kapasitas jalan, semakin lebar jalur efektif
yang bisa dimanfaatkan maka semakin besar juga kapasitasnya. Faktor penyesuaian lebar
perkerasan jalan (FCW) dapat dilihat pada Tabel 5.14.

Tabel 5. 14 Kapasitas dasar Jalan Perkotaan (CO)


Lebar Perkerasan
Tipe Jalan FCw
(Wc) (m)
Empat lajur terbagi Per Lajur
atau jalan satu arah 3,00 0,92
3,25 0,96
3,50 1,00
3,75 1,04
4,00 1,08
Empat lajur tak Per Lajur
terbagi 3,00 0,91
3,25 0,95
3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09
Dua lajur tak terbagi Total Dua Arah
5 0,56
6 0,87
7 1,00
8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34

 Pemisah Arah
Faktor arah adalah besarnya perbandingan pemisah arah dari jumlah dua arus
pergerakan. Pada jalan tanpa menggunakan pemisah, maka besarnya faktor penyesuaian
untuk jalan tersebut tergantung pada besarnya pemisah kedua arah seperti yang
ditampilkan pada Tabel 5.15 di bawah.
Tabel 5. 15 Faktor Pemisah Arah (FCsp)

50- 60-
Pemisahan Arah Sp %-% 50 55-45 40 65-35 70-30
Dua lajur 2/2 1.00 0.97 0.94 0.91 0.88
FCSP
Empat lajur 4/2 1.00 0.985 0.97 0.955 0.94
 Aktivitas
Hambatan Samping

108
Hambatan samping yang berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan perkotaan
adalah:
1) Jumlah pejalan kaki;
2) Jumlah kendaraan berhenti;
3) Jumlah kendaraan bermotor yang keluar masuk dari lahan samping jalan dan
jalan samping;
4) Arus kendaraan lambat yaitu sepeda, becak, delman, pedati.
Tingkat hambatan samping dikelompokkan kedalam lima kelas dari yang rendah
sampai sangat tinggi sebagai fungsi dari frekuensi kejadian hambatan samping sepanjang
segmen jalan yang diamati. Menurut MKJI 1997 kelas hambatan samping dikelompokkan
seperti pada Tabel 5.16.
Tabel 5. 16 Kelas Hambatan Samping
Jumlah Berbobot per
Kelas Hambatan
Kode 200m per jam (dua Kondisi Khusus
Samping
sisi)
Sangat Rendah VL <100 Daerah pemukiman; jalan dengan jalan samping
Rendah L 100-299 Daerah pemukiman; beberapa kendaraan umum dsb.
Sedang M 300-399 Daerah industri; beberapa toko disisi jalan
Tinggi H 500-899 Daerah komersial: aktivitas sisi jalan tinggi
Daerah komersial: dengan aktivitas pasar di samping
Sangat Tinggi VH >900
jalan
Sumber: MKJI: Jalan Perkotaan

 Ukuran Kota
Faktor penyesuaian kapasitas berdasarkan ukuran kota dapat dilihat pada Tabel 5.17
berikut ini.
Tabel 5. 17 Faktor kapasitas untuk Ukuran Kota (FCCS)
Ukuran kota Faktor penyesuaian untuk ukuran kota
(Juta Penduduk) (FCCS)
< 0,1 0.86
0,1-0,5 0.90
0,5-1,0 0.94
1,0-0,3 1.00
>0,3 1.04

5.1.2. Derajat Kejenuhan (DS)


Kinerja jaringan jalan diindikasikan dengan indeks tingkat pelayanan (ITP) lalu
lintasnya, ITP ini ditentukan dengan berdasarkan nilai derajat kejenuhan ruas jalan yang
biasa disebut VCR (volume capacity ratio) yang bermanfaat dalam penentuan rekomendasi
jenis penanganan bagi ruas jalan. Langkah pertama dalam menganalisis kinerja jalan
adalah menyamakan satuan kendaraan yang ada dalam satuan mobil penumpang (smp)

109
dengan menggunakan koefisien emp (ekivalensi mobil penumpang). Untuk mengetahui
parameter tingkat pelayanan dapat disimak pada Tabel 5.18.
Selanjutnya hasil tersebut ditampilkan dalam bentuk pola fluktuasi lalu lintas selama
periode survei untuk mengetahui jam sibuk/jam puncak pada lokasi jalan tersebut serta
untuk mengetahui pola rata-rata dari lalu lintas. Volume jam puncak kemudian akan
digunakan untuk menghitung kinerja jalan yang diindikasikan dengan derajat kejenuhan
jalan. Tingkat pelayanan (LoS) didasarkan pada nilai derajat kejenuhan (DS) pada ruas
jalan dengan persamaan berikut.
DS = Q / C
Dimana:
DS : Tingkat Pelayanan Jalan
Q : Volume Lalu lintas (smp/jam)
C : Kapasitas Jalan (smp/jam)

Tabel 5. 18 Parameter Tingkat pelayanan


Tingkat Nilai D/S
Karakteristik-Karakteristik
Pelayanan Primer Sekunder
Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi. Pengemudi dapat 0,00 – 0,00 –
A
memilih kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan 0,30 0,60
Arus stabil, tetapi kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kondisi lalu 0,31 – 0,61 –
B
lintas. Pengemudi memiliki kebebasan untuk memilih kecepatan 0,50 0,75
Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan dikendalikan. 0,51– 0,71 –
C
Pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan 0,75 0,80
Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dikendalikan, V/C masih 0,76 – 0,81 –
D
dapat ditolerir 0,90 0,90
Volume lalulintas mendekati / berada pada kapasitas arus tidak stabil, 0,91– 0,91 –
E
kecepatan terkadang terhenti 1,00 1,00
Arus yang dipaksakan atau macet, kecepatan rendah. Antrian panjang
F >1,00 >1,00
dan terjadi hambatan yang besar

5.5. Rencana Staging Penbangunan Jalan Tol


Secara Umum, pelaksanaan yang akan diterapkan dalam pekerjaan Kajian Lalu
Lintas Penyusunan RTA Jalan Tol Ruas Jambi - Rengat Seksi 2 STA. 40+000 s/d STA.
80+000 ini terdiri dari beberapa tahapan kegiatan yang tersusun secara sistematis dan
saling terkait antara kegiatan yang satu dengan kegiatan berikutnya guna tercapainya
tujuan dan sasaran yang direncanakan. Pelaksanaaan pekerjaan akan dilakukan dalam 3
tahapan utama, yaitu persiapan, pengumpulan data serta analisis data.
Pada tahap persiapan terdiri dari persiapan tim dan pemantapan, survei
pendahuluan dan observasi lapangan serta pengumpulan data awal. Pada tahap

110
pengumpulan data terdiri daru survei sekunder dan survei primer. Tahap analisa data
terdiri dari evaluasi kinerja jalan, analisis asal tujuan, analisis preferensi tarif, pemodelan
permintaan lalu lintas dan proyeksi lalu lintas jalan tol.

5.5.1. Tahap Persiapan


Tahap persiapan pekerjaan yang merupakan langkah awal pekerjaan Kajian Lalu Lintas
Penyusunan RTA Jalan Tol Ruas Jambi - Rengat Seksi 2 STA. 40+000 s/d STA. 80+000
meliputi kegiatan berikut:
a. Survei pendahuluan dan observasi lapangan
Survei pendahuluan diperlukan untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi
lapangan dari lokasi studi serta permasalahan yang ada. Hasil survei pendahuluan
ini akan menjadi dasar penentuan kebutuhan pengumpulan data, metode survei
yang akan dilaksanakan dan penyusunan desain survei.
b. Persiapan tim dan pemantapan metodologi
Dalam tahap ini dilakukan penyiapan tim yang dibutuhkan terutama dalam proses
pengumpulan data, simultan dengan pekerjaan ini dilakukan juga pemantapan atas
metodologi yang diajukan dalam Proposal Teknis untuk disesuaikan dengan
kondisi lapangan yang diketahui dari hasil survei pendahuluan.
c. Pengumpulan data awal berupa kajian-kajian literature dan dokumen terkait
maupun studi-studi terdahulu
Hasil dari kegiatan pendahuluan ini kemudian disusun menjadi Laporan Pendahuluan yang
memuat tentang latar belakang pekerjaan, gambaran umum wilayah studi, rencana
kegiatan dan metodologi pelaksanaan mencakup jenis-jenis pekerjaan, cara penyelesaian
masing-masing jenis pekerjaan, perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk
penyelesaiannya serta cara kerja yang akan diterapkan berdasarkan waktu studi yang
akan dilaksanakan.
5.5.2. Tahap Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam pekerjaan Kajian Lalu Lintas Penyusunan RTA Jalan
Tol Ruas Jambi - Rengat Seksi 2 STA. 40+000 s/d STA. 80+000 ini meliputi data primer
dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi volume lalu lintas, waktu
tempuh, geometrik jaringan jalan serta preferensi berpindah pengguna jalan. Sementara
data sekunder yang dibutuhkan untuk mendukung analisis data primer antara lain data
history lalu lintas ruas jalan eksisting, realisasi lalu lintas jalan tol, dokumen tata ruang

111
serta data sosio ekonomi kawasan. Metode pengumpulan data dan informasi ini akan
dijelaskan pada subbab metode pengumpulan data di bagian lain bab ini.

5.5.3. Tahap Analisis dan Formulasi


Tahapan analisis dilakukan setelah kegiatan pengumpulan data primer dan
sekunder telah terselesaikan. Analisis yang dilakukan dalam tahapan ini meliputi beberapa
variabel dan parameter yang diperlukan dalam analisis Kajian Lalu Lintas RTA Jalan Tol
Ruas Jambi - Rengat Seksi 3 sebagai kegiatan utama dalam pekerjaan ini. Analisis yang
dilakukan meliputi evaluasi kinerja jaringan jalan, pemodelan lalu lintas serta analisis
proyeksi lalu lintas jalan tol masa yang akan datang. Semua hasil analisis sesuai maksud
dan tujuan pekerjaan Kajian Lalu Lintas RTA Jalan Tol Ruas Jambi - Rengat Seksi 3 ini
akan disusun menjadi bagian dari Laporan Akhir.

5.5.4. Tahap Perkiraan Permintaan


Tahapan perkiraan permintaan dilakukan melalui beberapa proses, yakni analisis
diversi lalu lintas, probabilitas berpindah rute, pemodelan bangkitan dan tarikan
perjalanan, pemodelan sebaran perjalanan, pemodelan pemilihan moda, dan pemodelan
pembebanan perjalanan, serta prediksi permintaan lalu lintas pada jalan tol. Hasil dari
pemodelan transportasi akan digunakan untuk melakukan analisis terhadap kinerja lalu
lintas di Jalan Tol selama masa operasi dan masa konsesi terkait dan tidak terbatas pada
kebutuhan lajur pada jalur utama (mainroad), kebutuhan lajur lalu lintas pada jalan akses
(accesroad), kebutuhan lajur pada ramp, kebutuhan gardu pada gerbang tol, serta analis
simpang sebidang pada jalan akses. Selain itu, akan digunakan untuk rencana staging.
Adanya pembangunan jalan tol tentunya berdampak banyak terhadap ruas jalan
yang terkoneksi terhadap lokasi gerbang tol dimana langsung terkoneksi dengan jalan
nasional. Metode pelaksanaan pekerjaan disusun untuk memastikan tercapainya tujuan
pekerjaan yaitu memberikan arahan manajemen dan rekayasa lalu lintas untuk
mengoptimalkan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas dalam rangka
menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan
jalan pasca beroperasinya jalan tol.

5.6. Kinerja Simpang Tak Bersinyal


Kapasitas persimpangan sistem jaringan jalan tidak saja dipengaruhi oleh kapasitas
ruas jalannya, tetapi juga kapasitas persimpangannya (baik yang diatur oleh lampu lalu
lintas maupun tidak). Bagaimana pun juga baiknya kinerja ruas jalan dari suatu sistem

112
jaringan jalan, jika kinerja persimpangannya sangat rendah maka kinerja seluruh sistem
jaringan jalan tersebut akan menjadi rendah pula. (Tamin, 1997).
Volume lalu lintas merupakan komponen penting dalam analisis kinerja
persimpangan, dimana tipe pengaturan simpang akan berpengaruh pada komposisi lalu
lintas pada simpang. Volume lalu lintas pada simpang terdiri dari beberapa pergerakan
mebelok kendaraan sesuai pengendalian da pengaturan yang ada pada simpang. Seperti
halnya pada ruas jalan jumlah kendaraan pada simpang disetarakan dengan
menggunakakoefisien ekivalensi mobil penumpang (emp) yang berbeda-beda. Untuk
mengatahui Ekivalensi Mobil Penumpang Untuk Simpang dapat dilihat pada Tabel 5.19.
Pembagian kendaraan untuk penentuan ekivalensi mobil penumpang (emp) pada
analisis simpang lebih sederhana dibandingkan dengan analisis ruas jalan. Pada simpang
bersinyal kendaraan dipisahkan menjadi Kendaraan Ringan (LV), Kendaraan Berat (HV),
dan Sepeda Motor (MC). Perbedaan yang signifikan dalam penggolongan ini adalah untuk
sepeda motor menurut tipe pendekat, pada pendekat terlawan yang memungkinkan
terjadinya konflik antar arus yang berlawanan memiliki emp sepeda motor yang lebih
besar dari pendekat tipe terlindung. Pendekat tipe terlindung ini tidak mengijinkan
terjadinya konflik arus yang berlawanan dengan pemisahan fase tersendiri. Adapun Bagan
Alir Analisis Simpang Tak Bersinyal dapat dilihat pada Gambar 5.19.
Tabel 5. 19 Ekivalensi Mobil Penumpang Untuk Simpang
emp Untuk Tipe Pendekat
Jenis Kendaraan Simpang Bersinyal Simpang
Terlindung Terlawan Tak Bersinyal
Kendaraan Ringan (LV) 1,0 1,0 1,0
Kendaraan Berat (HV) 1,3 1,3 1,3
Sepeda Motor (MC) 0,2 0,4 0,5
Sumber : MKJI, 1997

113
LANGKAH A: DATA MASUKAN
A1: Kondisi Geometrik
A2: Kondisi lalu-lintas
A3: Kondisi lingkungan

LANGKAH B: KAPASITAS
PERUBAHAN B1: Lebar pendekat dan tipe simpang
B2: Kecepatan dasar
B3: Faktor Penyesuaian lebar pendekat
B4: Faktor penyesuaian median jalan utama
B5: Faktor penyesuaian ukuran kota
B6: Faktor penyesuaian tipe lingkungan, hambatan
sampig dan kend. Tak bermotor
B7: Faktor penyesuaian belok kiri
B8: Faktor penyesuaian belok kanan
B-9: Faktor penyesuaian arus jalan minor
B-10: Kapasitas

LANGKAH C: PERILAKU LALU-LINTAS


C1: Derajat kejenuhan
C2: Tundaan
YA C3: Peluang antrian
C4: Penilaian perilaku lalu-lintas

Perlu penyesuaian anggapan mengenai perencanaan dsb.

TIDAK

Akhir analisa

Gambar 5. 16 Bagan Alir Analisis Simpang Tak Bersinyal


5.6.1. Kapasitas Simpang Tak Bersinyal
Perhitungan kapasitas persimpangan tidak berlampu lalu lintas ditetnukan dengan
persamaan berikut: (MKJI, 1997: 3-39).
C = C0 x FW x FM x FCS x FRSU x FLT x FRT x FMI (smp/jam)
C : Kapasitas (smp/jam)
C0 : Kapasitas dasar (smp/jam)
FW : Faktor koreksi kapasitas untuk lebar jalan persimpangan
FM : Faktor koreksi kapasitas jika ada pembatas median pada lengan
FCS : Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (jumlah penduduk)
FRSU : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya tipe lingkungan & gangguan
samping
FLT : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kiri
FRT : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kanan
FMI : faktor koreksi kapasitas akibat adanya arus lalu lintas pada jalan minor
1) Tipe Simpang
Tipe simpang menentukan jumlah lengan simpang dan jumlah lajur pada jalan
utama dan jalan minor pada lengan minor pada lengan simpang tersebut dengan kode
tiga angka. Jumlah lengan simpang adalah lengan dengan lalu lintas masuk dan keluar
atau keduanya. Untuk mengetahui tipe sampang tak bersinyal dapat dilihat pada Tabel
5.20.

114
Tabel 5. 20 Tipe Simpang Tak Bersinyal
Jumlah lengan Jumlah lajur Jumlah lajur
Kode
Simpang jalan minor jalan utama
322 3 2 2
324 3 2 4
342 3 4 2
422 4 2 2
424 4 2 4

2) Kapasitan Dasar
Tipe kapasitas dasar dapat dilihat pada Tabel 5.21 berikut ini:
Tabel 5. 21 Tipe kapasitas Dasar
Kode IT (Tipe simpang) Kapasitas Dasar (smp/jam)
322 2700
342 2900
324 atau 344 3200
422 2900
424 atau 444 3400

3) Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat


Faktor Penyesuaiam Lebar Pendekat dapat dilihat pada Tabel 5.22 dibawah ini:
Tabel 5. 22 Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat
Kode IT (Tipe Faktor penyesuaian Lebar
simpang) Pendekat (FW)
322 0,73 + 0,0760 W1
342 0,67 + 0,0698 W1
324 atau 344 0,62 + 0,0646 W1
422 0,70 + 0,0866 W1
424 atau 444 0,61 + 0,0740 W1

4) Faktor Penyesuaian Median Jalan Utama


Untuk mengetahui lebih jelas mengenai Faktor Penyesuaian Median Jalan
Utama dapat dilihat pada Tabel 5.23 dibawah ini:
Tabel 5. 23 Faktor Penyesuaian Median Jalan Utama
Uraian Tipe Median Faktor Penyesuaian

Tidak ada median pada jalan utama Tidak ada 1,00

Ada median jalan utama, lebar < 3 m Sempit 1,05

Ada median jalan utama, lebar > 3 m Lebar 1,20

115
5) Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
Untuk Faktor Penyesuaian berdasarkan Ukuran Kota dapat dilihat pada Tabel
5.24 dibawah ini:
Tabel 5. 24 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
Penduduk Faktor penyesuaian ukuran
Ukuran kota (CS)
(Juta) kota (FCS)
Sangat kecil < 0,1 0,82
Kecil 0,1-0,5 0,88
Sedang 0,5-1,0 0,94
Besar 1,0-3,0 1,00
Sangat besar > 3,0 1,05
6) Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan
Kendaraan Tak Bermotor
Untuk Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan dan Hambatan Samping lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.25 dibawah ini:
Tabel 5. 25 Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan dan Hambatan Samping
Rasio kendaraan tak bermotor (PUM)
Tipe lingkungan
Kelas hambatan samping SF 0,0 0,1 0,1
jalan 0,05 0,20 > 0,25
0 0 5
0,9 0,8 0,7
Tinggi 0,88 0,74 0,70
3 4 9
0,9 0,8 0,8
Komersial Sedang 0,89 0,75 0,70
4 5 0
0,9 0,8 0,8
Rendah 0,90 0,76 0,71
5 6 1
0,9 0,8 0,8
Tinggi 0,91 0,77 0,72
6 6 2
0,9 0,8 0,8
Permukiman Sedang 0,92 0,77 0,73
7 7 2
0,9 0,8 0,8
Rendah 0,93 0,78 0,74
8 8 3
1,0 0,8 0,8
Akses terbatas Tinggi/sedang/rendah 0,95 0,80 0,75
0 5 5

7) Faktor Penyesuaian Belok Kiri (MKJI, 1997: 3-36)


FLT = 0,84 + 1,61 PLT
8) Faktor penyesuaian belok kanan (MKJI, 1997: 3-37)
4-lengan : FRT = 1,0

3-lengan : FRT = 1,09-0,922 PRT


9) Faktor penyesuaian belok kanan (MKJI, 1997: 3-37)
Untuk Faktor Penyesuaian Rasio Arus Jalan Minor dapat disimak pada Tabel
5.26 dibawah ini:

116
Tabel 5. 26 Faktor Penyesuaian Rasio Arus Jalan Minor
IT FMI PMI
422 1,19 x PMI2 1,19 x PMI + 1,19 0,1 0,9
424 16,6 x PMI4 – 33,3 x PMI3 + 25,3 x PMI2 – 8,6 x PMI + 1,95 0,1 – 0,3
444 1,11 x PMI2 – 1,11 x PMI + 1,11 0,3 – 0,9
1,19 x PMI2 – 1,19 x PMI + 1,19 0,1 – 0,5
322
-0,595 x PMI2 + 0,595 x PMI3 + 0,74 0,5 – 0,9
1,19 x PMI2 – P2,38 x PMI + 1,49 0,1 – 0,5
342
1,19 x PMI2 – P 2,38 x PMI + 1,49 0,5 – 0,9
16,6 x PMI4 – 33,3 x PMI3 + 25,3 x PMI2 – 8,6 x PMI + 1,95 0,1 – 0,3
324
1,11 x PMI2 – 1,11 x PMI + 1,11 0,3-0,5
344
-0,555 x PMI2 + 0,555 x PMI + 0,69 0,5-0,9

5.6.2. Derajat Kejenuhan


Derajat Kejenuhan untuk simpang tidak bersinyal dihitung sebagai berikut :
(MKJI,1997)
Q smp
DS =
C
Dimana :
Qsmp = arus total (smp/jam) dihitung sebagai berikut :
Qsmp = Qkend x Fsmp
Fsmp = faktor smp, dihitung sebagai berikut :
emp LV x LV %+empHV x HV % + empMC x MC %
Fsmp =
100
Dimana emp LV, LV%, empHV, HV%, emp MC dan MC% adalah emp dan
komposisi lalu lintas untuk kendaraan ringan, kendaraan berat dan sepeda motor.
C = kapasitas (smp/jam)
5.6.3. Tundaan
Tundaan merupakan waktu tempuh tambahan untuk melewati simpang bila
dibandingkan dengan situasi tanpa simpang, yang terdiri dari tundaan lalu lintas dan
tundaan geometrik. Tundaan pada simpang dapat terjadi karena dua sebab yaitu :
3) Tundaan Lalu Lintas (DT) akibat interaksi lalu lintas dengan gerakan lain
dalam simpang.
4) Tundaan Geometrik (DG) akibat perlambatan dan percepatan kendaraan yang
terganggu dan tidak terganggu.
 Tundaan lalu lintas simpang (DT I) adalah tundaan lalu lintas, rata-rata untuk
semua kendaraan bermotor yang masuk simpang denga persamaan(MKJI, 1997):
Untuk DS  0,6 : DTI = 2 + 8,2708 x DS – (1 - DS)2

117
Untuk DS > 0,6 : DTI = 1,0504/(0,2742 – 0,2042 x DS) – (1 – DS)2
 Tundaan lalu lintas jalan minor (DTMI) : Tundaan lalu lintas jalan minor rata-rata,
ditentukan berdasarkan tundaan simpang rata-rata dan tundaan jalan utama rata-rata
(MKJI, 1997).
DTMI = (QTOT x DTI – QMA x DTMA)/QMI

Dimana :
DTMI = tundaan lalu lintas jalan minor
DTMA = tundaan lalu lintas jalan utama
QTOT = arus total
QMA = arus jalan utama
QMI = arus jalan minor
 Tundaan lalu lintas jalan utama (DTMA) : Tundaan lalu lintas rata-rata semua
kendaraan bermotor yang masuk persimpangan dari jalan utama. (MKJI, 1997)
Untuk DS  0,6 : DTMA = 1,8 + 5,8234 x DS – (1- DS)1,8
Untuk DS > 0,6 : DTMA = 1,05034/ (0,346-0,246 x DS) – (1-DS)1,8 , dimana :
DTMA = tundaan lalu lintas jalan utama
DS = derajat kejenuhan
 Tundaan geometrik simpang (DG) adalah tundaan geometrik rata-rata seluruh
kendaraan bermotor yang masuk simpang. DG dihitung dari persamaan berikut.
(MKJI, 1997)
Untuk DS < 1,0 :
DG = (1-DS) x (PT x 6 + (1- PT)3) + DS4 (det/smp)
Untuk DS  1,0 ; DG = 4

Dimana :
DS =derajat kejenuhan
PT = rasio arus belok terhadap arus total
6 dtk = tundaan geometrik normal untuk kendaraan belok yang tak terganggau
(det/smp).

4 dtk = tundaan geometrik normal untuk kendaraan yang terganggu (det/smp)


 Tundaan simpang (D), dapat dihitung sebagai berikut : (MKJI, 1997)
DG = DG + DTI (det/smp)
Dimana :

118
DG = tundaan geometrik simpang
DTI = tundaan lalu lintas simpang

5.6.4. Peluang Antrian


Peluang antrian ditentukan dari kurva peluang antrian/derajat kejenuhan secara
empiris.
QP%= 47,71 x DS-24,68 x DS2 + 56,47 x DS3
QP% = 9,02 x DS +20,66 x DS2 + 10,49 x DS3

5.6.5. Tingkat Pelayanan Persimpangan Tak Bersinyal


Ketika volume melebihi kapasitas dari lajur, tundaan yang parah akan disertai
dengan panjang antrian yang mungkin berpengaruh pada pergerakan lalu lintas di
persimpangan-persimpangan. Kondisi ini biasanya membutuhkan perbaikan geometrik
pada persimpangan. Tingkat pelayanan untuk persimpangan tidak bersinyal dapat dilihat
pada tabel 5.27.

Tabel 5. 27 Tingkat Pelayanan Pada Simpang Tak Bersinyal


Kapasitas Tingkat
Tundaan untuk lalu lintas jalan minor
sisa pelayanan
> 400 A Sedikit dan tidak ada tundaan
300-399 B Tundaan lalu lintas singkat
200-299 C Tundaan lalu lintas rata-rata
100-199 D Tundaan lalu lintas lama
0-99 E Tundaan lalu lintas sangat lama
* F *

5.7. Kinerja Simpang Bersinyal


5.7.1. Kapasitas Persimpangan Bersinyal
Kapasitas lengan persimpangan berlampu lalu lintas dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu nilai arus jenuh, waktu hijau efektif dan waktu siklus seperti yang dinyatakan
dalam persamaan berikut (MKJI, 1997) :
S. g
C=
c (smp/jam)
Dimana :
C : Kapasitas (smp/jam)
S : Arus jenuh
G : Waktu hijau efektif
c : Waktu siklus

119
5) Penentuan Arus Jenuh
Adanya nilai arus jenuh suatu persimpangan berlampu lalu lintas dapat dihitung dengan
persamaan (MKJI, 1997) :
S = S0 x FCS x FSF x FG x FP x FLT x FRT (smp/waktu hijau efektif)
Dimana
S : Arus jenuh (smp/waktu hijau efektif)
SO : Arus jenuh dasar (smp/waktu hijau efektif)
FCS : Faktor koreksi arus jenuh akibat ukuran kota (jumlah penduduk)
FSF : Faktor koreksi arus jenuh akibat adanya gangguan samping yang meliputi
faktor tipe lingkungan jalan dan kendaraan tidak bermotor
FG : Faktor koreksi arus jenuh akibat kelandaian jalan
FP : Faktor koreksi dengan arus jenuh akibat adanya kegiatan perparkiran dekat
lengan persimpangan
FLT : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kiri
FRT : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kanan
Bagan Alir Pelaksanaan Simpang Bersinyal dapat dilihat pada Gambar 5.17.
LANGKAH A: DATA MASUKAN
A1: Geometrik, pengaturan lalu-lintas dan kondisi lingkungan
A2: Kondisi Geometrik

LANGKAH B: PENGGUNAAN SIGNAL


B1: Fase awal
B2: Waktu anatar hijau dan waktu hilang

PERUBAHAN
Ubah penentuan fase LANGKAH C: PENENTUAN WAKTU SIGNAL
sinyal, lebar pendekat, C1: Tipe pendekat
aturan membelok, C2: Lebar pendekat efektif
dsb. C3: Arus jenuh dasar
C4: Faktor-faktor penyesuaian
C5: Rasio arus-arus jenuh
C6: Waktu siklus dan waktu hijau

LANGKAH D: KAPASITAS
D1: Kapasitas
D2: Keperluan untuk perubahan

LANGKAH E: PERILAKU LALU-LINTAS


E1: Persiapan
E2: Panjang antrian
E-3: Kendaraan terhenti
E-4: Tundaan

Gambar 5. 17 Bagan Alir Simpang Bersinyal


6) Penentuan Faktor Koreksi Arus Jenuh
 Arus Jenuh Dasar (S0)

120
Merupakan besarnya keberangkatan antrian dalam suatu pendekatan selama
kondisi ideal (smp/jam hijau). Perhitungan arus jenuh dasar untuk pendekat
terlindung (P) adalah (MKJI, 1997) :
SO = 600 x We, dimana (We = lebar efektif)
Untuk pendekat tipe terlawan (O), nilai SO ditentukan sebagai fungsi dari
lebar efektif pendekat (We) dan arus lalu lintas belok kanan pada pendekat tersebut
(QRT) dan juga pendekat terlawan (QRTO).

 Faktor Koreksi Arus Jenuh Akibat Gangguan Samping (FSF)

Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan dan Hambatan Samping dapat


dilihat pada Tabel 5.28.
Tabel 5. 28 Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan dan Hambatan Samping
Lingkungan Hambatan Rasio kendaraan tak bermotor
Tipe fase
Jalan Samping 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25
Komersil Tinggi Terlawan 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70
(COM) Terlindung 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,81
Sedang Terlawan 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,71
Terlindung 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82
Rendah Terlawan 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,72
Terlindung 0,95 0,93 0,90 0,89 0,87 0,83
Pemukiman Tinggi Terlawan 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72
(RES) Terlindung 0,96 0,94 0,92 0,99 0,86 0,84
Sedang Terlawan 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,73
Terlindung 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85
Rendah Terlawan 0,98 0,93 0,88 0,83 0,80 0,74
Terlindung 0,98 0,96 0,94 0,94 0,88 0,86
Akses Terlawan 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75
Terbatas Terlindung 1,00 0,98 0,95 0,93 0,90 0,88

 Faktor Koreksi Arus Jenuh Akibat Ukuran Kota (FCS)

Untuk Faktor Penyesuaian Ukuran Kota dapat dilihat seperti Tabel 5.29 berikut:
Tabel 5. 29 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota

Penduduk kota Faktor penyesuaian


(Juta Jiwa) ukuran Kota (FCS)
> 3,0 1,05
1,0 – 3,0 1,00
0,5 – 1,0 0,94
0,1 – 0,5 0,83
< 0,1 0,82

 Faktor Koreksi Arus Jenuh Akibat Kelandaian (FG)

Untuk Faktor Koreksi Arus Jenuh Akibat Kelandaian (FG) seperti Gambar
5.18.

121
Gambar 5. 18 Faktor Penyesuaian Untuk Kelandaian (FG)
 Faktor Koreksi Arus Jenuh Akibat Kegiatan Parkir Dekat Lengan Simpang (FP)
Faktor Koreksi Arus Jenuh Akibat Kegiatan Parkir Dekat Lengan Simpang
(FP) dapat dilihat pada Gambar 5.19 berikut:

Gambar 5. 19 Faktor Penyesuaian Pengaruh Parkir dan Lajur Belok kiri yang Pendek (FC)
 Faktor penyesuaian belok kiri (FLT)
Faktor penyesuaian akibat pergerakan belok kiri khusus untuk pendekat Tipe P
ditentukan dengan persamaan (MKJI, 1997) :
FLT = 1,0 – PLT x 0,16

 Faktor penyesuaian belok kanan (FRT)


Faktor penyesuaian akibat pergerakan belok kiri khusus untuk pendekat P
ditentukan dengan persamaan (MKJI, 1997) :
FRT = 1,0 –PRT x 0,26

7) Penentuan Waktu Sinyal


 Waktu Antar Hijau dan Waktu Hilang

122
Waktu antar hijau (IG) merupakan waktu dimana periode kuning + merah
semua antar dua fase sinyal yang berurutan (detik). Sedangkan waktu merah
semua adalah waktu dimana sinyal merah menyala bersamaan dalam pendekat-
pendekat yang dilayani oleh dua fase sinyal yang berurutan (det).
( L EV +I EV ) L AV

Merah semua =
[ V EV
+
V AV ] max

Dimana :
LEV, LAV = jarak dari garis henti ke titik konflik masing-masing untuk
kendaraan berangkat dan datang (m)
IEV = panjang kendaraan yang berangkat (m)
VEV, VAV = kecepatan masing-masing untuk kendaraan yang berangkat dan
yang datang (m/det)
Waktu hilang (LTI) merupakan jumlah semua periode antar hijau dalam
siklus yang lengkap (det). Waktu hilang dapat juga diperoleh dari beda antara
waktu siklus dengan jumlah waktu hijau dalam semua fase yang berurutan.

LTI = ∑ (Merahsemua + kuning) = ∑ IG


 Waktu siklus sebelum penyesuaian (Cua) (MKJI, 1997)
Cua = (1,5 x LTI +5)/(1-IFR)
 Waktu Hijau (g) (MKJI, 1997)
Gi = (Cua – LTI) x Pri

 Waktu siklus yang disesuaiakan (MKJI,1997)

C= ∑ g+LTI
8) Penentuan Rasio Arus/Rasio Arus Jenuh
 Rasio Arus (FR) ditentukan dengan persamaan (MKJI,1997) :
FR = Q/S
 Rasio arus simpang (IFR) ditentukan dengan persamaan (MKJI, 1997) :

IFR = ∑ (FRcrit )
Dimana FRcrit merupakan rasio arus kritis (tertinggi) pada masing-masing fase
 Rasio Fase (PR), ditentukan dengan persamaan (MKJI,1997) :
PR = FRcrit/IFR

123
5.7.2. Derajat Kejenuhan (DS)
Derajat kejenuhan untuk simpang bersinyal dihitung dengan persamaan berikut
(MKJI, 1997) :
DS = Q/C =(Q x c)/(S x g)
Dimana :
Q = jumlah unsur lalu lintas yang melalui titik terganggu di hulu, pendekat per
satuan waktu
C = Kapasitas (smp/jam)
S = arus jenuh (smp/jam hijau)
c = waktu siklus sinyal (det)
g = waktu hijau (det)

5.7.3. Panjang Antrian


Panjang antrian (QL) merupakan jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal
hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1)
ditambah dengan jumlah smp yang datang selama fase merah (NQ2). (MKJI, 1997:)
NQ = NQ1 + NQ2
Dengan :

NQ1 = 0,25 x C x
[ √
( DS−1 + ( DS−1)2 +
8 x ( DS−0,5)
C ]
1−GR Q
x
NQ2 = c x 1−GR−DS 3600
NQ max ×20
QL = W masuk

NQmax merupakan nilai penyesuaian dari NQ yang ditentukan dari grafik


hubungan jumlah antrian rata-rata dengan peluang untuk pembebanan lebih (POL). Gambar
3.10 digunakan dalam penentuan nilai Nqmax untuk menyesuaikan NQ dalam peluang
yang diinginkan terjadinya pembebanan lebih POL (%). Untuk perancangan dan
perencanaan disarankan POL  5% sedangkan untuk operasi suatu nilai POL = 5 – 10%
mungkin dapat diterima . Untuk nilai NQmax dapat dilihat pada Gambar 5.20.

124
Gambar 5. 20 Perhitungan Jumlah Antrian NQmax

5.7.4. Kendaraan Terhenti


Laju henti (NS) merupakan jumlah rata-rata berhenti per smp (termasuk berhenti
berulang dalam antrian) dengan persamaan (MKJI,1997) :
NQ
x 3600
NS = 0,9 x
Q XC

Jumlah kendaraan terhenti (NSV)


NSV = Q x NS
Angka Henti Total (NSTOT)
∑ N sv
NSTOT = Qtot

5.7.5. Tundaan
Tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui simpang
apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui simpang. Tundaan rata-rata untuk suatu
pendekat j dihitung sebagai (MKJI, 1997) :
Dj = DTj + DGj
Dimana :
Dj = tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
DTj = tundaan lalu lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
DGj = tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari
persamaan berikut (MKJI,1997):

125
0,5 x (1 − GR )2 NQ1 x 3600
+
DTj = c x (1 − GR x DS ) C
Dimana :
DTj = Tundaan lalu lintas rata-rata pada pendekat j (det/smp)
GR = rasio hijau (g/c)
DS = derajat kejenuhan
C = kapasitas (smp/jam)
NQ1 = jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya.
Tundaan geometrik rata-rata pada suatu pendekatan j dapat diperkirakan
sebagai berikut (MKJI, 1997) :
DGj = (1- PSV) x PT x 6 + (PSV x 4)
Dimana :
DGj = tundaan geometrik rata-rata pada pendekat j (det/smp)
PSV = rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat
PT = rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat

5.7.6. Tingkat pelayanan persimpangan bersinyal


Tingkat pelayanan persimpangan bersinyal dapat dilihat dari tundaan dan
kapasitas sisa persimpangan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 5.30 berikut.
Tabel 5. 30 Tingkat Pelayanan Persimpangan Bersinyal
Tundaan per
ITP
kendaraan (detik)
A  5,0
B 5,1 – 15,0
C 15,1 – 25,0
D 25,1- 40,0
E 40,1 –60,0
F > 60,0
Sumber : Tamin, 2000

5.3.7. Tipe Penanganan Simpang


Tamin (1997) menyebutkan bahwa kapasitas sistem jaringan jalan tidak saja
dipengaruhi oleh kapasitas ruas jalannya, tetapi juga kapasitas persimpangannya.
Bagaimana pun juga baiknya kinerja ruas jalan dari suatu sistem jaringan jalan, jika kinerja
persimpangannya sangat rendah maka kinerja seluruh sistem jaringan jalan tersebut akan
menjadi rendah pula. (Tamin, 1997). Tujuan pengaturan lalu lintas pada simpang adalah
untuk menjaga keselamatan dengan memberikan petunjuk yang jelas dan terarah. Data

126
arus lalu lintas tiap pendekat menentukan pengaturan yang tepat untuk simpang, Penentuan
tipe pengaturan simpang berdasarkan arus ditampilkan pada Gambar 5.21.

Sumber : Alik, 2005


Gambar 5. 21 Penentuan Pengaturan Simpang
5.8. Permodelan Empat Tahap
Pemodelan transportasi adalah upaya merepresentasikan permintaan perjalanan
pergerakan secara sederhana yang akan digunakan untuk memprediksikan (forecasting)
jumlah perjalanan pada masa yang akan datang. Permintaan perjalanan ini umumnya
dimodelkan dalam 4 tahapan (four step models) yang terdiri atas (Salter, 1976) yaitu:
1. Model bangkitan dan tarikan perjalanan (trip generation model)
2. Model distribusi Perjalanan (trip distribution model)
3. Model pemilihan moda (modal split model)
4. Model pembebanan perjalanan (trip assignment model
Keempat tahapan pemodelan transportasi ini dilakukan untuk mngetahui
karakteristik perjalanan untuk setiap guna lahan dengan menghitung jumlah perjalanan
dari suatu zona dan yang tertarik ke suatu zona, jenis kendaraan yang digunakan, distribusi
perjalanan antar zona serta pembebanannya pada rute yang tersedia. Masing - masing
tahap dalam model berupa pengembangan hubungan secara matematis guna
mensimulasikan situasi yang sebenarnya berdasarkan hasil pengumpulan data dengan
tahapan sesuai bagan alir pelaksanaan pekerjaan. Secara umum metode pemodelan yang
akan dilakukan meliputi sub-sub tahapan berikut ini:
a) Pembagian zona
b) Pemodelan jaringan jalan

127
c) Perhitungan bangkitan dan tarikan perjalanan
d) Perhitungan sebaran perjalanan
e) Menghasilkan Matriks Asal Tujuan perjalanan di wilayah studi
f) Pembebanan rute jaringan jalan di wilayah studi
g) Perhitungan faktor pertumbuhan
h) Perhitungan Matriks Asal Tujuan masa depan di wilayah studi

Adapun Diagram alir pemodelan empat tahap seperti Gambar 5.22 :

PEMODELAN ZONA DATA TATA GUNA LAHAN,


KEPENDUDUKAN DAN EKONOMI

MODEL BANGKITAN & TARIKAN

Estimasi trip end tiap zona

Survey Inventarisasi jaringan Survey Asal Tujuan


MODEL SEBARAN PERGERAKAN

Jaringan Transportasi Total Matriks Asal Tujuan

MODEL PEMILIHAN MODA


Biaya Perjalanan

MAT penumpang angkutan pribadi


MAT penumpang
angkutan umum

MODEL PEMBEBANAN JARINGAN

Fixed Route
Sumber: Tamin, 2000
Arus pada jaringan

Gambar 5. 22 Diagram alir pemodelan empat tahap


5.8.1. Variasi Urutan Konsep Pemodelan

Urutan tahap utama pemodelan dipilih berdasarkan kesesuaian dengan kondisi


yang ada. Pemilihan variasi urutan pemodelan yang tepat akan mempengaruhi ketepatan
model terhadap kondisi yang sebenarnya. Tabel 5.31 menampilkan beberapa variasi urutan
tahapan pemodelan dan penggunaannya.
Tabel 5. 31 Variasi Urutan Tahap Pemodelan
No Urutan Penjelasan
1 G-MS  D  A Pada jenis I, perhitungan bangkitan/tarikan dilakukan dengan
memisahkan moda yang digunakan antara kendaraan pribadi dan
kendaraan umum. Dari pernyataan di atas maka peubah dan parameter
yang digunakan berbeda untuk bangkitan/tarikan dan setiap moda

128
No Urutan Penjelasan
transportasi. Jenis I mengasumsikan bahwa peubah sosio-ekonomi
sangat mempengaruhi proses dari pemilihan moda.
2 G  MS  D Jenis II ini lebih banyak digunakan untuk pengkajian perencanaan
A angkutan jalan raya, yang berarti untuk perencanaan angkutan umum
diabaikan. Konsep dari jenis II ini adalah proses sebaran pergerakan
langsung terkonsentrasi pada angkutan pribadi.
Pada pendekatan ini juga diasumsikan bahwa setiap moda dianggap
saling bersaing dalam merebut pangsa pasar sehingga penentu jenis
pergerakan menjadi faktor penting dalam penting dalam pemilihan
moda.
3 G  D-MS  A Jenis III mengkombinasikan model pemilihan moda dengan model
gravity dari pesebaran pergerakan yang dilakukan secara bersamaan.
Hal ini menandakan bahwa dalam pemilihan moda ikut
mempertimbangkan jenis pergerakan dan bentuk pergerakannya.
4 G  D  MS Pemodelan jenis IV ini menggunakan pendekatan nisbah atau selisih
A hambatan antara dua moda yang bersaing dan menggunakan variasi dari
model III.

Keterangan :
G G G = Bangkitan Pergerakan
(Trip Generation)
D = Sebaran/Distribusi Pergerakan (Trip Distribution)
MS G G - MS D MS = Pemilihan Moda (Modal Split)
A = Pembebanan Jaringan
(Trip Assignment)
D D - MS D MS

A A A A

5.8.2. Prediksi kebutuhan Transportasi

Proses pengembangan model juga akan termasuk prosedur peramalan/prediksi


kebutuhan penyediaan jaringan jalan pada saat proses kalibrasi dan validasi model telah
dilakukan secara keseluruhan. Prosedur tersebut membutuhkan persiapan data-data sebagai
berikut:
1. Data sosio-ekonomi dan demografi untuk masa mendatang sesuai dengan
kebutuhan data untuk pemodelan bangkitan perjalanan sesuai dengan zona dalam
wilayah studi.
2. Data perencaraan pusat kegiatan , tata guna lahan dan perencanaan lainnya
untuk masa yang akan datang sesuai dengan kebutuhan data untuk pemodelan
tarikan perjalanan sesuai dengan zona dalam studi.
3. Kondisi jaringan jalan di masa mendatang, termasuk di dalamnya pekerjaan
pengembangan jaringan jalan dan angkutan umum yang sudah ditetapkan oleh
Pemerintah atau pengembangan lainnya yang bersifat rencana.
Berdasarkan data-data masukan tersebut, model transportasi dapat dijalankan untuk
mendapatkan pembebanan arus lalu lintas pada jaringan jalan di masa yang akan datang
dengan tahapan sesuai bagan alir pada Gambar 5.23.

129
Rencana tata guna lahan Prediksi Demografi
masa mendatang sesuai zona dan Sosio Ekonomi

Model Tarikan Model Bangkitan


Perjalanan Perjalanan

Sumber: Tamin, 2000

Prediksi Trip End


Masing-masing Zona
Rencana Pengembangan
Jaringan Jalan

Model Pemilihan Model Distribusi


Moda Perjalanan

Prediksi MAT dan Rekomendasi Prioritas


Pembebanan Jaringan Penyediaan JAringan

Gambar 5. 23 Prosedur prediksi kebutuhan transportasi masa mendatang


Secara umum pemodelan transportasi di wilayah studi akan menggunakan metoda
pemodelan transportasi empat tahap (four step modelling). Model menghitung jumlah
perjalanan antara masing-masing zona asal dan tujuan untuk menghasilkan suatu Matriks
Asal Tujuan (MAT) perjalanan, dimana MAT ini akan ditambahkan dengan pergerakan
yang terbangkitkan akibat perubahan guna lahan.
Selanjutnya MAT yang dihasilkan dibebankan ke jaringan jalan untuk melihat
penyebaran dari jumlah perjalanan yang ada dalam MAT ke dalam model jaringan jalan
yang sudah dibuat. Hasil dari pemodelan harus divalidasi dan dibandingkan dengan data
hasil observasi langsung di lapangan guna menjamin tingkat akurasi model tersebut.
Dalam studi ini, urutan pentahapan sesuai dengan variasi III, di mana bangkitan
pergerakan (Trip Generation/G) dan pemilihan moda (Modal Split/MS) dimodelkan secara
bersamaan berdasarkan kajian yang pernah dilakukan, Sebaran pergerakan dalam kajian ini
dimodelkan dengan metode Furness, sedangkan proses pembebanan menggunakan
perangkat lunak CONTRAM 5.09.
5.8.3. Bangkitan dan Tarikan

Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah


pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang

130
tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona seperti diilustrasikan pada Gambar 5.24.
Pergerakan lalu lintas merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan
lalu lintas. Bangkitan lalu lintas ini mencakup:
 Lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi (traffict production atau
trip production)
 Lalu lintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi ((traffict attraction
atau trip attraction)

i d

Pergerakan yang berasal Pergerakan yang menuju


dari zona i ke zona d

Gambar 4. 24 Diagram bangkitan dan tarikan pergerakan


Model tarikan pergerakan adalah alat bantu untuk mencerminkan dan
menyederhanakan secara terukur besarnya tingkat pergerakan yang tertarik ke suatu tata
guna lahan atau zona. Sedangkan bangkitan pergerakan digunakan untuk suatu pergerakan
berbasis rumah yang mempunyai tempat asal dan atau tujuan adalah rumah maupun
pergerakan yang dibangkitkan oleh pergerakan berbasis bukan rumah (Ortuzar,1994 dalam
Tamin, 2000).
Keluaran dari perhitungan bangkitan dan tarikan lalu lintas berupa jumlah kendaraan,
orang atau angkutan barang per satuan waktu serta jumlah orang atau kendaraan yang
masuk atau keluar dari suatu luasan tanah tertentu dalam satuan waktu untuk mendapatkan
bangkitan dan tarikan perjalanan. Faktor-faktor bangkitan pergerakan untuk manusia yang
perlu diperhatikan (Tamin, O.Z, 2000) adalah:
- Pendapatan
- Pemilikan kendaraan
- Struktur rumah tangga
- Ukuran rumah tangga
- Nilai lahan
- Kepadatan daerah permukiman
- Aksesibiltas
5.8.4. Model Distribusi Perjalanan (Metode Furness)

131
Pola pergerakan dalam sistem transportasi sering dijelaskan dalam bentuk arus
pergerakan yang bergerak dari zona asal ke zona tujuan selama periode waktu tertentu.
Matriks asal tujuan (MAT) yang berisi informasi mengenai besar pergerakan antar lokasi
di dalam daerah tertentu sering digunakan untuk menggambarkan pola pergerakan dimana
baris menyatakan zona asal dan kolom menyatakan zona tujuan. Pola pergerakan dapat
dihasilkan jika MAT dibebankan pada jaringan transportasi, dengan mempelajari pola
pergerakan permasalahan yang ada dapat diidentifikasi sehingga dapat dihasilkan beberapa
solusi. MAT dapat memberikan indikasi rinci mengenai kebutuhan akan pergerakan
sehingga MAT memegang peranan penting dalam berbagai perencanaan transportasi.
Metode Furness memodelkan sebaran pergerakan masa mendatang dengan
mengalikan sebaran pergerakan eksisting dengan tingkat pertumbuhan zona asal dan zona
tujuan secara bergantian sampai total sel MAT untuk setiap arah sesuai dengan total sel
MAT yang diinginkan. Untuk lebih jelasnya contoh analisis Distrbusi Perjalanan Metode
Furness dapat dilihat pada Tabel 5.32. Pembentukan MAT melalui iterasi dengan metode
Furness ini lebih efisien dibandingkan metode analogi lainnya. Beberapa keuntungan
penggunaan metode ini diantaranya:
• Mudah dimengerti dan digunakan dengan data dasar MAT eksisting
• Proses pengulangan sederhana
• Penggunaannya fleksibel

132
Tabel 5. 32 Contoh analisis Distrbusi Perjalanan Metode Furness
Dari \ Ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 oi Oi Ei
1 0 0 0 0 0 0 0 3 0 1 1 1 20 26 26 1,00
2 0 0 0 2 0 0 3 2 0 8 5 5 4 31 31 1,00
3 1 0 0 1 0 0 1 0 0 2 3 4 23 35 35 1,00
4 1 0 1 0 0 0 1 1 1 16 10 2 8 41 41 1,00
5 0 0 0 1 0 1 7 1 0 4 2 2 28 46 46 1,00
6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 1 29 32 32 1,00
7 1 2 0 4 0 0 0 5 1 17 11 10 48 99 99 1,00
8 2 1 1 2 0 0 3 0 1 9 6 5 5 35 35 1,00
9 0 0 1 0 1 0 3 1 0 2 1 38 214 261 261 1,00
10 1 2 8 5 0 1 41 7 1 0 14 65 61 205 205 1,00
11 0 1 0 2 1 0 22 4 1 12 0 7 33 84 84 1,00
12 12 3 5 7 21 1 12 10 90 33 21 0 92 305 305 1,00
13 14 25 22 20 26 32 7 6 161 97 12 160 0 582 582 1,00
dd 30 35 39 45 50 37 101 39 256 202 86 299 565 1.782 1.782
Dd 30 35 39 45 50 37 101 39 256 202 86 299 565 1.782
Ed 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

133
5.8.5. Model Pembebanan Jaringan
Tahap pembebanan jaringan dilakukan dengan melakukan pembebanan atas
permintaan perjalanan ke sistem jaringan jalan dengan tujuan untuk mendapatkan arus di
ruas jalan dan/atau total biaya perjalanan di dalam jaringan yang ditinjau. Dalam tahap ini
terjadi interaksi langsung antara permintaan dan sediaan, yang hasilnya dapat dijadikan
sebagai ukuran dalam penilaian kinerja (performance) jaringan jalan akibat adanya
perubahan (skenario) permintaan dan/atau sediaan. Tahap ini menyangkut tiga komponen
utama, yaitu matriks pergerakan, jaringan (supply) dan mekanisme pembebanan.
Pembebanan lalu lintas menggunakan prinsip batasan minimum (shortest path),
yaitu para pengemudi diasumsikan telah mengenal kondisi lalu lintas yang ada, sehingga
mereka akan memilih rute dengan perjalanan minimum. Berdasarkan pertimbangan
terhadap lintasan minimum tersebut, selanjutnya perjalanan kendaraan dari tempat asal ke
tempat tujuan dibebankan pada masing-masing ruas jalan yang membangun lintasan
minimum tersebut.
Metode pembebanan yang dipergunakan adalah model All or Nothing Capacity
Restraint dimana pembebanan dilakukan adalah secara paket demi paket kedalam
lintasan minimum, kemudian akan menghasilkan suatu pola lalu lintas tertentu pada
jaringan yang digunakan untuk iterasi berikutnya ketika masing – masing paket kembali
dibebankan ke dalam lintasan minimum yang baru sehingga tercapai equilibrium trip
assignmen.
Data yang di butuhkan Untuk aplikasi contram ialah data nyata yang di ambil dari
lapangan data Input terbagi menjadi 3 yaitu:
 Data jaringan jalan,Data simpang, data ruas Kapasitas, Kecepatan,panjang
link,waktu perjalanan,signal simpang yang di masukan di dalam file dengan
format (.net)
 Data permintaan lalu Lintas atau Data perjalanan dalam bentuk Matrik O/D
dimana pendistribusiannya berdasarkan kelas – kelas kendaraan, yaitu “C”
(car) yaitu jenis kendaraan sedan/ kendaraan pribadi, “B” (bus) dalam hal ini
dapat digunakan sepeda motor, “L” yaitu untuk kendaraan barang. Adapun
distribusi kendaraan perjalanan asal tujuan dengan berdasarkan
moda/kendaraan yang dipergunakan yaitu berdasarkan modal split pada daerah
studi dan disimpan dalam File (.dem).
 Data Sistem pengendalaian jaringan (Control Data).di bentuk dalam file (.con)

134
Kondisi pembebanan yang diterapkan dalam pemodelan ini adalah kondisi tanpa
penanganan/’do-nothing’ untuk melihat seberapa jauh penurunan kinerja jaringan jalan
bila tidak dilakukan penanganan serta kondisi dengan penanganan/’do-something’untuk
mengetahui kebutuhan penanganan serta kinerja jaringan dengan adanya penanganan.
Pembebanan yang dilakukan adalah secara paket demi paket ke dalam lintasan
minimum, dimana hal ini akan menghasilkan suatu pola lalu lintas tertentu pada jaringan
yang kemudian digunakan untuk iterasi berikutnya ketika masing-masing paket
dibebankan kembali ke dalam lintasan minimum yang baru. Diperlukan beberapa iterasi
agar dapat dicapai pola arus lalu lintas yang setimbang (stabil), yaitu suatu pola dimana
semua kendaraan yang dibebankan pada jaringan jalan akan menggunakan rute yang sama
pada 2 (dua) buah iterasi yang berurutan. Proses iterasi ini dapat dipertimbangkan sebagai
pembiasaan diri dari para pengemudi terhadap kondisi jaringan jalan dan kondisi lalu
lintas.
5.8.6. Perkiraan Permintaan

Perkiraan permintaan jalan tol diperoleh dari pengendara dengan asal tujuan yang
sama dengan gerbang tol. Selain itu adanya penghematan waktu tempuh dan preferensi
terhadap tarif tol dapat menjadi faktor pengguna jalan eksisting berpindah menggunakan
jalan tol. Potensi lalu lintas pada pengembangan jalan tol dihitung menggunakan rumus
berikut ini.
T tol=T 1 +T 2 +T 3 (1)
Keterangan:
T1 = lalulintas di tol saat ini = 0
T2 = tambahan lalulintas akibat:
 Berpindahnya pengguna dari jalan nasional
 Diversi pergerakan
T3 = tambahan lalulintas akibat bangkitan dari kawasan sekitar (dalam skenario
dilakukan secara bertahap)
T 2=T Nas × f AT × f pref (2)
TNAS = Trafik pada jalan nasional yang akan terpengaruh
fAT = faktor kesesuaian asal tujuan dengan tol
fpref = faktor potensi perpindahan berdasarkan model
perpindahan
Volume Tol di masa yang akan datang:

135
V tol −n=V tol ×(1+i)n (3)
i = tingkat pertumbuhan
n = n tahun ke depan

136
137

Anda mungkin juga menyukai