Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

PENANGANAN KEGAWATDARURATAN NEONATAL PADA

FASILITAS PONEK

DI SUSUN OLEH :

1. ADE ANGGREANI (19240001)

2. MASTINA JUIKA (18240018)

3. SELVI MARDIANTI (19240012)

PROGRAM STUDI KEBIDANAN (DIII)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita ucapkan kehadiran Allah SWT. Karena Dialah saya
dapat menyelesaikan tugas ini. Dan sholawat beserta salam senantiasa
tercurahkan kepaa junjungan kita nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga
dan para sahabatnya. Sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan
baik dan lancar tapat waktu. Adapun tugas ini disusun guna memenuhi tugas
‘’Penanganan Kegawatdaruratan Neonatal Pada Fasilitas PONEK ‘’Dalam
pembuatan makalah ini, penulis berusaha dalam mengumpulkan informasi-
informasi dari berbagai sumber untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.
Agar membuat pembaca , memiliki intelektual yang lebih mengenai mata
kuliah ini. Penulis berharap, denganadanya makalah ini. Dapat mencerdaskan,
menambah wawasan ataupun lainnya kepada pembaca Untuk itu semua saran dan
kritik yang sifatnya membangun, penulis terima dengan tangan terbuka.
Besar harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi
penulisdan umumnya bagi semua untuk menambah ilmu pengetahuan. Amin.

Bengkulu, 27 September 2021

(....................................)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................
C. Tujuan................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Gawat janin.........................................................................................
B. Asfiksia...............................................................................................
C. Kematian bayi.....................................................................................
D. CTG....................................................................................................
E. Dopler.................................................................................................
F. USG....................................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................
B. Saran...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kegawatdaruratan obstetri dan neonatal merupakan suatu kondisi yang
dapat mengancam jiwa seseorang, hal ini dapat terjadi selama kehamilan,
ketika kelahiran bahkan saat hamil. Sangat banyak sekali penyakit serta
gangguan selama kehamilan yang bisa mengancam keselamatan ibu maupun
bayi yang akan dilahirkan. Kegawatan tersebut harus segera ditangani, karena
jika lambat dalam menangani akan menyebabkan kematian pada ibu dan bayi
baru lahir. Kejadian kematian dan kesakitan ibu masih merupakan masalah
kesehatan yang sangat penting yang dihadapi di Negara-negara berkembang
(Walyani & Purwoastuti, 2015).
Neonatal dengan komplikasi adalah neonatal dengan penyakit dan atau
kelainan yang dapat menyebabkan kecacatan dan atau kematian, seperti
asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanus neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir,
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), sindroma gangguan pernafasan, dan
kelainan kongenital maupun yang termasuk klasifikasi kuning dan merah pada
pemeriksaan dengan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) (Kemenkes,
RI, 2016 : 129).
Komplikasi yang menjadi penyebab kematian terbanyak yaitu asfiksia,
bayi berat lahir rendah, dan infeksi. Komplikasi ini sebetulnya dapat dicegah
dan ditangani, namun terkendala oleh akses ke pelayanan kesehatan,
kemampuan tenaga kesehatan, keadaan sosial ekonomi, sistem rujukan yang
belum berjalan dengan baik, terlambatnya deteksi dini, dan kesadaran orang
tua untuk mencari pertolongan kesehatan (Kemenkes, RI, 2016: 129).
Penanganan neonatal dengan komplikasi adalah penanganan terhadap
neonatal sakit dan atau neonatal dengan kelainan atau
komplikasi/kegawatdaruratan yang mendapat pelayanan sesuai standar oleh
tenaga kesehatan (dokter, bidan atau perawat) terlatih baik di rumah, sarana
pelayanan kesehatan dasar maupun sarana pelayanan kesehatan rujukan.
Pelayanan sesuai standar antara lain sesuai dengan standar MTBM,
Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir, Manajemen BBLR, pedoman
pelayanan neonatal essensial di tingkat pelayanan kesehatan dasar, PONED,
PONEK atau standar operasional pelayanan lainnya (Kemenkes, RI, 2016:
130).
Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan bayi, pemerintah
menetapkan kebijaksanaan penempatan bidan praktek mandiri, dengan tujuan
utama meningkatkan kualitas dan pemerataan pelayanan antenatal dan
prenatal. Sedangkan Bidan Praktek Mandiri (BPM) adalah bidan yang
memiliki tempat praktek secara mandiri dalam melakukan pelayanan
kesehatan.
Kompetensi bidan adalah pengetahuan, keterampilan dan skill yang harus
dimiliki oleh bidan dalam melaksanakan praktek kebidanan pada berbagai
tatanan pelayanan kesehatan, secara aman dan bertanggung jawab sesuai
dengan standar sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat.
Kompetensi bidan tentang penanganan kegawatdaruratan neonatus
terdapat pada kompetensi bidan ke- 6 yaitu bidan memberikan asuhan yang
bermutu tinggi, komprehensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1
bulan. Oleh karena itu, bidan harus mempunyai kompetensi dan upaya kerja
yang baik (Marlina, Endah dan A. Apriyanti. 2015: 17).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan gawat janin/hipoksia?
2. Apa yang dimaksud dengan asfiksia?
3. Apa yang dimaksud dengan kematian bayi?
4. Apa yang dimaksud hasil CTG dan bagaimana cara membaca nya?
5. Apa yang dimaksud hasil DOPLER dan bagaimana cara membaca nya?
6. Apa yang dimaksud hasil USG dan bagaimana cara membaca nya?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan gawat janin/hipoksia
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan asfiksia
3. Utuk mengetahui yang dimaksud dengan kematian bayi
4. Untuk mengetahui apa itu hasil CTG dan cara membaca nya
5. Untuk mengetahui apa itu hasil DOPLER dan cara membaca nya
6. Untuk mengetahui apa itu hasil USG dan cara membaca nya
BAB II
PEMBAHASAN
A. GAWAT JANIN
1. Pengertian
Gawat Janin adalah Respon kritis janin terhadap stres yang
meliputi hipoksia atau asidosis.
Dikatakan gawat janin Dalam persalinan, apabila denyut jantung
Janin (DJJ) Kurang dari 100 kali per menit atau lebih dari 180 kali per
menit, atau air ketuban hijau kental (Saefuddin, 2002).
Gawat janin adalah keadaan Hipoksia janin (Wiknyosastro, 2007).

Bahwa prinsip pemantauan atau penilaian janin selama persalinan


terutama mengevaluasi status oksigenasi janin untuk mempertahankan
kesejahteraan janin dengan deteksi dini dan menghilangkan adanya
gawat janin.
Oksigenasi janin dipengaruhi oleh sirkulasi uteroplasenta. Oleh
karena itu, bidan/perawat kebidanan harus memahami fisiologi
uteroplasenta. Plasenta mempunyai fungsi nutrisi, respirsi, ekskresi,
produksi, imunisasi dan proteksi. Bila fungsi plasenta baik, maka aliran
darah ibu akan adekuat sehingga oksigenasi janin akan baik.

2. Pemantauan/Penilaian Kesejahteraan Janin


a. Pemantauan (monitoring) dapat dilakukan dengan
penilaian/pemantauan aktifitas/gerakan janin oleh ibu sendiri
merupakan pemeriksaan yang murah, mudah dan dapat dipercaya.
b. Pemeriksaan pertumbuhan janin secara fisik seperti dari tinggi
fundus uteri terhadap usia kehamilan dengan menggunakan rumus
Johnson Tossec.
c. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk menilai kantung gestasi,
janin (mengenali secara dini adanya kelainan pertumbuhan janin),
tali pusat, membran/cairan amnion, plasenta dan keadaan patologis
(kehamilan ektopik, mola hidatidosa, tumor, inkompetensia serviks,
dan lain-lain).
d. Pengamatan mekonium dan cairan ketuban dengan memeriksa rasio
lechitin pada cairan ketuban untuk menilai pembentukan surfaktan.
e. Penilaian kematangan paru janin dilakukan dengan test busa
terhadap cairan amnion yang diperoleh dengan amniosentesis.
Pematangan paru diberikan pada usia kehamilan 28-34 minggu.
f. Pengamatan hormon yang diproduksi oleh plasenta, yaitu Esritol dan
HPL untuk menilai fungsi plasenta.
g. Pemeriksaan darah dan analisa gas darah janin melalui umbilical
cord blood sampling (ULBS) dan fetall scalp blood sampling
(FSBS).

3. Diagnosis
Diagnosis gawat janin saat persalinan didasarkan pada denyut
jantung janin yang abnormal. Diagnosis lebih pasti jik disertai air
ketuban hijau dan kental/sedikit.
Gawat janin dapat terjadi dalam persalinan karena :
a. Partus lama.
b. Infus oksitosin.
c. Perdarahan.
d. Infeksi.
e. Insufisiensi plasenta.
f. Ibu diabetes.
g. Kehamilan pre dan posterm atau prolapsus tali pusat.
Hal ini harus segera dideteksi dan perlu penanganan segeras (Saefuddin, 2002).
4. Denyut Jantung Janin/DJJ
a. DJJ aterm normal berkisar antara 120-160 per menit dan variabilitas
mengikat karena pengaruh maturitas sistem syarafotonom.
b. DJJ dapat melambat sewaktu his dan segera kembali normal setelah
relaksasi.
c. DJJ lambat (kurang dari 100 per menit) saat tidak ada his, menunjukkan
adanya gawat janin.
d. DJJ cepat (lebih dari 180 per menit) yang disertai takhikardia ibu, bisa
karena ibu demam, efek obat hipertensi atau amnionitis. Jika denyut
jantung ibu normal, DJJ yang cepat maka sebaiknya dianggap sebagai
gawat janin (Saefuddin, 2002).
e. Jadi dapat disimpulkan bahwa :
 DJJ yang sangat lambat pada saat tidak ada kontraksi atau tetap
lambat setelah kontraksi dicurigai adanya gawat janin.
 DJJ yang cepat tanpa disertai denyut jantung (heart rate/HR) ibu yang
cepat juga merupakan tanda gawat janin.

5. Resiko Komplikasi
a. Kematian janin.
b. Kematian neonatus/BBL.
c. Meconium aspiration syndrome.
d. Perdarahan intrakranial.
e. Hipoksia.
f. Hipoglikemia.
6. Penanganan
a. Kenali tanda-tanda gawat janin, lakukan tindakan yang sesuai.
b. Atur posisi ibu.
c. Koreksi hipotensi maternal, dengan :
 Tinggikan kaki.
 Tingkatkan tetesan infus.
d. Hentikan infus oksitosin.
e. Beri oksigen.
f. Pemeriksaan vagina untuk melihat adanya prolaps tali pusat.
g. Pemeriksaan sampling darah janin.
h. Persiapan terminasi kehamilan bila di indikasikan.
i. Jelaskan dengan singkat setiap tindakan yang dilakukan.
j. Yakinkan pada ibu bahwa dalam keadaan darurat, peralatan medik dan
personil siap untuk menolong persalinan ibu.

7. Prolaps Tali Pusat


a. Tali pusat tersembunyi
Tali pusat berada di samping bagian terbawah janin, ketuban masih utuh.
b. Tali pusat letak terkemuka
Tali pusat mendahului bagian terbawah janin, ketuban masih utuh.
c. Prolaps tali pusat
Tali pusat mendahului bagia terbawah janin, ketuban sudah pecah.
1) Faktor Resiko
 Janin dengan malpresentasi.
 Presentasi kepala yang masih tinggi.
 Ketuban pecah dini.
 Plasenta previa.
 Janin kembar.
 Tali pusat panjang.
2) Tanda dan Gejala
 Bradikardi.
 Ketuban pecah dini.
 Pada pemeriksaan teraba tali pusat pada vagina atau tampak keluar dari
vagina.
3) Penanganan
 Monitor presentasi dan posisi janin.
 Observasi DJJ.
 Lakukan pemeriksaan per vaginam untuk pembuktian adanya prolaps.
 Pasang infus.
 Dampingi pasien.
 Berikan oksisgen 8-10 liter/menit.
 Tutup tali pusat yang keluar dengan kompres NaCl 0,9%.
 Persiapkan tindakan SC.
 Lakukan pemeriksaan vagina secara steril, bila tali pusat keluar,
pertahankan posisi tangan untuk menahan penekanan kepala sampai
dilakukan SC.
B. ASFIKSIA
1. Definisi
Beberapa definisi asfiksia neonatorum adalah sebagai berikut :
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang
gagal bernafas secara Spontan dan teratur segera setelah lahir (FKUI
RSCM, 2000:1072).
Asfiksia Neonatorum adalah satu Karin bayi saat lahir yang
mengalami gangguan tukaran gas dan Transpor Oksigen, sehingga
penderita kekurangan Persediaan oksigen dan kesulitan dalam
mengeluarkan karbon-dioksida (AH, Markum, 2001:261).
Asfiksia Adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan
Pernapasan pada BBL (APN,2008:4-11).

2. Tanda Dan Gejala


Beberapa tanda dan gejala yang dapat mengacu pada Asfiksia
neonatorum adalah:
1. Tidak ada Pernapasan (Apnea)/Pernapasan lambat (Kurang dari 30 kali
per menit).
Apnea terbagi atas dua yaitu:
1) Apnea primer Pernapasan cepat, denyut nadi menurun, dan tonus
neuromuskular menurun.
2) Apnea Sekunder apabila Asfiksia berlanjut, bayi menunjukkan
Pernapasan Megap-megap yang dalam, Denyut jantung terus
menurun, terlihat lemah (pasif) Dan Pernapasan makin lama makin
lemah.
2. Pernapasan tidak teratur, dan dengkuran atau retraksi (perlekukan
dada).
3. Tangi lemah.
4. Warna kulit pucat dan Biru.
5. Tonus otot lemas atau Terkulai
6. Denyut jantung tidak ada atau perlahan (Kurang dari 100 kali per
menit).

3. Etiologi
Aliran darah ibu ke bayi dapat dipengaruhi oleh keadaan ibu. Jika aliran
oksigen ke janin berkurang, Akan mengakibatkan gawat janin. Hal ini dapat
menyebabkan Asfiksia pada bayi baru lahir. Akan tetapi, bayi juga dapat
mengalami Asfiksia tanpa didahului tanda gawat janin.

4. Patofisiologi
Kondisi Patofisiologis Yang menyebabkan Asfiksia meliputi kurangnya
oksigen sel, Retensi karbon dioksida berlebihan, Dan Asidosis Metabolik.
Kombinasi ketiga peristiwa tersebut menyebabkan kerusakan sel dan
lingkungan Biokimia yang tidak cocok dengan kehidupan. Tujuan saya sipasi
adalah intervensi tepat waktu yang membalikkan efek efek Biokimia Asfiksia,
sehingga mencegah kerusakan otak dan organ yang Ireversible, Yang akibatnya
akan ditanggung sepanjang hidup.
Pada awalnya, frekuensi jantung dan tekanan darah akan meningkat dan
bayi melakukan upaya megap-megap atau gasping. Bayi kemudian masuk ke
periode Apnea primer. Bayi yang menerima stimulasi adik kuat selama Apnea
primer akan mulai melakukan usaha napass lagi. Simulasi dapat terdiri atas
stimulasi taktil atau mengeringkan bayi dan stimulasi Termal oleh suhu
persalinan yang lebih dingin.
Bayi bayi yang mengalami proses Asfiksia lebih jauh berada dalam tahap
apne Sekunder. Apnea bundar dapat dengan cepat menyebabkan kematian jika
bayi tidak benar benar didukung oleh Pernapasan buatan, dan bila diperlukan,
dilakukan kompresi jantung. Warna bayi, berubah dari biru Keputih karena
bayi baru lahir menutup sirkulasi Perveer sebagai upaya memaksimalkan aliran
darah ke organ organ seperti jantung, ginjal, dan Adrenal.
Dalam praktik menentukan tingkat Asfiksia bayi dilakukan dengan
penilaian skor APGAR. Biasanya dinilai 1 min setelah bayi lahir lengkap dan 5
min setelah bayi lahir. Patokan Pinis dimulai dengan:
1. Menghitung frekuensi jantung.
2. Melihat usaha bernapas.
3. Melihat tonus otot.
4. Menilai Refleks rangsangan.
5. Memperlihat warna kulit.
Klasifikasi Asfiksia berdasarkan nilai APGAR Adalah sebagai berikut :
1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3.
2. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6.
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9.
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10.

5. Diagnosis
Dia masih Hipoksia Janine dapat dibuat dalam persaingan dengan
ditemukanya tanda tanda gawat Janin. Tiga hal yang perlu mendapat
perhatian dijelaskan berikut ini:
1. Denyut jantung Janin
Frekuensi normal adalah 120 sampai 160 denyut per menit. Selama
habis berlangsung, frekuensi ini dapat turun, Tetapi di luar his, frekuensi
akan kembali lagi pada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut
jantung umumnya tidak terlalu berarti, tetapi apabila frekuensi turun
sampai di bawah 100 kali per menit di luar his dan terlebih Lagi jika
tidak teratur, hal tersebut merupakan tanda bahaya.
2. Mekanisme dalam air ketuban
Mekonium Pada presentasi Sungsang tidak ada artinya, tetapi pada
presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan Oksigenasi dan harus
menimbulkan Kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada
presentasi kepala dan merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan
bila hal tersebut dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan PH darah Janin
Dengan menggunakan amnioskopi Yang dimasukkan lewat serviks,
Dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah
janin. Dara ini diperiksa pH nya. Adanya Asidosis menandakan turunnya
PH. Apabila PH tersebut sampai turun dibawa 7,2 hal tersebut dianggap
sebagai tanda baya oleh beberapa penulis.

6. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan Asfiksia adalah sebagai berikut:
1. Pengaturan suhu
Segera setelah lahir, badan dan kepala Neonatus Hendaknya
Dikeringkan seluruhnya dengan kain kering dan hangat, kemudian bayi
diletakkan telanjang di bawah alat atau lampu Pemanas radiasi atau pada
tubuh ibunya. Bayi dan ibu Sebaiknya diselimuti dengan baik, namun
harus diperhatikan pula agar tidak terjadi pemanasan yang berlebihan pada
tubuh bayi.
2. Tindakan A-B-C-D
a. Airway : Membersikan jalan napas.
b. Breathing : Mengusahakan timbulnya Pernapasan atau ventilasi.
c. Circulation : Memperbaiki sirkulasi tubuh.
d. Drug : Memberikan obat.
Memastikan saluran nafas terbuka
1. Meletakkan bayi dalam posisi kepala Defleksi, bahu diganjal.
2. Mengisap mulut, Hidung dan trakea.
3. Bila perlu, pipa ET Masukkan untuk memastikan Saluran Pernapasan
terbuka.
Memulai Pernapasan
1. Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernapasan.
2. Memakai VTP bila perlu, Seperti Sungkup dan balon, Mulut ke mulut
(dengan menghindari paparan infeksi).
Mempertahankan sirkulasi darah
Rangsangan dan mempertahankan sirkulasi darah dengan cara berikut:
1. Kompresi dada.
2. Pengobatan.

C. KEMATIAN BAYI
1. Definisi Kematian Bayi
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi pada saat bayi lahir
sampai satu hari sebelum hari ulang tahun pertama. Berdasarkan
penyebabnya, kematian bayi dibedakan oleh faktor endogen dan eksogen.
Kematian bayi endogen (kematian neonatal) adaalah kejadian kematian
yang terjadi pada bulan pertama sejak bayi dilahirkan umumnya
disebabkan oleh faktor yang dibawa sejak lahir, diwarisi oleh orangtua
pada saat konsepsi atau didapat dari ibunya selama kehamilan. Kematian
eksogen (kematian postnatal) adalah kematian bayi yang terjadi antara
usia satu bulan atau sampai satu tahun disebabkan oleh faktor yang
berkaitan dengan pengaruh lingkungan (Wandira & Indawati, 2012).
Menurut peneliti kematian bayi diakibatkan karena kondisi ibu saat
hamil kurang baik. Ibu jarang memeriksakan kehamilannya kepada
tenaga kesehatan, jarak kelahiran yang terlalu sempit, dan makanan yang
dikonsumsi ibu tidak bersih menyebabkan bayi lahir dengan berat badan
rendah dan rentan akan penyakit yang dapat memperbesar risiko
kematian bayi.
2. Penyebab Kematian Bayi
Menurut Wandira & Indawati (2012), ada beberapa penyebab kematian
bayi sebagai berikut:
1. Umur Ibu
Umur ibu turut menentukan kesehatan maternal dan sangat erat
dengan kondisi kehamilan, persalinan, nifas, dan bayi. Usia ibu hamil
yang terlalu muda (≤20 tahun) atau terlalu tua (≥35 tahun) merupakan
faktor penyulit kehamilan sebab keadaan tubuh ibu hamil yang terlalu
muda belum siap menghadapi kehamilan, persalinan, dan nifas serta
merawat bayinya. Berbeda dengan ibu hamil terlalu tua yang menghadapi
risiko kelainan bawaan dan penyulit pada waktu persalinan yang
disebabkan oleh karena jaringan otot rahim kurang baik untuk menerima
kehamilan (Waang, 2012).
Umur saat kehamilan menjadi salah satu faktor penting yang
berperan dalam BBLR, terutama pada kehamilan remaja. Umur ibu <20
tahun adalah faktor predisposisi kondisi BBLR. Remaja (<20 tahun)
Secara fisiologis dan emosional belum sepenuhnya matang. Secara fisik,
terjadi penurunan suplai darah ke leher rahim, perkembangan rahim yang
belum sempurna dan rendahnya tingkat hormon gonadotropin.
Berdasarkan psikologis, remaja lebih cenderung untuk terlibat dalam
perilaku berisiko (merokok dan alkohol) selama kehamilan. Kehamilan
pada remaja cenderung tidak terencana dan tidak diinginkan, lebih
cenderung terlambat atau tidak menerima perawatan sebelum
melahirkan, dan kecil kemungkinan untuk mencapai berat badan yang
cukup selama kehamilan dibanding wanita dewasa (Davis, Morin, Stone,
2009).
Menurut Manuaba (2007) usia kurang dari 20 tahun merupakan usia
menunda kehamilan, dimana organ-organ reproduksinya belum berfungsi
secara maksimal, jalan lahir belum bisa menyanggah bagian yang ada
didalamnya secara sempurna. Organ reproduksi yang belum maksimal
mengakibatkan kurang terbentuknya jaringan ikat dan vaskularisasi yang
belum sempurna sehingga membentuk selaput ketuban yang tipis dan
tidak kuat yang dapat memicu terjadinya ketuban pecah dini. Sedangkan
Mochtar (1998) mengemukakan bahwa pada kehamilan diatas 35 tahun,
biasanya penyakit-penyakit degeneratif seperti tekanan darah tinggi atau
diabetes melitus pada wanita lebih sering muncul. Semakin bertambah
usia, penyakit degeneratif seperti gangguan pembuluh darah, biasanya
lebih banyak muncul dibandingkan dengan mereka yang usia muda.
Penyakit degeneratif tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi
ketuban pecah dini. Adanya gangguan pembuluh darah atau
devaskularisasi dapat menyebabkan nekrosis pada jaringan sehingga
jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang yang
akhirnya mengakibatkan ketuban pecah dini.
2. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan baik yang
meninggal ataupun hidup (Zaenab & Joeharno, 2008). Dalam penelitian
ditemukan bahwa sebagian besar jarak kelahiran kurang dari 2 tahun.
Dengan jarak kelahiran yang kurang dari 2 tahun, kesehatan fisik dan
rahim ibu masih butuh cukup istirahat dan ada kemungkinan ibu masih
menyusui (Wandira & Indawati, 2012). Paritas merupakan faktor penting
dalam menentukan nasib ibu dan janin baik selama kehamilan maupun
persalinan (Mochtar, 1998). Paritas memiliki hubungan erat dengan
penyulit atau komplikasi persalinan yang pernah dialami pada kelahiran
sebelumnya. Klasifikasi paritas Primipara wanita yang telah melahirkan
seorang anak, yang cukup besar untuk hidup di dunia luar. Multipara
adalah adalah wanita yang pernah melahirkan bayi beberapa kali (sampai
5 kali). Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6
kali atau lebih hidup atau mati 9. Paritas yang paling aman di tinjau dari
sudut kematian maternal dan perinatal adalah paritas 2-3. Paritas 1 dan ≥
4 mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi (Prawirohardjo,
2016).
3. Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa pendidikan
mempengaruhi proses belajar karena semakin tinggi pendidikan maka semakin
banyak informasi yang didapat. Pendidikan sangat dibutuhkan manusia untuk
pengembangan diri dan meningkaatkan kematangan intelektual seseorang.
4. Bayi Berat Badan Lahir Rendah
Berat Badan Lahir Rendaha (kurang dari 2500 gram) merupakan satu dari
faktor utama yang berkontribusi terhadap kematian perinatal dan neonatal.
Berat Badan Lahira Rendah (BBLR) dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu:
BBLR karena prematur (usia kandungan kurangAdari 37 minggu) atau BBLR
karena intrauterine growth retardation (IUGR), yaitu bayi cukup bulan tetapi
berat kurang untuk usianya. Banyak BBLR di negara berkembang dengan
IUGR sebagai akibat dari ibu dengan status gizi buruk, anemi, malaria, dan
menderita Penyakit Menular Seksual (PMS) sebelum konsepsi atau ketika
hamil (Djaja, Soemantri, 2003).
5. Kelainan Kongenital
Kelainan bawaan (kelainan kongenital) adalah suatu kelainan pada
struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika
dilahirkan. Kelainan bawaan yang terjadi dapat disebabkan faktor genetik
(mutasi gen tunggal, gangguan kromosom, multifaktorial) dan non genetik
(teratogen dan defisiensi mikronutrien) (Effendi, 2014)
Hasil penelitian Mahmudah (2010) menyebutkan bahwa bayi yang
mengalami kelainan kongenital mempunyai risiko 2,205 kali lebih tinggi untuk
terjadi kematian perinatal dibandingkan dengan bayi yang tidak mengalami
kelainan kongenital.
6. Bayi Prematur
Bayi prematur merupakan kelompok bayi yang berisiko tinggi. Hal tersebut
disebabkan oleh ketidakmatangan sistem organ tubuh pada bayi prematur,
seperti organ paru-paru, jantung, ginjal, hati, dan sistem pencernaan (Krisnadi,
2009). Dengan tingkat kematangan tumbuh yang belum sempurna, bayi
prematur memiliki resiko tinggi mengalami masalah kesehatan hingga
kematian. Angka kejadian prematur dan angka kematian bayi prematur di
Indonesia masih tergolong tinggi. Indonesia termasuk kedalam peringkat 10
besar dari 184 negara dengan angka kejadian prematur yang tinggi, yaitu 15,5
kelahiran premature per 100 kelahiran hidup. Dilihat dari jumlah bayi yang
lahir prematur, Indonesia merupakan negara kelima dengan jumlah bayi
prematur terbanyak di dunia, yaitu sebesar 675.700 bayi (WHO, 2014).
7. Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan
Perilaku dan pelayanan kesehatan merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi derajat kesehatan baik individu maupun masyarakat.
Peningkatan derajat kesehatan hanya dapat dicapai apabila kebutuhan (need)
dan tuntutan (demand) perseorangan, keluarga, kelompok, dan atau masyarakat
terhadap kesehatan dapat terpenuhi kebutuhan dan tuntutan ini adalah sesuatu
yang terdapat pada pihak pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer)
(Waang, 2012).
Menurut Levey dan Lomba yang dikutip dalam Azwar (2010), pelayanaan
kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan
kesehatan perorangan, kelompok, keluarga, dan masyarakat.
Tenaga yang dapat memberikan pertolongan persalinan dapat dibedakan
menjadi:
1. Tenaga Kesehatan Professional
a) Dokter spesialis kebidanan dan kandungan
Dokter ahli kebidanan adalah dokter umum yang telah lulus
mengikuti pendidikan ahli di bidang ilmu kebidanan. Selain berperan
memberikan pelayanan spesialistik, dapat juga berperan sebagai
pembina jaminan kualitas pelayanan dan tenaga pelatih. Sebagai ahli
dalam obstetric gynecology mereka juga berperan sebagai advokator
di daerahnya.
b) Dokter umum
Dokter merupakan tenaga kesehatan yang menyelesaikan semua
masalah kesehatan yang dihadapi pasien tanpa memandang jenis
penyakit, organologi, usia, dan jenis kelamin dengan menggunakan
prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi
tanggung jawab professional, hukum, etika, dan moral.
c) Bidan
Bidan adalah seorang yang telah menyelesakan program
pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh
kualifikasi dan diberi ijin untuk menjalankan praktik kebidanan di
negeri ini. Bidan harus mampu memberikan supervise, asuhan, dan
memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama hamil,
persalinan dan paska persalinan, memimpin persalinan atas tanggung
jawab sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak. Menurut
indikator Indonesia Sehat 2010.
a) Perawat
Perawat atau nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata nutrix
yang berarti merawat atau memelihara. Perawat adalah profesi yang
difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat
sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan
kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati yang
bekerja secara independen sebagai bagian dari sebuah tim untuk
menilai, merencanakan, menerapkan, dan mengevaluasi perawatan.
b. Tenaga Non-professional
a) Dukun Bayi
Dukun bayi adalah mereka yang memberi pertolongan pada waktu
kelahiran atau dalam hal-hal yang berhubungan dengan
pertolongan persalinan. Handayani (2010) menjelaskan bahwa
dukun tidak hanya berperan pada saat pertolongan persalinan,
namun juga perawatan pasca persalinan dan pelaksanaan
budaya/kepercayaan. Perawatan pasca bersalin oleh dukun
dilakukan sampai dengan puput pusar setiap hari dengan
kunjungan pagi dan sore. Dukun juga merawat bayi memandikan
dan merawat tali pusat juga merawat ibu. Selain itu, dukun bayi
umumnya dipercaya dapat memberikan kekuatan spiritual melalui
doa-doa, mantra, dan ritual-ritual adat yang dilakukannya, sehingga
memberikan rasa nyaman dan aman pada ibu yang akan
melahirkan.
8. Asfiksia
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor
yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir
(Sarwono & Hanifa, 1997).
Pada bayi yang mengalami asfiksia perlu penanganan yang benar agar
tidak menimbulkan kecacatan bayi dan gangguan pada tumbuh kembangnya di
kemudian hari. Hal ini terjadi karena kurangnya asupan oksigen pada organ-
organ tubuh neonatus, sehingga fungsi kerja organ tidak optimal. Glikogen
yang dihasilkan tubuh dalam hati berkurang yang menyebabkan terjadinya
ikterus dalam jangka panjang dan kematian dalam jangka pendek. Menurut
analisis peneliti asfiksia sebagai penyebab neonatus dimungkinkan karena
pertolongan yang tidak cepat dan tepat, prosedur tetap yang belum dijalankan
sesuai dengan standar, serta keterlambatan penanganan pada bayi yang asfiksia
sehingga menyebabkan bayi meninggal. Asfiksia merupakan penyebab
kematian bayi tertinggi yaitu 49-60%. Pengembangan paru bayi baru lahir
terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan
pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan
oksigen dari ibu ke janin akan terjadi asfiksia.
9. Hipotermia
Hipotermia merupakan salah satu kondisi yang mempengaruhi keadaan
bayi akibat faktor lingkungan. Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh
bayi.
Tanda - tanda klinis hipotermia adalah:
1) hipotermia sedang (suhu tubuh 32°C - <32°C), tanda-tandanya antara
lain: kaki teraba dingin, kemampuan menghisap lemah, tangisan lemah
dan kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata.
2) Hipotermia berat (suhu tubuh <32°C), tanda-tandanya antara lain: sama
dengan hipotermia sedang, dan disertai dengan pernafasan lambat tidak
teratur, bunyi jantung lambat, terkadang disertai hipoglikemi dan asidosis
metabolik.
3) Stadium lanjut hipotermia, tanda-tandanya antara lain wajah, ujung kaki
dan tangan berwarna merah terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit
mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan
tangan (sklerema) (Walyani, 2015).
Bayi baru lahir yang mudah mengalami hipotermia dapat menyebabkan
penurunan kadar glukosa tubuh. Bayi dengan riwayat hipotermia berisiko 1,1
kali lebih besar untuk mengalami kematian neonatal dini dibandingkan
dengan bayi dengan riwayat hipotermia dengan risiko rendah (Zulkifli et al,
2012).
10. Jarak Antar Kelahiran
Jarak kehamilan adalah suatu pertimbangan untuk menentukan kehamilan
yang pertama dengan kehamilan berikutnya (Depkes RI, 2000). Sejumlah
sumber mengatakan jarak ideal kehamilan sekurang – kurangnya 2 tahun,
proporsi kematian terbanyak terjadi pada ibu dengan prioritas 1-3 anak dan
jika dilihat menurut jarak kehamilan ternyata jarak kurang dari 2 tahun
menunjukkan proporsi kematian maternal lebih banyak. Jarak kehamilan yang
terlalu dekat menyebabkan ibu mempunyai waktu singkat untuk memulihkan
kondisi rahimnya agar bisa kembali ke kondisixsebelumnya (Rofiqi, 2008).
Tercantum dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) bahwa salah satu faktor
risiko kematian perinatal adalah jarak antar kehamilan terakhir kurang dari 2
tahun (Mahmudah, 2011).
11. Komplikasi Kehamilan dan Persalinan
Komplikasi kehamilan adalah keadaan penyimpangan dari normal, yang
secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi.
Komplikasi kehamilan meliputi Hb < 11 g/dl, tekanan darah tinggi (sistol
140 mmHg, diastol > 90 mmHg), oedema nyata, eklampsia, perdarahan
pervaginam, ketuban pecah dini, letak lintang pada usia kehamilan > 32
minggu, letak sungsang pada primigravida, infeksi berat/sepsis, persalinan
prematur (Depkes, 2008).
D. KARDIOTOKOGRAFI
Hal – hal berkaitan dengan kardiotokografi :
a. Kardiotokografi berasal dari kata “cardio toco grafi”, dimana
merupakan gabungan dari kata kata berikut ini :
1) Cardio : jantung
2) Toco : kontraksi
3) Grafi : grafik
b. Sebaiknya kardiotokografi di gunakan untuk pemeriksaan :
1) Saat umur kehamilan lebih dari 41 minggu
2) Ibu menderita PEB ( preeklamsi berat )
3) Dicurigai adanya gawat janin
4) Di curigai adanya oligohidramnion
5) Dicurigai adanya pjt ( pertumbuhan janin terhambat)
6) Untuk mengetahui fungsi dinamik plasenta
7) Dalam observasi DJJ turun ( CTG dilakukan selama 20 menit)
8) Infeksi intra partu , kpd, suhu ibu meningkat
(Maryuni, anik, 2016, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
diagnostic dalam kebidanan : Trans Info Media ).
Syarat Pemeriksaan Cardiotokografi
1. Usia kehamilan > 28 minggu.
2. Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan).
3. Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) diketahui.
4. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer
(pada Cardiotokografi terkomputerisasi) sesuai buku petunjuk dari pabrik.
Cara Membaca hasil :
1. Reaktif, bila :
a) Denyut jantung basal antara 120-160 kali per menit.
b) Variabilitas denyut jantung 6 atau lebih per menit.
c) Gerakan janin terutama gerakan multipel dan berjumlah 5 gerakan atau
lebih dalam 20 menit.
d) Reaksi denyut jantung terutama akselerasi pola ”omega” pada NST
yang reaktif berarti janin dalam keadaan sehat, pemeriksaan diulang 1
minggu kemudian.
e) Pada pasien diabetes melitus tipe IDDM pemeriksaan diulang tiap hari,
tipe yang lain diulang setiap minggu.
2. Tidak reaktif, bila :
a) Denyut jantung basal 120-160 kali per menit.
b) Variabilitas kurang dari 6 denyut /menit.
c) Gerak janin tidak ada atau kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit.
d) Tidak ada akselerasi denyut jantung janin meskipun diberikan
rangsangan dari luar.
Antara hasil yang reaktif dan tidak reaktif ini ada bentuk antar
yaitu kurang reaktif. Keadaan ini interpretasinya sukar, dapat diakibatkan
karena pemakaian obat seperti : barbiturat, demerol, penotiasid dan
metildopa.
Pada keadaan kurang reaktif dan pasien tidak menggunakan obat-
obatan dianjurkan CTG diulang keesokan harinya. Bila reaktivitas tidak
membaik dilakukan pemeriksaan tes dengan kontraksi (OCT).

3. Sinusoidal, bila :
a) Ada osilasi yang persisten pada denyut jantung asal.
b) Tidak ada gerakan janin.
c) Tidak terjadi akselerasi, janin dalam keadaan bahaya. Bila paru-paru
janin matur, janin dilahirkan. Gambaran ini didapatkan pada keadaan
isoimunisasi-RH.
Jika pemeriksaan menunjukkan hasil yang meragukan, hendaknya diulangi
dalam waktu 24 jam. Atau dilanjutkan dengan pemeriksaan CST (Contraction
Stress Test). Bayi yang tidak bereaksi belum tentu dalam bahaya, walau begitu
pengujian lebih lanjut mungkin diperlukan.
Hasil pemeriksaan CTG disebut abnormal (baik reaktif ataupun non reaktif)
apabila ditemukan :
a) Bradikardi.
b) Deselerasi 40 atau lebih di bawah (baseline), atau djj mencapai 90 dpm,
yang lamanya 60 detik atau lebih.
Pada pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan terminasi kehamilan bila janin
sudah viable atau pemeriksaan ulang setiap 12-24 jam bila janin belum viable.
Hasil CTG yang reaktif biasanya diikuti oleh keadaan janin yang masih baik
sampai 1 minggu kemudian (dengan spesifitas sekitar 90%), sehingga
pemeriksaan ulang dianjurkan  1 minggu kemudian. Namun bila ada faktor resiko
seperti hipertensi/gestosis, DM, perdarahan atau oligohidramnion  hasil CTG yang
reaktif tidak menjamin bahwa keadaan janin akan masih tetap baik sampai 1
minggu kemudian, sehingga pemeriksaan ulang harus lebih sering (1 minggu).
Hasil CTG non reaktif mempunyai nilai prediksi positif yang rendah <30%,
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan CST atau pemeriksaan
yang mempunyai nilai prediksi positif yang lebih tinggi (Doppler-USG).
Sebaiknya CTG tidak dipakai sebagai parameter tunggal untuk menentukan
intervensi atau terminasi kehamilan oleh karena tingginya angka positif palsu
tersebut (dianjurkan untuk menilai profil biofisik janin yang lainnya).
Jee, Lofever, J, ( 1997 ), Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan
Diagnostik, Edisi 6, EGC, Jakarta. 
E. DOPLER
Fetal doppler adalah alat diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi
denyut jantung bayi yang menggunakan prinsip pantulan gelombang
elektromagnetik. Alat ini sangat berguna untuk mengetahui kondisi kesehatan
janin, dan aman digunakan dan bersifat non invasif.
Doppler juga merupakan alat yang digunakan untuk mendengarkan detak
jantung janin selama masih ada didalam kandungan. Doppler biasanya
terdapat di ruang kebidanan untuk membantu bidan dalam untuk mengetahui
kondisi jantung janin dalam kandungan ibu. Doppler menggunakan 2 sensor
yaitu :
1. Ultrasound Menggunakan transmitter dan receiver, Keuntungannya lebih
peka dan akurat, tetapi harganya lebih mahal.
2. Mikrosound Tidak menggunakan transmitter dan receiver.Hanya
menerima, tidak memancarkan,sehingga kurang peka.
Pada bidang kebidanan, fungsi alat ini dispesifikkan untuk menghitung
jumlah dan menilai ritme denyut jantung bayi.
Doppler menggunakan frekuensi sebesar 2,25 MHz yang digunakan
untuk mendeteksi detak jantung janin  usia 16 minggu, frekuensi
dibangkitkan oleh oscilator kemudian dipancarkan oleh transmitter ke media
pengukuran dan hasil pengukuran diterima kembali oleh reciever, lalu sinyal
masuk ke pre-amp untuk dikuatkan kemudian disaring melalui filter dan
dikuatkan oleh amplifier (penguat akhir). Kemudian output dari amplifier
masuk ke ADC (analog to digital converter)  dirubah menjadi data digital.
Kemudian ditampilkan jumlah detakan jantung janin yang terukur  melalui
display dan speaker.
Cara Pengoperasian
1. Tekan tombol ON/OFF untuk menghidupkan Doppler.
2. Beri GEl pada tranduser.
3. Letakkan tranduser pada objek.
4. Settingan volume agar detak jantung janin terdengar melalui speaker.
5. Hitung detak jantung janin selama 1 menit.
6. Detak janin akan ditampilkan pada display.
F. USG
Ultrasonografi Ultrasonografi (USG) adalah suatu alat dalam dunia
kedokteran yang memanfaatkan gelombang ultrasonik, yaitu gelombang suara
yang memiliki frekuensi yang tinggi di pancarkan melalui transducer ke organ
abdomen yang kemudian hasilnya ditampilkan dalam layar monitor.
Skema cara kerja USG
1. Transduser Transduser adalah komponen USG yang ditempelkan pada
bagian tubuh yang akan diperiksa, seperti dinding perut atau dinding
poros usus besar pada pemeriksaan prostat. Di dalam transduser
terdapat kristal yang digunakan untuk menangkap pantulan gelombang
yang disalurkan oleh transduser. Gelombang yang diterima masih
dalam bentuk gelombang akusitik (gelombang pantulan) sehingga
fungsi kristal disini adalah untuk mengubah gelombang tersebut
menjadi gelombang elektronik yang dapat dibaca oleh komputer
sehingga dapat diterjemahkan dalam bentuk gambar.
2. Monitor yang digunakan dalam USG
3. Mesin USG Mesin USG merupakan bagian dari USG dimana fungsinya
untuk mengolah data yang diterima dalam bentuk gelombang. Mesin
USG adalah CPUnya USG sehingga di dalamnya terdapat komponen-
komponen yang sama seperti pada CPU pada PC, USG merubah
gelombang menjadi gambar.

Jenis Pemeriksaan USG


1. USG 2 Dimensi Menampilkan gambar dua bidang (memanjang dan
melintang). Kualitas gambar yang baik sebagian besar keadaan janin
dapat ditampilkan.
2. USG 3 Dimensi Dengan alat USG ini maka ada tambahan 1 bidang
gambar lagi yang disebut koronal. Gambar yang tampil mirip seperti
aslinya. Permukaan suatu benda (dalam hal ini tubuh janin) dapat
dilihat dengan jelas. Begitupun keadaan janin dari posisi yang berbeda.
Ini dimungkinkan karena gambarnya dapat diputar (bukan janinnya
yang diputar).
3. USG 4 Dimensi Sebetulnya USG 4 Dimensi ini hanya istilah untuk
USG 3 dimensi yang dapat bergerak (live 3D). Kalau gambar yang
diambil dari USG 3 Dimensi statis, sementara pada USG 4 Dimensi,
keadaan janin di dalam rahim.
4. USG Doppler USG Doppler atau Fetal Doppler adalah alat untuk
deteksi detak jantung janin di dalam kandungan sang ibu. Gunanya
untuk memeriksa apakah sang janin tumbuh dengan normal, dengan
ditandai adanya denyut jantungnya. Umumnya teknik yang digunakan
untuk deteksi detak jantung janin adalah dengan ultrasound (frekuensi 2
MHz).Pemeriksaan menggunakan USG Doppler ini dapat dilakukan
pada usia kehamilan 12 minggu.

Keuntungan USG :
1. Dapat dilakukan dengan cepat.
2. Aman.
3. Praktis.
4. Hasil cukup akurat.
5. Data yang di peroleh mempunyai nilai diagnostic yang tinggi.
6. Fisik dasar gelombang ultrasonic.
Indikasi pemeriksaan USG :
1. Dalam bidang obstetric
a. Indikasi yang dianut adalah melakukan pemeriksaan USG dilakukan
begitu diketahui hamil.
b. Penapisan USG pada trimester pertama ( kehamilan 10 – 14 minggu).
c. Penapisan USG pada trimester kedua (18 – 20 minggu ).
d. Pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk memantau tumbuh
kembang janin.
2. Dalam bidang ginekologi, pemeriksaan di indikasikan :
a. Bila ditemukan kelainan secara fisik
b. Di curigai ada kelainan tetapi pada pemeriksaan fisik tidak jelas adanya
kelainan tersebut.
(Maryuni,anik,2016,pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
diagnostic dalam kebidanan : Trans Info Media ).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gawat Janin adalah Respon kritis janin terhadap stres yang meliputi
hipoksia atau asidosis.
Asfiksia Neonatorum adalah satu Karin bayi saat lahir yang mengalami
gangguan tukaran gas dan Transpor Oksigen, sehingga penderita kekurangan
Persediaan oksigen dan kesulitan dalam mengeluarkan karbon-dioksida (AH,
Markum, 2001:261).
Menurut peneliti kematian bayi diakibatkan karena kondisi ibu saat hamil
kurang baik. Ibu jarang memeriksakan kehamilannya kepada tenaga
kesehatan, jarak kelahiran yang terlalu sempit, dan makanan yang dikonsumsi
ibu tidak bersih menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah dan
rentan akan penyakit yang dapat memperbesar risiko kematian bayi.
Ultrasonografi Ultrasonografi (USG) adalah suatu alat dalam dunia
kedokteran yang memanfaatkan gelombang ultrasonik, yaitu gelombang suara
yang memiliki frekuensi yang tinggi di pancarkan melalui transducer ke organ
abdomen yang kemudian hasilnya ditampilkan dalam layar monitor.
Fetal doppler adalah alat diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi
denyut jantung bayi yang menggunakan prinsip pantulan gelombang
elektromagnetik.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan para pembaca bisa mengetahui
lebih jelas lagi tentang adanya “Penanganan Kegawatdaruratan Neonatal Pada
Fasilitas Ponek” dan semoga makalah ini bisa digunakan untuk melengkapi
bahan belajar anda dirumah.
DAFTAR PUSTAKA

Jee, Lofever, J, ( 1997 ), Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan


Diagnostik, Edisi 6, EGC, Jakarta. 

(Maryuni,anik,2016,pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan


diagnostic dalam kebidanan : Trans Info Media ).

Anda mungkin juga menyukai