Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR KELUARGA


1. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah kumpulan yang terdiri dari individu yang bergabung bersama
oleh ikatan penikahan, darah, atau adopsi dan tinggal didalam satu rumah tangga
yang sama (Friedman, 2010). Sedangkan menurut Wall, (1986) dalam Yolanda
(2017), keluarga adalah sebuah kelompok yang mengidentifikasi diri dan terdiri atas
dua individu atau lebih yang memiliki hubungan khusus, yang dapat terkait dengan
hubungan darah atau hukum atau dapat juga tidak, namun berfungsi sebagai
sedemikian rupa sehingga mereka menganggap dirinya sebagai keluarga.

2. Ciri-ciri keluarga
Setiadi (2009) memaparkan ciri-ciri keluarga yaitu :
a. Keluarga merupakan hubungan perkawinan
b. Keluarga bentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan perkawinan
yang sengaja dibentuk atau dipelihara.
c. Keluarga mempunyai suatu system tata nama (Nomen Clatur) termasuk
perhitungan garis keturunan.
d. Keluarga mempunyai fumgsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggotanya
berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan
anak.
e. Keluarga merupakan tempat tingggal bersama, ruamh atau rumah tangga.
3. Tipe keluarga
Berbagai bentuk keluarga tradisional adalah sebagai berikut :
a. Keluarga inti
Jumlah keluarga inti yang terdiri dari seorang ayah yang mencari nafkah, seorang
ibu yang mengurusi rumah tangga dan anak (Friedman, 2010). Sedangkan
menurut Sudiharto (2007), Keluarga inti adalah keluarga yang dibentuk karena
ikatan perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari suami, istri, dan anak-
anak karena
kelahiran (natural) maupun adopsi.
b. Keluarga adopsi.
Keluarga adopsi adalah dengan menyerahkan secara sah tanggung jawab sebagai
orang tua seterusnya dari oranr tua kandung ke orang tua adopsi, biasanya
menimbulkan keadaan yang saling menguntungkan baik bagi orang tua maupun
anak. Disatu pihak orang tua adopsi mampu memberi asuhan dan
kasihsayangnya bagi anak adospsinya, sementara anak adopsi diberi sebuah
keluarga yang sangat menginginkan mereka (Friedman, 2010).
c. Keluarga besar ( Extended Family )
Keluarga dengan pasangan dengan pasangan yang berbagi pengaturan rumah
tangga dan pengeluaran keuangan dengan orang tua, kakak / adik, dan keluarga
dekat lainnya. Anak – anak kemudian dibesarkan oleh generasi dan memiliki
pilihan model pola perilaku yang akan membentuk pola perilaku mereka
(Friedman, 2010). Sedangkan menurut Sudiharto (2007), keluarga besar adalah
Keluarga inti ditambah keluarga yang lain (karena hubungan darah), misalnya
kakek, nenek, bibi, paman, sepupu termasuk keluarga modern, seperti orang tua
tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga dengan pasangan sejenis.
d. Keluarga dengan orang tua tunggal
Keluarga dengan kepala rumah tangga duda/janda yang bercerai, ditelantarkan,
atau berpisah (Friedman, 2010).
e. Dewasa lajang yang tinggal sendiri
Kebanyakan individu yang tinggal sendiri adalah bagian dari beberapa bentuk
jaringan keluarga yang longgar. Jika jaringan ini tidak terdiri atas kerabat,
jaringan ini dapat terdiri atas teman–teman seperti mereka yang sama – sama
tinggal di rumah pensiun, rumah jompo, atau hidup bertetangga. Hewan
pemeliharaan juga dapat menjadi anggota keluarga yang penting (Yolanda,
2017).
f. Keluarga orang tua tiri
Keluarga yang pada awalnya mengalami proses penyatuan yang kompleks dan
peneuh dengan stress. Banyak penyesuaian yang perlu dilakukan dan sering kali
individu yang berbeda atau subkelompok keluarga yang baru terbentuk ini
beradaptasi dengan kecepatan yang tidak sama. Walaupun seluruh anggota
keluarga harus menyesuaikan diri dengan situasi keluarga yang baru, anak – anak
seing kali memiliki masalah koping yang lebih besar karena usia dan tugas
perkembangan mereka (Yolanda, 2017).
g. Keluarga binuclear
Keluarga yang terbentuk setelah perceraian yaitu anak merupakan anggota dari
sebuah sistem keluarga yang terdiri atas dua rumah tangga inti, maternal dan
paternal, dengan keragaman dalam hal tingkat kerjasama dan waktu yang
dihabiskan dalam setiap rumah tangga (Yolanda, 2017).
4. Struktur Keluarga
Struktur keluarga terdiri dari : pola dan proses komunikasi, struktur peran, struktur
kekuatan dan struktur nilai dan norma (Mubarak dkk,2011) menggambarkan sebagai
berikut :
a. Struktur komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila : jujur, terbuka, melibatkan
emosi, konflik selesai dan ada hirarki kekuatan.
b. Struktur peran
Yang dimaksud struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai
posisi sosial yang diberikan. Jadi pada struktur peran bisa bersifat formal atau
informal.
c. Struktur kekuatan
Yang dimaksud adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol atau
mempengaruhi atau merubah perilaku orang lain : legitimate power (hak), referent
power (ditiru), expert power (keahlian), reward power (hadiah), coercive power
(paksa) dan affective power.
d. Struktur nilai dan norma
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota keluarga dalam
budaya tertentu, sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima pada
lingkungan sosil tertentu berarti disini adalah lingkungan keluarga dan lingkungan
masyarakat sekitar keluarga.
5. Fungsi keluarga
Ada lima fungsi keluarga menurut (Friedman, 2010), yaitu :
a. Fungsi afektif
Fungsi afektif merupakan dasar utama baik untuk pembentukan maupun untuk
berkelanjutan unit keluarga itu sendiri, sehingga fungsi afektif merupakan salah satu
fungsi keluarga yang paling penting.Peran utama orang dewasa dalam keluarga
adalah fungsi afektif, fungsi ini berhubungan dengan persepsi keluarga dan
kepedulian terhadap kebutuhan sosio emosional semua anggota keluarganya.
b. Fungsi sosialisasi dan status social
Sosialisasi merujuk pada banyaknya pengalaman belajar yang diberikan dalam
keluarg yang ditunjuk untuk mendidik anak – anak tentang caramenjalankan fungsi
dan memikul peran sosial orang dewasa seperti peran yang di pikul suami-ayah dan
istri-ibu. Status sosial atau pemberian status adalah aspek lain dari fungsi sosialisasi.
Pemberian status kepada anak berarti mewariskan tradisi, nilai dan hak keluarga,
walaupun tradisi saat ini tidak menunjukan pola sebagian besar orang dewasa
Amerika.
c. Fungsi reproduksi
Untuk menjamin kontiniutas antar generasi keluarga dan masyarakat yaitu
menyediakan anggota baru untuk masyarakat.
d. Fungsi perawatan kesehatan
Fungsi fisik keluarga dipenuhi oleh orang tua yang menyediakan makanan, pakaian,
tempat tinggal, perawatan terhadap kesehatan dan perlindungan terhadap bahaya.
Pelayanan dan praktik kesehatan adalah fungsi keluarga yang paling relafan bagi
perawat keluarga.
e. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya yang cukup
finansial, ruang dan materi serta alokasinya yang sesuai melalui proses pengambilan
keputusan.
6. Tugas keluarga dalam bidang kesehatan
Ada 5 pokok tugas keluarga dalam bidang kesehatan menurut Friedman (1998)
dalam Dion & Betan (2013) adalah sebagai berikut :
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga
Keluarga perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahanperubahan yang dialami
anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara
tidak langsung menjadi perhatian keluarga dan orang tua. Sejauh mana keluarga
mengetahui dan mengenal fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi
pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab yang mempengaruhinya, serta persepsi
keluarga terhadap masalah.
b. Membuat keputusan tindakan yang tepat
Sebelum keluarga dapat membuat keputusan yang tepat mengenai masalah
kesehatan yang dialaminya, perawat harus dapat mengkaji keadaan keluarga
tersebut agar dapat menfasilitasi keluarga dalam membuat keputusan.
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
Ketika memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, keluarga
harus mengetahui hal-hal sebagai berikut :
1) Keadaan penyakitnya (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosis dan
perawatannya).
2) Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan.
3) Keberadaan fasilitas yang dibutuhkan untuk perawatan.
4) Sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang
bertanggung jawab, sumber keuangan dan financial, fasilitas
fisik,psikososial).
5) Sikap keluarga terhadap yang sakit.
d. Mempertahankan atau mengusahakan suasana rumah yang sehat Ketika
memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat, keluarga
harus mengetahui hal-hal sebagai berikut :
1) Sumber-sumber yang dimilki oleh keluarga.
2) Keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan.
3) Pentingnya hiegine sanitasi.
4) Upaya pencegahan penyakit.
5) Sikap atau pandangan keluarga terhadap hiegine sanitasi.
6) Kekompakan antar anggota kelompok.
e. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat Ketika
merujuk anggota keluarga ke fasilitas kesehatan, keluarga harus mengetahui hal-
hal sebagai berikut :
1) Keberadaan fasilitas keluarga.
2) Keuntungan-keuntungan yang diperoleh oleh fasilitas kesehatan.
3) Pengalaman yang kurang baik terhadap petugas kesehatan.
4) Fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga.
B. KONSEP TENTANG ULKUS DIABETES
1. Pengertian
Ulkus diabetik adalah luka yang muncul dan berkembang akibat gangguan saraf
tepi, kerusakan struktur tulang kaki, serta penebalan dan penyempitan pembuluh
darah yang sering terjadi pada penderita diabetes. Ulkus kaki diabetik merupakan
salah satu komplikasi utama yang paling merugikan dan paling serius dari
diabetes melitus, 10% sampai 25% dari pasien diabetes berkembang menjadi
ulkus kaki diabetik dalam hidup mereka (Fernando, et al., 2014; Frykberg, et
al.,2006; Rowe, 2015; Yotsu, et al., 2014.)
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kinerja
insulin atau kedua-duanya (ADA, 2011). Menurut WHO, Diabetes Melitus (DM)
didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan
multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat dari
insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan
produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pancreas atau disebabkan
oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Depkes, 2009).
Berdasarkan Perkeni tahun 2011 Diabetes Mellitus adalah penyakit gangguan
metabolisme yang bersifat kronis dengan karakteristik hiperglikemia. Berbagai
komplikasi dapat timbul akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol, misalnya
neuropati, hipertensi, jantung koroner, retinopati, nefropati, dan gangren.
Diabetes Mellitus telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia.
Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan langsung oleh diabetes.
Terdapat 1 orang per 10 detik atau 6 orang per menit yang meninggal akibat
penyakit yang berkaitan dengan diabetes. Penderita DM di Indonesia sebanyak
4,5 juta pada tahun 1995, terbanyak ketujuh di dunia. Sekarang angka ini
meningkat menjadi 8,4 juta dan
diperkirakan akan menjadi 12,4 juta pada tahun 2025 atau urutan kelima di dunia
(Tandra, 2008). Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2016-2018 jumlah
penderita diabetes melitus mengalami peningkatan 13% dari periode sebelumnya
yaitu sebanyak 5.356 penderita (Riskesdas, 2013).
Angka kejadian diabetes melitus di provinsi Sulawesi Tenggara untuk rawat jalan
pada tahun 2016 mencapai 365 orang dan mengalami peningkatan pada tahun
2017 sejumlah 703 orang (Dinkes Sultra, 2017).
Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan prevalensi
diabetes paling tinggi di Kota Kendari sebesar 0,9% dan terendah di Buton Utara
0,1%, baik berdasarkan diagnosis maupun gejala. Lampung Barat apabila
dihitung dengan angka prevalensi 1,2% dari seluruh populasi penduduk hampir
500.000 jiwa, maka terdapat lebih dari 5.000 penderita Diabetes Melitus
(diabetisi) yang tersebar di Lampung Barat (Riskesdas, 2007). Diabetes Melitus
tidak dapat disembuhkan tetapi kadar gula darah dapat dikendalikan melalui diet,
olah raga, dan obat-obatan. Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronis,
diperlukan pengendalian DM yang baik (Perkeni, 2011).
2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi Diabetes Melitus Klasifikasi etiologi Diabetes mellitus menurut
American Diabetes Association, 2011 adalah sebagai berikut:
a. Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut): 1) Autoimun. 2) Idiopatik. Pada Diabetes tipe 1 (Diabetes Insulin
Dependent), lebih sering ternyata pada usia remaja. Lebih dari 90% dari sel
pankreas yang memproduksi insulin mengalami kerusakan secara permanen.
Oleh karena itu, insulin yang diproduksi sedikit atau tidak langsung dapat
diproduksikan. Hanya sekitar 10% dari semua penderita diabetes melitus
menderita tipe 1. Diabetes tipe 1 kebanyakan pada usia dibawah 30 tahun. Para
ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan seperti infeksi virus atau faktor gizi
dapat menyebabkan penghancuran sel penghasil insulin di pankreas (Merck,
2008).

b. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin
disertai defesiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin
disertai resistensi insulin). Diabetes tipe 2 ( Diabetes Non Insulin Dependent) ini
tidak ada kerusakan pada pankreasnya dan dapat terus menghasilkan insulin,
bahkan kadang-kadang insulin pada tingkat tinggi dari normal. Akan tetapi,
tubuh manusia resisten terhadap efek insulin, sehingga tidak ada insulin yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Diabetes tipe ini sering terjadi pada
dewasa yang berumur lebih dari 30 tahun dan menjadi lebih umum dengan
peningkatan usia. Obesitas menjadi faktor resiko utama pada diabetes tipe 2.
Sebanyak 80% sampai 90% dari penderita diabetes tipe 2 mengalami obesitas.
Obesitas dapat menyebabkan sensitivitas insulin menurun, maka dari itu orang
obesitas memerlukan insulin yang berjumlah sangat besar untuk mengawali
kadar gula darah normal (Merck, 2008).
c. Diabetes tipe lain.
Tipe lain antara lain; 1) Defek genetik fungsi sel beta : 2) DNA mitokondria. 3)
Defek genetik kerja insulin. 4) Penyakit eksokrin pankreas : a) Pankreatitis. b)
Tumor/ pankreatektomi. c) Pankreatopati fibrokalkulus. 5) Endokrinopati. a)
Akromegali. b) Sindroma Cushing. c) Feokromositoma. d) Hipertiroidisme. 6)
Karena obat/ zat kimia. 7) Pentamidin, asam nikotinat. 8) Glukokortikoid,
hormon tiroid.
d. Diabetes mellitus Gestasional
Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis selama
kehamilan (ADA, 2014) dengan ditandai dengan hiperglikemia (kadar glukosa
darah di atas normal) (CDA, 2013 dan WHO, 2014). Wanita dengan diabetes
gestational memiliki peningkatan risiko komplikasi selama kehamilan dan saat
melahirkan, serta memiliki risiko diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di masa depan
(IDF, 2014).
Cara diagnosis diabetes melitus dapat dilihat dari peningkatkan kadar glukosa
darahnya. Terdapat beberapa kriteria diagnosis Diabetes Melitus berdasarkan
nilai kadar gula darah, berikut ini adalah kriteria diagnosis berdasarkan American
Diabetes Association tahun 2010. Kriteria Diagnostik Diabetes melitus menurut
American Diabetes Association 2010 :
1. Gejala klasik DM dengan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/ dl (11.1 mmol/L).
Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Gejala klasik adalah: poliuria,
polidipsia dan berat badan turun tanpa sebab.
2. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/ dl (7.0 mmol/L).Puasa adalah keluarga
tak mendapat kalori sedikitnya 8 jam. 3. Kadar glukosa darah 2 jam PP ≥ 200
mg/ dl (11,1 mmol/L). Tes Toleransi Glukosa Oral dilakukan dengan standar
WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrus
yang dilarutkan ke dalam air.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu (TTGO) atau
Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) tergantung dari hasil yang dipeoleh :
TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140- 199 mg/dl (7,8-11,0
mmol/L) GDPT : glukosa darah puasa antara 100 – 125 mg/dl (5,6-6,9 mmol/L)
3. Penyebab Diabetes Mellitus
Penyebab Diabetes. Diabetes adalah penyakit di mana kadar gula dalam darah
cukup tinggi karena gula dalam darah tidak dapat digunakan oleh tubuh. Penyakit
diabetes merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat
dunia. Penyakit diabetes tidak memandang umur, diabetes juga dapat menyerang
pada orang tua dan juga bisa menyerang pada anak-anak.
Berikut adalah kebiasaan penyebab diabetes (Kemkes, 2017). Beberapa
penelitian menyebutkan penyebab diabetes antara lain;
a. Kelebihan berat badan Penderita penyakit diabetes tipe 2 diketahui lebih dari
85% memiliki kelebihan berat badan. Kelebihan berat badan atau obesitas sering
dikaitkan dengan risiko terkena penyakit diabetes. Olahraga secara rutin sangat
dianjurkan untuk menurunkan berat badan dan menurunkan resistensi insulin.
b. Sering stres Jika seseorang mengalami stres, tubuh orang tersebut akan
meningkatkan produksi hormon epinephrine dan kortisol agar gula darah naik
dan tersedia cadangan energi untuk beraktivitas. Namun, apabila gula darah
sering terus dipicu tinggi karena mengalami stres yang berkepanjangan tanpa
jalan keluar, sama saja dengan melakukan bunuh diri pelan-pelan. Alangkah
baiknya jika sedang mengalami masalah, bicaralah pada orang yang bermasalah
tersebut secara baik-baik atau ceritakan pada sahabat terdekat.
c. Riwayat hidup keluarga Faktor keturunan juga berperan seseorang terkena
diabetes. Apabila orang tua Anda pernah didiagnosis penyakit diabetes tipe 2,
maka Anda juga beresiko terkena diabetes.
d. Kondisi tertentu pada wanita Pada wanita yang memiliki sindrom ovarioum
polikistik lebih beresiko untuk menderita diabetes. Sindrom ovarioum polikistik
merupakan ketidakseimbangan hormonal yang menyebabkan tidak teraturnya
masa siklus menstruasi pada wanita. Wanita yang pernah melahirkan bayi
dengan kategori gemuk (4 kg atau lebih) diketahui berisiko terkena diabetes.
Adapun wanita hamil yang dapat menderita diabetes gestasional (diabetes terjadi
selama masa kehamilan), diketahui 7 kali lebih beresiko terkena diabetes tipe 2
pada masa yang akan datang.
e. Kecanduan merokok Penelitian di Amerika melibatkan setidaknya 4.572
relawan pria dan wanita menemukan bahwa resiko perokok aktif terhadap
diabetes naik sebesar 22%. Naiknya risiko tidak hanya disebabkan oleh fakor
merokok saja, tetapi kombinasi antara berbagai gaya hidup tidak sehat.
f. Makanan tinggi gula dan lemak Sering mengonsumsi makanan tinggi gula dan
lemak merupakan salah satu hal penyebab diabetes. Mengkonsumsi makanan
seperti ini berisiko dapat meningkatkan kadar kolesterol dan tekanan darah.
Tekanan darah dan kadar kolesterol yang tinggi sering dikaitkan dengan diabetes
dan penyakit jantung.
g. Takut kulit menjadi hitam Menurut jurnal Diabetes Care, wanita dengan
asupan vitamin D yang tinggi dan kalsium berisiko paling rendah untuk terkena
diabetes tipe 2. Sumber vitamin D dapat ditemukan di sejumlah makanan, namun
yang terbaik ada pada sinar matahari. Terkenan paparan matahari pagi selama 20
menit sudah mencukupi kebutuhan vitamin D selama 3 hari. Sebelum berjemur
pada paparan sinar matahari pagi, alangkah baiknya Anda menggunakan
sunscreen (tabir surya) selama 10-15 menit. Vitamin D juga dapat membantu
keteraturan metabolisme tubuh, termasuk juga gula darah.
h. Gorengan Gorengan merupakan salah satu makanan faktor resiko tinggi
pemicu penyakit degeneratif, seperti penyakit kardiovaskular (pkv), stroke, dan
diabetes melitus,. Penyebab utama penyakit PKV atau kardiovaskular tersebut
adalah adanya penyumbatan pembuluh darah koroner, dengan faktor resiko
utama adalah dislipidemia. Dislipidemia merupakan penyakit kelainan
metabolisme pada lipid yang ditandai dengan gejala peningkatan kadar kolesterol
total, LDL atau kolesterol jahat dan trigliserida. Meningkatnya proporsi
dislipidemia disebabkan kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat dan
tinggi lemak, termasuk makanan gorengan. Itulah beberapa kebiasaan yang dapat
menyebabkan Anda terkena penyakit diabetes. Hindari segala macam hal-hal
yang penyebab diabetes dan mulailah hidup sehat.
4. Gejala dan Manifestasi Klinik Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh
penyakit DM diantaranya :
a. Pengeluaran urin (Poliuria) Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih
dalam 24 jam meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala
DM dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak
sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin.
Gejala pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada malam hari dan urin yang
dikeluarkan mengandung glukosa (PERKENI, 2011).
b. Timbul rasa haus (Polidipsia) Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang
timbul karena kadar glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk
meningkatkan asupan cairan (Subekti, 2009).
c. Timbul rasa lapar (Polifagia) Keluarga DM akan merasa cepat lapar dan lemas,
hal tersebut disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan
kadar glukosa dalam darah cukup tinggi (PERKENI, 2011).
d. Penyusutan berat badan Penyusutan berat badan pada keluarga DM
disebabkan karena tubuh terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai
cadangan energi (Subekti, 2009).

5. Patofisiologi Diabetes Melitus


a. Patofisiologi diabetes tipe 1 Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan
menghancurkan sel yang memproduksi insulin beta pankreas (ADA, 2014). Kondisi
tersebut merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan ditemukannya anti
insulin atau antibodi sel antiislet dalam darah (WHO, 2014). National Institute of
Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) tahun 2014 menyatakan
bahwa autoimun menyebabkan infiltrasi limfositik dan kehancuran islet pankreas.
Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya penyakit ini cepat dan dapat terjadi
selama beberapa hari sampai minggu. Akhirnya, insulin yang dibutuhkan tubuh
tidak dapat terpenuhi karena adanya kekurangan sel beta pankreas yang berfungsi
memproduksi insulin. Oleh karena itu, diabetes tipe 1 membutuhkan terapi insulin,
dan tidak akan merespon insulin yang menggunakan obat oral.
b. Patofisiologi diabetes tipe 2 Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun
tidak mutlak. Ini berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan 15 kurangnya sel beta
atau defisiensi insulin resistensi insulin perifer (ADA, 2014). Resistensi insulin
perifer berarti terjadi kerusakan pada reseptor-reseptor insulin sehingga
menyebabkan insulin menjadi kurang efektif mengantar pesan-pesan biokimia
menuju sel-sel (CDA, 2013). Dalam kebanyakan kasus diabetes tipe 2 ini, ketika
obat oral gagal untuk merangsang pelepasan insulin yang memadai, maka
pemberian obat melalui suntikan dapat menjadi alternatif.
c. Patofisiologi diabetes gestasional Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon
antagonis insulin yang berlebihan saat kehamilan. Hal ini menyebabkan keadaan
resistensi insulin dan glukosa tinggi pada ibu yang terkait dengan kemungkinan
adanya reseptor insulin yang rusak (NIDDK, 2014 dan ADA, 2014).
6. Komplikasi DM
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan berbagai
macam komplikasi, antara lain :
a. Komplikasi metabolik akut Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes
melitus terdapat tiga macam yang berhubungan dengan gangguan
keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek, diantaranya:
1) Hipoglikemia Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul sebagai
komplikasi diabetes yang disebabkan karena pengobatan yang kurang tepat
(Smeltzer & Bare, 2008).
2) Ketoasidosis diabetik Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena
kelebihan kadar glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh
sangat menurun sehingga mengakibatkan kekacauan metabolik yang ditandai
oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis (Soewondo, 2006).
3) Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler nonketotik) Sindrom
HHNK adalah komplikasi diabetes melitus yang ditandai dengan hiperglikemia
berat dengan kadar glukosa serum lebih dari 600 mg/dl (Price & Wilson, 2006).
b. Komplikasi metabolik kronik Komplikasi metabolik kronik pada keluarga DM
menurut Price & Wilson (2006) dapat berupa kerusakan pada pembuluh darah
kecil (mikrovaskuler) dan komplikasi pada pembuluh darah besar
(makrovaskuler) diantaranya:
1) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) Komplikasi pada pembuluh
darah kecil (mikrovaskuler) yaitu
(a) Kerusakan retina mata (Retinopati) Kerusakan retina mata (Retinopati)
adalah suatu mikroangiopati ditandai dengan kerusakan dan sumbatan
pembuluh darah kecil (Pandelaki, 2009).
(b) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik) Kerusakan ginjal pada keluarga DM
ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24jam atau >200 ih/menit)
minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan. Nefropati diabetik
merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal terminal.
(c) Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik) Neuropati diabetik merupakan
komplikasi yang paling sering ditemukan pada keluarga DM. Neuropati pada
DM mengacau pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf
(Subekti, 2009).
2) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler) Komplikasi pada
pembuluh darah besar pada keluarga diabetes yaitu stroke dan risiko jantung
koroner.
(a) Penyakit jantung koroner Komplikasi penyakit jantung koroner pada
keluarga DM disebabkan karena adanya iskemia atau infark miokard yang
terkadang tidak disertai dengan nyeri dada atau disebut dengan SMI (Silent
Myocardial Infarction) (Widiastuti, 2012).
(b) Penyakit serebrovaskuler Keluarga DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan
dengan keluarga nonDM untuk terkena penyakit serebrovaskuler. Gejala yang
ditimbulkan menyerupai gejala pada komplikasi akut DM, seperti adanya
keluhan pusing atau vertigo, gangguan penglihatan, kelemahan dan bicara pelo
(Smeltzer & Bare, 2008).
7. Faktor Risiko Diabetes Mellitus
a. Faktor risiko yang dapat diubah
1) Gaya hidup Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan
dalam aktivitas sehari-hari. Makanan cepat saji, olahraga tidak teratur dan
minuman bersoda adalah salah satu gaya hidup yang dapat memicu terjadinya
DM tipe 2 (ADA, 2009).
2) Diet yang tidak sehat Perilaku diet yang tidak sehat yaitu kurang olahraga,
menekan nafsu makan, sering mengkonsumsi makan siap saji (Abdurrahman,
2014). 19 c) Obesitas Obesitas merupakan salah satu faktor risiko utama untuk
terjadinya penyakit DM. Menurut Kariadi (2009) dalam Fathmi (2012), obesitas
dapat membuat sel tidak sensitif terhadap insulin (resisten insulin). Semakin
banyak jaringan lemak pada tubuh, maka tubuh semakin resisten terhadap
kerja insulin, terutama bila lemak tubuh terkumpul didaerah sentral atau perut
(central obesity).
3) Takanan darah tinggi Menurut Kurniawan dalam Jafar (2010) Takanan darah
tinggi merupakan peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan
resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume
aliran darah.
b. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
1) Usia Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi risiko terkena
diabetes tipe 2. DM tipe 2 terjadi pada orang dewasa setengah baya, paling
sering setelah usia 45 tahun (American Heart Association [AHA], 2012).
Meningkatnya risiko DM seiring dengan bertambahnya usia dikaitkan dengan
terjadinya penurunan fungsi fisiologis tubuh.
2) Riwayat keluargadiabetes melitus Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab
DM orang tua. Biasanya, seseorang yang menderita DM mempunyai anggota
keluarga yang juga terkena penyakit tersebut (Ehsa, 2010). Fakta menunjukkan
bahwa mereka yang memiliki ibu penderita DM tingkat risiko terkena DM
sebesar 3,4 kali lipat lebih tinggi dan 3,5 kali lipat lebih tinggi jika memiliki ayah
penderita DM. Apabila kedua orangtua menderita DM, maka akan memiliki
risiko terkena DM sebesar 6,1 kali lipat lebih tinggi (Sahlasaida, 2015).
3) Ras atau latar belakang etnis Risiko DM tipe 2 lebih besar terjadi pada
hispanik, kulit hitam, penduduk asli Amerika, dan Asia (ADA, 2009).
4) Riwayat diabetes pada kehamilan Mendapatkan diabetes selama kehamilan
atau melahirkan bayi lebih dari 4,5 kg dapat meningkatkan risiko DM tipe 2
(Ehsa, 2010).
8. Pencegahan Diabetes Melitus
a. Pengelolaan makan Diet yang dianjurkan yaitu diet rendah kalori, rendah
lemak, rendah lemak jenuh, diet tinggi serat. Diet ini dianjurkan diberikan pada
setiap orang yang mempunyai risiko DM. Jumlah asupan kalori ditujukan untuk
mencapai berat badan ideal. Selain itu, karbohidrat kompleks merupakan
pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan
puncak glukosa darah yang tinggi setelah makan (Goldenberg dkk, 2013).
b. Pengaturan pola makan Pengaturan pola makan dapat dilakukan
berdasarkan 3J yaitu jumlah, jadwal, dan jenis diet (Tjokroprawiro, 2006).
a) Jumlah yaitu jumlah kalori setiap hari yang diperlukan oleh seseorang untuk
memenuhi kebutuhan energi. Jumlah kalori ditentukan sesuai dengan IMT
(Indeks Massa Tubuh) dan ditentukan dengan satuan kilo kalori (kkal). Ketika
ingin mengonsumsi makanan, tips yang dapat dilakukan yaitu melihat label
makanan. Pada serving size, lihat kemasan pada bagian belakang yaitu misalnya
5, dan kandungannya tertulis 250 kkal, jadi jika seseorang menghabiskan 1
produk tersebut, maka orang tersebut menghabiskan sebanyak 1250 kkal. Oleh
karena itu, dengan memperhatikan label makanan, maka seseorang akan lebih
waspada terkait jumlah kebutuhan kalori hariannya.
c. Aktifitas fisik Kegiatan jasmani seharihari dan latihan jasmani secara teratur
(3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit terdiri dari pemanasan ±15
menit dan pendinginan ±15 menit), merupakan salah 25 satu cara untuk
mencegah DM. Kegiatan sehari-hari seperti menyapu, mengepel, berjalan kaki
ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan dan
menghindari aktivitas sedenter misalnya menonton televisi, main game
komputer, dan lainnya. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga
dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga
akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda
santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan
umur dan status kesegaran jasmani. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang
gerak (PERKENI, 2011).
d. Kontrol Kesehatan Seseorang harus rutin mengontrol kadar gula darah agar
diketahui nilai kadar gula darah untuk mencegah terjadinya diabetes melitus
supaya ada penanganan yang cepat dan tepat saat terdiagnosa diabetes
mellitus (Sugiarto & Suprihatin, 2012). Seseorang dapat mencari sumber
informasi sebanyak mungkin untuk mengetahui tanda dan gejala dari diabetes
melitus yang mungkin timbul, sehingga mereka mampu mengubah tingkah laku
sehari-hari supaya terhindar dari penyakit diabetes melitus.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Pasien Ulkus Diabetik

Menurut Friedman (2010) proses keperawatan keluarga pada pasien dengan ulkus
diabetik, sebagai berikut:

1. Pengkajian
a. Identitas Nama, usia: tipe 1 < 30 tahun, tipe 2 >30 tahun cenderung
meningkat pada usia 68 tahun, kelompok etnis golongan hispanik memiliki
kecenderungan lebih besar untuk terkena diabetes melitus, jennis kelamin,
status perkawinan, agama, diagnosa masuk, pendidikan dan pekerjaan,
pendapatan tinggi cenderung mempunyai pola hidup dan pola makan yang
salah. Penyakit diabetes juga banyak dialami oleh orang yang pekerjaannya
kurang aktifitas fisik.
b. Keluhan utama
Pada kondisi hiperglikemia, penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan
banyak kencing, dehindrasi, suhu tubuh dan sakit kepala menjadi keluhan
yang dapat dirasakan. Pada kondisi hipoglikemia, tremor, persipitasi,
takikardia, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit kepala, suuah konsentrasi,
vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, matirasa didaerah bibir, pelo,
perubahan emosional dan penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Gejala yang dominan timbul adalah sering kencing, sering lapar, dan haus,
berat badan berlebih, biasanya penderita belum tahu kala sudah menderita
diabetes dan baru mengetahui setelah memeriksakan diri di pelayanan
kesehatan
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Dapat terjadi pada saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan
penerimaan insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat-obatan seperti
glukokortikoid, furosemid, thiamid, beta bloker, kontrasepsi yang
mengandung estrogen
e. Riwayat kesehatan keluarga Menurun silsilah karena kelainan gen yang
mengakibatkan tubuhnya tidak dapat menghasilkan insulin dengan baik.
f. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas / istrahat. Tanda :
a) Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot
menurun.
b) Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas.
c) Letargi / disorientasi, koma.
2) Sirkulasi Tanda :
a) Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada
ekstremitas dan tachicardia.
b) Perubahan Takanan darah postural : hipertensi, nadi yang
menurun / tidak ada.
c) Disritmia, krekel : DVJ
3) Neurosensori
Gejala : Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi :
mengantuk, lifargi, stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala,
kesemutan, kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan,
gangguan memori (baru, masa lalu) : kacau mental, refleks fendo dalam
(RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.
4) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis
dengan palpitasi : tampak sangat berhati – hati.
5) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
Menurunnya kekuatan immune / rentang gerak, parastesia / paralysis
otot termasuk otot – otot pernapasan (jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam). Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat
berkembang menjadi oliguria / anuria jika terjadi hipololemia barat).
Abdomen keras, bising usus lemah dan menurun : hiperaktif (diare).

6) Pemeriksaan Diagnostik
Gejala : Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.
Aseton plasma : positif secara menyolok.
Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m
osm/l.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Herdman (2018) Fokus diagnosa keperawatan keluarga pada pasien
dengan Ulkus Diabetik antara lain :
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b. Nyeri akut.
c. Keletihan
d. Kerusakan integritas kulit dan jaringan
e. Perilaku kesehatan cenderung beresiko
f. Resiko ketidakstabilan kadar gula darah.
g. Hambatan mobilitas fisik
h. Penurunan rawat diri berhubungan dengan kelemahan.
i. Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya
j. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan
3. Rencana Intervensi Keperawatan Keluarga
Dalam mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan pasien,
perawat perlu menyusun rencana tindakan keperawatan, dan mengevaluasi
perkembangan kesehatan pasien terhadap tindakan dalam pencapain tujuan,
sesuai rencana yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah rencana keperawatan
menurut Bulechek, dkk (2013) dalam Nursing Interventions Classification
(NIC) dan kriteria hasil menurut Moorhead dkk (2013) dalam Nursing
Outcomes Classification (NOC) pada pasien dengan Diabetes melitus yaitu :

Anda mungkin juga menyukai