Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA. NY. M.

S DENGAN CRONIC KIDNEY


DISEASE (CKD) DI RUANGAN IRINA C4 RSUP DR. PROF. R.D KANDOU
MANADO

CT : Janbonsel Bobaya, SPd, M.Kes

OLEH :
JUNIOR MARSELINO SUMILAT

NIM :
711440119019

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKKES MANADO


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
2021

1
LAPORAN PENDAHULUAN
CRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
A. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada
umumnya dan berakhir pada gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan
klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat
yang memerlukan terapi pegganti ginjal yang tetap, berupa dialisi atau transplantasi
ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua
organ, akibat penurunan fungsiginjal pada CKD (Suwitra, 2010).

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kegagalan fungsi ginjal untuk


mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
dekstrusi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa
metabolik (toksik uremik) di dalam darah (Sari & Muttaqin, 2011).
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah sindrom klinis yang umum pada
stadium lanjut dari semua penyakit ginjal kronik yang ditandai oleh uremia
(Depkes RI, 1996 : 61 di dalam Haryono, 2013 ). CKD adalah kerusakan ginjal
yang bersifat progresif dan irevesible sehingga fungsi ginjal menghilang
(Lyndo, 2014).

Berdasarkan dari beberapa pengertian menurut para ahli diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa CKD adalah kerusakan ginjal yang progresif dan
irreversibel. Sehingga fungsi ginjal tidak optimal dalam mempertahankan
metabolisme tubuh dan keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyebabkan
uremia. Diperlukan terapi yang membantu kinerja ginjal serta dalam beberapa
kondisi diperlukan transplantasi ginjal.

B. Etiologi
Yang menyebabkan Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kehilangan fungsi
ginjalnya secara bertahap, kerusakan sudah terjadi selama lebih dari 3 (tiga)
bulan. Selain itu, hasil pemeriksaan juga menunjukan adanya kelainan struktur
atau fungsi ginjal. Kondisi tersebut disebabkan oleh : Penyakit glomerular
kronis, Infeksi kronis, Kelainan kongenital, Penyakit vaskuler, Obstruksi
saluran kemih, Penyakit kolagen, Obat-obatan nefrotoksi (Muhammad, 2012).
Sedangkan menurut Haryono (2013) yang menyebabkan gagal ginjal kronik
adalah penyakit peradangan ginjal bilateral, biasanya timbul pascainfeksi
streptococcus. Untuk glomerulus akut, gangguan fisiologis utamanya dapat
mengakibatkan ekskresi air, natrium dan zat-zat nitrogen berkurang sehingga timbul
edema dan azotemia, peningkatan aldosteron menyebabkan retensi air

2
dan natrium. Untuk glomerulonefritis kronik, ditandai dengan kerusakan
glomerulus secara progresif lambat, akan tampak ginjal mengkerut, berat lebih
kurang dengan permukaan bergranula. Ini disebabkan jumlah nefron berkurang
karena iskemia, karena tubulus mengalami atropi, fibrosis intestinal dan
penebalan dinding arteri.

C. Klasifikasi
Menurut Suwitra (2006) dan Kydney Organizazion (2007) tahapan CKD dapat
ditunjukan dari laju filtrasi glomerulus (LFG), adalah sebagai berikut :
a. Tahap I adalah kerusakan ginjal dengan LFG normal atatu meningkat >
90 ml/menit/1,73 m2.
b. Tahap II adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan yaitu
60-89 ml/menit/1,73 m2.
c. Tahap III adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG sedang yaitu
30-59 ml/menit/1,73 m2.
d. Tahap IV adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG berat yaitu
15-l/menit/1,73 m2.
e. Tahap V adalah gagal ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m2.

D. Patofisiologi
Penyakit Chronic Kidney Disease (CKD ) pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (Surviving
nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantai oleh molekul vasoaktif
seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus.

Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses


maladapsi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya
diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis
reninangiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap
terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut.

Aktivasi jangka panjang aksis rennin-angiotensin-aldosteron,sebagian


diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor (TGF).

Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas


penyakit CKD adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.
3
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis
glomerlus maupun tubulointerstitia ( Price, 2006).

Pada stadium paling dini penyakit Chronic Kidney Disease, terjadi kehilangan
daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih
normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan
terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%,
pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik) tapi sudah terjadi
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG di bawah
30%, pasien memperlihatkan tanda gejala uremia yang nyata seperti, anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,
pruritis, mual muntah, nyeri, cemas dengan keadaannya dan lain sebagainnya.

Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi
saluran napas, maupun unfeksi saluran cerna. juga akan terjadi gangguan
keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah
15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain
dialisis atau transplantasi ginjal, pada keadaan ini pasien dikatakan sampai
pada stadium gagal ginjal.

Permasalahan respon fisiologis yang disebabkan oleh Chronic Kidney


Disease (CKD) menurut Muttaqin, (2011) adalah :
a. Ketidakseimbangan cairan
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu
memekatkan urine (hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan
(poliuria). Hipothenuria tidak disebabkan atau berhubungan dengan
penurunan jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan beban zat tiap nefron.
Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan
kelebihan air untuk nefron – nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama.
Terjadi osmotik diuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.

b. Ketidakseimbangan Natrium
Ketidakseimbangan natrium merupakan masalah yang serius di mana ginjal
dapat mengeluarkan sedikitnya 20 – 30 mEq natrium setiap hari atau dapat
meningkatkan sampai 200 mEq per hari. Variasi kehilangan natrium
berubungan dengan intact nephron theory. Dengan kata lain, bila terjadi
kerusakan nefron, maka terjadi pertukaran natrium. Nefron menerima
kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi.
Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan gastrointestinal,
4
terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan
dehidrasi. Pada CKD yang berat keseimbangan natrium dapat
dipertahankan meskipun terjadi kehilangan yang fleksibel pada nilai
natrium. Orang sehat dapat pula meningkat di atas 500 mEq/hari. Bila GFR
menurun di bawah 25-30ml/menit, maka ekskresi natrium kurang lebih 25
mEq/hari, maksimal ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini
natrium dalam diet dibatasi sekitar 1-1,5 gram/hari.

c. Ketidakseimbangan Kalium
Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolic terkontrol, maka
hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium
berhubungan kalium berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama urine
output dipertahankan, kadar kalium biasanya terpelihara. Hiperkalemia
terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan,
hiperkatabolik (infeksi), atau hiponattremia.
Hiperkalemia juga merupakan karakteristik dari tahap uremia. Hipokalemia
terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler ginjal,
dan penyakit nefron ginjal, di mana kondisi ini akan menyebabkan eksresi
kalium meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun
dan produksi NH, meningkat ; HCO3 menurun dan natrium bertahan.

d. Ketidakseimbangan Asam Basa


Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion
hydrogen untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler
mengakibatkan ketidakmampuan pengeluaran ion H dan pada umumnya
penurunan ekskresi H+ metabolism dalam tubuh dan tidak difiltrasi secara
efektif, NH3 menurun dan sel tubuler tidak berfungsi. Kegagalan
pembentukan bikarbonat memperberat ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan
hydrogen dibuffer oleh mineral tulang. Akibatnya asidosis
metabolic memungkinkan terjadinya osteodistrifi.

e. Ketidakseimbangan Magnesium
Magnesium pada tahap awal CKD adalah normal, tetapi menurun secara
progresif dalam ekskresi urine sehingga menyebabkan akumulasi.
Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan pada
hipermagnesiemia dapat mengakibatkan henti napas dan jantung.

f. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfor


Secara normal kalsium dan fosfor dipertahankan oleh paratiroid hormone
yang menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalisium, mobilisasi kalsium dari
tulang, dan depresi reabsorbsi tubuler dari fosfor. Bila fungsi ginjal
5
menurun 20-25% dari normal, hiperfosfatemia dan hipokalsemia terjadi
sehingga timbul hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama
dapat mengakibatkan osteorenal dystrophy.

g. Anemia
Penurunan Hb disebabkan oleh :
Kerusakan produksi eritropoietin, masa hidup sel darah merah pendek
karena perubahan plasma, peningkatan kehilangan sel darah merah karena
ulserasi gastrointestinal, dialysis, dan pengambilan darah untuk
pemeriksaan laboratorium, intake nutrisi tidak adekuat, defisiensi folat,
defisiensi iron/zat besi, peningkatan hormone paratiroid merangsang
jaringan fibrosa atau osteitis fibrosis, menyebabkan produksi sel darah di
sumsum menurun, ureum kreatinin.

Menurut (Lyndo, 2014) nefron yang berubah menjadi jaringan fibrosis tidak
lagi dapat mengabsorpsi dan mensekresikan air, glukosa, asam-asam amino,
ammonia, bikarbonat serta elektrolit,
a) Stadium pertama : cadangan renal sudah berkurang tetapi limbah
metabolic belum bertumpuk kendati sudah terjadi kerusakan renal.
b) Stadium kedua : terjadi insufisiensi renal dan limbah metabolik mulai
bertumpuk; ginjal tidak lagi mampu mengoreksi gangguan keseimbangan
metabolik.
c) Stadium ketiga (gagal ginjal): uremia terjadi bersama dengan penurunan
keluaran urine; peningkatan penumpukan limbah metabolic, dan
gangguan keseimbangan cairan, elektrolit serta asam-basa.

E. Manifektasi Klinis
Pada gagal ginjal kronik akan terjadi rangkaian perubahan. Bila GFR menurun
5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan
menderita syndrome uremik, yaitu suatu kompleks gejala yang diakibatkan
atau berkaitan dengan retensi metabolik nitrogen akibat gagal ginjal.

Dua kelompok gejala klinis dapat terjadi pada sindrom uremik, yaitu :
a. Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan
elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen serta
metabolit lainya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal
(eritropoeitin).
b. Gabungan kelainan kardiovaskuler, neuromuskuler, saluran cerna, dan
kelainan lainya (dasar kelainan system ini belum banyak diketahui),
(Suharyanto & Madjid, 2009).

6
Manifestasi klinis menurut (Smeltzer, 2001; 1449) di dalam, Haryono (2013)
antara lain hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas system
reninangiotensi-aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner
(akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan
pericardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, cegukan, kedutan
otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsetrasi

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Urin
Volume: biasanya berkurang dari 400ml/24jam (oliguria)/anuria
Warna: secara abnormal urin keruh,mungkin disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, partikel koloid, fosfat lunak, sedimen kotor, kecoklatan
menunjukan adanya darah, Hb, mioglobulin, forffirin.
Berat jenis: < 1,051 (menetap pada 1.010 menunjukan kerusakan ginjal
berat).
Osmolaritas: < 350 Mosm/kg menunjukkan kerusakan mubular dan rasio
urin/sering 1:1.
Kliren kreatinin: mungkin agak menurun
Natrium: > 40 ME o /% karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secar bulat, menunjukkan
kerusakan glomerulus jika SDM dan fagmen juga ada. pH, kekeruhan,
glukosa, SDP dan SDM.

2. Darah
BUN: Urea adalah produksi akhir dari metabolise protein, peningkatan
BUN dapat merupakan indikasi dehidrasi, kegagalan prerenal atau gagal
ginjal.
Kreatinin: produksi katabolisme otot dari pemecahan kreatinin otot dan
kreatinin posfat. Bila 50% nefron rusak maka kadar kr eatinin meningkat.
Elektrolit: natrium, kalium, kalsium dan posfat.
Hematology: Hb, thrombosit, Ht dan leukosit.

3. Pielografi Intravena
Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter, pielografi retrograde
dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible arteriogram ginjal.
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler massa.
4. Sistouretrogram
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam ureter, retensi.
5. Ultrasonografi ginjal
Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas.
7
6. Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologist.
7. Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan
pengangkatan tumor selektif.
8. EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
pengangkatan tumor selektif (Haryono, 2013).

G. Penatalaksanaan
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa
kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada usia
lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem pelviokalises, dan
ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter
proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sisa
fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG

8
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu untuk
mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio
urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga
tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolic

H. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa
komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra
(2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan
diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.

9
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

A. Pengkajian

Tanggal Pengkajian : Rabu, 28 April 2021


Ruangan : Irina C4 RSUP Prof. Dr. R.D.Kandou Manado

1. Biodata
a. Identittas Pasien
Nama : Ny. M.S
Umur : 55 thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pineleng 1 Timur Ling. 1
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SLTA/ Sederajat
Pekerjaan : Mengurus Rumah Tanga
Diagnosa Masuk : CKD
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. H.S
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pineleng 1 Timur Ling. 1
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Mengurus Rumah Tangga
Hubungan Dengan Klien : Adik Kandung
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Sesak napas.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas dan edema pada ektremitas
bagian bawah kiri dan kanan. Selama perawatan di rumah sakit klien mendapatkan
terapi oksigen dalam pemenuhan oksigenasi sebesar 4 lpm dengan menggunakan non
rebreathing mask, pemantauan tanda tanda vital. Pada saat pengkajian didapatkan TD

10
: 130/90, N : 98 x/m, R: 30x/m, S : 36,5, SPO2: 80%. Sesak napas yang dirasakan
sejak 3 hari terakhir namun dirasakan hilang timbul.
Penyakit yang dialami klien in sudah dari 3 tahun yang lalu di alami.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan Tidak ada riwayat penyakit seperti ini dalam keluarga untuk
keluhan penyakit keturunan keluarga lainnya keluarga mengatakan memiliki riwayat
penyakit asam urat atau goutathtritis.
3. Genogram

Ket:
Pasien :
Laki-laki :
Perempuan :
Meninggal :

4. Pola Fungsi Kesehatan Gordon


a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Keluarga mengatakan sebelum sakit pasien sering memeriksakan kesehatan dan
sangat rajin minum obat furosemid 3x1 40 mg tablet, keluarga mengatakan bahwa
Ny. M.S meyakini jika rajin memeriksakan kesehatan dan patuh terhadap pengobatan
pasien akan sembuh dan Ny. M.S setiap senin dan kamis selalu melakukan
hemodialisa rutin
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada pola nutrisi sebelum sakit klien makan 3 x sehari makan nasi ikan dan sayur
dan air mineral, setelah sakit juga porsi makan tidak berubah tetap makan dan minum
seperti biasa dan makan dihabiskan.

11
c. Pola Eliminasi
BAB: selama di RS pasien BAB menggunakan pampers dengan sehari 1-2 x BAB
BAK: klien BAK melalui kateter foley dengan urin yang keluar 60 cc/6 jam
d. Pola Aktivitas dan Latihan

Kegiatan/Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan dan Minum * ^
Mandi * ^
Berpakaian * ^
Toileting * ^
Mobilisasi di Tempat Tidur *^
Berpindah *^
Berjalan * ^
Menaiki Tangga *
Berbelanja *
Memasak *
Pemeliharaan Rumah *
Kemampuan Perawatan Diri:
0 : Mandiri 3 : Dibantu Orang Lain dan Peralatan
1 : Dengan Alat Bantu 4 : Ketergantungan/Ketidakmampuan
2 : Dibantu Orang Lain * : SMRS ^ : MRS

e. Pola Istirahat dan Tidur


Klien mengatakan sebelum MRS klien tidur seperti biasa kurang lebih 8-9 jam dan
setelah masuk rumah sakit klien mengatakan untuk pola tidur tidak terganggu dan
biasanya klien tertidur >8 jam per hari.

f. Pola Kognitif dan Persepsi


Klien mengatakan mengetahui dirinya berada di rumah sakit, klien mampu
memahami hal yang disampaikan, klien tidak menggunakan alat bantu dengar,
pendengaran baik telinga kiri maupun kanan
g. Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri
Klien mengatakan ingin segera sembuh, klien tidak putus asa dengan keadaan
penyakitnya dan selalu optimis.
h. Pola Peran dan Hubungan
Keluarga mengatakan klien bekerja sebagai Pelayan di gereja. Klien mengikuti
perawatan yang ada, klien memiliki hubungan yang harmonis dengan anak-anaknya,
klien tinggal serumah dengan anak – anaknya
i. Pola Keyakinan dan Kepercayaan

12
Keluarga Klien mengatakan klien beragama Kristen Protestan, sebelum masuk rumah
sakit klien sering beribadah ke gereja setiap hari minggu dan percaya bahwa Tuhan
adalah sumber kekuatan.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis GCS : E.4 M.6 V.5 15
Tinggi Badan : 160 Cm Berat Badan : 57 Kg
b. TTV
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 98 kali/menit
Frekuensi Respirasi : 30 kali/menit
Suhu Tubuh : 36, 5 º C
c. Kulit
Warna kulit kuning langsat, turgor kulit buruk, CRT >3 detik
d. Kepala dan Rambut
Rambut beruban, ada ketombe, tidak ada pembengkakan kepala tidak ada perubahan
kontur tengkorak
e. Mata
Penglihatan normal, tidak ada kotoran di mata, klien membuka mata dengan spontan.
f. Telinga
Telinga bersih, simetris kiri dan kanan. Tidak ada pembesaran kelenjar limfe di
sekitar telinga.
g. Hidung dan Sinus
Terpasang O2 4 lpm non rebreathing mask
h. Mulut dan Tenggorokan
Mulut bersih, gigi lengkap, gigi berwarna putih.
i. Leher
Inspeksi: Tidak ada pembengkakkan, atau kaku pada leher.
Palpasi: Tidak teraba pembesaran kelenjar limfe.
j. Thoraks dan Paru
Pernafasan dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan EKG : serial
I : ada penggunaan otot bantu dada
P : tidak ada nyeri tekan
P : perkusi dindin dada bunyi pekak
A : bunyi suara stridor
k. Abdomen
Normal, tidak ada pembesaran abdomen.
I : perut baik tidak ada pembengkakan bagian abdomen
P : tidak ada nyeri tekan
P : bunyi dullness
A : bising usus normal 12 x/m
13
l. Ekstremitas
Atas : terpasang venflon bagian sinistra
Bawah : adanya edema pada kedua kaki dengan pitting >3 detik
Pemeriksan Penunjang
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
Hematologi
Rutin:
Leukosit 11,3 4.000 – 10.000 Ribu/µL
Eritrosit 2,90 4,0 – 5,5 Juta/µL
Hemoglobin 4,7 12,0 – 16,0 gr/dL
Hematokrit 24,4 35 – 45 %
MCH 27,9 27,0 – 35, 0 pg
MCHC 33,2 30,0 – 40,0 gr/dL
Trombosit 166 150 – 450 ribu/dL

Kimia Klinik
Ureum Darah 283 10 -40 mg/dL
Creatinin Darah 12,2 0,5 – 1,5 mg/dL
Glukose Sewaktu 94,0 110 - 140 mg/dL
Elektrolit
Kalium 4,67 3,5 – 5,5 mg/dL
Natrium 135 135 – 145 mg/dL
Chlorida 94,0 98 – 108 mg/dL

6. Program Terapi
Nama Obat/Terapi Cara Dosis
Pemberian
Furosemid IV 40 gr
Nitrokat F Oral 2,5 mg
Lansoprazole Oral 30 mg
Asam Folat Oral 400 mg

B. Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Masalah
1. DS : hambatan upaya napas, posisi Pola napas tidak efektif
- Klien mengatakan sesak tubuh yang menghambat
napas ekspansi paru
- Klien mengatakan susah
bernapas dan pernapasan
seperti sempit

14
-
DO :
- Pasien mengalami
penurunan kesadaran sejak
3 hari yang lalu
- Klien terpasang oksigen
nasal kanul 3 lpm
- Klien menggunakan otot
bantu pernapasan
- Pasien hanya terbaring
ditempat tidur
- Pasien tidak mampu
melakukan aktivitas secara
mandiri akibat tirah baring
- Pasien total care
- GCS Ee M3 V3 : 9 :
Somnolen
- Pasien mengalami
kelemahan tubuh.
I : ada penggunaan otot
bantu dada
P : tidak ada nyeri tekan
dan tidak ada massa
P : perkusi dindin dada
bunyi pekak
A : bunyi suara stridor

5 DS Kelebihan asupan cairan Hypervolemia


- Klien mengatakan jarang
BAK
- Klien mengatakan Jika
BAK hanya 60 cc/6 jam
- Klien mengatakan jika
BAK hanya 1-2 kali/hari
- Klien mengatakan jika
BAK hanya sedikit
DO :
- - Edema di bagian kaki kiri dan
kanan
- - Pitting >4 detik
- - Intake lebih banyak dari output
15
(balance cairan positif)
- Hemoglobin 4,7
- Hematokrit 46,3
- Kalium 3,29
- Chlorida 113,6

C. Diagnosa Keperawatan
1. (D.0005) Hipervolemia berhubungan dengan mekanisme regulasi ditandai dengan
DS
- Klien mengatakan jarang BAK
- Klien mengatakan jika BAK hanya 60 cc/6 jam
- Klien mengatakan jika BAK hanya 1-2 kali/hari
- Klien mengatakan jika BAK hanya sedikit
DO :
- Edema di bagian kaki kiri dan kanan
- Pitting >4 detik
- Intake lebih banyak dari output (balance cairan positif)
- Hemoglobin 4,7
- Hematokrit 46,3
- Kalium 3,29 , Chlorida 113,6
- Ureum Darah 283
- Creatinin Darah12,2

2. (D.0022) Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas,
posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru dengan ditandai dengan :
DS :
- Klien mengatakan sesak napas
- Klien mengatakan susah bernapas dan pernapasan seperti sempit
DO:
- Klien terpasang oksigen non rebreathing mask 4 lpm
- Klien menggunakan otot bantu pernapasan
- Klien total care
- GCS E4 M6 V5 : 15 : CM
- Frekuensi Nadi : 98 kali/menit
- Frekuensi Respirasi : 30 kali/menit
- I : ada penggunaan otot bantu dada
- P : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada massa
- P : perkusi dindin dada bunyi pekak
- A : bunyi suara stridor

16
17
Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI


1. (D.0005) Pola Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas (I.01011)
berhubungan hambatan upaya napas, keperawatan selama 3 x 8 jam di Observasi
posisi tubuh yang menghambat harapkan pola nafas klien dapat - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
ekspansi paru kembali lebih baik dengan usaha napas)
kriteria hasil : - Monitor bunyi napas tambahan (mis.
(L.01004) Pola Napas Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
- Penggunaan otot bantu Terapeutik
menurun (3) - Posisikan semi-fowler atau fowler
- Frekuensi nafas lebih - Berikan oksigen, jika perlu
membaik (3) Kolaborasi
- Kedalaman nafas - Kolaborasi dalam pemberian bronkodilator,
membaik (3) ekspetoran, jika perlu

Pemantauan Respirasi (I.01014)


Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dam
upaya napas
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Auskultasi bumyi napas
- Monitor saturasi oksigen
Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
Edukasi
- Edukasi posisi semi fowler
2 (D.0022) Hipervolemia b/d gangguan Setelah dilakukan tindakan (I.03116) Manajemen Hipervolemia

18
mekanisme regulasi keperawatan selama 3x8 jam di Observasi
harapkan keseimbangan cairan - Periksa tanda dan gejala hypervolemia
meningkat dengan kriteria hasil : (orthopnue, dispnue, JVP meningkat, suara
(L.03020) Keseimbangan nafas tambahan)
Cairan - Monitor intake dan output cairan
- Keluaran urin meningkat Teraupetik
- Kelembapan membrane - Batasi asupan cairan dan garam
mukosa meningkat - Tinggikan kepala tempat tidur 30-40º
- Edema menurun Pemantauan TTV
- Turgot kulit membaik Observasi
- Monitor tekanan darah
- Monitor nadi (frekuensi kekuatan dan
irama)
- Monitor pernafasan
- Monitor suhu
Teraupetik
- Dokumentasi hasil pemantauan

19
Implementasi dan Evaluasi

NO Diagnosa Keperawatan Tanggal/Ja Implementasi Evaluasi


m
1 Pola napas tidak efektif Rabu,28 Melakukan monitor pola napas dan S:
berhubungan dengan hambatan April 2021 bunyi napas - Klien mengatakan masih
upaya napas, posisi tubuh yang 11:00 Hasil : sesak
menghambat ekspansi paru Pernapasan stridor dan frekuensi napas
O:
30x/menit, dan menggunakan otot
- Tampak sesak Tampak
bantu , masih terpasang oksigen 4 lpm
klien masih menggunakan
non rebreathing mask
oksigen
- Tampak klien
Melakukan tindakan posisi semi fowler
menggunakan otot bantu
atau fowler pada klien
- Suara nafas tambahan
11:10 Hasil :
stridor
Klien ketika dilakukan tindakan semi
- Td : 120/70mmhg
fowler terlihat klien ,merasa lebih baik
- Nadi : 100x/menit
walaupun masih sesak napas dan masih
- R : 28x/menit
menggunakan oksigen 4 lpm non
A:
rebreathing mask
Pola napas tidak efektif
berhubungan dengan hambatan
Memberikan oksigen pada klien
upaya napas, posisi tubuh yang
Hasil :
menghambat ekspansi paru P
Klien menerims oksigen dengan baik
P :Lanjutkan intervensi
11:15 sebanyak 4 lpm menggunakan non
Berikan oksigen dan
rebreathing mask
posisi nyaman semi
fowler
Melakukan auskultasi bunyi napas
Hasil:

20
12:00 Bunyi napas stridor dengan respirasi
30x/menit serta saturasi oksigen 98%

2 Hypervolemia b/d gangguan 11.00 Memeriksa tanda dan gejala S:-


mekanisme regulasi ditandai hypervolemia (orthopnue, dispnue, O:
dengan: JVP meningkat, suara nafas tambahan) -Suara nafas Stridor
DS: - Hasil: -Pasien masih sesak
DO: Pasien tampak sesak, Respirasi 28x/m -Balance cairan positf
- Edema di seluruh tubuh terdapat suara nafas tambahan stridor, +532
- Terdapat peningkatan - Masi terdapat edema di
JVP Memonitor intake dan output cairan bagian kaki kanan dan
- Intake lebih banyak dari Hasil: kiri
outpu t (balance cairan Intake: - Hasil TTV: TD: 120/70
positif) 11.30 - Nacl 0,9 % 500 cc mmHg, N:100x/mnt,
- Hemoglobin 8,0 - Air 250 cc R:28x/mnt, SB: 36,5 ºC
- Hematokrit 46,3 Total intake cairan: 750 A: Hypervolemia b/d gangguan
- Kalium 3,29 Output: mekanisme regulasi
- Chlorida 113,6 - Urine 150 cc P: Lanjutkan intervensi
- IWL: 38 - Batasi cairan intake dan
- Feses : 30 cc output
Total Output: 218 - Monitor intake dan output
Balance cairan: 750 -218= +532 - Transfuse darah jika
diperlukan

21
1 Pola napas tidak efektif Kamis, Melakukan monitor pola napas dan S:
berhubungan dengan hambatan 29,April bunyi napas - Klien mengatakan masih
upaya napas, posisi tubuh yang 2021 Hasil : sesak
menghambat ekspansi paru Pernapasan stridor dan frekuensi napas
O:
15.25 30x/menit, dan menggunakan otot
- Tampak sesak Tampak
bantu , masih terpasang oksigen 4 lpm
klien masih menggunakan
non rebreathing mask
oksigen
- Tampak klien
Melakukan tindakan posisi semi fowler
menggunakan otot bantu
atau fowler pada klien
- Suara nafas tambahan
Hasil :
stridor
Klien ketika dilakukan tindakan semi
- Td : 110/80mmhg
fowler terlihat klien ,merasa lebih baik
- Nadi : 103x/menit
15.30 walaupun masih sesak napas dan masih
- R : 30x/menit
menggunakan oksigen 4 lpm non
A:
rebreathing mask
Pola napas tidak efektif
berhubungan dengan hambatan
Memberikan oksigen pada klien
upaya napas, posisi tubuh yang
Hasil :
menghambat ekspansi paru
Klien menerims oksigen dengan baik
P :Lanjutkan intervensi
15.35 sebanyak 4 lpm menggunakan non
Berikan oksigen dan posisi
rebreathing mask
nyaman semi fowler
Melakukan auskultasi bunyi napas
Hasil:
Bunyi napas stridor dengan respirasi

22
30x/menit serta saturasi oksigen 98%

2 Hypervolemia b/d gangguan Memeriksa tanda dan gejala S:-


mekanisme regulasi ditandai 15.20 hypervolemia (orthopnue, dispnue, O:
dengan: JVP meningkat, suara nafas tambahan) -Suara nafas Stridor
DS: - Hasil: -Pasien masih sesak
DO: Pasien tampak sesak, Respirasi 30x/m -Balance cairan positf
- Edema di seluruh tubuh terdapat suara nafas tambahan stridor, -Masi terdapat edema di
- Terdapat peningkatan bagian kaki kanan dan
JVP Memonitor intake dan output cairan kiri
- Intake lebih banyak dari 15.35 Hasil: - Hasil TTV: TD:110/80
output (balance cairan Intake: mmHg, N:103x/mnt,
positif) - Nacl 0,9 % 500 cc R:30x/mnt, SB:36,5 ºC
- Hemoglobin 8,0 - Air 250 cc A: Hypervolemia b/d gangguan
- Hematokrit 46,3 Total intake cairan: 750 mekanisme regulasi
- Kalium 3,29 Output: P: Lanjutkan intervensi
Chlorida 113,6 - Urine 150 cc - Batasi cairan intake dan
- IWL: 38 output
- Feses : 30 cc - Monitor intake dan output
Total Output: 218 - Transfuse darah jika
Balance cairan: 750 -218= +532 diperlukan

23

Anda mungkin juga menyukai