Anda di halaman 1dari 3

Novel ini mengisahkan percintaan dan perjuangan hidup seorang perempuan bernama Lail.

Ketika
Lail baru berusia 13 tahun, dirinya harus menjadi seorang anak yatim piatu. Karena di hari pertama ia
sekolah, ada sebuah bencana gunung meletus dan gempa dahsyat sehingga menghancurkan kota di
mana ia menetap, bahkan merenggut nyawa ibu serta ayah Lail.

Letusan Gunung Api Purba melebihi letusan dari Gunung Krakatau dan Gunung Api Tambora.
Beruntungnya, ia berhasil ditolong dan diselamatkan oleh seorang anak laki-laki berusia 15 tahun,
Esok namanya. Ibu Esok tidak meninggal, tetapi kedua kakinya diharuskan diamputasi.

Selama kurang lebih satu tahun dari bencana tersebut, Lail dan Esok tinggal di sebuah pengungsian,
keduanya tidak terpisahkan bagaikan kakak dan adik, semua orang pun mengetahui mereka berdua.
Keduanya pun kerap kali membantu petugas pengungsian. Sampai akhirnya, pemerintah
memberikan pemberitahuan untuk menutup tempat pengungsian. Hal itulah yang menyebabkan
Esok dan Lail menjadi terpisah.

Lail akan menetap di sebuah panti sosial, sementara Esok nyatanya diangkat menjadi anak oleh salah
satu keluarga. Di panti sosial di mana Lail menetap, dirinya mendapat seorang teman, tepatnya
teman sekamarnya yang sangat ceria, lucu, dan penuh akan semangat membara bernama Maryam.
Maryam mempunyai rambut kribo yang halus.

Di panti sosial ada beberapa peraturan yang perlu dipatuhi dan dilaksanakan oleh Lail juga Maryam.
Lail yang kadang kala merindukan sosok Esok, membuat mereka berdua mempunyai jadwal
pertemuan yang terbilang rutin. Meski hanya satu bulan satu kali, tetapi bagi Lail, hal tersebut
adalah momen yang sangat ditunggu-tunggu dan berarti.

Pertemuan keduanya sekadar berbagi cerita dari aktivitas atau kegiatan yang biasa masing-
masingnya lakukan. Namun, sayangnya, jadwal rutin tersebut terpaksa berubah ketika Esok harus
meneruskan pendidikannya di ibu kota. Lail dan Esok hanya berjumpa ketika liburan semester.

Lail mencoba untuk menyibukkan dirinya dengan berbagai aktivitas yang bermanfaat. Kemudian, Lail
dan Maryam mendaftarkan dirinya di sebuah organisasi relawan dan ternyata mereka adalah
relawan yang paling muda.

Tak hanya itu, keduanya pun mengukir prestasi, salah satunya adalah mereka ditempatkan pada
sektor 2 di mana ada dua kota kembar terletak di hulu dan hilir yang dinyatakan berjarak 50
kilometer. Ketika itu, bendungan di hulu retak, lalu bilamana bendungan tersebut jebol, akan
menghancurkan dua kota kembar tersebut.
Memang hanya ada satu cara untuk mencapai hilir ketika itu, yakni berlari secepat mungkin dengan
terjangan badai yang luar biasa kencangnya. Dengan keberanian dan aksi heroik yang dilakukan oleh
Lail dan Maryam, keduanya berhasil memperingati kota itu dan jasa mereka nyatanya membuahkan
perhargaan. Kesibukan yang dijalani Lail membuat dirinya mampu mengalihkan rasa rindunya pada
Esok.

Esok setiap kali datang untuk menemui Lail, menaiki sepeda dengan warna merah yang dulu ketika
bencana kerap kali mereka gunakan, lalu dilengkapi dengan topi pemberian Lail. Esok
menghampirinya tanpa terduga-duga.

Namun, sayangnya, frekuensi pertemuan keduanya pun semakin jarang. Lail dan Esok hanya dapat
bertemu selama sekali dalam satu tahun, itu juga apabila Esok tidak sibuk. Lail tidak pernah
menghubungi Esok begitupun sebaliknya. Terkadang dirinya menanyakan kabar Esok pada ibu Esok
begitupun dengan Esok. Hari demi hari kebenaran semakin terungkap, nyatanya keluarga yang
mengadopsi Esok merupakan keluarga dari seorang wali kota.

Singkat cerita, Esok yang sedang mengerjakan proyek sebuah kapal luar angkasa, hendak membawa
penduduk di bumi ke luar angkasa guna menghindari bencana dahsyat yang dikhawatirkan akan
melebihi gunung meletus pada masa itu. Bencana tersebut, yaitu di mana suhu bumi akan semakin
memanas yang diakibatkan kerusakan lapisan stratosfer karena keegoisan para manusia bumi.

Semenjak peristiwa gunung meletus, iklim di bumi sangat tidak terkendali. Para petinggi dari negara
mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) guna memecahkan personal tersebut. Akhirnya, para
petinggi negara berlomba mengirimkan pesawat hingga berkali-kali untuk mengeluarkan dan
menyemprotkan gas anti sulfur dioksida di lapisan stratosfer.

Dalam jangka yang terbilang singkat, hal tersebut memang membuat iklim kembali pulih, tetapi
persoalan baru justru muncul. Esok dengan kecerdasan yang dimilikinya pun ikut andil dalam proyek
tersebut. Namun, sangat disayangkan karena penduduk yang dapat pergi dari bumi tidaklah semua,
melainkan dipilih secara acak.

Esok memiliki dua tiket dalam kapal tersebut. Hingga suatu hari, wali kota menghampiri Lail dan
memohon pada Lail apabila ia diberikan tiket oleh Esok, wali kota itu meminta agar tiketnya
diberikan pada anaknya, yaitu Claudia. Terjadilah kesalahpahaman dalam kejadian tersebut.

Lail telah tumbuh dan berkembang menjadi sosok yang dewasa, ia seakan memahami dengan
perasaan yang tengah dialami dan dirasakannya. Lail membutuhkan sebuah kepastian dari Esok.
kemudian, satu hari sebelum hasil pengumuman dari pemerintah, Lail tidak mendapati kabar dari
Esok, perasaannya pun menjadi kacau.
Di akhir waktu menjelang penerbangan pesawat itu, Lail malah memutuskan untuk masuk ke dalam
ruangan modifikasi ingatan. Ia ingin menghilangkan semua beban pikirannya dan menghapus itu
semua dari ingatannya. Ternyata, Esok tengah menjalani proses pemindahan data sampai tidak
dapat memberikan kabar pada Lail.

Proses operasi tersebut tidak dapat dihentikan meskipun dirinya telah membuat banyak teknologi
mutakhir di seluruh dunia. Esok mencoba membuka pintu ruangan tersebut namun slalu gagal. Pada
akhirnya lail keluar dan esok langsung memeluk lail, ia takut lail benar-benar akan menghapus
ingatannya. Akan tetapi lail tidak menghapus semua kejadian yang terjadi di dalam hidupnya. Ia
hanya menghapus kejadian sebelum gunung Meletus yang menewaskan ibu dan ayahnya lail.
Akhirnya lail dan esok bertahan hidup di planet bumi untuk selama-lamanya.

Anda mungkin juga menyukai