Anda di halaman 1dari 24

JENIS-JENIS IKAN PENGHUNI LAHAN

RAWA DAN GAMBUT

TUGAS
EKOLOGI PERAIRAN RAWA DAN GAMBUT

DISUSUN OLEH:

NANDIA ATHAYA MAULID : 212110004

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK
TAHUN 2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa besarnya (mega biodiversity).
Sekitar 16% dari spesies ikan dunia hidup di Indonesia. Di perairan Indonesia terdapat lebih dari
7.000 spesies ikan, di mana 2.000 spesies diantaranya adalah ikan air tawar. Secara zoo-geografis,
penyebaran ikan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu 1) kelompok ikan di
Paparan Sunda (Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sumatera), 2) kelompok ikan di Paparan Sahul (Papua
Barat dan Kepulauan Maluku), dan 3) kelompok ikan di Paparan Wallace (Sulawesi dan Nusa
Tenggara). Jenis ikan terbanyak terdapat di Paparan Sunda (798 jenis), kemudian diikuti oleh
Paparan Sahul (106 jenis), dan Paparan Wallace (68 jenis) (Kottelat et al, (1993). Perairan umum di
Kalimantan mempunyai kekayaan jenis ikan lebih dari 394 jenis ikan yang sebagian besar termasuk
ke dalam ordo Ostariophysi dan Labyrinthici (Kottelat et al, 1993).
1.2 Batasan Masalah
1. Ikan - ikan endemik dari daerah rawa (Ordo Labyrintchi & Ostariophysi)
2. Pola adaptasi ekologis ikan penghuni rawa
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui ikan - ikan endemik dari daerah rawa (Ordo Labyrintchi &
Ostariophysi)
2. Untuk mengetahui pola adaptasi ekologis ikan penghuni rawa
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ikan - Ikan Endemik Dari Daerah Rawa (Ordo Labyrintchi & Ostariophysi)
Ikan-ikan endemic dari daera rawa secara umum dibagi menjadi 2 ordo yaitu:
- Ordo Labirintichi
Dalam kondisi kekurangan air, ikan-ikan rawa masih mampu bertahan hidup karena ikan-
ikan rawa memiliki alat bantu pernafasan (labirin) sehingga dapat memanfaatkan oksigen
bebas di udara untuk proses pernafasannya. Sifat ini sangat menguntungkan dalam usaha
membudidayakan ikan-ikan rawa, karena ikan-ikan rawa memiliki ketahanan hidup lebih
tinggi. Nama labirin diberikan karena ikan-ikan rawa mempunyai alat pernafasan tambahan,
yaitu organ labyrinth yang terletak di bagian atas rongga insang. Ikan-ikan ini bernafas dengan
menghirup udara bebas di permukaan air. Labirin terdiri atas lapisan-lapisan kulit yang
berlekuk-lekuk dan mengandung banyak pembuluh darah. Udara masuk lewat mulut dan
dipompakan ke dalam organ labirin tempat terjadi pertukaran gas. Oksigen akan larut ke
dalam darah dan karbondioksida (CO2) dikeluarkan. Pada kebanyakan ikan labirin, pernafasan
normal dengan insang sangat berkurang, sehingga ikan akan tenggelam apabila dihalangi
muncul ke permukaan air untuk menghirup udara. Hal ini, jelas merupakan bentuk
penyesuaian terhadap kondisi buruk di suatu perairan seperti di sungai yang tercemar atau
rawa-rawa yang kadar oksigen terlarutnya rendah, terutama saat musim kemarau. Organ
labirin tidak berkembang sebelum anak ikan berumur beberapa minggu, karena kebutuhan
oksigen pada ikan yang belum dewasa dapat dipenuhi oleh pernafasan normal melalui insang
(Hoeve, 1996).
Beberapa jenis ikan dari famili Channidae seperti ikan gabus (Channa striata) dan
ikan toman (Channa micropeltes) juga telah mengembangkan organ pernafasan tambahan,
yaitu divertikula. Organ divertikula merupakan modifikasi dari organ labirin. Organ ini
berupa bilik-bilik insang yang mempunyai kantongkantong kecil yang terlipat dan dilengkapi
dengan pembuluh-pembuluh darah yang terletak di bagian atas insang, sehingga mampu
menghirup atau menyerap udara atau oksigen dari atmosfir (Asyari, 2007). Hal ini,
menyebabkan ikan gabus mampu berjalan atau bergerak dalam jarak yang cukup jauh pada
musim kemarau untuk mencari sumber air.
Selain itu, ikan belut (Monopterus albus) dari famili Synbranchidae juga telah
mengembangkan organ pernafasan tambahan, sehingga mampu menghirup udara secara
langsung dari udara (Hoeve, 1996). Udara ini kemudian disimpan dalam kantong di ujung
usus yang berfungsi sebagai pembuluh darah (Kottelat et al, 1993). Tidak jarang belut
dijumpai dalam parit (selokan) kecil yang sangat tercemar atau pada lubang-lubang di rawa-
rawa yang dangkal.
Ada sekitar 70 spesies ikan labirin; beberapa biasanya disimpan di akuarium rumah.
Berbagai spesies, pernah dikelompokkan bersama dalam keluarga Anabantidae , dapat
ditempatkan dalam lima famili: Badidae, Anabantidae, Belontiidae, Helostomatidae , dan
Osphronemidae .
- Ordo Ostariophysi
Ordo Ostariophysi yaitu ikan yang di dalam rongga perut sebelah atasnya memiliki
tulang sebagai alat perlengkapan keseimbangan yang disebut tulang Weber (Weberian
oscicle)
Aparat Weberian adalah struktur anatomi yang menghubungkan kandung kemih berenang ke
sistem pendengaran di ikan milik superorder Ostariophysi. Ketika berkembang sepenuhnya
pada ikan dewasa, elemen peralatan terkadang secara kolektif disebut sebagai Osikel weberian.
Kehadiran struktur adalah salah satu karakteristik pembeda yang paling penting dan signifikan
secara filogenetik dari Ostariophysi. Strukturnya sendiri terdiri dari sekumpulan tulang kecil
yang berasal dari beberapa tulang pertama tulang belakang untuk berkembang dalam
ostariophysan embrio. Tulang-tulang ini tumbuh secara fisik menghubungkan sistem
pendengaran, khususnya bagian dalam telinga, ke kantung renang.[1][2] Struktur tersebut
bertindak sebagai penguat gelombang suara yang jika tidak hanya dapat dilihat sedikit oleh
struktur telinga bagian dalam saja.
Ostariophysan , (superorder Ostariophysi), salah satu dari sekitar 8.000 spesies ikan
bertulang yang termasuk dalam kelompok yang mencakup sebagian besar ikan air tawar di
seluruh dunia. Perwakilan akrab dari kelompok ini adalah ikan kecil ,pengisap , karper , piranha
, belut listrik , dan tak terhitung ikan lele . Manusia mengonsumsi ostariophysans dalam jumlah
besar untuk makanan. Beberapa ikan ini juga populer di akuarium tropis. Beberapa spesies
berbahaya dapat menyebabkan luka yang menyakitkan; beberapa lainnya berfungsi sebagai
inang perantara parasit manusia. Banyak dari ikan ini menunjukkan perilaku yang aneh dan
menarik seperti membangun sarang, inkubasi oral, bertelur di cangkang moluska, berjalan dan
terbang, menghirup udara, menghasilkan suara dan listrik, dan komunikasi melalui sekresi
kimiawi.
Urutan terbesar di superordo Ostariophysi adalah Siluriformes, yang terdiri dari 35 famili
lele yang diakui. 33 keluarga yang tersisa di Ostariophysi didistribusikan di antara ordo
Cypriniformes (ikan kecil, ikan mas, pengisap, dan ikan lainnya), Characiformes (characins ,
hatchetfishes , pencil fish , dan lain-lain), Gymnotiformes (belut listrik dan ikan lainnya), dan
Gonorynchiformes ( bandeng , sandfishes berparuh, dan lain-lain). Tatanan ini dibagi menjadi
dua kelompok, atau seri, berdasarkan ada atau tidaknya peralatan Weberian , hubungan tulang
antara kantung renang dan telinga bagian dalam yang meningkatkan persepsi suara. Seri
Anotophysi, hanya berisi urutan Gonorynchiformes, tidak memiliki peralatan Weberian yang
sebenarnya. Seri Otophysi terdiri dari empat ordo yang tersisa, yang anggotanya memiliki
peralatan Weberian sejati.
Ostariophysans berlimpah di hampir semua habitat air tawar, termasuk gua-gua bawah tanah
dan di semua daratan utama dan pulau-pulau kontinental di dunia, kecuali Greenland dan
Antartika . Beberapa hidup di perairan payau, dan dua famili sebagian besar terdiri dari spesies
laut. Diperkirakan sekitar 8.000 spesies, hampir seperempat dari semua spesies ikan bertulang
bertulang yang diketahui . Keberhasilan mereka yang tak terbantahkan mungkin disebabkan
setidaknya sebagian pada dua ciri yang luar biasa: indra pendengaran yang lebih tajam
dibandingkan dengan kelompok ikan lainnya dan sistem peringatan oleh komunikasi kimiawi
yang unik di antara ikan.
Banyak ostariophysans sedang hingga besar digunakan untuk makanan, dan perikanan
komersial memanen spesies yang dapat dipasarkan dalam jumlah besar. Yang biasaikan mas (
Cyprinus carpio ), asli China, telah diperkenalkan hampir di seluruh dunia dan dibudidayakan
secara ekstensif di daerah yang lebih hangat. Ikan mas Cina lainnya yang dibudidayakan
termasuk ikan mas rumput ( Ctenopharyngodon ), ikan mas perak ( Hypothalmichthys ), ikan
mas siput ( Mylopharyngodon ), dan ikan mas kepala besar ( Aristichthys ). Budaya darilele
saluran ( Ictalurus punctatus ) adalah industri penting di Amerika Serikat bagian selatan.
Banyak ostariophysan menyediakan rekreasi dan makanan bagi para olahragawan; beberapa,
seperti mahseers (beberapa spesies Tor ) dari Asia dan dorado ( Salminus maxillosus ) dari
Amerika Selatan , termasuk di antara ikan buruan berharga dunia.
Di antara spesies akuarium yang paling populer adalah characins , tetra , rasboras , danios ,
barbs , loaches , dan catfishes. Adaptasi banyak ostariophysans dengan kehidupan akuarium
telah mengakibatkan penggunaannya secara luas sebagai hewan percobaan dalam penelitian
ilmiah. Yang paling utama di antaranya adalah ikan mas ( Carassius auratus ), ikan mas, dan
ikan zebra ( Danio rerio ).
Beberapa ostariophysans adalah hama atau berpotensi berbahaya bagi manusia. Ikan mas
adalah gangguan di banyak tempat di Amerika Serikat. Spesies introduksi seperti lele berjalan
( Clarias batrachus ) menimbulkan ancaman serius bagi fauna asli. Di Amerika Selatan, kadang-
kadang, piranha ( Serrasalmus ) dengan rakus menyerang manusia dan hewan peliharaan,
dancandiru ( Vandellia cirrhosa ) dapat menembus bukaan urogenital mandi manusia dan
menyebabkan nyeri hebat dan pendarahan.
Berikut merupakan jurnal yang berkaitan dengan Ikan - ikan endemik dari daerah rawa
(Ordo Labyrintchi & Ostariophysi) :
1.
KEANEKARAGAMAN JENIS IKAN RAWA DI KECAMATAN UPAU
KABUPATEN TABALONG

Almira Ulimaz
Program Studi Agroindustri, Jurusan Teknologi Industri Pertanian,
Politeknik Negeri Tanah Laut, Indonesia
E-mail : almiraulimaz@politala.ac.id
Spasi
ABSTRAK: Kalimantan Selatan merupakan provinsi dengan jumlah penduduk paling padat di Pulau Borneo. Provinsi
yang terdiri atas dua ciri geografi utama ini juga kaya akan sumber daya alam dan keanekaragaman agroekosistemnya.
Selain ibu kota provinsinya yakni Banjarmasin, kabupaten lain masih memiliki plasma nuftah yang cukup melimpah,
termasuk diantaranya adalah kekayaan hayati berupa ikan. Salah satu kabupaten yang masih memiliki sumber daya alam
berupa ikan tersebut adalah Kabupaten Tabalong. Sebagai kabupaten yang juga terkenal akan banyaknya hasil tambang
berupa batubara dan minyak bumi, maka tentunya sumber daya hewani berupa ikan menjadi aset yang cukup berharga
untuk terus dilestarikan. Oleh sebab itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan jenis
ikan yang hidup di Rawa Kecamatan Upau Kabupaten Tabalong. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode observasi yang dianalisis secara deskriptif. Sampel dalam penelitian ini adalah ikan yang tertangkap pancing dan
jala. Kegiatan menggunakan alat pancing dilakukan selama 30 menit, dan dengan jala dilakukan sebanyak 5 kali
pelemparan di tiap titik di stasiun pengambilan sampel. Jumlah spesies yang ditemukan sebanyak 142 ekor ikan yang
terdiri dari 10 jenis, 3 ordo, serta 8 famili. Ordo yang ditemukan antara lain berasal dari ordo Perciformes, Cypriiformes,
dan Siluriformes. Famili yang ditemukan antara lain berasal dari Cyprinidae (Cypriiformes), Channidae, Belontiidae,
Anabantidae, Cichlidae (Perciformes), Bagridae, Siluridae, dan Claridae (Siluriformes). Indeks keanekaragaman jenis
ikan di Rawa Kecamatan Upau Kabupaten Tabalong masuk dalam kategori “Sedang” yaitu sebesar 1,987.

Kata Kunci: Keanekaragaman Jenis, Ikan, Rawa.

ABSTRACT: South Kalimantan is the most densely populated province on the island of Borneo. The province which
consists of two main geographical features is also rich in natural resources and a diversity of agroecosystems. Apart
from the provincial capital, Banjarmasin, other regencies still have abundant nuftah plasma, including the biological
wealth in the form of fish. One of the districts that still has natural resources in the form of fish is Tabalong Regency. As
a district which is also famous for its abundant mining products in the form of coal and petroleum, of course animal
resources in the form of fish are quite valuable assets to be preserved. Therefore, a research was conducted which aims
to identify and explain the types of fish that live in the Swamp, Upau District, Tabalong Regency. The method used in
this research is the method of observation which is analyzed descriptively. The sample in this study were fish caught by
fishing line and nets. The activity using fishing rods is carried out for 30 minutes, and with nets it is carried out 5 tosses
at each point at the sampling station. The number of species found was 142 fish consisting of 10 species, 3 orders, and 8
families. The orders found included the orders Perciformes, Cypriiformes, and Siluriformes. The families found included
Cyprinidae (Cypriiformes), Channidae, Belontiidae, Anabantidae, Cichlidae (Perciformes), Bagridae, Siluridae, and
Claridae (Siluriformes). The index of fish species diversity in Rawa, Upau District, Tabalong Regency is in the
"Medium" category, namely 1.987.

Keywords: Species Diversity, Fish, Swamp.


PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara istimewa, karena bentuk geografisnya yang terdiri atas ribuan pulau
dari yang kecil hingga yang besar. Negara ini juga merupakan negara yang kaya akan sumber daya
alam lautan (negara maritim) dan sumber daya alam daratan (negara agraris). Beberapa provinsi di
Indonesia ada yang berbatasan langsung dengan pantai dan laut, bahkan ada juga yang tepat berada
di bawah garis khatulistiwa. Salah satu pulau terbesar di negara ini yang letaknya di bawah garis
ekuator adalah Pulau Borneo, dan di pulau ini juga terdapat salah satu provinsi terkecil tapi dengan
jumlah penduduk terbanyak yakni Provinsi Kalimantan Selatan (Ulimaz, 2020).
Kalimantan Selatan merupakan provinsi yang jalur perdagangannya paling dekat dengan
Pulau Jawa, oleh sebab itu jumlah penduduknya juga merupakan yang terpadat se-pulau Borneo.
Selain perdagangan sumber hayati seperti hasil pertanian atau perkebunan, provinsi ini juga terkenal
karena perdagangan hasil tambangnya terutama tambang batubara. Hal ini tidak lepas dari
banyaknya hasil bumi berupa batubara, terutama yang dihasilkan di daerah Kabupaten Tabalong.
Kabupaten Tabalong terkenal dengan tambang batubara yang hasilnya kemudian banyak
diekspor ke pulau lain seperti Pulau Jawa. Kegiatan penambangan ini sangat berpengaruh terhadap
lingkungan, seperti perubahan kualitas air sungai dan utamanya tentu saja kemudian sangat
berpengaruh juga kepada kekayaan hayati, seperti organisme flora maupun fauna yang hidup di
dalamnya. Kegiatan penambangan ini juga pada akhirnya menghasilkan lubanglubang (bekas galian
tambang) pada permukaan tanah yang kemudian jika musim hujan tiba, lubang tersebut menjadi
tempat penampungan air seperti waduk/rawa.
Rawa buatan tersebut kemudian menjadi sumber ekosistem baru bagi hewan dan tumbuhan
yang mampu hidup di dalamnya. Salah satu daerah di Kabupaten Tabalong yang memiliki rawa
adalah Kecamatan Upau. Ibu kota Kecamatan Upau adalah Desa Pangelak. Kecamatan ini terletak
pada 20 LS dan 1660 BT. Kecamatan Upau memiliki 6 (enam) Desa yakni Desa Masingai I, Desa
Masingai II, Desa Bilas, Desa Kaong, Desa Pangelak, dan Desa Kinarum.
Selain keberadaan daerah penambangan, desa-desa tersebut dihuni oleh masyarakat yang
masih melakukan aktivitas dalam mengambil sumer daya hewani berupa ikan dengan cara yang
bersifat merugikan dan dapat mengancam keanekaragaman jenis serta populasinya. Sebagai contoh,
masyarakat di sana masih menggunaan setrum atau “Putas”, atau bahkan penggunaan obat kimia
lainnya yang dapat mengancam kehidupan ikan yang ada di Rawa. Berdasarkan hal tersebut, maka
dilakukan penelitian ini yang bertujuan untuk menganalisis keanekaragaman jenis ikan di Rawa
yang terdapat di Kecamatan Upau, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan.
Sampai dengan saat ini, data ilmiah mengenai jenis ikan berdasarkan aspek ekologi atau
lingkungan yang mempengaruhi keberadaan di rawa, Kecamatan Upau, Kabupaten Tabalong masih
tidak cukup memadai. Padahal data ilmiah tersebut sebenarnya adalah aspek penting dalam rangka
pengelolaan sumber daya perikanan di perairan umum. Secara tidak langsung juga berhubungan
dengan dunia pertanian lingkungan (agroekologi). Oleh sebab itu, penelitian mengenai
keanekaragaman jenis ikan yang terdapat di Rawa yang terdapat di Kecamatan Upau, Kabupaten
Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan sangat perlu dilakukan, sehingga data yang diperoleh dapat
dijadikan pedoman dalam upaya pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan di daerah tersebut.
Apalagi mengingat bahwa, Kabupaten Tabalong telah menjadi salah satu kabupaten pemasok
terbesar hasil tambang batubara untuk Indonesia, yang bagaimanapun hal tersebut berpengaruh
sedikit banyak kepada sumber daya alam perairan di sana.

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dan deskriptif. Metode
observasi digunakan dengan alasan peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke lapangan,
sehingga dapat mengetahui jenis ikan yang hidup di Rawa Kecamatan Upau, Kabupaten Tabalong.
Metode deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi morfologi pada ikan yang ada di lapangan.
Penelitian ini dilaksanakan ± 4 bulan, mulai bulan Januari sampai bulan April tahun 2017. Penelitian
ini dilaksanakan di Rawa yang berlokasi di Kecamatan Upau, Kabupaten Tabalong, Provinsi
Kalimantan Selatan.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ikan yang hidup secara liar di Rawa yang
berlokasi di Kecamatan Upau, Kabupaten Tabalong. Sampel penelitian adalah ikan yang tertangkap
oleh alat pancing dan jala. Jumlah stasiun pengambilan sampel berjumlah tiga lokasi, yang setiap
stasiun terdapat sepuluh titik pengambilan sampel yang masing-masing titik dilakukan dengan 30
menit pemancingan dan lima kali pelemparan jala.
Pengambilan sampel jenis ikan rawa dilakukan pada siang hari, yang terdiri dari 3 stasiun
pengambilan. Lokasi stasiun 1 dan stasiun 2 terletak di Desa Bilas, Kecamatan Upau, Kabupaten
Tabalong. Rawa di stasiun 1 ini dinamakan Rawa “Babulu” oleh masyarakat sekitar yang luasnya ±
9 hektar. Sedangkan stasiun 2 dinamakan “Baruh Rumah Kaca” oleh masyarakat sekitar. Luas
wilayah rawa ini ± 7 Hektar. Lokasi stasiun 3 terletak di Desa Masingai II, Kecamatan Upau,
Kabupaten Tabalong. Luas wilayah Rawa ini ± 10 Hektar. Masyarakat sekitar sering menyebut rawa
ini dengan nama Rawa “Toh Akai” atau Rawa “Pak Pujo”, karena Rawa ini termasuk wilayah milik
seorang warga di Desa Masingai II yang bernama Pak Pujo.
Analisa jenis ikan di rawa yang berlokasi di Kecamatan Upau, Kabupaten Tabalong
menggunakan identifikasi dalam bentuk deskripsi. Pendeskripsian menampilkan ciri-ciri morfologi
ikan diantaranya bersisik atau tidak, tipe mulut, warna tubuh, sirip punggung, bentuk sirip ekor,
kisaran panjang tubuh total, kisaran lebar tubuh total, klasifikasi, serta kualitas perairan meliputi
suhu, pH, kadar oksigen terlarut (DO/Dissolve Oxygen), dan kecerahan. Untuk identifikasi jenis ikan
menggunakan kunci identifikasi.
Menurut Herdiansyah (2010), indeks keanekaragaman jenis dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan: H’ = Indeks keanekaragaman jenis; pi = ni/N (Peluang kepentingan untuk


tiap jenis ikan); ni = Jumlah spesies jenis ikan yang diperoleh; N = Jumlah
spesies keseluruhan.
Nilai indeks keanekaragaman jenis (diversitas) ini menurut ShannonWiener (Daly, Baetens,
& De Baets, 2018) didefinisikan sebagai berikut:
Jika H’ < 1 maka keanekaragaman jenis rendah;
Jika H’ = 1-3 maka keanekaragaman jenis sedang;
Jika H’ > 3 maka keanekaragaman tinggi.
Spasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Selama penelitian dilakukan, didapatkan hasil penelitian yakni ikan yang berhasil ditemukan
berjumlah 142 ekor yang terdiri dari sepuluh jenis yang masuk ke dalam tiga ordo dan delapan
famili. Jenis ikan yang ditemukan di ketiga stasiun pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis Ikan yang Ditemukan Selama Penelitian.


No. Nama Nama Ilmiah Ordo Famili Jumla
h
1 Senggiringan Mystus singaringan Siluriformes Bagridae 7
2 Gabus Channa striata Perciformes Channidae 9
3 Betok Anabas testudineus Perciformes Anabantidae 18
4 Nila Oreochromis niloticus Perciformes Cichlinidae 12
5 Kapar Belontia hasselti Perciformes Belontiidae 23
6 Sepat Rawa Trichogaster trichopterus Perciformes Belontiidae 45
7 Lembat Clarias teijsmanni Siluriformes Clariidae 4
8 Nilem Osteochilus hasselti Cypriiformes Cyripnidae 11
9 Lele Clarias batrachus Siluriformes Clariidae 1
10 Lais Butu Ompok rhadinurus Siluriformes Siluridae 12
Jumlah Total Sampel yang Ditemukan 3 8 142

Berdasarkan Tabel 1 tersebut, diperoleh hasil bahwa ikan yang paling banyak ditemukan
adalah ikan Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus) sebanyak 45 individu dan yang paling sedikit
adalah ikan Lele (Clarias batranchus) dengan hanya satu individu yang berhasil didapat. Hal ini
sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Akbar (2014) yang menyatakan bahwa,
jenis ikan dengan nama ilmiah Trichogaster trichopterus ini secara alami hidup menetap dan
mendiami perairan rawa untuk memenuhi seluruh daur hidupnya. Selain pengambilan sampel ikan
sebagai hasil dari penelitian, juga dilakukan pengukuran parameter lingkungan di lokasi penelitian.
Pengukuran parameter lingkungan dimulai pada pukul 08.00 WITA. Hasil pengukuran parameter
lingkungan di Rawa yang berlokasi di Kecamatan Upau, Kabupaten Tabalong pada semua stasiun
pengambilan sampel ikan, mulai dari stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 3 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan di Rawa yang Berlokasi di Kecamatan Upau, Kabupaten
Tabalong.
Parameter Stasiun Berkisar
No. Lingkungan Antara
1 2 3
1 Suhu Air (0C) 27-29 26-28 27-29 26-29
2 pH Air 6.5-6.8 6.4-6.7 6.4-6.7 6.4-6.8
3 Kadar Oksigen (ppm) 6.11-7.12 6.12-7.14 6.13-7.13 6.11-7.14
4 Kecerahan Air (cm) 79-89 75-88 76-87 75-89

Pengukuran parameter lingkungan berdasarkan Tabel 1 tersebut dapat diketahui bahwa, suhu
air di rawa tempat lokasi penelitian berkisar antara 26– 29 0C dan untuk pH air atau tingkat
keasamannya berkisar antara 6,4–6,8 (pH netral adalah 7). Hal ini menunjukkan bahwa, temperatur
perairan berada pada kisaran normal (tidak panas dan juga tidak dingin), sedangkan pH nya berada
pada kisaran tingkat keasaman netral cenderung sedikit asam. Oleh sebab itu, ikan Sepat Rawa
adalah ikan yang paling banyak ditemukan di penelitian ini, karena kondisi lingkungan seperti ini
sangat cocok untuk perkembang biakannya.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Rawa yang berlokasi di Kecamatan
Upau, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan dengan daerah yang berbeda–beda yaitu di
tiga stasiun pengambilan sampel ikan yang tertangkap menggunakan alat pancing maupun
menggunakan jala, diperoleh 142 ekor ikan yang terdiri dari 3 Ordo dan 8 Famili. Adapun marga
atau genus dari ikan yang berhasil ditemukan selama penelitian berlangsung dapat dilihat pada Tabel
3.

Tabel 3. Hasil Pengklasifikasian dari Ordo, Famili, dan Genus untuk Sampel Ikan yang Didapatkan saat
Penelitian.
No. Ordo Famili Genus Jumla Nama Ilmiah Ikan
h
1 Siluriformes Bagridae Mystus 7 Mystus singaringan
Clariidae Clarias 1 Clarias batrachus
4 Clarias teijsmanni
Siluridae Ompok 12 Ompok rhadinurus
2 Perciformes Channidae Channa 9 Channa striata
Belontiidae Trichogaster 45 Trichogaster trichopterus
Belontia 23 Belontia hasselti
Anabantida Anabas 18 Anabas testudineus
e
Cichlidae Oreochromis 12 Oreochromis niloticus
3 Cypriiforme Cyripnidae Osteochilus 11 Osteochilus hasselti
s
Jumlah Total Sampel yang Ditemukan 142

Tabel 3 menunjukkan bahwa, ikan yang paling banyak ditemukan dalam penelitian ini
berasal dari suku Perciformes dengan jumlah total individu yang berhasil ditangkap adalah sebanyak
107 ikan, sedangkan ikan yang paling sedikit ditemukan dalam penelitian ini berasal dari suku
Cypriiformes dengan jumlah total individu yang berhasil ditangkap adalah sebanyak 11 ikan.
Berdasarkan Tabel 3 tersebut juga dapat terlihat bahwa dari marga Clarias ada dua jenis yang
berhasil ditangkap, yakni satu ikan lele dan empat ikan lembat, sedangkan dari keluarga Belontiidae
ada dua jenis ikan yang tertangkap yang berasal dari marga Trichogaster yakni ikan sepat rawa dan
dari marga Belontia yakni ikan kapar.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan selama penelitian yang telah dilakukan di
Rawa yang berlokasi di Kecamatan Upau, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan, maka
indeks keanekaragaman ikan yang didapat adalah sebesar 1,987 yang mana hasil tersebut masuk ke
dalam kategori “Sedang”. Hasil pengamatan dan perhitungan indeks keanekaragaman jenis tersebut
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Keanekaragaman Jenis Ikan yang Ditemukan Selama Penelitian.

Nilai indeks
keanekaragaman jenis (diversitas) menurut Shannon–Wiener (Daly, Baetens, & De Baets, 2018),
apabila indeks keanekaragaman <1, maka termasuk dalam kategori “Rendah”, sedangkan apabila
nilainya berkisar antara 1– 3 masuk kategori “Sedang”, serta apabila nilainya mencapai >3 maka
termasuk kategori “Tinggi”. Indeks keanekaragaman ikan yang didapat pada penelitian ini adalah
sebesar 1,987 seperti yang terlihat pada Tabel 4, yang mana artinya komunitas ikan di Rawa yang
berlokasi di Kecamatan Upau, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai
banyak jenis dan beranekaragam. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan luas wilayah
rawa sebagai habitat yang baik bagi ikan air tawar. Menurut Kartamihardja (2017), kondisi
lingkungan terutama pada kualitas perairan berpengaruh pada kehidupan ikan, sedangkan untuk luas
wilayah berpengaruh pada populasi dan pembentukan komunitas ikan.
Kualitas perairan berkaitan erat dengan populasi alga, plankton, maupun organisme mikro
lainnya yang juga berperan sebagai nutrisi bagi ikan maupun sebagai penghasil oksigen di dalam
perairan (Ahadiati, 2012). Hal ini tentunya juga memiliki peran penting dalam keberadaan ikan itu
sendiri maupun kehidupan biota lainnya. Jenis ikan yang ditemukan di semua stasiun pengambilan
sampel, baik stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 3 dipengaruhi oleh parameter lingkungan yang ada di
dalamnya. Berdasarkan hasil pengukuran parameter lingkungan di lokasi penelitian, yakni suhu yang
berkisar antara 26–290C, kadar oksigen (DO) berkisar antara 6,11–7,14 ppm, kecerahan air 75–89
cm dan pH air antara 6,4–6,8 maka hasil pengukuran parameter lingkungan ini sangat penting untuk
kehidupan berbagai jenis ikan air tawar yang ada di stasiun tempat pengambilan sampel.
Ketiga stasiun pengambilan sampel ditemukan berbagai jenis ikan air tawar, karena suhu air
di ketiga stasiun berkisar antara 26-290C, yang mana suhu tersebut tidak terlalu ekstrim. Peningkatan
suhu secara drastis akan berpengaruh untuk kelangsungan hidup ikan (Murjani, 2016) mulai dari
penetasan telur sampai perkembangan telur. Apabila suhu air naik secara ekstrim maka telur tidak
akan mampu menetas bahkan akan mati. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya populasi ikan.
Suhu di ketiga stasiun masuk dalam kategori ideal sebagai habitat tempat hidup dan berkembang
biak guna menjaga populasi ikan itu sendiri. Tumbuhan yang hidup di sekitar rawa juga berfungsi
dalam menjaga suhu di perairan, sehingga menjadi stabil dan tidak terlalu panas atau tidak terlalu
dingin.
Parameter lingkungan lainnya yakni tingkat keasaman atau pH di ketiga stasiun yang telah
diukur, didapatkan hasil yakni pH yang tidak terlalu asam dengan kisaran antara 6,11–7,14. Apabila
pH < 6,0 maka termasuk kategori asam yang menyebabkan berkurangnya populasi plankton,
sehingga berdampak juga pada populasi ikan yang hidup di perairan tersebut. Apabila pH air < 4,8
maka ikan banyak yang mati, karena pada pH terlalu rendah akan banyak mengandung H + terlarut
dan amonia (NH4+) yang tinggi (Rahayu, 2019). Keberadaan amonia tersebut akan berikatan dengan
gas CO2 atau karbondioksida di dalam air, sehingga menjadi racun yang sebagian besar berasal dari
hasil sisa metabolisme ikan maupun biota lainnya (Tumembouw, 2011).
Parameter lingkungan berikutnya yakni kadar oksigen (DO) di ketiga stasiun yang nilainya
berkisar antara 6,11-7,14 ppm. Kisaran kadar oksigen ini ideal untuk perkembangbiakan berbagai
jenis ikan air tawar. Apabila kadar oksigen <6,5 maka kualitas perairan tersebut termasuk dalam
kategori buruk, karena hal ini berarti air di perairan tersebut telah tercemar. Hal ini akan berdampak
pada populasi biota perairan baik flora (tumbuhan) maupun fauna (hewan) yang hidup di dalamnya,
terutama sangat berpengaruh untuk populasi ikan itu sendiri (Zaman & Syarifudin, 2012).
Berbagai jenis organisme baik yang berukuran makro seperti tumbuhan dalam hal ini
misalnya rumput yang hidup di sekitar rawa maupun yang berukuran mikro seperti alga dan
berbagai fitoplankton, berfungsi dalam menghasilkan oksigen terlarut dalam air sebagai akibat dari
proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan maupun alga yang ada di perairan rawa tersebut.
Oksigen terlarut tersebut yang banyak dimanfaatkan oleh biota perairan rawa terutama dimanfaatkan
oleh ikan, meskipun beberapa jenis diantaranya mampu bertahan hidup pada perairan dengan
konsentrasi oksigen sebesar <3 ppm. Konsentrasi minimum yang masih dapat diterima sebagian
besar spesies ikan untuk hidup dengan baik adalah sebesar 5 ppm (Muntasiroh, 2018).
Parameter lingkungan terakhir yang diukur pada penelitian ini adalah tingkat kecerahan air.
Kecerahan sangat penting bagi ikan karena berpengaruh pada jarak pandang ikan dan proses
pernapasannya. Apabila air terlalu keruh maka ikan akan cukup kesulitan dalam mencari makan.
Selain itu juga apabila air terlalu keruh maka ketika ada predator yang hendak menyerang atau
memangsa, ikan akan kesulitan untuk menyelamatkan diri karena terbatasnya jarak pandang. Hal ini
berakibat pada ikan yang akan mudah ditangkap oleh predator yang memangsanya. Kekeruhan juga
akan berdampak pada pernapasan ikan karena air yang keruh juga biasanya mengandung sangat
sedikit oksigen, dan juga apabila air terlalu keruh maka hal ini mengindikasikan banyaknya
kandungan partikel tanah dan mineral yang terlarut di dalam perairan sehingga ikan menjadi agak
kesulitan dalam bernapas. Parameter lingkungan perlu diukur karena jika dilihat berdasarkan hasil
dari penelitian ini maka terdapat korelasi antara mutu atau kualitas air dengan jenis ikan dan atau
kemelimpahan ikan jenis apa saja yang terdapat di sana (Urbasa, Undap, & Rompas, 2015).
Menurut Nurhikmah (2019), suhu merupakan faktor fisik yang paling jelas, mudah diukur
dan beragam. Suhu di perairan sungai memiliki peranan yang penting dalam mengatur kehidupan
makhluk hidup yang berada di dalamnya, seperti hewan dalam hal ini adalah ikan air tawar
(Yuliawati, 2019). Ini terutama disebabkan karena suhu mempengaruhi kecepatan reaksi kimiawi
dan sekaligus menentukan kegiatan metabolik tubuh makhluk hidup. Kemelimpahan dapat
menggambarkan keadaan serta jenis ikan air tawar yang mendominasi suatu tempat. Keragaman dan
kelimpahan ikan juga dipengaruhi oleh faktor fisik dan kimia lingkungan seperti: suhu, kadar
keasaman air atau pH, tingkat kekeruhan atau kecerahan air, kecepatan arus air, dan kadar oksigen
yang terkandung di dalam perairan (Wahyuni & Zakaria, 2018) khususnya perairan rawa.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Akbar (2018) menyatakan bahwa, dalam jenis
perairan tertentu misalnya rawa, terdapat berbagai jenis ikan yang bernilai ekonomis penting, baik
jenis ikan konsumsi maupun jenis ikan hias. Salah satu jenis ikan konsumsi yang bernilai ekonomis
yang ditemukan paling banyak di lokasi penelitian tersebut adalah ikan sepat rawa. Ikan sepat rawa
merupakan salah satu jenis ikan yang sangat responsif terhadap pakan buatan, dan termasuk ikan
pemakan tumbuhan atau yang diistilahkan sebagai herbivora (Fran, Arifin, & Akbar, 2011).
Makanan utama ikan sepat rawa di perairan bebas terdiri dari makrofita (64%), detritus (13%),
fitoplankton (18,8%), dan zooplankton (4,2%) (Tjahjo & Purnomo, 2017).
Potensi sumber daya alam berupa ikan di Provinsi Kalimantan Selatan ini memang tergolong
cukup baik dan menjanjikan. Selain itu, produk ikan di daerah ini memang memiliki nilai ekonomis
yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari potensi keanekaragaman jenis, potensi biologi, dan potensi
lahan yang cukup besar. Pengembangan sumber daya perikanan rawa di Provinsi Kalimantan
Selatan sendiri mempunyai peluang yang besar jika dilihat dari perubahan atau pergeseran pola
konsumsi masyarakatnya yang awalnya daging sapi, kambing, dan lain-lain kemudian beralih ke
daging ayam, daging ikan, dan seafood. Peningkatan tersebut erat kaitannya dengan semakin banyak
masyarakat yang memahami akan pentingnya mengkonsumsi ikan. Selain itu, masyarakat Provinsi
Kalimantan Selatan juga menyukai bentuk awetan seperti ikan asin untuk dikonsumsi sebagai lauk
sehari-hari (Akbar, 2017) dan ikan sepat rawa adalah ikan yang paling banyak kedua setelah ikan
telang yang bisa ditemui dalam bentuk awetan ikan asin di provinsi ini dengan harga yang murah
meriah (Irianto, 2012).

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang keanekaragaman jenis ikan di rawa yang berlokasi di
Kecamatan Upau, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan dapat diambil simpulan
bahwa, jumlah ikan yang ditemukan sebanyak 142 ekor. Seluruh hasil tangkapan ikan tersebut
setelah diidentifikasi diperoleh hasil bahwa, ikan yang didapat berasal dari tiga ordo antara lain:
Perciformes, Cypriiformes, dan Siluriformes dan delapan Famili antara lain: Famili Bagridae,
Channidae, Belontiidae, Anabantidae, Cichlinidae, Clariidae, Cyripnidae, dan Siluridae. Jenis ikan
yang tertangkap adalah antara lain adalah Ikan Senggiringan (Mystus singaringan), Ikan Gabus
(Channa striata), Ikan Betok (Anabas testudineus), Ikan Nila (Oreochromis niloticus), Ikan Sepat
Rawa (Trichogaster trichopterus), Ikan Lembat (Clarias teijsmanni), Ikan Nilem (Osteochilus
hasselti), Ikan Lele (Clarias batrachus), dan Ikan Lais Butu (Ompok rhadinurus). Hasil perhitungan
untuk indeks keanekaragaman jenis (H’) ikan yang telah dilakukan di lokasi penelitian tersebut
adalah sebesar 1,987 yang berarti keanekaragaman ikan di wilayah tersebut termasuk dalam kategori
“Sedang”.

SARAN
Saran yang dapat diberikan untuk para peneliti selanjutnya adalah perlu dilakukan kembali
penelitian serupa terhadap keaneragaman biota perairan (bukan hanya penelitian tentang ikan)
khususnya di daerah rawa, dan jika perlu penelitian ini bisa menjadi referensi pembelajaran mata
kuliah di program studi baru yakni Teknologi Pakan Ternak, Jurusan Teknologi Industri Pertanian,
Politeknik Negeri Tanah Laut. Selain itu, hasil penelitian ini juga bisa menjadi rujukan awal bagi
mahasiswa yang nantinya akan menghasilkan produk berupa pakan ternak khususnya ternak ikan air
tawar. Hasil penelitian juga bisa menjadi acuan atau referensi dalam penulisan laporan tugas akhir
(TA) bagi mahasiswa Agroindustri yang berencana membuat pakan untuk ternak ikan air tawar
seperti rawa/sungai.

UCAPAN TERIMA KASIH


Peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu terlaksananya penelitian ini.

DAFTAR RUJUKAN
Ahadiati, R. (2012). Studi Keanekaragaman Jenis Zooplankton untuk Mengetahui Kualitas Perairan
di Telaga Jongge Kecamatan Semanu Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta. SPd Skripsi.
Universitas Negeri Yogyakarta.
Akbar, J. (2014). Potensi dan Tantangan Budi Daya Ikan Rawa (Ikan Hitaman dan Ikan Putihan) di
Kalimantan Selatan. Universitas Lambung Mangkurat Repository. Lambung Mangkurat
University Press. Kalimantan Selatan.
______. (2017). Potensi Peluang dan Tantangan Pengembangan Perikanan Rawa di Kalimantan
Selatan. Universitas Lambung Mangkurat Repository. Lambung Mangkurat University Press.
Kalimantan Selatan.
______. (2018). Ikan Papuyu Teknologi Manajemen dan Budi Daya. Universitas Lambung
Mangkurat Repository. Lambung Mangkurat University Press. Kalimantan Selatan.
Daly, A. J., Baetens, J. M., & De Baets, B. (2018). Ecological Diversity: Measuring the
Unmeasurable. Mathematics, 6(7), 119.
Fran, S., Arifin, S., & Akbar, J. (2011). Pengembangan Budi Daya Ikan-ikan Rawa di Kabupaten
Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan. Laporan Penelitian Kerjasama Fakultas
Perikanan Unlam dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Kalimantan Selatan.
Herdiansyah, H. (2010). Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial.
Jakarta: Salemba Humanika.
Irianto, I. H. E. (2012). Produk Fermentasi Ikan. Depok: Penebar Swadaya Grup.
Kartamihardja, E. S. (2017). Perubahan Komposisi Komunitas Ikan dan Faktorfaktor Penting yang
Memengaruhi Selama Empat Puluh Tahun Umur
Waduk Djuanda [Change of Fish Community Composition and the Influencing Important
Factors During Fourty Years of the Djuanda Reservoir Impounded]. Jurnal Iktiologi
Indonesia, 8(2), 67-78.
Muntasiroh, S. (2018). Peningkatan Ketahanan Non Spesifik Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
dengan Pemberian Ekstrak Rumput Laut Cokelat (Padina sp.) dan Vitamin C. Dr
Dissertation. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Murjani, A. (2016). Budidaya Beberapa Varietas Ikan Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus Pall)
dengan Pemberian Pakan Komersial [Some Variety Aquaculture Three Spot Gouramy
(Trichogaster trichopterus Pall) with the Provision of Commercial Feed]. Fish Scientiae,
1(2), 214-232.
Nurhikmah, D. (2019). Keanekaragaman Ordo Hymenoptera di Taman Kehati Kiara Payung
Kabupaten Sumedang. Dr Dissertation. Universitas Pasundan Bandung.
Rahayu, N. C. P. (2019). Perbedaan Tanaman Buah Tomat (Lycopersicon esculentum), Cabai
(Capsicsum frutencens L.), dan Terong (Solanum melongena L.) pada Penyerapan Amonia
(NH3), Nitrit (NO2) dan Nitrat (NO3) Air Budidaya Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) pada
Sistem Akuaponik. Dr Dissertation. Universitas Airlangga.
Tjahjo, D. W. H., & Purnomo, K. (2017). Studi Interaksi Pemanfaatan Pakan Alami Antar Ikan
Sepat Rawa (Trichogaster pectoralis), Betok (Anabas testudineus), Mujair (Oreochromis
mossambicus), Nila (O. niloticus), dan Gabus (Chawta striatus) di Rawa Taliwang. Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia, 4(3), 50-59.
Tumembouw, S. S. (2011). Kualitas Air pada Kolam Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) di
BBAT Tatelu. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis, 7(3), 128-131.
Ulimaz, A. (2020). Kemelimpahan Ikan Air Tawar di Desa Sungai Bakar, Kecamatan Bajuin,
Kabupaten Tanah Laut. Bioscientist : Jurnal Ilmiah Biologi, 8(1), 1-10.
Urbasa, P. A., Undap, S. L., & Rompas, R. J. (2015). Dampak Kualitas Air pada Budidaya Ikan
dengan Jaring Tancap di Desa Toulimembet Danau Tondano. E-Journal Budidaya Perairan,
3(1), 59-67.
Wahyuni, T. T., & Zakaria, A. (2018). Keanekaragaman Ikan di Sungai Luk Ulo Kabupaten
Kebumen. Majalah Ilmiah Biologi BIOSFERA: A Scientific Journal, 35(1), 23-28.
Yuliawati, W. (2019). Keanekaragaman Spesies dan Distribusi Longitudinal Ikan di Sungai Beringin
Kota Semarang. Dr Dissertation. Universitas Negeri Semarang.
Zaman, B., & Syafrudin. (2012). Pengelolaan Kualitas Lingkungan. Semarang: Lembaga
Pengembangan dan Penjamin Mutu Pendidikan Universitas Diponegoro.

2.
2.2

Pola adaptasi ekologis ikan penghuni rawa


Berikut merupakan jurnal tentang pola
adaptasi ikan penghuni rawa
Rawa lebak adalah perairan dataran rendah
yang terbentuk karena air sungai tidak mampu
dialirkan, sehingga mengenangi daerah sekitar
sungai. Keanekaragaman jenis ikan perairan tawar
dunia sebagian besar berada di kawasan rawa
lebak tropika, bahkan rawa lebak di Kalimantan
merupakan kawasan hot spot dari
keanekaragaman ikan di paparan Sunda. Oleh
karena itu, keanekaragaman ikan di rawa lebak
harus menjadi fokus perhatian dalam upaya
konservasi.
Ikan-ikan dari perairan rawa lebak
dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu 1)
ikan-ikan putihan (white fishes) dan 2) ikan-ikan hitaman (black fishes). Ikan-ikan putihan habitat
utamanya adalah sungai yang kondisi perairannya lebih baik dari rawa. Ikan-ikan putihan ini sesuai
dengan namanya umumnya berwarna lebih cerah. Daya adaptasi lingkungan ikan putihan tidak sama
dengan ikan-ikan hitaman. Ikan-ikan putihan tidak mampu hidup dalam kondisi kekurangan oksigen
terlarut. Kelompok ikan-ikan putihan pada saat musim kemarau tinggal di sungai utama, anak
sungai, dan lubuk-lubuk sungai, kemudian saat musim penghujan ikan-ikan putihan menyebar ke
rawa-rawa untuk melakukan pemijahan.
Ikan-ikan hitaman adalah ikan-ikan yang hidup menetap dan mendiami perairan rawa lebak
untuk memenuhi seluruh daur hidupnya, yaitu sejak proses pemijahan sampai pembesaran. Pada saat
musim kemarau kelompok ikan hitaman akan tinggal di lebung dan saat musim penghujan, ikan-
ikan hitaman menyebar ke daerah rawa-rawa daratan yang tergenang air. Habitat perairan rawa yang
banyak dihuni ikan-ikan hitaman adalah daerah yang banyak ditumbuhi tumbuhan rawa seperti
pohon galam (Eugenia spp), rumput kumpai (Graminae), purun (Fimbristylis spp), parupuk, kayu
duri (Mymosa nigra), dan hutan rawang.
Tetumbuhan
rawa ini merupakan
tempat ikan melakukan
pemijahan. Ikan hitaman
memiliki alat bantu pernafasan sehingga dalam kondisi oksigen terlarut rendah, ikan hitaman dapat
mengambil oksigen bebas secara langsung. Kondisi lingkungan rawa, terutama rawa asam sangat
terbatas sehingga hanya ikan-ikan tertentu saja yang mampu dan dapat bertahan hidup dalam
perairan rawa.

BAB 3
KESIMPULAN
1. Dapat dilihat pada jurnal yang pertama, jenis-jenis ikan di berlokasi di Kecamatan Upau,
Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan dapat diambil simpulan bahwa, jumlah ikan
yang ditemukan sebanyak 142 ekor. Seluruh hasil tangkapan ikan tersebut setelah diidentifikasi
diperoleh hasil bahwa, ikan yang didapat berasal dari tiga ordo antara lain: Perciformes,
Cypriiformes, dan Siluriformes dan delapan Famili antara lain: Famili Bagridae, Channidae,
Belontiidae, Anabantidae, Cichlinidae, Clariidae, Cyripnidae, dan Siluridae. Jenis ikan yang
tertangkap adalah antara lain adalah Ikan Senggiringan (Mystus singaringan), Ikan Gabus
(Channa striata), Ikan Betok (Anabas testudineus), Ikan Nila (Oreochromis niloticus), Ikan Sepat
Rawa (Trichogaster trichopterus), Ikan Lembat (Clarias teijsmanni), Ikan Nilem (Osteochilus
hasselti), Ikan Lele (Clarias batrachus), dan Ikan Lais Butu (Ompok rhadinurus).
2. Pada jurnal kedua, keanekaragaman jenis ikan di lahan gambut Kalimantan Tengah pada musim
penghujan termasuk tinggi yang didominasi oleh famili Cyprinidae. Jenis yang paling melimpah
adalah Rasbora einthovenii, sedangkan yang paling rendah adalah Osteochilus microcephalus,
Nandus nebulosus, Luciocephalus pulcher, Channa pleuropthalmus dan Mastacembelus unicolor.
3. Ikan-ikan dari perairan rawa lebak dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu 1) ikan-ikan
putihan (white fishes) dan 2) ikan-ikan hitaman (black fishes). Ikan-ikan putihan habitat
utamanya adalah sungai yang kondisi perairannya lebih baik dari rawa. Daya adaptasi lingkungan
ikan putihan tidak sama dengan ikan-ikan hitaman. Ikan-ikan putihan tidak mampu hidup dalam
kondisi kekurangan oksigen terlarut. Kelompok ikan-ikan putihan pada saat musim kemarau
tinggal di sungai utama, anak sungai, dan lubuk-lubuk sungai, kemudian saat musim penghujan
ikan-ikan putihan menyebar ke rawa-rawa untuk melakukan pemijahan.

Anda mungkin juga menyukai