Anda di halaman 1dari 22

A.

Latar Belakang

Pada era modern ini pertumbuhan teknologi mengalami perkembangan yang

sangat signifikan. Teknologi dan Internet memiliki peran yang penting dalam

menunjang segala aktivitas di kehidupan manusia. Di Indonesia pemanfaatan

teknologi digital sangat besar sehingga memberikan dampak terhadap beberapa

sistem, salah satunya adalah sistem keuangan di Indonesia. Sistem keuangan pada

dasarnya yaitu tatanan perekonomian dalam suatu negara yang memiliki peran

dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa di bidang keuangan oleh lembaga-lembaga

keuangan dan lembaga-lembaga penunjang lainnya.1

Dalam hal ini sistem keuangan memainkan peran penting dalam meningkatkan

pertumbuhan dan kesehatan perekonomian dalam suatu negara secara

berkelanjutan dan seimbang. Fungsi sistem keuangan yaitu sebagai fasilitator

perdagangan domestik dan internasional, memobilisasi simpanan menjadi

berbagai instrumen investasi dan perantara antara penabung dan pemberi

pinjaman. Stabilitas dan pengembangan system sangat penting agar masyarakat

menyakini bahwa system keuangan Indonesia aman, stabil, dan dapat memenuhi

kebutuhan pengguna jasa keuangan.2

Dewasa ini lembaga keuangan di Indonesia semakin berkembang akibat dari

laju pertumbuhan ekonomi dari perkembangan zaman. Hal ini tampak pada

semakin banyaknya variasi instrumen keuangan yang beredar dalam sistem

keuangan baik di bidang perbankan maupun di bidang non-perbankan. Dengan

adanya laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, lembaga keuangan tumbuh

1
Djoni S. Gazali, Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm. 39.
2
Ibid, hlm. 41.

1
dengan berbagai alternatif jasa yang ditawarkan. Lembaga keuangan yang

merupakan lembaga perantara dari pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus

of funds) dengan pihak yang kekurangan dana (lack of funds) yang memiliki

fungsi sebagai perantara keuangan masyarakat (financial intermediary).

Perkembangan perekonomian Indonesia salah satunya adalah berpegang pada

sektor perbankan yang ada di Indonesia keberadaan bank yang bertujuan untuk

menunjang pelaksanaan pembagunan nasional dalam rangka meningkatkan

pemeraatan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan

taraf hidup rakyat banyak.3 Bank yang merupakan lembaga intermediasi keuangan

(financial intermadiary) yaitu kegiatan pengalihan dana dari pihak yang kelebihan

dana kepada pihak yang kekurangan dana. Baik pihak kelebihan dana maupun

pihak yang kekurangan dana dapat berupa badan usaha, lembaga pemerintah atau

perorangan.4

Akan tetapi, timbul permasalahan terhadap pemerataan layanan perbankan di

Indonesia dalam melaksanakan tugasnya untuk meningkatkan taraf hidup rakyat.

Hal ini terjadi karena berdasarkan letak geogarfis Indonesia yang merupakan

negara kepulauan. Jangkauan masyarakat terhadap layanan perbankan menjadi

sulit karena perbankan kurang merata. Layanan perbankan hanya tertumpuk di

pusat kota saja, tidak menyeluruh kepada masyarakat yang ada di pelosok daerah.

Hal inilah yang menyebabkan kesenjangan kesejahteraan di Indonesia akibat tidak

meratanya pembangunan perekonomian nasional. Salah satu faktor yang menjadi

3
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
Tentang Perbankan
4
Abdulkadir Muhammad, Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2000, Hal. 15.

2
penyebab terbatasnya layanan perbankan ke masyarakat diseluruh pelosok adalah

terbatasnya infrastruktur karena kondisi alam Indonesia yang berkepulauan.

Masyarakat sendiri merasakan hambatan dalam memperoleh layanan jasa

keuangan formal dan perbankan.

Seiring dengan adanya perkembangan masa di era globalisasi ini, apapun

aktivitas masyarakat tidak akan pernah lepas dari bantuan teknologi. Begitu pula

dengan lembaga keuangan yang kini mulai bergeser pada lembaga keuangan

berbasis teknologi. Salah satu kemajuan dalam bidang keuangan saat ini dengan

adanya adaptasi Fintech (Financial Technology). Kebutuhan masyarakat inilah

yang mendorong para pelaku jasa keuangan untuk terus melakukan inovasi dan

transformasi dari transaksi secara tradisional ke dalam bentuk digital. Terdapat

perusahaan yang memberikan layanan pengajuan kredit hingga pencairan kredit

tanpa tatap muka atau dengan kata lain melalui media online.

Fintech itu sendiri berasal dari istilah Financial Technology atau teknologi

finansial. Menurut Natoinal Digital Research Centre (NDRC), Fintech adalah

istilah yang digunakan untuk menyebut inovasi dalam bidang jasa keuangan atau

finansial. Tentunya, inovasi finansial ini mendapat sentuhan teknologi modern.

Dengan adanya keberadaan Fintech dapat mendatangankan proses transaksi

keuangan yang lebih praktis.

Fintech merupakan implementasi dan pemanfaatan teknologi untuk

peningkatan layanan jasa perbankan dan keuangan yang pada umumnya oleh

perusahaan rintisan (start-up) dengan memanfaatkan teknologi software, internet,

komunikasi dan komputasi terkini. Bentuk dasar fintech antara lain Pembayaran

3
(digital wallets, Peer to Peer payments), Investasi (equity crowdfunding, Peer to

Peer Lending), Pembiayaan (crowfunding, micro-loans, credit facilities), Asuransi

(risk management), Lintasproses (big data analysis, predicitive modeling),

Infrastruktur (security).5

Kemunculan perusahaan keuangan dalam bidang layanan pinjam meminjam

uang berbasis teknologi informasi (peer-to-peer atau P2P lending) yang semakin

mendapatkan perhatian publik dan regulator yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

dan Bank Indonesia. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang

Berbasis Teknologi Informasi. Dalam POJK tersebut mengatur tentang layanan

pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi atau bisa disebut dengan

pinjam meminjam uang secara peer to peer.

Guna mendapatkan perlindungan hukumnya, maka masyarakat dihimbau

untuk dapat memilih Fintech atau perusahaan yang mempunyai inovasi untuk

memberikan jasa peminjaman uang yang sudah terdaftar di Otoritas Jasa

Keuangan. Menurut Pasal 4 UU OJK menyebutkan :

“Bahwa Ototitas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan

kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara

teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan system

keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu

melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.”

5
Nofie Iman, Financial Technology dan Lembaga Keuangan, Gathering Mitra Linkage Bank Syariah
Mandiri, Yogyakarta, 2016, hlm. 6.

4
Para pihak dalam layanan Fintech berbasis P2P Lending ini terdiri dari

Penyelenggara layanan pinjam-meminjam berbasis teknologi informasi, Pemberi

Pinjaman, dan Penerima Pinjaman. Hal ini juga diatur dalam POJK Nomor

77/POJK.01/2016. Mekanisme system dari penyelenggara Fintech akan

mempertemukan pihak peminjam dengan pihak yang memberikan pinjaman. Jadi,

bisa dikatakan bahwa dalam layanan Fintech berbasis P2P Lending merupakan

marketplace untuk kegiatan pinjam-meminjam uang secara online.

Fintech begitu popular di Indonesia karena berbagai macam alasan, antara

lain:

1. Semakin meluasnya penggunaan internet dan smartphone, sehingga

dibutuhkan transaksi keuangan secara online;

2. Fintech lebih memudahkan berbagai proses dalam bidang keuangan;

3. Maraknya bisnis yang berbasis teknologi digital, dimana teknologi

menunjang perkembangan fintech;

4. Bisnis fintech dianggap lebih fleksibel;

5. Industri keuangan online yang lebih simple bagi pemain usaha start-up;

dan

6. Penggunaan social media (memungkinkan industri fintech berkembang

karena, data yang di unggah ke media social bisa digunakan untuk

menganalisa resiko nasabah).

Dengan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan dalam fintech semakin

membuat banyaknya perusahaan fintech di Indonesia. Akan tetapi, apabila

melakukan pinjam-meminjam uang dalam bank konvensional, bank lebih banyak

5
memiliki persyaratan yang harus dipenuhi sehingga membutuhkan waktu yang

cukup lama untuk pencairan dana. Jika dibandingkan dengan layanan pinjam-

meminjam secara Peer to Peer Lending ini menjual kecepatan dan kemudahan di

era digital. Ketika sebuah platform P2P lending memiliki Pemberi Pinjaman,

maka mereka siap memberikan pinjaman. Langkah-langkah yang perlu diikuti

biasanya tertera lengkap di website, terutama karena aktivitas platform P2P

lending mayoritas dilakukan secara online.

Fintech berbasis Peer to Peer Lending merupakan sebuah penyelenggaraan

sistem elektronik. Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik

dilaksanakan dengan tujuan untuk:6

a. Mecerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat dunia;

b. Mengembangkan perdagangan dan perekonomia nasional dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

c. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;

d. Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk

memajukan pikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan

pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin dan bertanggung

jawab;

e. Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan

Penyelenggara teknologi informasi.

Suatu fintech atau perusahaan yang menyediakan jasa peminjaman uang

secara legal maupun tedaftar di OJK artinya telah mendapatkan payung hukum

yang jelas, maka pihak pemberi dana maupun peminjam dana dapat meminta
6
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

6
kepastian hukumnya juga apabila tejadi suatu sengketa. Pihak penyelenggara,

pemberi maupun penerima pinjaman harus taat terhadap OJK maupun peraturan

lainnya.

Pelaksanaan Fintech berbasis Peer to Peer Lending diperlukan adanya regulasi

yang mengaturnya karena Fintech termasuk dalam mikroprudensial sehingga

kegiatannya akan selalu diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sistem

pengawasan secara mikroprudensial maksudnya adalah OJK memiliki

kewenangan yang lebih mengarah pada analisis perkembangan individu lembaga

keuangan tersebut. Oleh karena itu, kegiatan yang dilakukan penyelenggara

Fintech berbasis P2P Lending harus tetap dalam koordinasi hukum pengawasan

OJK, sebagaimana diatur dalam penyelanggara fintech berbasis P2P Lending

dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang

Layanan Pinjam Meminjam Uang berbasis Teknologi Informasi.

Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi atau biasa

disebut Peer to Peer Lending (P2P Lending) adalah salah satu produk dari Fintech

yang mempertemukan pemilik dana (lender) atau yang biasa disebut investor

dengan peminjam dana (borrower) atau bisa juga disebut peminjam dengan

melalui sistem elektronik atau teknologi informasi. Cara yang dilakukan inilah

yang menghilangkan fungsi intermediasi yang selama ini dilakukan oleh dari

perbankan. P2P Lending membuat platform online untuk menyediakan fasilitas

disebut dengan istilah Penyelenggara (platform) bagi pemilik dana untuk

memberikan pinjaman secara langsung kepada peminjam dengan return lebih

tinggi, sedangkan peminjam dapat mengajukan kredit secara langsung kepada

7
pemilik dana melalui penyelenggara secara online dengan syarat yang relatif lebih

mudah dan proses lebih cepat.

Kepastian hukum yang kurang jelas menjadikan terancamnya perlindungan

bagi pemberi pinjaman, kerena jumlah uang yang diinvestasikan sangatlah besar.

Bagi para pemberi pinjaman menggunakan jasa finansial seperti peer to peer

lending memang diberikan kebebasan untuk memilih resiko rendah dengan bunga

rendah ataupun resiko tinggi dengan bunganya yang tinggi. Resiko yang tinggi

dihadapi pemberi pinjaman menjadikannya rawan terkena dampak gagal bayar.

Dalam POJK No.77/POJK.01/2016 tentang layanan pinjam-meminjam berbasis

teknologi informasi belum sepenuhnya memberikan perlindungan hukum

khususnya bagi pemberi pinjaman. Maka untuk itu penulis melakukan sebuah

penelitian hukum dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Pinjaman

Atas Kerugian Dalam Penyelenggaraan Financial Technology (FINTECH)

Berbasis Peer To Peer Lending Di Indonesia”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas maka rumusan

masalah pada skripsi ini adalah :

1. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap pemberi pinjaman dalam

perjanjian penggunaan layanan peer to peer lending di Indonesia ?

C. Tujuan

8
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan yang

hendak dicapai adalah untuk mengatahui perlindungan hukum bagi pemberi

pinjaman atas kerugian dalam penyelenggaraan Financial Technology berbasis

Peer to Peer Lending.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Sebagai bahan informasi yang dapat menambah wawasan dan pengetahuan

secara umum bagi masyarakat terkait perlindungan hukum bagi pemberi

pinjaman yang mengalami kerugian dalam penyelenggaraan Financial

Technology berbasis Peer to Peer Lending.

2. Manfaat Teoritis

Diharapkan tulisan ini dapat dijadikan bahan kajian dalam rangka

perkembangan ilmu hukum pada umumnya, khususnya di bidang

Teknologi Finansial.

E. Tujuan Pustaka

1. Perlindungan Hukum

Di dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum

mempunyai tujuan. Hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai, yaitu

meciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan

keseimbangan. Demi teruwujdnya tujuan hukum, pastinya memberikan

pengaturan mengenai bagaimana cara dalam memecahkan permasalahan

9
hukum dan dapat memberikan kepastian hukum terhadap masyarakat dalam

literature dikenal beberapa teori tentang tujuan hukum yakni:7

1) Teori Etis

Hukum menurut teori ini semata-mata bertujuan meralisir atau

mewujudkan keadilan. Geny termasuk salah satu pendukung teori

ini.

2) Teori Utilitis (Eudaemonitis)

Menurut teori ini, hukum ingin menjamin kebahagian yang

terbesar bagai manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya

(the greatest good of the greatest number). Namun pada

hakikatnya tujuan hukum menurut teori ini adalah manfaat dalam

menghasilkan kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar bagi

jumlah orang yang terbanyak. Penganut teori ini antara lain adalah

Jeremy Bentham.

3) Teori Campuran

Tujuan hukum positif kita adalah untuk membentuk suatu

pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa

serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.

7
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar Edisi Ke-lima, Liberty, Yogyakarta 2007, hlm
77.

10
Perlindungan hukum mempunyai arti dan fungsi sebagai perbuatan dalam

hal melindungi masyarakat dimana semua kegiatan dan urusan tersebut dapat

memberikan perlindungan sesuai dengan tujuan hukum dengan suatu kondisi yang

aman dan tertib, dan masyarakat memiliki kedudukan yang sama terkait dalam hal

perlindungan disertai tindakan hukum.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perlindungan berasal

dari kata lindung yang memiliki arti mengayomi, mecegah, mempertahankan dan

membentengi. Hukum merupakan aturan yang memaksa, namun tidak untuk

memaksakan kehendak pada seseorang, tetapi semata-mata untuk melindungi

kepentingan-kepentingan manusia. Makna hukum dari segi etimologi, hukum

berasal dari kata Bahasa Arab yang merupakan bentuk tunggal dari “Alkas” yang

selanjutnya diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia menjadi “Hukum”.8

Pengertian dari perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang

diberikan kepada subyek hukum ke dalam bentuk perangkat baik yang bersifat

perventif maupun represif, baik lisan, maupun yang tertulis. Yang dimaksud

perlindungan hukum menurut para ahli yaitu:

1. Menurut Satjipto Raharjo mendefinisikan perlindungan hukum adalah

memberikan pengayoman kepada hak asasi manusi yang dirugikan

orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar

mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.

2. Menurut Philipus M. Hadjon mendefinisikan bahwa perlindungan

hukum adalah perlindungan akan martabat dan harkat, serta pengakuan

8
Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum Cetakan Ketiga, Jakarta: Sinar Grafika 2000, hlm 24.

11
terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum

berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum dari kesewenangan.

3. Menurut CST Kansil perlindungan hukum adalah berbagai upaya

hukum yang harus diberikan oleh apparat penegak hukum untuk

memberikan rasa yang aman, baik secara pikiran maupun fisik dari

gangguan dan berbagai ancaman pihak manapun.

Perlindungan hukum selalu dikaitkan dengan rechtstaat atau konsep rule

of law karena lahirnya konsep tersebut tidak akan lepas dari keinginan

memberikan adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia,

konsep rechtstaat muncul di abad ke-19 yang pertama kali dicetuskan oleh Julius

Sthal. Pada saat yang hamper bersamaan muncul juga konsep negara hukum (rule

of law) yang dipelopori oleh A.V.Dicey.

Menurut Albert Venn Dicey menjelaskan adanya 3 (tiga) ciri penting

negara hukum yang disebut yang rule of law, yaitu:

1. Supermasi hukum, ialah bahwa tidak adanya kekuasaan yang

sewenang-wenang, baik rakyat (yang diperintah) maupun raja (yang

memerintah), kedua-duanya tunduk pada hukum. Sehingga apabila

seseorang melanggar hukum maka ia boleh dihukum.

2. Kedudukan yang sama mengandung arti bahwa semua warga negara

tunduk selaku pribadi maupun kualifikasinya sebagai pejabat negara

tunduk pada hukum yang sama.

3. Terjaminnya hak-hak manusia dalam undang-undang atau keputusan

pengadilan.

12
2. Bentuk Perlindungan Hukum

Philipus M. Hadjon menitikberatkan pada “tindakan pemerintah”

membedakan perlindungan hukum bagi rakyat dalam dua macam, yaitu:

a) Perlindungan hukum preventif adalah tindakan sebagai upaya pecegahan

agar tidak terjadinya pelanggaran terhadap suatu hukum. Bertujuan untuk

mencegah terjadinya permasalahan yang memberi rakyat untuk

mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum keputusan pemerintah

mendapat buntuk definitive, yang sangat besar artinya bagi tindakan

pemerintah yang didasarkan kepada kebebasan bertindak kerana

pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati dalam pengambilan

keputusan.

b) Pelindungan hukun represif adalah tindakan yang dilakukan sebagai upaya

penanggulangan atas terjadinya pelanggaran. Bertujuan untuk

menyelesaikan terjadinya sengketa yang dalam arti luas termasuk

penanganan perlindungan hukum bagi rakyat oleh peradilan umum dan

administrasi di Indonesia.

Dalam hal ini Philipus M. Hadjon menjelaskan bahwa perlindungan hukum

preventif meliputi setiap individu sebagai upaya mewujudkan keadilan dan

perlindungan hukum yang diupayakan oleh pemerintah dengan cara membuka

akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memperoleh informasi

tentang proses penemuan hak mereka, sebagai wujud dari pelaksanaan pemerintah

yang baik. Artinya adalah individu yang terkena tindakan pemerintah dapat

13
mengemukakan hak-haknya dan kepentingannya, sehingga menjamin keadilan

dan menunjang pelaksanaan pemeritah yang baik.

3. Financial Technology

Financial Technology (Fintech) adalah terminology yang diberikan untuk

perusahaan jasa keuangan yang mana produk dan layanannya dibuat dengan

metode teknologi, dimana sering menghasilkan pelayanan perintis yang sangat

inovaif. Fintech merupakan sebuah terobosan baru yang memberikan berbagai

kemudahan akses bagi masyarakat, oleh karen aitu pada dasarnya fintech dapat

diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia. Fintech dibagi menjadi 2 kata

yaitu Financial dan Technology, yang jika diartikan kedalam Bahasa Indonesia

maka menjadi teknologi finansial. Secara sederhana teknologi finansial

merupakan sebuah layanan finanasial yang disediakan oleh lembaga finansial baik

bank maupun non bank dengan menggunakan teknologi, untuk memaksimalkan

layanannya dalam mempermudah dan membuatnya lebih praktis untuk

masyarakat.

Di Indonesia fintech dikenal dengan istilah Layanan Pinjam-Meminjam Uang

Berbasis Teknologi Informasi. Fintech telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam-Meminjam Uang

Berbasis Teknologi Informasi. Pada Pasal 1 Angka 3 POJK 77/POJK.01.201

menyebutkan bahwa Layanan Pinjam-Meminjam Uang Berbasis Teknologi

Informasi (Fintech) adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk

mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka

14
melakukan perjanjian pinjam-meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung

melalui sistem elektronok dengan menggunakan jaringan internet.

Bank Indonesia juga memberikan definisi mengenai Financil Technology

(Fintech) yang diatur dalam Pasal 1 Angka 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor

19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial bahwa Teknologi

Finansial adalah pengguna teknologi dalam sistem keungan yang menghasilkan

produk layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapar berdampak

pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran,

keamanan, dan keandalan sistem pembayaran.

Alasan adanya fintech yaitu:9

a. Masyarakat tidak dapat dilayani industri keuangan tradisional karena

perbankan terikat aturan yang ketat serta keterbatasan industri perbankan

dalam melayani masyarakat di daerah tertentu.

b. Masyarakat mencari alternatif pendananaan selain jasa industri keuangan

tradisional karena masyarakat memerlukan alternatif pembiayaan yang

lebih demokratis dan transparan serta biaya layanan keuangan yang efisien

dengan menjangkau masyarakat luas.

Salah satu jenis Fintech di Indonesia yaitu Fintech berbasis Peer to Peer

Lending. Peer to Peer Lending adalah star-up yang menyadiakan pinjaman secara

online. Dalam arti umum Peer to Peer Lending adalah transaksi yang melibatkan

pemberi pinjaman yang meminjamkan uang secara langsung kepada penerima

pinjaman tanpa proses dan struktur institusi konvensional, yang biasanya

9
Muliaman D. Hadad, “Financial Technology (Fintech) di Indonesia”, Kuliah Umum Tentang Fintech-IBS,
Jakarta, 2017, hlm 4.

15
dilakukan oleh lembaga keuangan konvensional melainkan melalui situs online

dengan mencocokkan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman.

Dalam Peer to Peer Lending, penerima pinjaman mengajukan permohonan

pinjam-meminjam dengan menawarkan keuntungan yang akan diperoleh pemberi

pinjaman kepada kumpulan penerima pinjaman yang belum memiliki hubungan

sebelumnya melalui situs yang disediakan oleh penyelenggara peer to peer

lending, situs tersebut juga memfasilitasi proses permintaan dan penawaran serta

mengkoordinasi proses pembayaran. Alasan utama yang membuat pengguna peer

to peer lending baik itu pemberi pinjaman dan penerima pinjaman adalah suku

bunga bank yang menetap di angka nol persen membuat banyak penabung

mencari imbalan hasil diluar sistem perbankan konvensional salah satunya dengan

memberi pinjaman sebagai investasi dengan cara pinjam-meminjam peer to peer

lending.

Dalam peer to peer lending, sistem yang ada akan mempertemukan antara

pihak pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman, peer to peer lending ini

merupakan marketplace untuk kegiatan pinjam-meminjam uang. Sehingga

didalam peer to peer lending ini terdapat tiga pihak, yaitu:

1. Sebagai penerima pinjaman yang perlu dilakukan hanyalah mengunggah

semua dokumen yang dibutuhkan untuk mengajukan pinjaman secara

online, yang diantaranya merupakan dokumen berisi laporan keuangan

dalam jangka waktu tertentu dan juga tujuan penerima pinjama dalam

pinjaman tersebut.

16
2. Sebagai pemberi pinjaman, mempunyai akses untuk menelusuri data-data

pengajuan pinjaman di dashboard yang telah disediakan. Dan pemberi

pinjaman juga pastinya bisa melihat semua data mengenai penerima

pinjaman seperti pendapatan, riwayat keuangan, tujuan peminjaman

(bisnis, kesehatan, atau pendidikan) beserta alasannya dan sebagainya.

3. Sebagai penyelenggran situs penyedia jasa peer to peer lending,

menyediakan situs dimana penerima pinjamandpat mengunggah informasi

mengenai kegiatan usaha yang ingin dibiayai pada situs tersebu yang

kemudian menjadi marketplace bagi para calon pemberi pinjaman untuk

memilih sendiri siapa yang akan mereka danai.

Secara ringkas, dalam prosedur pinjam-meminjam peer to peer lending ini

terdapat tiga pihak yaitu penyelenggara, pemberi pinjaman, penerima pinjam.

Penyelenggara yang menyediakan situs sebagai marketplace bagi para pengguna

berkewajiban mengontrol dan mengawasi jalannya transaksi yang terjadi antara

penerima pinjaman dan pemberi pinjaman. Selain itu penyelenggara juga harus

melakukan investigasi berupa pengumpulan informasi terkait latar belakang

pemberi pinjaman dana penerima pinjaman untuk menyimpulkan jumlah kredit

yang akan mempengaruhi besarnya jumlah yang akan diberikan oleh para pemberi

pinjaman.

Penerima pinjaman juga harus berkewajiban memenuhi informasi, baik

informasi demografis dan juga informasi mengenai usaha yang ingin dibiayai

beserta tingkat keuntungan yang akan didapat oleh pemberi pinjaman. Dengan

tingginya resiko yang akan terjadi, maka pemberi pinjaman harus teliti dan

17
mengetahui secara benar profil dari penerima pinjaman dan sepakat dengan sadar

akan imbal balik yang akan didapatkannya.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penyusunana skripsi ini, penulis menggunakan penelitian hukum normatif.

Metode penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan

hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud

adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan

pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).10

Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif karena mengkaji

bahan pustaka yang berkaitan dengan financial technology tentang perlindungan

hukum bagi pemberi pinjaman atas kerugian dalam penyelenggaraan financial

technology berbasis peer to peer lending di Indonesia.

2. Sumber Data Penelitian

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

yang berupa bahan-bahan hukum yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer, berupa peraturan perundang-undangan, yaitu :

1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Keuangan (OJK)

10
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Empiris, 2017, Yogyakarta;
Pustaka Pelajar, hlm 34.

18
4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas

undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik

5. Peraturan Bank Indonesia No.19/12/PBI/2017 tentang

Penyelenggaraan Teknonogi Finansial

6. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016

tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi

Informasi

7. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.02/2018

tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang berupa hasil

penelitian, bahan-bahan kepustakaan, jurnal ilmiah, dokumen, karya

ilmiah lainnya dan laporan-laporan mengenai permasalahan yang

berkaitan dengan penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian

ini melalui studi pustaka dan studi dokumen, yaitu pengumpulan bahan hukum

dengan mengkaji, menelaah, dan mempelajari jurnal, makalah/seminar, hasil

penelitian hukum dan mengkaji beberapa peraturan perundang-undangan yang

berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

19
4. Teknik Analisis Data

Pengelolaan data menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan cara

mengumpulkan data dari berbagai sumber kemudian diolah menjadi satu-kesatuan

untuk mendeskripsikan permaslahan yang akan di kaji dengan mengambil materi-

materi yang relevan dengan permasalahan yang ada lalu dibandingkan untuk

menjawab permasalahan yang diajukan. Penulisan ini didasarkan pada riset yang

bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dan pengumpulan data

dari berbagai dokumen yang terkait dengan materi pembahasan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Djoni S. Gazali, Rachmadi Usman, 2016, Hukum Perbankan, Sinar Grafika,

Jakarta.

Abdulkadir Muhamad, Rilda Murniati, 2000, Segi Hukum Lembaga Keuangan

dan Pembiayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Sudikno Mertokusumo, 2007, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty,

Yogyakarta.

Soeroso, 2000, Pengantar Ilmu Hukum Cetakan Ketiga, Sinar Grafika, Jakarta.

Mukti Fajar Nur Dewata & Yulianto Achmad, 2017, Dualisme Penelitian Hukum

Normatif & Empiris, Cet IV, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

CST. Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2011, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia,

PT.Rineka Cipta, Jakarta.

Jurnal:

Muliaman D. Hadad, Financial Technology (Fintech) di Indonesia, Kuliah Umum

tentang Fintech-IBS, OJK, Jakarta 2017.

Nofie Iman, Financial Technology dan Lembaga Keuangan, Gathering Mitra

Linkage, Bank Syariah Mandiri, Yogyakarta 2016.

21
Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Dasar 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan atas Undang-Undang Nomor

7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan

Pinjam-Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi

22

Anda mungkin juga menyukai