Anda di halaman 1dari 22

Penggunaan Apusan Darah Tebal Dan Tipis Untuk

Mendiagnosa Kasus Malaria

Penelitian Mini

Karya Ilmiah Stase Hematologi

Oleh :
Yusnitasari

Kepada
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2008
Penggunaan Apusan Darah Tebal Dan Tipis Untuk

Mendiagnosa Kasus Malaria

Penelitian Mini

Karya Ilmiah Stase Hematologi

Disusun oleh :
Yusnitasari
07/2065/X-SP/0100

Dipresentasikan pada tanggal:

Pembimbing:

Prof. Budi Mulyono,MM. Sp.PK(K)


NIP.130.

Mengetahui,
Program Pendidikan Dokter Spesialis I

Bagian Patologi Klinik FK-UGM Program Studi Patologi Klinik FK-UGM


Kepala, Ketua,

dr. Setyawati, Sp.PK(K) dr. Usi Sukorini, M.Kes, Sp.PK(K)


NIP. 130 787 644 NIP. 131 789 767

ii
iii
INTISARI

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi permasalahan


kesehatan masyarakat dan sangat mempengaruhi angka kesakitan, kematian bayi,
anak balita dan ibu melahirkan, dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja. Tujuan
penelitian ini adalah untuk melihat penggunaan apusan darah tebal dan tipis dalam
mendiagnosa penyakit malaria.
Penelitian ini adalah penelitian prospektif observasional di RSUP Dr. Sardjito
dan RS. Mitra Masyarakat pada bulan November 2008 – Desember 2008.
Pemeriksaan dilakukan dengan metode konvensional dengan mengecat apusan darah
tebal dan tipis dengan pewarnaan Giemsa dan kemudian diperiksa dengan
menggunakan mikroskop cahaya. Analisis statistik dalam penelitian ini adalah
diagram dan tabel untuk analisis kualitatif dan korelasi serta uji kappa untuk analisis
kuantitatif.
Diperoleh nilai kappa sebesar 0,957 dalam penelitian ini. Hasil korelasi yang
signifikan adalah: Jenis plasmodium kualitatif dengan demam (r = 0,352; p = 0,015),
Jumlah parasit semi kuantitatif dengan kejang (r = 0,454; p = 0,001) dan tidak sadar
dengan (r = 0,314; p = 0,032). Jumlah parasit kualitatif dengan kejang (r = 0,397; p =
0,006) dan tidak sadar (r = 0,303; p = 0,039), angka parasitemia dengan muntah (r =
0,302; p=0,039) dan kejang (r = 0,432; p=0,002) serta tidak sadar (r = 0,342;
p=0,019).

iv
PENDAHULUAN

Berdasarkan laporan WHO (Dale, et al. 2005), antara 1,5 – 2,7 juta orang

meninggal tiap tahun karena penyakit malaria, sementara Collete et al.(2004)

prevalensi penyakit malaria di seluruh dunia diperkirakan antara 300-500 juta klinis

setiap tahunnya. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang tersebar di

seluruh dunia. Sekitar 100 300 juta penduduk diserang penyakit ini; 6 juta

diantaranya menderita infeksi aktif dengan angka kematian lebih dari 1 juta pertahun.

Sumber : www.mrch.org
Gambar 1. Distribusi malaria di seluruh dunia

Di Indonesia malaria masih merupakan masalah kesehatan yang penting,

angka kesakitan malaria sejak tiga tahun terakhir menunjukkan peningkatan dari 16

kasus per 1000 penduduk tahun 1997 menjadi 31 kasus per 1000 penduduk pada

tahun 2000. Terjadinya peningkatan kasus diakibatkan antara lain adanya perubahan

lingkungan seperti penambangan pasir yang meluas sehingga timbul genangan air

sebagai tempat perindukan nyamuk menular malaria, penebangan hutan bakau,

1
mobilitas penduduk dari pulau Jawa ke luar pulau Jawa yang sebagian besar masih

merupakan daerah endemis malaria dan resistensi obat malaria yang semakin luas.

Laihad (1999) memperkirakan bahwa 70 juta orang yang hidup di Indonesia

mempunyai risiko yang tinggi terkena penyakit malaria karena tinggal di daerah

endemis malaria.

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi permasalahan

kesehatan masyarakat dan sangat mempengaruhi angka kesakitan, kematian bayi,

anak balita dan ibu melahirkan, dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja

(Depkes 2003).

Tiga puluh lima persen populasi Indonesia tinggal di daerah endemik malaria

(Depkes RI, 2005). Lebih 15 juta kasus malaria terjadi setiap tahunnya dengan

30.000 kematian yang dilaporkan tipa tahun. Penderita malaria ditemukan pada

daerah-daerah terpencil dan sebagian besar penderitanya golongan ekonomi lemah

(Depkes RI, 2003). Beban terbesar dari penyakit malaria ini ada di propinsi-propinsi

bagian timur Indonesia sebab malaria merupakan penyakit endemik. Kebanyakan

daerah-daerah pedesaan di luar Jawa – Bali juga merupakan daerah risiko malaria. Di

Jawa Tengah dan Jawa Barat, malaria merupakan penyakit yang muncul kembali

(re-emerging disease) (Depkes RI, 2005).

Di Irian Jaya, survei malaria ditemukan bahwa prevalensi penyakit berada

pada 11,8 sampai 41,6% dengan rata-rata 26,1%. Prevalensi yang lebih besar

ditemukan pada anak-anak berumur 2-9 tahun 40,4%. Pada bagian pusat utara Irian

Jaya tingkat spleenomegali dilaprokan antara 13,7sampai 68,3% (Pribadi et al.,

1998). Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan

2
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti malaria

harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes

diagnosis cepat (Depkes RI, 2006).

Iklim di Papua memiliki kondisi suhu dan kelembaban yang ideal untuk

perkembangan nyamuk dan parasit malaria. Secara teoritis nyamuk bisa terbang

hingga 2-3 kilo meter, namun karena pengaruh angin jarak terbang bisa mencapai 40

km. Para ahli banyak memperkirakan bahwa perubahan iklim global turut

mempengaruhi penyebaran nyamuk malaria. Nyamuk anopheles yang biasanya

hanya ditemukan di dataran rendah sekarang bisa ditemukan di daerah dataran tinggi

atau pegunungan yang tingginya diatas 2000 meter dari permukaan laut seperti yang

ditemukan di daerah Jayawijaya papua. Angka kesakitan malaria di provinsi Papua

dalam kurun waktu 2002-2006 berkisar sebesar 116-248 per 1000 penduduk. Ini

merupakan tertinggi di Indonesia. Malaria dianggap merupakan penyebab kematian

utama bagi semua kelompok umur di Papua walaupun data kongkretnya tidak dapat

diperoleh

Di Jawa – Bali sebagian besar bebas dari penularan malaria, namun pada

tahun 1997 ditemukan peningkatan kasus dari angka annyual parasite incidence

(API) dari 0,12 per seribu penduduk pada tahun 1997 menjadi 0,3 per seribu

penduduk pada 1998, 0,62 per seribu penduduk pada tahun 1999, 0,81 per seribu

penduduk pada tahun 2000 dan 0,62 per seribu penduduk pada tahun 2001 (Depkes

RI, 2005).

Hingga saat ini diagnosis mikroskopis dengan memeriksa sediaan darah yang

diwarna dengan Giemsa masih merupakan “gold standard” (baku emas) dengan

3
sensitivitas 50 parasit/μl darah (Arum dkk. 2006). Fluorochrome untuk mendeteksi

parasit malaria dalam apusan darah lebih sensitif dan luorochrome untuk mendeteksi

parasit malaria dalam apusan darah lebih sensitif, cepat dan mudah dilakukan

daripada Giemsa tetapi alat ini lebih mahal (Kawamoto, 1991).

Malaria merupakan infeksi parasitik yang paling penting dinegara

berkembang pada kawasan tropik dan subtropik, disebabkan oleh protozoa obligat

intra seluler dari genus plasmodium. Malaria pada manusia dapat disebabkan

Plasmodium malariae (Laveran, 1888), Plasmodium vivax (Grosi dan Felati, 1890),

Plasmodium Falciparum (Welch, 1897) dan Plasmodium Ovale (Stephens, 1922).

Agar dapat hidup terus sebagai spesies, parasit malaria harus ada dalam tubuh

manusia untuk waktu cukup lama dan menghasilkan gametosit jantan dan betina (S.

Gunawan,2000).

Menurut Harijanto (2006) malaria adalah penyakit infeksi parasit yang

disebabkan oleh plasodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan

ditemukanya bentuk aseksual dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala

berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung akut

ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun

mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat.

4
Sumber: www.mcrh.org
Gambar 2. Siklus Hidup Plasmodium
Penelitian ini bertujuan untuk melihat penggunaan apusan darah tebal dan

tipis dalam mendiagnosa penyakit malaria.

BAHAN DAN CARA PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan secara prospektif observasional di RSUP Dr. Sardjito

dan RS. Mitra Masyarakat pada bulan November 2008 – Desember 2008. Subyek

adalah pasien yang diduga menderita penyakit malaria selama periode penelitian.

Pemeriksaan laboratorium dilakukan di instalasi Laboratorium Patologi

Klinik RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, meliputi pemeriksaan apusan darah tebal dan

tipis. Pemeriksaan dilakukan dengan metode konvensional dengan mengecat apusan

darah tebal dan tipis dengan pewarnaan Giemsa dan kemudian diperiksa dengan

menggunakan mikroskop cahaya. Pengecatan memakai larutan Giemsa 10% terdiri

dari azur I eosin 3,0 g; azur II 0,8 g; glycerin 250 ml; Metanol 250 ml. pembuatan

5
larutan yang siap pakai terdiri dari perbandingan larutan Giemsa 10% dengan

aquadest PH 6,4 adalah 1 banding 4. Pengecatan Giemsa dilakukan selama 15 menit

dan setelah itu dibilas dengan air mengalir. Khusus untuk apus darah tipis, sebelum

di cat Giemsa terlebih dahulu difiksasi. Cara fiksasi dengan menggenangi secara

merata permukaan apus darah tipis dengan metanol selama 5 menit, selanjutnya sisa

metanol dituangkan, kemudian pengecatan Giemsa dapat dimulai.

Apusan tebal: apusan tebal dengan ketebalan yang benar adalah dengan

apusan dengan cetakan koran di bawahnya sulit dilihat. Dikeringkan selama 30 menit

dan tidak difiksasi dengan methanol. Hal ini memungkinan sel darah merah untuk

mengalami hemolisis dan leukosit dan parasit malaria apapun yang ada akan menjadi

satu-satunya elemen yang terdeteksi. Tetapi, karena hemolisis dan pengeringan yang

lambat, morfologi plasmodium dapat menjadi kabur, membuat diferensiasi spesies

menjadi sulit. Apusan tebal dengan demikian digunakan untuk mendeteksi infeksi,

dan memperkirakan konsentrasi parasit.

Apusan tipis: keringkan apusan selama 10 menit di dalam udara. Setelah

pengeringan, apusan tipis difiksasi dalam methanol. Hal ini dapat dilakukan dengan

mencelupkan apusan tipis ke dalam methanol selama 5 detik atau dengan

mengoleskan pada apusan tipis dengan sebuah bola kapasa yang mengandung

methanol. Ketika memfiksasi apusan tipis, semua pencegahan harus dilakukan untuk

menghindari paparan apusan tebal terhadap methanol.

Pengecatan. Sejumlah cat Romanowsky seperti Field, Giemsa, Wright, dan

Leishman sesuai untuk pengecatan apusan. Lapisan tebal idealnya dicat dengan

tekntik Field cepat atau pengecatan Giemsa untuk screening parasit. Sensitivtas

6
lapisan darah tebal adalah 5-10 parasit/µL. Lapisan darah tipis dicat dengan

pengecatan Giemsa atau Leishman berguna untuk spesifikasi parasit atau untuk

stippling sel darah merah yang terinfeksi dan memiliki sensitivitas 200 parasit/µL. Ph

optimal untuk pengecatan adalah 7.2.

Pengecatan Jaswant Singh Battacharya (JSB) untuk lapisan tebal dan tipis: ini

adalah metode standar yang digunakan oleh laboratorium di bawah National Malaria

Eradication Programme di India.

Pengecatan Giemsa menurut DEPKES RI – NAMRU – IAMI – UGM – USAID

(Tjokrosonto, 2003)

Cara pengecatannya:

1. Sediaan Darah (SD) tebal harus betul-betul kering.Pengeringan dapat

dilakukan dengan memakai kipas angin, penghangat lampu, atau hair dryer,

asalkan tidak terlalu panas sehingga heat-fixed dan mempersulit pengecatan

2. SD tipis dibasahi dengan methanol memakai kapas atau dicelupkan sebentar.

Cegahlah jangan sampai methanol menyentuh SD tebal sehingga mencegah

proses dehemoglobinisasi di SD tebal

3. Siapkan larutan Giemsa 10% di air destilata pH 7,2. Kalau jumlah

pengecatan sedikit maka pakailah campuran 3 tetes larutan Giemsa ke dalam

1 ml air yang akan memberikan konsentrasi cat Giemsa yang baik. Setiap 1

SD memerlukan lebih kurang 3 ml cat Giemsa.

4. Tuangkan cat Giemsa dengan hati-hati atau memakai pipet ke SD

5. Biarkan selama 5 – 10 menit

7
6. Larutkan dengan hati-hati cat Giemsa dengan air mengalir. Jangan

menuangkan cat Giemsa di SD terlebih dahulu sebab akan meninggalkan

kotoran dari cat di permukaaan SD

7. Letakkan SD di rak pengering dengan permukaan Sedang menghadap ke

bawah sampai kering

Pengecatan Giemsa yang baik apabila:

1. Latar belakang SD terlihat bersih dan eritrosit berwarna abu-abu merh jambu

yang pucat

2. Lekosit netrofil mempunyai inti ungu tua dan mempunyai granula yang jelas

3. Butir kromatin parasit berwarna merah ungu tua dan sitoplasma yang

berwarna biru ungu

4. Titik-titik (stippling/dots) dari Maurer dan Schuffner akan muncul dan

terlihat jelas.

Pengecatan apusan darah tebal dan tipis menurut WHO (2004)

A. Metode regular, untuk ≥ 20 slide

Peralatan yang diperlukan:

1. Zat pewarna Giemsa

2. Methanol

3. Bola-bola kapas

4. Rak pengectan

5. Distilled water, buffered dengan PH 7,2

8
6. Silinder pengukur, kapasitas 100 - 500ml (tergantung jumlah slide yang akan

dicat)

7. Silinder pengukur, kapasitas 10 - 25ml (tergantung dari jumlah slide yang

akan dicat)

8. Botol labu atau beaker( kapasitas tergantung dari jumkah slide yang dicat)

9. Stop watch

10. Rak kering

Catatan: untuk metode ini akan lebih baik jika slide dikeringkan/dibiarkan semalam

1. Fixasi tiap apusan darah tipis dengan bola kapas yang telah dibasahi methanol

selama beberapa detik. Hindari methanol kontak dengan apusan darah tebal.

2. Tempatkan slide pada rak pengecatan.Pastikan seluruh preparat apusan darah

tebal berada pada ujung slide dirak pengecatan.

3. Siapkan 3% larutan giemsa dengan cara menambahkan 3 ml giemsa + 97ml

buffer.

4. Teteskan cat giemsa pada ujung slide sampai seluruh slide tertutupi. Hindari

penetesan langsung pada apusan darah tebal.

5. Biarkan slide selama 30-45 menit.

6. Teteskan air bersih perlahan ke ujung slide untuk membuang sisa cat giemsa.

Air diteteskan pada ujung slide dimana apusan darah tipis berada.Untuk

mencegah terganggunya pengecatan apusan darah tebal.

Alternatif lainnya, celupkan secara hati-hati seluruhnya dalam mangkok dan

penuhi dengan air bersih.

9
7. Buang sisa cat giemsa dan bilas dengan air bersih untuk beberapa detik dan

keringkan.

8. Masukkan slide satu persatu dan tempatkan di rak yang kering.

B. Metode cepat, untuk 1-5 slide

Peralatan yang diperlukan:

1. Giemsa dalm botol @ 25ml

2. Methanol

3. Bola-bola kapas

4. Tabung test 5 ml

5. Distilled water, buffered dengan PH 7,2

6. Pipet pasteur

7. Curved plastik

8. Stop watch

9. Hair drier atau lampu penghangat

Apusan darah tebal harus benar-benar kering sebelum diwarnai.

1. Fixasi tiap apusan darah tipis dengan bola kapas yang telah dibasahi methanol

selama beberapa detik. Hindari methanol kontak dengan apusan darah tebal.

2. Gunakan tube atau tempat kecil untuk preparat. Buat larutan giemsa 10% dengan

buffer pH 7,2. Tiga tetes larutan giemsa untuk tiap milimeter buffer untuk

diberikan pada 10% larutan.

3. Tuangkan secara hati-hati pewarnaan pada slide.

4. Warnai 5-8 menit

10
5. Cuci warna slide dengan menambahkan air bersih. Jangan tuangkan pewarna dari

slide, karena buih permukaan akan menempel pada fil dan mengganggu

pemeriksaan mikroskopis.

6. Tempatkan slide pada rak kering, bilas dan keringkan.

Analisis statistik dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu analisis

kualitatif dan analisis kuantitatif. Untuk analisis kualitatif digunakan diagram dan

tabel yang memberikan deskripsi mengenai jenis kelamin dan umur dari pasien, serta

angka rerata lekosit dari pemeriksaan.

Pada analisis kuantitatif menggunakan teknik korelasi. Untuk menentukan

teknik korelasi yang digunakan maka terlebih dahulu data yang diperoleh diuji

normalitasnya dengan uji kolmogorov-smirnov. Kalau data yang diperoleh

berdistribusi normal maka digunakan metode korelasi Pearson. Kalau data yang

diperoleh berdistribusi tidak normal maka digunakan digunakan metode korelasi

Spearman (Santoso, 2000). Uji Kappa dilakukan untuk melihat kesepakatan

mengenai jenis plasmodium pada pasien yang dinyatakan positif menderita penyakit

malaria.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Selama penelitian diperoleh jumlah sampel 47 pasien, 30 pasien diperoleh

dari RS Mitra Masyarakat di Irian Jaya dan 17 pasien diperoleh dari RS DR. Sardjito

di DIY.

11
Analisis kualitatif

Dari jumlah sampel yang diperoleh didapatkan:

Tabel 1. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin


JnsKelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Pria 27 57.4 57.4 57.4
Wanita 20 42.6 42.6 100.0
Total 47 100.0 100.0

Diperoleh bahwa dari 47 pasien yang pria berjumlah 27 orang atau 57,4% dari

jumlah sampel, dan yang berjenis kelamin wanita berjumlah 20 orang atau 42,6%

dari jumlah sampel. Untuk lebih jelasnya digambarkan dalam grafik di bawah ini.

Gambar 3. Distribusi Pasien berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan usia maka diperoleh bahwa usia sampel mempunyai range 37,

dengan usia terendah 8 tahun dan tertinggi 45 tahun.

12
Gambar 4. Distribusi Pasien berdasarkan Usia

Analisis kuantitatif

Korelasi

Untuk menetapkan jenis korelasi yang digunakan maka digunakan uji Kolmogorov-

Smirnov untuk melihat distribusi data. Pengolahan data SPSS diperoleh hasil sebagai

berikut:

Tabel 2. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


a,b
Normal Parameters Most Extreme Differences
N Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Umur 47 27.9787 8.81572 .085 .058 -.085 .583 .886
JnsKelamin 47 1.4255 .49977 .377 .377 -.300 2.586 .000
Demam 47 1.1489 .35987 .512 .512 -.339 3.507 .000
Menggigil 47 1.8511 .35987 .512 .339 -.512 3.507 .000
s.kpl 47 1.7872 .41369 .484 .304 -.484 3.316 .000
Muntah 47 1.7447 .44075 .463 .281 -.463 3.177 .000
Btk.pilek 47 1.8085 .39773 .493 .315 -.493 3.383 .000
Kejang 47 1.9149 .28206 .533 .381 -.533 3.657 .000
Tdk.sadar 47 1.9574 .20403 .540 .417 -.540 3.702 .000
St.prwt 47 1.4468 .50254 .366 .366 -.311 2.511 .000
Jns.Plas 47 1.6170 1.70106 .216 .216 -.171 1.481 .025
Jns.pls.kuali 47 1.6596 1.71028 .203 .203 -.166 1.394 .041
Hsl.smkwt 47 1.5745 1.49992 .215 .215 -.147 1.472 .026
Hsl.smkual 47 742.9149 1722.27295 .333 .294 -.333 2.284 .000
Angk.prstm 47 23790.15 55026.33661 .333 .296 -.333 2.281 .000
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

13
Dari tabel diatas diperoleh bahwa sebagian besar data berdistribusi tidak normal

karena mempunyai nilai p kurang dari 0,05. Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh

maka digunakan korelasi Spearman untuk melihat korelasinya.

Dari hasil SPSS untuk korelasi Spearman (dalam lampiran) maka diperoleh

korelasi yang signifikan adalah:

 Jenis plasmodium kualitatif dengan demam dengan nilai r = - 0,352 dan p =

0,015

 Jumlah parasit semi kuantitatif dengan kejang dengan nilai r = 0,454 dan p =

0,001.

 Jumlah parasit semi kuantitatif dengan tidak sadar dengan nilai r = 0,314 dan p =

0,032.

 Jumlah parasit kualitatif dengan kejang dengan nilai r = 0,397 dan p = 0,006.

 Jumlah parasit kualitatif dengan tidak sadar dengan nilai r = 0,303 dan p = 0,039.

 Angka parasitemia dengan muntah dengan nilai r = 0,302 dan p=0,039

 Angka parasitemia dengan kejang dengan nilai r = 0,432 dan p=0,002

 Angka parasitemia dengan tidak sadar dengan nilai r = 0,342 dan p=0,019

14
Tabel 3. Korelasi yang signifikan

Correlations

Demam Kejang Tdk.sadar Hsl.smkwt Hsl.smkual Angk.prstm


Spearman's rho Demam Correlation Coefficient 1.000 .128 .088 -.093 -.050 -.063
Sig. (2-tailed) . .393 .556 .532 .740 .673
N 47 47 47 47 47 47
Kejang Correlation Coefficient .128 1.000 .313* .454** .397** .432**
Sig. (2-tailed) .393 . .032 .001 .006 .002
N 47 47 47 47 47 47
Tdk.sadar Correlation Coefficient .088 .313* 1.000 .314* .303* .342*
Sig. (2-tailed) .556 .032 . .032 .039 .019
N 47 47 47 47 47 47
Hsl.smkwt Correlation Coefficient -.093 .454** .314* 1.000 .970** .986**
Sig. (2-tailed) .532 .001 .032 . .000 .000
N 47 47 47 47 47 47
Hsl.smkual Correlation Coefficient -.050 .397** .303* .970** 1.000 .977**
Sig. (2-tailed) .740 .006 .039 .000 . .000
N 47 47 47 47 47 47
Angk.prstm Correlation Coefficient -.063 .432** .342* .986** .977** 1.000
Sig. (2-tailed) .673 .002 .019 .000 .000 .
N 47 47 47 47 47 47
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Uji Kappa

Uji ini dilakukan untuk melihat kesepakatan mengenai jenis plasmodium

pada pasien yang dinyatakan positif menderita penyakit malaria. Uji ini dilakukan

dengan menggunakan software SPSS versi 13. Hasil yang diperoleh adalah sebagai

berikut:

15
Tabel 4. Tabulasi silang jenis plasmodium untuk pemeriksaan kappa

Pmriksa1 * Pmriksa2 Crosstabulation

Pmriksa2
Falciparum Vivax Ovale Malariae Mix Total
Pmriksa1 Falciparum Count 9 0 0 1 0 10
% within Pmriksa1 90.0% .0% .0% 10.0% .0% 100.0%
% within Pmriksa2 100.0% .0% .0% 16.7% .0% 33.3%
% of Total 30.0% .0% .0% 3.3% .0% 33.3%
Vivax Count 0 7 0 0 0 7
% within Pmriksa1 .0% 100.0% .0% .0% .0% 100.0%
% within Pmriksa2 .0% 100.0% .0% .0% .0% 23.3%
% of Total .0% 23.3% .0% .0% .0% 23.3%
Ovale Count 0 0 5 0 0 5
% within Pmriksa1 .0% .0% 100.0% .0% .0% 100.0%
% within Pmriksa2 .0% .0% 100.0% .0% .0% 16.7%
% of Total .0% .0% 16.7% .0% .0% 16.7%
Malariae Count 0 0 0 5 0 5
% within Pmriksa1 .0% .0% .0% 100.0% .0% 100.0%
% within Pmriksa2 .0% .0% .0% 83.3% .0% 16.7%
% of Total .0% .0% .0% 16.7% .0% 16.7%
Mix Count 0 0 0 0 3 3
% within Pmriksa1 .0% .0% .0% .0% 100.0% 100.0%
% within Pmriksa2 .0% .0% .0% .0% 100.0% 10.0%
% of Total .0% .0% .0% .0% 10.0% 10.0%
Total Count 9 7 5 6 3 30
% within Pmriksa1 30.0% 23.3% 16.7% 20.0% 10.0% 100.0%
% within Pmriksa2 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 30.0% 23.3% 16.7% 20.0% 10.0% 100.0%

Tabel 5. Nilai kappa


Symmetric Measures

Asymp.
a b
Value Std. Error Approx. T Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .957 .042 10.017 .000
N of Valid Cases 30
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Dari hasil SPSS diatas diperoleh bahwa nilai kappa yang didapat adalah 0,957

yang berarti bahwa secara statistik hasil yang diperoleh sudah bisa untuk dipakai

karena nilai Kappa sebagai patokan adalah 0,95 (Tjokrosonto, 2003)

16
SIMPULAN

Terdapat korelasi yang signifikan antara:

 Jenis plasmodium falciparum berkaitan dengan demam

 Jumlah parasit semi kuantitatif (++++) dengan kejang dan tidak sadar.

 Jumlah parasit kualitatif dengan kejang dan tidak sadar.

 Angka parasitemia dengan kejang dan muntah.

17
DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Saikhu & Y. Tri Prabowa. 2005. Malaria In Indonesia: A Summary Of


Recent Research Into Its Environmental Relationships. Southeast Asian J
Trop Med Public Health. Vol. 36 No. 1 January.

Anonym, 2008. Awas Malaria! Penyakit Berbahaya Yang Mematikan.


http://www.tabloidjubi.com

Arum, I., Purwanto A.P., Arfi S., Tetrawindu H., M. Octora, Mulyanto, Surayah K.,
Amanukarti. 2006. Uji Diagnostik Plasmodium Malaria Menggunakan
Metode Imunokromatografi Diperbandingkan Dengan Pemeriksaan
Mikroskopis. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory, Vol. 12, No. 3, Juli.

Collette, A., Sebastien Bagot, Maria E. Ferrandiz, Pierre-Andre Cazenave, Adrien


Six, & Sylviane Pied. 2004. A Profound Alteration of Blood TCRB
Repertoire Allows Prediction of Cerebral Malaria. The Journal of
Immunology, 173:4568–4575.

Dale, Pat., Neil Sipe, Sugi Anto, Bangkit Hutajulu, Ermi Ndoen, Meisy Papayungan,
2005. Malaria In Indonesia: A Summary Of Recent Research Into Its
Environmental Relationships. Southeast Asian J Trop Med Public Health.
Vol 36 No. 1 January.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES RI). 2003. Modul Survailans


Malaria. Dirjen PPM & PL, Jakarta: 1.

Gunawan, S. 2000. Malaria di Indonesia. Malaria Epidemiologi, Patogenesis,


Manifestasi Klinis & Penanganan, E.G.C, Jakarta 17-21

Harijanto, P.N. 2000. Malaria di Indonesia. Malaria Epidemiologi, Patogenesis,


Manifestasi Klinis & Penanganan, E.G.C, Jakarta

Kawamoto, F., 1991. Rapid Diagnosis of Malaria by Fluorescence Microscopy with


light microscope and interference filter, The Lancet, Jan 26; 337, 8735.

Susanto, L., dan Muljono, R. 1998. Perkembangan Diagnosis Malaria, Majalah


Kedokteran Indonesia, Jakarta, Vol:4; No:5;183-184.

Tjokrosonto, S., dkk. 2003. Panduan Praktis Diagnosis Malaria. Edisi pertama.
Yogyakarta: Inisiatif Anti Malaria Indonesia.

WHO, 2004. Basic Malaria Microscopy.

18

Anda mungkin juga menyukai