Penelitian Mini
Oleh :
Yusnitasari
Kepada
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2008
Penggunaan Apusan Darah Tebal Dan Tipis Untuk
Penelitian Mini
Disusun oleh :
Yusnitasari
07/2065/X-SP/0100
Pembimbing:
Mengetahui,
Program Pendidikan Dokter Spesialis I
ii
iii
INTISARI
iv
PENDAHULUAN
Berdasarkan laporan WHO (Dale, et al. 2005), antara 1,5 – 2,7 juta orang
prevalensi penyakit malaria di seluruh dunia diperkirakan antara 300-500 juta klinis
setiap tahunnya. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang tersebar di
seluruh dunia. Sekitar 100 300 juta penduduk diserang penyakit ini; 6 juta
diantaranya menderita infeksi aktif dengan angka kematian lebih dari 1 juta pertahun.
Sumber : www.mrch.org
Gambar 1. Distribusi malaria di seluruh dunia
angka kesakitan malaria sejak tiga tahun terakhir menunjukkan peningkatan dari 16
kasus per 1000 penduduk tahun 1997 menjadi 31 kasus per 1000 penduduk pada
tahun 2000. Terjadinya peningkatan kasus diakibatkan antara lain adanya perubahan
lingkungan seperti penambangan pasir yang meluas sehingga timbul genangan air
1
mobilitas penduduk dari pulau Jawa ke luar pulau Jawa yang sebagian besar masih
merupakan daerah endemis malaria dan resistensi obat malaria yang semakin luas.
mempunyai risiko yang tinggi terkena penyakit malaria karena tinggal di daerah
endemis malaria.
anak balita dan ibu melahirkan, dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja
(Depkes 2003).
Tiga puluh lima persen populasi Indonesia tinggal di daerah endemik malaria
(Depkes RI, 2005). Lebih 15 juta kasus malaria terjadi setiap tahunnya dengan
30.000 kematian yang dilaporkan tipa tahun. Penderita malaria ditemukan pada
(Depkes RI, 2003). Beban terbesar dari penyakit malaria ini ada di propinsi-propinsi
daerah-daerah pedesaan di luar Jawa – Bali juga merupakan daerah risiko malaria. Di
Jawa Tengah dan Jawa Barat, malaria merupakan penyakit yang muncul kembali
pada 11,8 sampai 41,6% dengan rata-rata 26,1%. Prevalensi yang lebih besar
ditemukan pada anak-anak berumur 2-9 tahun 40,4%. Pada bagian pusat utara Irian
2
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti malaria
harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes
Iklim di Papua memiliki kondisi suhu dan kelembaban yang ideal untuk
perkembangan nyamuk dan parasit malaria. Secara teoritis nyamuk bisa terbang
hingga 2-3 kilo meter, namun karena pengaruh angin jarak terbang bisa mencapai 40
km. Para ahli banyak memperkirakan bahwa perubahan iklim global turut
hanya ditemukan di dataran rendah sekarang bisa ditemukan di daerah dataran tinggi
atau pegunungan yang tingginya diatas 2000 meter dari permukaan laut seperti yang
dalam kurun waktu 2002-2006 berkisar sebesar 116-248 per 1000 penduduk. Ini
utama bagi semua kelompok umur di Papua walaupun data kongkretnya tidak dapat
diperoleh
Di Jawa – Bali sebagian besar bebas dari penularan malaria, namun pada
tahun 1997 ditemukan peningkatan kasus dari angka annyual parasite incidence
(API) dari 0,12 per seribu penduduk pada tahun 1997 menjadi 0,3 per seribu
penduduk pada 1998, 0,62 per seribu penduduk pada tahun 1999, 0,81 per seribu
penduduk pada tahun 2000 dan 0,62 per seribu penduduk pada tahun 2001 (Depkes
RI, 2005).
Hingga saat ini diagnosis mikroskopis dengan memeriksa sediaan darah yang
diwarna dengan Giemsa masih merupakan “gold standard” (baku emas) dengan
3
sensitivitas 50 parasit/μl darah (Arum dkk. 2006). Fluorochrome untuk mendeteksi
parasit malaria dalam apusan darah lebih sensitif dan luorochrome untuk mendeteksi
parasit malaria dalam apusan darah lebih sensitif, cepat dan mudah dilakukan
berkembang pada kawasan tropik dan subtropik, disebabkan oleh protozoa obligat
intra seluler dari genus plasmodium. Malaria pada manusia dapat disebabkan
Plasmodium malariae (Laveran, 1888), Plasmodium vivax (Grosi dan Felati, 1890),
Agar dapat hidup terus sebagai spesies, parasit malaria harus ada dalam tubuh
manusia untuk waktu cukup lama dan menghasilkan gametosit jantan dan betina (S.
Gunawan,2000).
4
Sumber: www.mcrh.org
Gambar 2. Siklus Hidup Plasmodium
Penelitian ini bertujuan untuk melihat penggunaan apusan darah tebal dan
dan RS. Mitra Masyarakat pada bulan November 2008 – Desember 2008. Subyek
adalah pasien yang diduga menderita penyakit malaria selama periode penelitian.
Klinik RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, meliputi pemeriksaan apusan darah tebal dan
darah tebal dan tipis dengan pewarnaan Giemsa dan kemudian diperiksa dengan
dari azur I eosin 3,0 g; azur II 0,8 g; glycerin 250 ml; Metanol 250 ml. pembuatan
5
larutan yang siap pakai terdiri dari perbandingan larutan Giemsa 10% dengan
dan setelah itu dibilas dengan air mengalir. Khusus untuk apus darah tipis, sebelum
di cat Giemsa terlebih dahulu difiksasi. Cara fiksasi dengan menggenangi secara
merata permukaan apus darah tipis dengan metanol selama 5 menit, selanjutnya sisa
Apusan tebal: apusan tebal dengan ketebalan yang benar adalah dengan
apusan dengan cetakan koran di bawahnya sulit dilihat. Dikeringkan selama 30 menit
dan tidak difiksasi dengan methanol. Hal ini memungkinan sel darah merah untuk
mengalami hemolisis dan leukosit dan parasit malaria apapun yang ada akan menjadi
satu-satunya elemen yang terdeteksi. Tetapi, karena hemolisis dan pengeringan yang
menjadi sulit. Apusan tebal dengan demikian digunakan untuk mendeteksi infeksi,
pengeringan, apusan tipis difiksasi dalam methanol. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengoleskan pada apusan tipis dengan sebuah bola kapasa yang mengandung
methanol. Ketika memfiksasi apusan tipis, semua pencegahan harus dilakukan untuk
Leishman sesuai untuk pengecatan apusan. Lapisan tebal idealnya dicat dengan
tekntik Field cepat atau pengecatan Giemsa untuk screening parasit. Sensitivtas
6
lapisan darah tebal adalah 5-10 parasit/µL. Lapisan darah tipis dicat dengan
pengecatan Giemsa atau Leishman berguna untuk spesifikasi parasit atau untuk
stippling sel darah merah yang terinfeksi dan memiliki sensitivitas 200 parasit/µL. Ph
Pengecatan Jaswant Singh Battacharya (JSB) untuk lapisan tebal dan tipis: ini
adalah metode standar yang digunakan oleh laboratorium di bawah National Malaria
(Tjokrosonto, 2003)
Cara pengecatannya:
dilakukan dengan memakai kipas angin, penghangat lampu, atau hair dryer,
1 ml air yang akan memberikan konsentrasi cat Giemsa yang baik. Setiap 1
7
6. Larutkan dengan hati-hati cat Giemsa dengan air mengalir. Jangan
1. Latar belakang SD terlihat bersih dan eritrosit berwarna abu-abu merh jambu
yang pucat
2. Lekosit netrofil mempunyai inti ungu tua dan mempunyai granula yang jelas
3. Butir kromatin parasit berwarna merah ungu tua dan sitoplasma yang
terlihat jelas.
2. Methanol
3. Bola-bola kapas
4. Rak pengectan
8
6. Silinder pengukur, kapasitas 100 - 500ml (tergantung jumlah slide yang akan
dicat)
akan dicat)
8. Botol labu atau beaker( kapasitas tergantung dari jumkah slide yang dicat)
9. Stop watch
Catatan: untuk metode ini akan lebih baik jika slide dikeringkan/dibiarkan semalam
1. Fixasi tiap apusan darah tipis dengan bola kapas yang telah dibasahi methanol
selama beberapa detik. Hindari methanol kontak dengan apusan darah tebal.
buffer.
4. Teteskan cat giemsa pada ujung slide sampai seluruh slide tertutupi. Hindari
6. Teteskan air bersih perlahan ke ujung slide untuk membuang sisa cat giemsa.
Air diteteskan pada ujung slide dimana apusan darah tipis berada.Untuk
9
7. Buang sisa cat giemsa dan bilas dengan air bersih untuk beberapa detik dan
keringkan.
2. Methanol
3. Bola-bola kapas
4. Tabung test 5 ml
6. Pipet pasteur
7. Curved plastik
8. Stop watch
1. Fixasi tiap apusan darah tipis dengan bola kapas yang telah dibasahi methanol
selama beberapa detik. Hindari methanol kontak dengan apusan darah tebal.
2. Gunakan tube atau tempat kecil untuk preparat. Buat larutan giemsa 10% dengan
buffer pH 7,2. Tiga tetes larutan giemsa untuk tiap milimeter buffer untuk
10
5. Cuci warna slide dengan menambahkan air bersih. Jangan tuangkan pewarna dari
slide, karena buih permukaan akan menempel pada fil dan mengganggu
pemeriksaan mikroskopis.
Analisis statistik dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu analisis
kualitatif dan analisis kuantitatif. Untuk analisis kualitatif digunakan diagram dan
tabel yang memberikan deskripsi mengenai jenis kelamin dan umur dari pasien, serta
teknik korelasi yang digunakan maka terlebih dahulu data yang diperoleh diuji
berdistribusi normal maka digunakan metode korelasi Pearson. Kalau data yang
mengenai jenis plasmodium pada pasien yang dinyatakan positif menderita penyakit
malaria.
dari RS Mitra Masyarakat di Irian Jaya dan 17 pasien diperoleh dari RS DR. Sardjito
di DIY.
11
Analisis kualitatif
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Pria 27 57.4 57.4 57.4
Wanita 20 42.6 42.6 100.0
Total 47 100.0 100.0
Diperoleh bahwa dari 47 pasien yang pria berjumlah 27 orang atau 57,4% dari
jumlah sampel, dan yang berjenis kelamin wanita berjumlah 20 orang atau 42,6%
dari jumlah sampel. Untuk lebih jelasnya digambarkan dalam grafik di bawah ini.
Berdasarkan usia maka diperoleh bahwa usia sampel mempunyai range 37,
12
Gambar 4. Distribusi Pasien berdasarkan Usia
Analisis kuantitatif
Korelasi
Untuk menetapkan jenis korelasi yang digunakan maka digunakan uji Kolmogorov-
Smirnov untuk melihat distribusi data. Pengolahan data SPSS diperoleh hasil sebagai
berikut:
13
Dari tabel diatas diperoleh bahwa sebagian besar data berdistribusi tidak normal
karena mempunyai nilai p kurang dari 0,05. Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh
Dari hasil SPSS untuk korelasi Spearman (dalam lampiran) maka diperoleh
0,015
Jumlah parasit semi kuantitatif dengan kejang dengan nilai r = 0,454 dan p =
0,001.
Jumlah parasit semi kuantitatif dengan tidak sadar dengan nilai r = 0,314 dan p =
0,032.
Jumlah parasit kualitatif dengan kejang dengan nilai r = 0,397 dan p = 0,006.
Jumlah parasit kualitatif dengan tidak sadar dengan nilai r = 0,303 dan p = 0,039.
Angka parasitemia dengan tidak sadar dengan nilai r = 0,342 dan p=0,019
14
Tabel 3. Korelasi yang signifikan
Correlations
Uji Kappa
pada pasien yang dinyatakan positif menderita penyakit malaria. Uji ini dilakukan
dengan menggunakan software SPSS versi 13. Hasil yang diperoleh adalah sebagai
berikut:
15
Tabel 4. Tabulasi silang jenis plasmodium untuk pemeriksaan kappa
Pmriksa2
Falciparum Vivax Ovale Malariae Mix Total
Pmriksa1 Falciparum Count 9 0 0 1 0 10
% within Pmriksa1 90.0% .0% .0% 10.0% .0% 100.0%
% within Pmriksa2 100.0% .0% .0% 16.7% .0% 33.3%
% of Total 30.0% .0% .0% 3.3% .0% 33.3%
Vivax Count 0 7 0 0 0 7
% within Pmriksa1 .0% 100.0% .0% .0% .0% 100.0%
% within Pmriksa2 .0% 100.0% .0% .0% .0% 23.3%
% of Total .0% 23.3% .0% .0% .0% 23.3%
Ovale Count 0 0 5 0 0 5
% within Pmriksa1 .0% .0% 100.0% .0% .0% 100.0%
% within Pmriksa2 .0% .0% 100.0% .0% .0% 16.7%
% of Total .0% .0% 16.7% .0% .0% 16.7%
Malariae Count 0 0 0 5 0 5
% within Pmriksa1 .0% .0% .0% 100.0% .0% 100.0%
% within Pmriksa2 .0% .0% .0% 83.3% .0% 16.7%
% of Total .0% .0% .0% 16.7% .0% 16.7%
Mix Count 0 0 0 0 3 3
% within Pmriksa1 .0% .0% .0% .0% 100.0% 100.0%
% within Pmriksa2 .0% .0% .0% .0% 100.0% 10.0%
% of Total .0% .0% .0% .0% 10.0% 10.0%
Total Count 9 7 5 6 3 30
% within Pmriksa1 30.0% 23.3% 16.7% 20.0% 10.0% 100.0%
% within Pmriksa2 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 30.0% 23.3% 16.7% 20.0% 10.0% 100.0%
Asymp.
a b
Value Std. Error Approx. T Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa .957 .042 10.017 .000
N of Valid Cases 30
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Dari hasil SPSS diatas diperoleh bahwa nilai kappa yang didapat adalah 0,957
yang berarti bahwa secara statistik hasil yang diperoleh sudah bisa untuk dipakai
16
SIMPULAN
Jumlah parasit semi kuantitatif (++++) dengan kejang dan tidak sadar.
17
DAFTAR PUSTAKA
Arum, I., Purwanto A.P., Arfi S., Tetrawindu H., M. Octora, Mulyanto, Surayah K.,
Amanukarti. 2006. Uji Diagnostik Plasmodium Malaria Menggunakan
Metode Imunokromatografi Diperbandingkan Dengan Pemeriksaan
Mikroskopis. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory, Vol. 12, No. 3, Juli.
Dale, Pat., Neil Sipe, Sugi Anto, Bangkit Hutajulu, Ermi Ndoen, Meisy Papayungan,
2005. Malaria In Indonesia: A Summary Of Recent Research Into Its
Environmental Relationships. Southeast Asian J Trop Med Public Health.
Vol 36 No. 1 January.
Tjokrosonto, S., dkk. 2003. Panduan Praktis Diagnosis Malaria. Edisi pertama.
Yogyakarta: Inisiatif Anti Malaria Indonesia.
18