DISUSUN OLEH :
SULAIMAN
NIM : 211031230124
A. Pengertian
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Nurarif et al, 2015).
Efusi pleura adalah kondisi paru bila terdapat kehadiran dan peningkatan cairan
yang luar biasa di antara ruang pleura. Pleura adalah selaput tipis yang melapisi
permukaan paru-paru dan bagian dalam dinding dada di luar paru-paru. Di pleura,
cairan terakumulasi di ruang antara lapisan pleura. Biasanya, jumlah cairan yang
tidak terdeteksi hadir dalam ruang pleura yang memungkinkan paru-paru untuk
bergerak dengan lancar dalam rongga dada selama pernapasan (Philip, 2017).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Nurarif & Kusuma,
2015).
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul dirongga pleura
yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya (Nair & Peate,
2015).
B. Etiologi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan produksi
cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini disebabkan oleh
satu dari lima mekanisme berikut (Morton 2012) :
1. Peningkatan tekanan pada kapiler sub pleura atau limfatik
2. Peningkatan permeabilitas kapiler
3. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
4. Peningkatan tekakanan negative intrapleura
5. Kerusakan drainase limfatik ruang
pleura Penyebab efusi pleura:
1) Infeksi
a. Tuberkulosis
b. Pneumonitis
c. Abses paru
d. Perforasi esophagus
e. Abses sufrenik
2) Non infeksi
a. Karsinoma paru
b. Karsinoma pleura: primer, sekunder
c. Karsinoma mediastinum
d. Tumor ovarium
e. Bendungan jantung: gagal jantung, perikarditiskonstriktiva
f. Gagal hati
g. Gagal ginjal
h. Hipotiroidisme
i. Kilotoraks
j. Emboli paru.
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi menjadi
transudat, eksudat dan hemoragi.
1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongesif (gagal jantung
kiri), sindrom nefrotik, asites (karena sirosishati), sindrom vena kava superior,
tumor dan sindrom meigs.
2. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi
dan penyakit kolagen.
3. Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru dan
tuberculosis.
C. Anatomi Fisiologi
D. Klasifikasi
Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu:
1. Efusi pleura transudat
Merupakan ultra filtrat plasma, yang menandakan bahwa membran pleura tidak
terkena penyakit. Akumulasi cairan di sebabkan oleh faktor sistemik yang
mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan pleura.
2. Efusi pleura eksudat
Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang rusak
dan masuk kedalam paru terdekat (Morton, 2012).
E. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan pleura
viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 10 cc - 20 cc yang
merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur. Cairan yang sedikit ini
merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu
sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di
absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan
tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system
limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang
memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak
mikrovili disekitar sel-sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap karena
adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi karena
adanya tekanan hidrostatik dan tekanan osmotic koloid. Keseimbangan tersebut dapat
terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru .
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium tuberkulosa masuk
melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini
akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga
diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional).
Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas membran.
Permebilitas membran akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi
cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberkulosa
paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain
dapat juga dari robekkan kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau
columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat, yaitu
berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein
getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang-kadang bisa juga hemarogik. Dalam
setiap ml cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500-2000. Mula-mula yang
dominan adalah sel-sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan efusi sangat
sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan efusi bukanlah karena adanya
bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya efusi pleura dapat menimbulkan beberapa
perubahan fisik antara lain: Irama pernapasan tidak teratur, frekuensi pernapasan
meningkat, pergerakan dada asimetris, dada yang lebih cembung, fremitus raba melemah,
perkusi redup. Selain hal - hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh efusi
pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat
badan menurun (Nair & Peate, 2015).
F. Pelaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada efusi pleura yaitu: (Nurarif et al, 2015)
1. Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena peningkatan
aktifitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dispneu akan semakin
meningkat pula.
2. Thoraksentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri,dispneu,
dan lain lain. Cairan efusi sebanyak 1 - 1,5 liter perlu dikeluarkan untuk mencegah
meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi pleura lebih banyak maka
pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dikalkukan 1 jam kemudian.
3. Antibiotic
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat adanya infeksi. Antibiotik
diberi sesuai hasil kultur kuman.
4. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberi obat melalui selang
interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan
terakumulasi kembali.
5. Water seal drainage (WSD)
Water seal drainage (WSD) adalah suatu system drainase yang menggunakan water
seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura atau rongga pleura.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada, biasanya dilakukan untuk memastikan adanya efusi pleura,
dimana hasil pemeriksaan akan menunjukkan adanya cairan.
2. CT scan dada. CT scan bisa memperlihatkan paru-paru dan cairanefusi dengan
lebih jelas, serta bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau
tumor.
3. USG dada, bisa membantu mengidentifikasi adanya akumulasi cairan dalam
jumlah kecil.
4. Torakosentesis, yaitu tindakan untuk mengambil contoh cairan untuk
diperiksa menggunakan jarum. Pemeriksaan analisa cairan pleura bisa
membantu untuk menentukan penyebabnya.
5. Biopsi. Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa.
6. Bronkoskopi, pemeriksaan untuk melihat jalan nafas secara langsung untuk
membantu menemukan penyebab efusi pleura.
7. Torakotomi, biasanya dilakukan untuk membantu menemukan penyebab
efusi pleura, yaitu dengan pembedahan untuk membuka rongga dada.
Namun, pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
H. Komplikasi
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik
akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan
ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan
mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membran - membran
pleura tersebut.
2. Atalektasis
Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh
penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam
jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai
kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi
pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan
paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada
sebagian/semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps
paru.
5. Empiema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang mengelilinginya
(rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi yang menyebar dari paru-paru dan
menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga pleura. Cairan yang terinfeksi dapat
mencapai satu gelas bir atau lebih, yang menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak
napas dan rasa sakit (Morton, 2012).
I. Pathway
J. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal
yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun
selama pasien dirawat di rumah sakit (Widyorini et al. 2017).
a. Identitas Pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama penanggung jawab,
pendidikan penanggung jawab, dan pekerjaan penanggung jawab.
b. Keluhan Utama
Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak
nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam
dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya.Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit- penyakit
yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru
dan lain sebagainya.
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
g. Pengkajiam Pola Fungsi
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
2) Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga
memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
3) Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan
penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya
penyakit.
4) Pola nutrisi dan metabolisme
5) Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status
nutrisi pasien.
6) Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu
makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur
abdomen.
7) Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien
dengan effusi pleura keadaan umumnyalemah.
h. Pola Eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi
sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien
akan lebih banyak bedrest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus digestivus.
i. Pola Aktivitas Dan Latihan
1) Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi.
2) Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
3) Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat
adanya nyeri dada.
4) Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan
pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
j. Pola Istrirahat Dan Tidur
1) Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
2) Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan
rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang
yang mondar - mandir, berisik dan lain sebagainya.
k. Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan
perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui
tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
a) Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan
pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax
kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis.
Pernapasan cenderung meningkat dan pasien biasanya dyspneu.
b) Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
c) Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas
atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical
penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis- Damoisseaux.
Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
d) Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk
cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi
atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda
tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
3) Sistem Kardiovaskuler
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal
berada pada ICS-5 pada linea medio klavikula kiri selebar 1 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung.
b) Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung,
perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
c) Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung
terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah
pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
d) Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau
gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala
payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya
peningkatan arus turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit
atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol
atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya
benjolan- benjolan atau massa.
b) Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana
nilai normalnya 5-35 kali per menit.
c) Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan
abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk
mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
d) Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau
cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites,
vesikaurinarta, tumor).
5) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping itu juga diperlukan
pemeriksaan GCS, apakah composmentis atau somnolen atau comma.
Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.Selain itu fungsi-
fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan dan pengecapan.
6) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial.Selain itu, palpasi
pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta
dengan pemerikasaan capillary refiltime. Dengan inspeksi dan palpasi
dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan
kanan.
7) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi
pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat
adanya kegagalan sistem transport oksigen. Pada palpasi perlu diperiksa
mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian tekstur kulit
(halus-lunak- kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi
seseorang.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung
aktual maupun potensial (PPNI, 2017).
a. Jenis
Jenis diagnosis keperawatan terdiri dari diagnosis keperawatan positif dan negatif.
Diagnosis keperawatan positif meliputi diagnosis keperawatan promosi kesehatan,
sedangkan diagnosis keperawatan negatif terdiri dari diagnosis keperawatan aktual
dan resiko (PPNI, 2017).
1) Positif
Menunjukan bahwa klien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai kondisi lebih
sehat atau optimal.
a) Promosi Kesehatan
b) Menggambarkan adanya keinginan dan motivasi klien untuk
meningkatkan kondisi kesehatannya ketingkat yang lebih baik atau
optimal.
2) Negatif
Menunjukan bahwa klien dalam kondisi sakit atau berisiko mengalami kesakitan.
a) Aktual
Menggambarkan respon klien terhadap kondisi kesehatan atau proses
kehidupannya yang menyebabkan klien mengalami masalah kesehatan.
b) Resiko
Menggambarkan respon klien terhadap kondisi kesehatan atau proses
kehidupannya yang menyebabkan klien beresiko mengalami masalah
kesehatan.
b. Komponen
Masing - masing komponen diagnosis diuraikan sebagai berikut: (PPNI, 2017).
1) Masalah (Problem)
Merupakan label diagnosis keperawatan yang menggambarkan intidari respon
klien terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupannya. Label diagnosis
terdiri atas deskriptor atau penjelas dan fokus diagnostik. Deskriptor merupakan
pernyataan yang menjelaskan bagaimana suatu fokus diagnosis terjadi.
2) Indikator Diagnostik
a) Penyebab (Etiologi) merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan status kesehatan.
b) Tanda (Sign) dan Gejala (Symptom). Tanda merupakan data objektif yang
diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
prosedur diagnostik, sedangkan merupakan data subyektif yang
diperoleh dari hasil anamnesis yang dikelompokkan menjadi:
Mayor: Tanda/gejala ditemukan sekitar 80% - 100% validasi diagnosis.
Minor: Tanda/gejala tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan dapat
mendukung penegakan diagnosis.
c) Faktor risiko merupakan kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan
kerentanan klien mengalami masalah kesehatan. Pada diagnosis aktual,
indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan tanda/gejala. Pada
diagnosis risiko tidakmemiliki penyebab dan tanda/gejala, hanya memiliki
tanda/gejala yang menunjukkan kesiapan klien untuk mencapai kondisi
yanglebih optimal.
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga
atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan
yang aktual ataupun potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam
penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan (Dinarti & Mulyanti, 2017).
Adapun diagnosa yang diangkat dari masalah sebelum dilakukan tindakan infasif
adalah:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambata upaya nafas
(kelemahan otot nafas) (D.0005)
b. Nyeri akut berhubungan denganagen pencedera fisiologis (inflamasi,
iskemia, neoplasma) (D.0077)
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen (D.0056)
d. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan (D.0019)
f. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
(D.0111) (PPNI, 2017).
Adapun dignosa yang diangkat dari masalah setelah dilakukan tindakan infasif
adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
(D.0077)
b. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif (D.0142) (PPNI,
2017)
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome)
yang diharapkan (SIKI DPP PPNI 2018) (SLKI DPP PPNI 2019).
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
(D.0005) Tujuan : Mempertahankan pola pernafasan normal/efektif
Kriteria Hasil :
1) Kapasitas vital meningkat
2) Frekuensi napas
membaik Intervensi :
Observasi
1) Monitor pola napas (frekuensi, usaha napas)
2) Monitor bunyi napas tambahan (mis, gurgling, mengi, wheezing, ronkhi basah)
3) Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma) Terapeutik
1) Posisikan semi fowler atau fowler
2) Berikan minum hangat
3) Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
b. Nyeri akut berhubungan denganagen pencedera fisiologis ( inflamasi, iskemia,
neoplasma) (D.0077)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri menurun
Kriteria hasil :
1) Keluhan nyeri menurun
2) Melaporkan nyeri terkontrol meningkat
3) Meringis menurun
4) Penggunaan analgetik menurun
5) Tekanan darah
membaik Intervensi
Observasi
Observasi
Observasi
Observasi
Observasi
Observasi
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan.
Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan yang telah
direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu klien untuk
mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons yang ditimbulkan oleh
masalah keperawatan dan kesehatan (Ali 2016).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan
apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa,
perencanaan, tindakan dan evaluasi (Ali 2016). Evaluasi merupakan tahap akhir yang
bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau
tidak untuk mengatasi suatu masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif & Kusuma, Hardhi. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC (Edisi Revisi). MediAction.
Arif Muttaqin.(2018). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Bararah, Taqiyyah & Jauhar, M. (2016). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi
Perawat Profesional. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Dean, E. (2016). Effect of Body Position on Pulmonary Function. Journal of American Physical
Therapy: Diakses pada 19 februari 2020 pada : http://ptjournal.apta.org/
Haugen, N & Galura, S.J. (2015).Ulrich & Canale's Nursing Care Planning Guides (7th Ed).
Diakses pada 19 februari 2020
pada
http://www1.us.elsevierhealth.com/SIMON/Ulrich/Constructor/diagnos
es.cfm?did=320
Juall Lynda, (2016). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Buku kedokteran EGC
Morton dkk. (2017). Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.
Morton. (2017). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 dan 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Martha & Smith Kelly, (2016). Nanda Diagnosa Keperawatan. Yogyakarta: Digna Pustaka
NANDA-I, 2010. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.
USA: Wiley-Blackwell.
Nair, M., & Peate, I. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan Edisi 2. Jakarta: Bumi
Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi refisi jilid 1 2015. Jakarta:
Media Action Publishing.
PHILIP ENG Respiratori medical clinic. (2017). philipeng.com. Dipetik April22, 2017,
dari
philipeng.com.sg:http://www.philipeng.com.sg/ms/conditions/pleural-
effusion
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
medika
Wedro, B. (2018). Pleural Effusion. Medicine Net: Diakses pada tanggal 19 februari
2020 pada:
http://www.onhealth.com/pleural_effusion/article.htm
Wilkinson, J.M dan Ahern, N.R. (2015). Diagnosis Keperawatan: Diagnosis Nanda,
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
ASUHAN KEPERAWATAN TN.K DENGAN DIABETES MILITUS (DM)
DI RS SARI ASIH CIPUTAT
DISUSUN OLEH :
SULAIMAN
NIM : 211031230124
Nama : Tn.k
Umur : 42
Identitas
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : SUPIR
Suku/Bangsa : Sunda
Alamat : Reni jaya pamulang
Keluhan utama : Pasien mengatkan sesak sudah 2 bulan, batuk berdahak dan sulit untuk keluar,
Riwayat Sakit dan Kesehatan
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: baik sedang √ lemah Kesadaran: Composmetos
Tanda vital TD: 160/80 mmHg Nadi: 85x/mnt Suhu :37ºC RR:34x/mnt
Pola nafas irama: Teratur √ Tidak teratur
S1/S2 tunggal
Nyeri dada: Ya √ Tidak
Bunyi jantung: √ Normal Murmur Gallop lain-
√
lain lain:
Urin :
Jumlah : 500 cc/hr
Warna : kuning
Bau : Tidak berbau
Alat bantu (kateter, dan lain-lain) : Kateter
Kandung kencing: Membesar Ya √ Tidak
Nyeri tekan Ya Tidak
Gangguan: Anuria Oliguri Retensi
Nokturia Inkontinensia Lain-lain:
Masalah:
Muskuloskeletal/ Integumen
Terbatas
Kekuatan otot: cukup
Kulit
Warna kulit: Ikterus Sianotik Kemerahan Pucat Hiperpigmentasi
Hiperglikemia Ya √ Tidak √
Hipoglikemia Ya √ Tidak
Pus Ya √ Tidak
Masalah:
Higiene
Ganti pakaian : 2-3x/hari
Masalah: Tidak ada masalah dalam personal higiene
2
DS : Pasien mengatak batuk berdahak
DO :
3
DO : Pasien mengatkan nafsu makan
berkurang
DS : pasien tampak lemah, makan habis ½
porsi
Ket: Format pengkajian ini dikembangkan bila ada sistem yang belum terkaji
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. )
Edukasi
Kolaborasi
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Nafsu makan
(L.03024)
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan 3x24
jam dengan kriteria
hasil
1. Keinginan
makan cukup
meningkat
2. Asupan
makan
membaik
3. Asupan
cairan
meningkat
4. Kemampuan
merasakan
makan
membaik
5. Kemampuan
menikmati
makan
meningkat
6. Asupan
nutrisi
membaik
Defisit nutrisi
berhubungan dengan
05/10/202 proses penyakit
1
3 Jam
18.30
E. CATATAN PERAWATAN
F. CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Klien :Ny.E
Mengetahui
Dosen Pembimbing KMB